Pbl Blok 16 Print

28
SKENARIO Seorang ibu membawa anaknya yang berusia 15 bulan berobat.Ia mengatakan bahwa anaknya sudah 1 bulan terakhir ini mengalami BAB cair.Kadang mereda, kadang banyak.Frekuensi BAB 2-6x/ hr, cair dan tidak ada darah.BAB bertambah bila anak minum susu.Ia juga mengatakan anaknya sudah sejak dulu memang sulit makan dan sering sakit. 1

description

Makalah Blok 16

Transcript of Pbl Blok 16 Print

SKENARIOSeorang ibu membawa anaknya yang berusia 15 bulan berobat.Ia mengatakan bahwa anaknya sudah 1 bulan terakhir ini mengalami BAB cair.Kadang mereda, kadang banyak.Frekuensi BAB 2-6x/ hr, cair dan tidak ada darah.BAB bertambah bila anak minum susu.Ia juga mengatakan anaknya sudah sejak dulu memang sulit makan dan sering sakit.

Pemeriksaan fisik : anak tampak lesu, mata sayu, BB : 6,5 kg. Mukosa bibir dan mulut masih tampak basah.Turgor kulit sangat berkurang.Lain-lain dalam batas normal.DIARE PADA BALITADiare sebenarnya bukan nama penyakit, tapi merupakan suatu gejala. Kalau didefinisikan, diare berarti kehilangan air dan elektrolit secara berlebihan melalui BAB (buang air besar). Bayi biasanya memiliki volume BAB sampai dengan 5 gram per kg BB-nya, sedangkan dewasa sekitar 200 gram per 24 jam. Usus kecil milik kita yang sudah dewasa mampu menyerap air sampai 11 liter per hari, sedangkan usus besar hanya menyerap 0,5 liter per hari. Oleh karena itu, gangguan di usus kecil biasanya akan menyebabkan diare dengan volume air yang banyak. Sedangkan gangguan di usus besar biasanya akan menyebabkan diare dengan volume air yang lebih sedikit.Diare merupakan penyakit yang lazim ditemui pada bayi maupun anak-anak. Menurut WHO, diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari, dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih.

Pada anak-anak, konsistensi tinja lebih diperhatikan daripada frekuensi BAB, hal ini dikarenakan frekuensi BAB pada bayi lebih sering dibandingkan orang dewasa, bisa sampai lima kali dalam sehari. Frekuensi BAB yang sering pada anak belum tentu dikatakan diare apabila konsistensi tinjanya seperti hari-hari pada umumnya.Diare dapat menyebabkan seseorang kekurangan cairan. Penyebab diare bermacam-macam, diantaranya infeksi (bakteri maupun virus) maupun alergi makanan (khususnya susu atau laktosa). Diare pada anak harus segera ditangani karena bila tidak segera ditangani, diare dapat menyebabkan tubuh dehidrasi yang bisa berakibat fatal.

Berbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem

imun. Contoh intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan pada bayi). Bayi yang mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi tersebut tidak cukup memproduksi laktase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya). Gejala seperti diare, perut kembung, dan banyak gas bisa terjadi bila laktosa tidak terurai. Gejala biasanya muncul sekitar satu atau dua jam setelah mengkonsumsi produk susu.

Diare Kronik pada AnakLebih banyak (lebih sering) pada bayi yang dapat disertai keluhan sakit perut, anoreksia, BB turun, demam atau gangguan kulit.

Diare persisten didefinisikan sebagai berlanjutnya episode diare selama 14 hari atau lebih yang dimulai dari suatu diare cair akut atau berdarah (disentri). Kejadian ini sering dihubungkan dengan kehilangan berat badan dan infeksi non intestinal. Diare persisten tidak termasuk diare kronik atau diare berulang seperti penyakit sprue, gluten sensitive enteropathi dan penyakit Blind loop. Walker-Smith mendefinisikan sebagai diare yang mulai secara akut tetapi bertahan lebih dari 2 minggu setelah onset akut

Diare persisten menyebabkan berlanjutnya kerusakan mukosa dan lambatnya perbaikan kerusakan mukosa yang menyebabkan gangguan absorpsi dan sekresi abnormal dari solute dan air. Proses ini disebabkan oleh infeksi, malnutrisi, atau intoleransi PASI (non human milk) secara terpisah atau bersamaan.

