pbl blok 13
-
Upload
winda-anastesya -
Category
Documents
-
view
239 -
download
1
description
Transcript of pbl blok 13
Blok 13 Tumbuh Kembang
DEMENSIA DI USIA LANJUT DAN
PENATALAKSANAANNYA
Winda Anastesya
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Alamat : Jl. Terusan Arjuna No. 6 Jakarta Barat
Email : [email protected]
Abstrak : Insidens demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Secara
keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%.
Demensia merujuk pada sindrom klinis yang mempunyai berbagai macam penyebab.
Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah demensia Alzheimer,
sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia.
Untuk menegakkan diagnosis harus dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
teliti, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat. Pasien dengan demensia
mempunyai gangguan memori dan kemampuan mental. Defisit yang terjadi cukup berat
sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial. Tujuan utama penatalaksanaan pasien
dengan demensia adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan
menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya
(caregivers). Penanganan yang dilakukan adalah pendekatan holistik/global berupa
kombinasi terapi farmakologis ( obat ) dan non farmakologis sehingga dapat meningkatkan
status kesehatan umum pasien dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan demensia.
Kata kunci : demensia Alzheimer, gangguan memori, caregivers, terapi farmakologis.
1
Blok 13 Tumbuh Kembang
Abstrak : The incidence of dementia increased significantly with increasing age. Overall
prevalence of dementia in the population over the age of 60 years is 5.6%. Dementia refers to
clinical syndromes The most common cause of dementia in the United States and Europe is
Alzheimer's disease, whereas in Asia is estimated to vascular dementia is a common cause of
dementia. To make a diagnosis must be made through anamnesis and thorough physical
examination, and supported by appropriate investigation.Patients with dementia have
impaired memory and mental abilities. Deficit severe enough to affect work and social
activities.The main purpose of the management of patients with dementia is to treat the
causes of dementia that can be corrected and provide a comfortable situation and support for
patients and pramuwerdhanya (Caregivers). Handling is done is a holistic approach to the
global form of combination pharmacological therapy (drug) and non pharmacological so as
to improve the general health status of patients and improve the quality of life of patients with
dementia.
Key words : dementia Alzheimer, impaired memory, caregivers, pharmacology therapy.
Pendahuluan
Demensia merupakan masalah besar dan serius yang dihadapi oleh negara-negara maju,
dan telah pula menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul di negara-negara berkembang
seperti Indonesia. Hal ini disebabkan oleh makin mengemukanya penyakit-penyakit
degenaratif ( yang beberapa di antaranya merupakan faktor risiko timbulnya demensia )serta
makin meningkatnya usia harapan hidup di hampir seluruh belahan dunia. Studi prevalensi
menunjukkan bahwa di Amerika Serikat, pada populasi di atas umur 65 tahun, persentase
dengan penyakit Alzheimer (penyebab terbesar demensia) meningkat dua kali lipat setiap
pertambahan umur 5 tahun. Tanpa pecegahan dan pengobatan yang memadai, jumlah pasien
dengan penyakit Alzheimer di negara tersebut meningkat dari 4,5 juta pada tahun 2000
menjadi 13,2 juta orang pada tahun 2050. Dari segi sosial, keterlibatan emosional pasien dan
keluarganya juga patut menjadi pertimbangan karena akan menjadi sumber morbiditas yang
bermakna, antara lain akan mengalami stress psikologis yang bermakna.
Secara klinis munculnya demensia pada usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya
yang tidak jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Selain itu, pasien
2
Blok 13 Tumbuh Kembang
dan keluarga juga sering menganggap bahwa penurunan fungsi kognitif yang terjadi pada
awal demensia (biasanya ditandai dengan berkurangnya fungsi memori) merupakan suatu hal
yang wajar pada seorang yang sudah menua. Akibatnya, penurunan fungsi kognitif terus akan
berlanjut sampai akhirnya mulai mempengaruhi status fungsional pasien dan pasien akan
jatuh pada ketergantungan kepada lingkungan sekitarnya. Saat ini telah disadari bahwa
diperlukan deteksi dini terhadap munculnya demensia, karena ternyata berbagai penelitian
telah menunjukkan bila gejala-gejala penurunan fungsi kognitif dikenali sejak awal maka
dapat dilakukan upaya-upaya meningkatkan atau paling tidak mempertahankan fungsi
kognitif agar tidak jatuh pada keadaan demensia.
