PBL Blok 25 Kasus 16 Trauma Pada Neonatus

23
Bayi Makrosomia dengan Benjolan Lunak pada Kepala Karina Patricia (102010157/A-8) Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jalan Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11470 Email: [email protected] Pendahuluan Dalam membantu proses persalinan, dapat terjadi yang dinamakan trauma atau jejas lahir. Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan untuk melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian. Dalam konteks ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih difokuskan mengenai trauma ekstrakranial yang cukup sering terjadi pada neonatus. Seringkali penggunaan alat bantu persalinan seperti vakum atau forsep cukup berpengaruh dalam terjadinya trauma. Seperti pada kasus di bawah ini. Bayi lahir 40 minggu via vacuum dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan berat 4000g. Setelah lahir, bayi menangis spontan dan aktif dengan bentuk kepala tidak

Transcript of PBL Blok 25 Kasus 16 Trauma Pada Neonatus

Bayi Makrosomia dengan Benjolan Lunak pada Kepala

Karina Patricia (102010157/A-8)

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 - Jakarta Barat 11470

Email: [email protected]

Pendahuluan

Dalam membantu proses persalinan, dapat terjadi yang dinamakan trauma atau jejas lahir.

Jejas ini dapat merupakan akibat dari keterampilan atau perhatian medis yang tidak tepat atau

kurang, atau jejas dapat terjadi walaupun terdapat keterampilan dan kemampuan untuk

melakukan perawatan obstetrik, tidak bergantung pada suatu tindakan atau kelalaian.

Dalam konteks ini akan dibahas lebih lanjut dan lebih difokuskan mengenai trauma

ekstrakranial yang cukup sering terjadi pada neonatus. Seringkali penggunaan alat bantu

persalinan seperti vakum atau forsep cukup berpengaruh dalam terjadinya trauma. Seperti

pada kasus di bawah ini.

Bayi lahir 40 minggu via vacuum dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan

berat 4000g. Setelah lahir, bayi menangis spontan dan aktif dengan bentuk kepala tidak

simetris dan ditemukan benjolan lunak denagn diameter kurang lebih 7 cm yang tidak

melewati sutura kranialis. Keluarga khawatir dengan kondisi tersebut dan meminta penjelasan

dokter.

Anamnesis

Wanita hamil dapat melakukan kunjungan rutin untuk pemeriksaan pranatal atau karena

perdarahan, persalinan, hipertensi, maupun nyeri. Untuk riwayat kehamilan sekarang,

tanyakan kapan hari terakhir menstruasi terakhir pasien dan berapa lama biasanya siklus

menstruasinya berlangsung. Cari tahu apakah pasien pernah perdarahan, diabetes, anemia,

hipertensi, infeksi saluran kemih (ISK), atau masalah selama kehamilan. Lalu gejala apa yang

menyertai selama kehamilan, misalnya mual, muntah, nyeri tekan payudara, frekuensi dalam

berkemih, dll.

Perlu ditanyakan juga mengenai riwayat kehamilan sebelumnya (paritas dan

graviditas), cara persalinan, komplikasi yang terjadi pada ibu atau bayi, kesulitan saat

menyusui, berat lahir, jenis kelamin, nama dan keadaan kesehatan anak sekarang, keguguran,

serta riwayat ginekologis dahulu.

Tanyakan secara khusus mengenai penyakit jantung, murmur, diabetes, hipertensi,

anemia, epilepsi, dan lakukan penilaian fungsi kardiorespiratorius. 1

Penilaian dan Pemeriksaan Fisik

APGAR Score 2, 3

Sistem pengukuran yang sederhana dan handal untuk derajat stres intrapartum saat lahir ini

ditemukan oleh Virginia Apgar. Kegunaan utamanya adalah untuk memeriksa anak secara

sistematis dan untuk mengevaluasi berbagai faktor yang mungkin berkaitan dengan masalah

kardiopulmonal.

Gambar 1. Skor APGAR.

Sumber: Phsycologymania.

2 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

Skor 0, 1, atau 2 diberikan pada masing-masing dari kelima variabel, 1 dan 5 menit

setelah lahir. Skor 10 berarti seluruh tubuh bayi berwarna merah muda dan memiliki tanda

vital normal, sedangkan skor 0 berarti bahwa bayi apnea dan tidak memiliki denyut jantung.

