129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

25
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau Intrauterine Growth Restriction (IUGR) 1. Definisi Pertumbuhan janin terhambat adalah janin dengan berat badan kurang dari atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Biometri tidak berkembang setelah 2 minggu. Janin kecil masa kehamilan (KMK) adalah janin yang berat badannya sama atau kurang dari 10 persentil atau yang lingkaran perutnya sama atau kurang dari 5 persentil (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta.Dua puluh persen hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang karena kelainan genetik atau kerusakan lingkungan.PJT tidak selalu KMK dan begitu sebaliknya.KMK yang disebabkan oleh PJT hanya mencapai 15 persen (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006). 2. Klasifikasi PJT a. Tipe I Simetris : Ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan pertumbuhan terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, dan sering disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi. Jika terjadi pada awal kehamilan saat hiperplasia, jumlah sel berkurang secara permanen dan memiliki prognosis buruk. Penampilan klinisnya proporsional dengan gangguan yang sama pada panjang dan beratnya sehingga indeks ponderal normal. b. Tipe II Asimetris : Ukurannya badannya tidak proporsional, gangguan pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, dan sering disebabkan oleh insufisiensi plasenta. Jika gangguan terjadi pada kehamilan lanjut saat hipertrofi, ukuran selnya berkurang, dan prognosis lebih baik. Lingkaran perut janin dengan gangguan ini

description

RSYKJQE5YQ45 YUA45 Q YAERY AERYAA W4TAW4EYTT AE45 YQE5Y SFG SR HWERRTU4QW5A6Y YAERG AEEFH ERY A34Y7Q 346YQERHSERTUW45U7WQ4 AER YQ3Y7 Q3YQR YQ3446 Q3 SDFH Q3 7Q3RGQ2 6TQ GRQ GQ36 Q4T QWER TADEF HTRS Y4WYSDRG Q36 Q 4YQY AERT SDF H AERT

Transcript of 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

Page 1: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pertumbuhan Janin Terhambat (PJT) atau Intrauterine Growth

Restriction (IUGR)

1. Definisi

Pertumbuhan janin terhambat adalah janin dengan berat badan

kurang dari atau sama dengan 10 persentil, atau lingkaran perut kurang atau

sama dengan 5 persentil atau FL/AC > 24. Biometri tidak berkembang

setelah 2 minggu.

Janin kecil masa kehamilan (KMK) adalah janin yang berat

badannya sama atau kurang dari 10 persentil atau yang lingkaran perutnya

sama atau kurang dari 5 persentil (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Empat puluh persen pertumbuhan janin terhambat (PJT) karena

perfusi plasenta yang menurun atau insufisiensi utero-plasenta.Dua puluh

persen hambatan pertumbuhan karena potensi tumbuh yang kurang karena

kelainan genetik atau kerusakan lingkungan.PJT tidak selalu KMK dan

begitu sebaliknya.KMK yang disebabkan oleh PJT hanya mencapai 15

persen (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

2. Klasifikasi PJT

a. Tipe I Simetris : Ukuran badannya secara proporsional kecil, gangguan

pertumbuhan terjadi sebelum usia kehamilan 20 minggu, dan sering

disebabkan oleh kelainan kromosom atau infeksi. Jika terjadi pada

awal kehamilan saat hiperplasia, jumlah sel berkurang secara

permanen dan memiliki prognosis buruk. Penampilan klinisnya

proporsional dengan gangguan yang sama pada panjang dan beratnya

sehingga indeks ponderal normal.

b. Tipe II Asimetris : Ukurannya badannya tidak proporsional, gangguan

pertumbuhan janin terjadi pada kehamilan trimester III, dan sering

disebabkan oleh insufisiensi plasenta. Jika gangguan terjadi pada

kehamilan lanjut saat hipertrofi, ukuran selnya berkurang, dan

prognosis lebih baik. Lingkaran perut janin dengan gangguan ini

Page 2: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

5

berukuran kecil dengan skeletal dan kepala normal sehingga indeks

ponderal abnormal (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

3. Faktor Risiko PJT

a. Lingkungan Sosioekonomi rendah

b. Riwayat PJT dalam keluarga

c. Riwayat Obstetri yang buruk

d. Berat badan sebelum hamil dan selama kehamilan rendah

e. Komplikasi obstetrik dalam kehamilan

f. Komplikasi medik dalam kehamilan (Himpunan Fetomaternal POGI,

2006).

