Makalah Atonia Uteri

28
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme ini. Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi. Batasan atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir. 1.2 Rumusan masalah 1.2.1 Apa yang dimaksud dengan atonia uteri? 1.2.2 Apa penyebab dari atonia uteri? 1.2.3 Sebutkan tanda dan gejala dari atonia uteri? 1.2.4 Pencegahan apa yang dapat dilakukan pada atonia uteri? 1

Transcript of Makalah Atonia Uteri

Page 1: Makalah Atonia Uteri

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang masalah

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum

dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan

histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama

untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena

kegagalan mekanisme ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi

serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang

memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila

serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi. Batasan atonia uteri

adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta lahir.

1.2 Rumusan masalah

1.2.1 Apa yang dimaksud dengan atonia uteri?

1.2.2 Apa penyebab dari atonia uteri?

1.2.3 Sebutkan tanda dan gejala dari atonia uteri?

1.2.4 Pencegahan apa yang dapat dilakukan pada atonia uteri?

1.2.5 Bagaimana cara menangani atonia uteri?

1.2.6 Bagaimana peran bidan dalam menangani kasus atoni uteri?

1.3 Tujuan penulisan

Untuk mengetahui tentang atonia uteri baik itu pengertian,

penyebab, tanda dan gejala, penatalaksaannya, maupun peran bidannya.

1.4 Batasan masalah

Atonia Uteri merupakan suatu kondisi kegagalan uterus dalam

berkontraksi dengan baik setelah persalinan.

1

Page 2: Makalah Atonia Uteri

1.5 Metode Penelitian

Pembuatan karya ilmiah yang berjudul “ Atonia Uteri ” itu

menggunakan metode pustaka.

1.6 Sistematika Penulisan

Kata Pengantar

Daftar isi

BAB I Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan Penulisan

1.4 Pembatasan Masalah

1.5 Metode Penulisan

1.6 Sistematika Penulisan

BAB II Tinjauan Teori

BAB III Pembahasan

3.1 Pengertian Atonia Uteri

3.2 Penyebab Atonia Uteri

3.3 Tanda dan Gejala Atonia Uteri

3.4 Pencegahan Pada Atonia Uteri

3.5 Penatalaksanaan Atonia Uteri

3.6 Peran Bidan

BAB IV Penutup

4.1 Simpulan

4.2 Saran

Daftar Pustaka

2

Page 3: Makalah Atonia Uteri

BAB II

TINJAUAN TEORI

Perdarahan Post Partum adalah perdarahan lebih dari 500-600 cc

dalam 24 jam setelah anak dan plasenta lahir. Pada kasus perdarahan terutama

perdarahan post partum, Atonia Uteri menjadi penyebab lebih dari 90%

perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam setelah kelahiran bayi

(Ripley, 1999).

Atonia Uteri adalah suatu kondisi dimana Myometrium tidak dapat

berkontraksi dan bila ini terjadi maka darah yang keluar dari bekas tempat

melekatnya plasenta menjadi tidak terkendali. (Apri, 2009).

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III

persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha

melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum

dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi

peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol

perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme

ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi

serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang

memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-

serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

3

Page 4: Makalah Atonia Uteri

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Pengertian Atonia Uteri

Atonia uteria (relaksasi otot uterus) adalah Uteri tidak berkontraksi

dalam 15 detik setelah dilakukan pemijatan fundus uteri (plasenta telah lahir).

(JNPKR, Asuhan Persalinan Normal, Depkes Jakarta ; 2002)

Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus

dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri

juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah

plasenta lahir.

Sebagian besar perdarahan pada masa nifas (75-80%) adalah akibat

adanya atonia uteri. Sebagaimana kita ketahui bahwa aliran darah

uteroplasenta selama masa kehamilan adalah 500-800 ml/menit, sehingga bisa

kita bayangkan ketika uterus itu tidak berkontraksi selama beberapa menit

saja, maka akan menyebabkan kehilangan darah yang sangat banyak.

Sedangkan volume darah manusia hanya berkisar 5-6 liter saja.