Skor 4 atau kurang pada usia 1 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis,

sedangkan skor 8-10 biasanya berhubungan dengan ketahanan hidup yang normal. Skor 4 tau

kurang pada 5 menit berhubungan dengan peningkatan insidensi asidosis, distres pernapasan,

serta kematian. Pada beberapa kasus, asfiksia terjadi sedemikian akutnya sampai tidak

dicerminkan dalam pH darah. Selain itu proses selain asfiksia, seperti prematuritas ekstrim,

dan sebagainya, dapat menghasilkan skor yang rendah. Terlepas dari faktor penyebabnya,

skor APGAR yang rendah tetap memerlukan resusitasi. Penentuan skor harus diteruskan

setiap 5 menit, sampai skor mencapai nilai 7.

Tonus otot (Activity/Muscle Tone). Semua bayi normal menggerak-gerakkan anggota

tubuhnya secara aktif segera setelah lahir. Bayi yang tidak dapat melakukan hal tersebut atau

bayi dengan tonus otot yang lemah biasanya asfiksia, mengalami depresi akibat obat, atau

menderita kerusakan sistem saraf pusat (SSP).

Frekuensi denyut jantung (Pulse). Frekuensi denyut jantung normal saat lahir antara

120-160 denyut per menit. Di luar itu, biasanya menunjukkan asfiksia dan penurunan curah

jantung.

Kepekaan refleks (Grimace/Reflex Irritability). Respons normal pada pemasukan

kateter ke dalam faring posterior melalui lubang hidung adalah menyeringai, batuk, dan

bersin.

Warna kulit (Appearance/Skin Color). Hampir semua bayi berwarna biru saat lahir.

Mereka berubah menjadi merah muda setelah tercapai ventilasi yang efektif. Hampir semua

bayi memiliki tubuh serta bibir yang berwarna merah muda, tetapi sianotik pada tangan dan

kakinya (akrosianosis) 90 detik setelah lahir. Sianosis menyeluruh setelah 90 detik terjadi

pada curah jantung yang rendah, methemoglobinemia, polisitemia, penyakit jantung

kongenital jenis sianotik, perdarahan intrakranial, penyakit membran hialin, aspirasi darah

atau mekonium, obstruksi jalan napas, paru-paru hipoplastik, hernia diafragmatika, dan

hipertensi pulmonal persisten. Kebanyakan bayi yang pucat saat lahir mengalami

vasokonstriksi perifer yang disebabkan oleh asifiksia, hipovolemia, atau asidosis berat.

3 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

Upaya bernapas (Respiration). Bayi normal akan megap-megap saat lahir,

menciptakan upaya bernapas dalam 30 detik, dan mencapai pernapasan yang menetap pada

frekuensi 30-60 kali per menit pada usia 2 sampai 3 menit. Apnea dan pernapasan yang

lambat atau tidak teratur terjadi oleh berbagai sebab, termasuk asidosis berat, asfiksia,

mengalami depresi akibat obat, menderita kerusakan SSP, atau pemberian obat pada ibu

(barbiturat, narkotik, trankuilizer).

Maturity Index (Ballard Score)

Ballard score merupakan suatu versi sistem Dubowitz. Pada prosedur ini penggunaan kriteria

neurologis tidak tergantung pada keadaan bayi yang tenang dan beristirahat, sehingga lebih

dapat diandalkan selama beberapa jam pertama kehidupan. Penilaian menurut Ballard adalah

dengan menggabungkan hasil penilaian maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik. Kriteria

pemeriksaan maturitas neuromuskuler diberi skor, demikian pula kriteria pemeriksaan

maturitas fisik. Jumlah skor pemeriksaan maturitas neuromuskuler dan maturitas fisik

digabungkan, kemudian dengan menggunakan tabel nilai kematangan dicari masa gestasinya.

4 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

Gambar 2. Maturity Index (Ballard Score).

