Pemeriksaan Fisik

38
PEMERIKSAAN LENGKAP NEUROLOGI BAGIAN I : ANAMNESIS Narasi Dalam menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan anamnesis, pemeriksaan fisik dan mental serta pemeriksaan penunjang. Anamnesis yang baik membawa kita ke arah diagnosis yang tepat Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup. Wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur, pekerjaan dan domisili. Kemudian ditanyakan keluhan utama, yaitu keluhan yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau kelainan perlu ditelusuri data yang dikenal sebagai fundamental four, yaitu : Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit dahulu, Riwayat penyakit dalam keluarga, serta Riwayat sosial ekonomi. Dalam Riwayat penyakit sekarang, seorang dokter harus dapat memperoleh informasi yang dikenal sebagai sacred seven, yang terdiri dari: Lokasi keluhan, Onset, Kualitas, Kuantitas, dan Kronologis penyakit sekarang, disertai dengan data gejala penyerta, faktor- faktor yang memperberat dan memperingan. 1

description

Titip PF

Transcript of Pemeriksaan Fisik

Page 1: Pemeriksaan Fisik

PEMERIKSAAN LENGKAP NEUROLOGI

BAGIAN I : ANAMNESIS

Narasi

Dalam menegakkan diagnosis, diperlukan pemeriksaan anamnesis,

pemeriksaan fisik dan mental serta pemeriksaan penunjang.

Anamnesis yang baik membawa kita ke arah diagnosis yang tepat

Untuk mendapatkan anamnesis yang baik dibutuhkan sikap pemeriksa yang

sabar dan penuh perhatian, serta waktu yang cukup.

Wawancara dengan pasien dimulai dengan menanyakan nama, umur,

pekerjaan dan domisili. Kemudian ditanyakan keluhan utama, yaitu keluhan

yang mendorong pasien datang berobat ke dokter. Pada tiap keluhan atau

kelainan perlu ditelusuri data yang dikenal sebagai fundamental four, yaitu :

Riwayat penyakit sekarang, Riwayat penyakit dahulu, Riwayat penyakit

dalam keluarga, serta Riwayat sosial ekonomi.

Dalam Riwayat penyakit sekarang, seorang dokter harus dapat memperoleh

informasi yang dikenal sebagai sacred seven, yang terdiri dari: Lokasi

keluhan, Onset, Kualitas, Kuantitas, dan Kronologis penyakit sekarang,

disertai dengan data gejala penyerta, faktor-faktor yang memperberat dan

memperingan.

1

Page 2: Pemeriksaan Fisik

BAGIAN II : PEMERIKSAAN FISIK

I. STATUS PRESENS

Periksalah kesadaran pasien.Tingkat kesadaran adalah ukuran dari

kesadaran dan respon seseorang terhadap rangsangan dari

lingkungan. Tingkat kesadaran dibedakan menjadi :

1. Kompos Mentis, yaitu kesadaran normal atau sadar sepenuhnya

dan pasien dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan

sekeliling.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan

dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat, waktu),

memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi, kadang berhayal.

4. Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran menurun dengan

respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur, namun kesadaran

dapat pulih bila dirangsang (mudah dibangunkan) tetapi jatuh

tertidur lagi, mampu memberi jawaban verbal.

5. Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur lelap, tetapi

ada respon terhadap nyeri.

6. Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada respon

terhadap rangsangan.

Dalam memeriksa kesadaran, dikenal sistem penilaian GCS atau

Glasgow Coma Scale.

Respon pasien yang perlu diperhatikan mencakup 3 hal yaitu reaksi

membuka mata , bicara dan motorik. Hasil pemeriksaan dinyatakan

dalam derajat (skor) dengan rentang angka tergantung responnya.

Eye (respon membuka mata) :

Skor (4) : Bila membuka mata spontan

2

Page 3: Pemeriksaan Fisik

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri,

misalnya menekan kuku

jari)

(1) : tidak ada respon

Verbal (respon verbal) :

Skor (5) : Bila orientasi baik

(4) : bila pasien terlihat bingung, berbicara kacau ( sering

bertanya berulang-

ulang) disertai disorientasi tempat dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih

jelas, namun tidak

dalam satu kalimat. Misalnya “aduh…, tolong…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat

diberi rangsang

nyeri)

(4) : Reaksi menghindar / menarik ekstremitas atau tubuh menjauhi

stimulus saat

diberi rangsang nyeri)

(3) : fleksi abnormal (berupa posisi satu atau kedua tangan kaku

diatas dada & kaki

ekstensi saat diberi rangsang nyeri).

3

Page 4: Pemeriksaan Fisik

(2) : ekstensi abnormal (berupa satu atau kedua tangan ekstensi di

sisi tubuh, dengan

jari mengepal & kaki ekstensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon

Setelah memeriksa kesadaran pasien, nilailah keadaan umum

pasien.

Apakah tampak sakit ringan, sedang, atau berat?

Dalam pemeriksaan status praesens, lakukan pemeriksaan-

pemeriksaan dasar umum, yaitu pemeriksaan tekanan darah, nadi,

pernafasan, suhu, dan pemeriksaan sistemik mulai dari kepala,

leher, dada, jantung, dan perut.

