PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

108
1 PEMERIKSAAN FISIK DAN FUNGSIONAL ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI DISUSUN OLEH JALALIN

description

panduan p f

Transcript of PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Page 1: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

PEMERIKSAAN FISIK DAN FUNGSIONAL ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

DISUSUN OLEH

JALALIN

BAGIAN REILITASI MEDIK

1

PEMERIKSAAN FISIK DAN FUNGSIONAL ILMU KEDOKTERAN FISIK DAN REHABILITASI

DISUSUN OLEH

JALALIN

BAGIAN REHABILITASI MEDIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRI

PALEMBANG

Page 2: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahim

Assalammualaikum w wDengan memanjatkan puja dan puji syukur kekhadirat Allah SWT , alhamdulillah

buku Penuntun Pemeriksaan Klinis dan Fungsional Ilmu Kedokteran Fisik dan

Rahabilitasi ini dapat penulis selesaikan.

Buku ini disusun atas dasar pengalaman penulis sebagai pembimbing mahasiswa/i

pada kepaniteraan klinis di Bagian Rehabilitasi Medik dimana penulis menyadari

kesulitan mahasiswa/i dalam mempraktekkan cara melakukan pemeriksaan klinis dan

fungsional serta mencari dan menelaan kepustakaan karena disamping keterbatasan

waktu juga karena masih kurangnya bahan – bahan bacaan yang praktis dan mudah

dipahami.

Dalam menyusun buku ini penulis berpedoman pada beberapa bahan bacaan dan

pengalaman penulis dalam menangani pasien – pasien yang menjalani pelayanan

Rehabilitasi Medik .

Buku ini hanyalah sebagai bahan penuntun dan diperuntukkan dalam lingkungan

terbatas yang tentu saja selain buku ini masih diperlukan lagi bahan bacaan lain untuk

memperluas dan memperkaya pengetahuan bidang terapi Fisik dan Rehabilitasi .

Penulis menyadari isi buku ini masih banyak sekali kekurangannya dan

memerlukan perbaikan disana – sini. Kritik, saran dan pendapat yang konstruktif sangat

penulis harapkan untuk perbaikan dimasa yang akan datang .

Semoga buku ini dapat berguna dan bermanfaat .

Palembang, Januari 2006

Wassalam penulis

Dr.Jalalin,SpRM

2

Page 3: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

I. IDENTI TAS

Identitas yang lengkap sangat diperlukan dalam membuat catatan medik seorang

pasien, karena dari identitas inilah kita dapat mendapat informasi dan

komunikasi tentang rangkuman kondisi kesehatan dari pasien dengan identitas

tersebut .

Identitas pasien yang perlu meliputi meliputi :

Nama, jenis kelamin, tanggal lahir / umur , pekerjaan , agama / kepercayaan

status perkawinan , tanggal pemeriksaan, tanggal saat pasien mulai mendapat

pelayanan/ tanggal pasien masuk rumah sakit ( untuk pasien rawat inap ) ,

nomor catatan medis . Doter muda yang memeriksa, Dokter pembimbing

II. ANAMNESIS

1. Keluhan Utama :

Sedikit berbeda dengan spesialisasi ilmu kedokteran yang lain, dalam Ilmu

Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi lebih menitik beratkan pada keluhan yang

mengarah pada gangguan fungsional

Keluhan utama merupakan keluhan yang menyebabkan pasien ingin

mendapatkan pelayanan , dan sejak kapan keluhan itu dirasakan . Keluhan

tambahan dapat disertakan bila memang didapatkan .

Biasanya dalam satu kalimat yang singkat dan padat.

Dalam rehabilitasi medik keluhan dapat berupa berbagai jenis nyeri ( nyeri

leher / tengkuk, nyeri lutut, nyeri pinggang, nyeri tangan, nyeri tumit dll ),

yang diungkapkan dalam bentuk kalimat; misalnya kesulitan menoleh karena

keterbatan gerak leher, kesulitan menganggkat bahu, atau kesulitan

menggaruk punggung karena nyeri dan kekakuan pada bahu, siku sukar

diluruskan karena keterbatasan gerak atau nyeri pada sendi siku, kesulitan

menggenggam karena nyeri pada persendian tangan, kesulitan jongkok karena

nyeri pinggang, kaki menyeret saat berjalan karena kaku atau lumpuh, tidak

dapat berdiri karena lumpuh , kalau memegang benda sering terlepas , tidak

3

Page 4: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

bisa mengangkat lengan atau tungkai , kesulitan berkumur – kumur karena

mulut merot ( untuk kelumpuhan syaraf fasialis) , dll .

2. Riwayat Penyakit sekarang :

Berisi uraian kronologis perjalanan penyakit, sifat –sifat dari keluhan tersebut,

kondisi yang memperberat keluhan, kondisi yang dapat mengurangi keluhan.

Yang penting mengembangkan riwayat penyakit dari keluhan utama yang

disampaikan pasien ( baik medis maupun fungsional ) .

a. Tanggal onset

b. Karakter dan beratnya keluhan ( khususnya untuk keluhan nyeri )

c. Lokasi ( misalnya untuk nyeri bagai mana penjalarannya )

d. Hubungan dari keluhan tersebut

e. Faktor yang memperburuk / memperberat dan faktor yang memperingan /

mengurangi

f. Masalah medis dan penanganan rehabilitasi sebelumnya.

g. Aktivitas pribadi ( makan, minum, mandi, gosok gigi, kontrol BAK /BAB,

memakai pakaian atas, pakaian bawah )

h. Aktivitas dirumah ( terutama untuk ibu rumah tangga ), memasak,

mencuci, menyapu, mengepel,

i. Aktivitas di masyarakat ( belanja, menajemen keuangan , aktivitas sosial )

j. Komunikasi biasa atau penggunaan telepon

k. Kognisi ( orientasi, memori, kemampuan berfikir abstrak )

l. Pekerjaan ( tidak dapat lagi bekerja, alih pekerjaan dll )

m. Lain – lain termasuk masalah aktivitas sosial di masyarakat, kehidupan se

seksual, psikologi, pembiayaan, riwayat alergi obat, dll .

Contoh 1. Tentang Nyeri pinggang ( Nyeri Punggung bawah / NBP / LBP )

Ditanyakan awal kejadian seperti apa. Misalnya sehabis mengangkat beban

berat, sehabis menggeser lemari, setelah jatuh terpeleset, tiba – tiba saat

bangun tidur, terjadi secara perlahan - lahan. Sifat nyerinya bagaimana

misalnya nyeri pegal / sengal, ngilu, seperti melilit –lilit, mules , seperti

4

Page 5: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

ditarik – tarik. Keluhan nyeri timbul pada malam hari, saat bangun tidur.

Apakah ada penjalaran rasa nyeri ( misalnya menjalar ke paha bagian

belakang seperti rasa kesetrum listrik ) , apakah disertai dengan kelemahan

tungkai , apakah disertai rasa baal . Apakah dibandingkan sejak awal keluhan

makin memberat atau tetap saja. Kondisi yang memperberat keluhan apa saja

( misalnya saat berdiri, saat berjalan setelah 20 meter harus istirahat, saat naik

tangga, saat berjongkok ). Kondisi yang dapat mngurangi keluhan misanya

bila tidur telentang, tidur telentang dengan lutut ditekuk, setelah makan obat –

obatan ( obat apa saja ) . Bagai mana dengan aktifitas berkemih dan baung air

besar apakah lancar –lancar saja, ada kesulitan menahan, atau tidak bisa

berkemih. Begitupun dengan aktifitas seksual kesulitasn ereksi, ejakulasi dan

orgasmes. Apakah ada keluhan keluhan lain yang menyertai misalnya tidak

nafsu makan, kesuliatan tidur, rasa letih tidak masuk kerja, tidak dapat

melakukan pekerjaan yang bisa dikerjakan sehari hari .

Contoh 2. Tentang Nyeri lutut

Apakah keluhan terjadi secara tiba –tiba atau berangsur –angsur makin lama

makin berat . Sifat nyerinya ngilu, kencang, pegal . Rasa kaku saat bangun

pagi hari, berapa lama ? ( kurang / lebih dari 15 menit . Ada bengkak, Saat

berjalan diiringi suara gemertak. . Nyeri bertambah saat naik tangga, jalan

menanjak, saat sholat, saat duduk bersila ( ketika lutut menekuk ).

Contoh 3 Pasien hemiparese karena stroke atau karena penyebab lainnya .

Bagaimana saat kejadian ( omset ) , secara mendadak saat bangun tidur, atau

saat beraktivitas . Apakah ada kehilangan kesadaran, muntah – muntah, nyeri

kepala hebat, gangguan penglihatan . Apakah ada kesulitan bicara, bisa miring

kiri – kanan, bisa duduk, berdiri, makan minum sendiri , tidak mampu sama

sekali menggerakkan anggota gerak, kesulitan mengontrol BAB / BAK

( retensio atau inkontinensia ) . Apakah serangan ini sudah beberapa kali .

5

Page 6: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Contoh 4. Untuk pasien anak – anak, ditanyakan bagaimana riwayat sejak

dalam kandungan ( perawatan pre natal ), saat kelahiran, perkembangan

tumbuh kembang sampai keadaan sekarang ini . Misanya , penderita anak

keberapa, saat hamil ibunya pernah menderita penyakit tertentu ( misalnya

Toxoplasma, Rubella dll ) , obat apa saja yang sering ditelan selama hamil,

termasuk jamu – jamuan, bagai mana pemeriksaan kesehatan selama

kehamilan. Bagaimana saat melahirkan, cukup atau kurang bulan, ditolong

siapa, adakah penyulit –penyulit, apakah ada kemungkinan terjadi asfiksia saat

lahir, infeksi, ikterus. Berat badan dan panjang badan saat lahir. Apakah

menderita penyakit tertentu saat neonatal, bagaimana perkembangan anak

selanjutnya, usia berapa bisa miring – miring, usia berapa kepala darat tegak,

usia berapa bisa nengkurap, duduk, merangkak, berdiri dan berjalan. Usia

berapa bisa mengucap kata, merangkai kata, atau membuat kalimat .

Tanyakan kemampuan apa yang telah anak dapatkan sebelum sakit, dan

kemampuan apa yang masih tersisa .

3. Riwayat penyakit dahulu ( berdasarkan ungkapan pasien )

- hipertensi sejak kapan

- keluhan jantung berdebar -debar

- kencing manis sejak kapan

- pernah jatuh ( posisi jatuh seperti apa )

- pernah terbentur, bagian tubuh yang mana ?

- pernah panas tinggi, kejang, kehilangan kesadaran

- pernah operasi ( jenis operasi dan atas indikasi apa )

4. Riwayat penyakit pada keluarga

Riwayat penyakit dalam keluarga penting untuk memperjelas kelainan –

kelainan yang berhubungan dengan faktor genetik seperti muskular distropi,

Rhematoid artritis, spondilitis ankilosa dll, serta memperkirakan prognosis

penyakit dan prognosis fungsional dikemudian hari .

6

Page 7: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

5. Riwayat pekerjaan

Riwayat pekerjaan yang utama bukan jenis pekerjaan, yang penting untuk

mengidentifikasi apakah penyakit yang timbul ada hubungannya dengan

aktivitas saat bekerja. Dapat juga sebagai pedoman untuk memberikan

edukasi bagai mana posisi yang baik dan benar saat beraktivitas , aktivitas

dengan posisi bagaimana yang perlu dilakukan dan dihindarkan . Apakah

masih memungkinkan untuk kembali ke jenis pekerjaan semula, apakah perlu

penyesuaian pekerjaan dll .

- Jenis pekerjaan

- Posisi aktifitas kerja ( banyak duduk, banyak jongkok, banyak berdiri,

naik –turun tangga, banyak angkat –junjung, banyak geteran – getaran

mesin , banyak goncangan, posisi bahu atau anggota gerak atas saat

bekerja dll.

6. Riwayat sosial ekonomi

Penting untuk mengetahui sebatas mana dampak penyakit tersebut

terhadap handikap yang dialami penderita . Sejauh mana beban ekonomi

dan beban sosial serta edukasi terhadap penderita dan keluarganya .

Nasihat / edukasi apa yang dapat menolong penderita dalam

memperbaiki / meningkatkan kwalitas hidup bila memang perlu anggota

tim Rehabilitasi Pekerja Sosial Medik ( Medical Social Worker ) dapat

mengadakan kunjungan rumah .

- Status perkawinan, jumlah anak, jumlah tanggungan/ jumlah anggota

keluarga yang tinggal serumah.

- Tempat tinggal bertingkat ( ada tangga ) , tidak bertingkat

- Lokasi dekat jalan raya atau sulit dicapai, apakah jauh /dekat dengan

sumber –sumber pelayanan sosial ( bank, pasar, tempat ibadah, rumah

sakit dll ). Perkiraan waktu yang diperlukan untuk mencapai tempat

pelayanan tersebut ( cukup jalan kaki, naik beca, naik angkutan ) .

7

Page 8: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

- MCK ( sumber air bersih di dalam / di luar rumah ) . Bila diluar rumah

berapa jauh . Kakus jenis berjongkok atau duduk . Penerangan kamar

mandi, apa tersdia pegangan tangan didalam kamar mandi .

- Aktifitas sosial dulu dan saat ini, pekerjaan untuk mencari nafkah, aktif

pada sutu organisasi masyarakat, aktif dalam organisasi pemerintah

sebagai pemuka masyarakat. Aktif menjalankan hobi, Dll .

III. PEMERIKSAAN FISIK

A. Pemeriksaan umum

Keadaan umum : penampakan pasien pasien secara sepintas, dengan

memperhatikan mimik wajah( bila nyeri sangat penderita menampakkan

mimik wajah gelisah), dapat juga dengan menilai tingkat nyerinya dengan

menggunakan VAS ( Visual analog Scale ) , gerakan nafas, gerakan

anggota tubuh, suara – suara rintihan yang keluar dari pasien. Tidak ada

patokan yang tegas dalam penilaian ini, namun biasanya penilaain berupa

tampak sakit ringan / sakit sedang / atau sakit berat .

Kesadaran : dapat berpedoman dengan GCS

Keadaan gizi : dapat dinilai dengan menilai Indeks masa tubuh dengan

rumus : BB dalam kg dibagi dengan kwadrat Tinggi badan dalam meter.

