Askeb Atonia Uteri Jadi
-
Upload
vasista-sanjaya -
Category
Documents
-
view
100 -
download
4
Embed Size (px)
Transcript of Askeb Atonia Uteri Jadi

Penatalaksanan Atonia Uteri
1. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya placenta (max 15 detik)
Uterus berkontraksi
Tidak
2. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina atau lubang servik
3. Pastikan kandung kemih itu kosong. Jika penuh atau dapat dipalpasi lakukan kateterisasi kandung kemih dengan teknik aseptik.
4. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit
Uterus berkontraksi ? Ya Teruskan KBI selama 2 menit.
Keluarkan tangan perlahan lahan.
Pantau kala 4 dengan ketat5. Anjurkan keluarga untuk tidak membantu melakukan KBE
6. Keluarkan tanagn perlahan lahan7. Biarkan Ergometrin 0,2 mg atau
misoprostol 600 – 1000 mcg per rectal Ergometrin tidak untuk ibu hipertensi
8. Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 / 18 dan habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.
9. Ulangi KBI
Pantau ibu denagn seksama selama persalinan kala IV
10. Segera rujuk11. Dampingi ibu ketempat rujukan 12. Lanjutkan infus RL + 20 unit
oksitosin dalam 500 cc larutan dengan 500 cc/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga menghabiskan 1,5 liter infus. Kemudian berikan 125 cc/jam. Jika tidak tersedia cairan yang cukup berikan 500 cc kedua dengan kecepatan sedang dan berikan minum untuk rehidrasi
Tidak
Uterus berkontraksi ?
Tidak
Ya

ATONIA UTERI
Multiparitas Kadar HbPartus lama Jenis dan uji silang darahRegangan uterus Nilai fungsi pembekuanSolusio plasenta
Rangsang & pijat uterusOksitosin 10 UI IM & Infus 40 UI dalam 500 ml NS/RL 40 tetes
Infus untuk restorasi cairan dan jalur obat esensialTranfusi
Perdarahan terus Identifikasi sumber Berlangsung perdarahan lainnya:
Laserasi jalan lahirHematoma parametrial
Rupture uteri Uterus tidak berkontraksi Inversio Uteri
Sisa fragmen plasentaKoagulopati
Kompresi bimanualKompresi aorta abdominalis
Tekan segmen bawah atau aorta abdominalisBeri misoprostol 400 mg per rectal
Tidak berhasil
Atonia persistens
Ligasi arteri uterine & ovarika Perdarahan masih berlangsung
Terkontrol
Rawat Lanjut & Observasi Ketat Histerektomi

ASUHAN KEPERAWATAN
ATONIA UTERI
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan
merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus
merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri
terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium
yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia
uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.
A. DEFINISI
Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah
dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir). (JNPKR, Asuhan Persalinan Normal,
Depkes Jakarta ; 2002)
B. ETIOLOGI
1. Overdistensi uterus : uterus yang mengalami distensi secara berlebihan
dikarenakan keadaan bayi yang besar (makrosomia), kehamilan kembar (gemili),
hidramnion atau polihidramnion, Multi paritas atau paritas tinggi dimana nantinya
akan mengakibatkan uterus menjadi lemah karena banyak melahirkan anak
sehingga kerja uterus tidak efisien dalam semua kala persalinan serta cenderung
mempunyai daya kontraksi yang jelek.
2. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua
3. Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4. Partus lama / partus terlantar. Kelemahan akibat partus lama : bukan hanya rahim
yang lemah, cenderung berkontraksi lemah setelah melahirkan, tetapi juga ibu
yang keletihan kurang bertahan terhadap kehilangan darah.
5. Malnutrisi

6. Dapat juga karena salah penanganan dalam usaha melahirkan plasenta, sedangkan
sebenarnya belum terlepas dari uterus. Penatalaksanaan yang salah pada kala
placenta, mencoba mempercepat kala III, dorongan dan pemijatan uterus
mengganggu mekanisme fisiologis pelepasan placenta dan dapat menyebabkan
pemisahan sebagian plac yang mengakibatkan perdarahan.
7. Anestesi yang dalam & lama menyebabkan terjadinya relaksasi miometrium yang
berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi menyebabkan atonia uteri dan
perdarahan post partum.
8. Mioma uteri : dapat menimbulkan perdarahan dengan mengganggu kontraksi dan
retraksi mioma uteri.
9. Melahirkan dengan tindakan : keadaan ini mencakup prosedur operatif seperti
forcep dan fersi estraksi.
C. MANIFESTASI KLINIS
1. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
2. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)
Perbedaan perdarahan atonia uteri & robekan servik
Atonia uteri
a. Kontraksi uterus lemah
b. Darah merah tua
Robekan serviks
a. Kontraksi kuat uterus
b. Darah merah tua