II. STATUS PSIKIS

Dalam menilai status psikis pasien, nilailah bagaimana cara

berpikir, perasaan hati, ingatan, serta kecerdasan pasien. Jika dari

pemeriksaan awal didapatkan hasil yang mengarah ke luar batas

normal, dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk penilaian

psikis, seperti tes Mini Mental State Examination (MMSE)

III. STATUS NEUROLOGIS

Kepala

Nilailah bentuk, simetrisitas, nyeri tekan, dan pulsasi di regio

kepala.

Leher

4

Page 5: Pemeriksaan Fisik

Lakukan penilaian sikap leher, pergerakan, dan kaku kuduk.

Pemeriksaan kaku kuduk

Pasien berbaring terlentang dan dilakukan pergerakan pasif berupa fleksi dan rotasi kepala. Tanda kaku kuduk positif (+) bila didapatkan kekakuan dan tahanan pada pergerakan fleksi kepala disertai rasa nyeri dan spasme otot. Dagu tidak dapat disentuhkan ke dada dan didapatkan tahanan pada hiperekstensi dan rotasi kepala.

PEMERIKSAAN SARAF OTAK (NERVUS CRANIALIS)

1) Pemeriksaan Nervus I (Olfactorius)

Nervus olfactorius memiliki Fungsi : Sensorik khusus (menghidu,

membau)

Persiapan :

o Pasien hrs sadar & kooperatif

o Bahan :kopi, teh, tembakau, vanili

Pemeriksaan :

5

Page 6: Pemeriksaan Fisik

1. Subyektif : Tanyakan adakah keluhan pasien, dan bagaimana

kemampuan menghidu menurut pasien sendiri?

2. Obyektif

Cara Pemeriksaan:

a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan

setempat, misalnya

ingus atau polip, karena dapat mengurangi ketajaman

penciuman.

b. Gunakan zat pengetes yang dikenal sehari-hari seperti kopi, teh,

tembakau dan

jeruk.

c. Jangan gunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung

seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.

d. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh pasien

menciumnya

e. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan menutup

lobang hidung yang lainnya dengan tangan. Kenalkan setiap bau

terlebih dahulu sebelum memulai pemeriksaan.

2) Pemeriksaan Nervus II (Nervus Optikus)

Tujuan pemeriksaan nervus optikus :

6

Page 7: Pemeriksaan Fisik

a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan apakah

kelainan visus disebabkan oleh kelainan okuler lokal atau kelainan

saraf.

b. Mempelajari lapangan pandang

c. Memeriksa keadaan papil optik

Cara Pemeriksaan :

Jika pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan

nervus II dan pemeriksa

juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan

pemeriksaan nervus II,

yaitu :

a. Ketajaman penglihatan

b. Lapangan pandang

Bila ditemukan kelainan, dilakukan pemeriksaan yang lebih teliti.

Perlu dilakukan

pemeriksaan oftalmoskopik.

Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :

1. Dilakukan dengan cara membandingkan ketajaman penglihatan pasien

dengan pemeriksa yang normal.

2. Pasien diminta mengenali benda yang letaknya jauh, misalnya jam

dinding dan ditanyakan pukul berapa.

3. Pasien diminta membaca huruf-huruf yang ada di koran atau buku.

4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa, maka

dianggap normal.

7

Page 8: Pemeriksaan Fisik

5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti adalah dengan

pemeriksaan visus menggunakan gambar snellen.

PEMERIKSAAN SNELLEN CHART

Mintalah pasien membaca snell chart dari jarak 6 meter.

Minta pasien untuk membaca dari huruf teratas hingga huruf

terbawah yang bisa dibaca pasien.

Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah,

maka ketajaman penglihatannya (6/6) (normal).

Jika pasien hanya bisa membaca sampai batas 20,berarti

bahwa huruf yang seharusnya dapat dibaca dari jarak 20

meter, ia hanya dapatmembacanya dari jarak 6 meter (6/20)

Bila pasien belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar

dari kartu Snellen maka mulai HITUNG JARI pada jarak 3

meter (tulis 3/60).Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka

maju2 meter (tulis 2/60), bila belum terlihat maju 1meter

(tulis 1/60).

Bila belum juga terlihat maka lakukan GOYANGAN TANGAN

pada jarak 1 meter (tulis 1/300).

Goyangan tangan belum terlihat maka sentermata responden

dan tanyakan apakah pasien dapat melihat SINAR SENTER

(tulis 1/ ~).

Bila tidak dapat melihat sinar disebut BUTA TOTAL

Pemeriksaan Lapangan Pandangan :

Dilakukan dengan jalan membandingkan dengan penglihatan

pemeriksa yang dianggap

normal., dengan menggunakan metode konfrontasi donder.

8

Page 9: Pemeriksaan Fisik

1. Pasien diminta duduk atau berdiri berhadapan dengan

pemeriksa dengan jarak kira-kira 1 m.

2. Jika hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri pasien

harus ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas,

sedangkan pemeriksa harus menutup mata kanannya.

3. Kemudian pasien diberikan instruksi untuk melihat terus

pada mata kiri pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat

mata kanan pasien.

