pbl23.doc

17
Trauma Kimia Alkalis Pendahuluan Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang memungkinkan analisis cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu orbita. Banyak sekali penyakit yang bisa menyerang pada mata salah satu nya adalah trauma kimia. Trauma kimia pada mata merupakan salah satu keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan. 1 Anamnesis 1 Identitas: Pada identitas jenis kelamin perlu diperhatikan karena ada penyakit yang sering terdapat pada jenis kelamin tertentu seperti glaukoma kongestif akut buta warna dan lainnya. Pekerjaan pasien juga dapat menyebabkan beberapa penyakit tertentu seperti 1

Transcript of pbl23.doc

Page 1: pbl23.doc

Trauma Kimia Alkalis

Pendahuluan

Mata adalah organ fotosensitif yang kompleks dan berkembang lanjut yang memungkinkan analisis

cermat tentang bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan obyek. Mata terletak di dalam

struktur tengkorak yang melindunginya, yaitu orbita. Banyak sekali penyakit yang bisa menyerang

pada mata salah satu nya adalah trauma kimia. Trauma kimia pada mata merupakan salah satu

keadaan kedaruratan oftalmologi karena dapat menyebabkan cedera pada mata, baik ringan, berat

bahkan sampai kehilangan penglihatan. Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai

bola mata akibat terpaparnya bahan kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak

struktur bola mata tersebut. Trauma kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa

pH > 7 yang dapat menyebabkan kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan

dengan jenis, volume, konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut.

Mekanisme cedera antara asam dan basa sedikit berbeda. Trauma bahan kimia dapat terjadi pada

kecelakaan yang terjadi dalam laboratorium, industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia,

pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan kimia serta paparan bahan kimia dari alat-alat

rumah tangga. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah yang

terkena trauma kimia merupakan tindakan yang harus segera dilakukan.1

Anamnesis1

Identitas: Pada identitas jenis kelamin perlu diperhatikan karena ada penyakit yang sering terdapat

pada jenis kelamin tertentu seperti glaukoma kongestif akut buta warna dan lainnya. Pekerjaan

pasien juga dapat menyebabkan beberapa penyakit tertentu seperti trauma didalam pabrik aatau

didapur. Pada skenario identitas pasien: Laki-laki 35 tahun.

KU: sering sekali pasien menceritakan telah tersiram cairan atau tersemprot gas pada mata atau

partikel-partikelnya masuk ke dalam mata. Perlu diketahui apa persisnya zat kimia dan bagaimana

terjadinya trauma tersebut (misalnya tersiram sekali atau akibat ledakan dengan kecepatan tinggi)

serta kapan terjadinya trauma tersebut. Pada Skenario pasien mengeluh pandangan kedua mata kabur

dan nyeri setelah terkena cipratan bahan kimia.

RPS: Perlu diketahui apakah terjadi penurunan visus setelah cedera atau saat cedera terjadi. Onset

dari penurunan visus apakah terjadi secara progresif atau terjadi secara tiba tiba. Nyeri, lakrimasi,

dan pandangan kabur merupakan gambaran umum trauma. Harus dicurigai adanya benda asing

intraokuler apabila terdapat kegiatan memahat, mengasah atau adanya ledakan.

RPK: Adakah riwayat penyakit dalam keluarga? Riwayat masalah penglihatan turunan dalam

keluarga (glaukoma)?

1

Page 2: pbl23.doc

RPD: Apakah pasien pernah dirawat di rumah sakit? apakah ada riwayat trauma ? adakah riwayat

masalah penglihatan sebelumnya? riwayat diabetes melitus dan hipertensi? adakah riwayat penyakit

neurologis? terapi mata (laser)? apakah penyakit kronis pada organ-organ (saluran cerna,

kardiovaskuler, organ pernafasan dan ginjal).

RO: obat apa yang sedang dikonsumsi pasien? apakah baru-baru ini ada perubahan penggunaan

obat? adakah respons terhadap terapi terdahulu?. Adakah alergi obat atau antigen lingkungan ?

Adakah paparan bahan kimia?.

