Askeb Atonia Uteri Jadi

33
Penatalaksanan Atonia Uteri 1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya placenta (max 15 detik) Uterus Tidak 2. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina atau lubang servik 3. Pastikan kandung kemih itu kosong. Jika penuh atau dapat dipalpasi lakukan kateterisasi kandung kemih Uterus berkontraksi ? Ya Teruskan KBI selama 2 menit. Keluarkan tangan perlahan lahan. Pantau kala 4 5. Anjurkan keluarga untuk tidak membantu melakukan KBE 6. Keluarkan tanagn perlahan lahan 7. Biarkan Ergometrin 0,2 mg atau misoprostol 600 – 1000 mcg per rectal Ergometrin tidak untuk ibu hipertensi 8. Pasang infus menggunakan Pantau ibu denagn seksama selama persalinan kala IV 10. Segera rujuk 11. Dampingi ibu ketempat rujukan 12. Lanjutkan infus RL + 20 unit oksitosin dalam 500 cc larutan dengan 500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 Tidak Uterus berkontraksi ? Tidak Ya

Transcript of Askeb Atonia Uteri Jadi

Penatalaksanan Atonia Uteri

1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya placenta (max 15 detik)

Uterus berkontraksi

Tidak

2. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina atau lubang servik

3. Pastikan kandung kemih itu kosong. Jika penuh atau dapat dipalpasi lakukan kateterisasi kandung kemih dengan teknik aseptik.

4. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit

Uterus berkontraksi ? Ya Teruskan KBI selama 2 menit.

Keluarkan tangan perlahan lahan.

Pantau kala 4 dengan ketat5. Anjurkan keluarga untuk tidak membantu melakukan KBE

6. Keluarkan tanagn perlahan lahan7. Biarkan Ergometrin 0,2 mg atau

misoprostol 600 – 1000 mcg per rectal Ergometrin tidak untuk ibu hipertensi

8. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 / 18 dan habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.

9. Ulangi KBI

Pantau ibu denagn seksama selama persalinan kala IV

10. Segera rujuk11. Dampingi ibu ketempat rujukan 12. Lanjutkan infus RL + 20 unit

oksitosin dalam 500 cc larutan dengan 500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 liter infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi

Tidak

Uterus berkontraksi ?

Tidak

Ya

ATONIA UTERI

Multiparitas Kadar HbPartus lama Jenis dan uji silang darahRegangan uterus Nilai fungsi pembekuanSolusio plasenta

Rangsang & pijat uterusOksitosin 10 UI IM & Infus 40 UI dalam 500 ml NS/RL 40 tetes

Infus untuk restorasi cairan dan jalur obat esensialTranfusi

Perdarahan terus Identifikasi sumber Berlangsung perdarahan lainnya:

Laserasi jalan lahirHematoma parametrial

Rupture uteri Uterus tidak berkontraksi Inversio Uteri

Sisa fragmen plasentaKoagulopati

Kompresi bimanualKompresi aorta abdominalis

Tekan segmen bawah atau aorta abdominalisBeri misoprostol 400 mg per rectal

Tidak berhasil

Atonia persistens

Ligasi arteri uterine & ovarika Perdarahan masih berlangsung

Terkontrol

Rawat Lanjut & Observasi Ketat Histerektomi

ASUHAN KEPERAWATAN

ATONIA UTERI

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan

merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus

merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri

terjadi karena kegagalan mekanisme ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium

yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia

uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

A. DEFINISI

Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah

dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal,

Depkes Jakarta ; 2002)

B. ETIOLOGI

1. Overdistensi uterus : uterus yang mengalami distensi secara berlebihan

dikarenakan keadaan bayi yang besar (makrosomia), kehamilan kembar (gemili),

hidramnion atau polihidramnion, Multi paritas atau paritas tinggi dimana nantinya

akan mengakibatkan uterus menjadi lemah karena banyak melahirkan anak

sehingga kerja uterus tidak efisien dalam semua kala persalinan serta cenderung

mempunyai daya kontraksi yang jelek.

2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua

3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek

4. Partus lama / partus terlantar. Kelemahan akibat partus lama : bukan hanya rahim

yang lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu

yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah.

5. Malnutrisi

6. Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan

sebenarnya belum terlepas dari uterus. Penatalaksanaan yang salah pada kala

placenta, mencoba mempercepat kala III, dorongan dan pemijatan uterus

mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan placenta dan dapat menyebabkan

pemisahan sebagian plac yang mengakibatkan perdarahan.

7. Anestesi yang dalam & lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium yang

berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan

perdarahan post partum.

8. Mioma uteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan

retraksi mioma uteri.

9. Melahirkan dengan tindakan : keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti

forcep dan fersi estraksi.