Nilai yang didapatkan dicocokan dengan tabel BMI . Dari sini dapat

menilai apakah pasien tergolong kurus, normal, atau berlebihan ( over

weight )

Gait ( gaya berjalan ) :

Dapat dinilai saat pasien memasuki ruangan periksa bila pasien mampu

berjalan sendiri , atau pasien diminta untuk memperagakan bagaimana dia

berjalan . Apakah pasien menggunakan alat bantu ( tongkat biasa, tongkat

ketiak, tongkat kaki tiga, kaki empat, walker atau kursi roda .

Antalgik gait : gaya berjalan pada pasien yang mengalami nyeri pada

anggota gerak bawah, dimana saat berjalan pasien mempercepat fase

menyangga pada sisi tungkai yang mengalami nyeri

8

Page 9: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Waddle gait : gaya berjalan pada pasien yang mengalami kelemahan

pada otot – otot tungkai proksimal. Saat berjalan pasien merenggangkan

jarak kedua kakinya.

Trendelenburg gait : Gaya berjalan dengan goyangan pinggul berlebihan

pada tungkai yang sakit . Biasanya akibat kelemahan otot gluteus medius

Hemiparetik gait : Gerakan fleksi dan ekstensi tungkai yang mengalami

kelumpuhan nampak kaku .

Stappege gait : pada pasien dengan paraparesis flaksid atau paralisis

proneus ( dropfoot ) , dimana kaki pada sisi yang sakit diangkat secara

berlebihan untuk menghindari ujung kaki menyapu tanah / lantai. .

Tungkai diayunkan jauh kedepan, bila ada kelumpuhan otot ekstensor

lutut .

Parkinson gait : paisen berjalan dalam posisi membungkuk, agak kaku

dan langkah kecil – kecil

Waddle gait : pasien berjalan dengan merenggangkan jarak kedua kaki .

Biasanya pada pasien yang mengalami kelemahan otot – otot proksimal .

Bahasa / Bicara : apakah ada kesulitan berbicara secara verbal karena

ada kelumpuhan otot – otot bicara misalnya sengau, atau pelo ( disartri ) ,

dengan bahasa isyarat, atau sama sekali tak ada kontak dengan lawan

bicara

Ciri –ciri membedakan berbagai sindroma afasia sebagai berikut

Jenis afasia Kelancaran

perkataan

Meniru Pemahaman

Afasia Global Tidak lancar _ _

Afasia Broca Tidak lancar _ +

Afasia Transcortkal motorik Tidak lancar + +

Afasia Transcortical campuran Tidak lancar + _

Afasia Wernicke Lancar _ _

Afasia Transcortical sensorik Lancar + _

Afasia Konduksi Lancar _ +

Afasia anomis Lancar + +

9

Page 10: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Pemerisaan tanda Vital : Tekanan darah, nadi, Respirasi, suhu.

Kulit : secara umum diperhatikan apakah tampak ada kelainan wujud,

misalnya kering, pucat, ada ulkus dekubitus .

Ulkus dekubitus dibagi atas 5 tingkatan

Grade 1. ulkus terbatas pada kulit yang memperlihatkan erithema atau

indurasi diatas permukaan tulang yang menonjol

Grade 2. ulserasi superfisial yang meluas sampai lapisan dermis

Grade 3. Ulserasi yang meluas ke jaringan subkutan tetapi belum

sampai ke jaringan otot

Grade 4. Ulserasi dalam yang meluas sapai ke jaringan otot

Grade 5. Ulkus yang meluas sampai sepanjang bursa pada sendi atau

rongga tubuh ( rectum, intestinum, vagina, balader )

Status psikis

Sikap : kooperatif atau tidak, apakah tampak pasien cemas , sulit tidur,

tidak nafsu makan . Kontak mata saat wawancara ada atau tidak, seperti

pada pasien autis sulit melakuan kontak, atau pasien afasia tampak pasien

bingung atau dalam wawancara masih dalam batas – batas kewajaran .

Bagaimana perhatian pasien saat diperiksa apakah penuh perhatian atau

acuh tak acuh. Ekspresi wajah apakah tampak wajar atau meringis

kesakitan , atau tatapan wajah yang kosong .

Pada penderita yang mengalami kecacatan umumnya mengalami proses

psikologis yang cukup lama serta melalui tahapan – tahapan sbb

1. Shock mental

Pada permulaannya penderita akan mengalami keadaan ini, ekspresi

yang tampak penderita begitu murung, depresi dan putus asa, seakan

dunia kehidupan sudah tertutup baginya . kadang – kadang didalam

tahapan ini dapat sampai mengarah kepada gangguan mental psikiatris

yang lebih berat . Untuk tahap ini pada umumnya akan membutuhkan

waktu beberapa lama dan berkurang sejalan dengan kemajuan

kesembuhan yang didapat .

10

Page 11: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

2. Harapan untuk sembuh kembali sebagai semula .

Sejalan dengan pemulihan yang didapatnya, penderita kembali

mempunyai harapan – harapan baru, sekiranya ia dapat kembali sehat

sebagai semula .

3. Frustrasi / kecewa

Pada tingkat / tahapan ini, penderita tampak kecewa dan putus asa

karena harapan- harapan yang pernah diimpikannya semula, ternyata

tidak sama dengan kenyataan yang ada .

4. Menerima keadaan / menyesuaikan diri

Pada akhirnya penderita dari sedikit demi sedikit dapat menyadari dan

menerima kenyataan yang ada pada dirinya, serta berusaha untuk

menyesuaikan diri dengan keadaan yang ada sekarang ini.

B. Pemeriksaan syaraf - syaraf kepala ( Nervus kranialis )

Sayaraf kepala ada 12 pasang . Pemeriksaan klinis secara praktis dan

sederhana harus dilakukan untuk mengetahui apakah ada gangguan .

1. Nervus Olfactorius

Sebelumnya pasien diberitahukan dulu bahwa akan dilakukan

pemeriksaan fungsi penciumannya, periksa dulu apakah ada gangguan

pada mukosa hidung yang dapat berakibat hasil pemeriksaan positif

palsu . Pasien diminta untuk mengidentifikasi apa yang tercium

olehnya saat botot kecil yang berisis bubuk kopi, tembakau, jeruk

didekakan pada lobang hidungnya

2. Nervus Optikus

Pemeriksaan nervus optikus meliputi pemeriksaan daya penglihatan,

pemeriksaan pengenalan warna, pemeriksaan medan ( lapangan )

pandang, pemeriksaan fundus ( funduskopi .

Untuk kepentingan pemeriksaan rehabilitasi medik dapat dilakuakan

pemeriksaan daya penglihatan dan lapangan pandang saja. Untuk

pemeriksaan daya penglihatan dapat menggunakan kartu snellen atau

11

Page 12: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

menggunakan jari – jari tangan pemeriksa . Dengan visus normal jari

dapat dilihat pada jarak 60 meter . Jadi apabila seseorang tidak dapat

melihat jari tangan pada jarak 3 meter tetapi bisa melihat pada jarak 2

meter , maka perkiraan visusnya adalah 2/ 60.

Untuk memeriksa medan ( lapangan ) penglihatan secara sederhana

dapat menggunakan test konfrontasi, yaitu dengan cara pasien dan

pemerisa berhadap –hadapan pada jarak 30 –40 cm . Lapangan

pandang pemeriksa harus normal . Untuk memeriksa kampus mata

kanan pasien maka mata kiri pasien dan mata kanan pemeriksa harus

ditutup. Mata pasien dan pemeriksa berada pada posisi saling tatap.

Objek yang digunakan ( 2 jari pemeriksa / ball point ) digerakkan

mulai dari lapangan pandang kanan dan kiri, atas dan bawah dimana

mata lain dalam keadaan tertutup dan mata yang diperiksa harus

menatap lurus kedepan ( ke mata pemeriksa ) dan tidak boleh melirik

ke arah objek tersebut.

3. Nervus Occulomotorius

Pemeriksaan meliputi

a. Retraksi kelopk mata atas

b. Ptosis

c. Pupil

d. Gerakan bola mata ( bersamaan dengan N IV dan VI )

4. Nervus Trocholearis ( pemeriksaan gerakan bola mata bersama N III )

5. Nervus Trigeminus

a. Pemeriksaan sensibilitas

b. Pemeriksaan motorik

Pemeriksaan membuka dan menutup mulut, palpasi otot masseter,

kekuatan menggigit .

12

Page 13: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

c. Refleks ( refleks kornea , nasala refleks, refleks masseter ( jaw

jerk reflex)

6. Nervus Trochlearis

( pemeriksaan gerakan bola mata bersama N III, IV)

7. Nervus Facialis

Perhatikan apakah parese tipe sentral atau perifer

Perhatikan saat diam apakah tampak asimetri

Mengangkat alis , logophalmus , bandingkan kanan – kiri

Menutup mata sekuat –kuatnya ( perhatikan asimetri ) , coba

pemeriksa membuka kelopak mata kanan –kiri secara bersamaan

bandingkan kekuatan kanan dan kiri

Tersenyum , penderita disuruh memperlihatkan gigi ( perhatikan

simetri )

Bersiul , bibir mencucu ( asimetri / deviasi ujung bibir )

Sensorik khusus , memeriksa pengecapan 2 /3 depan lidah

8. Nervus Acusticus

Ada 2 devisi yaitu pendengaran ( Auditorius ) dan keseimbangan

( Vestibularis ) .

Tes pendengaran

1. Gesekan jari

2. Detik arloji

3. Audiogram

Untuk membedakan tuli saraf dengan tuli kondukasi dipakai tes Rinne

dan Weber

Pemeriksaan N.Vestibularis

1. Nystagmus

2. Tes Romberg dan berjalan lurus dengan mata tertututp

3. Head tilt yaitu tes untuk postural nystagmus

13

Page 14: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

9. Nervus Glossopharygeus dan N.Vagus

Karena secara klinis sulit dipisahkan maka biasanya dibicarakan

bersama – sama . Anamnesis yang teliti meliputi kesedak / keselak

( kelumpuhan palatum ), kesulitan menelan dan disartri ( khas bernada

hidung / bindeng ) .

Pemeriksaan sensoris saraf IX dan X terbatas pada sensasi bagian

belakang rongga mulut atau 1/3 belakang lidah dan faring, otot – otot

faring dan pita suara serta refleks muntah / menelan/ batuk .

a. Gerakan palatum

Penderita diminta mengucapkan a atau ah dengan panjang,

sementara itu pemeriksa melihat gerakan uvula akan berdeviasi ke

arah yang normal .

b. Gerekan pita suara ( dilakukan di bagian THT dengan indirect

laryngoscope )

c. Refleks muntah dan pemeriksaan sensorik

Pemeriksa meraba dinding belakang pharynx dan bandingkan

refleks muntah kanan dan kiri . Refleks muntah ini mungkin

hilang pada pasien – pasien berusia tua .

d. Kecepatan menelan dan kekuatan batuk

10. Nervus Accessorius

Pemeriksaan otot sternocleidomastoideus diperiksa dengan menahan

gerakan fleksi lateral dari kepala/leher penderita atau sebaliknya

Pemeriksaan kekuatan otot trapezius bagian atas diperiksa dengan

menekan kedua bahu penderita ke bawah, sementara itu penderita

berusaha mempertahankan posisi kedua bahu terangkat ( sebaiknya

posisi penderita duduk dan dokter berada dibelakang pasien )

Disamping pemeriksaan kekuatan otot dapat juga dilihat tanda – tanda

kelumpuhan otot ( atrofi dan fasikulasi )

14

Page 15: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

11. Nervus Hypoglossus

Lesi LMN ditandai dengan adanya atrofi lidah dan fasikulasi

Pemeriksaan dengan menjulurkan lidah, menggerakkan lidah ke

lateral, melakukan pemeriksaan kekuatan otot lidah .

D. Kepala

Bentuk : normal, asimetris. Ukuran : normal, hydrosefalus posisi dll,

mata konjungtiva anemis atau tidak, sklera icteri atau tidak , apakah ada

tanda- tanda strabismus, exopthalmus , sulit mengedipkan mata dll

Wajah : apakah tidak simetris, merot kekiri / kekanan. Gerakan involunter

tic fasialis .

E. Leher :

Inspeksi :

statis /dinamis, simetris / asimetris . Apakah tampak otot – otot

paraservikal tegang . Tortikolis dan kaku kuduk .

Posisi trachea ( simetris, asismetris ), pembesaran kelenjar gondok/

kelenjar getah bening, , kaku kuduk

Pada anak – anak apakah kontrol leher terhadap kepala baik

Palpasi :

Tekanan vena jugularis meninggi atau tidak .

Apakah teraba tumor, kaku kuduk .

Apakah ada spasme otot – otot para servikal .

Pemeriksaan ROM ( Range Of Motion )

Fleksi, ekstensi, Laterofleksi kanan / kiri dan Rotasi kanan / kiri

Nilai normal ROM : Ante / retrofleksi ( 65 0 / 50 0 )

Laterofleksi dekstra / Sinistra ( 40 0 / 40 0 )

Rotasi dekstra / sinistra ( 45 0 / 45 0 )

Pemeriksaan tes provokasi ( tes Lhermite/ Spurling , tes distraksi, tes

Valsalva dan Nafziger )

Test provokasi dilakukan pada psien dengan nyeri servikal .

15

Page 16: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Tes Lhermitte / Spurling : dilakukan dengan cara : Sebelumnya pasien

diberitahukan bahwa akan dilakukan pemeriksaan dengan cara menekan

kepala. Pasien duduk dikursi dalam posisi leher dan kepala tegak lurus .

Pemerisa berada di belakang pasien . Kedua tangan pemeriksa dalam

posisi masing – masing jari berpegangan ( jari bersilangan ) menekan

puncak kepala pasien . Penekanan dapat juga dilakukan dalam berbagai

posisi kepala. Test positif bila pasien merasakan ada rasa nyeri yang

menjalar dari leher sampai ke lengan bahkan sampai ketangan .

Sebaliknya pasien dengan nyeri leher dilakukan tes distraksi berupa

tarikan kepala keatas ( kebalikan dari tes Lhermitte ) pada kepala dengan

kedua tangan pemeriksa bertopang di dagu dan belakang kepala pasien .

tes positif bila pasien merasakan nyeri lehernya berkurang

Tes Valsalva : bertujuan meninggikan tekanan intratekal. Bila terdapat

proses desak ruang di kanalis vertebralis bagian servikal maka dengan

ditingkatkannya tekanan intratekal akan membangkitkan nyeri radikuler

yaitu nyeri saraf ( rasa ngilu atau seperti kesetrum listrik ) yang menjalar

dari akar saraf di servikal ke lengan - tangan .Cara melakukan tes

valsalva : sebelumnya pasien diberitahu akan dilakukan pemeriksaan .