4. Faktor-faktor risiko PJT yang terdeteksi sebelum hamil:

a. Riwayat PJT sebelumnya

b. Riwayat Penyakit Kronis

c. Riwayat APS (Antiphospholipid Syndrome)

d. Indeks Massa Tubuh rendah

e. Maternal Hipoksia (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

5. Faktor –Faktor risiko PJT yang terdeteksi selama kehamilan

a. Peninggian MSAFP/hCG

b. Riwayat makan obat-obatan tertentu (Coumarin, hydantoin)

c. Perdarahan pervaginam

d. Kelainan plasenta

e. Partus prematurus

f. Kehamilan ganda

f. Kurangnya pertambahan berat badan selama kehamilan (Himpunan

Fetomaternal POGI, 2006).

6. Etiologi

a. Maternal : hipertensi dalam kehamilan, penyakit jantung sianosis, DM

kelas lanjut, hemoglobinopati, penyakit autoimun, malnutrisi,

merokok, narkotik, kelainan uterus, trombofili.

b. Plasenta dan tali pusat : sindroma twin-twin transfusion, kelainan

plasenta, solusio plasenta kronik, plasenta previa, kelainan insersi tali

pusat, kelainan tali pusat, kembar.

Page 3: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

6

c. Infeksi : HIV, cytomegalovirus, rubella, herpes, toksoplasmosis, sifilis.

g. Kelainan Kromosom/ genetic : trisomi 13, 18, dan 21, triploidi,

sindrom turner, penyakit metabolik (Himpunan Fetomaternal POGI,

2006).

IUGR atau PJT dicurigai atau didiagnosis jika terdapat janin kecil

namun, sehat atau merupakan konsekuensi dari berbagai kondisi. Kondisi

abnormal tersebut antara lain dapat berupa kondisi maternal seperti

hipertensi kronik, pre-gestasional diabetes, penyakit kardiovaskuler,

penyalahgunaan senyawa tertentu, kondisi autoimun, dan lain-lain.

Kondisi fetal dapat berupa infeksi, malformasi, aberasi kromosom, dan

lain-lain. Kondisi plasenta dapat berupa chorioangioma, plasenta

sirkumvalata, confined placenta mosaicsm, vaskulopati obliteratif pada

pijakan plasenta, dan lain-lain. Etiologi tersering adalah berasal dari

kondisi plasenta (Mandruzzato et al., 2008). Adapun yang merincinya

lebih banyak yaitu menurut Peleg et al. (1998) pada tabel 2.1.

Tabel 2.1. Etiologi Intrauterine Growth Restriction

Etiologi PJT atau IUGR

Insufisiensi Plasenta

Unexplained Peningkatan kadar alpha- fetoprotein

maternal

Idiopatik

Preeklampsia

Penyakit Kronik Maternal

Pneyakit kardiovaskuler

Diabetes

Hipertensi

Plasentasi Abnormal

Abruptio placentae

Placenta previa

Infark

Circumvallate placenta

Placenta accreta

Hemangioma

Kelainan Genetik

Family history

Trisomi 13, 18 and 21

Triploidi

Turner's syndrome (beberapa kasus)

Malformasi janin

Page 4: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

7

Imunologik

Antiphospholipid syndrome

Infeksi

Cytomegalovirus

Rubella

Herpes

Toxoplasmosis

Metabolik

Phenylketonuria

Poor maternal nutrition

Substance abuse (smoking, alcohol, drugs)

Multiple gestation

Status Ekonomi rendah

(Dikutip dari : Plege et al., 1998).

7. Patogenesis dan Patofisiologi

Ukuran maternal berinteraksi dengan kedua genotip maternal dan

fetus. Hal ini bertujuan untuk mengendalikan ukuran dan penambahan dari

pertumbuhan fetus. Area diffusa besar dari allantochorion yang

mempengaruhinya akan berkaitan dengan besar densitas, kompleksitas, dan

kedalaman mikrokotiledon (Allen et al., 2002).

Gambar 2.1. Mekanisme IUGR dengan Preeklampsia (Dikutip dari : Irani et

al., 2009)

Page 5: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

8

IUGR dengan pre-eklampsia diketahui memiliki hubungan dengan

AT1 receptor agonist autoantibodies (AT1-AAs). Autoantibodi ini tampak

menembus plasenta ke tali pusat dan masuk ke tubuh janin. Autoantibodi

ini menyebabkan kegagalan plasentasi dengan meningkatkan mekanisme

apoptosis. Autoantibodi ini banyak didapatkan pada trofoblas dan tali

pusat. Reaksi imunitas oleh AT1-AAs ini menyebabkan reaksi imunologis

dan aktivasi imun berupa reactive oxygen species (ROS) dan reaksi

apoptosis, serta aktivasi TNF, antiangiogenic factors. Pada janin yang

mengalami IUGR, konsentrasi AT1-AAs ini tinggi dibandingkan wanita

normotensif tanpa penyulit. Pada janin, autoantibodi ini akan

meningkatkan reaksi imunitas pada hepar sehingga perkembangannya

abnormal serta pada ginjal. Selain itu, janin akan mengalami gangguan

tumbuh IUGR (Irani et al., 2009).