ANAMNESIS

Lama diare, mulai kapanFrekuensi dan konsistensi tinjaVolume

Warna

Lendir/ darah

Bau

Diuresis

Penyakit penyerta : malnutrisi, infeksi

Riwayat makan/ minum sebelum/ sesudah diare

Berat badan sebelum sakit

Adanya sakit perut/ kembung ( malabsorbsi karbohidrat

Nyeri bila defekasi ( tanda kolitis

PEMERIKSAAN FISIK

Pemeriksaan umum :

Dijumpai penurunan berat badan terutama pada tirotoksikosis dan malabsorpsi. Anemia terutama pada colitis, penyakit Crohn usus halus. Demam menunjukkan adanya proses peradangan.

Inspeksi

keadaan umum anak

pemeriksaan kulit (turgor, kelembaban, warna, tekstur, dll)

warna mata dan rambut

keadaan perut

Palpasi

nyeri tekan pada perut

suhu badan (demam)

Perkusi -

Auskultasi

frekuensi nadi

Frekuensi nafas Bising perutPEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan khusus :Pemeriksaan abdomen tidak banyak membantu).Sewaktu mengadakan colok rektal diperhatikan adanya fisura dan fistula daerah perianal yang biasa dijumpai pada penderita diare kronik adalah rektosigmoidoskopi disertai pemeriksaan tinja secara makroskopis dan mikroskopis.

Pemeriksaan laboratorium (pemeriksaan darah)Pada proses peradangan terdapat peninggian LED tetapi pada kasus penyakit Crohn dan Kolitis kadang-kadang nilai LED normal.Pada malapsorpsi dan proses peradangan dapat terjadi anemia.Albumin merendah pada penyakit Crohn dan Coeliac. Pada malapsropsi dijumpai hipokalsemia dan avitaminosis D, peninggian masa protrombin.Pemeriksaan gula darah atau tes toleransi glikosa perlu dilakukan untuk penderita pankreatitis.

RadiologisPada foto polos abdomen dapat dijumpai pengapuran (kalsifikasi) di daerah pankreas yang menunjukkan kemungkinan adanya pankreatitis kronik,umumnya peminum alkohol yang berat biasanya menderita diare dengan steatorea.

Barium mealDapat dijumpai adanya fistula gastrokolik yang disebabkan karsinoma lambung dan tungkak peptik kronik.Barium follow through:dapat dijumpai adanya kelainan radiologis penyakit Crohn usus halus dan divertikulosis jejunum.Barium enema:dapat menunjukkan kelainan kolon antara lain:skip lesion ditambah tukak apthosa pada penyakit Crohn,filling defect pada karsinoma kolon,spasme pada sindrom kolon iritabel,gambaran tidak adanya haustre disertai tumpukan bubur barium pada kolitis.

KolonoskopiPemeriksaan kolonoskopi dapat dianjurkan pada sangkaan adanya colitis walaupun hasil foto kolon dengan kontras ganda menunjukkan gambaran yang normal.koloskopi masih dianjurkan pada sangkaan adanya proses peradangan kolon,karena dengan kolonoskopi kita bisa melihat seluruh kolon bahkan sampai ileum terminal dan biopsi jaringan.

Pemeriksaan laboratorium pada intoleransi laktosa1. Pengukuran pH tinja (pH < 6, normal pH tinja 7

2. Penentuan kadar gula dalam tinja dengan tablet "Clinitest". Normal tidak terdapat gula dalam tinja. (+ = 0,5%, + + = 0,75%, +++ = 1%, ++++ = 2%).

3. Lactose loading (tolerance) testSetelah penderita dipuasakan selama semalam diberi minum laktosa 2 g/kgbb. Dilakukan pengukuran kadar gula darah sebelum diberikan laktosa dan setiap 1/2jam kemudian hingga 2 jam lamanya. Pemeriksaan ini dianggap positif (intoleransi laktosa) bila didapatkan grafik yang mendatar selama 2 jam atau kenaikan kadar gula darah kurang dari 25 mg% (Jones, 1968).

