New (Atonia Uteri) · 2018. 3. 27. · 8. Mioma iteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan...

33
Kegawatdaruratan Maternal Neonatal (Atonia Uteri) By. Setiawandari, SST,M.Kes

Transcript of New (Atonia Uteri) · 2018. 3. 27. · 8. Mioma iteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan...

  • Kegawatdaruratan Maternal Neonatal

    (Atonia Uteri)

    By. Setiawandari, SST,M.Kes

  • ATONIA UTERI DAN PENATALAKSANAANNYA

    A. LATAR BELAKANG

  • B. ANATOMI UTERUS

    Uterus memiliki tiga bagian utama yaitu : fundus, korpus dan istmus

    Fundus Tonjolan bulat di bagian atas dan terletak di atas tuba falopii

    Korpus Bagian utama yang mengelilingi korpus uteri

    Ismus Bagian sedikit konstriksi yang menghubungkan korpus dengan serviks dan

    dikenal sebagai segmen uterus bagian bawah pada masa hamil.

    DINDING UTERUS

    Dinding uterus terdiri dari 3 lapisan : 1) endometrium; 2) miometrium; 3) peritoneum parietalis

    (Bobak, 2012).

    Endometrium

    Ialah suatu lapisan membran mukosa yang mengandung banyak pembuluh darah dan terdiri dari

    3 lapisan : 1) lapisan permukaan padat; 2) lapisan tengah jaringan ikat yang berongga, lapisan 1

  • dan 2 dikenal dengan lapisan fungsional; 3) lapisan dalam padat yang menghubungkan

    endometrium dengan miometrium yang dikenal dengan lapisan basal.

    Miometrium

    Tersusun atas lapisan-lapisan serabut otot polos yang membentang ketiga arah (longitudinal,

    trasversa, dan oblik) dan saling menjalin dengan jaringan ikat yang elastis dan pembuluh darah

    sepanjang dinding uterus dan menyatu dengan lapisan dalam endometrium yang padat.

    Pengaturan skematik arah serabut otot

    Miometrium terutama tebal di fundus, semakin menipis kearah istmus, dan paling tipis di

    serviks. Serabut longitudinal membentuk lapisan luar miometrium, paling banyak ditemukan di

    fundus, membuat lapisan ini sangat cocok untuk mendorong bayi pada persalinan.

    Lapisan miometrium tengah yang tebal, serabut otot yang saling menjalin membentuk pola

    angka delapan yang mengelilingi pembuluh darah besar. Kontraksi lapisan tengah memicu kerja

    hemostatis.

  • Ikatan Hidup : jalinan serabut otot polos pada miometrium tengah yang tebal.A. Serabut otot yang relaksasi; B. Serabut otot yang berkontraksi mengikat pembuluh darah

    (Bobak, 2012)

    Miometrium bekerja sebagai suatu kesatuan yang utuh. Struktur miometrium yang memberi

    kekuatan dan elastisitas merupakan contoh adaptasi terhadap fungsi uterus :

    1) Untuk menjadi lebih tipis, tertarik ke atas, membuka serviks, dan mendorong janin ke luar

    uterus, fundus harus berkontraksi dengan dorongan paling besar.

    2) Kontraksi serabut-serabut otot polos yang saling menjalin dan mengelilingi pembuluh darah

    ini mengontrol kehilangan darah setelah aborsi atau persalinan. Karena kemampuannya

    untuk menutup (ligasi) pembuluh darah yang diantara serabut tersebut, serabut otot polos

    uterus disebut sebagai serabut hidup.

    Peritonium parietalis

    Suatu membrane serosa, melapisi seluruh korpus uteri, kecuali seperempat permukaan anterior

    bagian bawah, di mana terdapat kandung kemih dan serviks.

    C. FISIOLOGI PERSALINAN KALA III

    Menurut Manuaba (2007), pada saat persalinan berakhir dengan lahirnya bayi, maka terjadi

    retraksi otot uterus yang mengakibatkan :

    1) Plasenta tidak mampu mengikuti pengecilan dari tempat implantasinya.

    2) Plasenta melepaskan diri melalui lapisan jaringan ikatnya (Nitabusch).

  • 3) Pembuluh darah arteri atau vena akan terjepit, berlekuk-lekuk sehingga lumennya tertutup

    dan perdarahan dari plasenta bed berhenti.

    4) Ujung-ujung pembuluh darah akan membentuk thrombus, sehingga perdarahan akan berhenti

    sama sekali.

