Penanganan Atonia Uteri

26
PENANGANAN ATONIA UTERI A. Pendahuluan Perdarahan postpartum adalah salah satu penyebab paling penting dari kematian ibu. Kematian maternal di Amerika sekitar 7-10 wanita /100.000 kelahiran hidup. Statistik nasional mendeteksi 8% kematian maternal disebabkan oleh perdarahan post partum. American college of Obstetricians and Gynecologists memperkirakan 140.000 kematian maternal pertahun ataupun 1 perempuan meninggal tiap 4 menitnya. 1 Berdasarkan SDKI survey terakhir tahun 2007 Angka Kematian Ibu Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian angka tersebut masih tertinggi di Asia. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi. Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu yaitu 28%. 1,2 Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak dari perdarahan post partum primer yaitu sekitar 90%. Atonia uteri adalah ketidakmampuan myometrium untuk berkontraksi secara efektif. Otot dari uterus biasanya berkontraksi untuk menghentikan pendarahan sesaat setelah bayi dan plasenta lahir. Otot bekerja untuk menutup pembuluh darah yang terbuka, menghentikan aliran darah dan memperbaiki dinding uterus. Atonia uteri menyebabkan uterus dalam kondisi yang relaksasi dan 1

Transcript of Penanganan Atonia Uteri

Page 1: Penanganan Atonia Uteri

PENANGANAN ATONIA UTERI

A. Pendahuluan

Perdarahan postpartum adalah salah satu penyebab paling penting dari

kematian ibu. Kematian maternal di Amerika sekitar 7-10 wanita /100.000 kelahiran

hidup. Statistik nasional mendeteksi 8% kematian maternal disebabkan oleh

perdarahan post partum. American college of Obstetricians and Gynecologists

memperkirakan 140.000 kematian maternal pertahun ataupun 1 perempuan

meninggal tiap 4 menitnya.1

Berdasarkan SDKI survey terakhir tahun 2007 Angka Kematian Ibu

Indonesia sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, meskipun demikian angka

tersebut masih tertinggi di Asia. Tiga faktor utama penyebab kematian ibu

melahirkan yakni, pendarahan, hipertensi saat hamil atau pre eklamasi dan infeksi.

Pendarahan menempati persentase tertinggi penyebab kematian ibu yaitu 28%.1,2

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak dari perdarahan post partum

primer yaitu sekitar 90%. Atonia uteri adalah ketidakmampuan myometrium untuk

berkontraksi secara efektif. Otot dari uterus biasanya berkontraksi untuk

menghentikan pendarahan sesaat setelah bayi dan plasenta lahir. Otot bekerja untuk

menutup pembuluh darah yang terbuka, menghentikan aliran darah dan

memperbaiki dinding uterus. Atonia uteri menyebabkan uterus dalam kondisi yang

relaksasi dan membuat otot berhenti untuk berkontraksi secara teratur. Pembuluh

darah yang tidak tertutup dapat mengeluarkan aliran darah dalam volume yang

banyak, yang menyebabkan perdarahan yang berat dan hipotensi.1,2,3,4

Atonia uteri dapat terjadi sebagai akibat dari : 1) Partus lama, 2) pembesaran

uterus yang berlebihan pada waktu hamil, seperti pada hamil kembar, hidramnion

atau janin besar, 3) multiparitas, 4) anestesi yang dalam, 5) anestesi lumbal. Atonia

uteri juga dapat timbul karena adanya kesalahan penanganan kala III persalinan,

dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan

plasenta, sementara plasenta belum terlepas dari uterus.5,6,7

1

Page 2: Penanganan Atonia Uteri

B. ANATOMI UTERUS

Uterus terbentuk seperti buah avokad atau buah peer yang sedikit gepeng, ke

arah antefleksi (depan belakang): ukurannya sebesar telur ayam dan mempunyai

rongga. Dindingnya terdiri atas otot-otot polos. Ukuran panjang uterus 7-7,5 cm,

lebar sekitar 5,25 cm, tebal 2,5 cm, dan tebal dinding 1,25 cm. letak uterus dalam