4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di

bidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien.

5. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam

6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia

harus memberi tahu dan dibandingkan dengan pemeriksa,

apakah pemeriksa juga melihatnya

7. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka

pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.

8. Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.

Pemeriksaan Funduskopi

o Pemeriksa memegang oftalmaskop dengan tangan kanan.

o Tangan kiri pemeriksa memfiksasi dahi pasien

o Pemeriksa menyandarkan dahinya pd darsum manus

tangan kiri

yang memegang dahi pasien

o Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan

pemeriksa, begitu

sebaliknya.

o Pemeriksa menilai retina & papil nervi optikus

Interpretasi Funduskopi

9

Page 10: Pemeriksaan Fisik

1. Gambaran retina

Normal :

Latar belakang :merah keoranye-oranyean

Papil nervi optikus : lebih muda

Pembuluh darah berpangkal pd pusat papil memancarkan

cabang-cabangnya ke seluruh retina

Arteri berwarna jernih & vena berwarna merah tua.

Reflek sinar hanya tampak pd arteri

Vena berukuran lebih besar & tampak berkelak-kelok

dibandingkan arteri

Tampak pulsasi pada pangkal vena besar (di papil) dan

penekanan bola mata → pulsasi lebih jelas

2.Gambaran Nervi Optikus

Normal : bentuk lonjong, warna jingga muda, bagian temporal

sedikit pucat, batas tegas, bagian nasal agak kabur,

fisiologik cupping, vena:arteri 3 : 2

Papil edema : papil hiperemis, batas papil kabur, cupping

menghilang

Papil Atropi Primer : papil pucat, batas tegas, cupping (+)

Papil Atropi Sekunder: papil pucat,batas tidak tegas cupping

(-)

3) Pemeriksaan Nervus III, IV, VI

Sebelum melakukan pemeriksaan, lakukan inspeksi saat istirahat

Kedudukan bola mata

Pemeriksaan

– Kedudukan mata kiri dan kanan semetris/tidak

10

Page 11: Pemeriksaan Fisik

– Strabismus, deviasio conjugee, krisis akulogirik

– Eksoptalmus / endoftalmus

Interpretasi:

Normal : Kedudukan bola mata simetris

Kelainan : Strabismus, deviatio conjugee, krisis okulogirik,

eksoptalmus /endoftalmus

N. Periksa pula sela mata pasien dengan menggunakan alat

ukur penggaris

Untuk N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya

ialah menggerakkan otot mata ekstra okuler dan mengangkat

kelopak mata. Serabut otonom N III, mengatur otot pupil.

Cara pemeriksaannya bersamaan, yaitu :

1. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien

2. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah

matanya, apakah ada ptosis, eksoftalmus dan strabismus/

juling dan apakah ia cendrung memejamka matanya karena

diplopia.

3. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti mengenai

ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi,

kedudukan bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.

4. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh

memejamkan matanya, kemudia disuruh ia membuka

matanya.

11

Page 12: Pemeriksaan Fisik

5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini

dengan jalan memegang / menekan ringan pada kelopak

mata.

6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.

7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri

dan kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya

bundar atau tidak rata tepinya. Miosis = pupil mengecil,

midriasis = pupil membesar

8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung atau

tidak langsung., caranya :

i. Pasien disuruh melihat jauh.

ii. Setelah itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya

dan lihat apakah ada reaksi pada pupil. Normal akan mengecil

iii. Perhatikan pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut

mengecil karena penyinaran pupil mata tadi disebut dengan

reaksi cahaya tak langsung

iv. Cegah reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap

melihat jauh.

4) Pemeriksaan Nervus V (Trigeminus)

Nervus Trigeminus memiliki tiga cabang :

o Cabang Optalmicus : Memeriksa refleks berkedip pasien dengan menyentuhkan kapas halus saat pasien melihat ke atas

o Cabang maxilaris : Memeriksa kepekaan sensasi wajah, lidah dan gigi

12

Page 13: Pemeriksaan Fisik

o Cabang Mandibularis : Memeriksa pergerakan rahang dan gigi

Fungsi Motorik N. Trigeminus

• Pasien menggigit giginya sekuat-kuatnya, palpasi

m.maseter & temporalis

• Pasien membuka mulutnya, perhatikan deviasi rahang

bawah (m.pterigoideus lateralis)

• Kayu tongue spatel digigit bergantian, bandingkan bekas

gigitan (M.Pterigoideus Medialis)

Cara pemeriksaan fungsi sensorik :

a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan

suhu daerah yang dipersarafi.

b. Periksa reflek kornea dengan cara meminta pasien

melihat lurus ke depan, kemudian pemeriksa memberi

rangsang ke arah kornea mata dengan kapas.