    5) Hari berikutnya sudah mulai pembentukan epithelia, menuju kesembuhan luka bekas

    implantasi plasenta, yang berlangsung sampai 14-15 hari.

    HEMOSTASIS

    Volume normal aliran darah yang melalui plasenta adalah 500-800 ml per menit. Tiga faktor

    yang saling mempengaruhi proses fisiologis normal (Myles, 2011) :

    1. Retraksi serat-serat otot uterus oblik pada segmen atas uterus tempat pembuluh darah saling

    terjalin. Penipisan otot yang terjadi menimbulkan tekanan pada pembuluh darah yang pecah,

    bekerja sebagai klem sehingga memperkuat kerja ligature tersebut.

    2. Adanya kontraksi uterus yang kuat setelah pemisahan. Hal ini menyebabkan dinding uterus

    saling merapat sehingga terjadi tekanan selanjutnya pada plasenta.

    3. Pencapaian hemostasis. Bonnar et al (1970) terjadi aktivasi sementara system koagulasi dan

    segera setelah pemisahan plasenta. Diyakini bahwa respons protektif ini terutama aktif pada

    sisi plasenta sehingga pembentukan bekuan pada pembuluh darah yang pecah menjadi lebih

    cepat. Setelah pemisahan, sisi plasenta dengan cepat diliputi oleh fibrin dengan

    menggunakan 5-10% fibrinogen yang bersikulasi.

  • Sisi plasenta selama pemisahan. (A) Uterus dan plasenta sebelum pemisahan. (B) Pemisahandimulai. (C) Pemisahan hampir selesai (Myles, 2011)

    D. MEKANISME PENGHENTIAN PERDARAHAN

    Menjelang aterm, diperkirakan bahwa sekitar 600 ml/mnt darah mengalir melalui ruang

    antarvilus. Saat plasenta terlepas, banyak arteri dan vena yang menyalurkan darah menuju dan

    dari plasenta terputus secara mendadak. Di tempat implantasi plasenta, diperlukan kontraksi dan

    retraksi miometrium untuk menekan pembuluh-pembuluh tersebut dan menyebabkan obliterasi

    lumen agar perdarahan dapat dikendalikan. Potongan plasenta atau bekuan darah yang melekat

    akan menghambat kontraksi dan retraksi efektif miometrium sehingga hemostasis di tempat

    implantasi tersebut terganggu. Jika miometrium di tempat implantasi plasenta dan di sekitarnya

  • berkontraksi dan beretraksi dengan kuat, kecil kemungkinan terjadi perdarahan yang fatal

    meskipun terjadi gangguan mekanisme pembekuan yang hebat (Cunningham, 2012).

    A. Serat spiral miometrium di sekitar pembuluh darah;B. Sumbatan aliran darah ketempat perlekatan plasenta

    E. DEFINISI ATONIA UTERI

    Atonia Uteri adalah keadaan lemahnya atau gagalnya tonus/ kontraksi otot rahim yang

    menyebabkan uterus tidak mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta

    setelah bayi dan plasenta lahir (Karkata, 2009).

    Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana myometrium tidak dapat berkontraksi dan bila ini

    terjadi maka darah yang akan keluar dari bekas tempat melekatnya plasenta menjadi tidak

    terkendali (APN, 2008).

    Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serat-serat miometrium

    terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat implantasi

    plasenta. Atoni uteri terjadi karena miometrium tidak dapat berkontraksi. Atonia uteri merupkan

    penyebab tersering penyebab perdarahan postpartum, sekurang-kurangnya 2/3 dari semua

    perdarahan postpartum disebabkan oleh atoni uteri (Depkes RI, 2007).

  • Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan

    sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan

    fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya perdarahan.

    Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas

    menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas seluruhnya. Atonia uteri menyebabkan

    terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock hypovolemik. Dari semua kasus

    perdarahan postpartum sebesar 70 % disebabkan oleh atonia uteri.

    Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang terpenting dalam

    hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum, lapisan tengah miometrium tersusun

    sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing serabut mempunyai dua

    buah lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan. Setelah

    partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika otot berkontraksi akan menjempit

    pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi ini akan menyebabkan

    terjadinya perdarahan postpartum.

    Kekuatan kontraksi dari miometrium yang efektif sangat penting untuk menghentikan

    kehilangan darah setelah persalinan. Kompresi yang dihasilkan dari vaskular uterus adalah untuk

    mengganggu aliran darah 800 ml / menit pada bantalan plasenta (placenta bed).