keadaan fisiologis adalah anteversiofleksio (serviks ke depan dan membentuk sudut

dengan vagina, demikian pula korpus uteri ke depan dan membentuk sudut dengan

serviks uteri).5

Gambar 1 : Anatomi Uterus7

Uterus terdiri dari fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri. Fundus uteri

adalah bagian uterus proksimal. Korpus uteri merupakan bagian uterus yang terbesar

sebagai tempat janin berkembang, rongga yang terdapat di korpus uteri disebut

kavum uteri (rongga rahim). Serviks uteri terdiri atas pars vaginalis serviks uteri

yang dinamakan porsio, pars supravaginalis serviks uteri yaitu bagian serviks yang

berada diatas vagina.5

Saluran yang terdapat pada serviks disebut kanalis servikalis terbentuk

sebagai saluran lonjong dengan panjang 2,5 cm. Pintu saluran serviks sebelah dalam

disebut ostium uteri internum, dan pintu di vagina disebut ostium uteri eksternum.

2

Page 3: Penanganan Atonia Uteri

Secara histologi uterus terdiri atas endometrium di korpus uteri dan endoserviks di

serviks uteri, otot-otot polos, lapisan serosa yakni peritoneum viserale.5

Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan

banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Endometrium melapisi seluruh kavum

uteri dan mempunyai arti penting dalam siklus haid pada seorang wanita dalam masa

reproduksi. Pada masa haid, endometrium sebagian besar dilepaskan, untuk

kemudian tumbuh lagi pada fase proliferasi dan selanjutnya ke fase sekretorik.5

Lapisan otot-otot polos dibagian dalam berbentuk sirkuler, dan disebelah luar

berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan itu terdapat lapisan otot oblik,

berbentuk anyaman, dan lapisan ini paling penting pada persalinan oleh karena

sesudah plasenta lahir, uterus berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh

darah yang terbuka.5

Uterus dalam rongga pelviks disokong oleh jaringan ikat dan ligament yang

menyokongnya, sehingga terfiksasi dengan baik. Adapun ligament yang memfiksasi

uterus adalah : 3

1. Ligamentum kardinale sinistrum et dekstrum (Mackenrodt), yakni

ligamentum yang terpenting, mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas

jaringan ikat tebal, dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah

lateral dinding pelvis. Di dalamnya ditemukan banyak pembuluh darah,

antara lain vena dan arteri uterine.

2. Ligamentum sakro-uternium sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang

menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian

belakang, kiri, kanan, kearah os sacrum kiri dan kanan.

3. Ligamentum rotundum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang

menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan

kanan, ke daerah inguinal kiri dan kanan.

4. Ligamentum latum sinistrum et dekstrum, yakni ligamentum yang meliputi

tuba, berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan

ikat.

5. Ligamentum infundibulo pelvikum, yakni ligamentum yang menahan tuba

falloppii berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis.

3

Page 4: Penanganan Atonia Uteri

Isthmus adalah bagian uterus antara serviks dan korpus uteri, yang diliputi

oleh peritoneum viserale. Di tempat inilah dinding uterus dibuka saat seksio sesarea

transperitonealis profunda. Dinding belakang uterus seluruhnya diliputi oleh

peritoneum viserale yang membentuk suatu rongga yang disebut kavum Douglasi

yang menonjol jika ada cairan (darah atau asites) atau ada tumor di daerah tersebut.5

Vaskularisasi uterus diberikan oleh arteria uterine sinistra et dekstra yang

terdiri dari ramus asendens dan ramus desendens. Pembuluh darah ini berasal dari

a.iliaka interna (a.hipogastrika) yang melalui dasar ligamentum latum, masuk ke

dalam uterus di daerah serviks kira-kira 1,5 dari forniks vagina.5

Vaskularisasi uterus yang lain ialah arteri ovarika sinistra et dekstra.