Dengan diketahuinya berbagai faktor risiko ( seperti hipertensi, diabetes melitus, stroke,
riwayat keluarga, dan lain-lain ) berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif yang lebih
cepat pada sebagian orang usia lanjut, maka diharapkan dokter dan tenaga kesehatan lain
dapat melakukan upaya-upaya pencegahan timbulnya demensia pada pasien-pasiennya dan
dapat menatalaksanakannya baik secara farmakologis atau non farmakologis.1
Epidemiologi
Insidens demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah usia 65
tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Secara
keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5,6%.
Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat dan Eropa adalah penyakit Alzheimer,
sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia.
Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari 45% mereka
yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Hasil ini dikonfirmasi oleh
penelitian di Swedia yang menyebutkan 44% dari usia lanjut yang berusia lebih dari 85 tahun
mengalami penyakit Alzheimer. Di Jepang dari seluruh penduduk sentenarian ( usia 100
tahun atau lebih ), 70% mengalami demensia dengan 76% nya menderita penyakit Alzheimer.
Berbagai penelitian menunjukkan laju insidens penyakit Alzheimer meningkat secara
eksponensial seiring bertambahnya umur, walaupun terjadi penurunan insidens pada usia 95
tahun yang diduga karena terbatasnya jumlah subyek diatas 90 tahun. Secara umum dapat
dikatakan bahwa frekuensi penyakit Alzheimer meningkat seiring usia, dan mencapai 20-
40% populasi berusia 85 tahun atau lebih.
3
Blok 13 Tumbuh Kembang
Proporsi perempuan yang mengalami penyakit Alzheimer lebih tinggi dibandingkan
dengan laki-laki ( sekitar 2/3 pasien adalah perempuan ), hal ini disebabkan perempuan
memiliki harapan hidup lebih baik dan bukan karena perempuan lebih mudah menderita
penyakit ini. Faktor risiko lain yang dari berbagai penelitian diketahui berhubungan dengan
penyakit Alzheimer adalah hipertensi, diabetes melitus, dislipidemia, serta berbagai faktor
risiko timbulnya arterosklerosis dan gangguan sirkulasi pembuluh darah otak. Faktor
pendidikan dan genetik juga berpengaruh terhadap munculnya penyakit ini.2
Patofisiologi & Etiologi
Komponen utama patologi penyakit Alzheimer adalah plak senilis dan neuritik,
neurofibrillary tangles, hilangnya neuron sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano
bodies. Plak neuritik mengandung β-amyloid ekstraseluler yang dikelilingi neuritis distrofik,
sementara plak difus ( non neuritik ) adalah istilah yang kadang digunakan untuk deposisi
amyloid tanpa abnormalitas neuron.3 Deteksi adanya Apu-E di dalam plak β-amyloid dan
studi mengenai ikatan high-avidity antara Apo-E dengan β-amyloid menunjukkan bukti
hubungan antara amyloidegenesis dan Apo- E. Plak neuritik juga mengandung protein
komplemen, mikroglia yang teraktivasi, sitokin-sitokin, dan protein fase akut, sehingga
komponen inflamasi juga diduga terlibat pada patogenesis penyakit Alzheimer. Gen yang
mengkode the amyloid precursor protein terletak pada kromosom 21, menunjukkan hubungan
potensial patologi penyakit Alzheimer dengan sindrom Down, yang diderita oleh semua
penyakit Alzheimer yang muncul pada usia 40 tahun.1,4
Sebenarnya jumlah plak senilis meningkat seiring usia, dan plak ini juga muncul di
jaringan otak usia lanjut yang tidak demensia. Juga dilaporkan bahwa satu dari tiga orang
berusia 85 tahun yang tidak demensia mempunyai deposisi amyloid yang cukup di korteks
serebri untuk memenuhi kriteria diagnosis penyakit Alzheimer, namun apakah ini
mencerminkan fase preklinik dari penyakit masih belum diketahui.
Neurofibrillary tangles merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang
terhiperfosforilasi pada pasangan filamen helix. Individu usia lanjut yang normal juga
diketahui mempunyai neurofibrillary tangles di beberapa lapisan hipokampus dan korteks
entorhinal, tapi struktur ini jarang ditemukan di neurokorteks pada seseorang tanpa demensia.
Neurofiubrillary tangles ini tidak spesifik untuk penyakit Alzheimer.
4
Blok 13 Tumbuh Kembang
Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah infark multipel dan abnormalitas
substansia alba. Infark jaringan otak yang terjadi pasca stroke dapat menyebabkan demnsia
bergantung pada volume total korteks yang rusak dan bagian (hemisfer) mana yang terkena.
Sementara abnormalitas substansia alba biasanya terjadi berhubungan dengan infark lakunar.