4. Barium meal lactoseSetelah penderita dipuasakan semalam, kemudian diberi minum larutan barium laktosa. Kemudian dilihat kecepatan pasase larutan tersebut. Hasil dianggap positif bila larutan barium laktosa terlalu cepat dikeluarkan (1 jam) dan berarti pula hanya sedikit yang diabsorbsi.

5. Biopsi mukosa usus halus dan ditentukan kadar enzim laktase dalam mukosa tersebut. Untuk diagnosis klinis biopsi usus penting sekali, karena banyak hal dapat diketahui dari pemeriksaan ini, misalnya gambaran vilus di bawah dissecting microscope. Gambaran histologis mukosa (mikroskop biasa dan elektron), aktifitas enzimatik (kualitatifdan kuantitatif). Biopsi usus ternyata tidak berbahaya dan sangat bermanfaat dalam menyelidiki berbagai keadaan klinis yang disertai malabsorbsi usus.

6. Sugar chromatography dari tinja dan urin.

DIAGNOSIS KERJA Diare Kronik et causa Intoleransi laktosa

Intoleransi laktosa adalah gejala klinis akibat tidak terhidrolisnya laktosa secara optimal di dalam usus halus akibat defisiensi laktase, yaitu diare profus, kembung, nyeri perut, muntah, sering flatus, merah di sekitar anus, dan tinja berbau asam.

Berdasarkan penyebabnya, intoleransi laktosa dapat di klasifikasikan sebagai berikut :

A. Bentuk bawaan ( sangat jarang )

1. Kekurangan laktase bawaan

2. Severe lactose intoleranceB. Bentuk didapat ( sering )

1. Kekurangan laktase primer2. Kekurangan laktase sekunder

DIAGNOSIS BANDING Post infeksius diare Alergi susu sapi

Lambliasis

Defisisensi enzim

Coeliaki

Kistik fibrosis

ETIOLOGI

Etiologi Diare Kronik Infeksi virusVirus yang paling banyak menimbulkan diare adalah rotavirus. Menurut WHO, rotavirus turut berkontribusi sebesar 15-25% diare pada anak usia 6-24 bulan.

Infeksi BakteriBakteri seperti Shigella, Vibrio cholera, Salmonella (non thypoid), Campylobacter jejuni maupun Escherichia coli bisa saja merupakan penyebab diare pada buah hati anda. Anak anda kemungkinan mengalami diare akibat infeksi bakteri jika diare yang dialaminya sangat hebat, diikuti dengan kejang, terdapat darah di tinjanya, serta demam.

ParasitInfeksi akibat parasit juga dapat menyebabkan diare. Penyakit giardiasis misalnya. Penyakit ini disebabkan parasit mikroskopik yang hidup dalam usus. Gejala giardiasis diantaranya adalah banyak gas, tinja yang sangat banyak dan berbau busuk, perut kembung, serta diare.

AntibiotikJika anak atau bayi anda mengalami diare selama pemakaian antibiotik, mungkin hal ini berhubungan dengan pengobatan yang sedang dijalaninya. Antibiotik bisa saja membunuh bakteri baik dalam usus selama pengobatan. Konsultasikan pada dokter mengenai hal ini. Namun, jangan hentikan pengobatan pada anak anda sampai dokter memberikan persetujuan.

Makanan dan MinumanTerlalu banyak jus (terutama jus buah yang mengandung sorbitol dan kandungan fruksosa yang tinggi) atau terlalu banyak minuman manis dapat membuat perut bayi kaget dan menyebabkan diare.

