atonia uteri

23
BAB I PENDAHULUAN Perdarahan postpartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu tiga penyebab terbesar kematian maternal di negara berkembang dan maju. Pencegahan, diagnosis dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi dampak tersebut. Perawatan intrapartum harus selalu menyertakan perawatan pencegahan perdarahan postpartum dini, identifikasi faktor risiko, dan ketersediaan fasilitas untuk mengatasi kejadian perdarahan postpartum dini 1 . Pendarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml setelah bayi lahir. Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis di tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500 ml darah tanpa berakibat buruk. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu 2 . Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah tidak melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarea menyebabkan perdarahan yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik akan mengurangi efek vasokonstriksi dari pembuluh darah 2 . Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi 1

description

atonia uteri

Transcript of atonia uteri

Page 1: atonia uteri

BAB I

PENDAHULUAN

Perdarahan postpartum dini oleh karena atonia uteri merupakan salah satu tiga

penyebab terbesar kematian maternal di negara berkembang dan maju. Pencegahan, diagnosis

dini, dan manajemen yang benar, merupakan kunci untuk mengurangi dampak tersebut.

Perawatan intrapartum harus selalu menyertakan perawatan pencegahan perdarahan

postpartum dini, identifikasi faktor risiko, dan ketersediaan fasilitas untuk mengatasi kejadian

perdarahan postpartum dini 1.

Pendarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah melebihi 500 ml setelah bayi

lahir. Pada pelepasan plasenta selalu terjadi perdarahan karena sinus-sinus maternalis di

tempat insersinya pada dinding uterus terbuka. Seorang wanita sehat dapat kehilangan 500 ml

darah tanpa berakibat buruk. Volume darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai

dengan kadar hemoglobin ibu2. Suatu perdarahan dikatakan fisiologis apabila hilangnya darah

tidak melebihi 500 cc pada persalinan pervaginam dan tidak lebih dari 1000 cc pada sectio

cesarea. Perlu diingat bahwa perdarahan yang terlihat pada waktu persalinan sebenarnya

hanyalah setengah dari perdarahan yang sebenarnya. Seringkali sectio cesarea menyebabkan

perdarahan yang lebih banyak, harus diingat kalau narkotik akan mengurangi efek

vasokonstriksi dari pembuluh darah2.

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah

melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan  pospartum secara

fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh

darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-

serabut miometrium tidak berkontraksi.3

Faktor kunci dalam manajemen bedah dari perdarahan postpartum adalah mengenali

faktor-faktor predisposisi dan kesiapan dari tim yang terdiri dari obstetrik, anestesi, dan

hematologi. Strategi profilaksis, termasuk suntikan oksitosin setelah persalinan, telah

terbukti mengurangi insiden Perdarahan postpartum primer dari sebanyak 18% menjadi

sekitar 5-8% 4. Manajemen Perdarahan postpartum primer terdiri kompresi bimanual atau

mekanis dari uterus, obat-obatan uterotonika dan metode pembedahan, yang dikombinasikan

dengan langkah-langkah resusitasi 5.

1

Page 2: atonia uteri

1.1.Rumusan Masalah

1. Bagaimana patofisiologi atonia uteri?

2. Bagaimana pencegahan atonia uteri?

3. Bagaimana penatalaksanaan atonia uteri?

1.2. Tujuan

1. Mengetahui patofisiologi atonia uteri.

2. Mengetahui pencegahan atonia uteri.

3. Mengetahui penatalaksanaan atonia uteri.

1.3.Manfaat

Manfaat dari penulisan ini sebagai berikut:

1. Sebagai rujukan bagi kolega medik dan paramedik dalam memahami atonia uteri dalam

persalinan.

2. Sebagai bahan perbandingan di pusat pelayanan kesehatan masyarakat dalam

penatalaksanaan pada pasien dengan atonia uteri pada persalinan.

3. Sebagai bahan rujukan teman sejawat dalam mencegah dan membuat program

kesehatan di klinik dan daerah di sekitarnya terkait dengan atonia uteri pada persalinan.