3.2 Penyebab Atonia Uteri

Dalam kasus atonia uteri penyebabnya belum diketahui dengan

pasti. Namun demikian ada beberapa faktor predisposisi yang biasa dikenal.

Antara lain:

1. Distensi rahim yang berlebihan

Penyebab distensi uterus yang berlebihan antara lain:

a. kehamilan ganda

b. poli hidramnion

c. makrosomia janin (janin besar)

Peregangan uterus yang berlebihan karena sebab-sebab tersebut

akan mengakibatkan uterus tidak mampu berkontraksi segera setelah

plasenta lahir.

4

Page 5: Makalah Atonia Uteri

2. Pemanjangan masa persalinan (partus lama) dan sulit

Pada partus lama uterus dalam kondisi yang sangat lelah, sehingga

otot-otot rahim tidak mampu melakukan kontraksi segera setelah plasenta

lahir.

3. Grandemulitpara (paritas 5 atau lebih)

Kehamilan seorang ibu yang berulang kali, maka uterus juga akan

berulang kali teregang. Hal ini akan menurunkan kemampuan

berkontraksi dari uterus segera setelah plasenta lahir.

4. Kehamilan dengan mioma uterus

Mioma yang paling sering menjadi penyebab perdarahan post

partum adalah mioma intra mular, dimana mioma berada di dalam

miometrium sehingga akan menghalangi uterus berkontraksi.

5. Persalinan buatan (SC, Forcep dan vakum ekstraksi)

Persalinan buatan mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera

mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin

menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

6. Persalinan lewat waktu

Peregangan yang berlebihan ada otot uterus karena besarnya

kehamilan, ataupun juga terlalu lama menahan beban janin di dalamnya

menjadikan otot uterus lelah dan lemah untuk berkontraksi.

7. Infeksi intrapartum

Korioamnionitis adalah infeksi dari korion saat intrapartum yang

potensial akan menjalar pada otot uterus sehingga menjadi infeksi dan

menyebabkan gangguan untuk melakukan kontraksi.

8. Persalinan yang cepat

Persalainan cepat mengakibatkan otot uterus dipaksa untuk segera

mengeluarkan buah kehamilan dengan segera sehingga pada pasca salin

menjadi lelah dan lemah untuk berkontraksi.

9. Kelainan plasenta

Plasenta akreta, plasenta previa dan plasenta lepas prematur

mengakibatkan gangguan uterus untuk berkontraksi. Adanya benda asing

menghalangi kontraksi yang baik untuk mencegah terjadinya perdarahan.

5

Page 6: Makalah Atonia Uteri

10. Anastesi atau analgesik yang kuat

Obat anastesi atau analgesi dapat menyebabkan otot uterus menjadi

dalam kondisi relaksasi yang berlebih, sehingga saat dibutuhkan untuk

berkontraksi menjadi tertunda atau terganggu. Demikian juga dengan

magnesium sulfat yang digunakan untuk mengendalikan kejang pada

preeklamsi/eklamsi yang berfungsi sebagai sedativa atau penenang.

11. Induksi atau augmentasi persalinan

Obat-obatan uterotonika yang digunakan untuk memaksa uterus

berkontraksi saat proses persalinan mengakibatkan otot uterus menjadi

lelah.

12. Penyakit sekunder maternal

Anemia, endometritis, kematian janin dan koagulasi intravaskulere

diseminata merupakan penyebab gangguan pembekuan darah yang

mengakibatkan tonus uterus terhambat untuk berkontraksi.

Beberapa faktor Predisposisi yang lainnya yang terkait dengan

perdarahan pasca persalinan yang disebabkan oleh Atonia Uteri, diantaranya

adalah :

1. Yang menyebabkan uterus membesar lebih dari normal selama kehamilan,

diantaranya :

a. Jumlah air ketuban yang berlebihan (Polihidramnion)

b. Kehamilan gemelli

c. Janin besar (makrosomia)

2. Kala satu atau kala 2 memanjang

3. Persalinan cepat (partus presipitatus)

4. Persalinan yang diinduksi atau dipercepat dengan oksitosin

5. Infeksi intrapartum

6. Multiparitas tinggi

7. Magnesium sulfat digunakan untuk mengendalikan kejang pada pre

eklamsi / eklamsia.

