PBL BLOK 16

38
BAB I PENDAHULUAN Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ pencernaan tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh. Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan terganggu. Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan kita, akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat mengakibatkan kematian. Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah mayor yang paling sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan pada apendisitis akut untuk menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya seperti peritonitis generalisata. Pada laporan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem pencernaan dan gangguannya, khususnya apendisitis dan peritonitis. 1

Transcript of PBL BLOK 16

Page 1: PBL BLOK 16

BAB I

PENDAHULUAN

Sistem pencernaan terdiri dari saluran pencernaan ditambah organ-organ pencernaan

tambahan (aksesori). Fungsi utama sistem pencernaan adalah untuk memindahkan zat gizi

atau nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita makan ke dalam lingkungan internal

tubuh. Makanan sebagai sumber ATP untuk menjalankan berbagai aktivitas bergantung

energi, misalnya transportasi aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan

makanan sumber bahan untuk perbaikan, pembaruan, dan penambahan jaringan tubuh.

Sistem pencernaan tidak dapat melaksanakan fungsinya jika dalam keadaan terganggu.

Walaupun sistem pencernaan mempunyai manfaat yang sangat besar dalam kehidupan kita,

akan tetapi tidak jarang juga kelainan pada sistem ini juga dapat mengakibatkan kematian.

Salah satunya adalah apendisitis, penyakit ini merupakan penyakit bedah mayor yang paling

sering terjadi dan tindakan bedah segera mutlak diperlukan pada apendisitis akut untuk

menghindari komplikasi yang umumnya berbahaya seperti peritonitis generalisata. Pada

laporan ini akan dibahas lebih lanjut mengenai sistem pencernaan dan gangguannya,

khususnya apendisitis dan peritonitis.

1

Page 2: PBL BLOK 16

BAB II

ISI

SKENARIO 4

Laki-laki, berusia 35 tahun datang ke poliklinik tempat anda bekerja dengan keluhan demam

dan nyeri pada perut sebelah kanan bawah, sejak 7 jam yang lalu. Sebelumnya pasien merasa

nyeri pada ulu hati, sekarang nyeri lebih dominan di daerah perut kanan bawah. Pada

pemeriksaan fisik, pasien tampak sakit sedang, TD : 130/80 mmHg, nadi : 92x/menit,

frekuensi nafas : 22x/menit, suhu tubuh : 38,3oC.

1. Anamnesis

Berdasarkan kasus didapat data mengenai pasien secara auto anamnesis (anamnesa yang

dilakukan secara langsung kepada pasien), yaitu:

Identitas pasien:

Nama lengkap : Tn.NN

Umur : 35 tahun

Keluhan utama:

Pasien merasakan demam dan nyeri lebih dominan pada daerah perut kanan bawah

yang sebelumnya merasakan nyeri pada ulu hati.

Riwayat sekarang:

Demam

Nyeri pada daerah perut kanan bawah

Lokalisasi : perut kanan bawah

2. Pemeriksaan

Berdasarkan skenario diatas :

Suhu tubuh 38,3oC

Tekanan darah 130 / 80 mmHg

Pernafasan : 22x / Menit

Denyut Nadi : 92x / menit

2

Page 3: PBL BLOK 16

3. Diagnosis

3.1. Working Diagnosis

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan seperti skenario di atas Tn.NN menderita

Appendicitis Akut

Pengertian

Appendicitis merupakan peradangan yang terjadi pada appendicitis vermiformis, dan

merupakan penyebab abdomen akut yang paling sering. Appendicitis akut adalah radang

apendiks. Ini dapat disebabkan kerena infeksi atau obstruksi pada apendiks. Obstruksi

meyebabkan apendiks menjadi bengkak dan mudah diinfeksi oleh bakteri. Jika diagnosis

lambat ditegakkan, dapat terjadi rupture pada apendiks. Sehingga akibatnya terjadi

Peritonitis atau terbentuknya abses disekitar apendiks.

3.2.Differensial Diagnosis

1. COLITIS ULSERATIVA

1.1. Pengertian

Colitis ulserativa merupakan suatu penyakit menahun di usus besar mengalami

peradangan dan luka,yang menyebabkan diare berdarah,kram perut dan demam.

Colitis ultrativa tidak selalu mempengaruhi seluruh ketebalan dari usus dan tidak

pernah mengenai usus halus. Penyakit ini biasanya di mulai di rectum atau kolon

sigmoid dan akhirnya menyebar ke sebagian atau seluruh usus besar. Sekitar 10%

penderita hanya mendapat satu kali serangan.

3

Page 4: PBL BLOK 16

1.2. Etiologi

Penyebab penyakit ini tidak diketahui,namun factor keturunan dan respon sistem

kekebalan tubuh yang terlalu aktif di usus,diduga berperan dalam terjadinya jolitis

ulserativa

1.3. Patofisiologi

Suatu serangan ini bisa mendadak dan berat,menyabebkan diare hebat,demam

tinggi,sakit perut,dan peritonitis(radang selaput perut) selama serangan penderita

tampak sangat sakit. Yang lebih sering terjadi adalah serangannya dimulai secara

bertahap,dimana penderita memiliki keinginan untuk buang air besar,kram ringan

pada perut bawah dan tinja yang berdarah dan berlendir. Jika penyakit ini tervatas

pada rectum dan kolon sigmoid tinja mungkin normal,kering,dank eras.tetapi ketika

buang air besar ,dari rectum keluar lender yang banyak mengandung sel darah merah

dan sel darah putih.Gejala lain bisa demam. Jika menyebar ke usus besar ,tinja akan

lunak dan penderita dapat buang air besar sebanyak 10-20 kali/hari.Tinja tampak

mengandung nanah,darah dah lendir.

1.4. Manifestasi klinik

Gejala utama colitis ulserativa adalah diare, nyeri abdomen dan perdarahan rectal.

Pendarahan bisa ringan atau berat. Selain itu juga terjadi kram,anoreksia serta adanya

dorongan untuk defekasi. Pesien melaporkan buang air besar 10-20 kali/hari. Gejala

lain mencakup kesi kulit (eritoma nodisum),lesi mata(uveitis),abnormalitas

sendi(artitis) dan penyakit hati.