Sumber: uichildrens.org

Maturitas Neuromuskuler

1) Postur (Posture)

Tonus otot tubuh tercermin dalam postur bayi saat istirahat dan adanya tahanan otot

saat diregangkan. Ketika pematangan berlangsung, berangsur-angsur janin mengalami

peningkatan tonus fleksor pasif dengan arah sentripetal, di mana ekstremitas bawah

sedikit lebih awal daripada ekstremitas atas. Pada awal kehamilan hanya pergelangan

kaki yang fleksi. Lutut mulai fleksi bersamaan dengan pergelangan tangan. Pinggul

mulai fleksi, kemudian diikuti dengan abduksi siku lalu fleksi bahu. Pada bayi

prematur, tonus pasif ekstensor tidak mendapat perlawanan, sedangkan pada bayi yang

mendekati matur menunjukkan perlawanan tonus fleksi pasif yang progresif.

Untuk mengamati postur, bayi ditempatkan telentang dan pemeriksa menunggu

sampai bayi menjadi tenang pada posisi nyamannya. Jika bayi ditemuka telentang,

dapat dilakukan manipulasi ringan dari ekstremitas dengan memfleksikan jika ekstensi

atau sebaliknya. Hal ini akan memungkinkan bayi menemukan posisi dasar

kenyamanannya. Fleksi panggul tanpa abduksi memberikan gambaran seperti posisi

kaki kodok.

2) Jendela Pergelangan Tangan (Square Window/Wrist)

Fleksibilitas pergelangan tangan dan atau tahanan terhadap peregangan ekstensor

memberikan hasil sudut fleksi pada pergelangan tangan. Pemeriksa meluruskan jari-

jari bayi dan menekan punggung tangan dekat dengan jari-jari dengan lembut. Hasil

sudut antara telapak tangan dan lengan bawah bayi dari preterm hingga posterm

diperkirakan berturut-turut > 90˚, 90˚, 60˚, 45˚, 30˚, dan 0˚.

3) Gerakan Lengan Membalik (Arm Recoil)

Manuver ini berfokus pada fleksor pasif dari tonus otot biseps dengan mengukur sudut

mundur singkat setelah sendi siku difleksi dan ekstensikan. Arm recoil dilakukan

dengan cara evaluasi saat bayi telentang. Pegang kedua tangan bayi, fleksikan lengan

bagian bawah sejauh mungkin dalam 5 detik, lalu rentangkan kedua lengan dan

lepaskan. Amati reaksi bayi saat lengan dilepaskan. Skor 0: tangan tetap

terentang/gerakan acak; skor 1: fleksi parsial 140-180˚; skor 2: fleksi parsial 110-140˚;

skor 3: fleksi parsial 90-100˚; dan skor 4: kembali ke fleksi penuh.

5 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

4) Sudut Popliteal (Popliteal Angle)

Manuver ini menilai pematangan tonus fleksor pasif sendi lutut dengan menguji

resistensi ekstremitas bawah terhadap ekstensi. Dengan bayi berbaring telentang, dan

tanpa popok, paha ditempatkan lembut di perut bayi dengan lutut tertekuk penuh.

Setelah bayi rileks dalam posisi ini, pemeriksa memegang kaki satu sisi dengan lembut

dengan satu tangan sementara mendukung sisi paha dengan tangan yang lain. Jangan

memberikan tekanan pada paha belakang, karena hal ini dapat mengganggu

interpretasi.

Kaki diekstensikan sampai terdapat resistensi pasti terhadap ekstensi. Ukur

sudut yang terbentuk antara paha dan betis di daerah popliteal. Perlu diingat bahwa

pemeriksa harus menunggu sampai bayi berhenti menendang secara aktif sebelum

melakukan ekstensi kaki. Posisi Frank Breech pralahir akan mengganggu manuver ini

untuk 24-48 jam pertama karena usia bayi mengalami kelelahan fleksor

berkepanjangan intrauterine. Tes harus diulang setelah pemulihan terjadi.

5) Tanda Selendang (Scarf Sign)

Manuver ini menguji tonus pasif fleksor gelang bahu. Dengan bayi berbaring

telentang, pemeriksa mengarahkan kepala bayi ke garis tengan tubuh dan mendorong

tangan bayi melalui dada bagian atas dengan satu tangan dan ibu jari dari tangan sisi

lain pemeriksa diletakkan pada siku bayi. Siku mungkin perlu diangkat melewati

badan, namun kedua bahu harus tetap menempel di permukaan meja dan kepala tetap

lurus dan amati posisi siku pada dada bayi dan bandingkan dengan angka pada lembar

kerja, yakni pernuh pada tingkat leher (-1); garis aksila kontralateral (0); kontralateral

baris puting (1); prosesus xyphoid (2); garis puting ipsilateral (3); dan garis aksila

ipsilateral (4).