RPSOS: Bisa ditanyakan pekerjaan pasien apakah termasuk pekerjaan yang mengharuskan pasien

berkontak dengan bahan kimia dan apakah disertai alat pelindung yang memadai. Bagaimana

lingkungan tempat tinggalnya? Apakah rutin dalam olahraga? Menanyakan aktivitas , makanan

sehari-hari dan ekonomi.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan yang seksama sebaiknya ditunda sampai mata yang terkena zat kimia sudah terigasi

dengan air dan pH permukaan bola mata sudah netral. Obat anestesi topikal atau lokal sangat

membantu agar pasien tenang, lebih nyaman dan kooperatif sebelum dilakukan pemeriksaan. Setelah

dilakukan irigasi, pemeriksaan dilakukan dengan perhatian khusus untuk memeriksa kejernihan dan

keutuhan kornea, derajat iskemik limbus, tekanan intra okular, konjungtivalisasi pada kornea,

neovaskularisasi, peradangan kronik dan defek epitel yang menetap dan berulang.

Manifestasi fisik umum dari cedera kimia untuk mata meliputi:2

• Penurunan ketajaman visual: visual ketajaman awal dapat menurun karena kerusakan epitel

kornea, kabut, lakrimasi meningkat, atau ketidaknyamanan. Dalam kimia moderat-untuk-sensasi

terbakar parah terlihat segera setelah cedera, kabut kornea mungkin minimal pada presentasi

dengan visi yang baik, tetapi dapat meningkat secara signifikan dengan waktu, sangat menurunkan

penglihatan.

• Peningkatan TIO: Peningkatan TIO secara tiba-tiba bisa disebabkan oleh deformasi dan

pemendekan kolagen, sehingga mempersempit ruang anterior. Peningkatan TIO yang lama secara

mendadak berkaitan dengan tingkat peradangan segmen anterior.

• Inflamasi konjungtiva: Berbagai derajat hiperemis konjungtiva dan pembengkakan adalah hal yang

memungkinkan, dan bahkan cedera kimia ringan dapat menimbulkan respon konjungtiva

berlebihan.

• Partikel dalam konjungtiva forniks: lebih sering ditemukan dengan cedera partikulat, seperti

plester. Jika tidak dikeluarkan, partikel-partikel sisa dapat berfungsi menjadi reservoir untuk

pelepasan kimia lanjutan dan cedera. Partikel-partikel ini harus dikeluarkan sebelum penyembuhan

permukaan mata dimulai.

2

Page 3: pbl23.doc

• Iskemia Perilimbal: Tingkat iskemia limbal (pemucatan) mungkin adalah indikator prognosis yang

paling penting untuk penyembuhan kornea masa depan karena sel-sel induk limbal bertanggung

jawab atas repopulasi epitel kornea. Secara umum, semakin besar tingkat kepucatan , semakin

buruk prognosisnya. Namun, adanya sel-sel induk perilimbal yang utuh tidak menjamin

penyembuhan epitel normal. Luasnya kepucatan harus dicatat dalam setiap jam.

• Defek kornea epitel: Kerusakan epitel kornea dapat berkisar dari keratitis epitel pungtata (KEP)

difus ringan dengan defek epitel lengkap. Defek epitel lengkap tidak dapat dilakukan dengan

pewarna fluorescein secepat pada abrasi kornea rutin, sehingga mungkin akan terlewatkan. Jika

diduga defek epitel namun tidak ditemukan pada evaluasi awal, mata harus diperiksa ulang setelah

beberapa menit. Luasnya defek harus dicatat sehingga dapat disimpan untuk rencana pengobatan

pada kunjungan berikutnya.

• Kabut stroma: Kabut dapat berkisar dari kornea jernih (kelas 0) ke kekeruhan lengkap (kelas 5)

tanpa melihat ke dalam ruang anterior.

•Perforasi kornea : Jarang terjadi pada penderita, lebih cenderung terjadi setelah paparan awal (dari

hari sampai minggu) pada cedera mata berat yang memiliki kemampuan penyembuhan yang

buruk4.

• Reaksi inflamasi bilik anterior: hal ini dapat bervariasi dengan melihat sel dan flare pada reaksi

fibrinoid yang kuat ruang anterior. Secara umum, hal ini lebih sering terjadi dengan cedera alkali

karena penetrasi yang lebih dalam.

• Kerusakan adnexal / parut: Mirip dengan cedera kimia pada daerah kulit lainnya, hal ini dapat

mengakibatkan masalah paparan berat jika jaringan parut menghambat penutupan kelopak mata,

karena itu, menunjukkan permukaan mata yang sudah rusak.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang dalam kasus trauma kimia mata adalah pemeriksaan pH bola mata secara

berkala dengan kertas lakmus. Irigasi pada mata harus dilakukan sampai tercapai pH normal.