Abnormalitas substansia alba ini dapat ditemukan pada pemeriksaaan MRI pada daerah sub
korteks bilateral, berupa gambaran hiperdens abnormalyang umunya tampak di beberapa
tempat. Abnormalitas substansia alba ini juga dapat timbul pada suatu kelainan genetik yang
dikenal sebagai CADASIL ( cerebral autosomal dominant arteriopathy with subaortical
infarcts and leukoencephalopathy, yang secara klinis terjadi demensia yang progresif yang
muncul pada dekade kelima sampai ketujuh kehidupan pada beberapa anggota keluarga yang
mempunyai riwayat migren dan stroke berulang tanpa hipertensi.1,3,4
Diagnosis
Evaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi,
karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau tidak, juga harus
ditentukan berat-ringannya penyakit, serta tipe demensianya ( penyakit Alzheimer, demensia
vaskuler, atau tipe yang lain ). Hal ini berpengaruh terhadap penatalaksanaan dan
prognosisnya.
Demensia Alzheimer
Gejala penyakit Alzheimer dibagi dalam stadium awal, ringan, sedang, berat, dan
lanjut dengan gejala yang semakin berat. Gejala gangguan daya ingat yang berat
berupa disorientasi-tidak mengenal tempat, waktu, orang lain dan halusinasi. Pada
stadium awal gejala klasik yang diidap oleh penyandang Alzheimer dan dapat
digunakan sebagai petunjuk untuk dilakukan sebagai evaluasi berikut :
- Kemunduran memori jangka pendek
- Kemunduran kemampuan mempelajari dan mempertahankan informasi baru
- Penyandang mengulang-ulang sesuatu dan lupa pembicaraan atau janji
- Kemunduran dalam membuat alasan atau berpikir abstrak, seperti kesulitan
menunjuk waktu, tempat (disorientasi) atau memahami sebuah lelucon atau tugas
lain yang membutuhkan tindakan berurutan.
- Kemunduran dalam perencanaan, pertimbangan dan membuat keputusan
- Keterampilan berbahasa terganggu
5
Blok 13 Tumbuh Kembang
- Perubahan kepribadian dan perilaku. Kehilangan inhibisi dan kontrol impuls.
Penyandang yang mulanya sabar ( pasif ) menjadi pemarah, agresif, mudah
tersinggung, tidak percaya diri, dan kadang-kadang tidak pantas perilakunya.
- Berkurangnya inisiatif. Tidak ada motivasi untuk mengikuti aktivitas sosial.
Diagnosis Banding
Demensia vaskular
Adanya infark multipel dan abnormalitas substansia alba. Riwayat adanya stroke
dengan progresi bertahap dan tidak teratur mengarah pada demensia multi-infark.
Demensia multi infark umunya terjadi pada pasien-pasien dengan faktor hipertensi,
fibrilasi atrium, penyakit vaskular perifer, dan diabetes.
Fronto temporal dementia
Perubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi terhadap
makanan mengarah terhadap demensia fronto temporal. FTD juga patut diduga bila
ditemukan apati, hilangnya fungsi eksekutif, abnormalitas progresif fungsi berbicara,
atau keterbatasan kemampuan memori atau spasial.
Demensia Lewy body
Diagnosis demensia lewy body dicurigai bila terdapat adanya gejala awal berupa
halusinasi visual, parkinsonisme, delirium, gangguan tidur ( rapid eye movement )
REM, atau sindrom capgras, yaitu delusi bahwa seseorang yang dikenal digantikan
oleh penipu.
Delirium
Keadaan confusion ( kebingungan ), biasanya timbul mendadak, ditandai dengan
gangguan memori dan orientasi ( sering dengan konfabulasi ) dan biasanya disertai
gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan perubahan afek. Pada delirium terdapat
penurunan tingkat kesadaran selain dapat pula hyperalert. Penyebab paling sering
delirium meliputi enselopati akibat penyakit infeksi, toksik, dan faktor nutrisi atau
penyakit sistemik.
6
Blok 13 Tumbuh Kembang
Untuk menegakkan diagnosis harus dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis yang
teliti, serta didukung oleh pemeriksaan penunjang yang tepat.