5) Pemeriksaan Nervus VII

Pemeriksaan fungsi motorik :

mengerutkan dahi (dibagian yang lumpuh lipatannya tidak dalam), mimik,

mengangkat alis, menutup mata (menutup mata dengan rapat dan coba

buka dengan tangan pemeriksa), moncongkan bibir atau menyengir,

memperlihatkan gigi, bersiul (suruh pasien bersiul, dalam keadaan pipi

mengembung tekan kiri dan kanan apakah sama kuat. Bila ada

kelumpuhan maka angin akan keluar kebagian sisi yang lumpuh)

Pemeriksaan fungsi Pengecapan

Persiapan :

larutan garam (rasa asin), gula (rasa manis), cuka (rasa asam)

13

Page 14: Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan:

1.Mintalah pasien utk menjulurkan lidahnya

2.Bersihkan lidah sblm pemeriksaan

3.Berilah rangsangan pd indera pengecapnya 2/3 bg.depan

4. Tunjukkanlah kertas berisi pilihan rasa, dan minta pasien

untuk menunjuk dengan jarinya, tanpa memasukkan lidah

terlebih dahulu

Interpretasi :

Ageusia

Pargeusia

Hipoageusia

Hemiageusia

6) Pemeriksaan Nervus VIII

N. Kokhlearis dan N. Vestibularis

Memeriksa ketajaman pendengaran dengan:

1. Suara Bisik

2. Gesekan jari

3. Detik arloji

4.Uji garputala

Pemeriksaan Saraf Koklearis

1. Tes Swabach

- Pada tes ini, pendengaran penderita dibandingkan

dengan pendengaran pemeriksa (yg normal).

- Garpu tala dibunyikan lalu ditempatkan di dekat telinga

penderita.

- Setelah penderita tak medengar bunyi lagi, garpu tala

tersebut diletakkan di dekat telinga pemeriksa.

14

Page 15: Pemeriksaan Fisik

- Bila masih terdengar bunyi oleh pemeriksa : swabach

memendek (untuk konduksi udara).

- Kemudian garpu tala dibunyikan lagi dan pangkalnya

ditekankan pada tulang mastoid penderita.

- Bila penderita sudah tidak mendengar bunyi lagi, maka

garpu tala di-tempatkan pada tulang mastoid pemeriksa.

- Bila pemeriksa masih mendengar bunyinya à swabach

memendek (untuk konduksi tulang).

2. Tes Rinne

- Pada pemeriksaan ini dibandingkan konduksi tulang dgn

konduksi udara.

- Pada telinga normal, konduksi udara lebih baik daripada

konduksi tulang.

- Pada pemeriksaan, biasanya digunakan garpu tala

frekuensi 128, 256 a/ 512 Hz.

- Garpu tala dibunyikan pada pangkalnya ditekan pada

pada tulang mastoid penderita.

- Bila penderita sudah tidak mendengar lagi, garpu tala

didekatkan pada telinga penderita. Jika masih terdengar

bunyi, maka konduksi udara lebih baik dari konduksi tulang à

RINNE (+)

- Bila tidak terdengar lagi bunyinya segera setelah garpu

tala dipindahkan dari tulang mastoid ke dekat telinga à RINNE

(-)

3. Tes Weber

- Garpu tala yang dibunyikan ditekankan pangkalnya pada

dahi penderita tepat di tengah.

15

Page 16: Pemeriksaan Fisik

- Penderita disuruh mendengarkan bunyinya dan

menentukan pada telinga mana bunyi lebih keras terdengar.

- Pada orang normal, kerasnya bunyi sama pada telinga

kiri dan kanan.

- Pada tuli saraf, bunyi lebih keras terdengar pada telinga

yang sehat.

- Pada tuli konduktif, bunyi lebih keras terdengar pada

telinga yg tuli.

- TES WEBER BERLATERALISASI ke kiri (atau ke kanan),

bila bunyi lebih keras terdengar di telinga kiri (atau kanan)

- Tuli Perseptif (Tuli Saraf) : pendengaran berkurang,

Rinne (+), weber lateralisasi ke telinga yang sehat

- Tuli Konduktif : pendengaran berkurang, Rinne (-), weber

lateralisasi ke telinga yang tuli.

7) Pemeriksaan N. IX, X

Pemeriksaan N. IX dan N X. karena secara klinis sulit

dipisahkan maka biasanya dibicarakan bersama-sama,

anamnesis meliputi kesedak / keselek (kelumpuhan palatom),

kesulitan menelan dan disartria

1. Pasien disuruh membuka mulut dan inspeksi palatum

dengan senter perhatikan apakah terdapat pergeseran

uvula, kemudian pasien disuruh menyebut “ah” jika uvula

terletak ke satu sisi maka ini menunjukkan adanya

kelumpuhan nervus X unilateral perhatikan bahwa uvula

tertarik kearah sisi yang sehat.

2. Sekarang lakukan tes refleks muntah dengan lembut

(nervus IX adalah komponen sensorik dan nervus X adalah

komponen motorik). Sentuh bagian belakang faring pada

16

Page 17: Pemeriksaan Fisik

setiap sisi dengan spacula, jangan lupa menanyakan

kepada pasien apakah ia merasakan sentuhan spatula

tersebut (N. IX) setiap kali dilakukan. Dalam keadaaan

normal, terjadi kontraksi palatum molle secara refleks. Jika

konraksinya tidak ada dan sensasinya utuh maka ini

menunjukkan kelumpuhan nervus X,

3. kemudian pasien disuruh berbicara agar dapat menilai

adanya suara serak (lesi nervus laringeus rekuren

unilateral), kemudian disuruh batuk ,

4. tes juga rasa kecap secara rutin pada posterior lidah (N. IX)

dengan memberikan rasa pahit :

Pemeriksaan Fungsi pengecapan

– Minta pasien menjulurkan lidahnya.