  • F. FAKTOR-FAKTOR PREDISPOSISI

    1. Uterus yang teregang/distensi berlebihan : Kehamilan kembar, anak sangat besar (BB >

    4000 gram) dan polihidramnion;

    2. Kehamilan lewat waktu;

    3. Partus lama;

    4. Grande multipara;

    5. Penggunaan uterus relaxants (Magnesium sulfat);

    6. Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia );

    7. Perdarahan antepartum (Plasenta previa atau Solutio plasenta);

    8. Riwayat perdarahan postpartum;

    9. Obesitas;

    10. Umur > 35 tahun;

    11. Tindakan operasi dengan anestesi terlalu dalam.

    12. Persalinan cepat (partus presipitatus).

    13. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin (augmentasi).

    G. ETIOLOGI

    1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan difungsi intrinsic uterus

    2. Penatalaksanaan yang salah pada kala III. Mencoba mempercepat kala III dengan

    dorongan dan pemijatan uterus sehingga mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan

    plasenta dan dapat menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan

    perdarahan.

    3. Anetesi yang dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksas miometrium yang

    berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan perdarahan

    postpartum.

    4. Kerja uterus sangat kurang efektif selama kala persalinan yang kemungkinan besar akan

    diikuti oleh kontraindikasi serta retraksi miometrium jika dalam kala III.

    5. Overdistensi uterus : uterus yang mengalami distensi secara berlebihan akibat keadaan

    bayi yang besar, kehamilan kembar, polihidramnion, cenderung mempunyai daya

    kontraksi yang jelek.

  • 6. Kelemahan akibat partus lama : bukan hanya rahim yang lemah, cenderung berkontraksi

    lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang bertahan terhadap

    kehilangan darah.

    7. Grande-multipara : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja tidak

    efisien dalam semua kala persalinan.

    8. Mioma iteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan retraksi

    miometrium uteri.

    9. Melahirkan dengan tindakan : keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti forsep dan

    versi ekstraksi.

    H. PENCEGAHAN

    Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen Aktif Kala III, yaitu:

    1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;

    2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;

    3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap berkontraksi.

    I. MANAJEMEN ATONIA UTERI

    Manajemen Standar

    1. Masase Uterus;

    2. Kompresi Uterus Bimanual;

    3. Pemberian Uterotonika.

    Manajemen Bedah

    1. Tampon Uterus Internal;

    2. Pelvic Pressure Pack;

    3. Embolisasi;

    4. Jahitan Compression;

    5. Ligasi Arteri Iliaka Interna (Hipogastrika);

    6. Histerektomi Peripartum.

  • a) MASASE UTERUS

    Masase uterus dilakukan dengan membuat gerakan meremas yang lembut berulang-ulang

    dengan satu tangan pada perut bagian bawah untuk merangsang uterus berkontraksi. Hal ini

    diyakini bahwa gerakan berulang seperti ini akan merangsang produksi prostaglandin dan

    menyebabkan kontraksi uterus dan mengurangi kehilangan darah, meskipun hal ini akan

    mengakibatkan ketidaknyaman atau bahkan menyakitkan.

    b) KOMPRESI BIMANUAL

    Ada beberapa macam pengertian dari kompresi bimanual,antara lain sebagai berikut:

    Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage

    postpartum. Dinamakan demikian karena secara literature melibatkan kompresi uterus diantara

    dua tangan (Varney, 2004). Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang

    rahim untuk berkontraksi dan mengurangi perdarahan (DEPKES RI, 1996-1997). Tindakan

    darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca salin (DEPKES RI, 1997).

    Kompresi bimanual dibagi dalam dua cara yaitu :

    1. Kompresi bimanual interna

    2. Kompresi bimanual eksterna

    Langkah-langkah rinci penatalaksanaan atonia uteri pascapersalinan (Depkes RI, 2007)

    NO LANGKAH KETERANGAN

    1. Lakukan masase fundus segerasetelah plasenta lahir (maksimal15 detik)

    Masase merangsang kontraksi uterus, sambilmelakukan masase sekaligus dapat dilakukanpenilaian kontraksi uterus.

    2. Bersihkan kavum uteri dari selaputketuban dan gumpalan darah

    Selaput ketuban dan gumpalan darah dalam kavumuteri akan dapat menghalangi kontraksi uterussecara baik

    3. Mulai KBI. Jika uterusberkontraksi keluarkan tangansetelah 1-2 menit. Jika tidakteruskan KBI hingga 5 menit

    Sebagian besar atoia akan teratasi dengan tindakanini. Jika kompresi biannual tidak berhasil setelah 5menit, diperlukan tindakan lain.