Vaskularisasi ini berjalan dari lateral dinding pelvis, melalui ligamentum

infundibulo-pelvikum mengikuti tuba Falloppi, beranastomosis dengan ramus

ascendens arteri uterine disebelah lateral, kanan dan kiri uterus. Bersama-sama

dengan arteri-arteri tersebut diatas terdapat vena-vena yang kembali melalui pleksus

vena ke vena hipogastrika.5

Gambar 2 : Vaskularisasi Uterus7

C. FAKTOR RESIKO

Identifikasi perempuan dengan resiko atonia uteri adalah yang terpenting

untuk mencegah terjadinya kejadian ini. Persiapan kelahiran harus dilakukan dengan

baik.3

4

Page 5: Penanganan Atonia Uteri

Faktor resiko yang berhubungan dengan atonia uteri ialah :3

Faktor yang berhubungan dengan peregangan uterus yang berlebihan :

Kehamilan ganda

Polihidramnion

Bayi makrosomia

Faktor persalinan

Induksi persalinan

Partus lama

Tindakan manual plasenta

Penggunaan obat relaksasi uterus

Anestesi dalam

Magnesium sulfat

Faktor intrinsik

Riwayat perdarahan post partum sebelumnya

Perdarahan antepartum

Obesitas

Umur > 35 thn

D. PATOFISIOLOGI

Pada awal persalinan, estrogen akan meningkat dalam darah. Hal ini

menyebabkan uterus menjadi lebih mudah terangsang, dan pembentukan

prostaglandin lebih banyak lagi, yang kemudian menyebabkan kontraksi uterus.

Jumlah reseptor oksitosin lebih banyak lagi, yang kemudian menyebabkan kontraksi

uterus. Jumlah reseptor oksitosin di miometrium dan desidua (endometrium

kehamilan) meningkat lebih dari 100 kali selama kehamilan dan mencapai

puncaknya selama awal persalinan. Estrogen meningkatkan jumlah reseptor

oksitosin, dan peregangan uterus pada akhir kehamilan juga dapat meningkatkan

pembentukan uterus berespon terhadap konsentrasi oksitosin plasma yang normal.

Begitu persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan dilatasi serviks, dilatasi ini

selanjutnya menimbulkan sinyal pada saraf aferen yang dipancarkan ke nukleus

supraoptik dan paraventrikel meningkatkan sekresi oksitosin. Kadar oksitosin

plasma meningkat dan lebih banyak oksitosin tersedia untuk bekerja pada uterus.

5

Page 6: Penanganan Atonia Uteri

Dengan demikian, terjadi umpan balik positif yang membantu persalinan dan

berakhir setelah hasil konsepsi dikeluarkan. Oksitosin meningkatkan kontraksi

uterus dengan dua cara :1) bekerja langsung pada sel otot polos uterus untuk

membuatnya berkontraksi, dan 2) merangsang pembentukan prostaglandin di

desidua.2,8

Dalam persalinan, pembuluh darah yang ada di uterus melebar untuk

meningkatkan sirkulasi ke sana. Setelah persalinan, kontraksi uterus merupakan

mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan.8

Gambar 4. Kontraksi miometrium uteri menutup pembuluh setelah persalinan5

Adanya peregangan yang berlebihan atau berkurangnya kerja reseptor

oksitosin di miometrium pasca persalinan menyebabkan kontraksi uterus menurun

atau disebut hipotonia uteri, yang jika tidak tertangani akan jatuh menjadi atonia

uteri. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan postpartum

secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang

mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta.

Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak

berkontraksi.9,10

E. GAMBARAN KLINIS

Atonia uteri didiagnosa dengan adanya tanda-tanda perdarahan uterus yang

disertai dengan kurangnya kontraksi tonus miometrium yang merupakan salah satu

etiologi dari perdarahan post partum.9

Tanda dan gejala atonia uteri adalah :9

6

Page 7: Penanganan Atonia Uteri

1) Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan darah

tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai gumpalan,

hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi sebagai anti

pembeku darah. Jumlah darah yang keluar ialah lebih dari 500 cc.

2) Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang menyebabkan

atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

3) Fundus uteri tidak teraba

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri dan

menggumpal.

4) Terdapat tanda-tanda syok

Hipotensi, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas dingin, gelisah, mual dan

lain-lain.

F. PENATALAKSANAAN

Banyaknya darah yang keluar mempengaruhi keadaan pasien. Pasien bisa

masih dalam keadaan sadar, sedikit anemis, atau sampai menjadi syok hipovolemik

berat. Perdarahan yang lebih dari 1000 cc atau 1500 cc (20-25% volume darah) akan

menimbulkan gangguan vaskular hingga terjadi syok hemoragik sehingga transfusi

darah diperlukan segera. Tindakan pertama yang dilakukan tergantung pada keadaan

klinisnya.5

Tabel 1 Klasifikasi Derajat Perdarahan5

7

Page 8: Penanganan Atonia Uteri

Gambar 12 : Bagan penanganan atonia uteri.3

1. Resusitasi

8

Masase fundus uteri segera setelah plasenta lahir (maksimal 15 detik)

Uterus kontraksi ? Evaluasi rutin

Evaluasi/bersihkan bekuan darah/selaput ketuban Kompresi bimanual interna (KBI) : maksimal 5 menit

Uterus kontraksi ? Pertahankan KBI selama 1-2 menit Keluarkan tangan secara hati-hati Lakukan pengawasan kala IV

Ajarkan keluarga melakukan KBI Keluarkan tangan secara hati-hati Suntikkan Methylergometrin 0,2 mg IM Pasang IVFD RL + 20 IU oxytocin,

guyur Lakukan kembali KBI

Uterus kontraksi ? Pengawasan kala IV

Rujuk, siapkan laparatomi Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal 500 cc/jam hingga mencapai tempat

rujukan Selama perjalanan dapat dilakukan kompresi aorta abdominalis atau KBI

Ligasi arteriuterina dan atau hipogastrika B-Lynch method

Perdarahan ?

Tidak

Tidak

Tidak

Ya

Ya

Ya

tetap

berhenti

Pertahankan Uterus

Histerektomi

Page 9: Penanganan Atonia Uteri

Apabila terjadi perdarahan postpartum banyak, maka penanganan awal yaitu

resusitasi dengan sikap trendelenberg, memberikan oksigen, dan pemberian

cairan intrevena cepat, monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan

monitoring saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu

dilakukan untuk persiapan transfusi darah.1,2,11

2. Merangsang kontraksi uterus dengan cara :

Masase fundus uteri dan kompresi bimanual.

Masase fundus uteri dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus

yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah

lahirnya plasenta (maksimal 15 detik).1,3,11

1) Jika uterus berkontraksi

Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,

periksa apakah perineum/vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit

atau rujuk segera.

2) Jika uterus tidak berkontraksi maka :

Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan lubang

serviks. Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong. Lakukan kompresi

bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

a. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan tangan

perlahan-lahan dan pantau kala IV dengan ketat. 1,3,9,10,11

Gambar 5. Kompresi Bimanual Interna.11

9

Page 10: Penanganan Atonia Uteri

b. Jika uterus tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai

melakukan kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-

lahan; Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika hipertensi);

Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml

RL +20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin;