Alergi MakananAlergi makanan merupakan reaksi sistem imun tubuh terhadap makanan yang masuk. Alergi makanan pada bayi biasa terjadi pada bayi yang mulai mengenal makanan pendamping ASI. Protein susu merupakan alergen (penyebab alergi) yang paling umum dijumpai pada bayi. Selain protein susu, alergen yang umum dijumpai adalah telur, kedelai, gandum, kacang, ikan, dan kerang-kerangan. Konsultasikan pada dokter jika anda mencurigai ananda memiliki alergi makanan. Alergi makanan dapat menyebabkan berbagai reaksi (salah satunya adalah diare) dalam waktu singkat maupun setelah beberapa jam.

Intoleransi MakananBerbeda dengan alergi makanan, intoleransi makanan tidak dipengaruhi oleh sistem imun. Contoh intoleransi makanan adalah intoleransi laktosa (sangat jarang ditemukan pada bayi). Bayi yang mengalami intoleransi laktosa, artinya bayi tersebut tidak cukup memproduksi laktase, suatu enzim yang dibutuhkan untuk mencerna laktosa (yaitu gula dalam susu sapi dan produk susu lainnya). Gejala seperti diare, perut kembung, dan banyak gas bisa terjadi bila laktosa tidak terurai. Gejala biasanya muncul sekitar satu atau dua jam setelah mengkonsumsi produk susuMalabsorbsi karbohidrat (intoleransi laktosa)Laktosa merupakan karbohidrat utama dari susu (susu sapi mengandung 50mg laktosa perliter). Maka pada bayi dan balita diare akibat intoleransi laktosa mendapat perhatian khusus karena menjadi penyebab yang cukup sering.

PenyebabSebagian besar karbohidrat yang dimakan sehari-hari terdiri dari disakarida dan polisakarida. Karbohidrat dapat dibagi dalam monosakarida (glukosa, galaktosa, dan fruktosa), disakarida (laktosa atau gula susu, sukrosa atau gula pasir dan maltosa) serta polisakarida (glikogen, amilum, tepung). Setelah masuk ke dalam usus, disakarida akan diabsorbsi dan masuk ke dalam mikrovili usus halus dan dipecah menjadi monosakarida oleh enzim disakaridase (laktase, sukrase, dan maltase) yang ada di permukaan mikrovili tersebut.

Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).

Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5).

PATOGENESIS

Patofisiologi Diare PersistenInfeksi usus sebelumnya

Kurang Energi Protein (KEP)

Intoleransi non Human Milk (PASI

Intoleransi Lakosa

Intoleransi protein susu sapi

Sumber Infeksi parenteral sebagai penyakit penyerta atau sebagai komplikasi seperti campak, otitis media akut, infeksi saluran kencing dan pneumonia dapat menyebabkan gangguan imunitas. Menurunnya imunitas yang disebabkan faktor etiologi seperti pada shingellosis, dan rotavirus yang diikuti enteropathi hilang protein, Kurang Energi Protein (KEP) dan kerusakan mukosa sendiri yang merupakan pertahanan lokal saluran cerna. KEP menyebabkan diare menjadi lebih berat dan lama karena lambatnya perbaikan mukosa usus. Pasien KEP secara histologi memiliki mukosa usus yang tipis, penumpulan mikrovili mukosa dan indek mitosis yang rendah sehingga mengganggu absorpsi makanan.

Diare persisiten sering berhubungan atau bersamaan dengann intoleransi laktosa dan protein susu sapi, tapi angka kejadian sebenarnya tidak diketahui.4 Intoleransi laktosa dan protein susu sapi dapat terjadi secara terpisah atau bersamaan. Kedua keadaan ini muncul sekunder karena kerusakan mukosa usus akibat infeksi, KEP atau reaksi alergi protein susu sapi atau protein lain. Beberapa penelitian berbasis rumah sakit di India dan Brazil mendapatkan 28 64 % bayi KEP dengan diare persiten mengalami intoleransi laktosa dan 7 35 % dengan intoleransi protein susu sapi.

Titik sentral patogenesis diare persisten adalah kerusakan mukosa usus yang pada tahap awal disebabkan oleh etiologi diare akut. Berbagai faktor resiko melalui interaksi timbal balik menyebabkan rehabilitasi kerusakan mukosa terhambat dan memperberat kerusakan.

