Atonia Uteri dan penanganannya
Embed Size (px)
Transcript of Atonia Uteri dan penanganannya

0
LAPORAN KASUS FETOMATERNAL III
PENANGANAN ATONIA UTERI
DENGAN METODE B-LYNCH SUTURE
OLEH :
MEITY ELVINA
Dr. MAKMUR SITEPU, SpOG (K)
DEPARTEMEN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK / RSUD. Dr. PIRNGADI MEDAN
2010

BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan berhubungan dengan perdarahan, karena semua persalinan baik
pervaginam ataupun perabdominal (seksio sesarea) selalu disertai perdarahan.
Pada persalinan pervaginam perdarahan dapat terjadi sebelum, selama ataupun
sesudah persalinan. Perdarahan bersama-sama infeksi dan gestosis merupakan tiga
besar penyebab utama langsung dari kematian.1,3,4,5,6
Angka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu
5-8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang
berlebihan pada kehamilan. Berdasarkan penyebabnya diperoleh sebaran sebagai
berikut : atonia uteri 50 – 60 %, sisa plasenta 23 – 24 %, retensio plasenta 16 – 17
%, laserasi jalan lahir 4 – 5 % dan kelainan darah 0,5 – 0,8 %.5
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-
serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi
daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium
tersebut tidak berkontraksi.1,
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini
(50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi
peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme
ini.4,7
BAB II
1

ATONIA UTERI
A. DEFINISI
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah uterus tidak berkontraksi dalam 15
detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).8
Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi
dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum
secara fisiologis di kontrol oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama
yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat
perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat
berkontraksi. 1,3,4,5,6
Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lunak pada
palpasi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan. 3
Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping
menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan
infeksi puerperalis karena daya tahan penderita berkurang.6
Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai
Akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian
tersebut dengan gejala : astenia, hipotensi dengan anemia, turunnya berat
badan sampai menimbulkan kaheksia, penurunan fungsi seksual dengan
atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan axilla, penurunan
metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi.4
B. Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia uteri1,4,5,6,9
2

Manipulasi uterus yang berlebihan
General anestesi (pada persalinan dengan operasi)
Uterus yang teregang berlebihan :
o Kehamilan kembar
o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram )
o polyhydramnion
Kehamilan lewat waktu,
Portus lama
Malnutrisi, Anemia
Grande multipara
Anestesi yang dalam
Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ),
C. MANIFESTASI KLINIS1
Uterus tidak berkontraksi dan lunak
Perdarahan segera pada post partum atau durante seksio sesarea setelah
bayi dan plasenta lahir
D. PENCEGAHAN ATONIA UTERI1,8,9,10
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risikoperdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama dari oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu
3

onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau
kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk
mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian
oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV
bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.
Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai
waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada
membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip
pada pasien yang dilakukan operasi sesar.
E. MANAJEMEN ATONIA UTERI 1-12
1. Resusitasi 1,7,8,9
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-
tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk
persiapan transfusi darah. Pasien dengan perdarahan post partum
memerlukan penggantian cairan dan pemeliharaan volume sirkulasi darah ke
organ – organ penting. Monitoring secara intensif terhadap perdarahan,
kesadaran dan tanda-tanda vital pasien. Pastikan dua kateler intravena
ukuran besar untuk memudahkan pemberian cairan dan darah secara
bersamaan apabila diperlukan resusitasi cairan cepat.
Pemberian cairan : berikan normal saline atau ringer lactate
4

Transfusi darah : bisa berupa whole blood ataupun packed red cell
Evaluasi pemberian cairan dengan memantau produksi urine
(Perfusi cairan ke ginjal adekuat bila produksi urin dalam 0,5-1 cc/kg BB/jam.
2. Masase dan kompresi bimanual1,5,6,7,8,9
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah
lahirnya plasenta.
Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan
jahit atau rujuk segera
Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan serviks
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong Lakukan kompresi bimanual
internal (KBI) selama 5 menit.
Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan
perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.
Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai
melakukan kompresi bimanual eksternal, Keluarkan tangan perlahan-lahan;
Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang
infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20
unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala empat
Jika uterus tidak berkontraksi maka dilakukan penanganan operatif.
5