    4. Minta keluarga untuk melakukanKBE

    Bila penolong hanya seorang diri , keluarga dapatmeneruskan proses kompresi bimanual secaraeksternal selama anda melakukan langkah-langkahselanjutnya.

    5. Berikan Metil ergometrin 0,2 mgintramuskular/intravena

    Metil ergometri 0,2 mg secara intramuskular akanmulai bekerja dalam 5 - 7 menit danmenyebabkan kontraksi uterus. Pemberian i.v bilasudah terpasang infuse sebelumnya.

  • 6. Berikan infuse cairan larutanRinger Laktat dan oksitosin 20IU/500 cc

    Anda telah memberikan Oksitosin pada waktupenatalaksanaan MAK-3 dan Metil ergometrini.m. Oksitosin intravena akan bekerja segera untukmenyebabkan uterus berkontraksi. Ringer Laktatakan membantu memulihkan volume cairan yanghilang selama atoni. Jika uterus wanita belumberkontraksi selama 6 langkah pertama, sangatmungkin ia mengalami perdarahan postpartum danmemerlukan penggantian darah yang hilang secaracepat.

    7. Mulai lagi Kompresi BimanualInterna atau pasang tamponuterovagina

    Jika atoni tidak teratasi setelah 7 langkah pertama,mungkin ibu mengalami masalah serius lainnya.Tampon uterovagina dapat dilakukan apabilapenolong telah terlatih. Rujuk segera ke RS.

    8. Buat persiapan untuk merujuksegera

    Atonia bukanlah merupakan hal yang sederhanadan memerlukan perawatan gawat daruratdifasilitas dimana dapat dilakukan bedah danpemberian transfuse darah.

    9. Teruskan cairan intravena hinggaibu mencapai tempat rujukan

    Berikan infuse 500 cc cairan pertama dalam waktu10 menit. Kemudian 500 cc/jam pada jam pertama,dan 500 cc/4 jam pada jam-jam berikutnya. Jikatidak mempunyai cukup persediaan cairanintravena, berikan cairan 500 cc yang ketiga secaraperlahan hingga cukup sampai di tempat rujukan.Berikan minum untuk tambahan rehidrasi.

    10. Laparatomi : pertahankan uterus(ligasi arteri uterine/hipogastrika)/histrektomi

    Pertimbangkan antara lain : paritas, kondisi iu,jumlah perdarahan.

  • PENATALAKSANAAN ATONIA UTERI (APN, 2008)

    Ya

    Tidak

    Ya

    Tidak

    Ya

    Tidak

    1. Masase fundus uteri segera setelah ahirnya plasenta(maksimal 15 detik)

    Uterus berkontraksi ?

    2. Bersihkan bekuan darah dan/atau selaput ketuban dari vaginadan lubang serviks.

    3. Pastikan bahwa kandung kemih ibu kosong. Jika penuh ataudapat dipalpasi, lakukan katerisasi kandung kemih denganmenggunakan teknik aseptic.

    4. Lakukan kompresi bimanual internal (KB) selama 5 menit.

    Uterus berkontraksi ?

    5. Anjurkan keluarga untuk membantu melakukan kompresibimanual eksternal.

    6. Keluarkan tangan perlahan-lahan7. Berikan ergometrin 0,2 mg IM atau misoprostol 600-1000

    mcg/rectal. Ergometrin tidak untuk ibu hipertensi.8. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16/ 18 & berikan

    500 cc RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 cc pertamasecepat mungkin.

    9. Ulangi KBI

    10. Segera rujuk11. Dampingi ibu ke tempat rujukan12. Lanjutkan infuse RL + 20 unit oksitosin dalam 500 cc

    larutan dengan laju 500 cc/jam hingga tiba di tempatrujukan atau hingga menghabiskan 1,5 liter RL infuse. Kmdberikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup,berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikanminuman untuk rehidrasi

    Uterus berkontraksi ?

    Evaluasi rutin. Jika uterusberkontraksi tapi perdarahanterus berlngsung, periksaapakah peinium vagina &serviks mengalami laserasiJahit atau segera rujuk

    Teruskan KBI selama 2menit

    Keluarkan tangansecara perlahan-lahan

    Pantau kala-IV denganketat

    Pantau ibu dengan seksamaselama persalinan kala IV

  • STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE

    KOMPRESI BIMANUAL INTERNA

    1. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan secara obstetric

    (menyatukan kelima jari) melalui introitus dan ke dalam vagina ibu.