1.5. Pengobatan

Pengobatan ditujukan untuk mengendalikan peradangan, mengurangi gejala dan

mengganti cairan dan zat gizi yang hilang. Penderita sebaiknya menghindari buah dan

sayuran mentah untuk mengurangi cedera fisik pada lapisan usus besar yang

meradang. Diet bebas susu bisa mengurangi gejala. Penambahan zat besi bisa

menyembuhkan anemia yang disebabkan oleh hilangnya darah dalam tinja.

Obat-obatan antikolinergik atau dosis kecil loperamide atau difenoksilat, diberikan

pada diare yang relatif ringan. Untuk diare yang lebih berat, mungkin dibutuhkan

dosis yang lebih besar dari difenoksilat atau opium yang dilarutkan dalam alkohol,

loperamide atau codein. Pada kasus-kasus yang berat, pemberian obat-obat anti-diare

ini harus diawasi secara ketat, untuk menghindari terjadinya megakolon toksik.

Sulfasalazine, olsalazine atau mesalamine sering digunakan untuk mengurangi

peradangan pada kolitis ulserativa dan untuk mencegah timbulnya gejala.

4

Page 5: PBL BLOK 16

Obat-obatan ini biasanya diminum namun bisa juga diberikan sebagai enema (cairan

yang disuntikkan ke dalam usus) atau supositoria (obat yang dimasukkan melalui

dubur).

Penderita dengan kolitis berat menengah yang tidak menjalani perawatan rumah sakit,

biasanya mendapatkan kortikosteroid per-oral (melalui mulut), seperti prednisone.

prednisone dosis tinggi sering memicu proses penyembuhan. Setelah prednisone

mengendalikan peradangannya, sering diberikan Sulfasalazine, olsalazine atau

mesalamine. Secara bertahap dosis prednisone diturunkan dan akhirnya dihentikan.

Pemberian kortikosteroid jangka panjang menimbulkan efek samping, meskipun

kebanyakan akan menghilang jika pengobatan dihentikan.

Bila kolitis ulserativa yang ringan atau sedang terbatas pada sisi kiri usus besar (kolon

desendens) dan di rektum, bisa diberikan enema dengan kortikosteroid atau

mesalamine. Bila penyakitnya menjadi berat, penderita harus dirawat di rumah sakit

dan diberikan kortikosteroid intravena (melalui pembuluh darah). Penderita dengan

perdarahan rektum yang berat mungkin memerlukan transfusi darah dan cairan

intravena.

Untuk mempertahankan fase penyembuhan, diberikan azathioprine dan

merkaptopurin. Siklosporin diberikan kepada penderita yang mendapat serangan berat

dan tidak memberikan respon terhadap kortikosteroid. Tetapi sekitar 50% dari

penderita ini, akhirnya memerlukan terapi pembedahan.

Pembedahan

Kolitis toksik merupakan suatu keadaan gawat darurat. Segera setelah terditeksi atau

bila terjadi ancaman megakolon toksik, semua obat anti-diare dihentikan, penderita

dipuasakan, selang dimasukan ke dalam lambung atau usus kecil dan semua cairan,

makanan dan obat-obatan diberikan melalui pembuluh darah. Pasien diawasi dengan

ketat untuk menghindari adanya peritonitis atau perforasi. Bila tindakan ini tidak

berhasil memperbaiki kondisi pasien dalam 24-48 jam, segera dilakukan pembedahan,

dimana semua atau hampir sebagian besar usus besar diangkat.

Jika didiagnosis kanker atau adanya perubahan pre-kanker pada usus besar, maka

pembedahan dilakukan bukan berdasarkan kedaruratan. Pembedahan non-darurat juga

dilakukan karena adanya penyempitan dari usus besar atau adanya gangguan

pertumbuhan pada anak-anak. Alasan paling umum dari pembedahan adalah penyakit

menahun yang tidak sembuh-sembuh, sehingga membuat penderita tergantung kepada

kortikosteroid dosis tinggi.

5

Page 6: PBL BLOK 16

Pengangkatan seluruh usus besar dan rektum, secara permanen akan menyembuhkan

kolitis ulserativa. Penderita hidup dengan ileostomi (hubungan antara bagian terendah

usus kecil dengan lubang di dinding perut) dan kantong ileostomi. Prosedur pilihan

lainnya adalah anastomosa ileo-anal, dimana usus besar dan sebagian besar rektum

diangkat, dan sebuah reservoir dibuat dari usus kecil dan ditempatkan pada rektum

yang tersisa, tepat diatas anus.

2. CA COLON

2.1. Pengertian

Colorectal Cancer atau dikenal sebagai Ca Colon atau Kanker Usus Besar adalah

suatu bentuk keganasan yang terjadi pada kolon, rektum, dan appendix (usus buntu).

Di negara maju, kanker ini menduduki peringkat ke tiga yang paling sering terjadi,

dan menjadi penyebab kematian yang utama di dunia barat. Untuk menemukannya

diperlukan suatu tindakan yang disebut sebagai kolonoskopi, sedangkan untuk

terapinya adalah melalui pembedahan diikuti kemoterapi.

2.2. Etiologi

Penyebab dari pada kanker Colon tidak diketahui. Makanan-makanan yang di curigai

mengandung zat-zat kimia yang menyebabkan kanker pada usus besar. Makanan

tersebut juga mengurangi waktu peredaran pada perut,yang mempercepat usus besar

menyebabkan terjadinya kanker. Makanan yang tinggi lemak terutama lemak hewan

dari daging merah,menyebabkan sekresi asam dan bakteri anaerob, menyebabkan

timbulnya kanker didalam usus besar. Daging yang di goreng dan di panggang juga

dapat berisi zat-zat kimia yang menyebabkan kanker.

6

Page 7: PBL BLOK 16

Diet dengan karbohidrat murni yang mengandung serat dalam jumlah yang banyak

dapat mengurangi waktu peredaran dalam usus besar. Beberapa kelompok

menyarankan diet yang mengadung sedikit lemak hewan dan tinggi sayuran dan buah-

buahan.