Lalu pasien di suruh menarik nafas sedalam mungkin lalu mengejan . tes

positif bila timbul nyeri radikuler seperti disebutkan diatas .

F. Thorak :

Dinding dada saat statis ( tidak sedang bernafas ) dan dinamis ( saat

bernafas inspirasi dan ekspirasi ) simetris / tidak simetris . Bentuk

abnormal misalnya Barel chest . Retraksi interkosta. Pada pasien dengan

gangguan pemekaran dinding dada misalnya pasien dengan PPOK,

Spondilitis Ankilosa dapat dilakukan pemeriksaan luasnya ekspansi

thorak dengan mengukur lingkaran dinding thoraks sebatas papila mamae

atau procesus xypoideus. Bandingkan saat ekspirasi maksimum dan

inspirasi maksimum . Bila kurang dari 2 cm berarti ada keterbatasan

mengembangan dinding dada.

16

Page 17: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

` Paru – paru

- Inspeksi : statis / dinamis , simetrris / asimetris

- Palpasi : Stemfremitus normal, mengeras , melemah / menghilang

- Perkusi : redup , sonor, hypersonor, nyeri ketok .

- Auskultasi : Visikuler , ronchi, wheizing

Jantung

- Inspeksi : Ictus cordis

- Palpasi : Ictus cordis teraba / tidak

- Perkusi : batas atas jantung, batas kanan dan kiri

- Auskultasi : Laju denyut jantung ( Heart rate , bising – bising

abnormal pada jantung )

F. Abdomen

- Inspeksi : dinding abdomen datar , membusung

- Palpasi : lemas, kaku, nyeri tekan , hepar – lien teraba / tidak

- Perkusi : redup, tympani

- Auskultasi : bising usus .

G. Trunkus ( batang tubuh ) / Pemeriksaan kolumna vertebralis

Pemeriksaan dapat dilakkan ditempat tidur, saat duduk, saat berdiri atau

kalau perlu saat pasien membungkuk .

Inspeksi :

Apakah tampak simetris . Deformitas ( kyfosis yang berlebihan, gibus,

skoliosis ) . Lordosis lumbosakral apakah masih dalam batas normal,

berlebihan ( hyperlordosis ), atau menghilang . Apakah ada hairy spot

yaitu tanda warna hitam disekitar tulang belakang , bila tanda ini

ditemukan sering menyertai proses patologis pada struktur dibawahnya

bisa berupa spina bifiada, meningocele dll. Pelvic tilt ( kemiringan pelvis )

apakah simetris / asimetris .

17

Page 18: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Palpasi :

Adakah spasme pada otot – otot para vertebrae lumbal, adakah nyeri

tekan, bila ada lokasinya dimana ( procesus spinosus, otot –otot para

lumbal, sakroiliaka, permukaan otot piriformis

Luas gerak sendi / ROM lumbosakral

Nilai normal ROM Lumbosakral rata – rata pada orang normal :

Ante / retrofleksi ( 95 0 / 35 0 )

Laterofleksi dekstra / Sinistra ( 40 0 / 40 0 )

Rotasi dekstra / sinistra ( 35 0 / 35 0 )

Tes provokasi valsalva dan nafziger dapat juga dilakukan sama seperti

pada pemeriksaan sevikal, hanya sensasi neri dirasakan pada daerah

tungkai sampai kaki

Beberapa tes Provokasi lain yang penting antara lain

Test Laseque

Test ini bertujuan untuk menilai iritasi radiks saraf yang membentuk

fleksus lumbosakral ( saraf iskhiadikus ) .

Cara melakukan : pasien berbaring telentang dalam keadaan santai . Salah

satu dari tungkai bawah yang akan diperiksa dengan pelahan lahan

difleksikan secara pasif pada sendi paha dengan cara telapak tangan

pemeriksa berada pada tumit penderita dimana sendi lutut dalam keadaan

ekstensi . Untuk menambah regangan dapat juga dilakukan dalam saat

bersamaan dilakukan fleksi pada leher ( dagu penderita menyentuh dada )

Test dinyatakan positif bila pasien merasakan nyeri yang menjalar

disepanjang perjalanan saraf iskhiadikus .

Test SLR

Prinsip cara melakukan Test SLR sama dengan test Laseque , bahkan

pada beberapa buku dikatakan sinonim . Namun untuk memperjelas

maknanya pada test SLR disamping untuk menentukan apakah ada iritasi

18

Page 19: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

pada saraf iskhiadikus dimana rasa nyeri tersebut terasa pada sudut

kurang dari 70 derajat dapat juga menilai apakah rasa nyeri tersebut

sebagai akibat dari adanya keterbatasan ritme luas gerak fleksi dari fleksi

sendi paha , dimana yang berperan dalam ritme gerakan tersebut selain

sendi paha sendiri juga melibatkan sendi lumbosakral .

Test Bragard dan Sicard

Modifikasi dari test Laseque hanya saat melakukan fleksi ditambah

dengan dorsofleksi pada sendi pergelangan kaki ( Bargard ), atau

mendorsofleksikan ibu jari kaki ( Sicard )

Test O’Connell

Test inin disebut juga test Laseque silang , karena nyeri yang bangkit

terasa pada tungkai yang sakit pada saat dilakukan pada tungkai yang

sehat .

Femoral Nerv Stretch Test ( FNST )

Test ini bertujuan untuk menilai iritasi pada saraf femoralis ( dibentuk oleh

radiks L2, L3 dan L4 ) dengan cara pasien berbaring miring pada sisi yang

tidak sakit dengan sendi paha dan sendi lutut yang sakit sedikit fleksi ,

pinggang dan punggung lurus dan kepala difleksikan . secara perlahan –

lahan fleksi lutut ditambah dan sendi paha diekstensikan .

Test positif bila terasa nyeri yang menjalar seoanjang permukaan paha

bagian anterior .

Test Patrick

Tujuan test ini untuk membangkitkan nyeri di sendi panggul yang terkena

penyakit .

Cara melakukan : penderita dalam keadaan tidur telentang . Tempatkan

tumit dari tungkai yang akan diperiksa pada lutut tungkai yang sehat , lalu

dengan agak sedikit menekan lakukan dorongan kebawah pada sendi lutut.

Jadi posisi gerakan Fleksi pada sendi lutut , Abduksi pada sendi panggul,

Eksorotasi pada sendi panggul . ( FABERI )

19

Page 20: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Test dinyatakan positif bila penderita merasakan nyeri daerah panggul .

Test Kebalikan Patrick ( Kontra Patrick )

Test ini bertujuan untuk menentukan lokasi patologi di sendi sakroiliaka .

Cara melakukan pemeriksaan, posisi tungkai sama dengan test Patrick,

bedanya gerakan berlawanan dengan arah gerakan test patrick . Pada test

ini posisi gerakan berupa Fleksi pada sendi lutut, Adduksi dan

endorotasi pada sendi panggul . Saat endorotasi sendi panggul dilakukan

dengan agak menekan

Test dinyatakan positif bila penderita merasakan nyeri pada daerah

sakroiliaka ( daerah bokong ) dapat juga menjalar ke paha.

Test Gaenslen

Tujuan test ini juga untuk menentukan adanya kelainan pada sendi

sakroiliaka .

Cara melakukan : pasien dalam posisi telentang dengan kedua tungkai

feksi pada sendi paha dan sendi lutut.( posisi kedua tangan merangkul

kedua lutut ) . Posisi tungkai yang akan diperiksa diletakkan agak ketepi

dari tempat pemeriksaan . Dengan secara tiba – tiba pasien diminta untuk

menjatuhkan tungkai yang akan diperiksa kebawah ( posisi menggantung )

Test dinyatakan positif bila penderita merakan nyeri pada daerah

sakroiliaka dari tungkai ipsi lateral saat tungkai tersebut dilepaskan untuk

jatuh kebawah .

Pemeriksaan Schober

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur kelenturan atau fleksibiltas

trunkus ( dari batang tubuh ) .

Cara pemeriksaan : mula-mula pasien berdiri tegak lalu pasien disuruh

melakukan gerakan membungkuk ( fleksi ) maksimal, tentukan 4 titik

mulai dari prominentia spinosus sakralis superior kearah atas dan dengan

jarak antara satu titik dengan titik lainnya masing – masing 10 cm .

Kemudian pasien disuruh berdiri tegak dan jarak dari titik – titik itu diukur

kembali . dalam keadaan normal akan terjadi pemendekan jarak titik – titik

tersebut berturut – turut adalah 50 %, 40 % dan 30 % .

20

Page 21: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Cara lain dengan mengukur jarak C 7 sampai T 12 dan T12 sampai S1

dalam keadaan berdiri tegak, kemudian pasien disuruh untuk melakukan

fleksi maksimal pada trunkus . Normal jarak antara C7 sampai T 12 akan

memanjang 2- 3 cm dan T12 sampai S1 akan memanjang 7 – 8 cm .

H. Anggota gerak atas

Inspeksi

Apakah ada tanda deformitas pada sendi bahu, sendi siku, pergelangan

tangan dan jari –jari tangan , tumor , pembengkakan, gerakan – gerakan

involuneter

Perhatikan apakah terdapat asimetri scapula ( sprengel’s deformity ) .

Winging scapula karena paralis otot – otot trapezius akibat parese nervus

assesorius . Dimana skapula tidak dapat diangkat atau tidak dapat

diadduksikan . Kelainan ini tampak jelas bila terjadi secara unilateral .

Pada parese fleksu brakhialis dapat ditemui posisi a waiter asking for a

tip ( Erb’s palsy ). Dimana lengan dalam posisi rotasi internal dan adduksi

posisi pergelangan tangan dan jari – jari tangan flkesi .

Pada sendi siku dapat dijumpai gunstok deformity ( angulasi varus ) atau

sebaliknya angulasi valgus “ the carrying angel “ .

Pembengkakan pada daerah siku akibat bursitis olecranon

Perhatikan telapak tangan, apakah ada atropi dari otot – otot tenar dan

hypotenar, pada jari – jari tangan saat digerakkan apakah ada jari tangan

yang tertinggal saat fleksi – ekstensi ( pada trigger finger ) .

Perhatikan apakah ada deformitas swan –neck , boutonniere, mallet finger

pada jari – jari tangan .

Palpasi :

Dilakukan palpasi pada struktur anatomi tulang , persendian dan jaringan

lunak , nyeri tekan , nyeri gerak , krepitasi pada sendi – sendi .

Pada persendian bahu dilakukan palpasi pada semua permukaan

persendian yang membentuk shoulder girdel ( gelang bahu ) meliputi

21

Page 22: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

sternoclavicular joint, acromioclacicular joint, glenohumeral joint dan

scapulothoracic articulation .

Pada regio sekitar siku dapat dilakukan palpasi pada regio epicondylus

medialis dan lateralis , pada sekitar pergelangan tangan dilakukan palpasi

pada semua permukaan sendi juga dapat dipalpasi disekitar procesus

styloideus radialis yang terdapat snuff box yang teraba nyeri pada

tendonitis De Quervain’s . Palpasi pada semua persendian jari tangan

apakah terdapat nyeri tekan .

Pemeriksaan neurologi meliputi pemeriksaan :

Motorik

Gerakan : apakah pasien mampu menggerakan bagian – bagian anggota

gerak atas perintah untuk menilai apakah ada kelumpuhan

Kekuatan : sebaiknya dilakukan penilaian pada semua arah gerak sendi,

untuk menilai apakah terdapat disabilitas dalam melakukan

aktivitas atau paling kurang dilakukan pemeriksaan segmen –

segmen penting untuk menilai keterlibatan akar saraf

misalnya :

servikal 4 . Abduksi lengan / bahu

servikal 5 Fleksi siku

servikal 6 . Ekstensi siku

servikal 7. Ekstensi pergelangan tangan

servikal 8. Fleksi jari – jari tangan ( posisi menggenggam )

thorakal 1 abduksi – adduksi jari – jari tangan

Nilai kekuatan otot secara praktis dengan Manual Muscle test

0 : Tidak ada kontraksi otot yang tampak maupun yang teraba

1 : Tampak ada kontrasksi otot namun tidak dapat mengerakan

persendian

2 : Tampak kontrasi otot dan dapat menggerakkan persendian,

namun tidak dapat melawan gaya gravitasi

22

Page 23: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

3 : Tampak kontraksi otot dan dapat melawan gaya gravitasi

namun tidak mampu untuk melawan beban minimal

4 : Tampak kontraksi otot dan dapat melawan beban minimal

namun tidak mampu melawan beban maksimal

5 : Tampak kontrasi otot dan dapat melawan beban maksimal

Pada kasus Cidera Medula Spinalis baik Tetraparese maupun

Para Parese dapat memakai Motor Index Score (M I S )

Kanan Key Muscle Segment Kiri

5 C5 : Deltoid, Biceps, Brachialis dan

Bronchoradialis

5

5 C6 : Eks, Carpi radialis longus & brevis 5

5 C7 : Triceps 5

5 C8 : Flexor digitorum profundus 5

5 T1 : Interosei 5

5 L2 : Iliopsoas 5

5 L3 : Quadriceps 5

5 L4 : Tibialis anterior 5

5 L5 : Eks.hallucis longus 5

5 S1 : gastrocnemius dan Soleus 5

50 50

Total Score Maksimum = 100

Tonus : Untuk mendapatkan hasil yang baik pasien harus dalam keadaan

tenang dan posisi santai, ruang periksa juga tenang tidak terlalu

panas atau terlalu sejuk . Pasien tidur dalam posisi telentang

dan releks . Agar perhatian pasien tidak tertuju pada gerakan

yang dilakukan pasien boleh diajak ngobrol .