Ulangi KBI.1,11

Gambar 6 : Kompresi Bimanual Eksterna.6

Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala IV, 15

menit untuk 1 jam pertama, 30 menit untuk 1 jam kedua. Jika uterus tidak

berkontraksi dalam 1-2 menit, segera rujuk ibu karena ini bukan atonia uteri

sederhana. Ibu membutuhkan tindakan gawat darurat di fasilitas kesehatan rujukan

yang mampu melakukan tindakan operasi dan transfusi darah. Selama dalam

perjalanan ketempat rujukan penolong bisa tetap melakukan kompresi bimanual

eksterna atau kompresi aorta abdominalis yaitu dengan cara meraba arteri femoralis

dengan ujung jari tangan kiri, pertahankan posisi tersebut. Genggam tangan kanan

kemudian tekankan pada daerah umbilicus, tegak lurus dengan sumbu badan,

sehingga mencapai kolumna vertebralis. Penekanan yang tepat, akan menghentikan

atau sangat mempengaruhi denyut arteri femoralis. 1,3,10

10

Page 11: Penanganan Atonia Uteri

Terapi Farmakologik

Pengobatan uterotonika merupakan terapi terpilih untuk pemberian obat-

obatan perdarahan post partum karena atonia uteri. Tabel dibawah ini menunjukkan

obat-obat uterotonik, dosis, efek samping, dan kontraindiksinya.

Penggunaan Tampon Uterus

Pada kondisi di mana rujukan tidak memungkinkan dan semua upaya

menghentikan perdarahan tidak berhasil maka alternative yang mungkin dapat

dilakukan adalah pemasangan tampon utero-vaginal.11

Pemasangan tampon uterovagina

1. Vagina dibuka dengan spekulum, dinding depan dan belakang serviks

dipegang dengan ring tang, kemudian tampon dimasukkan dengan

menggunakan tampon yang melalui serviks sampai ke fundus uteri.

2. Apabila perdarahan masih terjadi setelah pemasangan tampon ini,

pemasangan tampon tidak boleh diulangi, dan segera harus dilakukan

laparotomi untuk melakukan histerektomi ataupun ligasi arteria

hipogastrika.11

11

Page 12: Penanganan Atonia Uteri

Gambar 7 : Cara

pemasangan tampon uterovaginalis11

Alternatif dari pemasangan tampon selain dengan kasa, juga dipakai

beberapa cara yaitu: dengan menggunakan Sengstaken-Blakemore tube, Rusch

hidrostatik balloon kateter (Folley catheter) atau SOS Bakri tamponade balloon

catheter. Cara penggunaannya adalah dengan menginsersikan balon pada uterus

kemudian dikembangkan dengan menggunakan cairan saline sebanyak 500 ml lalu

dapat dipasang tampon kasa pada vagina untuk menjaga balon tetap di berada dalam

uterus serta untuk mengevaluasi perdarahan, dan dilepas 24-48 jam kemudian.13

12

Page 13: Penanganan Atonia Uteri

Gambar 8 : Bakri ballon, Rusch hidrostatik balloon kateter (Folley catheter), dan

Sengstaken-Blakemore tube13

3. Operatif

a. Ligasi arteri uterine

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterine menghasilkan angka

keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterine yang

berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika

dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah

rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan

benang absorbable yang sesuai. Arteri dan vena uteria. Saat melakukan

ligasi, hindari rusaknya vasa uterine dan ligasi harus mengenai cabang

asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm

miometrium. Jahitan kedua dapat dilakukan bilateral pada vasa uterina

bagian bawah, 3- cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus

mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim

dan cabang arteri uterina yang menuju ke serviks, jika perdarahan masih

terus berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa

ovarian.8,9,12

Gambar 9 : Ligasi

arteri uterine. 8

b. Ligasi arteri

Iliaka Interna

Identifikasi bifurkasio arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk

melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral parallel

dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial

kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan

13

Page 14: Penanganan Atonia Uteri

eksterna. Klem dilewatkan dibelakang arteri, dan dengan menggunakan

benang non absorbable dilakukan dua ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. hindari

trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan

femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.

Resiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat

menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus

mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.8,9,12

Gambar 10 : Anatomi arteri iliaca Interna8

Gambar 11 : Tempat Ligasi a. Iliaka Interna8

14

Page 15: Penanganan Atonia Uteri

c. Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh

Christopher B-Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk

mengatasi perdarahan post partum.9,12,13

Gambar 12 : Teknik B-Lynch pada penanganan Atonia Uteri 12

d. Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika

terjadi perdarahan postpartum masif yang membutuhkan tindakan operatif.