– Bersihkan lidah penderita pd 1/3 bagian belakang.

– Berilah rangsangan pengecapan pd lidah 1/3

belakang

8) Pemeriksaan N. XI

1. Pemeriksaan saraf asesorius dengan cara meminta pasien

mengangkat bahunya dan kemudian rabalah massa otot

trapezius dan usahakan untuk menekan bahunya ke

bawah,

2. kemudian pasien disuruh memutar kepalanya dengan

melawan tahanan (tangan pemeriksa) dan juga rabalah

massa otot sternokleido mastoideus.

9) Pemeriksaan N. XII

Pemeriksaan saraf Hipoglosus dengan cara :

17

Page 18: Pemeriksaan Fisik

1. Inspeksi lidah dalam keadaan diam di dasar mulut, tentukan

adanya atrofi dan fasikulasi (kontraksi otot yang halus iregular

dan tidak ritmik).

2. Pasien diminta menjulurkan lidahnya yang berdeviasi ke arah sisi

yang lemah jika terdapat lesi upper atau lower motorneuron

unilateral.

- Lesi UMN dari N XII biasanya bilateral dan menyebabkan lidah

imobil dan kecil. Kombinasi lesi UMN bilateral dari N. IX. X, XII

disebut kelumpuhan pseudobulbar.

IV. Memeriksa fungsi motorik

a. Pengamatan

Gaya berjalan dan tingkah laku

Simetri tubuh dan extermitas

Kelumpuhan badan dan anggota gerak

- Gerak abnormal yang tidak terkendali, antara lain:

o Tremor : merupakan serentetan gerakan involunter, agak

ritmis, merupakan getaran, yang timbul karena

berkontraksinya otot-otot yang berlawanan secara

bergantian.

o Khorea : gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-

konyong, aritmik dan kasar yang dapat melibatkan satu

ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Khas terlihat

pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama

bagian distal.

18

Page 19: Pemeriksaan Fisik

o Atetose : ditandai oleh gerakan yang lebih lamban, seperti

gerak ular, dan melibatkan otot bagian distal, cenderung

menyebar ke proksimal.

o Distonia : gerakan yang dimulai dengan gerak otot

berbentuk atetose pada lengan atau anggota gerak lain,

kemudian gerakan otot bentuk atetose ini menjadi kompleks,

yaitu menunjukkan torsi yang keras dan berbelit.

o Balismus : gerak otot yang datang sekonyong-konyong,

kasar dan cepat, dan terutama mengenai otot-otot skelet

yang letaknya proksimal.

o Spasme : merupakan gerakan abnormal yang terjadi

karena kontraksi otot-otot yang biasanya disarafi oleh satu

saraf.

o Tik (Tic) : gerakan yang terkoordinir, berulang, dan

melibatkan sekelompok otot dalam hubungan yang

sinergistik.

o Fasikulasi : merupakan gerakan halus, cepat, dan berkedut

dari satu berkas (fasikulus) serabut otot atau satu unit

motorik.

o Miokloni : merupakan gerakan yang timbul karena

kontraksi otot secara cepat, sekonyong-konuong, sebentar,

aritmik, asinergik dan tidak terkendali.

b. Gerakan volunter

Yang di periksa, misalnya

Mengangkat kedua tangan dan bahu

Fleksi dan extensi artikulus kubiti

Mengepal dan membuka jari tangan

Mengangkat kedua tungkai pada sendi panggul

Fleksi dan ekstansi artikulus genu

19

Page 20: Pemeriksaan Fisik

Plantar fleksi dan dorsal fleksi plantar kaki

Gerakan jari-jari kaki

Penilaian Derajat kekuatan motorik ialah:

5 : Kekuatan penuh untuk dapat melakukan aktifitas dan

melawan tahanan berat

4 : Ada kekuatan namun tidak dapat melawan tahanan berat

3 : Ada kekuatan bergerak untuk melawan gravitasi

2 : Ada kemampuan bergerak/ bergeser tapi tidak dapat

melawan gravitasi

1 : Hanya ada kontraksi

0 : tidak ada kontraksi sama sekali

. Palpasi

Pengukuran besar otot

Nyeri tekan

Kontraktur

Konsistensi (kekenyalan)

Pemeriksaan Koordinasi Gerak

- Koordinasi gerak terutama diatur oleh serebellum

- Gejala klinis yg didapatkan pada gangguan serebellum adalah:

o Gangguan keseimbangan

o Ataksia : gangguan koordinasi gerakan. Tes yang dilakukan: tes

tunjuk-hidung (tangan menunjuk hidung), dan tes tumit lutut (tumit

ditempatkan pada lutut yang satu lagi)

o Disdiadokokinesia : ketidakmampuan melakukan gerakan yg

berlawanan berturut-turut. Lakukan tes pronasi-supinasi lengan!