Makanan yang harus dihindari :

-          Daging merah

-          Lemak hewan

-          Makanan berlemak

-          Daging dan ikan goreng atau panggang

-          Karbohidrat yang disaring(example:sari yang disaring)

2.3. Manifestasi klinik

Mula-mula gejalanya tidak jelas, seperti berat badan menurun (sebagai gejala umum

keganasan) dan kelelahan yang tidak jelas sebabnya. Setelah berlangsung beberapa

waktu barulah muncul gejala-gejala lain yang berhubungan dengan keberadaan tumor

dalam ukuran yang bermakna di usus besar. Makin dekat lokasi tumor dengan anus

biasanya gejalanya makin banyak.

Gejalanya berupa :

- perubahan kebiasaan buang air

- perubahan frekuensi buang air, berkurang (konstipasi) atau bertambah (diare)

Sensasi seperti belum selesai buang air, (masih ingin tapi sudah tidak bisa keluar)

dan perubahan diameter serta ukuran kotoran (feses). Keduanya adalah ciri khas

dari kanker kolorektal

- Perubahan wujud fisik kotoran/feses

Feses bercampur darah atau keluar darah dari lubang pembuangan saat buang air

besar

Feses bercampur lender

Feses berwarna kehitaman, biasanya berhubungan dengan terjadinya perdarahan

di saluran pencernaan bagian atas

- Timbul rasa nyeri disertai mual dan muntah saat buang air besar, terjadi akibat

sumbatan saluran pembuangan kotoran oleh massa tumor

7

Page 8: PBL BLOK 16

- Adanya benjolan pada perut yang mungkin dirasakan oleh penderita

Timbul gejala-gejala lainnya di sekitar lokasi tumor, karena kanker dapat tumbuh

mengenai organ dan jaringan sekitar tumor tersebut, seperti kandung kemih

(timbul darah pada air seni, timbul gelembung udara, dll), vagina (keputihan yang

berbau, muncul lendir berlebihan, dll). Gejala-gejala ini terjadi belakangan,

menunjukkan semakin besar tumor dan semakin luas penyebarannya

Gejala umumnya adalah :

- Berat badan turun tanpa sebab yang jelas (ini adalah gejala yang paling umum di

semua jenis keganasan)

- Hilangnya nafsu makan

- Anemia, pasien tampak pucat

- Sering merasa lelah

Kadang-kadang mengalami sensasi seperti melayang

2.4. Faktor resiko

Siapa saja yang bisa terkena kanker kolon ini ? Berikut adalah faktor-faktor yang

meningkatkan resiko seseorang terkena kanker kolon :

1. Usia

Resiko meningkat dengan bertambahnya usia. Kebanyakan kasus terjadi pada usia

60 - 70 an, dan jarang di bawah usia 50 kecuali dalam sejarah keluarga ada yang

terkena kanker kolon ini.

2. Adanya polip pada kolon

khususnya polip jenis adenomatosa. Dengan dihilangkannya polip pada saat

ditemukan turut mengurangi resiko terjadinya kanker kolon di kemudian hari.

3. Riwayat kanker

Seseorang yang pernah terdiagnosis mengidap atau pernah dirawat untuk kanker

kolon beresiko untuk mengidap kanker kolon di kemudian hari. Wanita yang

pernah mengidap kanker ovarium (indung telur), kanker uterus, dan kanker

payudara memiliki resiko yang lebih besar untuk terkena kanker kolorektal.

4. Faktor keturunan :

a. Sejarah adanya kanker kolon khususnya pada keluarga dekat.

b. Penyakit FAP (Familial Adenomatous Polyposis) - Polip adenomatosa familial

8

Page 9: PBL BLOK 16

(terjadi dalam keluarga); memiliki resiko 100% untuk terjadi kanker kolorektal

sebelum usia 40 tahun, bila tidak diobati.

c. Penyakit lain dalam keluarga, seperti HNPCC (Hereditary Non Polyposis

Colorectal Cancer) - penyakit kanker kolorektal non polip yang menurun dalam

keluarga, atau sindroma Lynch.

5. Penyakit kolitis (radang kolon) ulseratif yang tidak diobati.

6. Kebiasaan merokok. Perokok memiliki resiko jauh lebih besar untuk terkena

kanker kolorektal dibandingkan bukan perokok.

7. Kebiasaan makan. Pernah di teliti bahwa kebiasaan makan banyak daging dan

sedikit buah, sayuran, serta ikan turut meningkatkan resiko terjadinya kanker

kolorektal.

8. Sedikit beraktivitas. Orang yang beraktivitas fisik lebih banyak memiliki resiko

lebih rendah untuk terbentuk kanker kolorektal.

9. Inveksi Virus. Virus tertentu seperti HPV (Human Papilloma Virus) turut andil

dalam terjadinya kanker kolorektal.

2.5. Pemeriksaan

Kanker kolorektal dapat memakan waktu bertahun-tahun untuk berkembang,

sehingga deteksi dini sangat berpengaruh terhadap kemungkinan sembuhnya. Bila

Anda termasuk seseorang yang beresiko untuk terkena, ada baiknya Anda melakukan

pemeriksaan screening. Pemeriksaan itu adalah :

1. Pemeriksaan rektal dengan jari (Digital Rectal Exam), di mana dokter memeriksa

keadaan dinding rektum sejauh mungkin dengan jari; pemeriksaan ini tidak selalu

menemukan adanya kelainan, khususnya kanker yang terjadi di kolon saja dan belum

menyebar hingga rektum.

2. Pemeriksaan darah dalam tinja.

3. Endoskopi. Pemeriksaan ini sangat bermanfaat karena selain melihat keadaan

dalam kolon juga bisa bertindak, misalnya ketika menemukan polip endoskopi ini

dapat sekaligus mengambilnya untuk kemudian dilakukan biopsi.

4. Pemeriksaan barium enema dengan double contrast.

5. Virtual Colonoscopy.

6. CAT Scan.

7. Pemeriksaan kadar CEA (Carcino Embryonic Antigent) darah.

9

Page 10: PBL BLOK 16

8. Whole-body PET Scan Imaging. Sementara ini adalah pemeriksaan diagnostik

yang paling akurat untuk mendeteksi kanker kolorektal rekuren (yang timbul

kembali).