C. MANIFESTASI KLINIS

1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

Perbedaan perdarahan atonia uteri & robekan servik

Atonia uteri

a. Kontraksi uterus lemah

b. Darah merah tua

Robekan serviks

a. Kontraksi kuat uterus

b. Darah merah tua

PATOFISIOLOGI

ATONIA UTERI

Umur (terlalu

tua/muda

Paritas Partus lama

Obstetri operatif Uterus regang &

besar

Mioama pada uterus

Tonus otot

uterus <

Odema pada portio

Vasodilatasi & saraf menjadi

tidak peka terfhadap impuls

Pembuluh darah

teregang

Pembuluh darah

menyempitTonus otot

uterus <Pembuluh

darah pecah

pecahKontraksi terganggu

PERDARAHAN Persalinan

instrumentalHipertensi

Pembuluh darah

vasokonstriksiUterus

hipotonikAliran O2

pada pelvic <Lemahnya saraf pada

miometrium setelah bayi

lahir

Kontraksi terganggu

Kontraksi terganggu

PERDARAHAN

Syok hipovolemik

Ibu anemia

Sirkulasi O2 <<

Kematian

D. PENCEGAHAN ATONIA UTERI

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan

pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut

sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan

dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang

cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani

seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah

atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin

setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus

atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.

Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai

uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.

Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai

waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada

membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip

pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif

dibanding oksitosin.

E. MANAJEMEN ATONIA UTERI

1. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu

resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-

tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.

Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan

transfusi darah.

2. Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang

akan menghentikan perdarahan.

Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)

a. Jika uterus berkontraksi

Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,

periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan

jahit atau rujuk segera

b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :

Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina &

lobang serviks

Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit

1) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit,

keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat

dengan ketat

2) Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk

mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan

tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan

diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum

ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin.

Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI

Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama

kala empat

Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.

3. Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior

hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat

seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor

oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan

meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif

diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps

bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping

pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek

samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan

secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum

1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan

(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan

vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan

vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin

F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,

intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25

mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.

Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum

(5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif

tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea,

vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan

kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga

kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah

yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan

penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien

dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek

samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat

hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif

untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan

angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar

disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan

uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.

4. Uterine lavage dan Uterine Packing

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke

dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri.

Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri

menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina

untuk memberi jalan salin keluar.

Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial.

Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan

tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi

sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika

broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam,

sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine

packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak

memungkinkan dilakukan operasi.

5. Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka

keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang

berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika

dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.

Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang

absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan

jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian

avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi

hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden

arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium.

Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi

perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,

ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm

dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar

cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina

yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu

dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

• Ligasi arteri Iliaka Interna

Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk

melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral

paralel dengan garis ureter.

Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan

ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem

dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non

absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma

pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan

femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.

Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat

menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus

mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

• Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh

Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk

mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

• Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika

terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif.

Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi

pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

KOMPRESI BIMANUAL UTERUS ATONIA

Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan

telanjang yang telah dicuci

Teknik :

Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak

diperlukan

1. Eksplorasi dengan tangan kiri

2. Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.

a. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan

menangkap uterus dari belakang atas.

b. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar.

Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah

aferen sehingga menyempitkan lumennya.

Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.

Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan

perdarahan secara sempurna.

Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi

bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

KBI & KBE

Kompresi bimanual internal dan eksternal merupakan salah satu upaya

pertolongan pertama pada perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh

atonia uteri. Tindakan ini bertujuan menjepit pembuluh darah dalam dinding

uterus serta merangsang miometrium untuk berkontraksi.

Kompresi bimanual internal harus segera dilakukan apabila uterus tidak

berkontraksi dalam 15 menit setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada

fungsi uteri karena ada intervensi tangan penolong yang masuk ke dalam jalan

lahir, tindakan ini lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada

pasca partum. Oleh karena itu, terapkan teknik septic-aseptik.

KAA

Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan perdarahan tetap terjadi

lakukan kompresi aorta abdominal cara ini dilakukan pada keadaan darurat

sementara penyebab perdarahan sedang dicari.

Lakukan pengkajian ulang indikasi

Key point

Lakukan dengan palpasi di fundus dengan cepat (uterus teraba lembek

pada 15 detik setelah placenta lahir

Ganti sarung tangan kanan dengan sarung tangan panjang

Key point

Lakukan dengan cepat dan hati-hati, jangan sampai menyentuh bagian

luar sarung tangan. Sarung tangan yang digunakan adalah sarung

tangan panjang steril/DTT. Masukkan sarung tangan bekas pakai ke

dalam larutan klorin.