Suruh pasien merentangkan kedua lengannya ke depan, kemudian

20

Page 21: Pemeriksaan Fisik

suruh ia mensupinasi dan pronasi lengan bawahnya (tangannya)

secara bergantian dan cepat. Pada sisi lesi, gerakan ini dilakukan

lamban dan tidak tangkas.

o Dismetria : gerakan yang tidak mampu dihentikan tepat pada

waktunya atau tepat pada tempat yang dituju.

o Tremor intensi : tremor yang timbul bila melakukan gerak

volunteer (dengan kemauan), dan menjadi lebih nyata bila

menghampiri tujuannya. Dapat diperiksa dengan jalan menyuruh

pasien mengambil benda yang kecil, makin dekat ia pada benda

tersebut, makin jelas tremor pada tangannya.

o Disgrafia (makrografia) : terlihat huruf dituliskan besar-besar

dan kadang makin lama makin besar. Selain itu, bentuk hurufnya

tidak bagus dan kaku

o Nistagmus : gerak bolak-balik bola mata yang involunter dan

ritmik.

o Fenomena rebound : ketidakmampuan menghentikan gerakan

dgn segera atau menggantikannya dengan antagonisnya.

o Astenia : lekas lelah dan bergerak lamban. Otot lekas lelah dan

lemah (walaupun tidak ada parese). Gerakan dimulai dengan

lamban, demikian juga dengan kontraksi dan relaksasi.

o Hipotonia : dapat diketahui dengan jalan palpasi dan

pemeriksaan gerak pasif. Pada hipotonia, ekstensi dapat dilakukan

lebih jauh, misalnya pada persendian paha, siku, lutut dsb.

o Disartria : cadel, pelo, gangguan pengucapan kata-kata

V. Memeriksa fungsi sensorik

Kepekaan saraf perifer. Pasien diminta memejamkan mata

Pemeriksaan Sensibilitas

1. Pemeriksaan Sensibilitas Eksteroseptif

- Pemeriksaan Rasa raba

21

Page 22: Pemeriksaan Fisik

o Sebagai perangsang dapat digunakan sepotong kapas, kertas atau kain yang

ujungnya diusahakan sekecil mungkin

o Hindarkan adanya tekanan atau pembangkitan rasa nyeri.

o Periksalah seluruh tubuh dan banding-kan bagian-bagian yang simetris.

o Thigmestesia : rasa raba halus

o Thigmanesthesia : rasa raba hilang

- Pemeriksaan Rasa Nyeri

o Rasa nyeri dapat dibangkitkan dengan berbagai cara, misalnya menusuk dengan

jarum, memukul dengan benda tumpul, dll

o Dalam praktek sehari-hari, pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan jarum

atau peniti.

o Periksa seluruh tubuh, dan bagian-bagian yang simetris dibandingkan.

o Bila bagian yang simetris dibandingkan, tusukan harus sama kuat.

- Pemeriksaan Rasa Suhu

o Rasa suhu diperiksa dengan menggunakan tabung reaksi yang diisi dengan air es

untuk rasa dingin, dan untuk rasa panas dengan air panas.

o Penderita disuruh mengatakan “dingin” atau “panas” bila dirangsang dengan

tabung reaksi yang berisi air dingin atau air panas.

o Pada pemeriksaan rasa-suhu diperiksa seluruh tubuh dan dibandingkan bagian-

bagian yang simetris.

2. Pemeriksaan Sensibilitas Proprioseptif

- Rasa-Gerak (kinetik) dan Rasa-Sikap (statognesia)

· Rasa-gerak dirasakan saat tubuh atau bagian tubuh digerakkan secara aktif atau

pasif

· Pada rasa sikap atau rasa-posisi, seseorang tahu bagaimana sikap tubuh, atau

bagian dari tubuh

· Pemeriksaan rasa-gerak & rasa-sikap:

o Biasanya rasa-gerak dan rasa-posisi diperiksa bersamaan

Dilakukan dengan cara menggerak-kan jari (kaki) pasien dan menyelidiki

apakah pasien dapat merasakan gerakan tersebut serta mengetahui arahnya

- Rasa Getar

22

Page 23: Pemeriksaan Fisik

· Rasa getar terjadi karena suatu rangsang (impuls) tekan

pada reseptor-mekanis yang terletak agak dalam dan

dangkal, yang terjadi secara bergantian.

· Pemeriksaan rasa getar:

o Pemeriksaan rasa-getar biasanya dilakukan dgn jalan

menempatkan garpu tala yang sedang bergetar pada ibu jari

kaki, maleolus lateral dan medial kaki, tibia, spina iliaka

anterior superior, sacrum, prosesus spinosus vertebra,

sternum, klavikula, prosesus stiloideus radius dan ulna pada

jari-jari.

o Biasanya garpu tala yang digunakan berfrekuensi 128 Hz.

o Garpu tala kita ketok dan ditempatkan pada bagian yang

ingin diperiksa. Pasien disuruh memberi-tahukan bila ia mulai

tidak merasakan getaran lagi.

o Bandingkan dengan bagian anggota tubuh yang lain (yg

simetris)

o Rasa Raba-Kasar (Rasa-Tekan)

· Penghantaran stimulusnya diurus oleh serabut susunan

funikuli dorsales

· Diperiksa dengan jalan menekan dengan jari atau benda

tumpul pada kulit, atau dengan jalan memencet otot tendon

dan serabut saraf. Kemudian pasien disuruh memberi tahu

apakah ia merasakan tekanan tersebut

o Rasa Nyeri-Dalam

· Tekanan yang keras menimbulkan rasa nyeri-dalam

yang sulit dilokalisasi dengan tepat, rinci, dan tidak

mempunyai batas yang tegas.