Faktor resiko tersebut adalah usia penderita, karena diare persisten ini umumnya terjadi pada tahun pertama kehidupan dimana pada saat itu pertumbuhan dan pertambahan berat badan bayi berlangsung cepat. Berlanjutnya paparan etiologi diare akut seperti infeksi Giardia yang tidak terdeteksi dan infeksi shinggella yang resisten ganda terhadap antibiotik dan infeksi sekunder karena munculnya C. Defficile akibat terapi antibiotika. Infeksi oleh mikro organisme tertentu dapat menimbulkan bakteri tumbuh lampau yang menyebabkan kerusakan mukosa usus karena hasil metaboliknya yang bersifak toksik, sehingga terjadi gangguan penyerapan dan bakteri itu sendiri berkompetisi mendapatkan mikronutrien. Gangguan gizi yang terjadi sebelum sakit akan bertambah berat karena berkurangnya masukan selama diare dan bertambahnya kebutuhan serta kehilangan nutrien melalui usus. Gangguan gizi tidak hanya mencakup makronutrien tetapi juga mikronutrien seperti difisiensi Vitamin A dan Zinc.

Faktor resiko lain berupa pemberian jenis makanan baru dan menghentikan pemberian makanan selama diare akut, menghentikan atau tidak memberikan ASI sebelum dan selama diare akut dan pemberian PASI selama diare akut.

Patofisiologi Diare PersistenInfeksi usus sebelumnya

Kurang Energi Protein (KEP)

Intoleransi non Human Milk (PASI

Intoleransi Lakosa

Intoleransi protein susu sapi

Patogenesis intoleransi laktosa

Bila enzim laktase dalam usus terlalu sedikit atau malah tidak ada, hanya sebagian dari gula susu saja yang bisa diuraikan dan diserap oleh dinding usus. Sementara sebagian gula susu lainnya akan menuju usus besar tanpa terurai. Di sana gula susu tersebut diubah oleh bakteri usus dalam proses fermentasi tanpa udara (anaerob) menjadi asam-asam organik dan terbentuklah gas-gas karbondioksida, methan dan hidrogen. Proses ini menyebabkan naiknya tekanan osmotik dan menimbulkan pengumpulan air yang bertambah.

Lebih lanjut, asam-asam organik tersebut mendukung terjadinya peristaltik (gerakan usus). Akibatnya adalah buang air dengan tinja yang berair, berbusa, dan berbau asam. Selain itu si penderita mengalami kembung dan sakit perut seperti penyakit kolik (mulas).

Pada bayi, gangguan tidak tahan laktosa dapat menyebabkan muntah-muntah dan gangguan pertumbuhan yang berat.

Defisiensi enzim disakaridase selektif menyebabkan gangguan hidrolisis karbohidrat pada membran enterosit meskipun tidak ada cedera mukosa2).

Pada intoleransi laktosa terjadi defisiensi enzim laktase dalam brush border usus halus, sehingga proses pemecahan laktosa menjadi glukosa terganggu dan akibatnya terjadi gangguan penyerapan makanan atau zat sehingga akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meningkat dan akan mengakibatkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare1,5)A.Kelainan kongenital

Kekurangan Laktase bawaanJarang sekali ditemukan

Gejala :

- Setelah dapat ASI atau pengganti air susu ibu (PASI) pertama timbul diare, muntah, perut kembung dan bayi sering menangis.

- Feses cair dan berbau asam.

- Berat badan tidak naik.

Diagnosa ditegakkan bila ditemukan kriteria sebagai berikut :

- Gambaran epitel usus halus normal

- Tidak terdapat aktivitas laktase

- pH feses rendah dan reduksi positif

- Tes toleransi laktosa tidak normal

- Tes lactose breath hydrogen positif

Severe Lactose intolerancePenyakit ini berlainan sekali dengan penyakit kekurangan laktase bawaan, dan sangat jarang ditemukan. Patogenesisnya ialah terdapatnya lambung yang abnormal permeable terhadap laktosa, dan jika laktosa tanpa dihidrolisa terlebih dahulu diserap oleh lambung akan menimbulkan efek toksik pada hati dan ginjal, dengan aminoaciduria sebagai konsekuensinya.

