Presus Atonia Uteri
-
Upload
tegar-jati-kusuma -
Category
Documents
-
view
67 -
download
8
Embed Size (px)
description
Transcript of Presus Atonia Uteri

PRESENTASI KASUS
ATONIA UTERI
Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Obstetri Dan Ginekologi
Badan Rumah Sakit Daerah Wonosobo
Diajukan Kepada :
dr. A. I. Suratman, Sp.OG(K)
Disusun Oleh :
Tegar Jati Kusuma
20100310220
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA BAGIAN
OBSTETRIC DAN GINEKOLOGIRSUD KRT SETJONEGORO WONOSOBO
2014
i

HALAMAN PENGESAHAN
Telah dipresentasikan dan disetujui presentasi kasus dengan judul :
ATONIA UTERI
tanggal :
tempat :
RSUD Setjonegoro Wonosobo
oleh :
Tegar Jati Kusuma
20100310220
disahkan oleh :
dokter pembimbing
dr. A. I. Suratman, Sp.OG(K)
ii

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum wr wb
Alhamdullilah dengan memanjatkan puji syukur kehadirat allah swt atas segala limpahan rahmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas dalam presentasi kasus yang memenuhi sebagian syarat mengikuti ujian akhir program pendidikan profesi di bagian obstetric dan ginekologi dengan judul :
“ATONIA UTERI”
Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai pihak, oleh karena itu maka pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. dr. H. A. I. Suratman, Sp.OG(K) selaku dokter pembimbing dan dokter spesialis obsgyn RSUD Wonosobo.
2. dr. M. Nuradintyo.R., Sp.OG selaku dokter spesialis Obsgyn RSUD Wonosobo3. Seluruh perawat bangsal edelweiss, kamar bersalin,PKBRS dan Poli kandungan di
RSUD Wonosobo4. Teman-teman coass atas dukungan dan kerjasamanya.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan dating. Semoga dapat menambah pengetahuan bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.
Wassalamualaikum wr.wb
Wonosobo, 14 April 2015
Tegar Jati Kusuma
iii

DAFTAR HALAMAN
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR HALAMAN iv
BAB I PRESENTASI KASUS 1
I. IDENTITAS PASIEN 1
II. ANAMNESIS 1
III. PEMERIKSAAN FISIK 2
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG 3
V. KRONOLOGI 3
VI. FOLLOW UP 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI 7
II. PERDARAHAN POSTPARTUM 9
III. ATONIA UTERI 11
A. Definisi 11
B. Etiologi dan Patofisiologi 11
C. Manifestasi Klinis 13
D. Diagnosis 13
E. Penatalaksanaan 14
F. Komplikasi 23
BAB III PENUTUP 24
I. PEMBAHASAN 24
DAFTAR PUSTAKA 26
iv

BAB I
PRESENTASI KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama Pasien : Ny. Tri Mas’udah
Usia : 30 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Banaran 2/3 Batursari, Sapuran
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
No. Rekam Medis : 626653
Tanggal Masuk : 24 Maret 2015
Tanggal Keluar : 29 Maret 2015
II. ANAMNESIS
1. Alasan Pasien Datang
(15.30) Pasien rujukan bidan dengan keterangan G4P2A1 hamil 39 minggu 1 hari
dalam persalinan dengan PER.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merasa tidak pernah mendapati tekanan darah tinggi sebelumnya, saat di
Puskesmas tekanan darahnya 140, sudah diberi obat penurun tensi dan langsung dirujuk ke
Rumah Sakit. Kenceng-kenceng sudah dirasakan sejak 4 jam yll disertai lendir darah dan air
ketuban. Gerak janin aktif dirasakan. Pasien tidak mengeluhkan berdebar, sesak, nyeri dada,
maupun pandangan kabur. HPHT pada tanggal 23/6/2014, HPL pada tanggal 30/3/2015.
Riwayat Obstetri : (I) Keguguran, UK < 3 bulan, kuretase (-), 2003
(II) 10 tahun, laki-laki, 3500 gr, normal, dukun bayi
(III) 6 tahun, perempuan, 3500 gr, normal, bidan
1