Pemeriksaan tonus otot dilakukan dengan cara melakukan

gerakan –pasif secara berulang –ulang sambil dirasakan apakah

terdapat tahanan. Untuk ekstremitas atas dapat dinilai pada

23

Page 24: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

gerakan pasif pada sendi siku dengan melakukan fleksi dan

ekstensi . Apabila terdapat tahanan yang terasa secara

sinambung, maka tonus otot yang meningkat itu dikenal

dengan spstisitas. Bila tahanan itu hilang timbul secara

berselingan maka dinamakan regiditas. Untuk menilai berat

atau tidaknya spastisitas dapat dilakukan penilaian dengan

skala Ashworth atau modifikasi nya

Modified Ashwaorth Scale for grading spastisicity

Grade Keterangan

0 Tidak ada kenaikan dalam tonus otot

1 Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika

dipegang dan dilepas atau dengan tahanan minimal

pada akhir dari LGS ketika bagian yang terkena

digerakan dalam gerakan fleksi atau ekstensi

2 Kenaikan ringan dalam tonus otot, muncul ketika

dipegang diikuti dengan tahanan minmal pada sisi (

kurang dari separuh ) dari LGS

3 Kenaikan yang lebih jelas dalam tonus otot , pada

sebagian besar LGS tetapi bagian yang terkena

dapat digerakkan dengan mudah

4 Kenaikan yang besar dalam tonus otot, dimana

gerakan pasif sulit dilakukan

5 Bagian yang terkena kaku dalam gerakan fleksi

atau ekstensi

Keterangan :

Grade 0 = normal , 1 = sangat ringan, 2 = ringan, 3 = sedang , 4 = agak berat, dan 5 = berat

Tropi otot yaitu hilangnya atau mengecilnya bentuk otot disebabkan oleh

musnahnya serabut otot. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan

inspeksi membandingkan dengan kontur otot yang sehat ,

biasanya tampak masa ototnya mengecil . Bila hanya pada satu

24

Page 25: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

sisi yang mengalami atropi dapat dilakukan mengukuran

diameter kelompok otot pada lokasi yang sama . Penilaian

dapat berupa tropi otot normal, hypertropi, hypotropi atau

atropi .

Refleks fisiologis

Pemeriksaan refleks dengan menggunakan hamer yang

dilakukan pada tendon , ligamentum atau periosteteum .

Ketukan dilakuakn secara bebas, hamer dipegang dengan

menggunakan jari telunjuk dan ibu jari, dan yang diayunkan

adalah pergelangan tangan bukan lengan seperti pada gerakan

memotong kayu .

Nilai respon atas pengetukan tendon didasarkan atas kecepatan

gerakan reflektorik yang bangkit, amplitudo dan lamanya suatu

kontraksi berlangsung . Penderajatan hasil penilaian tersebut

sebagai berikut :

Nilai Keterangan

0 Tidak terdapat gerakan reflektorik apapun

+ Ada gerakan reflektorik yang lemah

++ gerakan reflektorik yang cukup cepat,

beramplitudo cukup dan berlangsung cukup lama

Nilai ini terdapat pada orang yang sehat

+++ Gerakan reflektorik yang melebihi respon umum,

tetapi tidak selalu bersifat patologik

++++ gerakan reflektorik yang melebihi keadaan umum

dan jelas patologi

Pada ekstremitas superior pemeriksaan refleks fisiologis meliputi

Refleks tendon bisep , refleks tendon trisep, refleks tendon brakhioradialis

Pemeriksaan refleks patologis

Refleks patologis yang lazim dilakukan pada ekstremitas superior adalah

25

Page 26: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Refleks Tromner

Cara melakukan : Posisi penderita bisa tidur telentang atau duduk, tangan pemeriksa sisi kiri memegang tangan penderita pada telapak tangan penderita yang dalam keadaan fleksi sedang pada sendi siku dan sendi pergelangan tangan serta pronasi . Usahakan paisen dalam posisi relaks . Dengan jari tengah atau jari telunjuk pemeriksa lakukan colekan dari arah bawah keatas pada jari tengah tangan penderita. Respon : jari telunjuk, terutama ibu jari dan jari – jari lainnya terjadi fleksi bersamaan dengan colekan tersebut .

Refleks Hoffman

Cara melakukan pada prinsipnya sama dengan pemeriksaan refleks tromner , hanya stimulus yang digunakan untuk membangkitkan reaksi fleksi dari jari – jari tangan penderita dengan mengadakan goresan dengan kuku ibu jari tangan pemeriksa pada kuku jari tengah penderita dari atas ke bawah . Respon yang ditimbulkan juga sama dengan refleks tromner .

Pemeriksaan sensoris

Protopatik :

Pemeriksaan berupa rangsangan raba, nyeri ( dengan tusukan tajam misalnya jarum atau reder ), panas ( air panas dalam botol dengan suhu sekitar 40o – 45o C serta raba halus misalnya dengan kapas atau bulu unggas . Prinsipnya dilakukan percobaan terlebih dahulu pada regio yang sehat atau regio yang dinilai cukup sehat misalnya sekitar dada atau kening . Dan diminta agar pasien benar – benar mengenal atau merasakan rangsangan tersebut , lalu kemudian dilakukan pemeriksaan pada regio yang akan diperiksa pasien diminta memejamkan mata dan menyebutkan perbandingan antara sisi sehat serta sisi – kiri dan kanan . Lakukan penilaian secara dermatom untuk menentukan bagian akar saraf mana yang mengalami gangguan .

Proprioseptik

Meliputi pemeriksaa perasaan gerak, perasaan sikap dan perasaan getar . Untuk rasa sikap, dalam posisi mata penderita terpejam, tempatkan salah satu lengan penderita pada posisi tertentu, lalu penderita disuruh untuk menyebutkan berada di posisi mana lengan tersebut . Untuk posisi gerak pasien disuruh memejamkan mata, lalu gerakkan ibu jari tangan atau kaki penderita secara pasif oleh pemeriksa pada sutu gerakan tertentu misal keatas, tanyakan pada penderita di gerakkan kemana ibu jari tangan atau kaki tersebut . Untuk pemeriksaan rasa getar dapat dilakukan dengan menggunakan

garpu tala yang berfrekuensi 128 / detik . Getarkan garpu tala tersebut lalu

26

Page 27: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

letakkan pada salah satu bagian tubuh pasien misalnya daerah tulang yang

menonjol seperti maleolus . Lalu pasien diminta untuk menyebutkan apa

yang dia rasakan dan dimana terasanya. Perhatikan jawaban pasien .

Pemeriksaan Range Of Motion ( ROM ) / Luas Gerak Sendi ( LGS )

Untuk melakukan pemeriksaan ROM menggunakan alat goniometer .

Perlu pengetahuan tentang sumbu gerak (sagital, frontal, transversal )

Perlu mengetahui titik nol ( posisi anatomi ) dari suatu gerakan sendi

tersebut . Sistim yang digunakan biasanya yaitu 3600 ( menurut Knapp

dan West) dan sistim 180 0 ( menurut Norkin danWhite )

Beberapa istilah yang banyak dipakai sehubungan dengan pemeriksaan ROM ( Range Of Motion )

Goniometer : alat untuk mengukur sudut sendi

Bidang Sagital atau Vertikal : bidang anterior -posterior sepanjang

aksis longitudinal dari tubuh, membagi tubuh menjadi bagian kanan

dan kiri

Bidang frontal atau koronal : bidang yang tegak lurus dengan bidang

sagital, membagi tubuh menjadi bidang vetral dan dorsal

Bidang horizontal atau transversal : bidang yang sejajar dengan

horison

27

Page 28: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Fleksi : gerakan menekukkan sendi sehingga mendekatkan kedua

segmen sendi dan susut sendi berkurang

Ekstensi : gerakan meluruskan sendi sehingga menjauhkan kedua

segmen sendi dan sudut sendi bertambah

Rotasi : perputaran atau gerakan mengelilingi aksis

Supinasi : rotasi dari lengan bawah sehingga telapak tangan

menghadap ke atas ( anterior dalam posisi anatomi )

Pronasi: rotasi dari lengan bawah sehingga telapak tangan menghadap

ke bawah ( posterior dalam posisi anatomi )

Deviasi : gerakan menjauhi kedudukan awal ; seringkali

menunjukkan abduksi atau abduksi relatif terhadap garis tengah , atau

rotasi dari kedudukan awal

Inversi : perputaran kearah dalam ; telapak kaki meghadap ke

medial

Eversi : perputaran kearah luar; telapak kaki menghadap ke lateral

Abduksi : gerakan sendi sehingga segmen bergerak ke lateral

menjauhi garis tengah

Adduksi : gerakan sendi sehingga segmen bergerak ke medial

mendekati garis tengah

Dorsofleksi : fleksi atau gerakan menekukkan telapak kaki

mendekati tungkai bawah sehingga sudut antara permukaan dorsal

telapak kaki dan tungkai bawah berkurang

Plantar fleksi : fleksi atau gerakan melengkungkan searah telapak

kaki sehingga sudut antara permukaan dorsal telapak kaki dan tungkai

bawah bertambah

Oposisi : gerakan ibu jari tangan menjauhi telapak tangan dengan

arah tegak lurus bidang telapak tangan

Aksis rotasi : suatu garis yang tegak lurus bidang yang

berbatasan dengan gerakan segmen tungkai dan gerakannya melingkar

28

Page 29: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Aksis longitudinal : suatu garis yang menembus tulang atau segmen

dan membagi kedua bagian secara simetris, dan terletak pada bidang

frontal dan sagital .

Beberapa kondisi yang mempengaruhi gerakan sendi, dan hal – hal yang

perlu pertimbangan

Secara aktif pasien merubah kedudukannya atau secara psif

pemeriksa yang merubah kedudukannya

Apakah gerakan sendi dapat dicapai dengan mudah atau dipaksa

Apakah dalam melakukan pemeriksaan sendi pasien merasakan nyeri

Apakah dalam melakukan pemeriksaan sendi ada tahanan volunter dan

involunter

Bila terdapat tahanan , apakah terdapat daya dalam melawan tahanan

oleh pemeriksa

Apakah selama pemeriksaan pasien cukup kooperatif

Apakah pasien mengalami ketegangan pikiran atau kecemasan

Apakah terdapat penyulit dalam melakukan pemeriksaan sehingga

membatasi ; misalnya luka operasi, pemakaian alat atau terjadi

hipertropi otot

Beberapa sistem pengukuran ROM, diantaranya :

A. Sistem 360 derajat oleh Knapp dan West

Pada sistem ini pasien berada pada posisi anatomis dimana titik 0 derajat

di kepala sedangkan 180 derajat di bawah kaki

Pada bidang sagital 0 – 180 derajat adalah bagian anterior dan 180 – 360

derajat bagian posterior tubuh

B. Sistem 180 derajat oleh Norkin dan White

Pada sistem ini 180 derajat mengidentifikasi posisi anatomis sebagai 0

derajat dan gerakan dari posisi anatomis ke bidang sebagai nilai positif

dari 0 – 180 derajat .

Sebagai contoh ROM sendi bahu pada gambar berikut : gambar 1 – 3.

29

Page 30: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Gambar : 1 – 3 Fleksi dan ekstensi bahu . A. sistem 1800 B. Sitem 360 0

30

Gambar 1 – 4 Fleksi dan ekstensi bahu Posisi pasien: supine atau duduk, lengan di samping, siku dalam keadaan lurus.Bidang gerakan: sagitalROM normal: Fleksi, 0-180: Ekstensi, 0-600.Gerakan yang harus dihindari pasien: Punggung yang melengkung, rotasi batang tubuh.Letak Goniometer: Sumbu dipusatkan pada bahu lateral, lengan yang tidak bergerak berada pada 00, pergerakan lengan berada paralel terhadap humerus.

Gambar 1-5Abduksi bahuPosisi pasien: Supine atau duduk di samping, siku dalam keadaan lurus. Bidang gerakan: FrontalROM normal: 0-1800

Gerakan yang harus dihindari pasien: Rotasi batang tubuh atau pergerakan lateral.Letak Goniometer: Sumbu dipusatkan pada posterior atau anterior bahu, lengan yang tidak bergerak berada pada 00, pergerakan lengan berada paralel terhadap humerus.

Page 31: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Gambar 1-6Sisi bahu dari dalam dan rotasi externalPosisi pasien : Supinasi, bahu pada posisi abduksi 900, siku pada posisi fleksi 900, tangan pronasiDataran gerak : TransversalROM normal : Rotasi internal, 00- 900

Gerakan yang harus dihindari pasien : Gerakan ke belakang (seperti menarik panah), rotasi tubuh, gerakan siku.Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axis sendi siku longitudinal axis humerus, lengan tetap pada 00, gerakan lengan parallel ke tangan.

Gambar 1-7Fleksi sikuPosisi pasien : Supinasi atau duduk, tangan supinasiDataran gerak : SagitalROM normal : 00-1500

Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axisnya berpusat di alteral siku, lengan tetap pada 00, gerakan lengan paralel ke tangan.

31

Page 32: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Gambar 1-9Pergelangan tangan fleksi dan ekstensiPosisi pasien : Siku fleksi, tangan pronasiDataran gerak : SagitalROM normal : Fleksi, 00-800 ; ekstensi 00-700

Penempatan berdasarkan ukuran sudut : Axis berpusat pada pergelangan tangan lateral dari sisi styloid ulnar, lengan tetap pada 00, gerakan lengan paralel ke metacarpal kelima.

32

Gambar 1-8Tangan pronasi dan supinasiPosisi pasien : Duduk atau berdiri, siku pada 900, pergelangan tangan netral, posisi telapak tangan memegang pensil.Dataran gerak : TransversalROM normal : Pronasi, 00-900; supinasi 00 -900.Gerakan yang harus dihindari pasien : Lengan, siku, dan pergerakan pergelangan tangan.Penempatan berdasarkan ukuran sudut: Axis melalui longitudinal axis tangan, lengan tetap pada 00, gerakan lengan paralel ke posisi memegang pensil pada tangan pasien.

Page 33: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Gambar 1-11Fleksi dari metacarpophalangeal 2-5Posisi pasien : fleksi siku, pronasi lengan bawah, pergelangan tangan netral dengan jari-jari extensi.POM : sagitalNormal ROM : 0-90 derajatPenempatan goniometer : axis masing-masing di persendian phalangeal dorsum, lengan pada posisi 0 derajat. Pergerakan lengan tetap pada dorsum jari masing-masing phalank proksimal.

33

Gambar 1-10Deviasi pergelangan radial dan ulnarPosisi pasien : fleksi siku, pronasi lengan bawah, pergelangan fleksi dan ekstensi.POM : frontalNormal ROM : radial 0-200, 0-300

Penempatan geniometer : axis dipusatkan pada pertangahan tangan dorsal ulna dan radius distal, lengan tetap pada posisi 0 derajat.Pergerakan lengan tetap paralel terhadap metacarpal.