Pemeriksaan bagian anterior mata dengan lup atau slit lamp bertujuan untuk mengetahui lokasi luka.

Pemeriksaan oftalmoskopi direk dan indirek juga dapat dilakukan. Selain itu dapat pula dilakukan

pemeriksaan tonometri untuk mengetahui tekanan intraokular.

Tekanan intraokular diukur dengan tonometer Goldmann. Satu silinder plastik jernih ditekankan

pada kornea yang sudah dianestesi. Cincin pendataran, dilihat melalui silinder, dibuat terlihat adanya

fluoresein pada film air mata. Prisma yang diletakkan secara horizontal dalam silinder, memisahkan

cincin kontak menjadi dua setengah lingkaran. Tekanan yang diberikan ke silinder dapat divariasikan

untuk mengubah tingkat pendataran kornea dan kemudian ukridan cincin. Tekanan disesuaikan

sehingga kedua setengah lingkaran saling bertautan. Ini merupakan titik akhir dari tes, dan tekanan

yang diberikan dikonversi ke dalam satuan tekanan okular (mmHg) yang dapat dilihat di tonometer.3

3

Page 4: pbl23.doc

Oftalmoskop merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli. Pemeriksaan

dengan oftalmoskop dinamakan oftalmoskopi. Oftalmoskopi dibedakan dalama oftalmoskopi

langsung dan tidak langsung. Pemeriksaan kedua jenis oftalmoskop ini adalah bertujuan menyinari

bagian fundus okuli kemudian bagian yang terang di dalam fundus okuli dilihat dengan satu mata

melalui celah alat pada oftalmoskopi langsung dan dengan kedua mata dengan oftalmoskopi tidak

langsung. Perbedaan antara oftalmoskopi langsung adalah pada oftalmoskopi langsung daerah yang

dilihat, paling perifer sampai daerah ekuator, tidak stereoskopis, berdiri tegak atau tidak terbalik, dan

pembesaran 15 kali. Dengan oftalmoskop tidak langsung akan terlihat daerah fundus okuli 8 kali

diameter papil, dapat dilihat sampai daerah ora serata, karena dilihat dengan 2 mata terdapat efek

stereoskopik, dan dengan pembesaran 2-4 kali. Pemeriksaan dengan oftalmoskop dilakukan di kamar

gelap.1

Fluoresein adalah bahan yang berwarna jingga merah yang bila disinari gelombang biru akan

memberikan gelombang hijau. Bahan larutan ini dipakai untuk melihat terdapatnya defek epitel

kornea, fistel kornea atau yang disuntikan intravena untuk dibuat foto pembuluh darah retina.

Aplikasi fluoresein pada mata dapat mengidentifikasi abrasi kornea ( yaitu hilangnya sel epitel

permukaan) dan kebocoran akueous humor dari mata. 3

Diagnosis kerja

Berdasarkan skenario dan hasil dari anamnesis serta pemeriksaan fisik yang dilakukan, serat

pemeriksaan penunjang terlihat bahwa gejala klinis yang ditemukan mirip dengan gejala penyakit

trauma kimia alkali ODS (Okuli Dekstra Sinistra).

Struktur anatomi mata4

Mata terletak ditulang orbita mata terdiri dari beberapa lapisan yaitu dimulai dari kornea (anterior).

Kornea adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan

lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:

1. Epitel, berasal dari ektoderm permukaan

2. Membran Bowman, terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen

yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.

3. Stroma

4. Membran Descement, merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma

kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya. Bersifat sangat elastis dan

berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40 μm.

5. Endotel, trauma atau panyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa endotel

terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel tidak mempunya

daya regenerasi

4

Page 5: pbl23.doc

Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak memiliki pasokan

darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke

fotoreseptor.

Lensa di dalam bola mata terletak di belakang iris dan terdiri dari zat tembus cahaya (transparan)

berbentuk seperti cakram yang dapat menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi. Lensa

berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik mata belakang. Lensa akan

dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat lensa di dalam kapsul lensa.Secara fisiologis

lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:

• Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi untuk menjadi

cembung

• Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan,

• Terletak ditempatnya, yaitu berada antara posterior chamber dan vitreous body dan berada di

sumbu mata.