Atonia Uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III

persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha

melahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uterus.

6

Page 7: Makalah Atonia Uteri

Menurut Roestman (1998), faktor predisposisi terjadinya Atonia

Uteri adalah :

1. Umur : umur yang terlalu muda atau tua

2. Paritas : sering dijumpai pada multipara dan grademultipara

3. Obstetri operatif dan narkosa

4. Uterus terlalu diregang dan besar, pada gemeli, hidramnion, atau janin

besar

5. Kelainan pada uterus seperti mioma uteri

6. Faktor sosio ekonomi yaitu mal nutrisi

3.3 Tanda dan Gejala Atonia Uteri

Tanda dan gejala atonia uteri adalah:

1. Perdarahan pervaginam

Perdarahan yang terjadi pada kasus atonia uteri sangat banyak dan

darah tidak merembes. Yang sering terjadi adalah darah keluar disertai

gumpalan, hal ini terjadi karena tromboplastin sudah tidak mampu lagi

sebagai anti pembeku darah.

2. Konsistensi rahim lunak

Gejala ini merupakan gejala terpenting/khas atonia dan yang

membedakan atonia dengan penyebab perdarahan yang lainnya.

3. Fundus uteri naik

Disebabkan adanya darah yang terperangkap dalam cavum uteri

dan menggumpal

4. Terdapat tanda-tanda syok

Tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstremitas

dingin, gelisah, mual dan lain-lain.

3.4 Pencegahan Pada Atonia Uteri

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko

perdarahan pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan

obat tersebut sebagai terapi. Menejemen aktif kala III dapat mengurangi

jumlah perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

7

Page 8: Makalah Atonia Uteri

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu

onsetnya yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau

kontraksi tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat

untuk mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan

pemberian oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit

IM, 5 unit IV bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.

Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti

sebagai uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum

dini. Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat,

mempunyai waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit.

Penelitian di Canada membandingkan antara pemberian karbetosin

bolus IV dengan oksitosin drip pada pasien yang dilakukan operasi sesar.

Karbetosin ternyata lebih efektif dibanding oksitosin. Prostaglandin

(Misoprostol) akhir-akhir ini digunakan sebagai pencegahan perdarahan

postpartum.

3.5 Penatalaksanaan Atonia Uteri

8

Page 9: Makalah Atonia Uteri

1. Penanganan Umum

a. Mintalah Bantuan. Segera mobilisasi tenaga yang ada dan siapkan

fasilitas tindakan gawat darurat.

b. Lakukan pemeriksaan cepat keadaan umum ibu termasuk tanda

vital(TNSP).

c. Jika dicurigai adanya syok segera lakukan tindakan. Jika tanda -tanda

syok tidak terlihat, ingatlah saat melakukan evaluasi lanjut karena status

ibu tersebut dapat memburuk dengan cepat. 

d. Jika terjadi syok, segera mulai penanganan syok.oksigenasi dan

pemberian cairan cepat, Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch

perlu dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

e. Pastikan bahwa kontraksi uterus baik.

f. Lakukan pijatan uterus untuk mengeluarkan bekuan darah. Bekuan

darah yang terperangkap di uterus akan menghalangi kontraksi uterus

yang efektif. berikan 10 unit oksitosin IM.

g. Lakukan kateterisasi, dan pantau cairan keluar-masuk.

h. Periksa kelengkapan plasenta Periksa kemungkinan robekan serviks,

vagina, dan perineum.

i. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji beku darah.

Setelah perdarahan teratasi (24 jam setelah perdarahan berhenti),

periksa kadarHemoglobin:

a. Jika Hb kurang dari 7 g/dl atau hematokrit kurang dari 20%( anemia

berat):berilah sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 120 mg

ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.

b. Jika Hb 7-11 g/dl: beri sulfas ferrosus 600 mg atau ferous fumarat 60

mg ditambah asam folat 400 mcg per oral sekali sehari selama 6 bulan.