Page 34: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Gambar 1-12Fleksi dan interphalang 2-5 bagian proksimalPosisi pasien : fleksi siku, pronasi lengan bawah, pergelangan netral, metacarpaphalangeal sedikit fleksiPOM : sagitalNormal ROM : 0-100 derajatPenempatan goniometer : aksis masing-masing dipersendian phalangeal dorsum, lengan pada posisi 0 derajat. Pergelangan tangan tetap pada dorsum jari masing-masing phalang proksimal.

Gambar 1-13Panggul fleksi, lutut ekstensiPosisi pasien : tertelungkup atau tertelentang pada salah satu sisi, lutut ekstensiPOM : sagitalNormal ROM : 0- 90 derajat.

34

Page 35: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Gambar 1-14Fleksi pinggul, fleksi lututPosisi pasien : terlentang atau berbaring di satu sisi, lutut di fleksiBidang gerakan : sagitalROM normal : 0-1200

Gerakan pasien yang harus dihindari : melengkungkan bagian belakang tubuhPenempatan geniometer : sama dengan Gambar 1-13.

35

Gambar 1-15Abduksi pinggulPosisi pasien : terlentang atau berbaring di satu sisi, lutut di ekstensi bidang gerakan : frontalROM normal : 0-450

Gerakan pasien yang harus dihindari : rotasi batang tubuh Penempatan geniometer : pusat aksis di atas trokanter yang terbesar, lengan tetap paralel dan di bawah garis digambar di atas pasien melalui iliaca superior anterior (perpendicular sampai 00), gerakan lengan paralel ke anterior femur.

Gambar 1-16Abduksi pinggulPosisi pasien : terlentang, ekstensi lututBidang gerakan : frontalROM normal : 0-300

Gerakan pasien yang harus dihindari : rotasi batang tubuh Penempatan geniometer : sama dengan gambar 1-15

Page 36: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Gambar 1-18 fleksi lututPosisi pasien : pronasi atau duduk panggul netral POM : sagitalROM normal : 0-135 derajatPenempatan geinometer : sumbu terletak pada persendian lutut. Sudut lengan 0 derajat pergerakan lengan seiring dengan pergerakan fibula ke lateral

36

Gambar 1-17Rotasi internal atau eksternal pinggulPosisi pasien : terlentang atau duduk, pinggul fleksi 900

Bidang gerakan : transversalROM normal : 0-350; eksternal 0-450

Gerakan pasien yang harus dihindari : gerakan fleksi pinggul, gerakan lututPenempatan geniometer : di atas aksis sendi lutut melewati aksis longitudinal femur, lengan tidak bergerak pada posisi 00, gerakan lengan sejajar tibia anterior

Page 37: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Tes – Tes Provokasi Pada ekstremitas superior

1. Apley Scratch test .

Test ini ditujukan untuk menilai apakah ada keterbatasan lingkup gerak sendi

pada persendian bahu .

Cara melakukan

Pasien disuruh untuk meraba / menggaruk daerah sekitar angulus medialis

skapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala . Gerakan

yang dinilai adalah abduksi dan rotasi eksterna . pada kasus - kasus dimana

terjadi gangguan pada jaringan sekitar bahu seperti adanya tendinitis

suprespinatus, bursitis akromialis, kapsulitis adhesiva ( Frozen shuolder )

pasien tidak dapat melakukannya .

2. Test Yergason .

Test ini digunakan untuk menentukan apakah kedudukan tendon otot bisep pada

daerah sulkus intertuberkularis masih utuh atau tidak .

Cara melakukan

Pasien dapat pada posisi berdiri atau duduk, sendi bahu dalam keadaan adduksi

dan sendi siku dalam keadaan fleksi sekitar 90 0

Pemeriksa menyangga siku pasien dengan telapak tangan sisi yang berlawanan

dan tangan yang lain dalam posisi saling menggenggam menahan gerakan

37

Gambar 1-19Dorsofleksi dan plantar fleksi hingga 90 derajat Bidang pergerakan : sagital Normal ROM : dorsofleksi 0-20 derajat, 0-50 derajat untul plantar fleksi bawah malleolus, lengan statis sepanjang fibula (0 derajat) lengan yang bergerak sejajar metatarsal kelima.

Page 38: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

adduksi bahu yang sedang dilakukan psien . . Apabila tendon otot bisep keluar

dasi sulkus intertuberkularis, maka pasien merasakan nyeri dan tampak benjolan

disisi medial dari tuberkulum minus humeri dan test dinyatakan posistif

.

3. Test Moseley ( test lengan jatuh )

Test ini digunakan untuk menentukan apakah ada kerusakan pada otot- otot atau

tendon yang menyusun rotator cuff ( otot supra spinatus, infra spinatus dan

teres minor ) .

Cara melakukan

Pasien bisa dalam posisi berdiri atau duduk . abduksikan bahu secara maksimal .

lalu diturunkan secara perlahan – lahan . Bila pada posisi abduksi 90 0 pasien

tiba –tiba menjatuhkan lengannya ( tidak dapat menurunkan secara perlahan

karena nyeri disekitar persendian bahu ) , maka ini berarti test positif ( ada

gangguan pada otot – otot rotator cuff ) bisa karena tendinitis supraspinatus atau

ruptur tendon otot rotator cuff .

4. Test Finkelstein

Test ini digunakan untuk menentukan ada / tidaknya peyepitan ( tenosinovitis

di terowongan pertama ligamentum dorsal ( snap box ) yang dilintasi tendon

otot abduktor polisis longus dan ekstensor polisisi brevis .

Cara melakukan .

Pasien disuruh mengepalkan tangannya dalam posisi menggenggam ujung ibu

jari tangan tersebut . Kemudian pasien disuruh melakukan fleksi ulnar pada

sendi pergelangan tangan . Bila pasien merasakan nyeri pada area sekitar

epikondilus radialis waktu melakukan gerakan tersebut maka berarti hasil test

positif, ada penyempitan pada terowongan tersebut ( mengalami teosinovitis )

yang dikenal dengan Sindroma De Quervain .

5. Test Phalen

38

Page 39: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Test ini digunakan untuk memprovokasi gangguan pada terowongan carpal

seperti yang terjadi pada sindroma terowongan carpal ( carpal tunel sindome

/ CTS ) .

Cara melakukan

Kedua tangan pasien dalam posisi fleksi pada sensi pergelangan tangan dan

saling menekan sekuat kuatnya pada dorsum manus. Tangan yang

merasakan nyeri atau kesemutan yang sesuai dengan nervus medianus

menunjukkan adanya penyempitan pada terowongan carpal ( test Phalen

positif ) .

6. Test Tunnel terowongan karpal

Prinsip tes ini sama dengan Test Phalen, hanya cara memprovokasinya

dengan cara pemeriksa menekan pada ligamentum volare pergelangan

tangan . Bila timbul nyeri atau parestesia sesuai dengan dermatome nervus

medianus menandakan ada penyempitan terowongan carapal ( test positif ) .

7. Test Tinel pada sulkus ulnaris

Tes ini ditujukan untuk memprovokasi adanya neuroma atau entarapment

pada sulkus ulnaris ( tempat lewatnya nervus ulnaris ) .

Cara melakukan

Dengan menggunakan tangan pemeriksa dilakukan fleksi sekitar 900 pada

sendi siku pasien, sedang jari telunjuk yang lain dari pemeriksa melakukan

tekanan pada sulkus ulnaris ( posterolateral sensi siku ) . test positif bila

timbul nyeri atau parestesi sepanjang perjalanan nervus ulnaris .

8. Pemeriksaan kemampuan gerakan / posisi tangan

Pemeriksaan ini perlu untuk menilai kemampuan fungsi tangan

39

Page 40: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Anggota gerak bawah

40

Page 41: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Inspeksi

Untuk menilai apakah ada tanda –tanda deformitas, deformitas sendi lutut

yang sering ditemui antara lain berupa genu valgus, genu varus atu genu

recurvatum , edema, tumor ( benjolan pada fosa poplitea “ kista Baker “ ) ,

atau ada gerakan gerakan involunter, dapat juga memberikan penilaian apakah

ada tanda – tanda diskrepansi tungkai ( ada perbedaan panjang tungkai ) .

Untuk menilai apakah ada diskrepansi panjang tungkai melalui inspesi dapat

dilakukan dengan cara melakukan pemeriksaan sebagai berikut . Pasien dalam

keadaan tidur telentang, sendi paha fleksi sekitar 45 0 dan sendi lutut

difleksikan 90 0 .Bila tibia yang memendek dapat dengan jelas terlihat kalau

pemeriksa menghadap ke kedua tungkai pasien ( pandangan dari arah

ujung jari pasien ) sedangkan diskrepansi femoral akan terlihat jelas bila

pandangan dari sisi samping ( pandangan pada kedua lutut ) . namun untuk

lebih akurat dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran lansung pada

kedua tungkai dengan pasien berbaring telentang dan diukur panjang dari

SIAS sampai ke maleolus lateral pada masing – masing tungkai . Pemeriksaan

pada kaki baik pada kondisi statis maupun pada kondisi dinamis apakah

terdapat kontraktur, pes planus ( telapak aki yang datar ), haluks valgus

( posisi ibu jari kaki yang berdeviasi ke arah samping luar ) , haluks rigiditus

( ibu jari kaki yang tidak dapat digerakkan secara bebas ), hammertoe ( jari

kaki menyerupai palu ), bunion ( pembengkakan jaringan lunak yang

menutupi sendi metakarpofalangeal pertama yang disertai dengan tanda-tanda

peradangan ) , drop foot ( kaki menjuntai kebawah ) , pes kavus (

lengkungan kaki yang berlebihan )

Palpasi

Untuk menilai suhu disekitar persendian ( teraba panas pada radang akut ),

apakah ada nyeri tekan ( tenderness ) pada kelompok otot –otot paha

( kelompok otot kwadrisep, kelompok otot hamstring), pada fasia lata

( bagian lateral paha , kelompok otot betis ( gastroknemius) , Palpasi pada

tulang patela , bursa- bursa sekitar sendi lutut. Di bagian depan terdapat bursa

41

Page 42: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

suprapatelaris, prepatelaris, infrapatelaris dan bursa kutaneus. Di bagian

medial ; bursa anserina dan bursa M.sartorius , masih ada lagi bursa di bagian

belakang dan lateral lutut. Pemeriksaan stabilitas ligamentum pada sendi lutut

dengan cara melakukan stress testing baik pada sisi medial, maupun pada sisi

lateral dan juga test sorokan ( drawer’s test ) , pemeriksaan pada sendi

pergelangan kaki, nyeri gerak , apakah ada tanda – tanda krepitus, nyeri tekan.

Cara melakukan stress test

Pasien disuruh duduk di tepi tempat tidur, periksa dengan kedua tungkainya

digantung. Persendian lutut yang akan diperiksa diluruskan . kaki pasien

dikempit ( pada ketiak ) pemeriksa , lakukan dorongan secara paksa dengan

salah satu telapak tangan pemeriksa pada sendi latut dari arah lateral ke

medial juga sebaliknya dari arah medial ke lateral, bila teraba garis persendian

lutut baik pada sisi medial maupun pada sisi lateral menandakan ligamentum

kolateral tibiale tidak kuat .

Test Drawer’s

Untuk menilai stabilitas anteroposterior persendian lutut atau kondisi

ligamentum krusiatum persendian lutut . ( ligamentum krusiatum posterior

dan anterior mencegah dislokasi anterior dari tibia terhadap femur) .

Cara melakukan

Pasien tidur telantang. Kedua lututnya ditekuk pada 900 . Kedua kaki

ditelapakkan pada tempat tidur periksa. Untuk fiksasi posisi pasien kedua kaki

di duduki oleh pemeriksa. Kemudia pemeriksa memegang dengan kedua

tangannya tendon – tendon kelompok otot fleksor lutut sedemikian rupa

sehingga ibu jari kedua tangan pemeriksa dapat meraba garis persendian lutut

medial dan lutut lateral pasien. Lalu pemeriksa mencoba untuk menyorong

tibia ke belakang dan kedepan ( kearah pemeriksa ) . Apabila tibia dapat

disorongkan kedepan atau kebelakang terhadap femur, berarti ligamentum

mengalami gangguan .

42

Page 43: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Test Tinel pada sendi lutut

Test ini utnuk menilai neuroma akibat trauma mekanik nervus safenus

( cabang infra patelar ) .

Cara melakukan

Pasien dalam posisi tidur telentang, lakukan penekanan pada bagian medial

tuberositas tibiae .

Test positif pada penekanan tersebut timbul nyeri ditempat penekanan yang

menjalar ke bagian perifer ( kearah bagian medial betis ) .

Tanda Homan

Test ini untuk mendiagnosa ‘ deep vein throbophleboitis ‘

Cara melakukan ; pasien tidur telentang , dilakukan dorsofleksi di pergelangan

kaki pasien pada tungkai yang diluruskan . Bila terasa nyeri dibetis akibat

dorsofleksi tersebut maka test Homan positif.

Pemeriksaan Lingkup gerak sendi / ROM ( lihat pemriksaan ROM yang

telah diuraikan sebelumnya )

Pemeriksaan neurologis

Prinsip cara pemeriksaan sama dengan pemeriksaan pada anggota gerak atas,

hanya beberapa pemeriksaan yang berbeda misalnya

Untuk menilai kekuatan otot yang bertujuan untuk menilai keterlibatan akar

saraf lumbosakralis berupa : untuk keterlibatan akar saraf lumbosakralis

Lumbal 2 : fleksi sendi paha

Lumbal 3 : ekstensi sendi lutut

Lumbal 4 : dorsofleksi pergelangan kaki

Lumbal 5 : dorsofleksi ibu jari kaki

Sakral 1 : Plantar fleksi pergelangan kaki

Untuk pemeriksaan refleks fisiologis yang diperiksa adalah

Refleks tendon patela, refleks tendon bisep femoris dan refleks tendo achiles

43

Page 44: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan Refleks tendon lutut

Cara melakukan

Sikap pasien bisa dalam posisi duduk, atau tidur telentang .