PATOFISIOLOGI
ATONIA UTERI
Umur (terlalu
tua/muda
Paritas Partus lama
Obstetri operatif Uterus regang &
besar
Mioama pada uterus
Tonus otot
uterus <
Odema pada portio
Vasodilatasi & saraf menjadi
tidak peka terfhadap impuls
Pembuluh darah
teregang
Pembuluh darah
menyempitTonus otot
uterus <Pembuluh
darah pecah
pecahKontraksi terganggu
PERDARAHAN Persalinan
instrumentalHipertensi
Pembuluh darah
vasokonstriksiUterus
hipotonikAliran O2
pada pelvic <Lemahnya saraf pada
miometrium setelah bayi
lahir
Kontraksi terganggu
Kontraksi terganggu
PERDARAHAN
Syok hipovolemik
Ibu anemia
Sirkulasi O2 <<
Kematian

D. PENCEGAHAN ATONIA UTERI
Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan
pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut
sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan
dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.
Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang
cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi tetani
seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk mencegah
atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian oksitosin
setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV bolus
atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.
Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai
uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.
Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai
waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada
membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip
pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif
dibanding oksitosin.
E. MANAJEMEN ATONIA UTERI
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan awal yaitu
resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat, monitoring tanda-
tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring saturasi oksigen.
Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk persiapan
transfusi darah.
2. Masase dan kompresi bimanual
Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus yang
akan menghentikan perdarahan.
Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (max 15 detik)

a. Jika uterus berkontraksi
Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,
periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan
jahit atau rujuk segera
b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :
Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina &
lobang serviks
Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong
Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit
1) Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit,
keluarkan tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat
dengan ketat
2) Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk
mulai melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan
tangan perlahan-lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan
diberikan jika hipertensi); Pasang infus menggunakan jarum
ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit oksitosin.
Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI
Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama
kala empat
Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.
3. Uterotonika
Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior
hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor
oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan
meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyababkan tetani.
Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif
diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU perliter, jika sirkulasi kolaps
bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping
pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek
samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat
menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan
secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum
1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada miometrium jika diperlukan
(IMM) atau IV bolus 0,125 mg. obat ini dikenal dapat menyebabkan
vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan
vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.
Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin
F2alfa. Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal,
intravenous, intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25
mg, yang dapat diulang setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg.
Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum
(5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif
tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea,
vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan
kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga
kadang-kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah
yang disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan
penurunan saturasi oksigen. Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien
dengan kelainan kardiovaskular, pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek
samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar dapat
hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin efektif
untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan
angka kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar
disebabkan oleh atonia uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan
uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan masif yang terjadi.
4. Uterine lavage dan Uterine Packing
Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air panas ke
dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri.
Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri
menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh menghalangi vagina
untuk memberi jalan salin keluar.

Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial.
Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon uterus.
Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan
tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi
sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika
broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing dipasang selama 24-36 jam,
sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah masuk. Uterine
packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak
memungkinkan dilakukan operasi.
5. Operatif
Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka
keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang
berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika
dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah rahim.
Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan benang
absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan
jarum 2-3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian
avaskular ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi
hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden
arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium.
Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi
perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria,
ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm
dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai sebagian besar
cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang arteri uterina
yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung perlu
dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

• Ligasi arteri Iliaka Interna
Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk
melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral
paralel dengan garis ureter.
Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan
ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem
dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non
absobable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma
pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan
femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.
Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat
menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus
mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.
• Teknik B-Lynch
Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh
Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk
mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.
• Histerektomi
Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika
terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif.
Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi
pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.
KOMPRESI BIMANUAL UTERUS ATONIA
Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat; lakukan dengan tangan
telanjang yang telah dicuci
Teknik :
Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan tidak
diperlukan