Badan vitreous menempati daerah mata di balakang lensa. Struktur ini merupakan gel transparan

yang terdiri atas air (lebih kurang 99%), Peranannya mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari

lensa ke retina. Kebeningan badan vitreous disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.

Vitreous humor penting untuk mempertahankan bentuk bola mata yang sferis.

Retina, terdapar lapisan pembuluh darah dan lapisan saraf penglihatan.

Epidemiologi

Lebih dari 60% dari trauma kimia terjadi dalam kecelakaan kerja, 30% di rumah, dan 10% akibat

kekerasan. Sebanyak 20% trauma kimia secara signifikan mengakibatkan cacat visual dan kosmetik.

Hanya 15% dari pasien dengan trauma kimia berat yang mencapai perbaikan visual yang fungsional.

Secara global, predileksi ras tidak bisa dipastikan, akan tetapi pria muda berkulit hitam lebih

cenderung berpotensi tinggi. Pria 3 kali lebih cenderung mengalami trauma kimia daripada wanita.

Trauma kima dapat menyerang setiap umur, akan tetapi, trauma paling banyak terjadi pada pasien

berusia 16 – 45 tahun2

Etiologi

Zat-zat basa atau alkali yang dapat menyebabkan trauma pada mata antara lain adalah semen, soda

kuat, amonia, NaOH, CaOH, dan cairan pembersih dalam rumah tangga. Ammonia merupakan gas

yang tidak berwarna dipakai sebagai bahan pendingin lemari es, larutan 7% ammonia dipakai

sebagai bahan pembersih. Mudah merusak jaringan bagian dalam mata seperti iris dan lensa.

Ammonia merusak stroma lebih sedikit dibanding dengan NaOH dan CaOH. pH cairan mata naik

beberapa detik setelah trauma. NaOH dikenal dengan kaustik soda, dipakai sebagai pembersih pipa.

pH cairan mata naik beberapa menit sesudah trauma. Ca(OH)2 daya tembus pada mata kurang, hal

5

Page 6: pbl23.doc

ini akibat terbentuknya sabun kalsium pada epitel kornea. pH cairan mata menjadi normal kembali

sesudah 30 – 3 jam pasca trauma.

Patogenesis

Bahan alkali atau basa akan mengakibatkan pecah atau rusaknya sel jaringan. Pada pH yang tinggi

alkali akan mengakibatkan persabunan disertai dengan disosiasi asam lemak membrane sel. Akibat

persabunan membrane sel akan mempermudah penetrasi lebih lanjut dari pada alkali.

Mukopolisakarida jaringan oleh basa akan menghilang dan terjadi penggumapalan sel kornea atau

keratosis. Serat kolagen kornea akan bengkak dan stroma kornea akan mati. Akibat edema kornea

akan terdapat serbukan sel polimorfonuklear ke dalam stroma kornea. Serbukan sel ini cenderung

disertai dengan masuknya pembuluh darah baru atau neovaskularisasi. Akibat membrane sel basal

epitel kornea rusak akan memudahkan sel epitel diatasnya lepas. Sel epitel yang baru terbentuk akan

berhubungan langsung dengan stroma dibawahnya melalui plasminogen activator. Bersamaan

dengan dilepaskan plasminogen aktivatir dilepas juga kolagenase yang akan merusak kolagen

kornea. Akibatnya akan terjadi gangguan penyembuhan empitel yang berkelanjutan dengan tukak

kornea dan dapat terjadi perforasi kornea. Kolagenase ini mulai dibentuk 9 jam sesudah trauma dan

puncaknya terdapat pada hari ke 12-21. Biasanya tukak pada kornea mulai terbentuk 2 minggu

setelah trauma kimia. Pembentukan tukak berhenti hanya bila terjadi epitelisasi lengkap atau

vaskularisasi telah menutup dataran depan kornea. Bila alkali sudah masuk ke dalam bilik mata

depan maka akan terjadi gangguan fungsi badan siliar. Cairan mata susunannya akan berubah, yaitu

terdapat kadar glukosa dan askorbat yang berkurang. Kedua unsure ini memegang peranan penting

dalam pembentukan jaringan kornea.1,5

Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan dalam :1

1. Derajat 1 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan keratitis pungtata.

2. Derajat 2 : Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.

3. Derajat 3 : Hiperemi disertai dengan nekrosis konjuntiva dan lepasnya epitel

kornea1.