Bersihkan bekuan darah dan/ atau selaput ketuban dari vagina dan lubang servik

Key point

Bekuan darah dan selaput ketupan dalam vagina dan saluran serviks

akan dapat menhalangi kontraksi uterus secara baik

Pastikan kandung kemih kosong

Key point

Jika kandung kemih penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi

menggunakan telnik aseptic

Letakkan tangan kiri di atas perut ibu untuk menekan uterus dari luar

Key point

Meletakkan tangan luar tepat di atas fundus uteri

Masukkan tangan secara obstetric ke dalam lumen vagina

Key point

Ubah tangan tersebut menjadi kepalan tinju dan letakkan pada forniks

anterior kemudian dorong segmen bawah uterus ke anterior, usahakan

seluruh dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking menyentuh

fornik anterior.

Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit

Key point

Lakukan dengan mendekatkan telapak tangan luar dan kepalan tangan

bawah sekuat mungkin .

Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah

dinding uterus dan merangsang miometrium berkontraksi, jika kompresi

bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain.

Ajarkan keluarga pasien untuk melakukan kompresi Bimanual eksternal dengan

cara

Key point

Penolong berdiri menghadap kesisi kanan ibu

Letakkan tangan di atas fundus dan tekan kebawah sejauh mungkin

dibelakang uterus

Tangan kanan ditekan kebawah di atas simfisispubis dan pusat

Tekan uterus dengan kedua tangan secara bersama-sama.

Perhatikan perdarahan pervaginam, bila perdarahan berhenti

pertahankan posisi tersebut hingga uterus dapat berkontraksi dengan

baik.

Keluarkan tangan perlahan-lahan

Key point

Keluarkan tangan kanan perlahan-lahan dengan mengubah kepalan tangan

menjadi tangan obstetric.

Selagi kompresi Bimanual Eksternal dilakukan oleh keluarga pasien, lakukan

pemberian uterotonika

Key point

Berikan ergometrin 0,2 mg I.M (Kontra indikasi hipertensi) atau

misoprostol 600-1000 mcg.

Pasang infuse RL menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan RL

500 ml + 20 unit oksitosin, habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.

Ulang lagi KBI

Key point

Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, segera rujuk ibu

karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan

gawat darurat difasilitas kesehatan tujukan yang mampu melakukan

tindakan oprasi dan tranfusi darah

Rujuk segera damping ibu ketempat rujukan teruskan melakukan KBI

Key point

Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, lanjutkan infuse

RL + 20 unit oksitosin dlam 500cc laritkan dengan laju 500/jam hingga tiba

ditempat rujukan/hingga menghabiskan 1,5 L infuse, kemudian berikan

125cc/jam.

Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500cc kedua dengan

kecepatan sedang dan berikan minimum untuk rehidrasi.

Lakukan KAA (Kompresi Aorta Abdominal)

Key point

Kepalkan tangan kiri dan tekan bagian punggung jari telunjuk, tengah,

manis dan kelingking pada umbilicus kea rah kulumna veterbralis dengan

arah tegak lurus (titik kompresi adalah tepat di atas pusat sedikit dan sedikit

ke kiri)

Pertahankan selama 5-7 menit. Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian

yang keras di bagian tengah atau sumbu badan ibu, dan apabila tekanan kepalan

tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka palpasi arteri fermolaris (yang

dipantau dengan jari telunjuk, dan tengah tangan kanan) akan berkurang atau

berhenti (tergantung derajat tekanan pada aorta)

PENATALAKSANAAN ATONIA UTERI

Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan

rangsangan taktil (masase) fundus uteri:

1. Segera lakukan kompresi bimanual interna(KBI)

a. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan secara

obstetric (menyatukan kelima hujung jari) melauiintroitus ke dalam

vagina ibu.

b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah

pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat

berkontraksi secara penuh.

c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada orniks anterior, tekan

dinding anterior uterus kearah tangan luar yang menahan dan mendorong

dinding posterior uterus kea rah depan sehingga uterus ditekan dari arah

depan dan belakang.

d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini

memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas

implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium

untuk berkontraksi.

e. Evalusi keberhasilan:

- Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan

melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-perlahan

keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala empat

- Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa

ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika

demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.

- Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga

untuk melakukan KBE. Kemudian lakukan langkah-langkah

penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk

memulai menyiapkan rujukan.

2. Berikan ergometrin 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000mcg per

rectal.

“jangan berikan ergometrin pada ibu dengan hipertensi karena akan

menaikkan tekanan darah.”

3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan

berikan 500 cc cairan RL yang mengandung 20 IU oksitosin.

4. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI

5. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 atau 2 menit, segera rujuk ibu

karena hal ini bukan atonia uteri sederhana.ibu membutuhkan tindakan gawat

darurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan

operasi dan transfuse darah

6. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus

cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan

a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit

b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga

jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan

dalam jumlah 125 cc/jam

c. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus

dengan tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian caira secara oral

untuk rehidrasi.