· Pemeriksaan rasa nyeri-dalam:

§ Pemeriksa memencet otot lengan atas, lengan bawah,

paha, betis, dan tendon achiles.

23

Page 24: Pemeriksaan Fisik

§ Perhatikan apakah pasien peka terhadap rangsang nyeri-

dalam ini.

§ Juga ditekan biji mata, laring, epigastrium dan testis.

3. Pemeriksaan Sensibilitas Interoseptif (Sensasi Viseral)

- Rasa interoseptif adalah perasaan dari visera (organ

dalam tubuh), yaitu rasa yang timbul dari organ-organ

internal.

- Sensasi visceral dihantar melalui serabut otonom aferen

dan mencakup rasa nyaman, lapar, mules, perut kembung,

dsb.

- Pada pemeriksaan neurology rasa interoseptif ini sukar

dievaluasi dan sukar diperiksa.

VI. Memeriksa Refleks

Refleks adalah suatu respons involunter terhadap sebuah stimulus.

Secara sederhana lengkung refleks terdiri dari organ reseptor,

neuron aferen, neuron efektor dan organ efektor.

Tendon Reflex Grading Scale

Grade Deskripsi0 Absenn (tidak muncul reflex)+/1+ Hiporefleks++/2+ ”Normal”+++/3+ Hiperrefleks tanpa klonus++++/4+ Hiperrefleks dengan klonus

 Suatu refleks dikatakan meningkat bila daerah perangsangan meluas dan respon gerak reflektorik meningkat dari keadaan normal.

24

Page 25: Pemeriksaan Fisik

PEMERIKSAAN REFLEKS

1. Reflek fisiologis

a. Reflek bisep:

Posisi:dilakukan dengan pasien duduk, dengan membiarkan lengan untuk

beristirahat di pangkuan pasien, atau membentuk sudut sedikit

lebih dari 90 derajat di siku.

Identifikasi tendon:minta pasien memflexikan di siku sementara pemeriksa

mengamati dan meraba fossa antecubital. Tendon akan terlihat dan terasa

seperti tali tebal.

Cara : ketukan pada jari pemeriksa yang ditempatkan pada tendon m.biceps brachii,

posisi lengan setengah diketuk pada sendi siku.

Respon : fleksi lengan pada sendi siku

b. Reflek trisep :

- Posisi :dilakukan dengan pasien duduk. Dengan perlahan tarik

lengan keluar dari tubuh pasien, sehingga membentuk sudut kanan

di bahu. ataul bawah harus menjuntai ke bawah langsung di siku

- Cara : ketukan pada tendon otot triceps, posisi lengan fleksi pada

sendi siku dan sedikit pronasi

- Respon : ekstensi lengan bawah pada sendi siku

c. Reflek brachoiradialis

- Posisi: dapat dilakukan dengan duduk. Lengan bawah harus

beristirahat longgar di pangkuan pasien.

- Cara : ketukan pada tendon otot brakioradialis.

25

Page 26: Pemeriksaan Fisik

Tendon melintasi (sisi ibu jari pada lengan bawah) jari-jari sekitar 10

cm proksimal pergelangan tangan. posisi lengan fleksi pada sendi

siku dan sedikit pronasi.

- Respons: - flexi pada lengan bawah

- supinasi pada siku dan tangan

d. Reflek patella

- posisi klien: dapat dilakukan dengan duduk atau berbaring

terlentang

- Cara : ketukan pada tendon patella

- Respon : plantar fleksi kaki karena kontraksi m.quadrisep femoris

e. Reflek achiles

- Posisi : pasien duduk, kaki menggantung di tepi meja ujian. Atau

dengan berbaring terlentang dengan posisi kaki melintasi diatas

kaki di atas yang lain atau mengatur kaki dalam posisi tipe katak.

- Identifikasi tendon:mintalah pasien untuk plantar flexi.

- Cara : ketukan hammer pada tendon achilles

- Respon : plantar fleksi kaki krena kontraksi m.gastroenemius

Refleks Dinding Perut Superfisial

- Cara: gores dinding perut dengan gagang hammer secara cepat

- Respon: kontraksi m. rektus abdominalis

- Refleks superfisial dinding perut (-) normal pada: wanita hamil,

gemuk, lanjut usia, bayi s/d 1 tahun.