9. Pemeriksaan DNA Tinja.

2.6. Penatalaksanaan

Perawatan penderita tergantung pada tingkat staging kanker itu sendiri. Terapi akan

jauh lebih mudah bila kanker ditemukan pada stadium dini. Tingkat kesembuhan

kanker stadium 1 dan 2 masih sangat baik. Namun bila kanker ditemukan pada

stadium yang lanjut, atau ditemukan pada stadium dini dan tidak diobati, maka

kemungkinan sembuhnya pun akan jauh lebih sulit. Di antara pilihan terapi untuk

penderitanya, opsi Operasi masih menduduki peringkat pertama, dengan ditunjang

oleh kemoterapi dan/atau radioterapi (mungkin diperlukan).

Pembedahan

Tindakan ini dibagi menjadi Curative, Palliative, Bypass, Fecal diversion, dan Open-

and-close. Bedah Curative dikerjakan apabila tumor ditemukan pada daerah yang

terlokalisir. Intinya adalah membuang bagian yang terkena tumor dan sekelilingnya.

Pada keadaan ini mungkin diperlukan suatu tindakan yang disebut TME (Total

Mesorectal Excision), yaitu suatu tindakan yang membuang usus dalam jumlah yang

signifikan. Akibatnya kedua ujung usus yang tersisa harus dijahit kembali. Biasanya

pada keadaan ini diperlukan suatu kantong kolostomi, sehingga kotoran yang melalui

usus besar dapat dibuang melalui jalur lain. Pilihan ini bukanlah suatu pilihan yang

enak akan tetapi merupakan langkah yang diperlukan untuk tetap hidup, mengingat

pasien tidak mungkin tidak makan sehingga usus juga tidak mungkin tidak terisi

makanan / kotoran; sementara ada bagian yang sedang memerlukan penyembuhan.

Apa dan bagaimana kelanjutan dari kolostomi ini adalah kondisional dan individual,

tiap pasien memiliki keadaan yang berbeda-beda sehingga penanganannya tidak

sama.

Bedah paliatif dikerjakan pada kasus terjadi penyebaran tumor yang banyak, dengan

tujuan membuang tumor primernya untuk menghindari kematian penderita akibat

ulah tumor primer tersebut. Terkadang tindakan ini ditunjang kemoterapi dapat

menyelamatkan jiwa. Bila penyebaran tumor mengenai organ-organ vital maka

pembedahan pun secara teknis menjadi sulit, sehingga dokter mungkin memilih

teknik bedah bypass atau fecal diversion (pengalihan tinja) melalui lubang. Pilihan

terakhir pada kondisi terburuk adalah open-and-close, di mana dokter membuka

10

Page 11: PBL BLOK 16

daerah operasinya, kemudian secara de facto melihat keadaan sudah sedemikian rupa

sehingga tidak mungkin dilakukan apa-apa lagi atau tindakan yang akan dilakukan

tidak memberikan manfaat bagi keadaan pasien, kemudian di tutup kembali. Tindakan

ini sepertinya sudah tidak pernah dilakukan lagi mengingat sekarang sudah banyak

tersedia laparoskopi dan radiografi canggih untuk mendeteksi keberadaan dan kondisi

kanker jauh sebelum diperlukan operasi.

Terapi Non Bedah

Kemoterapi dilakukan sebagai suatu tindakan untuk mengurangi terjadinya metastasis

(penyebaran), perkembangan sel tumor, mengecilkan ukurannya, atau memperlambat

pertumbuhannya. Radioterapi jarang digunakan untuk kanker kolon karena memiliki

efek samping dan sulit untuk ditembakkan ke bagian yang spesifik pada kolon.

Radioterapi lebih sering pada kanker rektal saja. Imunoterapi sedang dikembangkan

sebagai terapi tambahan untuk kanker kolorektal. Terapi lain yang telah diujicoba dan

memberikan hasil yang sangat menjanjikan adalah terapi Vaksin. Ditemukan pada

November 2006 lalu sebuah vaksin bermerek TroVax yang terbukti secara efektif

mengatasi berbagai macam kanker. Vaksin ini bekerja dengan cara meningkatkan

sistem imun penderita untuk melawan penyakitnya. Fase ujicobanya saat ini sedang

ditujukan bagi kanker ginjal dan direncanakan untuk kanker kolon. Terapi lainnya

adalah pengobatan yang ditujukan untuk mengatasi metastasisnya (penyebaran

tumornya).

3. Penyakit Crohn

3.1. Pengertian

Penyakit Crohn (Enteritis Regionalis, Ileitis Granulomatosa, Ileokolitis) adalah

peradangan menahun pada dinding usus. Penyakit ini mengenai seluruh ketebalan

dinding usus. Kebanyakan terjadi pada bagian terendah dari usus halus (ileum) dan

usus besar, namun dapat terjadi pada bagian manapun dari saluran pencernaan, mulai

dari mulut sampai anus, dan bahkan kulit sekitar anus. Pada beberapa dekade yang

lalu, penyakit Crohn lebih sering ditemukan di negara barat dan negara berkembang.

Terjadi pada pria dan wanita, lebih sering pada bangsa Yahudi, dan cenderung terjadi

pada keluarga yang juga memiliki riwayat kolitis ulserativa. Kebanyakan kasus

muncul sebelum umur 30 tahun, paling sering dimulai antara usia 14-24 tahun.

Penyakit ini mempengaruhi daerah tertentu dari usus, kadang terdapat daerah normal

diantara daerah yang terkena. Pada sekitar 35 % dari penderita penyakit Crohn, hanya

11

Page 12: PBL BLOK 16

ileum yang terkena. Pada sekitar 20%, hanya usus besar yang terkena. Dan pada

sekitar 45 %, ileum maupun usus besar terkena.

3.2. Etiologi

Penyebab penyakit Crohn tidak diketahui.

Penelitian memusatkan perhatian pada tiga kemungkinan penyebabnya, yaitu:

- Kelainan fungsi sistim pertahanan tubuh

- Infeksi

- Makanan

3.3. Epidemiologi

Insiden penyakit Crohn sudah dipastikan dari studi populasi di Norwegia dan

Amerika Serikat dan mirip pada 6 sampai 7.1:100,000. Penyakit Crohn lebih umum di

negara-negara utara, dan menunjukkan peristiwa yang lebih tinggi di daerah utara

negara yang sama. Insiden penyakit Crohn diduga serupa di Eropa tetapi lebih rendah

di Asia dan Afrika. Namun, perempuan hanya sedikit lebih dari laki-laki memiliki

penyakit Crohn. Orang tua, saudara kandung atau anak orang dengan penyakit Crohn

3 sampai 20 kali lebih mungkin mengembangkan penyakit. Twin studi menunjukkan

konkordansi lebih besar dari 55% untuk penyakit Crohn.