Tabel Jenis Uterotonika dan cara pemberiannya

JENIS &

CARA

OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL

Dosis & cara

pemberian awal

I.V : infuse 40 unit

dalam 1 liter larutan

garam fisiologis

dengann 60 tetes

per menit.

I.M : 10 Unit

I.M atau I.V (secara

perlahan): 0,2 mg

Oral 600 mcg atau

rectal 400 mcg

Dosis lanjutan I.V infuse 20 unit

dalam 1 liter larutan

garam fisiologis

dengan 40 tetes per

menit

Ulangi 0,2 mg I.M

setelah 15 menit.

Jika masih

diperlukan beri I.M/

I.V setiap 2-4 jam

400- 600 mcg 2-4

jam setelah dosis

awal

Dosis maksimal

per hari

Tidak lebih dari 3

liter larutan dengan

oksitosin.

40 unit per botol.

Total 1 g atau 5

dosis

Total 1200 mcg

atau 3 dosis

ulangan.

Indikasi, Kontra

atau hati-hati

Tidak boleh

memberi I.V secara

cepat atau bolus

Preeklamsi, vitium

kordis, hipertensi

Nyeri kontraksi

Asma, Menggigil,

Diare.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian

1. Aiway

kaji apakah ada sumbatan jalan nafas atau tidak. Bila ada sumbatan bebaskan

daerah yang mengalami sumbatan terlebih dahulu.

2. Breathing

Dengar dan rasakan pernafasan pasien, apakah adasuara nafas atau tidak,

serta kelainan suara nafas atau bunyi nafas tambahan.

3. Circulation

Perhatikan adanya tanda-tanda syok seperti akral dingin, nadi cepat, dan

adanya penurunan kesadaran.

B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul.

1. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahanpervaginam

2. Risiko shock hipovolemik b/d perdarahan

3. Risiko infeksi b/d perdarahan

C. Intervensi

1. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervagina

Tujuan : perfusi jaringan kembali adekuat

Kreteria hasil : Kesadaran normal

TTV stabil

Denyut nadi perifer kuat

Kulit hangat, turgor < 1 detik, CRT < 3 detik

Intervensi:

Pantau tanda tanda vital dan tingkat kesadaran klien

R/ mengetahui status kesadaran dan keadaan klien

Lakukan Kompresi bimanual

R/ langkah awal untuk menghentikan perdarahan

Kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian cairan IV/produk-produk

darah

R/ mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi

jaringan yang adekuat

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian uterotonika

(ergometrin/oksitosin)

R/ miningkatkan kontraksi uterus

2. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan

Tujuan : menurunkan resiko syok hipovolemik

Criteria hasil : Kesadaran normal

TTV stabil

Denyut nadi perifer kuat

CRT < 3 detik

Intervensi:

Pantau tanda tanda vital dan tingkat kesadaran klien

R/ mengetahui status kesadaran dan keadaan klien

Lakukan Kompresi bimanual

R/ langkah awal untuk menghentikan perdarahan

Kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian cairan IV/produk-produk

darah

R/ mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi

jaringan yang adekuat

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian uterotonika

(ergometrin/oksitosin)

R/ miningkatkan kontraksi uterus

3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d perdarahan

Tujuan : menurunkan/meminimalkan resiko infeksi

Criteria hasil : TTV stabil

SDP normal

Tidak ada tanda tanda infeksi seperti (panas, kemerahan,

bengkak, nyeri, penurunan fungsi, pus dan bau)

Intervensi:

Pertahankan pada fasilitas control infeksi, sterilisasi prosedur/kebijakan

aseptic dan antiseptic

R/ tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi,

meminimalisir kontaminasi dan infeksi

Pantau TTV dan tanda-tanda infeksi (panas, nyeri, kemerahan, bengkak,

penurunan fungsi, pus dan bau)

R/ mengetahui status keadaan klien dan diagnosis dini infeksi

Kolaborasi dengan tim laboratorium untuk kemungkinan infeksi sistemik

R/ peningkatan SDP akan mengindikasikan adanya infeksi

Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic

R/ pemberian antibiotic yang tepat akan penurunkan resiko perluasan

infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA

Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.

Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas

Padjajaran Bandung, 1993.

Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.

Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga

berencana. Jakarta: EGC, 1998.

Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria

A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004

Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad

martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.

LAPORAN MAKALAH GADAR II“ATONIA UTERI”

DISUSUSN OLEH KELOMPOK 6

Nama Kelompok:

Ni Made Fransisca Indah 1002077Ketut Sanjaya 1002063Gedalya A M Nalle 1002051Dani Tri Astuti Oktaviani 1002023

Veronika Riwu 1002105

PRODI S-1 ILMU KEPERAWATANSTIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA

TAHUN AJARAN2013/2014