4. Derajat 4 : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.

Mungkin diperlukan waktu 48 sampai 72 jam setelah trauma untuk menilai tingkat kerusakan mata

dengan tepat dan memberikan prognosis yang akurat. Dasar evaluasi tersebut adalah derajat

kekeruhan kornea dan pemutihan perilimbal. Representasi yang disederhanakan dari masing-masing

derajat bakar ditunjukkan pada gambar berikut6

Manifestasi Klinis

6

Page 7: pbl23.doc

Terdapat manifestasi klinis utama yang muncul pada trauma kimia yaitu, epifora, blefarospasme, dan

nyeri berat. Trauma akibat bahan yang bersifat asam biasanya dapat segera terjadi penurunan

penglihatan akibat nekrosis superfisial kornea. Sedangkan pada trauma basa, kehilangan penglihatan

sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian. Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi

pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.

Pada trauma basa, kehilangan penglihatan sering bermanifestasi beberapa hari sesudah kejadian.

Namun sebenarnya kerusakan yang terjadi pada trauma basa lebih berat dibanding trauma asam.

Pada kornea, Trauma bahan kimia dapat terjadi pada kecelakaan yang terjadi di dalam laboratorium,

industri, pekerjaan yang memakai bahan kimia, pekerjaan pertanian, dan peperangan memakai bahan

kimia di abad modren. Setiap trauma kimia pada mata memerlukan tindakan segera. Irigasi daerah

yang terkena trauma kimia merupakan tindakan yang segera harus dilakukan untuk mencegah

memberikan penyulit yang lebih berat. Pembilasan dilakukan dengan memakai garam fisiologik atau

air bersih lainnya selama mungkin dan paling sedikit 15-30 menit.

Membran sal rusak.

Terjadi kerusakan komponen vaskuler iris, badan silier dan epitel lensa.

Tekanan intra okuler meningkat.

Hipotoni akan terjadi bila kerusakan pada badan silier.

Kornea keruh dalam beberapa menit.

Pada kelopak, margo palpebra rusak, kerusakan pada kelenjar air mata, sehingga mata menjadi

kering. Pada konjungtiva, sekresi musin konjungtiva bulbi berkurang. Pada lensa, Lensa keruh.

Penatalaksanaan

Tatalaksana Emergensi2

1.Irigasi

Merupakan hal yang krusial untuk meminimalkan durasi kontak mata dengan bahan kimia dan untuk

menormalisasi pH pada saccus konjungtiva yang harus dilakukan sesegera mungkin. Larutan normal

saline (atau yang setara) harus digunakan untuk mengirigasi mata selama 15-30 menit sampai pH

mata menjadi normal (7,3). Pada trauma basa hendaknya dilakukan irigasi lebih lama, paling sedikit

2000 ml dalam 30 menit. Makin lama makin baik. Jika perlu dapat diberikan anastesi topikal, larutan

natrium bikarbonat 3%, dan antibiotik. Irigasi dalam waktu yang lama lebih baik menggunakan

irigasi dengan kontak lensa (lensa yang terhubung dengan sebuah kanul untuk mengirigasi mata

dengan aliran yang konstan.

2.Double eversi pada kelopak mata

Dilakukan untuk memindahkan material yang terdapat pada bola mata. Selain itu tindakan ini dapat

menghindarkan terjadinya perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan

konjungtiva forniks.

3.Debridemen

7

Page 8: pbl23.doc

Pada daerah epitel kornea yang mengalami nekrotik sehingga dapat terjadi re-epitelisasi pada

kornea.Trauma kimia ringan (derajat 1 dan 2) dapat diterapi dengan pemberian obat-obatan seperti

steroid topikal, sikloplegik, dan antibiotik profilaksis selama 7 hari. Sedangkan pada trauma kimia

berat, pemberian obat-obatan bertujuan untuk mengurangi inflamasi, membantu regenerasi epitel dan

mencegah terjadinya ulkus kornea.

Medikamentosa.2

Steroid bertujuan untuk mengurangi inflamasi dan infiltrasi neutofil. Namun pemberian steroid

dapat menghambat penyembuhan stroma dengan menurunkan sintesis kolagen dan menghambat

migrasi fibroblas. Untuk itu steroid hanya diberikan secara inisial dan di tappering off setelah 7-10

hari. Dexametason 0,1% ED dan Prednisolon 0,1% ED diberikan setiap 2 jam. Bila diperlukan dapat

diberikan Prednisolon IV 50-200 mg

Sikloplegik untuk mengistirahatkan iris, mencegah iritis dan sinekia posterior. Atropin 1% ED atau

Scopolamin 0,25% diberikan 2 kali sehari.