6) Tumit ke Telinga (Heel to Ear)

Manuver ini menilai tonus pasif otot fleksor pada gelang panggul dengan memberikan

fleksi pasif atau tahanan terhadap otot-otot posterior fleksor pinggul. Dengan posisi

bayi terlentang lalu pegang kaki bayi dengan ibu jari dan telunjuk, tarik sedekat

mungkin dengan kepala tanpa memaksa, pertahankan panggul pada permukaan meja,

periksa dan amati jarak antara kaki dan kepala serta tingkat ekstensi lutut. Catat lokasi

di mana resistensi signifikan dirasakan. Hasil dicatat sebagai resistensi tumit ketika

berada pada atau dekat: telinga (-1); hidung (0); dagu (1); puting baris (2); daerah

pusar (3); dan lipatan femoralis (4).

6 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

Maturitas Fisik

1) Kulit

Pematangan kulit janin melibatkan pengembangan struktur intrinsiknya, bersamaan

dengan hilangnya secara bertahap dari lapisan pelindung yaitu vernix caseosa. Oleh

karena itu kulit menebal, mengering, dan menjadi keriput dan/atau mengelupa dan

dapat timbul ruam selama pematangan janin. Fenomena ini bisa terjadi dengan

kecepatan berbeda-beda pada masing-masing janin tergantung pada kondisi ibu dan

lingkungan intrauterin.

Sebelum perkembangan lapisan epidermis dengan stratum korneumnya, kulit

agak transparan dan lengket ke jari pemeriksa. Pada usia perkembangan selanjutnya

kulit menjadi lebih halus, menebal, dan menghasilkan pelumas, yaitu vernix, yang

menghilang mejelang akhir kehamilan. Pada keadaan matur dan pos matur, janin dapat

mengeluarkan mekonium dalam cairan ketuban. Hal ini dapat mempercepat proses

pengeringan kulit, menyebabkan mengelupas, pecah-pecah, dehidrasi.

2) Lanugo

Lanugo adalah rambut halus yang menutupi tubuh fetus. Pada extreme prematurity,

kulit janin sedikit sekali terdapat lanugo. Lanugo mulai tumbuh pada usia gestasi 24-

25 minggu dan biasanya sangat banyak terutama di bahu dan punggung atas ketika

memasuki minggu ke-28.

Lanugo mulai menipis dimulai dari punggung bagian bawah. Daerah yang

tidak ditutupi lanugo meluas sejalan dengan maturitasnya dan biasanya yang paling

luas terdapat di daerah lumbosakral. Pada punggung bayi matur biasanya sudah tidak

ditutupi lanugo. Variasi jumlah dan lokasi lanugo pada masing-masing usia gestasi

tergantung pada genetik, kebangsaan, keadaan hormonal, metabolik, serta pengaruh

gizi. Sebagai contoh bayi dari ibu dengan diabetes mempunyai lanugo yang sangat

banyak. Pada melakukan skoring, pemeriksa hendaknya menilai pada daerah yang

mewakili jumlah relatif lanugo bayi yakni pada daerah atas dan bawah dari punggung

bayi.

3) Permukaan Plantar

Garis telapak kaki pertama kali muncul pada bagian anterior ini kemungkinan

berkaitan dengan posisi bayi ketika di dalam kandungan. Bayi dari ras selain kulit

putih mempunyai garis telapak kaki lebih sedikit saat lahir. Di sisi lain pada bayi kulit

hitam dilaporkan terdapat percepatan maturitas neuromuskular sehingga timbulnya

7 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

garis pada telapak kaki tidak mengalami penurunan. Namun demikian penilaian ini

tidak didasarkan atas ras atau etnis tertentu.