8. Diagnosis

Diagnosis suspek PJT dilakukan jika terdapat satu atau lebih tanda-tanda

di bawah ini:

a. TFU 3 cm atau di bawah normal

b. Pertambahan berat badan < 5 kg pada UK (usia kehamilan) 24 minggu

atau < 8 kg pada UK 32 minggu (untuk ibu dengan BMI < 30)

c. Estimasi berat badan < 10 persentil

d. HC/AC > 1

e. AFI (amniotic fluid index) 5 cm atau kurang

f. Sebelum UK 34 minggu plasenta grade 3

g. Ibu merasa gerakan janin berkurang (Himpunan Fetomaternal POGI,

2006).

Page 6: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

9

Gambar 2.2 Grafik Pertumbuhan Janin (Dikutip dari: Peleg et al.,

1998).

Diagnosis PJT dapat dilihat dari berat badan yang kurang dari 10

persentil. Hal ini dapat diajukan pada grafik pertumbuhan janin pada

gambar 2.2.

9. Cara Diagnosis

a. Palpasi : akurasi pemeriksaan ini terbatas dan membutuhkan

pemeriksaan biometri janin

b. Pengukuran Tinggi Fundus Uteri (TFU) akurasi pengukuran untuk

mendeteksi janin KMK terbatas dengan sensitivitas 56-86 persen dan

spesifisitas 80-93 persen. Pengukuran TFU serial dapat meningkatkan

sensitivitas dan spesifisitas pengukuran TFU.

c. Estimasi berat janin atau estimation of fetal weight (EFW) dan

abdominal circumference (AC) lebih akurat untuk diagnosis KMK.

Page 7: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

10

d. Pengukuran volume air ketuban, Doppler, KTG, dan BPS lemah dalam

mendiagnosis PJT (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Pemeriksaan pada pre-eclampsia: Pemeriksaan IUGR pada

preeclampsia dapat menggunakan Doppler arteri yang dibarengi dengan

pemeriksaan Placental growth factor (PlGF) dan soluble fms-like tyrosine

kinase 1 (sFlt1) pada sirkulasi ibu. Keduanya terbukti berbeda

dibandingkan ibu preeclampsia dan ibu normotensif. PIGF merupakan

faktor angiogenik plasenta yang pada preeclampsia lebih rendah

dibandingkan ibu normotensif. Kadar sFlt1 pada ibu preeclampsia jauh

lebih tinggi dibandingkan ibu normotensif. Hal ini merupakan faktor

penghambat. Sedangkan, IUGR yang terjadi secara umum dikarenakan

kurangnya nutrisi ibu baik sebelum hamil dan saat hamil (Crispi et al.,

2008).

10. Pemantauan Fungsional Janin

a. Penilaian volume air ketuban

Penilaian ini menggunakan USG secara semikukuantitatif dengan skor

4 kuadran atau pengukuran diameter vertikal kantong amnion

terbesar.Volume normal tidak menyingkirkan PJT. PJT yang disertai

oligohidramnion akan meningkatkan angka kematian perinatal 50 kali

lebih tinggi yang dianggap sebagai indikasi terminasi kehamilan pada

janin viabel. AFI < 5 cm dan diameter kantong < 2 cm memiliki

b. Penilaian kesejahteraan janin

Kesejahteraan janin dinilai dengan mengukur BPS

c. Pengukuran Doppler Velocimetry

d. Pemeriksaan pembuluh darah arteri (Doppler)

e. Pemeriksaan pembuluh darah vena (Doppler) (Himpunan Fetomaternal

POGI, 2006).

f. Non stress test (Himpunan Fetomaternal POGI, 2006).

Non stress test dapat dilakukan jika terjadi perubahan pola gerak atau

gerakan janin yang tidak biasa, saat plasenta dicurigai tidak berfungsi

adekuat, dan dalam keadaan risiko tinggi. Tes ini menggunakan

kardiotokografi. Cara melakukannya adalah dengan memasangkan

Page 8: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

11

sabuk untuk mendengar denyut jantung janin (Djj) dan satu buah lagi

untuk mengukur kontraksi. Gerakan, denyut jantung, dan reaktivitas

jantung dari adanya gerakan diukur dalam 20-30 menit. Jika janin tidak

bergerak, tidak selalu terdapat masalah, mungkin janin tidur.

Penggugah dapat dilakukan pada janin untuk membangunkan janin.Tes

ini umumnya dapat dilakukan pada usia kehamilan 28 minggu ke atas

(APA, 2006).