1. Eksplorasi dengan tangan kiri
2. Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.
a. Tangan kanan (luar) menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan
menangkap uterus dari belakang atas.
b. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar.
Ia tidak hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah
aferen sehingga menyempitkan lumennya.
Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam waktu 10-15 menit.
Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara dan sering menghentikan
perdarahan secara sempurna.
Bila uterus refrakter oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi
bimanual, maka histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.
KBI & KBE
Kompresi bimanual internal dan eksternal merupakan salah satu upaya
pertolongan pertama pada perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh
atonia uteri. Tindakan ini bertujuan menjepit pembuluh darah dalam dinding
uterus serta merangsang miometrium untuk berkontraksi.
Kompresi bimanual internal harus segera dilakukan apabila uterus tidak
berkontraksi dalam 15 menit setelah dilakukan rangsangan taktil (masase) pada
fungsi uteri karena ada intervensi tangan penolong yang masuk ke dalam jalan
lahir, tindakan ini lebih dapat meningkatkan resiko terjadinya infeksi pada
pasca partum. Oleh karena itu, terapkan teknik septic-aseptik.
KAA
Bila kompresi bimanual pada uterus tidak berhasil dan perdarahan tetap terjadi
lakukan kompresi aorta abdominal cara ini dilakukan pada keadaan darurat
sementara penyebab perdarahan sedang dicari.
Lakukan pengkajian ulang indikasi
Key point
Lakukan dengan palpasi di fundus dengan cepat (uterus teraba lembek
pada 15 detik setelah placenta lahir

Ganti sarung tangan kanan dengan sarung tangan panjang
Key point
Lakukan dengan cepat dan hati-hati, jangan sampai menyentuh bagian
luar sarung tangan. Sarung tangan yang digunakan adalah sarung
tangan panjang steril/DTT. Masukkan sarung tangan bekas pakai ke
dalam larutan klorin.
Bersihkan bekuan darah dan/ atau selaput ketuban dari vagina dan lubang servik
Key point
Bekuan darah dan selaput ketupan dalam vagina dan saluran serviks
akan dapat menhalangi kontraksi uterus secara baik
Pastikan kandung kemih kosong
Key point
Jika kandung kemih penuh dapat dipalpasi, lakukan kateterisasi
menggunakan telnik aseptic
Letakkan tangan kiri di atas perut ibu untuk menekan uterus dari luar
Key point
Meletakkan tangan luar tepat di atas fundus uteri
Masukkan tangan secara obstetric ke dalam lumen vagina
Key point
Ubah tangan tersebut menjadi kepalan tinju dan letakkan pada forniks
anterior kemudian dorong segmen bawah uterus ke anterior, usahakan

seluruh dataran punggung jari telunjuk hingga kelingking menyentuh
fornik anterior.
Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit
Key point
Lakukan dengan mendekatkan telapak tangan luar dan kepalan tangan
bawah sekuat mungkin .
Kompresi ini memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah
dinding uterus dan merangsang miometrium berkontraksi, jika kompresi
bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, diperlukan tindakan lain.
Ajarkan keluarga pasien untuk melakukan kompresi Bimanual eksternal dengan
cara
Key point
Penolong berdiri menghadap kesisi kanan ibu
Letakkan tangan di atas fundus dan tekan kebawah sejauh mungkin
dibelakang uterus
Tangan kanan ditekan kebawah di atas simfisispubis dan pusat
Tekan uterus dengan kedua tangan secara bersama-sama.
Perhatikan perdarahan pervaginam, bila perdarahan berhenti
pertahankan posisi tersebut hingga uterus dapat berkontraksi dengan
baik.

Keluarkan tangan perlahan-lahan
Key point
Keluarkan tangan kanan perlahan-lahan dengan mengubah kepalan tangan
menjadi tangan obstetric.
Selagi kompresi Bimanual Eksternal dilakukan oleh keluarga pasien, lakukan
pemberian uterotonika
Key point
Berikan ergometrin 0,2 mg I.M (Kontra indikasi hipertensi) atau
misoprostol 600-1000 mcg.
Pasang infuse RL menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan RL
500 ml + 20 unit oksitosin, habiskan 500 cc pertama secepat mungkin.

Ulang lagi KBI
Key point
Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, segera rujuk ibu
karena hal ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan tindakan
gawat darurat difasilitas kesehatan tujukan yang mampu melakukan
tindakan oprasi dan tranfusi darah
Rujuk segera damping ibu ketempat rujukan teruskan melakukan KBI
Key point
Apabila uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1-2 menit, lanjutkan infuse
RL + 20 unit oksitosin dlam 500cc laritkan dengan laju 500/jam hingga tiba
ditempat rujukan/hingga menghabiskan 1,5 L infuse, kemudian berikan
125cc/jam.
Jika tidak tersedia cairan yang cukup, berikan 500cc kedua dengan
kecepatan sedang dan berikan minimum untuk rehidrasi.
Lakukan KAA (Kompresi Aorta Abdominal)
Key point
Kepalkan tangan kiri dan tekan bagian punggung jari telunjuk, tengah,
manis dan kelingking pada umbilicus kea rah kulumna veterbralis dengan
arah tegak lurus (titik kompresi adalah tepat di atas pusat sedikit dan sedikit
ke kiri)
Pertahankan selama 5-7 menit. Dorongan kepalan tangan akan mengenai bagian
yang keras di bagian tengah atau sumbu badan ibu, dan apabila tekanan kepalan
tangan kiri mencapai aorta abdominalis maka palpasi arteri fermolaris (yang
dipantau dengan jari telunjuk, dan tengah tangan kanan) akan berkurang atau
berhenti (tergantung derajat tekanan pada aorta)