2. Reflek Patologis

Hoffman-Tromner : extremitas superior

- Cara:

26

Page 27: Pemeriksaan Fisik

o Pegang pangkal jari tengah, fleksikan

o Gores kuat ujung jari tengah

Respon: fleksi jari telunjuk serta fleksi dan adduksi ibu jari

Jika Positif:

o simetris : belum tentu patologis

o asimetris : patologis (Lesi Piramidalis [UMN])

Leri

Cara : fleksi maksimal tangan pada pergelangan tangan, sikap

lengen diluruskan dengan bgian ventral menghadap ke atas

Respon : tidak terjadi fleksi di sendi siku

Mayer

Cara : fleksi maksimal jari tengah pasien ke arah telapk tangan

Respon : tidak terjadi oposisi ibu jari

Ekstremitas inferior

a. Reflek babinski:

- Pesien diposisikan berbaring supinasi dengan kedua kaki

diluruskan.

- Tangan kiri pemeriksa memegang pergelangan kaki pasien agar

kaki tetap pada tempatnya.

- Lakukan penggoresan telapak kaki bagian lateral dari posterior ke

anterior

- Respon : posisitif apabila terdapat gerakan dorsofleksi ibu jari kaki

dan pengembangan jari kaki lainnya

b. Reflek chaddok

- Penggoresan kulit dorsum pedis bagian lateral sekitar maleolus

lateralis dari posterior ke anterior

27

Page 28: Pemeriksaan Fisik

- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari, disertai mekarnya

(fanning) jari-jari kaki lainnya.

c. Reflek schaeffer

- Menekan tendon achilles.

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai

mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

d. Reflek oppenheim

- Pengurutan dengan cepat krista anterior tibia dari proksiml ke

distal

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai

mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

e. Reflek Gordon

- menekan pada musculus gastrocnemius (otot betis)

- Amati ada tidaknya gerakan dorsofleksi ibu jari kaki, disertai

mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

f. Reflek bing

g. Reflek gonda

- Menekan (memfleksikan) jari kaki ke-4, lalu melepaskannya

dengan cepat.

- Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari kaki, disertai

mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

28

Page 29: Pemeriksaan Fisik

o Rossolimo : kaki bagian atas di ketuk (sekitar pangkal/proksimal

jari tengah-telunjuk) - Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu

jari kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

o Mendel : telapak kaki diketuk (sekitar pangkal/proksimal jari

tengah-telunjuk). - Amati ada tidaknya gerakan dorso fleksi ibu jari

kaki, disertai mekarnya (fanning) jari-jari kaki lainnya.

Rangsang Selaput Otak

      Terdiri atas1.    Kaku kuduk 2.    Tanda lasegue / tes lasegue3.    Kernig sign 4.    Brudzinski (I, II, III, IV)

1.    Kaku Kuduk -     Caranya: Tangan pemeriksa ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang baring. Kepala

ditekuk (fleksi), usahakan agar dagu menyentuh dada.-     Interpretasi: kaku kuduk (+) bila terasa ada tahanan dan dagu tidak dapat mencapai dada.-     Kaku Kuduk (+) dijumpai pada meningitis, miositis otot kuduk, abses retrofaringeal, arthritis di

servikal.

2.    Tes Lasegue-     Caranya: Pasien yang sedang baring diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya. Kemudian satu

tungkai diangkat lurus. Tungkai satunya lagi dalam keadaan lurus (tidak bergerak)-     Interpretasi: Tanda lasegue (+) bila sakit / tahanan timbul pada sudut < 70° (dewasa) dan < 60°

(lansia)-     Tanda Lasegue (+) dijumpai pada meningitis, isialgia, iritasi pleksus lumbosakral (ex.HNP

lumbosakralis)

3.    Tanda Kernig/Kernig Sign-     Caranya:  Penderita baring, salah satu pahanya difleksikan sampai membuat sudut 90°. Lalu

tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya ekstensi dilakukan sampai membentuk sudut 135°

-     Interpretasi: Tanda Kernig Sign (KS) (+) bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum mencaai sudut 135°

-     Kernig Sign (+) dijumpai pada penyakit – penyakit seperti yang terdapat pada tanda lasegue (+)

4.    Brudzinski (I, II, III, IV)

29

Page 30: Pemeriksaan Fisik

      Brudzinski I (Brudzinski’s Neck Sign)-       Caranya: Tangan ditempatkan di bawah kepala yang sedang baring. Kita tekuk kepala (fleksi)

sampai dagu mencapai dada. Tangan yang satu lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.

-       Interpretasi: Tanda brudzinski I (+) bila terdapat fleksi pada kedua tungkai

      Brudzinski II (Brudzinski’s Contra-Lateral Leg Sign)-       Caranya: Pada pasien yang sedang baring, satu tungkai di fleksikan pada persendian panggul,

sedang tungkai yang satunya lagi berada dalam keadaan ekstensi (lurus).-       Interpretasi: Tanda Brudzinski II (+)  bila tungkai yang satunya ikut pula terfleksi.

      Brudzinski III-       Caranya: Tekan os zigomaticum-       Interpretasi: Tanda Brudzinski III (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas superior (lengan

tangan fleksi)

      Brudzinski IV-       Caranya: Tekan simfisis ossis pubis (SOP)-       Interpretasi: Tanda Brudzinski IV (+) bila terjadi fleksi involunter ekstremitas inferior (kaki)

30