(IV) hamil ini
Riwayat ANC rutin di bidan. Menarche pada usia 15 tahun. Menikah 1x pada usia
17 tahun. Pasien mengaku tidak pernah memakai KB sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat hipertensi pada kehamilan sebelumnya disangkal, riwayat DM disangkal,
penyakit asma disangkal, alergi obat disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit hipertensi, DM, jantung, ginjal, asma di keluarga disangkal
III. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Baik, sadar, tak anemis
2. Vital Sign
TD : 140/100 mmHg
N : 84 kpm
RR : 20 kpm
T : 36,6
3. Status Generalis
a. Kepala
CA -/- SI -/-
b. Leher
Pembesaran nll –
Jvp tidak meningkat
c. Thorax
Pulmo : SDV +/+ ST-/-
Cor : BJ 1> BJ2, bising -
d. Abdomen
Inspeksi : stria gravidarum +, distended +
2

Palpasi : teraba janin tunggal hidup memanjang preskep puki kepala teraba
4/5 bagian TFU 34 cm, his + (1-2x/10’/15”)
Auskultasi : DJJ (+) 146 kpm
e. Genitalia
V/U tenang, dinding vagina licin, serviks lunak di belakang, pembukaan serviks 2
cm, selaput ketuban positif, preskep, kepala ↓ H1, lendir darah positif, air ketuban
positif
f. Ekstremitas
Akral hangat, edema (-)
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hb : 13.0 g/dL
AL : 14.000/uL
Hematokrit : 39 %
Eritrosit : 4.3 x 106/uL
AT : 221.000 fL
CT : 4,00 menit
BT : 2, 00 menit
Gol. Darah : B
Protein Urine : pos (1+)
HbSag : (-)
V. KRONOLOGI
19.00 Evaluasi
S/ Kenceng-kenceng teratur belum dirasakan
O/ KU : baik, CM, tak anemis
His : 1-2x/ 10’/ 15”/ lemah
3

DJJ : 140 kpm
PD : V/U tenang, dinding vagina licin, serviks lunak, di belakang, eff 50%, serviks
terbuka 2 jari, selket (+), preskep, kepala ↓ H1, LD (-), AK (-)
A/ PER, multigravida hamil aterm, bjdp
P/ NST reaktif
Usul induksi persalinan dengan oksitosin 5 IU/ 500 ml RL s.d 20 tpm
Observasi His dan DJJ
Lapor dr. A. I. Suratman, SpOG(K) acc dx/tx setelah informed consent
19.45 mulai induksi oksitosin 5 IU/ 500 ml RL
P/ observasi His dan DJJ
observasi botol habis
23.34
S/ Ibu ingin mengejan
O/ KU : sadar, baik, tak anemis
His : 3x/ 10’/ 25”/ kuat
DJJ : 145 kpm
PD : V/U tenang, dinding vagina licin, serviks tak teraba, pembukaan serviks
lengkap, selket (-), preskep, kepala ↓ H3, LD (+), AK (+)
A/ kala II
P/ Pimpin persalinan
Observasi His dan DJJ
23.45 Bayi lahir sepontan, laki-laki, 3500 gr, 48 cm, AS 6/8
Injeksi oksitosin 10 IU/ IM
24.00 Injeksi oksitosin 10 IU/ IM
4

00.05 Plasenta lahir spontan, kesan tidak lengkap eksplorasi : didapatkan jaringan ±
10 cc explorasi ulang bersih injeksi methergin 1 amp IM
Kontraksi tidak kuat darah masih mengalir kontraksi lembek serviks intak
darah masih aktif mengalir injeksi kalnex 500 mg IV perdarahan total ±
1500 cc pasang infus 2 jalur masuk RL 5 flabot + 1 koloid + drip RL +
oksitosin & methergin 20 tpm
pasang balon kateter (masuk 300 cc) evaluasi: kontraksi fundus (+),
perdarahan minimal
Vital sign : TD : 150/90
N : 108 kpm
RR : 24 kpm
T : afebris
A/ perdarahan post partum dini teratasi o.k atonia uteri dalam riwayat induksi oksitosin
5 IU/ 500 ml RL 20 tpm botol I a.i prolonged latent phase, PER, post partus spontan
P3A1H0
P/ infus drip oksitosin + methergin = 1:1 dalam 500 ml RL 20 tpm s.d 24 tpm
Inj. Cefotaxime 1 gr/ 12 jam/ IV skin test
Inj. Metronidazole 500 mg/ 8 jam/ IV
Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam/ IV
Awasi tanda-tanda perdarahan pervaginal
Pertahankan balon sampai besok pagi
Cek darah rutin, urin rutin
Sedia darah 2 kantong
5