Kompresi Bimanual pada Atonia Uteri
Peralatan : sarung tangan steril; jika dalam keadaan sangat gawat; lakukan
dengan tangan yang telah dicuci.
Teknik : Basuh genetalia eksterna dengan larutan desinfektan; dalam
kedaruratan tidak diperlukan
1. Eksplorasi dengan tangan kiri
Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina
2. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri
dan menangkap uterus dari belakang atas
3. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar
Kompresi bimanual tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang
pembuluh darah aferen sehingga menyempitkan lumennya. Kompresi uterus
bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit. Biasanya
sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna. Bila uterus refrakter terhadap oksitosin, dan
6

perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka pilihan tindakan
operatif merupakan tindakan selanjutnya.
3. Uterotonika1,7,8,9,10
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif diberikan
lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa
diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian
oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping
lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.
Metilergonovin Maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum
1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Merupakan alkaloid ergot yang berikatan dengan reseptor serotonin (5-HT
non selektif), Mekanisme / cara kerja :
7

Menstimulasi otot-otot polos terutama dari pembuluh darah perifer yang
banyak mengandung reseptor serotonin dan pembuluh darah uterus terutama
di bagian segmen bawah rahim
Mempengaruhi otot uterus berkontraksi terus-menerus sehingga
memperpendek kala III.
Pembuluh darah mengalami vasokonstriksi sehingga tekanan darah naik dan
terjadi efek oksitosik pada kandungan aterm
Prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil Prostaglandin 2-alfa (PGF-
2α). Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25
mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan
pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika
yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti:
nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang
disebabkan kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi
sentral, sehingga kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan,
berkeringat, dan gelisah yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal
ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh
diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan
disfungsi hepatik. Efek samping serius jarang ditemukan dan sebagian besar
dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin
efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri
dengan angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian
8

besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
Misoprostol, Misoprostol adalah suatu analog prostaglandin sintetik
yang menghambat sekresi asam lambung dan menaikkan proteksi
mukosa lambung. Setelah penggunaan oral misprostol diabsobrsi
secara ekstensif dan cepat di de-esterifikasi menjadi obat aktif : asam
misoprostol. Kadar puncak serum asam misoprostol direduksi jika
misoprostol diminum bersama makanan. Indikasi dan dosis
penggunaan misoprostol sebagai berikut :10
Indication Dosage Notes
Induced abortion
(0-12 weeks)
800µg vaginally 12-hrly Ideally used 48 hours after
mifepristone 200mg.Missed abortion
(0-12 weeks)
800µg vaginally 3-hrly OR
600µg sublingually 3-hrly
Give 2 doses and leave to work for 1
2 weeks (unless heavy bleeding or
infection)Incomplete abortion
(0-12 weeks)
600µg orally stat. Leave to work for 2 weeks (unless
heavy bleeding or infection).Induced abortion
(13-24 weeks)
400µg vaginally 3-hrly x5 Use 200µg only in women with
caesarean scar. Ideally used 48
hoursIntrauterine fetal death
(>24 weeks)
13-17 wks: 200µg 6-hrly
18-26 wks: 100µg 6-hrly
27-43 wks: 25-50µg 4
Hrly
Reduce doses in women with
previous caesarean section
Induction of labour (live
fetus >24
weeks)
25ug vaginally 4-hrly OR
50µg orally 4-hrly OR
2M oral solution 2-hrly
Do not use if previous caesarean
section.
PPH prophylaxis 600µg orally or
sublingually stat.
Not as effective as oksitosin or
ergometrine. Exclude second twin
before administration. Do not repeat
within 2 hours.PPH treatment 600µg orally or
sublingually stat.
Limited evidence for benefit - use
conventional oxytocics first
9

Cervical ripening priortoinstrumentation
400µg vaginally 3hrsbefore procedure
Use for insertion of intrauterinedevice, surgical termination ofpregnancy, dilatation and curettage,hysteroscopy
4. Uterine Lavage dan Uterine Packing9
Indikasi : menghentikan dan mengurangi perdarahan, bila terjadi kegagalan
menghentikan perdarahan paska persalinan setelah penatalaksanaan
massage uterus, kompresi bimanual, pemberian uterotonik dan kuretase sisa
plasenta atau repair laserasi jalan lahir.
Jenis-jenis tampon uterus :9
- Selang Senstaken Blakemore
- Catheter Ballon Bakri SOS
- Catheter Folley
- Condom Catheter
10