Lutut dalam keadaan fleksi, dan kaki menggantung

Lakukan ketukan dengan palu refleks pada tendon patela

Respons berupa kontraksi otot kwadrisep femoris ( ekstensi tungkai bawah )

Pemeriksaan reflek tendon bisep femoris

Sikap pasien tidur telentang dengan tungkai sedikit fleksi pada sendi lutut

Berikan bantalan jari pemeriksa pada tendon biseps femoris ( sisi lateral fossa

Poplitea )

Respon berupa kontraksi otot biseps femoris ( fleksi sendi lutut )

Pemeriksaan refleks tendon Achilles

Sikap pasien fleksi sedang sendi lutut dan kaki dalam posisi sedikit

dorsofleksi dan dipertahankan oleh salah satu tangan pemeriksa

Lakukan ketukan dengan palu refleks pada tendon achilles

Respon berupa kontraksi otot gastroknemius – soleus ( plantar fleksi

pergelangan kaki )

Pemeriksaan klonus yang sering dilakukan adalah klonus pada lutut dan kaki

Pemeriksaan klunus pada lutut

Caramelakukan

Posisi pasien tidur telentang dan lutut dalam keadaan ekstensi , lalu lakukan

peregangan pada otot kwadrisep femoris dengan cara mendorong secara tiba-

tiba patela kearah distal dan dipertahankan beberapa saat.

Respon yang timbul berupa kontraksi otot kwadrisep femoris yang berulang –

ulang akibat peregangan tersebut

Pemeriksaan klonus kaki

Cara melakkan

44

Page 45: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Posisi pasien tidur telentang dengan sendi lutut difleksikan sekitar 900

Lakukan peregangan pada otot gastroknemius – Soleus dengan cara

melakukan dorongan kearah dorsofleksi sendi pergelangan kaki dan

pertahankan beberapa saat .

Rospon yang timbul berupa kontraksi yang berulang pada otot – otot

gastroknemius – soleus .

Pemeriksaan refleks patologi

Refleks Babinski atau ekstensor plantar response

Cara melakukan

Paisne dalam posisi tidur telentang dan tungkai dalam posisi ekstensi pada

sendi lutut . lakukan goresan pada pada sisi lateral telapak kaki

Respon yang timbul berupa plantar ekstensi serta pengembangan dari jari –

jari kaki dan elevasi dari ibu jari kaki .

Reaksi serupa dapat timbul pada metoda perangsangan – perangan berbeda

seperti Refleks Chaddock, refleks Oppenheim, Refleks Gordon, refleks

Scaeffer, Refleks Goda , dan refleks Bing.

Pemeriksaan sensibilitas ( sensorik ) pada annggota gerak bawah, prinsipnya

sama dengan pada pemeriksaan sensorik pada anggota gerak atas .

IV. PEMERIKSAAN LAIN – LAIN

Pemeriksaan Refleks Primitif ( pada kasus anak – anak dengan gangguan SSP

A. Righting Reaction ( reaksi mengangkat – menegakkan )

Reaksi yang perama kali timbul adalah righting reaction, yang

berkembang sejak lahir, mencapai puncaknya sekitar 10 – 12 bulan,

kemudian secara bertahap dimodifikasi dan dihambat selanjunya

menghilang pada usia + 5 tahun

1. Neck Righting Reaction

45

Page 46: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Dengan memutar kepala secara aktif atau pasif kesalah satu sisi, dalam

posisi tidur telentang maka akan terjadi rotasi seluruh tubuh kesisi

yang sama . dengan adanya reaksi ini anak dapat memutar tubuhnya

kesamping ( miring ) .Dalam terapi digunakan untuk meudahkan

( fasilitasi ) gerakan miring ( rolling )

2. Labirinthin reaction

Reaksi yang terjadi ada;lah menegakkan / mengangkat kepala dalam

posisi telungkup ; reaksi ini mula – mula lemah dan makin lama makin

kuat, sehingga anak dapat mengangkat kepala , muka vertkal dan ulut

horizontal . reaksi ini timbul pada usia 1 – 6 bulan

3. Reaksi vestibular ( vestibular reaction )

Reaksi ini timbul pada anak telentang, yaitu mengangkat kepala

sehingga dengan adanya reaksi ini anak dapat mempertahankan

kepalanya pada waktu diangkat keposisi duduk ( mencapai head lag )

4. Body Righting reaction ( acting on the head )

Reaksi ini berhubungan erat dengan labirinth righting, yang berguna

untuk mengatur posisi kepala di udara . Reaksi ini dapat ditimbulkan

dengan menyentuhkan kaki ke lantai, akan diikuti dengan tegaknya

kepala

5. Body Righting reaction ( acting on the body )

Terdapat pada anak usia 6 – 8 bulan

Reaksi ini merupakan modifikasi dari Neck Righting Reaction

Dengan memutar kepala ke samping maka akan diikuti oleh rotasi

bahu terhadap sumbu tubuh, kemudian baru diikuti rotasi pelvis atau

sebaliknya . Dengan adanya reaksi ini memungkinkan anak tengkurap

sendiri ( 8 bulan ) sedangkan untuk membalikkan tubuh dari posisi

46

Page 47: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

tengkurap – telentang dimungkinkan karena reaksi angkat kepala,

extensi tubuh dan pinggulnya sudah berkembang .

6. Optical Righting Reaction

Reaksi ini pada permulaannya tidaklah sepenting Righting Reaction

yang lain, mulai timbul setelah 6 bulan . Semakin bertambah usia ,

maka reaksi ini menjadi penting, dimana pada orang dewasa

penglihatan merupakan faktor utama untuk mempertahankan /

mengatur posisi kepala – tubuh yang normal, sedangkan reaksi yang

lain telah sempurna menjalankan fungsinya dan di hambat .

B. Reaksi Keseimbangan

Reaksi ini pada dasarnya adalah reaksi kompensasi otomatis yang

diperlukan untuk mempertahankan posisi, mengatur dan menyesuaikan

sikap tubuh dan anggota tubuh terhadap kekuatan dari luar dan sewaktu

menggerakkan bagian tubuh yang lainnya ( balance during movement ) .

reaksi keseimbangan ini muncul pertama kali pada usia kira- kira 6 bulan,

yang kemudian akan berkembang dan menghambat serta memodifikasi

rignhting reaction . Reaksi ini sangat kompleks dan melibatkan kerjasama

sejumlah reaksi lain yang bekerja secara harmonis .

1. The Antigravity Mechanism

Sering disebut Supporting reaction, yaitu reaksi untuk

mempertahankan tubuh terhadap gravitasi

2. The Postural Fixation

Memberikan fiksasi antara bagian – bagian tubuh misalnya kepala

dengan tubuh

3. The Counter Position

Disebut juga balance During Motion , merupakan reaksi pengaturan

posisi badan dan gerakannya . sehingga memungkinkan terjadinya

47

Page 48: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

suatu gerakan selama seseorang mempertahankan suatu posisi /

keseimbangannya .

4. Tilt Reaction

Adalah reaksi tubuh untuk mempertahankan keseimbangn sewaktu

diangkat ( menjauhi ) dari bidang horizontal . Reaksi ini mulai timbul

dalam posisi tengkurap dan terlentang pada usia 6 bulan .

Tes dilakukan dengan cara meletakkan anak terlentang pada tilt -

board dan salah satu sisi diangkat maka badan serta kepala akan

membengkok ( lateral kurve ) kesisi yang lebih tinggi, mungkin pula

diikuti dengan Protective reaction lengan disisi yang bawah .

5. Protective reaction

Sering juga disebut reaction to falling; adalah merupakan reaksi yang

terjadi pada anggota badan yang mencegah seseorang jatuh ke tanah,

jika tilt reaction tak lagi mencukupi untuk mempertahankan

keseimbangn misalnya ; - saat berdiri didorong kedepan , reaksinya

berupa melangkah atau melompat kedepan ( 12 - 18 bulan )

C. Beberapa reflek / reaksi yang telah disebutkan diatas , perlu juga diketahui

pula beberapa refleks / reaksi yang lain

Moro reflex

Normal positif pada usia sampai 4 – 6 bulan . Jika tetap positif sampai

usia 6 bulan : abnormal

Protective extensor thrust / parachute

Normal positif mulai usia 6 bulan sampai seterusnya . Jika tetap

negatif sampai usia lebih 6 bulan : abnormal .

Diperiksa dengan penderita duduk, pundak didorong ke salah satu sisi,

jika positif terjadi ekstensi lengan kearah jatuh, atau dengan

mengangkat penderita- kepala dibawah, gerakan kepala secara

mendadak kearah lantai ; Positif jika lengan dan jari ekstensi

48

Page 49: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Landau

Normal setelah 3 bulan – 2½ tahun, jika tetap ada sampai usia 2½

tahun : abnormal . Dalam terapi digunakan untuk memberi fasilitasi

terhadap extensor trunk . Pemeriksaan dengan penderita posisi

tengkurap diangkat, maka jika positif tubuh dan tungkai akan ekstensi .

ATNR ( Asyimetric Tonic Neck Reflex )

Normal sampai usia 6 bulan, yang terdapat dan biasanya pathologis

dimana pada saat terlentang kepala memutar kesalah satu sisi, lengan

dan tungkai di sisi muka sedang pada sisi belakng kepala tampak

ekstensi .

Graps Reflex ( refleks menggenggam ) dengan

seluruh jari – jari tangan

Positive Supporting

Normal sampai umur 3 bulan . Dengan memberi stimulus tekanan pada

telapak kaki ( misal : pada meja , lantai ) akan meningkatkan tonus

ekstensor tungkai .

STNR ( Simetric Tonic neck reflex )

Bila kepala ditekuk ( fleksi ) , lengan dan tungkai akan fleksi .

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Laboratorium

Darah : darah rutin atau pemeriksaan – pemeriksaan khusus yang ditujukan

pada penyakit tertentu . Misalnya Rheumatoid factor untuk penyakit

49

Page 50: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Rheumatic artritis, alkaline posfate untuk proses keganasan pada tulang,

pemeriksaan enzim creatine kinase ( CK ) untuk kasus distropi otot .

Urine : penting untuk membantu diagnosis dan juga pada kasus – kasus

retensio urine untuk menilai apakah ada proses infeksi pada tractus urinarius .

Pemeriksaan foto Rontgen

Dalam rehabilitasi medik foto rontgen disamping untuk menentukan

diagnosis ( misalnya proses fraktur, keganasan, proses degerasi, osteoporosis,

kelainan kongenital ) juga penting untuk terapi dengan diatermia, traksi,

manipulasi dll, apakah ada kontra indikasi untuk melakukan tindakan –

tindakan tersebut .

VI. RESUME

Memuat uraian singkat sebagai kesimpulan dari hasil pemeriksaan yang telah

dilakukan secara lengkap . Baik berupa hasil yang positif maupun negatif

yang penting dalam membuat suatu diagnosis maupun pelaksanaan terapi .

VII. DIAGNOSA KLINIS

Pada kasus neurologis biasanya meliputi

- Diagnosis klinis

- Diagnosis topik

- Diagnosis etiologi

Dalam Rehabilitasi medik berupa diagnosis fungsional

- Impairment

- Disabilitas

- Handikaps

VIII. PROBLEMA

Pendekatan yang terarah untuk penanganan kasus – kasus penyakit adalah

dengan pendekatan problematik yaitu :

50

Page 51: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Medis ( semua masalah medis yang dialami pasien ) misalnya sesuai

dengan diagnosis neurologis

Rehabilitasi Medis dengan sisitim pendekatan problema fungsional

R1 : Transfer : yaitu berpindah tempat secara mandiri atau perlu

bantuan sebagian atau bantuan total untuk aktivitas

memiringkan badan kekanan / kekiri , duduk,

pindah ke kursi roda, pindah dari kursi roda ke wc

atau sebaliknya .

Mobilitas : berdiri dan jalan apakah pasien mampu mandiri

secara penuh , dengan alat bantu ( tongkat biasa /

cane, tongkat ketiak, tongkat kaki tiga, walker,

kursi roda ) atau dengan dipapah oleh anggota

keluarga / perawat .

R2 : ADL : apakah pasien mampu mandiri, dengan bantuan sebagian,

atau bantuan total untuk melakukan kegiatan makan,

minum, berganti pakaian atas / bawah , menyikat gigi,

menyisir rambut, berhias .

Selain itu apakah pasien masih mampu untuk dalam

pemecahan masalah, berkomunikasi dengan telepon,

berbelanja kepasar, mengurus keuangan, memasak dll .

R3 : Komunikasi : apakah pasien dapat berkomunikasi verbal secara

lancar, atau ada disartria ( ringan, sedang, berat ), apakah

bisa berkomunikasi dengan isyarat, dengan kontak mata,

kedipan mata, atau dengan suara yang tidak jelas artinya ,

atau dengan tulisan atau sama sekali tidak dapat

berkomunikasi .

R4 : Psikologi : apakah ada tanda – tanda anxietas, depresi, kehilangan

motivasi, kehilangan harapan .

51

Page 52: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

R5 : Sosial : adakah masalah sosial yang perlu diselesaikan, misalnya

masalah pembiayaan, masalah pasien tersebut terlantar

( apakah perlu harus dititipkan ke panti sosial ) masalah

asuransi kesehatan, masalah lingkungan keluarga,

masalah administrasi rumah sakit, masalah visum et

repertum, masalah izin ( misalnya izin di sekolah, izin

kantor dll ) .

R6 : Vokasional : apakah pasien masih mapu kembali ke pekerjaan semula,

atau harus ganti profesi, atau sama sekali tidak bisa lagi

kembali bekerja untuk mencari nafkah . Apakah pasien

masih mampu untuk menyalurkan hobi ( misalnya

berkebun, berternak, memancing, lah raga, atau aktivitas

seni )

IX. TERAPI MEDIKAMENTOSA

Apakah pasien memerlukan obat – obatan tertentu ( misalnya penggunaan

OAINS / Obat Anti Inflamasi Non Steroid ), nerotropik, anti spasme otot, anti

anxietas, anti depresan atau perawatan tertentu, pengaturan posisi tubuh

tertentu untuk pencegahan pengaruh skunder dari penyakit atau Misalnya

perawatan kandung kemih, perawatan ulkus dekubitus, perawatan tulang yang

patah , perawatan stump ( puntung ) setelah menajalani amputasi dll .

Penggunaan obat –obatan harus benar –benar mempertimbangkan aspek

farmakologi obat .

X. PROGRAM REHABILITASI MEDIK

Melakukan latihan posisi

Pada penderita yang mengalami atau ada kecendrungan mengalami

imobilisasi lama ditempat tidur harus segera dilakukan pengaturan dan

perubahan posisi setiap 2 jam . Dipilih 2 jam karena daya tahan pembuluh

darah dalam menahan tekanan selama 2 jam, bila lebih dari 2 jam jaringan

52

Page 53: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

pembuluh darah yang tertekan akan mengakibatkan iskemik jaringan yang

akan berlanjut menjadi nekrosis dan terjadilah ulkus . Latihan ROM

diperlukan karena persendian yang tidak digerakkan ( baik secara aktif

maupun pasif ) akan berakibat berkurangnya nutrisi dari komponen

persendian tersebut, yang akan berlanjut menjadi perlengketan sendi sehingga

sendi – sendi menjadi kaku dan keterbatasan ROM .