Jadi penderita penyakit ini, mempunyai lambung yang permeable atau dapat menyerap laktosa, padahal laktosa harusnya diserap diusus halus setelah di pecah oleh enzim laktase yang ada di usus halus. Diserapnya laktosa oleh lambung ternyata menimbulkan efek toksik pada hati dan ginjal yang ditandai dengan aminoaciduria atau kencing yang sangat asam dan juga mengandung asam amino yang normalnya tidak terdapat pada air kencing.

Gejala :

- Muntah, asidosis, dehidrasi.

- Pertumbuhan terganggu.

- Laktosuria

- Aminoasiduria

- Tidak terdapat kekurangan laktase

- Pemberian laktosa melalui sonde duodenum akan dihidrolisa dan diserap biasa tanpa menimbulkan lakt

B. Kelainan didapat

1.Kekurangan Laktase primer

Seperti diterangkan dalam artikel sebelumnya, bahwa pada umur 3-5 tahun dan seterusnya aktivitas laktase akan menurun, hal ini merupakan hal yang normal. Tinggal dilihat sejauh mana penurunan aktivitas laktase tersebut. Kita bisa mencurigai bila anak kita menderita intoleransi laktosa primer bila pada usia 3-5 tahun timbul gejala gejala kembung, diare, mules pada anak kita setiap habis minum susu, yang sebelumnya tidak masalah. Bila dokter memang mencurigai anak anda menderita intoleransi laktosa biasanya akan dilakukan tes toleransi laktosa dengan cara memberikan laktosa sebanyak 2 gr/kgbb. Bila pada pemberian laktosa sebanyak itu timbul keluhan, maka hasilnya dianggap positif yang berarti anak anda dinyatakan sebagai penderita intoleransi laktosa.

Tapi perlu diketahui, hasil tes yang positif bukan berarti anak anda tidak bisa minum susu sapi. Karena pemberian susu sapi 1 gelas ( yang berarti kadar laktosa tidak banyak. 1 liter susu sapi mengandung 40 gr laktosa) pada umumnya dapat diterima oleh penderita intoreransi laktosa primer. Karena timbulnya gejala seperti diare, mules, mual dan sebagainya tergantung jumlah dan kecepatan laktosa dalam usus halus.

Kesimpulannya, bila anak anda dinyatakan menderita intoleransi laktosa primer maka dapat dicoba pemberian susu sapi dalam jumlah tidak melebihi 200 ml tiap kalinya. Akan tetapi bila dengan jumlah tersebut masih menebabkan gejala, seperti mual, mules, kembung dan diare maka dapat diberikan susu rendah laktosa /bebas laktosa atau susu yang dibuat dari kacang kedelai.

2. Kekurangan Laktase Sekunder

Pada penderita kekurangan laktase sekunder ditemukan gejala gejala kekurangan laktase seperti mual, mules, kembung dan diare setelah pemberian susu sapi sebagai akibat keadaan/penyakit. Biasanya seabagai akibat penyakit infeksi usus (muntaber), penyakit kekurangan gizi, dan pemberian obat-obatan tertentu seperti neomycin, kanamycin.

Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena aktivitas laktase di dinding usus halus sangat sensitif ( laktase di produksi di permukaan usus halus ) terhadap kerusakan di permukaan usus halus. Jadi keadaan atau penyakit yang disebutkan diatas merusak permukaan usus halus yang berakibat turunnya produksi laktase. Maka timbullah kekurangan laktase sekunder.MANIFESTASI KLINIK

Gejala :* Volume tinja meningkat bila diberi susu dan menurun bila dihentikan

* Kondisi anak memburuk, mungkin timbul gejala dehidrasi

* pH tinja rendah (asam), mengubah warna kertas lakmus biru menjadi merah.