Profil Biofisik (biophysic score)

Kesejahteraan janin dapat dinilai dengan menggunakan skor

biofisik. Pemeriksaan ini menggunakan alat bantu ultrasonografi. Skor

biofisik memiliki 4 komponen yaitu : gerakan napas janin, gerakan

anggota tubuh janin dan tonus otot janin, denyut jantung janin reaktif

dengan NST, dan pengukuran volume cairan amnion semikuantitatif.

Penilaian ini dilakukan dalam 20-30 menit. Skor yang dapat dihasilkan

memiliki rentang 0-10 (Manning, 2011).

Gambar 2.3. Gambaran Status Skor Biofisik dan Keadaan Janin (Dikutip

dari: Manning, 2011).

Page 9: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

12

Gerakan janin dinilai dari gerakan satu episode fleksi dan ekstensi anggota gerak

atau gerakan tulang belakang. Gerakan napas dinilai dari gerakan dada dalam

inspirasi dan ekspirasi atau gambaran mengembang dan menguncup badan janin

(rongga dada). Volume cairan amnion atau amniotic fluid volume secara semi

kuantitatif adalah dengan mengukur jarak vertikal kantong gestasi ke fetus di

keempat kuadran uterus kemudian dijumlahkan. Umbilicus menjadi tolak ukur

pembagi uterus. Jika jumlahnya kurang dari 5 cm, hasilnya merupakan

oligohidramnion (Manning, 2011). Pemeriksaan ini dapat dinilai dengan

ketentuan pada table 2.2. berikut ini.

Tabel 2.2. Skor Biofisik Janin

Variabel Biofisik Normal (skor=2) Abnormal (skor=0)

FBM (fetal body

movement)/gerakan

napas janin

Sedikitnya 1 episode (inspirasi

dan ekspirasi) gerakan napas

selama 30 detik dalam

observasi selama 30 menit

Tidak ada gerakan atau

episode yang > 30 detik

dalam 30 menit

Gross Body

movement /

gerakan tubuh janin

Sedikitnya 3 gerakan tubuh

atau anggota gerak terpisah

dalam 30 menit (gerakan aktif

berlanjut dianggap sama

dengan gerakan-gerakan

tunggal)

Dua atau kurang dari

episode tubuh/anggota

gerak dalam 30 menit

Tonus janin Sedikitnya 1 episode ekstensi

aktif dan kembali ke fleksi

dari anggota-anggota gerak

janin atau trunkus; gerakan

membuka dan menutup tangan

juga dianggap

Baik ekstensi lambat

dengan pengembalian

setengah fleksi atau

gerakan anggota gerak

dengan ekstensi penuh;

tidak adanya gerakan janin

Denyut jantung

janin reaktif (DJJ)

reaktif atau reactive

fetal heart rate

(NST reaktif)

Sedikitnya 2 episode

akselerasi >15 kali per menit

dan sedikitnya 15 detik saat

terdapat gerakan janin dalam

30 menit

Kurang dari 2 episode

akselerasi dari DJJ atau

akselerasi < 15 kali per

menit

Volume Cairan

Amnion Kualitatif

atau amniotic fluid

volume qualitative

Sedikitnya 1 jarak kantong

yang diukur minimal berjarak

2 cm pada 2 bidang

perpendikuler

Baik tidak ada gambaran

jarak kantong atau jarak

kantong < 2 cm pada 2

bidang perpendikuler

(Dikutip dari: Manning, 2011).

BPS atau tes biofisik ini dilakukan untuk menentukan adanya kemungkinan

asfiksia janin. BPS dilakukan tergantung indikasi ibu maupun janin. Tes ini

Page 10: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

13

dilakukan hanya jika telah mencapai usia kehamilan yang mungkin diintervensi

atau pada pusat-pusat yang memungkinkan penanganan janin setelah lahir,

umumnya setelah janin berusia 26 minggu. Tes ini umumnya tidak dilakukan

hingga terdapat gambaran klinis baik dari maternal (seperti pre-eclampsia) atau

janin (seperti IUGR). Pada kehamilan dengan diabetes, tes ini dilakukan pada usia

kehamilan 28 minggu (diabetes kelas I) dan pada usia 32 minggu (gestasional

diabetics), meskipun tidak ada tanda komplikasi. Tabel 2.3 menerangkan berbagai

interpretasi hasil tes biofisik janin beserta rekomendasi manajemen kasus tersebut

(Manning, 2011).

Tabel 2.3 Interpretasi Skor Profil Biofisik Janin dan Rekomendasi

Manajemen Klinis

(Dikutip dari : Manning, 2011)

11. Dampak PJT

Morbiditas perinatal yang mungkin terjadi antara lain prematuritas,

oligohidramnion, DJJ yang abnormal, peningkatan angka section caecarea,

asfiksia intrapartum, skor APGAR rendah, hipoglikemia, hipokalsemia,

polisitemia, hiperbilirubinemia, hipotermia, apneu, kejang, dan infeksi.