Fisioterapi :

Terapi panas

Indikasi :

a. Efek analgesik : neuralgia, strain otot / tendo, spasme otot,myalgia

Efek antiinflamasi : setelah fase akut

b. Meningkatkan suhu jaringan , terjadi vasodilatasi / perbaikan blood

flow

c. Terapi fisik sebelum terapi latihan, peregangan atau stimulasi listrik

Terapi panas dibagi dalam 2 golongan berdasarkan dalamnya penetrasi ke

tubuh yaitu :

1. Terapi panas dangkal ( superfisial ) : yang dibagi lagi atas golongan

panas kering ( dry heat ) seperti : lampu infra merah, lampu biasa,

botol air panas dan bantal pemanas listrik, serta golongan panas basah

( moist heat ) : air hangat, hydrocolor pack ( HCP ), uap air panas,

paraffin wax bath

2. Terapi panas dalam ( deep heating / diathermy ), dimana panas dapat

masuk lebih dalam sampai ke otot dan tulang, dan dikenal 3 modalitas

yaitu : Short Wave Diathermy ( SWD ), diatermi golombang pendek

frekwensi ultra tinggi ( gel 3 – 30 m, frekwensi 10 – 100 megacycle /

detik. Dalam penetrasi 1 – 2 cm . Dosis yang fixed tidak ada meskipun

pada tiap alat ada pegangan umum anjuran, tetapi harus disesuaikan

dengan penerimaan ( toleransi panas ) penderita. Kontra indikasi untuk

kehamilan , methalic implan dan pacemamaker jantung ,

53

Page 54: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Micro Wave diathermia ( MWD ) , diatermi berdasarkan konversi

enersi radiasi electro magnetik ( gelombang radar ), dengan frekwensi

2.456 atau 915 MHz dimana penetrasi frekwensi 915 lebih dalam

( lebih dalam dari SWD, tetapi frekwensi 2.456 kurang dari SWD ) .

Juga tidak ada dosis yang fixed sama seperti SWD. Kontra indikasi

untuk kehamilan, metalic implan , pacemaker jantung, kantongan

cairan didalam tubuh dan daerah mata .

Ultarasound Diathermia ( USD ), diatermi berdasarkan konversi suara

frekwensi tinggi ( hight feq acoustic vibration ) . Penetrasi dalam 3 –

5 cm ) . keuntungan USD dibandingkan dengan SWD & MWD

Dosis dapat ditentukan secara umum ( dosis fixed )

Tidak ada kontra indikasi terhadap metal

Punya efek masase ( micromassage) sehingga lebih efektif pada

terapi kontraktur jaringan ikat serta nyeri otot terutama yang

berhubungan dengan nyeri MTPS ( Myofascial Trigger Point

Syndrome )

Dapat dikombinasikan untuk tujuan memasukkan bahan kimia

untuk terapi melalui kulit ( hidrokortison, salisilat, lokal anetesi ),

disebut phenophoresis

Kontra indikasi USD .

Pemberian pada mata , daerah otak, medula spinalis post laminectomi,

daerah kehamilan, pacemaker jantung, langsung daerah prekardiak,

lokasi post radioterapi, daerah epifise yang sedang tumbuh, post op

ganti sendi dengan bahan dari methyl methacrylate/ polyethylene

( karena di khawatirkan dapat mencairkan komponene plastiknya)

daerah neoplasma .

Kontra indikasi umum untuk terapi panas

1. Radang / inflamasi akut dan KP akut

2. Trauma akut ( 72 jam pertama )

54

Page 55: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

3. Gangguan vaskuler ( obstruksi vena , insufiensi arteri / iskemia )

4. Diastesis hemoragik / gangguan koagulasi

5. Malignansi

6. Penyakit jantung koroner ( tidak absolut )

7. Gangguan sensasi ( tidak absolut ), perlu diingatkan pada pasien

dan dimonitor dengan tangan terapis

8. Pasien yang tidak kooperatif ( anak – anak dan orang usia lanjut )

perlu kehati – hatian dan dimonitor )

Teknik pemberian terapi panas dari masing – masing alat biasanya

didapatkan pada masing – masing brosur .

Terapi dingin

Efek yang diharapkan

a. Efek analgesik

b. Menghilangkan spasme otot

c. Mengurangi spastisitas terutama pada cidera medula spinalis

d. Taruma akut : mengurangi perdarahan, mengurangi edema dan

mengurangi kompresi syaraf dan kapiler

e. Khusus pada terapi spesifik pada MTPS ( Myofasial Triger

pain syndrome ) atau Fibromyalgia dengan menggunakan spray

chlorethyl

f. Menenangkan proses trauma akut ( dalam 72 jam setelah

trauma ) . Pada trauma akut sering dikenal dengan slogan

RICE ( Rest , Icing. Compresi dan Elevasi ) , yang bertujuan

agar perdarahan berhenti, edema berkurang, rasa nyeri hilang .

Pada peradangan sendi kronis, terapi dingin ternayata juga berguna

didalam hal mengurangi / menghilangkan nyeri, menambah

fleksibilitas jaringan dan mungkin penambahan luas gerak sendi .

55

Page 56: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Teknik pemberian

1. Massase es – dengan menggosokkan es secara langsung pada

daerah yang di terapi selama 5 – 7 menit, 2 – 3 kali sehari

2. Kompres es – dilakukan selama 20 menit, 2 – 3 kali sehari

3. Semprot dingin ( cooling spray / vapocoolant spray ), misalnya

dengan Chloretyl spray atau Fluorida – methane . terutama

digunakan untuk spasme otot dan trigger point syndrome .

Kontara indikasi terapi dingin

1. Gangguan vaskuler ( Raynaut phenomenon , iskemik lokal atau

statis

2. Alergi atau intoleransi terhadap dingin

Terapi massase

Beberapa istilah yangsering digunakan yaitu : Pijat ( Kneading ), urut

( stroking ), perkusi ( pukulan ) , vibrasi ( getaran )

Kontra indikasi massase

1. Infeksi

2. Proses malignansi

3. gangguan vaskuler misalnya neva thrombosis, diatase hemoragik

4. Inflamsi akut

5. penyakit kulit

Traksi leher dan traksi pelvis

Dengan memberikan traksi diharapkan terjadi peregangan ( stretchingb)

jaringan lunak dan terjadi pelebaran ruang sendi

56

Page 57: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Manual cervical traction yaitu traksi leher dengan tanpa menggunakan alat

traksi listrik ( non motorized cervical traction ) , yaitu hanya menggunakan

sling dan sistim puley ( katrol ) yang digerakkan secara manual, atau hanya

menggunakan tangan terapis.

Pada traksi leher , posisi penderita dapat duduk atau berbaring telentang

dengan kepala fleksi kedepan 100 - 200 , beban 5 – 10 kg . Umumnya beban

akhir dipilih 10 kg .

Terapi latihan

1. Latihan ROM ( melakukan gerakan pada persendian baik secara aktif bila

kekuatan otot 2 atau lebih, atau secara pasif bila kekuatan otot kurang

dari 2 )

2. Latihan penguatan ( strengthening exercise )

Syarat : kekuatan otot diatas fair ( F 50 % ) atau 3 atau lebih

Beban harus diatas 35% kemampuan otot

a. Isometric / stattic exercise : adalah kontraksi otot , tidak ada gerakan

sendi ( statis ) . Diakatan cukup kontraksioptimal selama 6 detik 1 kali

sehari . Hati – hati pada penderita hipertensi dan PJK

b. Isotonic exercise : kontraksi otot bersamaan dengan

gerak sendi

Concentric contraction : kontraksi memendek

Eccentrik contraction : kontraksi memanjang

Dikenal istilah PRE ( Progresisive resisitence exercise - beban

meningkat bertahap )

c. Isokinetik exercise

Prinsip latihan merupakan gabungan antara isometrik dan isotonik,

sehingga hasil optimal, boleh untuk penderita hipertensi dan PJK .

Memerlukan alat khusus ( misalnya Cybex Norm ) yang dapat

mengatur beban secara dinamik, tetapi kecepatan gerak tetap ( statik )

sepanjang waktu latihan . Sering dipakai pada pusat – pusat kebugaran

dan pusat latihan atlit .

57

Page 58: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

3. Latihan peregangan ( stretching exercise ) latihan untuk persendian yang

mengalami keterbatasan gerak ( kontraktur ) , dengan melakukan

peregangan paksa sesuai toleransi nyeri .

4. Latihan pola khusus

William’s flexion exercise untuk LBP

Meckenzi ( latihan ekstensi ) untuk LBP

Codman’s pendulum exercise untuk Frozen shoulder

Cailliet’s neck exercise untuk cervical root syndrome

Frenkle exercise untuk ataxia atau penyakit Parkinson

Latihan otot dasar panggul ( Pelvic Floor Exercise ) untuk

penguatan otot – otot dasar panggul

Latihan otot – otot abdomen dan diapragma ( otot – otot

mengedan ), baik untuk pasien dengan retensio urine akibat

kelemahan otot yang berfungsi saat mengedan serta pada wanita

hamil untuk mempermudah mengedan saat melahirkan .

Scoliotic exercise : pola Klapp

Latihan drainase postural : untuk mengeluarkan timbunan sputum

dalam paru – paru seperti pada pasien PPOK

Latihan pernafasan ( pernafasan dada, pernafasan perut, latihan

otot – otot bantu pernafasan ) , Pursed Lips Breathing exercise

yaitu latiahan dengan inspirasi dalam melalui hidung dan lebih

cepat kemudian ekspirasi secara lambat dengan melalui mulut

dengan mulut mencucur .

Latihan reedukasi otot ( misalnya setelah tendon transfer )

5. Latihan Bobath ( Nerve Developmental Therapy )

Prinsip latihan Bobath

Inhibisi : Refleks postural yang abormal , sikap tubuh yang abnormal

maupun pola gerak yang abnormal .

58

Page 59: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Dengan cara melakukan pengaturan posisi tubuh tertentu, misalnya

spastisitas ekstensor dapat dihambat dengan cara mengartur anak dalam

posisi fleksi

Fasilitasi

Yaitu upaya untuk memberikan kemudahan

Teknik – teknik fasilitasi ini banyak sekali, dan yang diberikan fasilitasi

adalah gerakan – gerakan yang lebih normal

Stimulasi

Stimulasi biasanya diberikan pada kondisi flaksid / hypotonus . tekniknya

dapat erupa kompresi, tapping atau stroking .

Dalam pelaksanaannya ketiga teknik ini dilakukan secara bersama – sama

agar hasilnya lebih memuaskan, misalnya setelah inhibisi maka tonus otot

mulai menurun lalu dilanjutkan dengan fasilitasi bila diperlukan dapat

dilakukan kompresi atau teknik stimulasi yang lain .

Key point of control ( KPOC ) yaitu tempat – tempat tertentu yang paling

efektif untuk memberikan inhibisi . Biasanya sendi – sendi proksimal

misalnya panggul, bahu dll .

Okupasi terapi adalah terapi untuk memberikan latihan penguatan, latihan

koordinasi otot, latihan melakukan ADL dengan mengg unakan

alat, permainann atau simulasi serta edukasi .

Latihan ADL misalnya menulis, makan, minum, memakai

pakaian, gosok gigi, menyisir rambut, berhias . Melatih fungsi

tangan untuk gerakan – gerakan motrik halus dan koordinasi

pada penderita yang megalami kelumpuhan otot tangan misalnya

latihan menggengam, latihan menjipit, latihan memindahkan

benda dll. Latihan berpindah tempat dari kursi roda ke tepat tidur

59

Page 60: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

atau sebaliknya . latihan pindah tempat dari tempat tidur ke kursi

roda, dari kursi roda ke Closet dll .

Memberikan petunjuk atau edukasi sikap tubuh yang ergonomis

( sikap yang baik dan benar ) saat beraktivitas . Yaitu sikap yang

dapat meminimalkan beban muskuloskeletal . Sikap duduk,

sikap mengangkat beban, sikap dalam kendaraan, penyesuaian

saat ibadah sholat ( bagi Muslim ) dengan posisi duduk dikursi

menhadap ke meja dll . dalam kondisi tertentu dapat dilakukan

penyesuaian terhadap lingkungan misalnya pada penderita

Osteoartritis sendi lutut diupayakan menggunakan Closet duduk,

atau melobangi kursi agar dapat mengurangi beban sendi lutut .

Pada pasien yang mengalami keseimbangan saat berdiri

diupayakan membuat pegangan tangan ( hand rail ) di kamar

mandi untuk mencegah agar pasien tidak jatuh / terpeleset .

Pada anak – anak yang mengalami gangguan pemusatan

perhatian dapat diberikan latihan dengan permainan yang

menarik dan edukatif . Pada anak – anak yang megalami

kelumpuhan dapat melakukan modifikasi tempat duduk sehingga

anak tersebut dapat duduk sabil bemain .

Ortotik prostetik : Apakah memerlukan alat bantu misalnya Korset, brace,

collar servikal , protesa atas lutut / bawah lutut , tongkat ( cane ),

tongkat ketiak, tongkat kaki tiga , walker, kursi roda, sepatu

koreksi dll . Diberikan latihan dan edukasi menggunakan alat –

bantu / alat ganti tersebut agar penderita dapat menggunakannya

secara baik dan benar dan pasien mengeri manfaat alat tersebut .

Terapi wicara : apakah ada hambatan komunikasi atau gangguan otot – otot

bicara dan otot – otot yang berperan saat menelan .

Untuk anak – anak apakah ada gangguan pemusatan perhatian,

hiper aktif dll .