2

Page 3: atonia uteri

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DEFINISI

Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan

sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu

menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Akibat dari atonia uteri ini adalah terjadinya

perdarahan. Perdarahan pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada

bekas menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau lepas seluruhnya. Atonia uteri

menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock hypovolemik. Dari

semua kasus perdarahan postpartum sebesar 70 % disebabkan oleh atonia uteri 6

Kekuatan kontraksi dari miometrium yang efektif sangat penting untuk menghentikan

kehilangan darah setelah persalinan. Kompresi yang dihasilkan dari vaskular uterus adalah

untuk mengganggu aliran darah 800 ml / menit pada bantalan plasenta (placenta bed) 7.

2.2. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah

melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan postpartum

secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi

pembuluh darah yang memvaskularisasikan daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi

apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan bagian yang

terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan postpartum, lapisan tengah

miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus oleh pembuluh darah. Masing-masing

serabut mempunyai dua buah lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-kira

membentuk angka delapan. Setelah partus, dengan adanya susunan otot seperti diatas, jika

otot berkontraksi akan menjempit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk

berkontraksi ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan postpartum 6.

Hal-hal yang menyebabkan atonia uteri adalah:7

1. Disfungsi uterus : atonia uteri primer merupakan disfungsi instrinsik uterus.

3

Page 4: atonia uteri

2. Partus lama : kelemahan akibat partus lama bukan hanya rahim yang lemah, cenderung

berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu yang keletihan kurang berthan

terhadap kehilangan darah.

3. Pembesaran uterus yang berlebihan (hidraamnion, hamil ganda, anak besar dengan BB >

4000 gram)

4. Multiparitas : uterus yang lemah banyak melahirkan anak cenderung bekerja tidak efisien

dalam semua kala dalam persalinan.

5. Miomauteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan retraksi

miometrium.

6. Anastesi yang terlalu dalam dan lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium yang

berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan pendarahan

postpartum.

7. Penatalaksanaan yang salah pada kala plasenta, mencoba mempercepat kala III, dorongan,

dan pemijatan uterus mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan plasenta dan dapat

menyebabkan pemisahan sebagian plasenta yang mengakibatkan perdarahan.

2.3. GEJALA KLINIS

Gejala dan tanda yang selalu ada:3

1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

2. Perdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)

Gejala dan tanda yang kadang ada:

1. Syok (tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah

dan mual)

2.4. PENCEGAHAN ATONIA UTERI

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan postpartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah 8.

Manajemen aktif kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk mempercepat

pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi uterus dan untuk mencegah perdarahan

postpartum dengan menghindari atonia uteri. Atonia uteri dapat dicegah dengan Manajemen

aktif kala III, yaitu:

4

Page 5: atonia uteri

1. Memberikan obat oksitosin 10 IU segera setelah bahu bayi lahir;

2. Melakukan penegangan tali pusat terkendali;

3. Masase uterus segera setelah plasenta dilahirkan agar uterus tetap berkontraksi.

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi resiko perdarahan lebih dari

40% dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif

kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan

transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat,

dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin.

Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala

III harus dilakukan pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10

unit IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit perliter IV drip 100-150 cc/jam.

2.5. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi dan plasenta lahir ternyata perdarahan masih

aktif dan banyak, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat

atau lebih dengan kontraksi yang lembek, perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri

didiagnosis, maka pada saat itu juga masih ada darah sebanyak 500 – 1000 cc yang sudah

keluar dari pembuluh darah.

2.6. PENATALAKSANAAN

Perdarahan karena atonia uteri yang paling sering dan paling banyak dijumpai dan

dapat ditangani dengan cara:

a. Metode dickinson untuk menghentikan perdarahan uterus diangkat dengan tangan kanan.

Menekan arteria uterina dengan jalan melingkarkan jari tangan disekitar serviks, sementara

itu fundus uterus dipergunakan untuk menekan kolumna vertebralis

b. Bimanual, tekanan bimanual pada uterus – uterus ditekan antara kepalan tangan kiri pada

formiks anterior sedangkan tangan kanan melipat uterus melalui dinding abdomen.