Skor Hasil Tes Interpretasi Manajemen

10/10; 8/10

(cairan normal);

8/8 tanpa NST

Sangat jarang risiko

asfiksia janin

Intervensi pada obstetri saja

dan faktor ibu, tidak ada

indikasi janin

8/10 (cairan

abnormal)

Kemungkinan

kelainan kronis pada

janin

Tentukan adanya kelainan

fungsi jaringan ginjal dan

keintakan ketuban; Jika ya,

lahirkan sesuai indikasi

janin

6/10 (cairan

cukup)

Equivocal test, ada

kemungkinan janin

asfiksia

Jika usia janin matang,

lahirkan; jika imatur, ulangi

tes dalam 24 jam, jika

<6/10, lahirkan

6/10 (cairan

abnormal)

Mungkin janin

asfiksia

Lahirkan karena indikasi

janin

4/10 Kemungkinan

asfiksia lebih besar

Lahirkan karena indikasi

janin

2/10 Hamper pasti

asfiksia

Lahirkan karena indikasi

janin

0/10 Janin pasti asfiksia Lahirkan karena indikasi

janin

Page 11: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

14

Mortalitas perinatal dapat terjadi dengan pengaruh beberapa faktor antara

lain derajat keparahan PJT, saat terjadinya PJT, umur kehamilan dan

penyebab dari PJT. Pola kecepatan pertumbuhan bayi KMK

bervariasi.Pertumbuhan tinggi badan dan berat bayi preterm KMK yang

PJT lebih tertinggal dibandingkan dengan bayi preterm appropriate for

gestasional age (AGA) yang tidak PJT.

12. Manajemen PJT

Gambar 2.4. Pengelolaan PJT (Dikutip dari : Peleg et al., 1998).

Page 12: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

15

A. Atonia Uteri

1. Definisi

Ketidakmampuan uterus untuk berkontraksi sebagaimana mestinya setelah

plasenta lahir. Perdarahan postpartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi

serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang

mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika

myometrium tidak dapat berkontraksi (Wiknjosastro,2002).

Atonia uteri merupakan kegagalan kontraksi uterus dan gagal retraksi

sehingga penekanan pembuluh darah dan pengendalian kehilangan darah gagal.

Hal ini dapat disebabkan separasi plasenta yang tidak sempurna, retensio

plasenta atau membran, partus precipitatus, partus lama, polihidramnion,

kehamilan ganda, plasenta previa, dan abruptio, anestesi umum, dan kesalahan

penanganan kala tiga serta penuhnya vesica urinaria. Faktor kehamilan dahulu

seperti paritas yang tinggi menyebabkan peningkatan jaringan parut pada

uterus, juga riwayat seksio sesarea. Active management of the third stage of

labour (AMTSL) dengan uterotonika oksitosin merupakan penanganan yang

efektif biaya dan dapat mencegah kejadian sebesar 60 % (Stanford, 2009).

2. Etiologi dan Faktor Risiko

a. Uterus yang terlalu meregang seperti (Overdistensi uterus): gemeli,

makrosomia, polihidramnion, kelainan atau tumor fetus

b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua

c. Multipara dengan jarak kelahiran pendek

d. Partus lama

Page 13: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

16

e. Hipertensi dalam kehamilan

f. Anemia

g. Penggunaan oksitosin yang berlebihan dalam persalinan (induksi atau

augmentasi)

h. Riwayat pengeluaran plasenta secara manual

i. Riwayat Sectio Caecarea

( JHPIEGO, POGI, JNKPR (2007) , (Wiknjosastro, 2002)

3. Manifestasi klinis

a. Uterus tidak berkontraksi dan lembek

b. Perdarahan segera setelah anak lahir (post partum primer)

4. Pencegahan atonia uteri

Pemberian oksitosin rutin pada kala III dapat mengurangi risiko perdarahan

pospartum lebih dari 40%, dan juga dapat mengurangi kebutuhan obat

tersebut sebagai terapi. Manajemen aktif kala III dapat mengurangi jumlah

perdarahan dalam persalinan, anemia, dan kebutuhan transfusi darah.

Kegunaan utama oksitosin sebagai pencegahan atonia uteri yaitu onsetnya

yang cepat, dan tidak menyebabkan kenaikan tekanan darah atau kontraksi

tetani seperti ergometrin. Pemberian oksitosin paling bermanfaat untuk

mencegah atonia uteri. Pada manajemen kala III harus dilakukan pemberian

oksitosin setelah bayi lahir. Aktif protokol yaitu pemberian 10 unit IM, 5 unit IV

bolus atau 10-20 unit per liter IV drip 100-150 cc/jam.