- Packing Uterus Menggunakan Kassa steril
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke
dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri.
Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam kavum uteri
menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina
untuk memberi jalan salin keluar. Penggunaan uterine packing saat ini tidak
disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistensi uterus dan
sebagai tampon uterus. Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum
sehingga memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen
bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam
penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine
packing dipasang selama 24 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan
transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas
operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan operasi.
5. Operatif1,2,7,11,12
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari
rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri
11

miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium. Jahitan
kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,
ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar
cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina
yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.
Gambar : Lokasi arteri uterina dan arteri iliaka interna
Ligasi arteri uterina dan Ligasi arteri iliaka interna1,7,9
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan Seksio sesarea, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen
bawah rahim. Ligasi arteri iliaka interna, terlebih dahulu lakukan
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
12

melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke
medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka
interna dan eksterna.
13

BAB III
METODE B-LYNCH SUTURE
Metode B-Lynch Suture dikenal juga dengan “Brace Suture”, ditemukan
oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternatif untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri. Prosedur penjahitan
uterus dengan menggunakan benang chromic catgut. Dapat juga
menggunakan benang PDS (polidioxanone) atau vicryl (polyglactin).
Langkah-langkah B-Lynch suture adalah sebagai berikut : 1,2,3,11,12
(1) Pasien dibawah anestesi dibaringkan di meja operasi dengan posisi
Llyod davis untuk memudahkan melihat perdarahan uterus yang keluar
dari vagina. (Apabila atonia uteri dengan perdarahan paska persalinan
pervaginam, dilakukan penanganan perdarahan paska persalinan
dengan massase uterus, uterotonika, kompresi bimanual, repair
laserasi jalan lahir dan pastikan uterus bersih dari sisa plasenta, sambil
melakukan tindakan resusitasi cairan untuk pencegahan renjatan
hipovolemik akibat perdarahan).
(2) Jika tidak berhasil, lakukan tindakan pembedahan untuk dilakukan B-
Lynch suture.
(3) Dinding abdomen diinsisi secara pfannenstiel + 10 cm, atau pada
pasien yang dilakukan seksio sesarea, sebelum menjahit uterus
dipastikan sisa plasenta ataupun selaput plasenta tidak ada yang
tertinggal dengan melakukan ”swab out” dengan kassa terbuka.
14

(4) Selanjutnya insisi uterus pada segmen bawah rahim pada seksio
sesarea dijahit dan dilanjutkan untuk dilakukan B-Lynch Suture.
(5) Dari literatur (William Obstetrics 23rd Ed) dijelaskan bahwa pada kasus
atonia uteri ketika dilakukan persalinan perabdominal dengan seksio
sesarea, Teknik B-Lynch Suture dilakukan sebelum penjahitan insisi
segmen bawah rahim uterus.
(6) Pada modifikasi teknik B-Lynch Suture lain (Koh E, Devendra K,
Original Article:B-Lynch suture for the treatment of uterine atony
Department of Obstetrics and Gynaecology, Singapore General
Hospital, J 2009), B-Lynch Suture dilakukan pada kasus atonia uteri
post partum pervaginam dengan insisi pada kutis secara pfannensteil,
dan tanpa membuat insisi apapun pada uterus, langsung dilakukan
teknik B-Lynch Suture dengan satu benang.
(7) Pada kasus atonia uteri duarantee seksio sesarea, uterus dikeluarkan
dari kavum abdomen, dan memastikan kontraksi uterus kembali, lalu
diidentifikasi apakah terdapat “bleeding point” pada daerah jahitan
insisi SBR. Pada kasus atonia uteri post partum pervaginam harus
disingkirkan sebelumnya penyebab “4 T” yang lain pada perdarahan
paska persalinan, yaitu: Trauma, Tissue, dan Thrombin.
(8) Teknik ini menggunakan jarum ukuran 70-mm dengan bentuk round
bodied needle ½ circle, dilakukan penjahitan dengan satu buah
benang chromic catgut atau benang PDS (polidioxanone) atau vicryl
(polyglactin) dengan bentuk jahitan jelujur dimulai dari segmen bawah
rahim (uterus anterior) menuju corpus daerah anterior lalu fundal,
kemudian menuju corpus posterior sampai sejajar jahitan awal, jahitan
15

