Pemeriksaan Fisik THT
-
Upload
siti-pradyta-kasim -
Category
Documents
-
view
312 -
download
24
description
Transcript of Pemeriksaan Fisik THT
1
PEMERIKSAAN FISIK TELINGA HIDUNG TENGGOROK
KKS THT RSMH Palembang
Disusun oleh
M. Febriandi Djunaidi, S.Ked
Alpasca Firdaus, S.ked
M. Falih Akbar, S.Ked
Pungki Namira, S.Ked
Ronalisa Anriz, S.Ked
Pembimbing
Dr. Lisa Apri Yanti, Sp. THT-KL
Tujuan pembelajaran
1. Mengetahui bagian bagian penting dari telinga, hidung, dan tenggorokan
2. Mengetahui keluhan-keluhan dibidang THT yang membawa pasien datang ke dokter.
3. Mengetahui nama dan kegunaan alat untuk pemeriksaan THT
4. Mempersiapkan pasien untuk pemeriksaan THT
5. Melakukan prosedur keterampilan pemeriksaan THT
2
3
ALAT PEMERIKSAAN THT
4
5
6
Persyaratan Umum PF THT
Ruang Pemeriksaan THT Unit THT
7
Posisi pasien
Posisi pemeriksa - pasien Fiksasi anak saat PF THT
8
Alat-alat untuk PF THT
Alat pemeriksaan THT Unit THT
Pemeriksaan morfologiA. Pemeriksaan Umum
Inspeksi Bentuk hidung dari luar (apakah terdapat cacat bawaan,
trauma, atau tumor) Warna hidung (kemerahan pada infeksi atau hematom) Pembengkakan (furunkel, trauma atau emfisema)
Palpasi Apakah terdapat nyeri tekan sinus paranasal atau pada
keluarnya N. trigeminus Puncak hidung apakah terdapat septum subluksasi
9
10
Inspeksi Hidung
Deformitas
11
Palpasi Hidung & Sinus Paranasal
Rinoskopi anterior
Cara melakukana. Spekulum hidung di pegang dengan
tangan kirib. Tangan kanan memegang kepala
penderitac. Lubang hidung kanan dan kiri dibuka
secara bergantiand. Perhatian dan nilai konka inferior, konka
media, cairan hidung, nanah, warna mukosa, pembengkakan mukosa, septum hidung, polip, tumor, dan lain-lain
12
13
Rinoskopi Anterior
Rinoskopi posterior
Cara melakukan Tangan kanan memegang kaca mulut dan tangan kiri memegang
spatel lidah Spatel lidah ditekan pada 2/3 bagian dorsum lidah Kaca mulut dimasukkan secara perlahan hingga terlihat bayangan
hidung bagian belakang (jangan sampai menyentuh dinding posterior faring)
Dengan perlahan-lahan, miringkan kaca mulut dari kanan ke kiri Selama pemeriksaan, lidah dijaga agar tetap berda di dalam mulut
dan pasien disuruh bernapas dengan hidung
14
15
Rinoskopi Posterior
16
Pemeriksaan fungsi hidung Pemeriksaan fungsi udara hidung
1. Metode kualitatif
2. Metode kuantitatif
Metode KualitatifMenggunakan spatel
lidah
Metode kuantitatifRhinomanometri
17
Kelainan Hidung
18
Kelainan Hidung
19
Kelainan Hidung
20
Kelainan Hidung
21
Kelainan Hidung
22
Oral Cavity & Orofaring
23
Pemeriksaan Tenggorok
24
Pemeriksaan Tonsil dan FaringMulut dibuka lebar-lebar, lidah ditarik ke dalam, kemudian ditekan kebawah ke bagian medial. Penderita diminta bernapas dan santai, napas tidak boleh ditahan.
25
Pemeriksaan Tonsil dan FaringInspeksi Warna tonsil yang normal adalah merah muda, bila terjadi infeksi maka akan menjadi hiperemis.
26
Pemeriksaan Tonsil dan FaringDerajat pembesaran tonsil: T0 : Tonsil telah diangkat T1 : Tonsil dalam fosa tonsilaris T2 : Tonsil keluar dari salah satu pilar T3 : Tonsil keluar dari kedua pilar T4 : Tonsil bertemu di garis median
27
Pemeriksaan Tonsil dan Faring Tonsil yang normal dan Tonsil dengan
derajat T4 yang bertemu di mid-line
28
Pemeriksaan Tonsil dan Faring Mobilitas tonsil apakah terfiksir (pada
keganasan) atau mobile. Permukaan tonsil apakah rata,
berdungkul-dungkul, atau kripta melebar.