Analog sintetik oksitosin, yaitu karbetosin, saat ini sedang diteliti sebagai

uterotonika untuk mencegah dan mengatasi perdarahan pospartum dini.

Karbetosin merupakan obat long-acting dan onset kerjanya cepat, mempunyai

waktu paruh 40 menit dibandingkan oksitosin 4-10 menit. Penelitian di Canada

membandingkan antara pemberian karbetosin bolus IV dengan oksitosin drip

pada pasien yang dilakukan operasi sesar. Karbetosin ternyata lebih efektif

dibanding oksitosin.

5. Manajemen atonia uteri

Page 14: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

17

Manajemen atonia uteri dapat dilihat pada gambar 2.3 dan gambar 2.4

untuk penatalaksanaan perdarahan postpartum secara umum (Bobak, 2004).

a. Resusitasi

Apabila terjadi perdarahan pospartum banyak, maka penanganan

awal yaitu resusitasi dengan oksigenasi dan pemberian cairan cepat,

monitoring tanda-tanda vital, monitoring jumlah urin, dan monitoring

saturasi oksigen. Pemeriksaan golongan darah dan crossmatch perlu

dilakukan untuk persiapan transfusi darah.

b. Masase dan kompresi bimanual

Masase dan kompresi bimanual akan menstimulasi kontraksi uterus

yang akan menghentikan perdarahan.

Page 15: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

18

Gambar 2.4. Skema penatalaksanaan atonia uteri (Dikutip dari: Saifuddin, 2002)

Page 16: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

19

Perdarahan ≥1000 – 1500mL

Perdarahan aktif

Misoprostol 1000meg per rektal

Metilergometrin 0,2mg IM

Karboprost 0,25mg IM

Jahit robekan

evakuasi hematom

koreksi inversion uteri

Manual plasenta

Kuretase

Metrotreksat

Transfusi :

Fresh Frozen Plasma

Faktor rekombinan VIIA

Transfusi trombosit

Tonus (kontraksi)

Trauma (Robekan jalan lahir

inversio)

Tissue (Jaringan, retensio

plasenta)

Trombin (gangguan

pembekuan darah)

Kompresi bimanual eksterna

Oksitosin 20 IU per L dalam NACL

infus kristaloid 500 CC dalam 10

menit

Eksplorasi traktus genitalia

bagian bawah dan uterus

Evakuasi bekuan darah

Periksa plasenta Observasi pembekuan darah

Penatalaksanaan aktif kala III

Oksitosin saat atau setelah persalinan

Tarikan tali pusat terkendali

Masase fundus uteri setelah plasenta lahir

Perdarahan ≥500mL

Perdarahan pasca persalinan

Perdarahan masif

Tekanan darah menurun

Nadi meningkat

(RIMOT)

RESUSITASI

Infus 2 jalur jarum ukuran besar

Monitoring tekanan darah, nadi, produksi urin

Oksigen

TEAM APPROACH

Transfuse RBC, trombosit, dan faktor pembekuan

Pemberian vasopressor

Anestesi, hematologi, pembedahan ICU, tampon uterus

Embolisasi pembuluh darah, ligase dan jahitan kompresi

Histerektomi

Page 17: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

20

Gambar 2.5. Skema Penatalaksanaan perdarahan postpartum (Dikutip dari: Mose, 2010)

Page 18: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

21

Pemijatan fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal 15 detik)

1. Jika uterus berkontraksi

Evaluasi, jika uterus berkontraksi tapi perdarahan uterus berlangsung, periksa

apakah perineum, vagina dan serviks mengalami laserasi dan jahit atau rujuk segera

2. Jika uterus tidak berkontraksi maka :

Bersihkanlah bekuan darah atau selaput ketuban dari vagina dan serviks

Pastikan bahwa kandung kemih telah kosong

c. Teknik KBI (Kompresi Bimanual Interna)

1. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan

tangan (dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina

itu.

2. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum

uteri mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.

3. Letakkan kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara

telapak tangan lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang uterus

ke arah kepalan tangan dalam.

Gambar 2.6. Kompresi bimanual internal (Dikutip dari: Bobak, 2004)

Page 19: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

22

.

4. Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan

tekanan langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang-

sang miometrium untuk berkontraksi.

5. Evaluasi keberhasilan:

a) Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBl

selama dua menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam

vagina. Pantau kondisi ibu secara melekat selama kala empat.

b) Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum,

vagina dari serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si

penjahitan jika ditemukan laserasi.

c) Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk

melakukan kompresi bimanual eksternal kemudian teruskan dengan langkah-

langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk

mulai menyiapkan rujukan.

Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBl, jika KBl tidak berhasil dalam

waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.

6. Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan

hipertensi)

7. Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan

berikan 500 ml larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin.

8. Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI.

9. Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan

Berarti ini bukan atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-

darurat di fasilitas kesehatan yang dapat melakukan tindakan pembedahan dan

transfusi darah.

10. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat

rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:

a) Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.

b) Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah

cairan yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.

c) Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan

tetesan lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan

Page 20: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

23

d. Kompresi Bimanual Eksternal

1. Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis

pubis.

Gambar 2.7. Kompresi bimanual eksternal (Dikutip dari: Bobak, 2004)

2. Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri),

usahakan memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.

3. Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi

pembuluh darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua

tangan tersebut.

Page 21: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

24

Masase fundus uteri segera sesudah

plasenta lahir(maksimal 15 detik)

ya

Uterus berkontrakasi ? Evaluasi Rutin

-Evaluasi / bersihkan bekuan darah / selaput ketuban

- Kompresi Bimanual Interna(KBI),5mnt

tidak

-Anjurkan keluarga melakukan kompresi bimanual eksterna

-Keluarkan tangan (KBI) secara hati-hari

-Suntikan metilergometrin 0,2 mg IM

-Pasang infus RL + 20 IU oksitosin, 20 tpm

-Lakukan lagi KBI

Uterus berkontrakasi ? -Pertahankan KBI selama 1-2 menit

-Keluarkan tangan secara hati-hati

-Lakukan pengawasan kala IV

Uterus berkontrakasi ? Pengawasan kala IV

tidak

ya

tidak

ya

-Rujuk siapkan laparotomy

-Lanjutkan pemberian infus + 20 IU oksitosin minimal 500cc/jam

hingga mencapai tempat rujukan

-Selama perjalanan dapt dilakukan kompresi aorta abdominal

atau kompresi bimanual eksterna

Ligase arteri uterine dan/atau hipogastrik

B-lynch metod

Perdarahan

Histerektomi

Pertahankan uterus

Tetap

Page 22: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

25

Gambar 2.8. Skema Penanganan Atonia Uteri (Dikutip dari: Dinkes Deli Serdang, 2005)

e. Uterotonika

Oksitosin merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus posterior hipofisis.

Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat seiring dengan

meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin. Pada dosis rendah

oksitosin menguatkan kontraksi dan meningkatkan frekuensi, tetapi pada dosis tinggi

menyebabkan tetani. Oksitosin dapat diberikan secara IM atau IV, untuk perdarahan aktif

diberikan lewat infus dengan ringer laktat 20 IU/mL, jika sirkulasi kolaps bisa diberikan

oksitosin 10 IU intramiometrikal (IMM). Efek samping pemberian oksitosin sangat sedikit

ditemukan yaitu nausea dan vomitus, efek samping lain yaitu intoksikasi cairan jarang

ditemukan.

Metilergonovin maleat (pospargin) merupakan golongan ergot alkaloid yang dapat

menyebabkan tetani uteri setelah 5 menit pemberian IM. Dapat diberikan secara IM 0,25

mg, dapat diulang setiap 5 menit sampai dosis maksimum 1,25 mg, dapat juga diberikan

Berhenti

Page 23: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

26

langsung pada miometrium jika diperlukan intramiometrikal (IMM) atau IV bolus 0,125 mg.

obat ini dikenal dapat menyebabkan vasospasme perifer dan hipertensi, dapat juga

menimbulkan nausea dan vomitus. Obat ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan

hipertensi.

Uterotonika prostaglandin merupakan sintetik analog 15 metil prostaglandin F2-alfa.

Dapat diberikan secara intramiometrikal, intraservikal, transvaginal, intravenous,

intramuscular, dan rectal. Pemberian secara IM atau IMM 0,25 mg, yang dapat diulang

setiap 15 menit sampai dosis maksimum 2 mg. Pemberian secara rektal dapat dipakai untuk

mengatasi perdarahan pospartum (5 tablet 200 µg = 1 g). Prostaglandin ini merupakan

uterotonika yang efektif tetapi dapat menimbulkan efek samping prostaglandin seperti:

nausea, vomitus, diare, sakit kepala, hipertensi dan bronkospasme yang disebabkan

kontraksi otot halus, bekerja juga pada sistem termoregulasi sentral, sehingga kadang-

kadang menyebabkan muka kemerahan, berkeringat, dan gelisah yang disebabkan

peningkatan basal temperatur, hal ini menyebabkan penurunan saturasi oksigen.