    2. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban/ bekuan darah pada kavum uteri

    mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat berkontraksi secara penuh.

    3. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada forniks anterior, tekan dinding anterior

    uterus ke arah tangan luar yang menahan dan mendorong dinding posterior uterus ke

    arah depan sehingga uterus ditekan dari arah depan dan belakang.

    4. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini memberikan tekanan

    langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas implantasi plasenta) di dinding

    uterus dan juga merangsang miometrium berkontraksi.

    5. Evaluasi keberhasilan :

    a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama

    2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat

    selama kala 4.

    b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa ulang perineum,

    vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika demikian, segera lakukan penjahitan

    untuk menghentikan perdarahan.

  • c) Jika uterus tiak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluiarga untuk

    melakukan KBE kemudian lakukan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri

    selanjutnya. Minta keluarga untuk mulai menyiapkan rujukan.

    6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM atau misoprotrol 600-1000 mcg per rectal. Jangan berikan

    ergometrin kepada ibu dengan hipertensi karena dapat menaikkan tekanan darah.

    7. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan berikan 500 cc

    larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.

    8. Pakai sarung tangan steril atau desinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan : KBI

    dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.

    9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit.

    10. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infuse cairan

    hingga ditempat rujukan.

    a) Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit

    b) Berikan tambahan 500 ml.jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah

    cairan yang diinfuskan mancapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan dalam jumlah 125

    cc/jam.

    c) Jika cairan infuse tidak cukup, infuskan 500 mm (botol kedua) cairan infuse dengan

    tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian cairan secara oral untuk rehidrasi.

  • STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE

    KOMPRESI BIMANUAL EKTERNA

    Kompresi Bimanual Eksternal

    1. Letakkan satu tangan pada dinding abdomen dan dinding depan korpus uteri dan diatas

    simfisis pubis.

    2. Letakkan tangan lain pada dinding abdomen dan dinding belakang korpus uteri, sejajar

    dengan dinding depan korpus uteri. Usahakan untuk mencakup/ memegang bagian

    belakang uterus seluas mungkin.

    3. Lakukan kompresi uterus dengan cara saling mendekatkan tangan depan dan belakang

    agar pembuluh darah di dalam anyaman miometrium dapat dijepit secara manual. Cara

    ini dapat menjepit pembuluh darah dan membantu uterus untuk berkontraksi.

    (APN, 2008).

  • STANDAR OPERASIONAL PROSEDURE

    KOMPRESI AORTA ABDOMINALIS

    Kompresi manual pada aorta harus dilakukan hanya pada kasus hemoragi yang berat, jika

    kompresi internal dan eksternal pada uterus tidak efektif. Kompresi aorta dilakukan hanya

    pada kondisi kedaruratan saat penyebab perdarahan sedang ditentukan.

    Kompresi Aorta Abdominalis

    Suplai darah pelvis

  • Aorta abdomen bercabang saat mencapai tinggi umbilicus, yakni menjadi 2 arteri iliaka.

    Setiap arteri iliaka bercabang membentuk 2 arteri, yang lebih besar disebut arteri

    hipogastrika. Arteri-arteri uterus merupakan cabang dari arteri hipogastrika.

    SOP KOMPRESI AORTA ABDOMINAL

    A. Persetujuan tindakan medik

    B. Persiapan sebelum tindakan

    1. Pasien :

    a) Infus dan cairannya, sudah terpasang

    b) Perut bawah, lipat paha dan vulva, sudah dibersihkan dengan air dan sabun

    c) Siapkan alas bokong dan kain penutup perut bawah

    d) Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi kardiopolmuner

    2. Penolong

    a) Baju kamar tindakan

    b) Sarung tangan DTT

    c) Tensimeter dan stetoskop

    C. Langkah tindakan

    a) Baringkan ibu diatas ranjang, penolong menghadap sisi kanan pasien. Atur posisi

    penolong sehingga pasien berada pada ketinggian yang sama dengan pinggul

    penolong.

    b) Tungkai diletakkan pada dasar yang rata (tidak memakai penopang kaki) dengan

    sedikit fleksi pada artikulasio koksae.