VI. FOLLOW UP
26/3/2015 27/3/2015 28/3/2015 29/3/2015Vs TD 138/76
HR 78RR 24T afebris
TD 140/80HR 104RR 24T 38,2
TD 120/90HR 80RR 20T 36,7
TD 130/90HR 84RR 20T 36,6
S Keluhan (-)BAB (-), flatus (+), BAK DCASI (-)
Keluhan (-)BAB (-), flatus (+), BAK DCASI (+) lancar
Keluhan (-)BAB (-), flatus (+), BAK DCASI (+) lancar
Keluhan (-)BAB (-), flatus (+), BAK (+) lancarASI (+) lancar
O KU : CM, tak anemisPalp abd:Kontraksi kuat
KU : CM, tak anemisPalp abd:Kontraksi kuat
KU : CM, tak anemisPalp abd:Kontraksi kuat
KU : CM, tak anemisPalp abd:Kontraksi kuat
A perdarahan post partum dini teratasi o.k atonia uteri dalam riwayat induksi oksitosin 5 IU/ 500 ml RL 20 tpm botol I a.i prolonged latent phase, PER, post partus spontan P3A1H1
perdarahan post partum dini teratasi o.k atonia uteri dalam riwayat induksi oksitosin 5 IU/ 500 ml RL 20 tpm botol I a.i prolonged latent phase, PER, post partus spontan P3A1H2
perdarahan post partum dini teratasi o.k atonia uteri dalam riwayat induksi oksitosin 5 IU/ 500 ml RL 20 tpm botol I a.i prolonged latent phase, PER, post partus spontan P3A1H3
perdarahan post partum dini teratasi o.k atonia uteri dalam riwayat induksi oksitosin 5 IU/ 500 ml RL 20 tpm botol I a.i prolonged latent phase, PER, post partus spontan P3A1H4
P Cefotaxim, ketorolac, metronnidazol, bila Hb ≥ 8gr/dl aff infus, mobilisasi
Cefotaxim, ketorolac, metronnidazol, mobilisasi
Lanjutkan terapi, aff DC
Lanjutkan terapi, BLPL
Px Hb : 9,6 g/dlAL : 13.400Hmt : 34 %AT : 181.000
6

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI
A. Anatomi Uterus
Uterus merupakan organ berongga yang berbentuk buah Pir, berdinding
otot tebal. Pada orang dewasa muda nullipara, uterus panjangnya 8 cm, lebar 5
cm, dan tebal 2,5 cm. Uterus dibagi menjadi beberapa bagian. Fundus, Korpus,
dan Servix. Hampir seluruh bagian uterus tertutup oleh lapisan serosa yang
merupakan peritoneum viscerale. Bagian bawah peritoneum membentuk batas
anterior cul-de-sac rektouterina atau kavum douglasi1.
Gambar 1. Anatomi Uterus1
Bagian atas yang berbentuk seperti kubah disebut fundus. Fundus
merupakan bagian uterus yang terletak di atas muara tuba uterin. Sedangkan
korpus merupakan bagian uterus yang terletak di bawah muara tuba uterin.
7

Korpus uteri bagian bawah sempit dan dilanjutkan sebagai servix. Servix
terhubung dengan uterus pada os interna2.
Ada beberapa lapisan yang terdapat dalam korpus uteri, antara lain
endometrium, miometrium dan membrana basalis2.
B. Pasokan Darah Uterus
Gambar 2. Vasa Uterina1
Terutama berasal dari arteri uterina dan arteri ovarica
1. Arteria Uterina
Adalah cabang utama arteria Iliaca Interna (arteria Hypogastrica) yang
masuk uterus melalui ligamentum latum lalu ke medial ke samping uterus. Pada
tempat setinggi servik pars supravaginalis, arteria Uterina terbagi menjadi dua,
sebagian kecil menjadi arteria servicovaginalis kearah bawah, yang mendarahi
8