dilanjutkan ke samping atau ke sisi uterus yang lain, lalu menuju
corpus posterior menuju fundal sampai mencapai corpus anterior dan
berakhir pada daerah segmen bawah rahim sejajar jahitan awal. Batas
jahitan dari kedua tepi uterus adalah 3-4 cm dari sisi kanan dan kiri.
(9) Selanjutnya benang ditarik dengan moderate tension mencegah
benang putus, dibantu oleh asisten I sampai terjadi kompresi uterus
dari fundus dengan tahanan yang sama dari sisi marginal kanan dan
kiri uterus dikarenakan jarak yang sama antara jahitan dengan kedua
tepi uterus, diakhiri dengan melakukan simpul pada kedua ujung
benang dengan simpul threw a knot (double throw).
(10) Asisten dapat juga membantu melakukan kompresi bimanual,
sambil dilakukan tindakan kompresi, dinilai kembali seberapa banyak
perdarahan yang masih terjadi yang keluar dari vagina.
(11) Keadaan hemostasis yang baik akan tercapai apabila kompresi
uterus dengan B-Lynch Suture dilakukan dengan tension yang cukup.
Tension yang baik tercapai jika penjahitan pada uterus diikat dengan
simpul threw a knot (double throw) dan dilanjutkan dengan 2-3 kali
simpul untuk menjamin tension yang baik dan aman
(12) . Selanjutnya kavum abdomen ditutup dengan menjahit lapis
demi lapis dinding abdomen dengan metode biasa.
16

Gambar Metode B-Lynch Suture :1,2,3
17

The B-Lynch Uterine Compression Suture Technique1(William Obstetrics23rd Edition, 2010)
18

• Histerektomi1,7,9
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika
terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif.
Dengan Metode B-Lynch Suture sebagai alternatif penanganan operatif
kasus atonia uteri, maka tindakan histerektomi dapat dicegah. Dimana
histerektomi Insidensinya mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih
banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
19

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, GillstrapLC. Hauth JC,
WenstromKD.
Williams Obstetrics. 23rd., New York: McGraw Hill, 2005
2. Koh E, Devendra K, Original Article:B-Lynch suture for the treatment of
uterine atony Department of Obstetrics and Gynaecology, Singapore General
Hospital, J 2009; 50(7) : 693
3. Christopher B-Lynch, Louis Keith, Andre Lalonde and Mahantesh Karoshi :
A Textbook of Postpartum Hemorrhage, published by Sapiens, October 2006
4. Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran
Unversitas Padjajaran Bandung, 1993.
5. Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
6. Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan
keluarga berencana. Jakarta: EGC, 1998.
7. DeCherney AH. Nathan L : Third Trimester Bleeding in Current Obstetrics and
Gynecologic Diagnosis and Treatment , McGraw Hill Companies, 2003
8. JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Departemen kesehatan_RI Jakarta; 2007
9. Roman AS, Rebarber A, Seven Ways to Control Postpartum
Hemorrhage, Contemporary Ob/Gyn 2003.
10.Use of Uterotonic drugs for PPH, International Journal of Gynecology and
Obstetrics 2007;99:S156-9.
11. Alam MS, Lynch C, The B-Lynch and Other Uterine Compression Suture
Technique, Int J Gynaecol Obstet, e-pub, 2005.
12. Mascarenhas M, The B-Lynch Suture, Jaypee Brother Medical Publisher,
India, 2004.
20

BAB IV
STATUS ORANG SAKIT
ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Ny. E
Umur : 22 Tahun
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT
Agama : Islam
Suku : Melayu
Alamat : Dsn. III Paya Renggas – Kabupaten Langkat
Tgl Masuk : 20 Maret 2010 , Jam: 23.00 WIB
Nomor MR : 72.60.45 (RS. Dr. Pirngadi Medan)
ANAMNESIS PENYAKIT
KU : Tekanan darah tinggi (Rujukan dari Bidan)
Telaah : Hal ini baru diketahui ketika os mau bersalin di klinik bidan. Saat itu tekanan
darah 170/110 mmHg, Riwayat tekanan darah tinggi sebelum hamil (-),
riwayat sakit kepala (-), pandangan kabur (-), mual-muntah (-), nyeri ulu hati
(-), kejang (-). Riwayat mules-mules mau melahirkan (+), sejak tgl 19 Maret
2010 pada pukul 20.00 WIB. Riwayat keluar lendir darah (+), riwayat keluar
air banyak dari kemaluan (+) tanggal 20 Maret 2010 pukul 05.00 wib. Os
21