    c) Raba pulsasi arteri femoralis dengan jalan meletakkan ujung jari telunjuk dan tengah

    tangan kanan pada lipat paha, yaitu pada perpotongan garis lipat paha dengan garis

    horisontal yang melalui titik 1 sentimeter diatas dan sejajar dengan tepi atas simfisis

    ossium pubis. Pastikan pulsasi arteri teraba dengan baik.

    d) Setelah pulsasi dikenali, jangan pindahkan kedua ujung jari dari titik pulsasi tersebut.

    e) Kepalkan tangan kiri dan tekankan bagian punggung jari telunjuk, tengah, manis dan

    kelingking pada umbilikus ke arah kolumna vertebralis dengan arah tegak lurus.

    f) Dorongan kepalan tangan kanan akan mengenai bagian yang keras di bagian tengah/

    sumbu badan ibu dan apabila tekanan kepalan tangan kiri mencapai aorta abdominalis

    maka pulsasi arteri femoralis (yang dipantau dengan ujung jari telunjuk dan tengah

    tangan kanan) akan berkurang/ terhenti (tergantung dari derajat tekanan pada aorta).

  • g) Perhatikan perubahan perdarahan pervaginam (kaitkan dengan perubahan pulsasi

    arteri femoralis).

    Perhatikan:

    Tekanlah aorta abdominalis di atas uterus dengan kuat dan dapat dibantu dengan

    tangan kiri, selama 5 sampai 7 menit.

    Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 detik, sehingga bagian lainnya tidak terlalu

    banyak kekurangan darah.

    Bila perdarahan berhenti sedangkan uterus tidak berkontraksi dengan baik,

    usahakan pemberian preparat prostatglandin. Bila bahan tersebut tidak tersedia atau

    uterus tetap tidak dapat berkontraksi setelah pemberian prostatglandin, pertahankan

    posisi demikian hingga pasien dapat mencapai fasilitas rujukan.

    Bila kontraksi membaik tetapi perdarahan masih berlangsung maka lakukan

    kompresi eksternal dan pertahankan posisi demikian hingga pasien mencapai

    fasilitas rujukan.

    Bila kompresi sulit untuk dilakukan secara terus menerus maka lakukan

    pemasangan tampon padat uterovaginal, pasang gurita ibu dengan kencang dan

    lakukan rujukan.

    Kompresi baru dilepaskan bila perdarahan berhenti dan uterus berkontraksi dengan

    baik. Teruskan pemberian uterotonika.

    h) Bila perdarahan berkurang atau berhenti, pertahankan posisi tersebut dan lakukan

    pemijatan uterus (oleh asisten) hingga uterus berkontraksi dengan baik.

    c) PEMBERIAN UTEROTONIKA

    Oksitosin

    Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.

    Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan

    meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin

    menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan

    tetani. Oksitosin dapat diberikan secara im atau iv, untuk perdarahan aktif diberikan lewat

    infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU

    intramiometrikal. Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea

    dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

  • Dengan menggunakan terapi uterotonika yang sesuai dan tepat waktu, mayoritas

    wanita dengan atonia uterus dapat menghindari intervensi bedah. Stimulasi kontraksi uterus

    biasanya dicapai dengan pemijatan uterus bimanual dan injeksi oksitosin (baik secara

    intramuskuler atau intravena), dengan atau tanpa ergometrine. oksitosin melibatkan stimulasi

    dari segmen uterus bagian atas untuk kontraksi secara ritmik. Karena oksitosin mempunyai

    half-life dalam plasma pendek (rata-rata 3 menit), infus intravena secara kontinu diperlukan

    untuk menjaga uterus berkontraksi . Dosis biasa adalah 20 IU dalam 500 ml larutan

    kristaloid, dengan tingkat dosis disesuaikan dengan respon (250 ml / jam). Ketika diberikan

    secara intravena, puncak konsentrasi dicapai setelah 30 menit. Sebaliknya, jika diberikan

    secara intramuskular mempunyai onset yang lebih lambat (3-7 menit) tetapi efek klinis

    berlangsung lama (hingga 60 menit).

    Methyl Ergometrine

    Berbeda dengan oksitosin, ergometrine menyebabkan kontraksi tonik yang terus

    menerus melalui stimulasi reseptor α-adrenergik miometrium terhadap kedua segmen bagian

    atas dan bawah uterus dengan demikian dirangsang untuk berkontraksi secara tetanik.

    Suntikan intramuskular dosis standar 0,25 mg dalam permulaan aksi 2-5 menit.

    Metabolismenya melalui rute hepar dan half-life nya dalam plasma adalah 30 menit.