serviks bawah dan vagina atas. Cabang utama berjalan sepanjang batas uterus,
sedikit sebelum cabang utama arteri uterina mencapai tuba, arteri tersebut terbagi
menjadi tiga cabang terminal. Cabang ovarium arteri uterina beranastomosis
dengan cabang terminal arteri ovarika. Cabang tuba membuat jalur melalui
mesosalfing dan mendarahi bagian tuba uterina, cabang fundus mendistribusikan
darah ke arah atas uterus1.
2. Arteria Ovarika
Cabang langsung dari Aorta yang memasuki ligamentum latum melalui
ligamentum infundibulopelvikum. Di daerah hillus ovarii, arteria ovarica terbagi
menjadi sejumlah cabang kecil yang masuk ovarium. Cabang utama arteria
ovarika selanjutnya berjalan sepanjang mesosalphynx yang beranastomosis
dengan ramus ovarikus arteri uterina1.
II. PERDARAHAN POSTPARTUM
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi setelah plasenta
lahir yang melewati batas fisiologis normal. Pada umumnya seorang ibu
melahirkan akan mengeluarkan darah secara fisiologis sampai jumlah 500 ml
tanpa menyebabkan gangguan homeostasis. Dengan demikian secara
konvensional dikatakan bahwa perdarahan yang melebihi 500 ml dapat
dikategorikan sebagai perdarahan postpartum dan perdarahan secara kasat mata
mencapai 1000 ml harus segera ditangani secara serius1.
Menurut waktu terjadinya dibagi atas dua bagian :
Perdarahan postpartum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi
dalam 24 jam setelah bayi lahir.
9

Perdarahan postpartum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi
antara 24 jam dan 6 minggu setelah bayi lahir3.
Penyebab paling umum dari perdarahan postpartum 3 :
Kurangnya kontraksi uterus yang efisien (atonia uteri)
Retensi sisa plasenta
Laserasi serviks atau vagina
Gangguan pembekuan darah
Kriteria diagnostik perdarahan pospartum
Tabel 1. Kriteria Diagnostik4
NO Gejala dan tanda yang selalu adaGejala dan tanda
yang kadang-kadang ada
Kemungkinan diagnosis
1
Uterus tidak berkontraksi dan lembekPerdarahan segera setelah anak lahir (perdarahan pascapersalinan primer)
Syok Atonia uteri
2
Perdarahan segeraDarah segar yang mengalir segera setelah bayi lahirUterus berkontraksi baikPlacenta lengkap
PucatLemahMenggigil
Robekan jalan lahir
3
Placenta belum lahir stelah 30 menitPerdarahan segeraUterus kontraksi baik
Tali pusat akibat traksi berlebihanInversion uteri akibat tarikan
c. Perdarahan lanjutan
Retensio placenta
4
Placenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkapPerdarahan segera
Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang
Tertinggalnya sebagian placenta
5 Uterus tidak terabaLumen vagina terisi massaTampak tali pusat (jika placenta belum lahir)Perdarahan segera
Syok neurogenikPucat dan limbung
Inversion uterio
10

Nyeri sedikit atau berat
6
Subinvolusi uterusNyeri tekan perut bawahPerdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan, perdarahan sekunder, perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan ber bau (jika disertai infeksi)
AnemiaDemam
Perdarahan lambatEndometritis atau sisa placenta (terinfeksi atau tidak)
7
Perdarahan segera (perdarahan intraabdominal dan atau vaginum)Nyeri berat
SyokNyeri Tekan perutDenyut nadi ibu cepat
Robekan dinding uterus (rupture uteri)
III. ATONIA UTERI
A. Definisi
Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi
setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar,
lembek, dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. Perdarahan
pada atonia uteri ini berasal dari pembuluh darah yang terbuka pada bekas
menempelnya plasenta yang lepas sebagian atau seluruhnya. Atonia uteri
menyebabkan terjadinya perdarahan yang cepat dan parah dan juga shock
hipovolemik. Dari semua kasus perdarahan postpartum sebesar 70% disebabkan
oleh atonia uteri5.
B. Etiologi dan Patofisiologi
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol
perdarahan setelah melahirkan. Atonia uterus terjadi karena kegagalan mekanisme
ini. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-
serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang
11

memvaskularisasikan daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila
serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi5.
Miometrium terdiri dari tiga lapisan dan lapisan tengah merupakan
bagian yang terpenting dalam hal kontraksi untuk menghentikan perdarahan
postpartum, lapisan tengah miometrium tersusun sebagai anyaman dan ditembus
oleh pembuluh darah. Masing-masing pembuluh darah mempunyai dua buah
lengkungan sehingga setiap dua buah serabut kira-kira membentuk angka delapan.
Setelah partus, dengan adanya sususan otot seperti di atas, jika otot berkontraksi
akan menjepit pembuluh darah. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi
ini akan menyebabkan perdarahan postpartum5.
Hal-hal yang menyebabkan atonia uteri1,5:
Overdistensi dari uterus
- Bayi besar
- Hamil ganda
- hidramnion
Induksi persalinan
Anestesi atau analgesia
Agen halogenasi
- Analgesi yang menimbulkan hipotensi
- Anestesi yang terlalu dalam dan lama menyebabkan relaksasi
miometrium yang berlebihan, kegagalan kontraksi dan retraksi
menyebabkan atonia uteri dan perdarahan postpartum
Abnormalitas persalinan
12