5

Page 6: atonia uteri

2.6.1.Managemen Standar

1. Masase Uterus

Masase uterus dilakukan dengan membuat gerakan meremas yang lembut berulang-

ulang dengan satu tangan pada perut bagian bawah untuk merangsang uterus berkontraksi.

Hal ini diyakini bahwa gerakan berulang seperti ini akan merangsang produksi prostaglandin

dan menyebabkan kontraksi uterus dan mengurangi kehilangan darah, meskipun hal ini akan

mengakibatkan ketidaknyaman atau bahkan menyakitkan9. Secara keseluruhan, masase

uterus tampaknya memiliki beberapa keuntungan dari segi kehilangan darah ibu 9.

2. Kompresi Uterus Bimanual

a. Kompresi Bimanual Eksternal

Menekan uterus melalui dinding abdomen dengan jalan saling mendekatkan kedua

belah telapak tangan yang melingkupi uterus. Pantau aliran darah yang keluar, bila

perdarahan berkurang kompresi diteruskan, pertahankan hingga uterus dapat kembali

berkontraksi. Bila belum berhasil dilakukan kompresi bimanual internal.

Sumber: http://www.aafp.org/afp/2007/0315/p875.html

b. Kompresi Bimanual Internal

Uterus ditekan di antara telapak tangan pada dinding abdomen dan tinju tangan dalam

vagina untuk menjepit pembuluh darah di dalam miometrium (sebagai pengganti mekanisme

kontraksi). Perhatikan perdarahan yang terjadi. Pertahankan kondisi ini bila perdarahan

6

Page 7: atonia uteri

berkurang atau berhenti, tunggu hingga uterus berkontraksi kembali. Apabila perdarahan

tetap terjadi , coba kompresi aorta abdominalis.

c. Kompresi Aorta Abdominalis

Raba arteri femoralis dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut,

genggam tangan kanan kemudian tekankan pada daerah umbilikus, tegak lurus dengan sumbu

badan, hingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat akan menghentikan atau

sangat mengurangi denyut arteri femoralis. Lihat hasil kompresi dengan memperhatikan

perdarahan yang terjadi.

3. Pemberian Uterotonika

a. Oksitosin

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.

Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan

meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin

menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan

tetani. Oksitosin dapat diberikan secara im atau iv, untuk perdarahan aktif diberikan lewat

infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU

intramiometrikal. Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea

dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan 8.

Dengan menggunakan terapi uterotonika yang sesuai dan tepat waktu, mayoritas wanita

dengan atonia uterus dapat menghindari intervensi bedah. Stimulasi kontraksi uterus biasanya

dicapai dengan pemijatan uterus bimanual dan injeksi oksitosin (baik secara intramuskuler

atau intravena), dengan atau tanpa ergometrine. oksitosin melibatkan stimulasi dari segmen

uterus bagian atas untuk kontraksi secara ritmik. Karena oksitosin mempunyai half-life

dalam plasma pendek (rata-rata 3 menit), infus intravena secara kontinu diperlukan untuk

menjaga uterus berkontraksi . Dosis biasa adalah 20 IU dalam 500 ml larutan kristaloid,

dengan tingkat dosis disesuaikan dengan respon (250 ml / jam). Ketika diberikan secara

intravena, puncak konsentrasi dicapai setelah 30 menit. Sebaliknya, jika diberikan secara

intramuskular mempunyai onset yang lebih lambat (3-7 menit) tetapi efek klinis berlangsung

lama (hingga 60 menit) 10

7

Page 8: atonia uteri

b. Methyl Ergotamine

Berbeda dengan oksitosin, ergometrine menyebabkan kontraksi tonik yang terus

menerus melalui stimulasi reseptor α-adrenergik miometrium terhadap kedua segmen bagian

atas dan bawah uterus dengan demikian dirangsang untuk berkontraksi secara tetanik.

Suntikan intramuskular dosis standar 0,25 mg dalam permulaan aksi 2-5 menit.

Metabolismenya melalui rute hepar dan half-life nya dalam plasma adalah 30 menit.