    Meskipun demikian, dampak klinis dari ergometrine berlangsung selama sekitar 3 jam.

    Respon oksitosin segera dan ergometrine lebih berkelanjutan.

    Misoprostol

    Misoprostol adalah suatu analog sintetik prostaglandin E1 yang mengikat secara

    selektif untuk reseptor prostanoid EP-2/EP-3 miometrium, sehingga meningkatkan

    kontraktilitas uterus. Hal ini dimetabolisme melalui jalur hepar. Ini dapat diberikan secara

    oral, sublingual, vagina, dubur atau melalui penempatan intrauterin langsung. pemberian

    melalui rektal terkait dengan tindakan awal, tingkat puncak yang lebih rendah dan profil efek

    samping yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan rute oral atau sublingual.

    Misoprostol oral sebagai agent profilaksis untuk partus kala III menunjukkan kurang efektif

    untuk mencegah perdarahan postpartum dibandingkan pemberian oksitosin parenteral.

    Namun, karena kenyataan bahwa interval waktu Misoprostol lebih lama yang diperlukan

    untuk mencapai kadar puncak serum dapat membuatnya menjadi agen lebih cocok untuk

  • perdarahan uterus yang berkepanjangan, dan dalam perannya sebagai terapi bukan agen

    profilaksis.

    d) PEMASANGAN TAMPON (PACKING) KASSA UTEROVAGINAL

    Alternatif dari pemberian tampon selain dengan kassa juga dipakai beberapa cara yaitu

    dengan menggunakan : Sengstaken-Blakemore tube, Rusch urologic hydrostatic ballon

    chateter (Folley Catheter) atau SOS Bakri tamponade ballon catheter.

    Pada tahun 2003 Sayeba Akhter, dkk mengajukan alternative baru dengan pemasangan

    kondon yang diikatkan pada kateter. Dari penelitiannya disebutkan angka keberhasilannya

    100%, kondom dilepas 24-48 jam kemudian dan tidak didapatkan komplikasi yang berat.

    Cara ini kemudian disebut dengan Metode Sayeba. Cara pemasangannya adalah secara

    aseptik kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukkan ke dalam kavum uteri.

    Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 cc sesuai kebutuhan.

    Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika perdarahan sudah

    berkurang. Untuk menjaga kondom tetap berada didalam kavum uteri, dipasang kasa tampon

    gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kassa akan basah dan darah keluar dari

    introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian drip oksitosin paling tidak

    sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan antibiotic tripel, Amoksisilin, Metronidazol, dan

    Gentamisin. Kondom kateter dilepas 24-48 jam kemudian, pada kasus dengn perdarahan

    berat, kondom dapat dipertahankan lebih lama (Danso D and Reginald PW, 2006).

    Bermacam-macam balon (mulai dari yang termahal sampai yang termurah) : Sengstaken

    Blakemore, Balon Bakri, Balon Rusch, Kateter Foley, Kateter Kondom.

    Balon Sengstaken Blakemore :

    Balon Rusch Hidrostatik Urologi :

    Kateter Foley 2 arah (simplistic 20 ch; 6,7 mm; 30 ml). Kapasitas lebih besar dari 500 ml,

    prinsipnya sama dengan kateter Sengstaken Blakemore.

    Balon SOS Bakri :

    100 % silicon, baik bagi pasien yang alergi terhadap Lateks. Tujuan yang dirancang keteter 2

    arah, untuk menyediakan kontrol sementara atau mengurangi PPP ketika dibolehkan

    manajemen konservatif. Kerugiannya : harganya mahal.

  • Bila penanganan dengan non operatif ini tidak berhasil, baru dilakukan penanganan secara

    opertif (laparatomi dengan pilihan bedah konservatif/ mempertahankan uterus atau

    melakukan histrektomi).

    MANAJEMEN ATONIA UTERI DENGAN PEMASANGANKONDOM KATETER

    NO PROSEDUR

    1. Informed consent dikerjakandengan benar :o Kondisi ibu diinformasikano Prosedur tindakan dijelaskano Koordinasi ibu dan keluarga

    diminta2. Persiapan :

    o Prinsip sterilisasi (PI)dilaksanakan (scort & sarungtagan DTT telah terpasangdengan benar)

    o Persiapan alat-alat :1) Cairan RL2) Infus set3) Kondom4) Hanskun 1 pasang5) Folly cateter6) Spekulum Sim 27) Tampon tang 18) Ring tang 19) Benang