2. Penanganan Khusus

a. Kenali dan tegakkan diagnosis kerja atonia uteri.

b. Teruskan pemijatan uterus.Masase uterus akan menstimulasi kontraksi

uterus yang menghentikan perdarahan.

c. Oksitosin dapat diberikan bersamaan atau berurutan

9

Page 10: Makalah Atonia Uteri

d. Jika uterus berkontraksi.Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi

perdarahan uterus berlangsung, periksa apakah perineum / vagina dan

serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera.

e. Jika uterus tidak berkontraksi maka :Bersihkanlah bekuan darah atau

selaput ketuban dari vagina & ostium serviks. Pastikan bahwa kandung

kemih telah kosong.

Antisipasi dini akan kebutuhan darah dan lakukan transfusi sesuai

kebutuhan. Jika perdarahan terus berlangsung:

a. Pastikan plasenta plasenta lahir lengkap, Jika terdapat tanda-tanda sisa

plasenta (tidak adanya bagian permukaan maternal atau robeknya

membran dengan pembuluh darahnya), keluarkan sisa plasenta tersebut.

Lakukan uji pembekuan darah sederhana. Kegagalan terbentuknya

pembekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah

dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati. Jika perdarahan terus

berlangsung dan semua tindakan di atas telah dilakukan, lakukan:

Kompresi bimanual internal atau Kompresi aorta abdominalis dan

Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

b. Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan

tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat.Jika uterus

tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan

kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan;

Berikan ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi);

Pasang infus menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500

ml RL + 20 unit oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin;

Ulangi KBI,Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama

selama kala empat.

c. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera

Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi:

a. Lakukan ligasi arteri uterina dan ovarika. 

b. Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam jiwa

setelah ligasi.

10

Page 11: Makalah Atonia Uteri

3. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan

awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,

monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring

saturasi oksigen.

Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu dilakukan untuk

persiapan transfusi darah.

4. Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus

yang akan menghentikan perdarahan. Pemijatan fundus uteri segera setelah

lahirnya plasenta (max 15 detik).

a. Jika uterus berkontraksi

Evaluasi : jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung,

periksa apakah perineum / vagina dan serviks mengalami laserasi dan

jahit atau rujuk segera.

b. Jika uterus tidak berkontraksi maka :

1) Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan

lobang serviks.

2) Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

3) Lakukan kompresi bimanual internal (KBI) selama 5 menit.

Jika uterus berkontraksi, teruskan KBI selama 2 menit, keluarkan

tangan perlahan-lahan dan pantau kala empat dengan ketat. Jika uterus

tidak berkontraksi, maka : Anjurkan keluarga untuk mulai melakukan

kompresi bimanual eksternal; Keluarkan tangan perlahan-lahan; Berikan

ergometrin 0,2 mg LM (jangan diberikan jika hipertensi); Pasang infus

menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan 500 ml RL + 20 unit

oksitosin. Habiskan 500 ml pertama secepat mungkin; Ulangi KBI.

Jika uterus berkontraksi, pantau ibu dengan seksama selama kala

empat. Jika uterus tidak berkontraksi maka rujuk segera.

5. Retensio Plasenta

11

Page 12: Makalah Atonia Uteri

a. Jika plasenta terlihat dalam vagina, mintalah ibu untuk mengedan. Jika

pemeriksa dapat merasakan plasenta dalam vagina, keluarkan plasenta

tersebut.

b. Pastikan kantung kemih kosong. Jika diperlukan, lakukan kateterisasi

kantung kemih.

c. Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 IU secara I.M. jika

belum dilakukan pada penanganan aktif kala.

d. Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin

dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat terkendali.

e. Jika traksi tali pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk

melakukan pengeluaran plasenta secara manual.

f. Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah

sederhana

g. Jika terdapat tanda-tanda infeksi, berikan antibiotika.