60

Page 61: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Psikologi : memberikan Psikoterapi teradap pasien – pasien yang mengalami

depresi , anxietas, kehilangan motivasi. Dapat dilakukan oleh

Psikolog . Secara garus besar dapat disimpulkan bahwa peran

psikolog didalam team rehabilitasi mepunyai tugas antara lain

1. Membantu mempersiapkan penderita secara mental selama

menjalani perawatan medis (misalnya operasi, amputasi, dll )

dan selama dalam proses pemulihan

2. Mengurangi tegangan emosi

3. Membantu memecahkan problem – problem emosi yang

timbul

4. Membantu mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri

5. Membantu mempersiapkan lingkungan sosial dimana

penderita berada ( misalnya lingkungan keluarga, kerja,

sekolah, masyarakat dll )

Sosial medik : untuk kasus kasus yang berhubungan dengan asuransi, visum et

repertum, pasien terlantar, memberikan petunjuk tentang

aktivitas dirumah setelah pulang ( kunjungan rumah ) baik secara

langsung pada pasien maupun terhadap keluarganya, sebagai

penghubung antara pasien dan atasan pasien tempat dia bekerja

sekolah agar penderita tidak dipecat atau diberhentikan dari

sekolah atau pekerjaannya . Bila memungkinkan dapat diberikan

saran untuk alih bentuk / jenis pekerjaan .

XI. PROGNOSIS KLINIS DAN FUNGSIONAL

Memberikan penilaian terhadap perkembangan lebih lanjut atas penyakit yang

diderita, misalnya untuk kasus osteo artritis akan tetap berlanjut .

Memberikan penilaian secara fungsional : apakah pasien di harapkan masih

mampu untuk mobilitas, ADL, kembali ke aktivitas pekarjaan / aktivitas

sosial semula

61

Page 62: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

XII. EVALUASI PERKEMBANGAN KLINIS DAN FUNGSIOANAL

Memberikan penilaian mingguan atau bulanan

Dapat menggunakan standar baku misalnya dengan memberikan penilaian

dengan standar fungsional FIM ( Functional Independence Measure ) atau

dengan Indeks Katz, Indeks Barthel dan lain – lain

1. Indeks barthel

No Keterangan Dengan

bantuan

Mandiri

1 Makan 5 10

2 Transfer bed / kursi 5 - 10 15

3 Grooming ( personal toilet ) Cuci muka, cuci rambut, bercukur, gosok gigi

0 5

4 Toiletting 5 10

5 Mandi 0 5

6 Berjalan ditempat datar 10 15

7 Naik dan turun tangga 5 10

8 Berpakaian 5 10

9 Kontrol BAB 5 10

10 Kontrol BAK 5 10

Keterangan Skor 0 - 20 : keteragantungan total Skor 21 – 61 : ketergantungan berat Skor 62 – 90 : ketergantungan sedang Skor 91 - 99 : ketergantungan ringan 100 : mandiri, tetapi tidak berarti penderita dapat hidup sendiri, penderita

mungkin tidak dapat memasak, menjaga rumah atau tidak dapat bermasyarakat .

62

Page 63: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

2. Modified Index Barthel ( MBI )

Mandiri Dengan

bantuan

Ketergan

tungan

Sub skor perawatan diri sendiri

- Minum dari cangkir

- Makan

- Memakai pakaian atas

- Memakai pakaian bawah

- Mengenakan ortotik / prostetik

- Merapikan diri

- Mandi atau mencuci

- “ Bladder continence “

- “ Bowel continence

4

6

5

7

0

5

6

10

10

2

3

3

4

2

3

3

8* / 5

8* /5

2

0

0

0

0

0

0

0

0

Sub Scor mobilitas

- Transfer, kursi

- Transfer, toilet

- Transfer, tub / pancuran

- Berjalan 50 yard di sekitar

tempat tidur

- Naik turun tangga

- Mengayuh kursi roda 50 yard

( bila tidak bisa jalan )

15

6

1

15

10

5

7

3

0

10

5

0

0

0

0

0

0

0

Kemandirian terbatas pada Bowel & Blader continence,

dinilai masing –masing 8

Berdasarkan total skor MBI, dapat dikelompokkan menjadi 8 tingakt

kemampuan fungsional

0 – 19 : Ketergantungan

20 – 59 : merawat diri dengan bantuan

63

Page 64: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

60 – 79 : menggunakan kursi roda dengan bantuan

80 – 89 : mandiri menggunakan kursi roda

100 : mandiri

3. Functional Independence Measure ( FIM )

Penilaian pada FIM dilakukan pada 6 katagori fungsi dan terdiri dari 18

item . Setiap item dinilai ketergantungannya dengan menggunakan

skala 1 s/d 7

1. Independence

7 : Independence komplit

6 : Modified independence – penderita memakai alat bantu

2. Modified dependence

5 : Supervisi

4 : Bantuan minimal ( upaya subyek untuk aktivitas > 75 % )

3 : bantuan sedang ( Subyek : 50 - 75 % )

3. Comleted dependence

2 : bantuan maksimal ( Subyek 25 - 50 % )

1 : bantuan total ( Subyek 0 - 25 % )

Keenam katagori fungsi terdiri dari

1.Perawatan diri

- nilai maksimal 42 poin ( 6 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah makan, grooming, mandi, memakai

pakaian atas, memakai pakian bawah dan pergi ke toilet

2.Kontrol sfingter

- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah manajemen kandung kencing dan

usus

3.Mobilitas

- nilai maksimal 21 poin ( 3 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah kemampuan transfer untuk BAB dan

BAK, transfer untuk mandi dan transfer ke tempat tidur, kursi

dan kursi roda

64

Page 65: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

4.Lokomotorik

- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah berjalan / kursi roda , naik –turun

tangga

5.Komunikasi

- nilai maksimal 14 poin ( 2 aktivitas )

- aktiitas yang diinilai adalah komprehensi / dapat memaami ,

ekspresi .

6.Social cognition

- nilai maksimal 21 poin ( 3 aktivitas )

- aktivitas yang dinilai adalah pemecahan masalah, interaksi sosial

dan memori

Skor FIM dikembangkan untuk mengukur disabilitas seseorang dan

untuk menilai kemajuan perkembangan penderita yang mendapat

program Rehabilitasi .

4. The Katz Index of Independence in Activities of Daily Living

Katz Index digunakan untuk menentukan terapi dan prognosis pada

penderita usia lanjut dan penderita yang menderita penyakit kronis . katz

Index dikembangkan berdasarkan pengamatan aktivitas yang ditampilkan

pada sekelompok penderita dengan fraktur sendi coxae ( hip joint )

Katz Index dapat digunakan pada penderita setelah serangan stroke,

rheumatoid arthritis dan sebagai alat ukur pada penelitian mengenai

dinamika dan disabilitas pada proses penuaan .

Yang dinilai adalah kemandirian dalam 6 aktivitas fungsional penderita ,

yaitu mandi, berpakaian, pergi ketoilet, transfer, cotinence ( menatur BAB

dan BAK ) dan makan .

Penilaian kemampuan fungsional

A. Mandiri dalam 6 aktivitas

B. Mandiri dalam 6 aktivitas kecuali satu aktivitas

65

Page 66: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

C. Mandiri dalam 6 aktivitas, kecuali mandi dan satu fungsi tambahan

D. Mandiri dalam 6 aktivitas, kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi

tambahan

E. Mandiri dalam 6 aktivitas, kecuali mandi, berpakaian, pergi ke toilet

dan satu fungsi tambahan

F. Mandiri dalam 6 aktivitas, kecuali mandi, berpakaian, pergi ke toilet,

transfer dan satu fungsi tambahan

G. Dependen dalam 6 aktivitas

Other : Dependen minimal pada 2 fungsi, tetapi tidak termasuk dalam

klasifikasi C, D, E dan F

Bantuan diklasifikasikan sebagai berikut

1. Active personal assistance

2. Directive assistence

3. Supervision

5. Pemeriksaan pengukuran kemampuan bergerak dari skeletaksial dengan

Spondilitis Ankilosis Scale ( SAS )

Dilakukan pengukuran kemampuan gerak dalam berbagai posisi dalam

satuan sentimeter meliputi

A. Kemampuan gerak umum

1. Tinggi badan dalam sikap biasa

2. Tinggi badan dalam sikap berdiri tegak

3. Jarak tangan kanan - lantai

Jarak tangan kiri - lantai

B. Kemampuan gerak Vertebra Lumbalis

4. Jarak tangan – lantai laterofleksi kiri

5. Jarak tangan – lantai laterofleksi kanan

6. Pengukuran Schober

7. Pengukuran Schober min 5 cm

C. Kemampuan gerak Vertebra Torakalis

66

Page 67: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

8. Perbedaan panjang Vertebra Torakalis saat tegak dan membungkuk

9. Pengukuran gerakan pernafasan

Lingkaran dada setinggi aksila

Lingkaran dada setinggi putting susu

Lingkaran dada setinggi proc. Xypoideus

10. Pengukuran kapasitas vital paru

D. 11. Pengukuran jarak terdekat antara kepala dengan didinding

Pengukuran jarak terjauh antara lordosis kolimna vertebralis

servikalis ke dinding

12. Kemampuan rotasi kepala bidang sagital ( S ), Frontal ( F ) dan

Rotasional ( R ) .

6. Skala UGO FISCH

Untuk menilai kemajuan motorik penderita Bell’s palsy

Dinilai kondisi simetris – asimetris antara sisi sakit dengan sehat pada 5

posisi : saat istirahat , mengerutkan dahi, menutup mata, tersenyum dan

bersiul .

Ada 3 pola penilaian yaitu :

Sujective Global Evaluation , dimana penderita sendiri yang diminta menilai

dirinya ( penderita mengamati wajahnya dengan cermin )

Objective Global Evaluation , atau Physician’s Global Evaluation

Physician’s Detailed Evaluation . Kedua cara penilaian terakhir dilakukan

oleh pemeriksa ( dokter )

Ada 4 pilihan untuk penilaian

0 % : Asimetri komplit, tidak ada gerakan volunter

30 % : Simetri : poor / jelek, kesembuhan yang ada, lebih dekat ke

asimetri komplit dari pada asimetri normal

70 % : Simetris ; fair / cukup , kesembuhan parsial yang lebih cendrung

kearah normal

100 % : Simetris normal / komplit

67

Page 68: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

Angka prosentasi masing - masing posisi wajah harus dirubah menjadi

point dengan kriteria sebagai berikut

Saat istirahat : 20 point

Mengerutkan dahi : 10 point

Menutup mata : 30 point

Tersenyum : 30 point

Bersiul : 10 point

Misalya dalam menutup mata nilai fair ( 70 % ), maka didapat 70 % x 30

point = 21 point . kemudian ke 5 penilaian dijumlahkan. Pada keadaan

normal nilai yang didapat adalah 100 . makin besar nilai yang didapat maka

prognosis neurologis maupun fungsional akan lebih baik .

7. Penilaian derajat nyeri denga Visual Analog Scale ( VAS )

Cara melakukan ;

Buat garis lurus pada kertas sepanjang 15 cm

Jelaskan pada penderita bahwa titik 0 merupakan daerah yang paling

dirasakan nyeri ( sangat nyeri ) sedangkan titik 15 merupakan derah bebas

nyeri ( nyeri tidak dirasakan sama sekali ) .

Lalu penderita diminta untuk menunjuk dengan penanda ( pensil / pena )

pada garis tersebut kira – kira nyeri yang dia rasakan saat ini berada

diderah mana ( antara titik 0 - 15 )

Setelah penderita menentukan titik dimana dia merasakan nyeri saat ini ,

lakukan peengukuran dengan mistar, pada sentimeter ke berapa titik

tersebut . lalu lihat TABEL yang telah tersedia .

0 15

68

Page 69: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

TABEL PENILAIAN VAS

Pengukuran ( Cm ) Score Pengukuran ( Cm ) Score

0 0 7,8 - 8,2 16

0,1 - 0,7 1 8,3 - 8,7 17

0,8 - 1,2 2 8,8 - 9,2 18

1,3 - 1,7 3 9,3 - 9,7 19

1,8 - 2,2 4 9,8 - 10,2 20

2,3 - 2,7 5 10,3 - 10,7 21

2,8 - 3,2 6 10,8 - 11,2 22

3,3 - 3,7 7 11,3 - 11,7 23

3,8 - 4,2 8 11,8 - 12,2 24

4,3 - 4,7 9 12,3 - 12,7 25

4,8 - 5,2 10 12,8 - 13,2 26

5,3 - 5,7 11 13,3 - 13,7 27

5,8 - 6,2 12 13,8 - 14,2 28

6,3 - 6,7 13 14,3 - 14,7 29

6,8 - 7,2 14 14,8 - 15,0 30

7,3 - 7,7 15

69

Page 70: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

DAFTAR PUSTAKA

1. Birnbaum JS . The Musculosletal Manual . Taipeh. 1983 .

2. Erickson RP, McPhee MC . Clinical Evaluation . In DeLisa JA, editor .

Rehabilitation Medicine, editor. Rehabilitation Medicine Principle and

Practice. Scond edition . Philadelphia ; J.B.Lippicott Company . 1993. p.

51 – 95 .

3. Hamid T, satori DW . Dalam Ilmu Kedokteran Fisik dan rehabilitasi

( Physiatry ) . Edisi 1. 1992 . Surbaya Unit rehabilitasi Medik RSUP

Dr.Sutomo

4. Hamid T, Putra HL Setiaji S . bell’s Palsy ( Advenced Continuing

Education Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi ) . 1992. Surabaya.

Unit Rehablitasi Medik RSUD RS Dr.Soetomo / FK UNAIR .

5. Jalalin. Rehabilitasi Medik Penderita Spondilitis Ankilosa . SMF /

Bagian Rehabilitasi medik FK UNDIP . 1999 ( tidak dipublikasikan )

6. Mc Peak Lisa, MD .Physiatric History and Examination . In: Braddom

RL, editor . Physical Medicine & Rehabilitation . 1nd et.Philadelphia :

WB.sauders ; 1990.p.3 – 42

7. Sidharta P. Dalam Sakit Neuromuskuloskeletal dalam praktek umum .

Jakarta .PT.Dian Rakyat, 1983

8. Sidharta P. Dalam Tata Pemeriksaan Klinis Neurologi .Cetakan ke tiga

Jakarta .PT.Dian Rakyat, 1993

9. Setiyohadi B. Isbagio H, Nasution AR .Pendekatan Diagnostik Penyakit

Rematik . Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam. Jilid 1 edisi ke 3.

Jakarta . balai Penerbit FK UI, 1996. hal 43 –112.

10. Sukarno .Terapi Latihan Hemiplegia BBobath . Terjemahan dari The

Western cerebral Palsy Centre, London . UPF Rehabilitasi Medik RSUD

Dr.Soetomo Surabaya ( tidak dipublikasikan )

70

Page 71: PENUNTUN PEMERIKSAAN FISIK

71