masuk ke klinik bidan tanggal 20 maret 2010 pukul 17.00 wib. Lalu dirujuk
ke RS. Dr. Pirngadi Medan karena tekanan darah tinggi.
RPT : Riwayat Hipertensi (-), Riwayat DM : (-), Riwayat Asma (-)
RPO : Tidak jelas
HPHT : ?? – 06 – 2009
TTP : ?? – 03 – 2010
ANC : 3 x ke Bidan
Riwayat persalinan : G2P0A1
1. Abortus, kuretase, RS, usia kehamilan 2 bulan, tahun 2008
2. Hamil ini
PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Sensorium : Compos Mentis Anemis : (-)
Tekanan Darah : 160/110 mmHg Ikterus : (-)
Frekwensi Nadi : 88 x/i Cyanosis : (-)
Frekwensi Nafas: 22 x/i Dyspnoe : (-)
Suhu : 36,8 ْ C Edema : (+) Pretibial
Status Lokalisata :
Kepala : Mata : Palpebra inferior Konjungtiva anemis (-)
Thoraks : Pulmo : SP : Vesikuler +/+ , Ronkhi : -/-
Cor : Bunyi Jantung (+) Normal, ST : (-)
22

Status Obstetrikus :
Inspeksi : Abdomen membesar asimetris
TFU : 3 jari bpx, 33 cm
Teregang : Kanan
Terbawah : Kepala
Gerak : (+)
DJJ : 148 x/menit
HIS : 3 x 40 “/10’
EBW : 3200 – 3400 gram
PEMERIKSAAN DALAM
(Setelah diberikan Loading dose 4 gr MgSO4 20 % (20 cc) IV Bolus perlahan)
VT : Φ Lengkap, selaput ketuban (-), SRM 18 jam, Jernih, Kepala,
H III, uuk arah jam 12
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium pada Tanggal 20 April 2010 :
Hb : 10,8 g/dl
Hematokrit : 29,5 %
Leukosit : 14.100/mm3
Trombosit : 159.000/ mm3
SGOT : 79 U/l
23

SGPT : 46 U/l
Ureum : 28 mg/dl
Kreatinin : 0,86 mg/dl
LDH : 853 U/l (x103)
D-Dimer : 4000 ug/dl
CT : 10’
BT : 4’
Proteinuria : (++)
DIAGNOSIS :
PEB + HELLP Syndrome Partial + SG (Nullipara) + KDR (aterm) + PK + AH +
Kala II
RENCANA : Partus Pervaginam dengan Persingkat Kala II (Ekstraksi Vakum)
TERAPI :
02 nasal canule 4 ltr/i
IVFD RL Double Line
Kateter urin menetap
Oksitosin 5 IU dalam cairan RL 500 cc IV drip prosedur biasa
MgSO4 :
o Loading dose ( 4 gr MgSO4 20% 20 cc IV bolus perlahan)
o Maintenance ( 12 gr MgSO4 40% 30 cc dalam 500 cc RL 14 gtt/i)
Nifedipine 10 mg bila TD > 180/110 maksimal 120 mg/24 jam
24

Nifedipine maintenance 3 x 10 mg
Inj. Ampicillin 2 gr skin test dahulu
Inj. Dexamethasone 10 – 10 – 5 – 5 mg / 12 jam
Awasi VS, His dan DJJ
Monitoring balance cairan --> Awasi tanda-tanda edema paru
Lapor supervisor jaga dr. MS, SpOG(K) & dr. SP, SpOG → ACC
Anjuran : Ekstraksi Vakum
Seteleh dilakukan Informed Consent kepada Os dan keluarga,
Os dan keluarga menolak dilakukan EV, dan meminta dilakukan SC
Dilakukan Informed Consent ulang kepada os dan keluarga tentang tindakan
SC dan segala risiko serta komplikasi terburuk yang dapat terjadi pada ibu dan
bayi, Namun os dan keluarga tetap meminta untuk dilakukan SC.
Lapor Supervisor dr SP, SpOG ACC dilakukan SC a/i Sosial
25