29
Pemeriksaan Tonsil dan Faring Warna dinding belakang faring yang normal
adalah merah muda, bila semuanya merah makan menunjukkan suatu peradangan akut. Infeksi kronis ditandai dengan pembesaran granul pada dinding belakang faring dan berwarna merah.
Perhatikan juga apakah terdapat ulkus, dan bila ada apakah dalam atau dangkal
Parese atau paralise dapat dinilai dengan refleks muntah
30
Kelainan Faring
31
Kelainan Faring
32
Kelainan Faring
33
Pemeriksaan Laring
Inspeksi dan Palpasi Melihat dari luar dengan cermat adalah
sangat penting untuk mengetahui kelainan laring misalnya ada kista, tumor, atau perikondritis.
Pada palpasi diketahui adanya nyeri tekan, gerakan laring saat menelan, limfonodi leher sebagai proses metastase dan dimana letak tumor itu mempermudah menentukan letak sumber penyakitnya.
34
Laringoskop
Laringoskopi indirek Dilakukan pertama kali oleh Garcia
(Spanyol, 1855). Alat yang digunakan adalah lampu kepala, kaca laring, penekan lidah, lampu spiritus, dan pemanas. Laringoskopi sangat mutlak perlu dilakukan sebagai pemeriksaan rutin.
35
Laringoskop
Cara melakukan laringoskop indirek: Tangan kiri menahan lidah pasien,
tangan kanan memegang kaca laring Sebelum dimasukkan, kaca laring
dipananskan terlebih dahulu, dicoba pada kulit tangan pemeriksa agar tidak teralalu panas
Kaca dimasukkan perlahan ke mulut hingga terlihat bayangan laring
36
Pemeriksaan Laring
37
Laringoskop
Laringoskop Indirek
38
Pemeriksaan Laring
39
Laringoskop
Laringoskop Direk Dilakukan pertama kali oleh Kirstein
pada tahun 1894. Laringoskop yang digunakan adalah laringoskop kaku yang berupa suatu tabung dengan lampu penerangan yang terletak di depan atau belakang.
40
Laringoskop
Laringoskop Direk
41
Kelainan Laring
42
Kelainan Laring
43
Kelainan Laring
44
Pemeriksaan Pendengaran
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik2. Tes Berbisik3. Tes Penala (garpu tala)
a. Tes Rinneb. Tes Weberc. Tes Schwabach
4. Audiometri5. Timpanometri
45
Pemeriksaan Pendengaran
Anamnesis Pemeriksaan fisik :
Otoskop Lampu Kepala Spekulum Telinga Garpu Tala Sendok Serumen Pengait Serumen Aplikator Kapas
46
1. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Telinga Luar Inspeksi:
Memperhatikan bentuk dari daun telinga (Aurikula) dan belakang daun telinga apakah terdapat abnormalitas. Apakah terdapat peradangan, bekas luka (sikatrik) dll.
PalpasiLakukan perabaan untuk melihat
apakah ada nyeri tarik pada daerah telinga seperti aurikula dan tragus.
47
Pemeriksaan Telinga Dalam Inspeksi▪ Liang Telinga
saluran yang tidak lurus dan membentuk sudut tumpul ke antero-posterior seperti huruf S. Dibersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan kapas yang dililitkan/pinset bila terdapat serumen di dalamnya.
▪ Membran TimpaniBentuk konkaf (N), menonjol, retraksiWarna keabua-abuan (N) atau mengkilap seperti mutiaraKeutuhan perhatikan apakah terdapat perforasiMobilitas pemeriksaan obilitas ini menggunakan otoskop. Perhatikan apakah mobilitas menurun atau tetap
1. Pemeriksaan Fisik
48
1. Pemeriksaan Fisik
Posisi saat pemeriksaan (cara duduk) Penderita duduk di depan pemeriksa dengan posisi
kepala penderita lebih tinggi dibandingkan pemeriksa.
Lutut kiri pemeriksa berdempetan dengan lutut kiri penderita
Saat memeriksa telinga yang kontra lateral, maka hanya posisi kepala penderita yang diubah dengan cara memutarkan kepala kearah yang sesuai dengan pemeriksa.
Penderita seperti bayi dan anak-anak yang belum koopertif diperlukan bantuan org lain (ibu) untuk melakukan fiksasi
49
Cara Memegang Telinga Kanan
Aurikulum dipegang dengan menggunakan jari I dan II, sedangkan jari III, IV, V diletakkan pada planum mastoid. Aurikulum ditarik kearah posterosuperior.