Meskipun demikian, dampak klinis dari ergometrine berlangsung selama sekitar 3 jam.

Respon oksitosin segera dan ergometrine lebih berkelanjutan 10

c. Misoprostol

Misoprostol adalah suatu analog sintetik prostaglandin E1 yang mengikat secara

selektif untuk reseptor prostanoid EP-2/EP-3 miometrium, sehingga meningkatkan

kontraktilitas uterus. Hal ini dimetabolisme melalui jalur hepar. Ini dapat diberikan secara

oral, sublingual, vagina, dubur atau melalui penempatan intrauterin langsung. pemberian

melalui rektal terkait dengan tindakan awal, tingkat puncak yang lebih rendah dan profil efek

samping yang lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan rute oral atau sublingual.

Misoprostol oral sebagai agent profilaksis untuk partus kala III menunjukkan kurang efektif

untuk mencegah perdarahan postpartum dibandingkan pemberian oksitosin parenteral.

Namun, karena kenyataan bahwa interval waktu Misoprostol lebih lama yang diperlukan

untuk mencapai kadar puncak serum dapat membuatnya menjadi agen lebih cocok untuk

perdarahan uterus yang berkepanjangan, dan dalam perannya sebagai terapi bukan agen

profilaksis 10.

2.6.2.Managemen Bedah

1. Tampon Uterus Internal

Pada perdarahan postpartum, dengan memasukkan beberapa jenis tampon uterus untuk

menghentikan aliran darah. Biasanya dalam bentuk satu bungkus kasa atau balon kateter.

prosedur internal uterin tamponade telah digunakan dengan sukses secara tersendiri atau

dalam kombinasi dengan Brace jahitan untuk mengurangi atau menghentikan perdarahan

postpartum.11

Prinsip Tampon Uterus

Prinsip tampon uterin dalam menghentikan perdarahan dengan membuat tekanan

intrauterin. Ini bisa dicapai dengan dua cara:11

8

Page 9: atonia uteri

1. Dengan masuknya balon yang mengakibatkan distensi dalam rongga uterus dan

menempati seluruh ruang, sehingga menciptakan tekanan intrauterin yang lebih besar

dari pada tekanan arteri sistemik. Dengan tidak adanya lecet, aliran darah ke dalam

uterus akan berhenti saat tekanan di balon tampon lebih besar daripada tekanan arteri

sistemik.

2. Dengan penyisipan dari uterine pack yang terdiri dari gulungan kasa yang dikemas

dimasukkan ke dalam uterus dengan demikian tekanan kapiler langsung pada

perdarahan pembuluh vena atau permukaan dari dalam uterus, sehingga dapat

menghentikan perdarahan uterus 10.

Tindakan Ini harus dilakukan di ruang operasi dengan anestesi dan staf keperawatan

serta persiapan transfusi darah. Wanita itu ditempatkan dalam Davies Lloyd atau posisi

lithotomy dengan kateter. Pemeriksaan dilakukan dibawah pembiusan. kemudian

prosedur tampon dicoba. Uterotonika dan hemostatik disarankan sebagai terapi

tambahan dan dapat diberikan secara simultan 10.

BALON KONDOM KATETER

Tamponade uterus merupakan salah satu upaya mengontrol perdarahan

postpartum karena atonia uteri. Prinsip kerjanya adalah menekan cavum uteri dari sisi

dalam ke arah luar dengan kuat sehingga terjadi penekanan pada arteria sistemik serta

memberikan tekanan hidrostatik pada uterina. Saat ini tamponade dapat menggunakan

kondom kateter. Ini dipilih karena efektif (rata-rata 15 menit paska pemasangan maka

perdarahan akan berkurang bahkan berhenti).