Bayi very premature dan extremely immature tidak mempunyai garis pada

telapak kaki. Untuk membantu menilai maturitas fisik bayi tersebut berdasarkan

permukaan plantar maka dipakai ukuran panjang dari ujung jari hingga tumin. Untuk

jarak kurang dari 40 mm diberikan skor -1. Hasil pemeriksaan disesuaikan dengan

skor di gambar.

4) Payudara

Areola mammae terdiri atas jaringan mammae yang tumbuh akibat stimulasi estrogen

ibu dan jaringan lemak yang tergantung dari nutrisi yang diterima janin. Pemeriksa

menilai ukuran areola dan menilai ada atau tidaknya bintik-bintik akibat pertumbuhan

papilla Montgomery. Kemudian dilakukan palpasi jaringan mammae di bawah areola

dengan ibu jari dan telunjuk untuk mengukur diameternya dalam milimeter.

5) Mata/Telinga

Daun telinga pada fetus mengalami penambahan kartilago seiring perkembangannya

menuju matur. Pemeriksaan yang dilakukan terdiri atas palpasi ketebalan kartilago

kemudian pemeriksa melipat daun telinga ke arah wajah kemudian lepaskan dan

pemeriksa mengamati kecepatan kembalinya daun telinga ketika dilepaskan ke posisi

semulanya.

Pada bayi prematur daun telinga biasanya akan tetap terlipat ketika dilepaskan.

Pemeriksaan mata pada intinya menilai kematangan berdasarkan perkembangan

palpebra. Pemeriksa berusaha membuka dan memisahkan palpebra superior dan

inferior dengan menggunakan jari telunjuk dan ibu jari. Pada bayi extremely

premature, palpebra akan menempel erat satu sama lain. Dengan bertambahnya

maturistas palpebra kemudian bisa dipisahkan walaupun hanya satu sisi dan

meninggalkan sisi lain tetap pada posisinya.

Hasil pemeriksaan kemudian disesuaikan dengan skor dalam tabel. Perlu

diingat bahwa banyak terdapat variasi kematangan palpebra pada individu dengan usia

gestasi yang sama. Hal ini dikarenakan terdapat faktor seperti stres intrauterin dan

faktor humoral yang mempengaruhi perkembangan kematangan palpebra.

6) Genital (Pria)

Testis pada fetus mulai turun dari cavum peritoneum ke dalam scrotum kurang lebih

pada minggu ke-30 gestasi, testis kiri turun mendahului testis kanan yakni pada sekitar

8 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

minggu ke-32. Kedua testis biasanya sudah dapat diraba di canalis inguinalis bagian

atas atau bawah pada minggu ke-33 hingga 34 kehamilan. Bersamaan dengan itu, kulit

skrotum menjadi lebih tebal dan membentuk rugae.

Testis dikatakan telah turun secara penuh apabila terdapat di dalam zona

berugae. Pada neonatus extremely premature, scrotum datar, lembut, dan kadang

belum bisa dibedakan jenis kelaminnya. Berbeda halnya pada neonatus matur hingga

postmatur, scrotum biasanya seperti pendulum dan dapat menyentuh kasur ketika

berbaring.

Pada cryptorchidismus scrotum pada sisi yang terkena kosong, hipoplastik,

dengan rugae yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan sisi yang sehat atau sesuai

dengan usia kehamilan yang sama.

7) Genital (Wanita)

Untuk memeriksa genitalia neonatus perempuan maka neonatus harus diposisikan

telentang dengan pinggul abduksi kurang lebih 45˚ dari garis horisontal. Abduksi yang

berlebihan dapat menyebabkan labia minora dan klitoris tampak lebih menonjol

sedangkan aduksi menyebabkan keduanya tertutupi oleh labia majora.

Pada neonatus extremely premature, labia datar dan klitoris dangat menonjol

dan penyerupai penis. Sejalan dengan berkembanganya maturitas fisik, klitoris

menjadi tidak begitu menonkol dan labia minora menjadi lebih menonjol. Mendekati

usia kehamilan matur labia minora dan klitoris menyusut dan cenderung tertutupi oleh

labia majora yang membesar.

Labia majora tersusun atas lemak dan ketebalannya bergantung pada nutrisi

intrauterin. Nutrisi yang berlebihan dapat menyebabkan labia majora menjadi lebih

besar pada awal gestasi. Sebaliknya nutrisi yang kurang menyebabkan labia majora

cenderung kecil meskipun pada usia kehamilan matur atau posmatur dan labia minora

serta klitoris cenderung lebih menonjol.