Kiri
Aurikulum dipegang dengan menggunakan jari
dan II, sedangkan jari III, IV, V diletakkan di depan
aurikulum
1. Pemeriksaan Fisik
50
1. Pemeriksaan Fisik
Cara memegang otoskop Pilih spekulum telinga yang sesuai dengan
besar lumen MAE Nyalakan lampu otoskop Masukkan spekulum telinga pada MAE Otoskop dipegang dengan tangan kanan
untuk memeriksa telinga kanan dan dipegang dengan tangan kiri bila memeriksa telinga kiri.
51
52
53
Membran Timpani
Bagian paling luar telinga tengah
Secara anatomi : 4 kuadran
Bayangan penonjolan bgn bawah maleus Umbo
Reflex cahaya gerakan serabut yang radier dan sirkuler.
Reflek cahaya jam 7 untuk MT kiri dan jam 5 utk MT kanan
UMBO
RC
III
IIIIV
54
Membran Timpani
55
Perforasi Membrana Timpani
56
2. Tes Berbisik
Tujuan : menentukan derajat ketulian secara kasar
Orang normal saat mendengar bisikan dari jarak 6-10 meter
Syarat Pemeriksaan: Ruangan cukup tenang, dengan panjang 6 meter Mata penderita ditutup agar tidak membaca gerak
bibir Telinga yang tidak diperiksa ditutup dengan
menekan tragus ke arah MAE dengan bantuan asisten pemeriksa atau bisa disumbat dengan kapas yang telah dibasahi gliserin
57
2. Tes Berbisik
Cara Pemeriksaan Penderita berdiri 6 meter dari pemeriksa dan
berdiri di sisi telinga yang diperiksa Kata-kata dibisikkan pemeriksa pada akhir
ekspirasi dan kata-kata terdiri dari 1 atau 2 suku kata yang dikenal penderita.
Dimulai dari jarak 6 meter dan makin lama makin mendekat bila penderita tidak dapat mendengar bisikan dengan baik, maju tiap satu meter sampai penderita dapat mengulangi tiap kata dengan benar
Bila penderita masih tidak mendengar dipakai suara yang lebih keras (sampai teriakan)
58
2. Tes Berbisik
Interpretasi :
Normal : 5/6 sampai 6/6
Tuli ringan bila suara bisik 4 meter
Tuli sedang bila suara bisik antara 2 - 3
meter
Tuli berat bila suara bisik antara 0 - 1 meter
59
3. Tes Penala (Garpu Tala)
(C)SWABAC
H
(B)WEBE
R
(A) RINN
E
60
3. Tes Penala (Garpu Tala)
Frekuensi garpu tala yang digunakan adalah 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz, 4096 Hz. 512 Hz frekuensi yang paling sering digunakan
61
A. Tes Rinne
Merupakan tes kualitatif Tujuan: membandingkan hantaran udara dan
hantaran tulang Cara pemeriksaan:
Penala digetarkan Letakkan tangkai garpu tala yang telah digetarkan
pada prosesus mastoideus telinga yang akan diperiksa Suruhlah penderita untuk memberitahu anda
(pemeriksa) ketika suara getaran tidak didengarnya lagi.
Jika penderita tidak mendengar bunyi lagi, garpu tala di pindahkan ke depan liang telinga, ± 2,5 cm dari liang telinga
62
63
A. Tes Rinne
Interpretasi : Normal AC : BC = 2:1 Getaran garpu tala masih terdengar di
depan liang telinga = Rinne (+) intensitas AC > BC Telinga Normal atau Tuli Sensorineural.
Getaran tala tidak terdengar lagi di depan liang telinga = Rinne (-) : intensitas AC < BC Tuli Konduktif
64
B. Tes Weber
Tujuan : membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga kanan
Cara pemeriksaan: Letakkan garpu tala yang telah digetarkan
pada garis median tulang tengkorak: yaitu tengah-tengah dahi, vertex atau dagu.
Suruhlah penderita untuk menunjuk dengan salah satu jari telunjuknya dimana suara yang terdengar paling jelas.
Pada telinga normal suara akan sama jelas terdengar pada kedua sisi telinga (tidak ada lateralisasi)
65
B. Tes Weber
Interpretasi : Tak ada lateralisasi Normal Bila penderita mendengar lebih keras pda
telinga yang sakit (Lateralisasi ke telinga yang sakit) telinga yang sakit tersebut menderita Tuli Konduktif
Bila penderita mendengar lebih keras pda telinga yang sehat (Lateralisasi ke telinga yang sehat) telinga yang sakit menderita Tuli Sensorineural
66
C. Tes Schwabach
Tujuan : Membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal
67
Cara pemeriksaan : Letakkan tangkai garpu tala yang telah digetarkan pada
os. mastoideus pemeriksa terlebih dahulu sampai pemeriksa tidak mendengar suara lagi.