1.      Kateter dimasukan kedalam kondom dengan cara aseptik dan di ikat

2.      Buli-buli dipasang kateter menetap

3.      Dalam posisi litotomi, kateter dan kondom dimasukan ke cavum uteri

4.      Kateter diisi cairan 250-500 cc

5.      Observasi perdarahan jika sudah berkurang cairan dihentikan dan kateter diikat

6.      Dipasang tampon vagina untuk menahan kondom

7.      Kontraksi uterus dipertahankan dengan drip oksitosin ≥ 6jam

8.      Diberikan antiboitik

9.      Kondom dipertahankan setelah 24-48jam, dilepas gradual 10-15 menit

9

Page 10: atonia uteri

2. Histerektomi Peripartum

Histerektomi emergensi peripartum adalah pilihan terakhir yang diambil bila terjadi

maternal morbiditas yang berat dan juga near miss mortality. Kajian data selama 25 tahun

terakhir menunjukkan insiden yang bervariasi, dari satu kejadian per 3313 persalinan sampai

satu kejadian per 6978 persalinan. Di Negara berkembang kejadiannya mencapai satu per

2000 persalinan12.

Penghambatan utama histerektomi sesarea adalah kekhawatiran akan peningkatan

pengeluaran darah dan kemungkinan kerusakan saluran kemih. Faktor utama angka

komplikasi tampaknya adalah apakah operasi dilakukan secara efektif atau darurat.

Morbiditas yang berkaitan dengan histerektomi darurat secara substantif meningkat.

Pengeluaran darah pada umumnya banyak, dan hal ini berkaitan dengan indikasi operasi. Jika

dilakukan atas indikasi perdarahan, pengeluaran darah hampir selalu besarf. Lebih dari 90

persen wanita yang menjalani histerektomi pascapartum darurat membutuhkan transfusi.2

2.6.3.Jahitan Kompresi

1. Jahitan Kompresi B-Lynch

Jahitan ditujukan untuk menimbulkan kompresi vertikal berkelanjutan pada sistim

vaskuler. Pada kasus perdarahan postpartum karena plasenta previa, jahitan kompresi segmen

transversal lebih efektif 10.

Keuntungan Teknik Jahitan B-Lynch

1. Aplikasi sederhana;

2. Life saving;

3. Relatif aman;

4. Mempertahankan uterus dan fertilitas;

5. Hemostasis dapat dinilai segera setelah aplikasi;

6. Daya regang berkurang dalam 48 jam, sehingga menghindari adanya kerusakan

permanen pada uterus;

7. Uterus yang terbuka memungkinkan mengeksplorasi rongga uterus untuk

mengeluarkan produk-produk yang tertinggal dan memungkinkan penjahitan langsung

dibawah visualisasi operator.

10

Page 11: atonia uteri

Gambar 1 : a – c Prosedur Teknik B-Lynch 10

2. Metode Jahitan Haemostatic Multiple Square (Cho)

Teknik ini diperkenalkan oleh Cho JI pada tahun 2000. Tujuan dari teknik ini adalah

untuk mendekati dinding uterus anterior dan posterior sehingga tidak ada ruang sisa pada

rongga uterus. Demikian juga perdarahan dari endometrium karena atonia uteri atau plasenta

bed terkontrol karena tekanan 13.

3. Modifikasi Teknik B-Lynch Oleh Hayman

Modifikasi teknik B-Lynch oleh Hayman (2002), memiliki keunggulan, teknik yang

sederhana dan cepat, untuk melakukannya tidak memerlukan uterus dibuka. Menggunakan

jarum lurus Dexon nomor 2, jahitan dilakukan tusukan pada seluruh dinding uterus , di atas

refleksi kandung kemih, dari dinding anterior (3 cm di bawah dan 2 cm medial tepi bawah

rongga uterus) ke posterior dinding uterus 13.

11

Page 12: atonia uteri

2.7. PROSEDUR PENANGANAN ATONIA UTERI MENURUT SARWONO

12

Page 13: atonia uteri

2.8. PROGNOSIS

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc dalam 24 jam

setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama perdarahan post partum,

Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90% perdarahan pasca persalinan yang terjadi

dalam 24 jam setelah kelahiran bayi. Prognosis pada klien dengan perdarahan post partum

sebenarnya dapat diselamatkan, namun karena akibat perdarahan yang tidak diketahui

sebabnya dapat menimbulkan prognosis yang buruk bila tidak ditangani dengan segera.