Masing-masing hasil penilaian baik maturitas neuromuskular maupun fisik disesuaikan

dengan skor di dalam tabel dan dijumlahkan hasilnya. 4

Klasifikasi Berat Lahir (Lubchenco Chart)

9 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

Setelah didapatkan jumlah skor dari pemeriksaan neuromuskuler dan maturasi fisik, maka

kedua skor itu dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut dicocokkan dengan tabel nilai

kematangan, sehingga didapatkan usia kehamilan dalam minggu. Kemudian, dengan

menggunakan kurva Lubchenco (Battaglia F dan Lubchenco) diharapkan dapat menunjukkan

titik perpotongan antara umur kehamilan dengan berat badan bayi (pertumbuhan janin),

sehingga didapat interpretasi apakah bayi tersebut Besar Masa Kehamilan (BMK), Sesuai

Masa Kehamilan (SMK), atau Kecil Masa Kehamilan (KMK). 3, 5

Gambar 3. Lubchenco Curve.

Sumber: Mercks.

Macam-macam Trauma Kepala Lahir

Trauma kepala dan kulit kepala dapat terjadi selama proses persalinan yang biasanya ringan

namun kadang-kadang bisa mengakibatkan cedera yang lebih serius. Tiga jenis perdarahan

ekstrakranial yang paling sering adalah sefalhematoma, kaput suksedaneum, dan perdarahan

subgaleal. 6-9

Sefalhematoma

Sefalhematoma adalah perdarahan subperiosteum akibat persalinan, sering berhubungan

dengan persalinan dengan forsep dan ekstraksi vakum. karenanya selalu terbatas pada satu

permukaan tulang kranium. Tidak ada perubahan warna pada kulit kepala yang menutupi, dan

10 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

pembengkakan biasanya tidak terlihat sampai beberapa jam sesudah lahir, karena perdarahan

subperiosteum prosesnya lambat. Sefalhematom berbatas tegas dan tidak melewati sutura

(tidak melebar sampai batas tulang). Kebanyakan sefalhematom diserap dalam 2 minggu

sampai 3 bulan, bergantung pada ukurannya. Sefalhematom ini dapat mulai mengalami

kalsifikasi pada akhir minggu ke-2. Ada sebagian kalsifikasi sefalhematom yang menetap

selama bertahun-tahun sebagai protuberantia tulang dan dapat dideteksi melalu rontgen

sebagai pelebaran celah diploid. Meskipun ada sisanya, sefalhematom tidak perlu pengobatan

lebih lanjut, walaupun fototerapi mungkin diperlukan untuk perbaikan hiperbilirubinemia

yang dapat terjadi selama resolusi hematoma (jarang terjadi, apabila perdarahan masif). Insisi

dan drainase merupakan kontraindikasi karena adanya risiko terkena infeksi. Sefalhematom

masif mungkin jarang mengakibatkan kehilangan darah cukup berat yang sampai memerlukan

transfusi. Sefalhematom ini dapat juga disertai dengan fraktur tengkorak, koagulopati, dan

perdarahan intrakranial. Lesi yang menyebabkan kehilangan darah hebat ke daerah tersebut

atau yang melibatkan fraktur tulang di bawahnya perlu evaluasi lebih lanjut. 3, 6-9

Kaput Suksedaneum

Lesi kulit kepala yang paling sering ditemukan adalah kaput suksedaneum, suatu daerah

jaringan edema dengan batas tidak tegas yang terletak di daerah kulit kepala yang merupakan

bagian terbawah pada kelahiran puncak kepala. Pembengkakan tersusun atas serum atau

darah, atau keduanya, terkumpul di jaringan di atas tulang, dan sering menyebar sampai ke

batas tulang. Pembengkakan bisa berhubungan dengan ptekie atau ekimosis di atasnya. Tidak

diperlukan penanganan khusus dan pembengkakan akan menghilang dalam beberapa hari. 3, 6-9