    3. Memasang kateter menetap

  • 4. Memasang kondom pada kateterkemudian diikat dengan benang(ujung kateter sedikit dipotong,beri jarak sekitar 2 cm antar ujungkondom dan ujung kateter, bisagunakan 2 kondom untukantisipasi kondom robek)

    5. Memasang spekulum sims danjepit bibir servik dengan 2 forcep(tampon tang/ovarium klem)

    6. Masukkan kondom kateterkedalam kavum uteri

    7. Memasang tampon (kasagulun/jegul) untuk mencegahkondom turun dari cavum uteri

    8. Sambungkan bagian distal kateterdengan salin set

    9. Membuka regulator secara penuhagar salin mengalir deras sampaikondom didalam cavum uteri

    10. Bila aliran salin berhenti, flabotsaline ditekan. Bila terasa ada

  • tahanan menunjukkan tamponadeberhasil

    11. Melepas set salin yangmenghubungkan kateter, bagianujung kateter dilipat dan diikatkemudian rekatkan kepala

    12. Memasang pembalut dengankencang

  • DAFTAR PUSTAKA

    Bobak, 2012. Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.

    B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006) Postpartum Hemorrhage 1st

    Published. Sapiens Publishing,UK. 256-61.

    Cunningham,dkk. 2012. Obstetri Williams Panduan Ringkas. Jakarta : EGC.

    Coad, J. 2007. Anatomi & Fisiologi untuk Bidan. Jakarta : EGC.

    Manuaba, 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

    Myles. 2011. Buku Ajar Bidan. Jakarta : EGC

    Hofmeyr GJ, Abdel-Aleem H, Abdel-Aleem MA, 2008.”Uterine massage for preventingpostpartum haemorrhage (Review)” In : The Cochrane Library, Issue 3.

    Schuurmans, et al, 2000, SOGC Clinical Practice Guidelines, Prevention and Management ofpostpartum Haemorrhage, No. 88, April 2000.

    Waloejo, PB.2013. Penuntun Ketrampilan Obstetri. Pemalang : Mahira-Rahima

    .

  • PENGISIAN LOGBOOK SUB POKOK BAHASAN ATONIA UTERI

    1. Memahami anatomi uterus

    Dapat menyebutkan bagian-bagian dari uterus dan bagian mana pada dinding uterus yangberkaitan dengan perdarahan atonia uteri.

    No Bagian Uterus Penjelasan

    1. Fundus

    2. Korpus

    3. Ismus

    4. Endometrium

    5. Miometrium

    6. Perimetrium

    2. Memahami mekanisme penghentian perdarahan setelah plasenta lahir

    Dapat menjelaskan mekanisme penghentian perdarahan dari gambar dibawah ini

  • Jawaban :

    3. Pengertian Atonia Uteri

    Dapat menyebutkan definisi atonia uteri

    Jawaban :

    4. Identifikasi tanda dan gejala atonia uteri

    Dapat mengidentifikasi tanda dan gejala atonia uteri

    No Tanda dan gejala Penjelasan

    1. Tanda-tanda vital :

    2. Uterus :

    3. Vagina :

  • 4. Memahami faktor-faktor predisposisi penyebab perdarahan atonia uteri

    Dapat menyebutkan dan menjelaskan faktor predisposisi penyebab perdarahan atonia uteri

    No Faktor Predisposisi Penjelasan

    1.

    2.

    3.

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.

    9.

    10.

    11.

    12.

    13.

    5. Memahami pencegahan atonia uteri

    Dapat menyebutkan dan menjelaskan cara pencegahan atonia uteri

    Pencegahan Atonia Uteri

    Manajemen Aktif Kala-3 dan penjelasannya

    1.

    2.

    3.

    6. Memahami penatalaksanaan atonia uteri

    Dapat menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan atonia uteri dari gambar dan bagandibawah ini :

  • KBI

    Penjelasan :

    KBE

    Penjelasan :

  • KAA

    Penjelasan :

    7. Menjelaskan penanganan perdarahan karena atonia uteri dengan selain KBI dan KBE

    Dapat menyebutkan dan menjelaskan penatalaksanaan perdarahan yang disebabkan atoniauteri selain dengan cara KBI dan KBE.

    No Penatalaksanaan perdarahankarena atonia uteri

    Penjelasan

    1. Kompresi Bimanual Interna

    2. Kompresi Bimanual Eksternal

    3. Kompresi Aorta Abdominalis

    4.

    5.

    6.

    7.

    8.