PENATALAKSANAAN ATONIA UTERI
Atonia uteri terjadi jika uterus tidak berkontraksi dalam 15 detik setelah dilakukan
rangsangan taktil (masase) fundus uteri:
1. Segera lakukan kompresi bimanual interna(KBI)
a. Pakai sarung tangan DTT atau steril, dengan lembut masukkan secara
obstetric (menyatukan kelima hujung jari) melauiintroitus ke dalam
vagina ibu.
b. Periksa vagina dan serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah
pada kavum uteri mungkin hal ini menyebabkan uterus tak dapat
berkontraksi secara penuh.
c. Kepalkan tangan dalam dan tempatkan pada orniks anterior, tekan
dinding anterior uterus kearah tangan luar yang menahan dan mendorong
dinding posterior uterus kea rah depan sehingga uterus ditekan dari arah
depan dan belakang.
d. Tekan kuat uterus di antara kedua tangan. Kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah yang terbuka (bekas
implantasi plasenta) di dinding uterus dan juga merangsang miometrium
untuk berkontraksi.
e. Evalusi keberhasilan:

- Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan
melakukan KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-perlahan
keluarkan tangan dan pantau ibu secara melekat selama kala empat
- Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan masih berlangsung, periksa
ulang perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi. Jika
demikian, segera lakukan penjahitan untuk menghentikan perdarahan.
- Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga
untuk melakukan KBE. Kemudian lakukan langkah-langkah
penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta keluarga untuk
memulai menyiapkan rujukan.
2. Berikan ergometrin 0,2 mg ergometrin IM atau misoprostol 600-1000mcg per
rectal.
“jangan berikan ergometrin pada ibu dengan hipertensi karena akan
menaikkan tekanan darah.”
3. Gunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infuse dan
berikan 500 cc cairan RL yang mengandung 20 IU oksitosin.
4. Pakai sarung tangan steril atau DTT dan ulangi KBI
5. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 atau 2 menit, segera rujuk ibu
karena hal ini bukan atonia uteri sederhana.ibu membutuhkan tindakan gawat
darurat di fasilitas kesehatan rujukan yang mampu melakukan tindakan
operasi dan transfuse darah
6. Sambil membawa ibu ke tempat rujukan, teruskan tindakan KBI dan infus
cairan hingga ibu tiba di tempat rujukan
a. Infus 500 ml pertama dihabiskan dalam waktu 10 menit
b. Berikan tambahan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga
jumlah cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 L dan kemudian lanjutkan
dalam jumlah 125 cc/jam
c. Jika cairan infus tidak cukup, infuskan 500 ml (botol kedua) cairan infus
dengan tetesan sedang dan ditambah dengan pemberian caira secara oral
untuk rehidrasi.

Tabel Jenis Uterotonika dan cara pemberiannya
JENIS &
CARA
OKSITOSIN ERGOMETRIN MISOPROSTOL
Dosis & cara
pemberian awal
I.V : infuse 40 unit
dalam 1 liter larutan
garam fisiologis
dengann 60 tetes
per menit.
I.M : 10 Unit
I.M atau I.V (secara
perlahan): 0,2 mg
Oral 600 mcg atau
rectal 400 mcg
Dosis lanjutan I.V infuse 20 unit
dalam 1 liter larutan
garam fisiologis
dengan 40 tetes per
menit
Ulangi 0,2 mg I.M
setelah 15 menit.
Jika masih
diperlukan beri I.M/
I.V setiap 2-4 jam
400- 600 mcg 2-4
jam setelah dosis
awal
Dosis maksimal
per hari
Tidak lebih dari 3
liter larutan dengan
oksitosin.
40 unit per botol.
Total 1 g atau 5
dosis
Total 1200 mcg
atau 3 dosis
ulangan.
Indikasi, Kontra
atau hati-hati
Tidak boleh
memberi I.V secara
cepat atau bolus
Preeklamsi, vitium
kordis, hipertensi
Nyeri kontraksi
Asma, Menggigil,
Diare.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Aiway
kaji apakah ada sumbatan jalan nafas atau tidak. Bila ada sumbatan bebaskan
daerah yang mengalami sumbatan terlebih dahulu.
2. Breathing
Dengar dan rasakan pernafasan pasien, apakah adasuara nafas atau tidak,
serta kelainan suara nafas atau bunyi nafas tambahan.
3. Circulation
Perhatikan adanya tanda-tanda syok seperti akral dingin, nadi cepat, dan
adanya penurunan kesadaran.
B. Diagnosa Yang Mungkin Muncul.
1. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahanpervaginam
2. Risiko shock hipovolemik b/d perdarahan
3. Risiko infeksi b/d perdarahan
C. Intervensi
1. Gangguan perfusi jaringan b/d perdarahan pervagina
Tujuan : perfusi jaringan kembali adekuat
Kreteria hasil : Kesadaran normal
TTV stabil
Denyut nadi perifer kuat
Kulit hangat, turgor < 1 detik, CRT < 3 detik
Intervensi:
Pantau tanda tanda vital dan tingkat kesadaran klien
R/ mengetahui status kesadaran dan keadaan klien
Lakukan Kompresi bimanual
R/ langkah awal untuk menghentikan perdarahan
Kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian cairan IV/produk-produk
darah