Perdarahan Subgaleal

Perdarahan subgaleal adalah perdarahan ke dalam kompartemen subgaleal. Kompartemen

subgaleal adalah ruang potensial yang berisi jaringan ikat tersusun longgar; terletak di bawah

galea aponeurosis, suatu selubung tendo yang menghubungkan otot frontal dan oksipital dan

membentuk permukaan dalam kulit kepala. Cedera terjadi karena gaya yang menekan,

kemudian menarik kepala dari pelvic outlet. Ada beberapa laporan mengenai kekhawatiran

terhadap penggunaan ekstraktor vakum pada kelahiran dan hubungannya dengan perdarahan

11 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

subgaleal. Perdarahan bisa melewati batas tulang, sering sampai ke posterior ke leher, dan

berlanjut setelah kelahiran, dengan potensial komplikasi serius.

Deteksi dini adanya perdarahan sangan vital; inspeksi dan pengukuran lingkar kepala

berkala untuk mengetahui perkembangan edema dan massa keras sangat penting. CT-scan dan

MRI berguna untuk konfirmasi diagnosis. Penggantian darah dan faktor pembekuan darah

yang hilang diperlukan pada kasus perdarahan alkut. Tanda awalnya perdarahan subgaleal

adalah posisi telinga bayi yang maju dan ke lateral akibat hematoma yang terbentuk di daerah

belakang. Pemantauan bayi terkait perubahan tingkat kesadarannya juga merupakan kunci

untuk temuan dan penatalaksanaan awal. Peningkatan bilirubin serum bisa terjadi sebagai

akibat degradasi sel darah dalam hematoma. 3, 6-9

Gambar 4. Posisi Perdarahan Neonatus.

Sumber: Nursingcrib.com.

Newborn Care

Kebutuhan dasar bayi baru lahir adalah dibantu segera pada saat lahir bila diperlukan,

terutama untuk membuka pernapasan dan selanjutnya dibantu untuk memperoleh nutrisi yang

cukup dalam mempertahankan suhu tubuh normal dan dalam menghindari kontak dengan

infeksi. Bagi perawat dan staf medis harus memperhatikan untuk menjaga waktu pemisahan

antara ibu dan bayi yang seminim mungkin. Masalah yang harus diantisipasi sesudah

12 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

persalinan janin normal meliputi apnea, hipoventilasi, perdarahan, hipoksia, bradikardi,

hipotermi, hipoglikemi, hipovolemi, hipotensi dan anomali yang tidak diharapkan.

Bayi berisiko rendah harus ditempatkan dengan kepala ke bawah segera sesudah

persalinan supaya mulut faring dan hidungnya bersih dari cairan, mukus, darah, dan puing-

puing amnion melalui gravitasi; pengisapan secara halus dengan balon pengisap atau kateter

karet yang lunak juga dapat membantu dalam mengeluarkan bahan-bahan ini. Jika bayi

tampak ada dalam keadaan yang memuaskan, bayi dapat diberikan pada ibunya untuk dirawat

gabung dan disusui. Setelah itu yang perlu dilakukan adalah menilai keadaan fisik neonatus

dengan skor APGAR, skor Ballard, dan grafik Lubchenco seperti yang telah dibahas pada

bagian sebelumnya.

Mempertahankan panas tubuh. Bila dibandingkan secara relatif terhadap berat

badan, permukaan tubuh bayi baru lahir kira-kira 3 kali permukaan tubuh orang dewasa dan

bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) memiliki lapisan pembungkus lemak subkutan

yang lebih tipis sehingga angka kehilangan panas yang diperkirakan pada bayi baru lahir

sekitar 4 kali angka orang dewasa. Pada keadaan kamar bersalin biasa (20-25° C), suhu kulit

bayi turun sekitar 0,3° C per menit dan suhu tubuh bagian dalam sekitar 0,1°C per menit yang

biasanya mengakibatkan kehilangan suhu tubuh bagian dalam (secara kumulatif) sebesar 2-

3°C. Sesudah lahir dan persalinan pervaginam, banyak bayi baru lahir menderita asidosis

metabolik ringan sampai sedang dan mereka mengkompensasinya dengan hiperventilasi.

Namun akan lebih susah pada bayi yang depresi dan terpajan stress dingin dalam suhu kamar

bersalin. Oleh karena itu, lebih baik memastikan bayi kering dan terbungkus dalam selimut

atau ditempatkan pada tempat yang lebih panas sambil mendapat kontak kulit dari ibunya.