- Persalinan cepat
- Persalinan lama
- Stimulasi persalinan
- Chorioamnionitis
Multiparitas
- Uterus yang lemah karena banyak melahirkan anak cenderung bekerja
tidak efisien dalam semua kala dalam persalinan
Atonia uterus sebelumnya
C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada atonia uteri6:
1. Perdarahan pervaginam
2. Uterus tidak berkontraksi dan lembek
3. Tidak ada perdarahan dari laserasi jalan lahir
4. Anemia
5. Syok
D. Diagnosis
Diagnosis ditegakan bila setelah bayi lahir dan plasenta lahir ternyata
perdarahan masih aktif dan banyak, bergumpal, dan pada palpasi didapatkan
fundus uteri masih setinggi pusat dengan kontraksi yang lembek. Kadang-kadang
terjadi gejala syok (tekanan darah rendah, denyut nadi kecil dan cepat, ekstremitas
dingin, gelisah, mual dan lain-lain).
13

E. PenatalaksanaanTabel 2. HAEMOSTASIS
1. Resusitasi
Apabila terjadi perdarahan postpartum yangbanyak penanganan awal
adalah resusitasi dengan oksigenasi, pemberian cairan cepat, dan monitoring tanda
tanda vital. Adapun jenis dan jumlah cairan yang harus diberikan disesuaikan
dengan banyak tidaknya volume darah yang hilang, berikut pemilihan jenis cairan
dan jumlah cairan yang harus diberikan.
14

Tabel 3. Derajat Syok Hemoragik (NHS Guideline)
Tabel 4. Jumlah Cairan Pengganti7
Perkiraan darah yang hilang selama persalinan hingga nifas pada
persalinan pervaginam rata-rata berkisar 500-600 ml, sementara pada sectio
caesaria atau persalinan gemelli pervaginam sebanyak 1000 ml1.
Total pergantian cairan yang harus dipenuhi berdasarkan total darah yang
keluar (estimated blood loss/EBL) dan total volume darah seseorang (estimated
blood volume/EBV). EBL dapat menentukan pula derajat syok hipovolemik. EBV
15

diambil berdasarkan perhitungan = BB x 65 (untuk perempuan) atau BB x 75
(untuk laki-laki). Dalam menentukan derajat syok hipovolemik dapat
menggunakan EBL/EBV x 100%10.
Pada syok hipovolemik, penggantian cairan dapat berupa kristaloid pada
derjat I-II dengan estimasi kehilangan darah 15-30%, pada derajat III dan IV
pengganti cairan berupa kristaloid dan koloid. Adapun sifat kristaloid dan koloid
berdasarkan data dibawah ini :
Kristaloid : memiliki ukuran molekul yang lebih kecil jika dibandingkan
dengan koloid, sehingga kristaloid akan mudah masuk kedalam intersisial dan
intrasel. Pada pemberian kristaloid yang banyak dapat menimbulkan risiko
edem pulmo.
Koloid : memeiliki ukuran molekul yang lebih besar dibandingkan kristaloid,
sehingga memiliki waktu lebih lama berada di intravaskuler, berfungsi baik
untuk plasma expander. Komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian koloid
adalah gagal ginjal akut.
Penentuan jumlah cairan kristaloid berdasarkan volume cairan
intravaskuler dan intersisial yang hilang. Dimana pada tubuh manusia terdiri dari
60% cairan yang mana 40% mengisi intrasel, 20% mengisi ekstra sel, pada ekstra
sel terbagi lagi menjadi 15% intersisial dan 5% intravaskuler. Sehingga dapan
ditentukan berapa banyak cairan kristaloid yang dibutuhkan adalah ¾ x EBL. Dan
untuk cairan koloid sebanyak ¼ x EBL. Sementara penentuan total darah yang
dibutuhkan berdasarkan berapa banyak hb pasien hilang, dimana hb target orang
dewasa normal sebanyak 8 gr/dLAdapaun perkiraan hb pasien ketika terjadi syok
16