R/ mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi
jaringan yang adekuat
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian uterotonika
(ergometrin/oksitosin)
R/ miningkatkan kontraksi uterus
2. Resiko syok hipovolemik b/d perdarahan
Tujuan : menurunkan resiko syok hipovolemik
Criteria hasil : Kesadaran normal
TTV stabil
Denyut nadi perifer kuat
CRT < 3 detik
Intervensi:
Pantau tanda tanda vital dan tingkat kesadaran klien
R/ mengetahui status kesadaran dan keadaan klien
Lakukan Kompresi bimanual
R/ langkah awal untuk menghentikan perdarahan
Kolaborasi dengan tim medis dalm pemberian cairan IV/produk-produk
darah
R/ mempertahankan volume sirkulasi, mendukung terjadinya perfusi
jaringan yang adekuat
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian uterotonika
(ergometrin/oksitosin)
R/ miningkatkan kontraksi uterus
3. Resiko tinggi terhadap infeksi b/d perdarahan
Tujuan : menurunkan/meminimalkan resiko infeksi
Criteria hasil : TTV stabil
SDP normal
Tidak ada tanda tanda infeksi seperti (panas, kemerahan,
bengkak, nyeri, penurunan fungsi, pus dan bau)
Intervensi:
Pertahankan pada fasilitas control infeksi, sterilisasi prosedur/kebijakan
aseptic dan antiseptic

R/ tetapkan mekanisme yang dirancang untuk mencegah infeksi,
meminimalisir kontaminasi dan infeksi
Pantau TTV dan tanda-tanda infeksi (panas, nyeri, kemerahan, bengkak,
penurunan fungsi, pus dan bau)
R/ mengetahui status keadaan klien dan diagnosis dini infeksi
Kolaborasi dengan tim laboratorium untuk kemungkinan infeksi sistemik
R/ peningkatan SDP akan mengindikasikan adanya infeksi
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian antibiotic
R/ pemberian antibiotic yang tepat akan penurunkan resiko perluasan
infeksi.

DAFTAR PUSTAKA
James R Scott, et al. Danforth buku saku obstetric dan ginekologi. Alih bahasa TMA
Chalik. Jakarta: Widya Medika, 2002.
Obstetri fisiologi, Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Unversitas
Padjajaran Bandung, 1993.
Mochtar, Rustam. Sinopsis obstetrik. Ed. 2. Jakarta: EGC, 1998.
Manuaba, Ida Bagus Gede. Ilmu kebidanan, penyakit kandungan dan keluarga
berencana. Jakarta: EGC, 1998.
Bobak, Lowdermilk, Jensen. Buku ajar keperawatan maternitas. Alih bahasa: Maria
A. Wijayarini, Peter I. Anugerah. Jakarta: EGC. 2004
Heller, Luz. Gawat darurat ginekologi dan obstetric. Alih bahasa H. Mochamad
martoprawiro, Adji Dharma. Jakarta: EGC, 1997.

LAPORAN MAKALAH GADAR II“ATONIA UTERI”
DISUSUSN OLEH KELOMPOK 6
Nama Kelompok:
Ni Made Fransisca Indah 1002077Ketut Sanjaya 1002063Gedalya A M Nalle 1002051Dani Tri Astuti Oktaviani 1002023
Veronika Riwu 1002105
PRODI S-1 ILMU KEPERAWATANSTIKES BETHESDA YAKKUM YOGYAKARTA
TAHUN AJARAN2013/2014