6. Inversio Uterus

a. Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan/darah

pengganti dan pemberian obat.

b. Beberapa memberikan tokolitik untuk melemaskan uterus yang berbalik

sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke

atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan

masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan

sewaktu plasenta sudah terlepas atau tidak.

c. Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil

dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uteronika lewat infus

atau i.m. tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali

normal.

d. Pemberian antiobiotika dan tranfusi darah sesuai dengan keperluannya.

e. Intervensi bedah dilakukan bila jepitan serviks yg keras menyebabkan

manuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomi untuk

reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus sudah

mengalami infeksi dan nekrosis.

7. Uterine lavage dan Uterine Packing

12

Page 13: Makalah Atonia Uteri

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air

panas ke dalam cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi

atonia uteri. Pemberian 1-2 liter salin 47°C-50°C langsung ke dalam

cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator tidak boleh

menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar.

Penggunaan uterine packing saat ini tidak disukai dan masih

kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus dan sebagai tampon

uterus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga

memberikan tekanan maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah

rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi dibutuhkan dalam penanganan

ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine packing

dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan

transfusi darah masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia

fasilitas operasi atau kondisi pasien tidak memungkinkan dilakukan

operasi.

8. Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan

angka keberhasilan 80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina

yang berjalan disamping uterus setinggi batas atas segmen bawah rahim.

Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah irisan segmen bawah

rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar dan

benang absorbable yang sesuai.

Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-3 cm

medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular

ligamentum latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari

rusaknya vasa uterina dan ligasi harus mengenai cabang asenden arteri

miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan 2-3 cm miometrium.

Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika

terjadi perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika

urinaria, ligasi kedua dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah,

3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas. Ligasi ini harus mengenai

13

Page 14: Makalah Atonia Uteri

sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim dan cabang

arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus

berlangsung perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

a. Ligasi arteri Iliaka Interna

Identiffikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang,

untuk melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum

lateral paralel dengan garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter

ditarik ke medial kemudian dilakukan ligasi arteri 2,5 cm distal

bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan dibelakang

arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua

ligasi bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna.

Identifikasi denyut arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan

sebelum dan sesudah ligasi.

Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat

menyebabkan perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus

mempertimbangkan waktu dan kondisi pasien.

b. Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan

oleh Christopher B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative

untuk mengatasi perdarahan pospartum akibat atonia uteri.

c. Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering

dilakukan jika terjadi perdarahan pospartum masif yang membutuhkan

tindakan operatif. Insidensi mencapai 7-13 per 10.000 kelahiran, dan

lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal dibandingkan vaginal.

9. Uterotonika

Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus

posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya

meningkat seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya

reseptor oksitosin. Pada dosis rendah oksitosin menguatkan kontraksi dan

meningkatkan frekwensi, tetapi pada dosis tinggi menyebabkan tetani.

14

Page 15: Makalah Atonia Uteri

Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan

aktif diberikan lewat infus dengan Larutan Ringer laktat 20 IU perliter,

jika sirkulasi kolaps bisa diberikan oksitosin 10 IU intramiometrikal

(IMM).

Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit ditemukan yaitu nausea

dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang ditemukan.

Metilergonovin maleat : merupakan golongan ergot alkaloid yang

dapat menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM.

Dapat diberikan secara IM 0,25 mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai

dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan langsung pada

miometrium jika diperlukan (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.

Obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan

hipertensi, dapat juga menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak

boleh diberikan pada pasien dengan hipertensi.

Prostaglandin (Misoprostol) : merupakan sintetik analog 15 metil

prostaglandin F2alfa. Misoprostol dapat diberikan secara intramiometrikal,

intraservikal, transvaginal, intravenous, intramuscular, dan rectal.

Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang setiap 15

menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat

dipakai untuk mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g).

Prostaglandin ini merupakan uterotonika yang efektif tetapi dapat

menimbulkan efek samping prostaglandin seperti: nausea, vomitus, diare,

sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan kontraksi otot

halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-

kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang

disebabkan peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan

saturasi oksigen.

Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada ibu dengan kelainan

kardiovaskular, pulmonal, dan gangguan hepatik.

Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan sebagian besar

dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan

prostaglandin efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang

15

Page 16: Makalah Atonia Uteri

disebabkan atonia uteri dengan angka keberhasilan 84%-96%. Perdarahan

pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri maka perlu

dipertimbangkan pemakaian Uterotonika untuk menghindari perdarahan

masif yang terjadi.

10. Kompresi Uterus Bimanual.

Peralatan : sarung tangan steril; dalam keadaan sangat gawat;

lakukan dengan tangan telanjang yang telah dicuci.

Teknik :

a. Basuh genetalia eksterna dengan larutan disinfektan; dalam kedaruratan

tidak diperlukan,

b. Eksplorasi dengan tangan kiri 

c. Sisipkan tinju kedalam forniks anterior vagina.Tangan kanan (luar)

menekan dinding abdomen diatas fundus uteri dan menangkap uterus

dari belakang atas. 

d. Tangan dalam menekan uterus keatas terhadap tangan luar,ia tidak

hanya menekan uterus, tetapi juga meregang pembuluh darah aferen

sehingga menyempitkan lumennya.

Kompresi uterus bimanual dapat ditangani tanpa kesulitan dalam

waktu 10-15 menit. Biasanya ia sangat baik mengontrol bahaya sementara

dan sering menghentikan perdarahan secara sempurna.Bila uterus refrakter

oksitosin, dan perdarahan tidak berhenti setelah kompresi bimanual, maka

histerektomi tetap merupakan tindakan terakhir.

3.6 Peran Bidan

1. Masase Fundus Uteri segera setelah lahirnya plasenta

(maksimal 15 detik), Pemijatan merangsang kontraksi

uterus sambil dilakukan penilaian kontraksi uterus.

2. Bersihkan bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina

dan lubang serviks. Bekuan darah dan selaput ketuban

dalam vagina dan saluran serviks akan dapat menghalang

kontraksi uterus secara baik.

16

Page 17: Makalah Atonia Uteri

3. Pastikan bahwa kantung kemih kosong. Kandung kemih

yang penuh akan dapat menghalangi uterus berkontraksi

secara baik.

4. Lakukan kompresi bimanual internal selama 5 menit.

Kompresi uterus ini akan memberikan tekanan langsung

pada pembuluh terbuka di dinding dalam uterus dan

merangsang myometrium untuk berkontraksi;

5. Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual

eksternal. Keluarga dapat meneruskan proses kompresi

bimanual secara eksternal selama anda melakukan

langkah-langkah selanjutnya.

6. Keluarkan tangan perlahan-lahan.

7. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan jika

hipertensi). Ergometrin akan bekerja selama 5-7 menit dan

menyebabkan kontraksi uterus.

8. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan

berikan 500 cc ringer laktat + 20 umit oksitosin.

9. Ulangi kompresi bimanual internal. KBI yang digunakan

bersama dengan ergometrin dan oksitosin akan membantu

uterus berkontraksi.

10. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan

KBI. Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung

pada pembuluh terbuka dinding uterus dan merangsang

myometrium untuk berkontraksi.

11. Lanjutkan infuse ringer laktat + 20 unit oksitosin dalam

500 ml larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba di

tempat rujukan. Ringer laktat akan membantu

memulihkan volume cairan yang hilang selama

peredarahan. (APN 2007).

17

Page 18: Makalah Atonia Uteri

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Atonia Uteri didefinisikan sebagai suatu kondisi kegagalan uterus

dalam berkontraksi dengan baik setelah persalinan, sedangkan atonia uteri

juga didefinisikan sebagai tidak adanya kontraksi uterus segera setelah

plasenta lahir.

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum

dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan

histerektomi peripartum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama

untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia uteri terjadi karena

kegagalan mekanisme ini.

Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi

serabut-serabut miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang

memvaskularisasi daerah implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila

serabut-serabut miometrium tersebut tidak berkontraksi.

4.2 Saran

Ibu bersalin sebaiknya harus memperhatikan kesehatannya dan

bidan uga harus terus memantau perkembangan ibu bersalin, dan sbaiknya ibu

dibemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan

18

Page 19: Makalah Atonia Uteri

pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat

tersebut sebagai terapi.

19