berdasarkan ∆ hb= EBL3 X BB
. Adapun pemilihan jenis darah yang akan diberikan
berdasarkan pertimbangan komponen darah yang diperlukan dan tujuan
pemberian transfusi. Adapun jenis-jenis darah simpan yang tersedia10 :
a. Whole blood (darah lengkap)
Satu unit darah lengkap (450-540 ml) mengandung pengawet 60 ml
CPDA1 atau CP2D dengan kadar hematokrit 30-40% dan dapat meningkatkan
kadar hb resipien 1 gr%. Darah lengkap biasanya diberikan pada kondisi
perdarahan akut, syok hipovolemik, dan bedah mayor dengan perdarahan >1500
ml.
b. Fresh Frozen Plasma (Plasma segar dan plasma biasa)
Pada Plasma biasa berisi 200ml, dimana semua faktor pembekuan ada
kecuali faktor V dan VII. Pada plasma segar faktor V dan VII tetap aktif, dan
biasnaya diberikan pada transfusi darah masif setelah terapi warfarin dan
koagulopati pada penyakit hepar.
c. Packed cell biasa dan cuci
Satu unit packed cell berisi 240-340 ml dengan hematokrit 75-80% dan
hb 24 gr/dl. Diperlukan packed cell 4 ml/kgbb atau 1 unit untuk menaikan kadar
hematokrit 3-5%. Packed cell diberikan pada perdarahan lambat, anemia, atau
pada kelainan jantung.
d. Trombosit mampat (thrombocyt concentrate)
Cryopricipitate-AHF
e. Komponen lain, misal buffycoat-granulocyt concentrate
2. Masase dan kompresi bimanual 8
17

Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut
masukkan tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke introitus dan
ke dalam vagina ibu.
Periksa Vagina dan serviks – jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada
kavum uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh
Letakan kepalan tangan pada forniks anterior, tekan dinding anterior uterus,
sementara telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding
belakang uterus ke arah kepalan tangan dalam
Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat, kompresi uterus ini
memberikan tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus
dan juga merangsang miometrium untuk berkontraksi.
Evaluasi keberhasilan
a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan
KBI selama 2 menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam
vagina. Pantau kondisi ibu selama kala empat.
b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa
perineum, vagina dan serviks apakah terjadi laserasi dibagian tersebut
segera lakukan penjahitan jika ditemukan laserasi.
c) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga
untuk melakukan kompresi bimanual eksternal (KBE) kemudian teruskan
dengan langkah-langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Atonia
uteri sering kali diatasi dengan KBI, jika KBI tidak berasil dalam waktu 5
menit diperlukan tindakan lain.
18

Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan
hipertensi) alasan: ergometrin yang diberikan akan meningkatkan tekanan
darah lebih tinggi dari kondisi normal.
Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan
berikan 500 ml RL yang mengandung 20 IU oksitosin. Alasan: jarum dengan
berdiameter besar, memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat
langsung digunakan jika ibu membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan
dengan cepat merangsang kontrasi uterus. RL akan membantu mengganti
volume cairan yang hilang selama perdarahan.
Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dengan ulangi KBI.
Alasan: KBI yang digunakan bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat
membatu uterus berkontraksi
Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu 1 sampai 2 menit, segera lakukan
rujukan berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan
gawat darurat difasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan
pembedahan dan transfuse darah
19

Gambar 3. Kompresi Bimanual1
3. Uterotonika 9
Tabel 5. Pemberian Uterotonika
4. Uterine lavage dan uterine packing
Pemasangan balon kateter
20

Secara aseptic kondom yang telah diikatkan pada kateter dimasukan kedalam
kavum uteri. Kondom diisi dengan cairan garam fisiologis sebanyak 250-500 ml sesuai
kebutuhan. Dilakukan observasi perdarahan dan pengisian kondom dihentikan ketika
perdarahan sudah berkurang.
Gambar 4. Balon Kateter1
Untuk menjaga kondom agar tetap di kavum uteri, dipasang tampon kasa
gulung di vagina. Bila perdarahan berlanjut tampon kasa akan basah dan darah
akan keluar dari introitus vagina. Kontraktilitas uterus dijaga dengan pemberian
drip oksitosin paling tidak sampai dengan 6 jam kemudian. Diberikan antibiotika
tripel, Amoksisilin, metronidazol, dan gentamisin. Kondom kateter dilepas 24-48
jam kemudian, pada kasus dengan perdarahan berat kondom dapat dipertahankan
lebih lama.
5. Operatif
21