3.4. Manifestasi Klinik

Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah diare menahun, nyeri kram perut,

demam, nafsu makan berkurang dan penurunan berat badan. Pada pemeriksaan fisik

ditemukan benjolan atau rasa penuh pada perut bagian bawah, lebih sering di sisi

12

Page 13: PBL BLOK 16

kanan.

Bila penyakit Crohn menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan,

penderita juga bisa mengalami :

- peradangan sendi (artritis)

- peradangan bagian putih mata (episkleritis)

- luka terbuka di mulut (stomatitis aftosa)

- nodul kulit yang meradang pada tangan dan kaki (eritema nodosum) dan

- luka biru-merah di kulit yang bernanah (pioderma gangrenosum).

Jika penyakit Crohn tidak menyebabkan timbulnya gejala-gejala saluran pencernaan,

penderita masih bisa mengalami :

- peradangan pada tulang belakang (spondilitis ankilosa)

- peradangan pada sendi panggul (sakroiliitis)

- peradangan di dalam mata (uveitis) dan

- peradangan pada saluran empedu (kolangitis sklerosis primer).

Pada anak-anak, gejala-gejala saluran pencernaan seperti sakit perut dan diare sering

bukan merupakan gejala utama dan bisa tidak muncul sama sekali.

Gejala utamanya mungkin berupa peradangan sendi, demam, anemia atau

pertumbuhan yang lambat.

Pola umum dari penyakit Crohn

Gejala-gejala penyakit Crohn pada setiap penderitanya berbeda, tetapi ada 4 pola

yang umum terjadi, yaitu :

1. Peradangan : nyeri dan nyeri tekan di perut bawah sebelah kanan

2. Penyumbatan usus akut yang berulang, yang menyebabkan kejang dan nyeri hebat

di dinding usus, pembengkakan perut, sembelit dan muntah-muntah

3. Peradangan dan penyumbatan usus parsial menahun, yang menyebabkan kurang

gizi dan kelemahan menahun

4. Pembentukan saluran abnormal (fistula) dan kantung infeksi berisi nanah (abses),

yang sering menyebabkan demam, adanya massa dalam perut yang terasa nyeri dan

penurunan berat badan.

3.5. Pemeriksaan

Tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendeteksi penyakit Crohn, namun

pemeriksaan darah bisa menunjukan adanya:

13

Page 14: PBL BLOK 16

- anemia

- peningkatan abnormal dari jumlah sel darah putih

- kadar albumin yang rendah

- tanda-tanda peradangan lainnya.

Barium enema bisa menunjukkan gambaran yang khas untuk penyakit Crohn pada

usus besar.

Jika masih belum pasti, bisa dilakukan pemeriksaan kolonoskopi (pemeriksaan usus

besar) dan biopsi untuk memperkuat diagnosis.

CT scan bisa memperlihatkan perubahan di dinding usus dan menemukan adanya

abses, namun tidak digunakan secara rutin sebagai pemeriksaan diagnostik awal.

3.6. Penatalaksanaan

Pengobatan ditujukan untuk membantu mengurangi peradangan dan meringankan

gejalanya.

Kram dan diare bisa diatasi dengan obat-obat antikolinergik, difenoksilat, loperamide,

Opium yang dilarutkan dalam alkohol dan codein. Obat-obat ini diberikan per-oral

(melalui mulut) dan sebaiknya diminum sebelum makan.

Untuk membantu mencegah iritasi anus, diberikan metilselulosa atau preparat

psillium, yang akan melunakkan tinja.

Sering diberikan antibiotik berspektrum luas.

Antibiotik metronidazole bisa membantu mengurangi gejala penyakit Crohn, terutama

jika mengenai usus besar atau menyebabkan terjadinya abses dan fistula sekitar anus.

Penggunaan metronidazole jangka panjang dapat merusak saraf, menyebabkan

perasaan tertusuk jarum pada lengan dan tungkai. Efek samping ini biasanya

menghilang ketika obatnya dihentikan, tapi penyakit Crohn sering kambuh kembali

setelah obat ini dihentikan.

Sulfasalazine dan obat lainnya dapat menekan peradangan ringan, terutama pada usus

besar. Tetapi obat-obat ini kurang efektif pada penyakit Crohn yang kambuh secara

tiba-tiba dan berat.

Kortikosteroid (misalnya prednisone), bisa menurunkan demam dan mengurangi

diare, menyembuhkan sakit perut dan memperbaiki nafsu makan dan menimbulkan

perasaan enak. Tetapi penggunaan kortikosteroid jangka panjang memiliki efek

samping yang serius. Biasanya dosis tinggi dipakai untuk menyembuhkan peradangan

berat dan gejalanya, kemudian dosisnya diturunkan dan obatnya dihentikan sesegera

mungkin.

14

Page 15: PBL BLOK 16

Obat-obatan seperti azatioprin dan mercaptopurine, yang merubah kerja dari sistim

kekebalan tubuh, efektif untuk penyakit Crohn yang tidak memberikan respon

terhadap obat-obatan lain dan terutama digunakan untuk mempertahankan waktu

remisi (bebas gejala) yang panjang.

Obat ini mengubah keadaan penderita secara keseluruhan, menurunkan kebutuhan

akan kortikosteroid dan sering menyembuhkan fistula.Tetapi obat ini sering tidak

memberikan keuntungan selama 3-6 bulan dan bisa menyebabkan efek samping yang

serius. Oleh karena itu, diperlukan pengawasan yang ketat terhadap kemungkinan

terjadinya alergi, peradangan pankreas (pankreatitis) dan penurunan jumlah sel darah

putih.

Formula diet yang ketat, dimana masing-masing komponen gizinya diukur dengan

tepat, bisa memperbaiki penyumbatan usus atau fistula, minimal untuk waktu yang

singkat dan juga dapat membantu pertumbuhan anak-anak. Diet ini bisa dicoba

sebelum pembedahan atau bersamaan dengan pembedahan.