Uterotonika ini tidak boleh diberikan pada pasien dengan kelainan kardiovaskular,

pulmonal, dan disfungsi hepatik. Efek samping serius penggunaannya jarang ditemukan dan

sebagian besar dapat hilang sendiri. Dari beberapa laporan kasus penggunaan prostaglandin

efektif untuk mengatasi perdarahan persisten yang disebabkan atonia uteri dengan angka

kesuksesan 84%-96%. Perdarahan pospartum dini sebagian besar disebabkan oleh atonia

uteri maka perlu dipertimbangkan penggunaan uterotonika ini untuk mengatasi perdarahan

masif yang terjadi.

f. Uterine lavage dan Uterine Packing

Jika uterotonika gagal menghentikan perdarahan, pemberian air hangat ke dalam

cavum uteri mungkin dapat bermanfaat untuk mengatasi atonia uteri. Pemberian 1-2 liter

salin 47°C-50°C langsung ke dalam cavum uteri menggunakan pipa infus. Tangan operator

tidak boleh menghalangi vagina untuk memberi jalan salin keluar. Penggunaan uterine

packing saat ini tidak disukai dan masih kontroversial. Efeknya adalah hiperdistended uterus

dan sebagai tampon uterus.

Prinsipnya adalah membuat distensi maksimum sehingga memberikan tekanan

maksimum pada dinding uterus. Segmen bawah rahim harus terisi sekuat mungkin, anestesi

dibutuhkan dalam penanganan ini dan antibiotika broad-spectrum harus diberikan. Uterine

packing dipasang selama 24-36 jam, sambil memberikan resusitasi cairan dan transfusi darah

Page 24: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

27

masuk. Uterine packing diberikan jika tidak tersedia fasilitas operasi atau kondisi pasien

tidak memungkinkan dilakukan operasi.

g. Operatif

Beberapa penelitian tentang ligasi arteri uterina menghasilkan angka keberhasilan

80-90%. Pada teknik ini dilakukan ligasi arteri uterina yang berjalan disamping uterus

setinggi batas atas segmen bawah rahim. Jika dilakukan SC, ligasi dilakukan 2-3 cm dibawah

irisan segmen bawah rahim. Untuk melakukan ini diperlukan jarum atraumatik yang besar

dan benang cutgut yang sesuai. Arteri dan vena uterina diligasi dengan melewatkan jarum 2-

3 cm medial vasa uterina, masuk ke miometrium keluar di bagian avaskular ligamentum

latum lateral vasa uterina. Saat melakukan ligasi hindari rusaknya vasa uterina dan ligasi

harus mengenai cabang asenden arteri miometrium, untuk itu penting untuk menyertakan

2-3 cm miometrium.

Jahitan kedua dapat dilakukan jika langkah diatas tidak efektif dan jika terjadi

perdarahan pada segmen bawah rahim. Dengan menyisihkan vesika urinaria, ligasi kedua

dilakukan bilateral pada vasa uterina bagian bawah, 3-4 cm dibawah ligasi vasa uterina atas.

Ligasi ini harus mengenai sebagian besar cabang arteri uterina pada segmen bawah rahim

dan cabang arteri uterina yang menuju ke servik, jika perdarahan masih terus berlangsung

perlu dilakukan bilateral atau unilateral ligasi vasa ovarian.

g.1 Ligasi arteri Iliaka Interna

Identifikasi bifurkasiol arteri iliaka, tempat ureter menyilang, untuk

melakukannya harus dilakukan insisi 5-8 cm pada peritoneum lateral paralel dengan

garis ureter. Setelah peritoneum dibuka, ureter ditarik ke medial kemudian dilakukan

ligasi arteri 2,5 cm distal bifurkasio iliaka interna dan eksterna. Klem dilewatkan

dibelakang arteri, dan dengan menggunakan benang non absobable dilakukan dua ligasi

bebas berjarak 1,5-2 cm. Hindari trauma pada vena iliaka interna. Identifikasi denyut

arteri iliaka eksterna dan femoralis harus dilakukan sebelum dan sesudah ligasi.

Risiko ligasi arteri iliaka adalah trauma vena iliaka yang dapat menyebabkan

perdarahan. Dalam melakukan tindakan ini dokter harus mempertimbangkan waktu dan

kondisi pasien.

Page 25: 129850938-7598629AERY Q5E42-iugr-atonia

28

g.2 Teknik B-Lynch

Teknik B-Lynch dikenal juga dengan “brace suture”, ditemukan oleh Christopher

B Lynch 1997, sebagai tindakan operatif alternative untuk mengatasi perdarahan

pospartum akibat atonia uteri.

g.3 Histerektomi

Histerektomi peripartum merupakan tindakan yang sering dilakukan jika terjadi

perdarahan pospartum masif yang membutuhkan tindakan operatif. Insidensi mencapai

7-13 per 10.000 kelahiran, dan lebih banyak terjadi pada persalinan abdominal

dibandingkan vaginal.