Bila sudah tidak didengar lagi, tangkai garpu tala dipindahkan pada os. mastoideus penderita.
Bila masih terdengar Kesan: Swabach Memanjang (Tuli Konduksi)
Bila penderita juga tidak mendengar lagi lakukan konfirmasi Ulangi tes dengan meletakkan garpu tala yang telah digetarkann pada penderita terlebih dahulu.
Bila penderita tidak mendengar lagi maka segera pindahkan garpu tala pada os. Mastoideus pemeriksa.
Bila pemeriksa tidak mendengar lagi maka dikatakan tes swabach penderita sama dengan pemeriksa
Bila pemeriksa masih mendengar maka dikatakan tes swabach penderita memendek.
68
C. Tes Schwabach
Interpretasi : Normal apabila BC op = BC pemeriksa Bila BC op < pemeriksa Schwabach
memendek telinga op yang diperiksa tuli sensorineural
Bila BC OP > pemeriksa Schwabach memanjang telinga op yang diperiksa tuli konduktif
69
Kesimpulan Tes Penala
Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Interpretasi
Positif Lateralisasi tidak ada
Sama dengan pemeriksa
Normal
Negatif Lateralisasi ke telinga yang sakit
Memanjang Tuli Konduktif
Positif Lateralisasi ke telinga yang sehat
Memendek Tuli sensorineural
70
4. Audiometri
Tujuan : untuk menentukan sifat kelainan pendengaran
Merupakan earphone sederhana yang dihubungkan dengan ossilator elektronik yang mampu memancarkan suara murni dengan kisaran frekuensi rendah tinggi
Tingkat intensitas nol pada masing2 frekuensi adalah kekerasan yang hampir tidak bisa didengar oleh telinga normal
71
4. Audiometri
Volume dapat ditingkatkan, bila harus ditingkatkan hingga 30 desibel dari normal org tsb dikatakan kehilangan pendengaran 30 dB untuk frekuensi tertentu
Pada tiap pemeriksaan digunakan 8-10 frekuensi yang mencakup spektrum pendengaran
Hasil audiogram
72
4. Audiometri
73
4. Audiometri
74
Hasil Audiometri (Audiogram)
Telinga Normal
75
Audiogram
Tuli Sensorineural
Tuli saraf sebagian
Pada frekuensi tinggi
Kerusakan biasanya pada basis koklea
Biasa terjadi pada orang tua
76
Audiogram
Tuli Konduksi
Paling sering: fibrosis telinga tengah akibat infeksi berulang atau penyakit herediter (otosklerosis)
Pada beberapa kasus
terankilosis pada bidang depan stapes pertumbuhan tulang stapes berlebihan ke tepi fenestra ovalis tuli total koreksi bedah
77
5. Timpanometri
Definisi : pengukuran tekanan telinga yang berhubungan dengan tuba saluran eustachius pada membran tImpani
deteksi kehilangan pendengaran instrumen diagnostik Tujuan, mengetahui:
Compliance/mobilitas membrana timpani Tekanan pada telinga tengah Volume canalis auditorius eksterna
78
5. Timpanometri
Hasil timpanogram Klasifikasi timpanogram :
tipe A (normal) type B (menunjukkan adanya cairan di
belakang membrana timpani) tipe C (menunjukkan adanya disfungsi tuba
eustachius) Berguna untuk diagnosis dan follow-up
penyakit pada telinga tengah (aling sering : otitis media pd anak-anak)
79
5. Timpanometri
Cara pemeriksaan: menggunakan probe dengan frekuensi 226 Hz
Interpretasi : Compliance membrana tympani (normal
volume: 0.2 to 2.0 mL), normal tekanan pada telinga tengah =
+100 mm H2O s/d -150 mm H2O Volume canalis auditorius eksternal = 0.2
s/d 2.0 mL).
80
81
82
83
84
Daftar Pustaka
Ghani, Abla. 2008. “Pemeriksaan Tenggorok,” dalam: Atlas Berwarna Teknik Pemeriksaan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta, EGC
Bull, TR. 2003. “The Pharynx and Larynx,” dalam: Color Atlas of ENT Diagnosis. London, Thieme.
85
SELAMAT BELAJAR!!!!
SEMOGA SUKSES..