Kadang-kadang zat makanan diberikan melalui infus, untuk mengkompensasi

penyerapan yang buruk, yang sering terjadi pada penyakit Crohn.

Bila usus tersumbat atau bila abses atau fistula tidak menyembuh, mungkin

dibutuhkan pembedahan.

Pembedahan untuk mengangkat bagian usus yang terkena dapat meringankan gejala

namun tidak menyembuhkan penyakitnya.

Peradangan cenderung kambuh di daerah sambungan usus yang tertinggal. Pada

hampir 50% kasus, diperlukan pembedahan kedua. Karena itu, pembedahan

dilakukan hanya bila timbul komplikasi atau terjadi kegagalan terapi dengan obat.

3.7. Prognosis

Beberapa penderita sembuh total setelah suatu serangan yang mengenai usus halus.

Tetapi penyakit Crohn biasanya muncul lagi dengan selang waktu tidak teratur

sepanjang hidup penderita. Kekambuhan ini bisa bersifat ringan atau berat, bisa

sebentar atau lama. Mengapa gejalanya datang dan pergi dan apa yang memicu

episode baru atau yang menentukan keganasannya tidak diketahui.

Peradangan cenderung berulang pada daerah usus yang sama, namun bisa menyebar

pada daerah lain setelah daerah yang pernah terkena diangkat melalui pembedahan.

Penyakit Crohn biasanya tidak berakibat fatal. Tetapi beberapa penderita meninggal

karena kanker saluran pencernaan yang timbul pada penyakit Crohn yang menahun.

15

Page 16: PBL BLOK 16

4. ETIOLOGI

Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Berbagai hal berperan sebagai

faktor pencetus. Diantaranya adalah obstruksi yang terjadi pada lumen apendiks.

Obstruksi ini  biasanya disebabkan karena adanya timbunan tinja yang keras (fekalit),

hyperplasia jaringan limfoid, tumor apendiks, benda asing dalam tubuh dan cacing

askaris dapat pula menyebabkan terjadinya sumbatan. Namun, diantara penyebab

obstruksi lumen yang telah disebutkan di atas, fekalit dan hyperplasia jaringan limfoid

merupakan penyebab obstruksi yang paling sering terjadi. Penyebab lain yang diduga

menimbulkan apendisitis adalah ulserasi mukosa apendiks oleh parasit E. histolytica.

Adanya obstruksi mengakibatkan mucin atau cairan mucosa yang diproduksi tidak

dapat keluar dari apendiks, hal ini akan semakin meningkatkan tekanan intraluminal

sehingga menyebabkan tekanan intra mucosa juga semakin tinggi. Tekanan yang

tinggi akan menyebabkan infiltrasi kuman ke dinding apendiks sehingga terjadi

peradangan supuratif yang menghasilkan pus atau nanah pada dinding apendiks.

Selain infeksi, appendicitis juga dapat disebabkan oleh penyebaran infeksi dari organ

lain yang kemudian menyebar secara Hematogen ke apendiks.

5. PATOFISIOLOGI

Patogenesis appendicitis akut terutama disebabkan oleh inflamasi pada dinding

apendiks yang menimbulkan obstruksi lumen apendiseal. Pada sepertiga kasus

appendicitis akut memperlihatkan disebabkan juga oleh karena fekalit. Hal itu

berdasarkan penelitian epidemiologi menunjukan peran kebiasaan makan makanan

rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya appendicitis akut.

Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal yang berakibat sumbatan fungsional

apendiks dan meningkatnya pertumbuhan flora normal kolon. Obstruksi

mengakibatkan appendicitis akut oleh karena, kapasitas lumen pada apendiks yang

normal adalah 0,1 ml³. sekresi mucosa yang terus berlanjut sampai 0,5 saja sudah

dapat meningkatkan tekanan intralumen  sampai 60 cmH2O yang menyebabkan

distensi lumen dan mempengaruhi aliran darah balik vena. Apendiks menjadi

bengkak, lembek, diliputi oleh eksudat fibrinosa. Lumen apendiks terisi materi pus,

mucosa menjadi hipoksia dan terjadi ulserasi. Adanya infeksi bakteri berkaitan

dengan cepatnya terjadi Ganggren dan Perforasi. Organisme yang dominan terdapat

16

Page 17: PBL BLOK 16

pada appendicitis akut adalah E. coli dan Bacteroides fragilis, walaupun tidak tertutup

kemungkinan bakteri lainnya dapat ditemukan pada Appendicitis Akut.

Secara patologi, appendicitis akut dibagi menjadi appendicitis akut stadium awal

appendicitis Supurativa akut, dan appendicitis gangrenosa akut tergantung dari

beratnya proses inflamasi.

Pada stadium awal appendicitis akut, neutrofil hanya ditemukan pada mucosa,

submucosa, dan muscularis propria. Pada stadium ini pembuluh darah subserosa

membengkak dan terdapat eksudat neutrofil yang menghasilkan reaksi fbrino

purulenta di seluruh lapisan serosa. Dengan bertambah buruknya proses inflamasi

maka akan terbentuk abes, ulkus, dan focus nekrosis supurativa di dalam dinding

apendiks, kondisi  ini dikenal dengan appendicitis supurativa akut. Pada appendicitis

gangrenosa akut tampak ulkus yang berdarah dan kehijauan pada mucosa, serta

nekrosis gangrenosa pada seluruh dinding yang meluas ke serosa, selanjutnya dapat

terjadi rupture dan peritonitis supurativa.Kritera histologik untuk diagnosis

appendicitis akut adalah terdapatnya infiltrasi neutrofil pada muscularis propria dan

adanya proses inflamasi pada dinding muscular. Biasanya juga terdapat infiltrasi

neutrofil dan ulserasi pada mucosa. Proses inflamasi dapat meluas ke jaringan lemak

atau usus disekitar appendiks.