Baik pada yang bawaan maupun pada yang didapat, penderita menunjukkan gejala klinis yang sama, yaitu diare yang sangat sering, cair, asam (ph dibawah 4,5), meteorismus, flatulens dan kolik abdomen. Akibat gejala tersebut, pertumbuhan anak akan terlambat bahkan tidak jarang terjadi malnutrisi dengan rasio tinggi dan berat badan kurang dari persentil ke-5.Muntah. Demam. Nyeri Abdomen Membran mukosa mulut dan bibir kering Fontanel Cekung Kehilangan berat badan Tidak nafsu makan LemahPada anak yang mengalami diare tanpa dehidrasi (kekurangan cairan).Tanda-tandanya: - Berak cair 1-2 kali sehari - Muntah tidak adaB - Haus tidak ada - Masih mau makan - Masih mau bermain

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi ringan/sedang.Tanda-tandanya: - Berak cair 4-9 kali sehari - Kadang muntah 1-2 kali sehari - Kadang panas - Haus - Tidak mau makan - Badan lesu lemas

Pada anak yang mengalami diare dengan dehidrasi berat.Tanda-tandanya: - Berak cair terus-menerus - Muntah terus-menerus - Haus sekali - Mata cekung - Bibir kering dan biru - Tangan dan kaki dingin - Sangat lemah - Tidak mau makan - Tidak mau bermain - Tidak kencing 6 jam atau lebih - Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

Klasifikasi Dehidrasi

Berdasarkan klasifikasi dehidrasi WHO, maka dehidrasi dibagi tiga menjadi dehidrasi ringan, sedang, atau berat.

1. Dehidrasi Ringan

Tidak ada keluhan atau gejala yang mencolok. Tandanya anak terlihat agak lesu, haus, dan agak rewel.

2. Dehidrasi Sedang

Tandanya ditemukan 2 gejala atau lebih gejala berikut:

Gelisah, cengeng

Kehausan

Mata cekung

Kulit keriput, misalnya kita cubit kulit dinding perut, kulit tidak segera kembali ke posisi semula.

3. Dehidrasi berat

Tandanya ditemukan 2 atau lebih gejala berikut:

Berak cair terus-menerus

Muntah terus-menerus

Kesadaran menurun, lemas luar biasa dan terus mengantuk

Tidak bisa minum, tidak mau makan

Mata cekung, bibir kering dan biru

Cubitan kulit baru kembali setelah lebih dari 2 detik

Tidak kencing 6 jam atau lebih/frekuensi buang air kecil berkurang/kurang dari 6 popok/hari.

Kadang-kadang dengan kejang dan panas tinggi

KOMPLIKASI. Dehidrasi Renjatan hipovolemik Kejang Bakterimia Mal nutrisi Hipoglikemia Intoleransi sekunder akibat kerusakan mukosa usus.

PENATALAKSANAANNONMEDIKAMENTOSAPemberian makan merupakan bagian esensial dalam tatalaksana diare persisten untuk menghindari dampak diare persisten terhadap status gizi dan mempertahankan hidrasi. Hidrasi dipertahankan dengan pemberian tambahan cairan dan cairan rehidrasi oral jika diperlukan. Kadang diperlukan pemberian cairan intravena bila gagal pemberian oral.4Diare persisten akan mempengaruhi status gizi karena penurunan masukan makanan, gangguan penyerapan makanan, kehilangan zat gizi dari dalam tubuh melalui kerusakan saluran cerna dan meningkatnya kebutuhan energi oleh karena demam dan untuk perbaikan saluran cerna. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) harus dilanjutkan selama diare berlangsung.1,4Ada dua kunci dalam tatalaksana pemberian makan pada anak dengan diare persisten.1.Rencana laktosa dengan mengurangi jumlah susu formula dalam diet.

Anak dengan diare persisten mungkin tidak toleran dengan susu sapi karena ketidak mampuan memecah laktosa, kemudian laktosa akan melewati usus halus dan menarik cairan kelumen usus sehingga akan memperberat diare. Hal ini dapat dihindari dengan mengurangi masukan laktosa sekitar 2-3 gr/kg/hari (30-50 ml/kg/hari susu sapi murni) dan mencampurkan dengan sereal. Cara lain dengan metode tradisional seperti pembuatan yoghurt mungkin efektif untuk sebagian pasien, jika tidak, maka susu soya dapat dicoba. Ashraf dkk dalam penelitiannya melaporkan 107 anak umur 4 23 bulan dengan diare persisten 57% membaik setelah diberikan diet rendah laktosa, 36% Membaik dengan diet bebas laktosa dan sukrosa, 4% dengan diet berisikan ayam, minyak kedele dan glukosa dan 2% membaik dengan progestimil.