LAPORAN SEKSIO SESAREA
Lahir Bayi Perempuan, BB: 3300 gram, PB: 51 cm, AS : 8/9, Anus (+)
Ibu dibaringkan di meja operasi dengan infus dan kateter terpasang baik
Dilakukan tindakan aseptik dengan larutan povidon iodin 10% dan alcohol 70
% pada dinding abdomen lalu ditutup dengan doek steril kecuali lapangan
operasi
Dibawah anestesi spinal dilakukan insisi pfannenstiel mulai dari kutis, sub
kutis sepanjang 10 cm
Dengan menyisipkan pinset anatomis dibawahnya, fascia digunting ke kanan
dan ke kiri, otot dikuatkan secara tumpul
Peritoneum dijepit dengan klem, diangkat, lalu digunting keatas dan kebawah,
dipasang hack blast.
Tampak uterus gravidarum sesuai usia kehamilan, identifikasi SBR dan
ligamentum rotundum
Lalu plika vesicouterina digunting secara konkaf kekiri dan kekanan dan
disisihkan ke bawah kearah blast secukupnya
Selanjutnya dinding uterus di insisi secara konkaf sampai menembus
subendometrium. Kemudian endometrium ditembus secara tumpul dengan
jari dan diperlebar sesuai arah sayatan
Dengan meluksir kepala maka lahir bayi Perempuan, BB 3300 gr, PB 51 cm,
AS 8/9, anus (+)
Tali pusat diklem pada 2 tempat dan digunting diantaranya
Plasenta dilahirkan dengan traksi pada tali pusat dan penekanan pada
fundus. Kesan : lengkap
Kedua sudut kiri dan kanan tepi luka insisi dijepit dengan oval klem
Kavum uteri dibersihkan dari sisa-sisa selaput ketuban dengan kasa steril
terbuka sampai tidak ada selaput atau bagian plasenta yang tertinggal.
Kesan : bersih
26

Dilakukan penjahitan hemostatis figure of eight pada kedua ujung robekan
uterus dengan benang chromic cat-gut no.2 dinding uterus dijahit lapis demi
lapis jelujur terkunci, lalu overhecting.
Evaluasi kontraksi uterus : lemah (ATONIA UTERI) tampak perdarahan
difus pada jahitan pada uterus. Dilakukan hemostasis figure.
Diberikan uterotonika oksitosin 10 IU IV, misoprostol 800 ug per rectal, dan
Ca glukosas intramural , dilanjutkan dengan massase pada uterus selama +
30 menit, Kontraksi uterus masih lemah, perdarahan dari jahitan uterus
masih terjadi.
Diputuskan untuk dilakukan B-LYNCH SUTURE. Evaluasi kontraksi uterus
kontraksi kuat, perdarahan dari jahitan uterus (-), perdarahan pervaginam (-)
Kemudian dilakukan reperitonealisasi dengan plain catgut no. 1.0
Klem peritoneum dipasang lalu kavum abdomen dibersihkan dan bekuan
darah dan cairan ketuban, kesan : bersih. Evaluasi tuba dan ovarium kanan –
kiri, kesan : normal. Lalu peritoneum dijahit dengan plain cat-gut no. 00 .
Kemudian dilakukan jahitan aproksimal otot dinding abdomen dengan plain
cat-gut no. 00 secara simple interrupted.
Kedua ujung fascia dijepit dengan kocher, lalu dijahit secara jelujur dengan
vicryl no. 2/0
Sub kutis dijahit secara simple suture dengan plain cat-gut no. 00
Kutis dijahit secara subkutikuler dengan vicryl no. 2/0
Luka operasi ditutup dengan sufratule, kasa steril + betadine solution dan
hypafix
Liang vagina dibersihkan dari sisa-sisa darah dengan kapas sublimat hingga
bersih
KU ibu post operasi : sadar
INSTRUKSI: - NPO sampai peristaltik (+) Dimulai dengan MSS
- Awasi tanda-tanda vital, kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam
- Cek Hb 2 jam post operasi : jika Hb < 8 gr% R/ tranfusi
- Monitoring balance cairan awasi tanda-tanda edema paru
27

TERAPI : - Konsul Anestesi R/ Rawat ICU
- IVFD RL + Oksitosin 10 – 5 – 5 IU 20 gtt/i
- IVFD RL + MgSO4 12 gr 40 % (30cc) 14 gtt/i s/d 24 jam post op
- Inj. Dexamethason 10-10-5-5 mg/12 jam
- Nifedipine 10 mg bila TD > 180/110 mmHg Maksimal 120 mg/24 jam
- Nifedipine maintenance 3 x 10 mg
- Inj Ampicillin 1 gr/IV/8 jam
- Gentamicin 80 mg/IV/12 jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/IV drip/8jam
- Meloxicam supp / 8 jam
28