13

Page 14: atonia uteri

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Dari referat Atonia Uteri ini dapat disimpulkan bahwa :

1. Atonia Uteri adalah gagalnya uterus untuk mempertahankan kontraksi dan retraksi

normalnya dimana tidak mampunya otot rahim untuk berkontraksi dalam 15 detik.

2. Atonia Uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor prediposisi

seperti overdistension uterus, umur, multipara, salah pimpinan kala III, penggunaan

oksitosin berlebih, riwayat perdarahan, persalinan yang cepat, kelainan plasenta serta

penyakit sekunder maternal dan lain-lain.

3. Tanda dan gejala atonia uteri adalah perdarahan pervaginam, konsistensi rahim lunak,

fundus uteri naik dan terdapat tanda-tanda syok.

4. Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi lahir dan perdarahan masih aktif dan

banyaknya 500-1.000 cc, bergumpal dan pada palpasi didapatkan fundus masih

setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang lembek.

5. Dalam upaya mencegah atonia uteri ialah melakukan penanganan kala III secara aktif.

6. Atonia uteri dapat ditangani dengan menegakkan diagnosa kemudian memberi

tindakanmasase uterus, kompresi bimanual, pemberian oksitosin, dan memasang

infus. Jika tindakan berhasil atau perdarahan terkontrol maka transfusi darah dan

rawat lanjut dengan observasi ketat. Jika perdarahan masih berlangsung lakukan

transfusi darah dan histerektomi.

14

Page 15: atonia uteri

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Maternal mortality in 2000. Departement of Reproducting Health and

Research WHO. 2003.

2. Cunningham FG etc, editor. Williams Obstetrics 21th edition. Connecticut: Applenton

Lange. 2001.

3. Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed.2. jakarta. EGC, 1998.

4. Prendiville W, Elbourne D. Care during the third stage of labour. In: ChalmersI,

Enkin M, Keirse MJNC (ed). Effective Care in Pregnancy and Childbirth.Oxford:

Oxford University Press, 1998, 1145–1169.

5. Prendiville WJ, Elbourne D, McDonald S. Active versus expectant management in the

third stage of labour. Cochrane Database of Systematic Reviews 2000, Issue 3. Art

No: CD000007. DOI: 10.1002/ 14651858.CD000007.

6. Anderson J, Etches D, Smith D. Postpartum haemorrhage. In Damos JR, Eisinger

SH, eds. Advanced Life Support in Obstetrics (ALSO) provider course manual.

Kansas: American Academy of Family Physicians, 2000:1–15

7. Nelson GS, Birch C. Compression jahitans for uterine atony and hemorrhage

following Sesareaean delivery. Int J Gynecol Obstet 2006;92:248–250

8. Schuurmans, et al, 2000, SOGC Clinical Practice Guidelines, Prevention and

Management of postpartum Haemorrhage, No. 88, April 2000.

9. Hofmeyr GJ, Abdel-Aleem H, Abdel-Aleem MA, 2008.”Uterine massage for

preventing postpartum haemorrhage (Review)” In : The Cochrane Library, Issue 3

10. B-Lynch C, Keith L.G., Lalonde A.B., Karoshi M (2006) Postpartum Hemorrhage 1st

Published. Sapiens Publishing,UK. 256-61.

11. Tindell K, Garfinkel R, Abu-Haydar E, Ahn R, Burke T, Conn K, Eckardt M. Uterine

balloon tamponade for the treatment of postpartum haemorrhage in resource-poor

settings: a systematic review. BJOG 2012;DOI: 10.1111/j.1471-0528.2012.03454.x.

12. Gurtani FM, Fadaei B, Akbari M. Emergency peripartum hysterectomy in Isfahan;

maternal mortality and morbidity rates among the women who underwent peripartum

hysterectomy. Adv Biomed Res 2013;2:20

15

Page 16: atonia uteri

13. B-Lynch C, Cowen M.J. A new non-radical surgical treatment of massive post

partum hemorrhage. Contemp Rev Obstet Gynaecol 1997; March:19–24 C. B-Lynch

16