6. MANIFESTASI KLINIK

Gejala awal yang khas, yang merupakan gejala klasik apendisitis adalah nyeri samar

(nyeri tumpul) di daerah epigastrium di sekitar umbilicus atau periumbilikus. Keluhan

ini biasanya disertai dengan rasa mual, bahkan terkadang muntah, dan pada umumnya

nafsu makan menurun. Kemudian dalam beberapa jam, nyeri akan beralih ke kuadran

kanan bawah, ke titik Mc Burney. Di titik ini nyeri terasa lebih tajam dan jelas

letaknya, sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Namun terkadang, tidak

dirasakan adanya nyeri di  daerah epigastrium, tetapi terdapat konstipasi.  Apendisitis

kadang juga disertai dengan demam derajat rendah sekitar 37,5 – 38,50C.

Selain gejala klasik, ada beberapa gejala lain yang dapat timbul sebagai akibat dari

apendisitis. Timbulnya gejala ini bergantung pada letak apendiks ketika meradang.

Berikut gejala yang timbul:

- Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, yaitu di belakang sekum

(terlindungi oleh sekum), tanda nyeri perut kanan  bawah tidak begitu jelas dan

tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih kearah perut kanan atau

nyeri timbul pada saat melakukan gerakan seperti berjalan, bernapas dalam, batuk,

17

Page 18: PBL BLOK 16

dan mengedan. Nyeri ini timbul karena adanya kontraksi m.psoas mayor yang

menegang dari dorsal

- Bila apendiks terletak di rongga pelvis

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada rectum, akan timbul gejala

dan rangsangan sigmoid atau rectum, sehingga peristalsis meningkat,

pengosongan rectum akan menjadi lebih cepat dan berulang – ulang ( diare )

Bila apendiks terletak di dekat atau menempel pada kandung kemih, dapat terjadi

peningkatan frekuensi kemih, karena rangsangan dindingnya.

Begitu pula dengan tanda obturator yang meregangkan obturator internus

merupakan tanda iritasi didalam pelvis. Tes obturator dilakukan dengan

melakukan rotasi internal secara pasif pada tungkai atas kanan yang difleksikan

dengan pasien pada posisi supine. Pemeriksaan darah dapat ditemukan

leukositosis ringan, yang menandakan pasien dalam kondisi akut dan appendicitis

tanpa komplikasi. Pada leukositosis yang lebih dari 18.000 / mm³ besar

kemungkinan untuk terjadi perforasi. Gejala apendisitis terkadang tidak jelas dan

tidak khas, sehingga sulit dilakukan diagnosa, dan akibatnya apendisitis tidak

ditangani tepat pada waktuya, sehingga biasanya baru diketahui setelah terjadi

perforasi.

Bagan Hubungan Patofisiologi dan Manifestasi Appendicitis

Kelainan patologi Keluhan dan tandaPeradangan awal

Appendicitis Mukosa

Radang diseluruh ketebalan dinding

Appendicitis komplit, radang peritoneum,

Parietal apendiks

-Kurang enak ulu hati/ daerah pusat, mungkin kolik

-nyeri tekan kanan bawah

-nyeri sentral pindah ke kanan bawah,mual dan muntah

-rangsangan peritoneum local (somatic), nyeri pada gerak aktif dan pasif

-genitelia interna,ureter,m.psoas mayor, kantung kemih,rectum

-Demam sedang,takikardi,mulai toksik, leukositosis

-Nyeri dan defans muskuler seluruh perut

18

Page 19: PBL BLOK 16

Radang alat/jaringan yang menempel

padaApendiks

Appendicitis gangrenosa

Perforasi

Pembungkusan

-       Tidak berhasil

-       Berhasil

-       Abses

-s.d.a + demam tinggi, dehidrasi, syok, toksik

-masa perut kanan bawah,keadaan umum

Berangsur membaik

-demam remiten,keadaan umum toksik, keluhan dan tanda setempat

Sensitifitas dan Spesifisitas temuan klinis untuk diagnosis Appendicitis AkutTemuan Sensitivitas % Spesifisitas % Penelitian

Tanda:

Demam Buarding Nyeri tekan

pantul Rovsing’s sign Psoas sign

67

39 – 74

63

68

16

69

57 – 84

69

58

95

Wagner et,al

Wagner et,al

Jahn et,al

Jahn et,al

Wagner et,alGejala :

Nyeri kuadran kanan bawah

Nausea / mual Muntah /

vomitus Nyeri tiba-tiba

sebelum muntah

81

58 – 68

49 – 51

100

84

53

37 – 40

45 – 69

64

66

Wagner et,al

Jahn et,al

Wagner et,al

Wagner et,al

Wagner et,al

19

Page 20: PBL BLOK 16

Anorexia

7. PEMERIKSAAN

FISIK

1. Inspeksi

Kadang sudah terlihat waktu penderita berjalan sambil bungkuk dan memegang

perut. Penderita tampak kesakitan. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran

spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi.

Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses appendiculer.

2. Palpasi

Dengan palpasi di daerah titik Mc. Burney didapatkan tanda-tanda peritonitis lokal

yaitu:

- Nyeri tekan di Mc. Burney

- Nyeri lepas

- Defans muscular lokal. Defans muscular menunjukkan adanya rangsangan

peritoneum parietal

Pada appendix letak retroperitoneal, defans muscular mungkin tidak ada, yang ada

nyeri pinggang.

3. Auskultasi

Peristaltik usus sering normal. Peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada

peritonitis generalisata akibat appendicitis perforata (2).

Pemeriksaan Colok Dubur

Akan didapatkan nyeri kuadran kanan pada jam 9-12. Pada appendicitis pelvika akan

didapatkan nyeri terbatas sewaktu dilakukan colok dubur.

20

Page 21: PBL BLOK 16

Tanda-Tanda Khusus

1. Psoas Sign

Dilakukan dengan rangsangan m.psoas dengan cara penderita dalam posisi terlentang,

tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa, penderita disuruh hiperekstensi atau fleksi aktif.

Psoas sign (+) bila terasa nyeri di abdomen kanan bawah.

2. Rovsing Sign

Perut kiri bawah ditekan, akan terasa sakit pada perut kanan bawah.

3. Obturator Sign

Dilakukan dengan menyuruh penderita tidur terlentang, lalu dilakukan gerakan fleksi dan

endorotasi sendi panggul. Obturator sign (+) bila terasa nyeri di perut kanan bawah.

PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

- Pemeriksaan darah : akan didapatkan leukositosis pada kebanyakan kasus

appendisitis akut terutama pada kasus dengan komplikasi. Pada appendicular

infiltrat, LED akan meningkat.

- Pemeriksaan urin : untuk melihat adanya eritrosit, leukosit dan bakteri di dalam

urin. Pemeriksaan ini sangat membantu dalam menyingkirkan diagnosis

banding seperti infeksi saluran kemih atau batu ginjal yang mempunyai gejala

klinis yang hampir sama dengan appendicitis.

2. Abdominal X-Ray

Digunakan untuk melihat adanya fecalith sebagai penyebab appendicitis.

Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada anak-anak.

21

Page 22: PBL BLOK 16

3. USG

Bila hasil pemeriksaan fisik meragukan, dapat dilakukan pemeriksaan USG,

terutama pada wanita, juga bila dicurigai adanya abses. Dengan USG dapat dipakai

untuk menyingkirkan diagnosis banding seperti kehamilan ektopik, adnecitis dan

sebagainya.

4. Barium enema

Yaitu suatu pemeriksaan X-Ray dengan memasukkan barium ke colon melalui

anus. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan komplikasi-komplikasi dari

appendicitis pada jaringan sekitarnya dan juga untuk menyingkirkan diagnosis

banding.

5. CT-Scan

Dapat menunjukkan tanda-tanda dari appendicitis. Selain itu juga dapat

menunjukkan komplikasi dari appendicitis seperti bila terjadi abses.

6. Laparoscopi

Yaitu suatu tindakan dengan menggunakan kamera fiberoptic yang dimasukkan

dalam abdomen, appendix dapat divisualisasikan secara langsung.Tehnik ini

dilakukan di bawah pengaruh anestesi umum. Bila pada saat melakukan tindakan ini

didapatkan peradangan pada appendix maka pada saat itu juga dapat langsung

dilakukan pengangkatan appendix.

8. PENATALAKSAAN

• Penatalaksanaan pasien dengan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi

bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke

pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian

prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa

bulan kemudian pada pasien yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis

22

Page 23: PBL BLOK 16

juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi.

Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal

berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan pada absesnya.

The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks

sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kurang dari 24

jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis

perforasi.

• Penggantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik sistemik adalah

pengobatan pertama yang utama pada peritonitis difus termasuk akibat apendisitis

dengan perforasi.

1. Cairan intravena ; cairan yang secara massive ke rongga peritonium harus di ganti

segera dengan cairan intravena, jika terbukti terjadi toxix sistemik, atau pasien tua

atau kesehatan yang buruk harus dipasang pengukur tekanan vena central. Balance

cairan harus diperhatikan. Cairan atau berupa ringer laktat harus di infus secara

cepat untuk mengkoreksi hipovolemia dan mengembalikan tekanan darah serta

pengeluaran urin pada level yang baik. Darah di berikan bila mengalami anemia dan

atau dengan perdarahan secara bersamaan.

2. Antibiotik : pemberian antibiotik intravena diberikan untuk antisipasi bakteri

patogen , antibiotik initial diberikan termasuk generasi ke 3 cephalosporins,

ampicillin – sulbaktam, dan metronidazol atau klindanisin untuk kuman anaerob.

Pemberian antibiotik postops harus di ubah berdasarkan kulture dan sensitivitas.

Antibiotik tetap diberikan sampai pasien tidak demam dengan normal leukosit.

• Setelah memperbaiki keadaan umum dengan infus, antibiotik serta pemasangan

pipa nasogastrik perlu di lakukan pembedahan sebagai terapi definitif dari

appendisitist perforasi

• Terapi bedah meliputi apendiktomi dan laparoskopik apendiktomi. Apendiktomi

terbuka merupakan operasi klasik pengangkatan apendiks. Mencakup Mc Burney

insisi. Dilakukan diseksi melalui oblique eksterna, oblique interna dan transversal

untuk membuat suatu muscle spreading atau muscle splitting, setelah masuk ke

23

Page 24: PBL BLOK 16

peritoneum apendiks dikeluarkan ke lapangan operasi, diklem, diligasi dan dipotong.

Mukosa yang terkena dicauter untuk mengurangi perdarahan, beberapa orang

melakukan inversi pada ujungnya, kemudian sekum dikembalikan ke dalam perut

dan insisi ditutup.

9. PROGNOSIS

Mortalitas adalah 0,1% jika apendisitis akut tidak pecah dan 15% jika pecah pada

orang tua. Kematian biasanya dari sepsis, emboli paru, atau aspirasi; prognosis

membaik dengan diagnosis dini sebelum rupture dan antibiotic yang lebih baik.

Morbiditas meningkat dengan ruptur dan usia tua. Komplikasi dini adalah septik.

Infeksi luka membutuhkan pembukaan kembali insisi kulit yang merupakan

predisposisi terjadinya robekan. Abses intraabdomen dapat terjadi dari kontaminasi

peritonalis setelah ganggren dan perforasi. Fistula fekalis timbul dari nekrosis suatu

bagian dari sekum oleh abses atau konstriksi dari jahitan kantong atau dari pengikatan

yang tergelincir. Obstruksi usus dapat terjadi dengan abses lokulasi dan pembentukan

adhesi. Komplikasi lanjut mencakup pembentukan adhesi dengan obstruksi mekanis

dan hernia.

24

Page 25: PBL BLOK 16

BAB III

DAFTAR PUSTAKA

1. Corwin,Elisabeth J;alih bahasa,Nike Budhi Subekti.Buku saku patofisiologi, edisi

3. Jakarta:EGC.h.607-11.

2. Grace,Pierce A.At glance,edisi3.Jakarta:Erlangga;2007.h.106-7.

3. Price Sylvia A,Wilson Lorraine M.Patofisiologi konsep klinik proses-proses

penyakit volume 1,edisi 6.Jakarta:EGC;2006

4. http://dokterthesa.wordpress.com/category/acute-appendicitis/

5. http://pakdheimam.blogspot.com/2010/04/appendicitis-akut.html

6. http://idmgarut.wordpress.com/2009/04/07/appendisitis/

7. http://novy2apriel.blogspot.com/2011/01/resume-asuhan-keperawatan-pada-

pasien.html

25