Asam askorbat mengembalikan keadaan jaringan scorbutik dan meningkatkan penyembuhan luka

dengan membantu pembentukan kolagen matur oleh fibroblas kornea. Natrium askorbat 10% topikal

diberikan setiap 2 jam. Untuk dosis sitemik dapat diberikan sampai dosis 2 gr.

Beta bloker/karbonik anhidrase inhibitor untuk menurunkan tekanan intra okular dan mengurangi

resiko terjadinya glaukoma sekunder. Diberikan secara oral asetazolamid (diamox) 500 mg.

Antibiotik profilaksis untuk mencegah infeksi oleh kuman oportunis. Tetrasiklin efektif untuk

menghambat kolagenase, menghambat aktifitas netrofil dan mengurangi pembentukan ulkus. Dapat

diberikan bersamaan antara topikal dan sistemik (doksisiklin 100 mg).

Pembedahan.2,7

Pembedahan Segera: sifatnya segera dibutuhkan untuk revaskularisasi limbus, mengembalikan

populasi sel limbus dan mengembalikan kedudukan forniks. Prosedur berikut dapat digunakan untuk

pembedahan:

Pengembangan kapsul Tenon dan penjahitan limbus bertujuan untuk mengembalikan

vaskularisasi limbus juga mencegah perkembangan ulkus kornea. 

Transplantasi stem sel limbus dari mata pasien yang lain (autograft) atau dar donor 

(allograft) bertujuan untuk mengembalikan epitel kornea menjadi normal. 

Graft membran amnion untuk membantu epitelisasi dan menekan fibrosis 

Pembedahan Lanjut: pada tahap lanjut dapat menggunakan metode berikut:

Pemisahan bagian-bagian yang menyatu pada kasus conjungtival bands dan simblefaron. 

Pemasangan graft membran mukosa atau konjungtiva. 

Koreksi apabila terdapat deformitas pada kelopak mata. 

Keratoplasti dapat ditunda sampai 6 bulan. Makin lama makin baik, hal ini untuk

memaksimalkan resolusi dari proses inflamasi.  

Pencegahan

8

Page 9: pbl23.doc

Edukasi dan pelatihan untuk mencegah pajanan zat kimia di tempat kerja  dapat mencegah terjadinya

trauma kimia pada mata. Pekerja  yang dapat  terpajan zat kimia di tempat kerja harus

menggunakan safety goggles. Trauma kimia pada anak sering terjadi karena tidak adanya

pengawasan. Letakkan  semua produk rumah tangga yang dapat menimbulkan bahaya di tempat

yang tidak dapat dijangkau oleh anak-anak. Pengguna lensa baca dari kaca atau plastik yang bekerja

dalam industri atau melakukan aktivitas atletik memiliki resiko terkena pecahan fragmen lensa. Kaca

mata yang paling efektif untuk mencegah cedera terdiri dari lensa polikarbonat dalam rangka

poliamida dengan tepi penahan di posterior. Sebaiknya digunakan bingkai pada wraparound (bukan

bingkai berengsel) karena lebih dapat menahan pukulan dari samping. Pada atletik atau aktivitas

rekreasi beresiko tinggi (misalnya perang-perangan dengan peluru hampa atau cat), pelindung mata

tanpa lensa tidak selalu melindungi mata secara adekuat. Perlindungan mata yang sesuai terutama

diindikasikan bagi mereka yang bermain bola raket, bola tangan, dan squash. Banyak kebutaan yang

terjadi akibat olah raga ini, terutama akibat trauma kontusio pada mata yang tidak terlindung dengan

baik.7

Komplikasi7

Komplikasi dari trauma mata juga bergantung pada berat ringannya trauma,dan jenis trauma yang

terjadi. Komplikasi yang dapat terjadi pada kasus trauma basa pada mata antara lain :

1. Simblefaron, adalah perlengketan antara konjungtiva palpebra, konjungtiva bulbi, dan

konjungtiva forniks. Dapat disebabkan akibat trauma kecelakaan,operasi, luka bakar oleh zat

kimia, dan peradangan. Dengan gejala gerak mata terganggu, diplopia, lagoftalmus, sehingga

kornea dan penglihatan terganggu.