2.Pastikan anak mendapat makanan yang cukup.

Rekomendasi tatalaksana pemberian makan harus didasarkan kepada harga yang tidak mahal, mudah didapat, diterima secara kultural dan mudah disajikan di rumah.1 Untuk bayi diatas 6 bulan pemberian makanan lokal yang mengandung kalori tinggi dan lumat yang secara kultural dapat diterima. Diet pilihan lainnya berupa bubur ayam dapat dicoba. Vitamin seperti asam folat dan B12 serta mineral seperti zinc mungkin membantu dalam perbaikan usus dan meningkatkan sistim imun.1,4Menghilangkan penyebabnya atau mengobati penyakitnya.

MedikamentosaBila keadaan buruk dengan dehidrasi berat, tindakan rehidrasi sangat penting. Dengan pemerian cairan infuse Ringer Laktat atau NaC.

Bila perku diberikan obat Kolestiramin

NONMEDIKAMENTOSAPebaiki keadaan gizi pada penderita kurang gizi.

Diet : jika masih mendapat ASI, diteruskan pemberiannya walaupun mengandung kadar laktosa tinggi, sebab ASI mengandung zat zat anti infeksi untuk mempertinggi daya tahan tubuh. Bila bayi mendapat susu formula, encerkan untuk sementara atau ganti gantikan dengan formula khusus yang rendah laktosa atau tanpa laktosa seperti susu LLM, Bebelac FL, Prosobee dsb.Diberikan susu rendah laktosa (LLM, Almiron, eiwit melk) atau Free lactose milk formula (sobee, Al 110) selama 2-3 bulan kemudian diganti kembali ke susu formula yang biasa. (kadar laktosa Almiron 1,0%, eiwit melk 1,4%, LLM 0,8%, Sobee 0% dan Al 110 (0%)

Pada intoleransi laktosa sementara, sebaiknya diberikan susu rendah laktosa selama 1 bulan sedangkan pada penderita dengan intoleransi laktose primer (jarang di Indonesia) diberikan susu bebas laktosaPROGNOSIS

Pada kelainan primer (kongenital) prognosis kurang baik, sedangkan pada kelainan yang didapat (sekunder) prognosis baik

Tips Untuk Pencegahan Diare :

Diare umumnya ditularkan melaui 4 F, yaitu Food, Feces, Fly dan Finger. Oleh karena itu upaya pencegahan diare yang praktis adalah dengan memutus rantai penularan tersebut. Beberapa upaya yang mudah diterapkan adalah :

Penyiapan makanan yang higienis

Penyediaan air minum yang bersih

Kebersihan perorangan

Cuci tangan sebelum makan

Pemberian ASI eksklusif

Buang air besar pada tempatnya (WC, toilet)

Tempat buang sampah yang memadai

Berantas lalat agar tidak menghinggapi makanan

Lingkungan hidup yang sehat

PAGE 3

_1347644164.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"

_1347644165.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"

_1347644162.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"

_1347644163.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"

_1347644160.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"

_1347644161.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"

_1347644159.unknownAttribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"

Attribute VB_Name = "ThisDocument"Attribute VB_Base = "1Normal.ThisDocument"Attribute VB_GlobalNameSpace = FalseAttribute VB_Creatable = FalseAttribute VB_PredeclaredId = TrueAttribute VB_Exposed = TrueAttribute VB_TemplateDerived = TrueAttribute VB_Customizable = TrueAttribute VB_Control = "DefaultOcxName6, 0, 0, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName5, 1, 1, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName4, 2, 2, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName3, 3, 3, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName2, 4, 4, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName, 6, 5, MSForms, HTMLHidden"Attribute VB_Control = "DefaultOcxName1, 5, 6, MSForms, HTMLHidden"