Metode operatif pada atonia uteri adalah ligasi arteri uterina dan metode
b-Lynch suture.
Gambar 5. Ligasi Ateri Uterina1
Gambar 6. B Lynch Suture1
22

F. KomplikasiSyok hipovolemik kebanyakan akibat dari kehilangan darah akut sekitar
20% dari volume total.Tanpa darah yang cukup atau penggantian cairan, syok
hipovolemik dapat menyebabkan kerusakan irreversible para organ dan sistem.
Hipovolemik terjadi pada rangkaian keadaan dibawah ini:
1. Penurunan volume cairan intravascular
2. Pengurangan venous return, yang menyebabkan penurunan preload dan stroke
volume
3. Penurunan cardiac output
4. Penurunan Mean Arterial Pressure (MAP)
5. Kerusakan Perfusi Jaringan
6. Penurunan oksigen dan pengiriman nutrisi ke sel
7. Kegagalan multi sistem organ
23

BAB III
PENUTUP
I. PEMBAHASAN
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, perjalanan penyakit pasien selama dirumah sakit, dan
pemeriksaan penunjang.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien merupakan rujukan bidan
dengan keterangan G4P2A1 hamil 39 minggu 1 hari dalam persalinan dengan
PER.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum kompos mentis dan
tak anemis. TD : 140/100 mmHg, N : 84 kpm, RR : 20 kpm, T : 36,6. Dari
pemeriksaan abdomen didapatkan teraba janin tunggal hidup memanjang,
preskep, puki, kepala teraba 4/5 bagian, TFU 34 cm, his + (1-2x/10’/15”), DJJ (+)
146 kpm. Pada pemeriksaan dalam didapatkan V/U tenang, dinding vagina licin,
serviks lunak di belakang, pembukaan serviks 2 cm, selaput ketuban positif,
preskep, kepala ↓ H1, lendir darah positif, air ketuban positif. Saat dilakukan
evaluasi didapatkan tidak adanya kemajuan persalinan sehingga diputuskan untuk
melakukan induksi dengan menggunakan oksitosin 5 IU/ 500 ml RL 20 tpm.
Empat jam kemudian bayi lahir spontan. Setelah plasenta lahir, didapatkan
kontraksi uterus yang lembek dan perdarahan aktif mengalir sehingga diputuskan
untuk dilakukan pemasangan kondom kateter untuk menghentikan perdarahan.
Pada pasien ini atonia uteri terjadi dikarenakan partus yang terlalu cepat dengan
riwayat stimulai oksitosin yang dapat menyebabkan kerja miometrium meningkat karena
24

terus menerus berkontraksi, hingga ketika plasenta telah lahir, miometrium mengalami
kelelahan yang menyebabkan tidak dapat berkontraksi secara efektif. Selain itu, pasien ini
merupakan seorang multipara yang menyebabkan uterus lemah karena banyak
melahirkan anak cenderung bekerja tidak efisien sehingga tidak dapat
berkontraksi secara efisien dan menyebabkan perdarahan tidak dapat berhenti.
25

DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham F., dkk. 2014. Williams Obstetrics 24th edition. New York:
McGraw-Hill
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal.
Jakarta: YBP – SP.
3. Education Obstetri evidence base
4. World Health Organization. 2007. Managing Complications in Pregnancy and
Childbirth: A guide for midwives and doctors. China : WHO
5. Anderson J, Etches D, Smith D. Postpartum Hemorraghe. In Damos JR,
Eisinger SH, eds. Advanved Life Support in Obstetrics (ALSO) provider
course manual. Kansas: American Academy of Family Physicians, 2000:1-15
6. Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetrik, Ed.2. Jakarta: EGC
7. Kementrian Kesehatan Indonesia, 2013, Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu
di Fasilitas Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta : Kemenkes
8. Kompresi Bimanual Interna (KBI). Sumber Anderson, JM. Etches D.
Prevention and Management of Postpartum Haemorrhage. American
Academy of Family Physician (AAFP). 15 Maret 2007. 75(6): 875-882
9. Royal college of Obstetricians and gynaecologists, 2009. Prevention and
Management of Postpartum Haemorrhage
10. Latief, S. A., dkk, 2001. Petunjuk Praktis Anestesiologi ed. 2. Jakarta : FKUI
26