2. Kornea keruh, edema, neovaskuler 

3. Sindroma mata kering

4. Katarak traumatik, merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata yang

dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari

ataupun beberapa tahun. Katarak traumatik ini dapatmuncul akut, subakut, atau pun gejala

sisa dari trauma mata. Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak,

selain menyebabkan kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang masuk

mengenai mata menyebabkan peningkatan PH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa

dan askorbat. Hal ini dapat terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia dapat

juga disebabkan oleh zat asam, namun karena trauma asam sukar masuk ke bagian dalam

mata dibandingkan basa maka jarang terjadi katarak traumataik akibat trauma asam.

5. Glaukoma

Prognosis

9

Page 10: pbl23.doc

Prognosis trauma kimia pada mata sangat ditentukan oleh bahan penyebab trauma tersebut. Derajat

iskemik pada pembuluh darah limbus dan konjungtiva merupakan salah satu indikator keparahan

trauma dan prognosis penyembuhan. Iskemik yang paling luas pada pembuluh darah limbus dan

konjungtiva memberikan prognosa yang buruk. Bentuk paling berat pada trauma kimia ditunjukkan

dengan gambaran “cooked fish eye” dimana prognosisnya adalah yang paling buruk, dapat terjadi

kebutaan. Trauma kimia sedang samapai berat pada konjungtiva bulbi dan palpebra dapat

menyebabkan simblefaron (adhesi anatara palpebra dan konjungtiva bulbi). Reaksi inflamasi pada

kamera okuli anterior dapat menyebabkan terjadinya glaukoma sekunder.8

Kesimpulan

Trauma kimia pada mata merupakan trauma yang mengenai bola mata akibat terpaparnya bahan

kimia baik yang bersifat asam atau basa yang dapat merusak struktur bola mata tersebut. Trauma

kimia diakibatkan oleh zat asam dengan pH < 7 ataupun zat basa pH > 7 yang dapat menyebabkan

kerusakan struktur bola mata. Tingkat keparahan trauma dikaitkan dengan jenis, volume,

konsentrasi, durasi pajanan, dan derajat penetrasi dari zat kimia tersebut. Trauma basa biasanya

memberikan dampak yang lebih berat daripada trauma asam, karena bahan-bahan basa memiliki dua

sifat yaitu hidrofilik dan lipolifik dimana dapat masuk secara cepat untuk penetrasi sel membran dan

masuk ke sudut mata depan, bahkan sampai retina. Sementara trauma asam akan menimbulkan

koagulasi protein permukaan, dimana merupakan suatu barier pelindung sehingga zat asam tidak

penetrasi lebih dalam lagi.  Gejala utama yang muncul pada trauma mata adalah epifora,

blefarospasme dan nyaei yang hebat. Trauma kimia merupakan satu-satunya jenis trauma yang tidak

memerlukan anamnesa dan pemeriksaan yang lengkap.

Penatalaksanaan yang terpenting pada trauma kimia adalah irigasi mata dengan segera samapai pH

mata kembali normal dan diikuti dengan pemberian obat terutama antibiotik, multivitamin,

antiglaukoma, Selain itu dilakukan juga upaya promotif dan preventif kepada pasien. Menurut data

statistik 90% kasus trauma dapat dicegah apabila dalam menjalankan suatu pekerjaan menggunakan

pelindung yang tepat.

Daftar Pustaka

10

Page 11: pbl23.doc

1. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi Ketiga. Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta. 2008.h.55-6,192-8,271-3,

2. Randleman, J.B., Bansal, A. S., Burns, Chemical., eMedicine Journal. 2009.

3. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes: oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga; 2006.

h. 22-7

4. Aldi, Fithria. Prevalensi Kebutaan Akibat Trauma Mata. Medan:FK USU;2010.

5. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes: oftalmologi. Edisi ke-9. Jakarta: Erlangga; 2006.

h. 22-7

6. Pfister, Roswell R., Koski, Judith. Alkali Burns of the Eye : Pathophysiology and Treatment.

Southern Medical Journal Vol. 75 No. 4. 1982

7. Vaughan DG, Taylor A, and Paul RE. Oftalmologi Umum.Widya medika. Jakarta. 2000.

8. American College of Emergency Phycisians. Management of Ocular Complaints. Diunduh

tanggal 21 Maret 2015 dari http://www.acep.org/content.aspx?id=26712 

11