Insidensi mencapai 7-4 per 10.000 kelahiran. 1,3,9,10,12,13

G. PROGNOSIS

Prognosis bergantung pada jumlah darah yang hilang (sesuai dengan rasio

berat badan pasien), komplikasi yang terjadi, dan keberhasilan terapi.11

15

Page 16: Penanganan Atonia Uteri

H. PENCEGAHAN

Untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum ialah manajemen aktif

kala III. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Cochrane yang membandingkan

pasien yang mendapat oksitosin ternyata terjadi penurunan rata-rata jumlah darah

yang hilang, perdarahan postpartum, dan kebutuhan akan oksitosin tambahan

dibandingkan dengan yang tidak mendapatkan oksitosin. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pemberian oksitosin sebelum pengeluaran plasenta dapat

mengurangi jumlah darah yang hilang dan juga jumlah transfusi postpartum yang

dibutuhkan. Beberapa penelitian lain justru menunjukkan tidak ada pengaruh

mengenai waktu pemberian oksitosin.9

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan

postpartum dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat tersebut sebagai terapi.

Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah perdarahan dalam persalinan,

anemia, dan kebutuhan transfusi darah. Kegunaan utama oksitosin sebagai

pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan

tekanan darah atau kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling

bermanfaat untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan

pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5

unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam. Analog sintetik

oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai uterotonika untuk

mencegah dan mengatasi perdarahan postpartum dini. Karbetosin merupakan obat

long-acting dan onset kerjanya cepat. Penelitian di Canada membandingkan antara

pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan

operasi sesar, kartebosin ternyata lebih efektif dibandingkan oksitosin.9

16

Page 17: Penanganan Atonia Uteri

DAFTAR PUSTAKA

1. Smith RJ. Postpartum Hemorrhage. December 2012. Available in URL :

http://emedicine.medscape.com/article/275038-overview

2. Angka Kematian Ibu. 2012. Available in URL: www.menegpp.go.id

3. Lim Shan Pei. Uterine Atony: Management Strategies. University Kebangsaan

Malaysia Medical center. Available in URL: www.intechopen.com

4. Foley MR, Strong TH, Garite JT. PostPartum Hemorrhage. In : Obstetric

Intensive Care Manual. Third edition. McGraw-Hill. United States. 2011

5. Winkjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. anatomi Alat Kandungan. In:

Ilmu Kebidanan. Edisi Ketiga. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono. 2006.

6. Pelatihan Pelayanan Obstetri Emergensi Dasar. Atonia Uteri. Bagian Obstetri

dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.2008

7. Uterua. Encyclopedia Britannica Facts matter. 2012. Available in URL:

http://global.britannica.com/EBchecked/topic/620603/uterus

8. Sherwood L. Sistem Reproduksi. In: Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta:

EGC.2001. Hal. 728-732.

9. Cunningham,FG. Obstetrical Hemorrhage. In : Williams Obstetrics. Twenty

Second edition. USA. McGraw-Hill. 2005

10. Pernoll, ML. Uterine Atony. In : Benson and Pernoll’s Obstetricts and

Gynecology. Tenth Edition. USA. McGraw-Hill.2001.

11. Saifuddin, AB. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan

Neonatal. Perdarahan Pascapersalinan. Edisi Pertama. Jakarta. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono. 2002

12. Gabbe GS, Niebyl RJ, Simpson LJ. Obstetrichs Normal and Problem

Pregnancies. 5 th edition. Uterine Atony. 2007.

13. C. V-Lynch, L. G. Keith,A. B. Lalonde, and M. Karoshi, Eds. A Textbook of

Postpartum Hemorrhage. A Comprehensive Guide to Evaluation, Management

and Surgical Intervention. Sapiens Publishing. 2006.

17