FOLLOW UP
Hari ke : NH 0 (ICU)
NH 1(ICU)
NH 2(ICU)
NH 3(R V)
NH 4(R V)
Tanggal 20– 03– 2010 21 – 03 – 2010 22 – 03 – 2010 23 – 03 – 2010 24–03– 2010Sens CM CM CM CM CMTD 160/110 mmHg 150 / 90 mmHg 140 / 70 mmHg 120 / 70 mmHg 120 / 80 mmHgNadi 98 x/i 80 x/i 80 x/i 80 x/i 112 x/iRR 24 x/i 20 x/i 20 x/i 20 x/i 20x/iSuhu 37 0C 37 0C 37,0 0C 36,8 0C 36,80C
Status LokalisataThoraks
Pulmo :SP : Vesikuler Rokhi (-)Cor : BJ (+)N
Pulmo :SP : Vesikuler Rokhi (-)
Cor : BJ (+)N
Pulmo :SP : Vesikuler Rokhi (-)
Cor : BJ (+)N
Pulmo :SP : Vesikuler Rokhi (-)
Cor : BJ (+)N
Pulmo :SP : Vesikuler Rokhi (-)
Cor : BJ (+)NASI (-) (+ ) sedikit (+) banyak (+) banyak (+) banyak
TFU Satu jari dibawah pusat
2 jari dibawah pusat
2 jari dibawah pusat
3 jari dibawah pusat
3 jari dibawah pusat
Peristaltik Lemah Lemah Kuat Kuat KuatLuka Opersi Tertutup verban Tertutup verban Tertutup verban Tertutup verban KeringFlatus - Ada Ada ada Ada
Urine Cukup, Kuning jernih
CukupKuning jernih
CukupKuning jernih
CukupKuning jernih
CukupKuning jernih
Defekasi Tidak ada Tidak Ada Ada ada AdaDiet MSS M I M2 MB MB MBDiagnosa Post SC a/i sosial + NH1 NH2 NH3 NH4Terapi - Tirah baring
- IVFD RL + Oksitosin 10-5-5 IU 20 gtt/i
- IVFD RL + MgSO4 12gr 40 % (30cc) 14 gtt/i s/d 24 jam post op
- Inj Dexamethason 10-5-5 mg/12jam
- Inj Ampicillin 1 gr/IV/8 jam
- Inj. Genta 80 mg/IV/8 jam
- Inj metronida zole 500 mg/8jam
- Meloxicamsupp/8 jam
- Nifedipin 3 x 10 mg
- Katéter urin
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Dexa 5-5 mg/12 jam
- Inj Ampicillin 1 gr/IV/8 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/IV/8jam
- Inj. Metronidazole 500 mg/8jam
- Meloxicam Supp 1/8 jam
- Nifedipin 3x 10 mg
- Kateter urin
- IVFD RL 20 gtt/i
- Inj Ampicillin 1 gr/IV/8 jam
- Inj. Gentamycin 80 mg/IV/8jam
- Inj metronida zole 500 mg /8jam
- Meloxicam Supp 1/8 jam
- Nifedipine 3 x 10 mg
- Kateter urin Aff
- Infus Aff- Amoxicillin
3x500 mg- As Mefenamat
3x500 mg- SF 1x1 tab- Vit C 1x1
- Amoxicillin 3x500 mg
- As Mefenamat 3x500 mg
- SF 1x1 tab- Vit C 2x1 - Os PBJ - R/ kontrol ke Poli 8 tgl 28/3/2010
29