Antiseptik kulit dan perawatan tali pusat. Untuk mengurangi insidens infeksi dan

periumbilikus, seluruh kulit dan tali pusat harus dibersihkan dalam kamar bersalin atau pada

saat bayi masuk ke dalam ruang perawatan, yaitu menggunakan kapas steril yang direndam

dalam air hangat atau larutan sabun ringan. Bayi dapat dibilas dengan air yang sesuai dengan

suhu tubuh untuk menghindari menggigil. Untuk mengurangi kolonisasi dengan S. aureus

dengan bakteri patogen lainnya setiap hari tali pusar diobati dengan bahan pewarna 3 kali

yaitu agen bakterisida. Cara lain yaitu tali pusar dicuci dengan klorheksidin, atau terkadang

dilakukan mandi dengan heksaklorofen 1 kali, karena penggunaan heksaklorofen berulang

mungkin neurotoksik sehingga tidak terlalu direkomendasikan.

13 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

Mata semua bayi juga harus dilindungi terhadap infeksi gonore dengan meneteskan

perak nitrat tetes 1 %; salep mata steril eritromisin 0,5 % dan tetrasiklin 1 % merupakan

alternatif yang mungkin efektif terhadap konjungtivitis klamidia. Povidone iodine 2,5 % juga

efektif sebagai agen profilaksis sesaat. Walaupun pada bayi baru lahir dapat terjadi karena

faktor lain selain dari defisiensi vitamin K, namun suntikan intramuskular larutan vitamin K

maupun pemberian vitamin K secara oral perlu diberikan sebagai profilaksis.

Disamping itu, skrining neonatus tersedia untuk berbagai penyakit genetik, metabolik,

hematologik, dan endokrin. Uji skrining yang lazim dilakukan berupa sampel darah yang

diambil dari pungsi tumit bayi. 3

Kesimpulan

Bayi 40 minggu dari seorang ibu yang menderita DM gestasional dengan berat 4000 gram

dengan bentuk kepala tidak simetris mengalami sefalhematoma yang biasanya berkaitan

dengan makrosomia dan penggunaan vacuum. Pada pemeriksaan fisik didapatkan benjolan

lunak yang tidak melewati sutura kranialis. Perlu dijelaskan dan diedukasikan dengan jelas

kepada keluarga, untuk menghindari kesalahpahaman, bahwa sefalhematom sendiri

prognosisnya baik, dapat mulai menghilang dalam waktu 2 minggu sampai 3 bulan.

Perdarahan juga biasanya tidak bermakna. Setelah bayi dilahirkan lakukan newborn care

seperti biasa dan dekatkan dengan ibu.

14 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5

Daftar Pustaka

1. Gleadle. At a glance: Anamnesis dan pemeriksaan fisik. Jakarta: Erlangga; 2007. h.35.

2. Rudolph. Buku ajar pediatri Rudolph. Edisi ke-XX. Volume 1. Jakarta: EGC; 2006. h.

275-80.

3. Behrman, Kliegman, Arvin. Ilmu kesehatan anak Nelson. Edisi ke-XV. Volume 1.

Jakarta: EGC; 2000. h. 535-77.

4. Maryati. Ballard Score. Diunduh dari http://unpad.ac.id/maryati/files/2011/01/Ballard-

Score.pdf, 5 Juni 2013.

5. Manuaba. Pengantar kuliah obstetri. Jakarta: EGC; 2007. h. 421-2.

6. Leveno, Cunningham, Gant, Alexander, Bloom, Casey, et al. Obstetri Williams

panduan ringkas. Edisi ke-XXI. Jakarta: EGC; 2012. h. 317-8.

7. Wong. Buku ajar pediatrik. Edisi ke-VI. Volume 1. Jakarta: EGC; 2009. h. 280.

8. Hull, Johnston. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-III. Jakarta: EGC; 2008. h. 47-49.

9. Lissauer, Fanaroff. At a glance: Neonatologi. Jakarta: Erlangga; 2009. h. 42.

15 | T r a u m a E k s t r a k r a n i a l N e o n a t u s – B l o k 2 5