Hb Post Op:8,7gr%BAB V
RINGKASAN
Dilaporkan suatu kasus hidup yaitu Ny E, 22 tahun, G2P0A1 (SG Nullipara),
datang ke RS.Dr.Pirngadi Medan pada tanggal 20 maret 2010 pukul 23:00 WIB.
Dengan keluhan utama tekanan darah tinggi merupakan pasien rujukan dari bidan.
Hal ini baru diketahui os saat mau bersalin ke klinik bidan tanggal 20 Maret 2010
pukul 17:00 WIB. Riwayat disertai gejala impending eklampsia (-), riw tanda-tanda
inpartu (+), riwayat hipertensi sebelum hamil (-), riwayat DM (-), asma (-). Dari
HPHT, kesan hamil aterm, dan dari riwayat ANC sebanyak 3 x ke bidan, Os tidak
mengetahui menderita tekanan darah tinggi. Dari riwayat persalinan, Ini merupakan
kehamilan kedua, dengan riwayat abortus 1 x pada hamil pertama saat usia
kehamilan 2 bulan. Dari anamnesis tidak diketahui riwayat penggunaan obat
sebelumnya.
Dari pemeriksaan fisik, Sensorium Compos mentis, tekanan darah 160/110
mmhg, HR 88x/i, RR 22x/i, temperatur afebris. Status Obstetrikus abdomen
membesar asimetris, TFU 3 Jari bpx (33 cm), teregang kanan, terbawah kepala,
gerak (+), DJJ (+) 148 x/i reguler, HIS (+) 3 x 40 ”/10’, EBW (3200-3400) gram, pada
pemeriksaan dalam (setelah loading dose MgSO4 20 % 4gr IV bolus perlahan)
dilakukan VT : pembukaan lengkap, selaput ketuban (-),SRM 18 jam, jernih, Kepala
HIII. UUK arah jam 12. Saat datang ke RS, Os sudah dalam keadaan Kala II. Dari
pemeriksaan klinis dengan TD > 160/110 mmHg dan dari pemeriksaan laboratorium,
diperoleh proteinuria (+2), Os didiagnosis dengan Preeklampsia Berat dan juga
memenuhi kriteria diagnosis HELLP syndrome partial yaitu kadar LDH 853 U/l (>600
U/l ) (menurut kriteria Tennese-PIT POGI Batam).
30

Os didiagnosis : PEB + HELLP Syndrome Partial + SG (Nullipara) + KDR
(aterm) + PK + AH + Kala II. Selanjutnya dilakukan penatalaksaanaan preeklampsia
berat yang komprehensif, meliputi pengawasan tanda vital pasien, pemberian anti
hipertensi, pemberian cairan infus dan monitoring balance cairan, pemasangan
kateter menetap, anti kejang MgSO4, dan kortikosteroid (dexametahasone rescue)
untuk penanganan HELLP Syndrome.
Os direncanakan untuk partus pervaginam dengan Persingkat Kala II
(Ekstraksi Vakum), namun setelah di informed consent berulang kali, Os dan
keluarga menolak dilakukan ekstraksi vakum dan meminta dilakukan opersasi
sesksio sesarea. Laporan SC a/i sosial, Lahir Bayi Perempuan, BB : 3300gr,
PB : 51 cm,AS 8/9, Anus (+).
Durantee Seksio sesarea, didapati kejadian ATONIA UTERI, dengan faktor
predisposisi pada os kemungkinan proses persalinan yang lama (os merupakan
pasien rujukan dari bidan), os juga menderita PEB yang mendapat regimen MgSO4
dan Nifedipin, dimana terapi medisinal ini bersifat Tokolitik. Selanjutnya durantee
seksio sesarea dilakukan penanganan atonia uteri dengan massase uterus selama
+ 30 menit, pemberian uterotonika oksitosin 10 IU/IV, misoprostol 800 ug per rektal,
dan Ca Glukonas Intramural, namun tetap didapati kontraksi uterus yang lemah,
evaluasi: terjadi perdarahan difus pada jahitan uterus. Dilakukan hemostasis figure,
dan massase uterus, tetap didapati kontaksi uterus yang lemah. Dilakukan rehidrasi
cairan kristaloid ringer lactate dan transfusi fresh WB 250 cc untuk mencegah
terjadinya renjatan hipovolemik.
Kemudian diputuskan untuk dilakukan Metode B-Lynch Suture sebagai
alternatif penanganan operatif pada kasus atonia uteri selain histerektomi, dengan
pertimbangan usia os baru 22 tahun yang masih merupakan usia reproduktif.
31

Selain itu, dari riwayat persalinan, os baru memiliki satu orang anak. Sehingga
tindakan operatif histerektomi tidak menjadi pilihan yang tepat untuk penanganan
atonia uteri pada pasien ini. Setelah dilakukan B-Lynch Suture, evaluasi kontraksi
uterus : Kontraksi mulai kuat, perdarahan dari jahitan uterus (-). Perdarahan
pervaginam (-). KU ibu post Op : stabil. Hb post Op : 8,7 gr/dl. Os dirawat di ICU
selama 2 hari serta dilakukan penanganan komprehensif sesuai prosedur standar
penanganan Preeklampsia berat dengan HELLP syndrom. Setelah 4 hari rawatan
keadaan ibu dan bayi baik. Os PBJ tgl 24/3/2010. Dianjurkan untuk KB dan
disarankan kontrol kembali ke Poli 8 RSPM tanggal 28/3/2010.
32