Anamnesis
Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas
penderita, tetapi pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terperinci dan
terarah,sebagai berikut :
a) Identitas penderita : nama, umur, perkawinan, anak ( jumlah, jenis kelamin dan berapa
yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, keadaan sosial ekonomi. Termasuk
dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia sangat
lanjut, duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru sembuh dari
sakit/opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progresif, gangguan
mobilitas, dan lain-lain.
b) Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit atau yang diminum dirumah, baik dari
dokter atau yang dibeli bebas.
c) Penilaian sistem : pada usia lanjut, keluhan tidak selalu menggambarkan penyakit
yang diderita, seringkali justru memberikan keluhan yang tidak khas. Penilaian sistem
dilakukan secara berurut, misalnya mulai dari sistema syaraf pusat saluran napas atas
dan bawah seterusnya sampai kulit integumen, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan allo-anamnesis dari
orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari.
a) Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan ( merokok, mengunyah
tembakau, minum alkohol, dan lain-lain. )
b) Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat : menelan, masalah gigi,
gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan, dan lain-
lain.
c) Kepribadian perasaan hati, kesadaran dan afek ( allo-anamnesis atau pengamatan )
d) Riwayat tentang problema utama geriatri ( sindrom geriatrik ) : pernah stroke,
hipotensi ortostatik, fraktur, inkontinensia,demensia.
7
Blok 13 Tumbuh Kembang
Pemeriksaan fisik dan neurologis
Pemeriksaan fisis dan neurologis pada pasien demensia dilakukan untuk mencari
keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan
gangguan kognitifnya. Pemeriksaan fisik dimulai dengan tanda vital ;
Pemeriksaan tekanan darah, harus dalam keadaan tidur, duduk atau berdiri, masing-
masing dengan selang 1-2 menit.
Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem ; pemriksaan syaraf kepala, pemeriksaan
panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut, pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising
arteri karotis, pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan seterusnya samapai
pemeriksaan ektremitas, refleks-refleks, kulit integumen.
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan rutin pada usia lanjut :
Foto toraks, EKG
CT/ MRI kepala
Laboratorium : darah/urin/feses rutin ; gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal ;
fungsi tiroid ( T3, T4, TSH ) ; kadar serum B6, B12
Pemeriksaan fungsi fisik dan psikis penderita :
Aktifitas hidup sehari-hari : kemampuan tubuh berfungsi sederhana misalnya bangun
dari tempat tidur, berpakaian, ke kamar mandi/wc.
Aktifitas hidup sehari-hari instrumental : yang selain kemampuan dasar, juga
memerlukan berbagai koordinasi kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih rumit.
Kemampuan mental dan kogntitif : yang sering digunakan untuk evaluasi dan
konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination
(MMSE).
Dari ketiga fungsi tersebut di atas dapat ditentukan tiga tingkat kemampuan dari
seorang penderita lansia, yaitu ;
Kemampuan untuk melakukan kegiatan tersebut diatas tanpa bantuan orang lain.
Kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan.
8
Blok 13 Tumbuh Kembang
Sama sekali tidak mampu untuk melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan orang
lain.1,5
Penatalaksanaan Demensia
Tujuan utama penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati
penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan
mendukung bagi pasien dan pramuwerdhanya ( caregivers ). Menghentikan obat-obat yang
bersifat sedatif dan mempengaruhi fungsi kognitif banyak memberikan manfaat. Antidepresi
yang mempunyai efek samping minimal terhadap fungsi kognitif, seperti serotonin selective
reuptakeinhibitor ( SSRI ), lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan gejala depresi.1
Agitasi, halusinasi, delusi, dan kebingungan ( confusion ) seringkali sulit ditatalaksana,
dan sering menjadi alasan utama memasukkan seorang usia lanjut dengan demensia ke panti
werdha atau rumah rawat usia lanjut. Sebelum memberikan obat untuk berbagai gangguan
perilaku tersebut, harus disingkirkan faktor lingkungan atau metabolik yang mungkin dapat
dikoreksi atau dimodifikasi. Imobilisasi, asupan makanan yang kurang, nyeri, konstipasi,
infeksi, dan intoksikasi obat adalah beberapa faktor yang dapat mencetuskan gangguan
perilaku, dan bila diatasi maka tidak perlu memberikan obat-obatan antipsikosis. Obat-obatan
yang dapat digunakan untuk meredam agitasi dan insomnia tanpa memperberat demensia
diantaranya haloperidol dosis rendah ( 0,5 sampai 2 mg ), trazodone, buspiron, atau
propanolol. Beberapa penelitian yang membandingkan terapi obat ( farmakoterapi ) dengan
intervensi perilaku ( behavioral intervention ) menunjukkan kedua pendekatan tersebut sama
efektifnya. Walaupun demikian, karena terkadang terapi perilaku yang dilakukan secara
benar dan dilakukan setiap hari dengan intensif sulit dilakukan, maka pilihan terapi
medikamentosa lebih disukai. Terapi kolinesterase inhibitor sebagai terapi terpilih untuk
meningkatkan fungsi kognitif pada pasien demensia, seringkali dapat pula mengurangi gejala
apati, halusinasi visual, dan beberapa gejala psikiatrik lain.3
Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula diperhatikan upaya-upaya
mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien. Seiring dengan progresi demensia,
maka banyak sekali komplikasi yang akan muncul seperti pneumonia dan infeksi saluran
napas bagian atas, septikemia, ulkus dekubitus, fraktur, dan berbagai masalah nutrisi.
Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan sebab utama kematian pasien dengan demensia,
sehingga pencegahan dan penatalaksanaan menjadi sangat penting. Pada stadium awal
penyakit, seorang dokter harus mengusahakan berbagai aktivitas dalam rangka
9
Blok 13 Tumbuh Kembang
mempertahankan status kesehatan pasien, seperti melakukan latihan ( olahraga ),
mengendalikan hipertensi, dan berbagai penyakit lain, imunisasi terhadap pneumokok dan
influenza, memperhatikan higiene mulut dan gigi, serta mengupayakan kaca mata dan alat
bantu dengar bila terdapat gangguan penglihatan ataupun pendengaran. Pada fase lanjut
demensia, merupakan hal yang sangat penting untuk memenuhi kebutuhan dasar pasien
seperti nutrisi, hidrasi, mobilisasi, dan perawatan kulit untuk mencegah ulkus dekubitus.
Yang juga penting dalam pengelolaan secara paripurna pasien dengan demensia adalah
kerjasama yang baik antara dokter dengan pramuwerdha ( caregivers ).6 Pramuwerdha pasien
dengan demensia merupakan orang yang sangat mengerti kondisi pasien dari hari ke hari dan
bertanggung jawab terhadap berbagai hal seperti pemberian obat dan makanan,
mengimplementasikan terapi non farmakologis kepada pasien, meningkatkan status
kesehatan umum pasien, serta mampu memberikan waktu-waktu yang sangat berarti sebgai
bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup pasien dengan demensia.
Penanganan yang dilakukan adalah pendekatan holistik/global berupa kombinasi terapi
farmakologis ( obat ) dan non farmakologis.
Terapi farmakologis dengan parasetam, gingko biloba, vitamin E, kolinesterase
inhibitor, antioksidan, antiinflamasi ( NSAID ), hormon estrogen.
Terapi non farmakologis mencakup terapi suportif ( pendidikan dan pelatihan ),
psikoterapi dan rekreasi terapeuitik ( terapi stimulasi kognitif , terapi fisik, terapi
really orientation ).5,6
Prognosis dari demensia ini buruk karena sebagian besar kasus demensia menunjukkan
penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih ( irreversible ) dan tidak jarang menyebabkan
kematian.
Penutup
Munculnya demensia pada usia lanjut sering tidak disadari karena awitannya yang tidak
jelas dan perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan. Tujuan utama
penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati penyebab demensia
yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan
pramuwerdhanya ( caregivers ). Penanganan yang tepat dan cepat akan memperlambat proses
demensia ke arah yang lebih lanjut. Tatacara diagnosis pada penderita geriatrik berbeda
dengan tatacara diagnostik pada populasi lainnya. Penatalaksanan tidak hanya bersifat
10
Blok 13 Tumbuh Kembang
farmakologis tetapi juga harus dengan non farmakologis dari berbagai aspek, sehingga dapat
meningkatkan status kesehatan umum pasien, serta mampu memberikan waktu-waktu yang
sangat berarti sebagai bagian dari upaya meningkatkan kualitas hidup pasien dengan
demensia.
Daftar pustaka
- Aru W. Sudoyo, Bambang S, Idrus A, Marcellus simadibrata, Siti S editor. Buku ajar
ilmu penyakit dalam jilid I edisi V. Pusat informasi dan Penerbitan bagian Ilmu
Penyakit Dalam FKUI. Jakarta; 2009 : 837-44.
- Van de Flier WM, Scheltens P. Epidemiology and risk factors of dementia. J Neurol
Neurosurg Pschiatry; 2005 :762-7.
- Kasper DL, Braunwald E, Fauci S et all, penyunting. Harisson’s principles of internal
medicine, edisi ke-16. New york: McGraw-Hill Medical Publishing Division; 2005. P.
2393-406.
- Cummings JL. Alzheimer disease. N Engl J Med; 2004 : 1010-7.
- Hazzard WR, Blass JP, Halter Jb et all. Principles of geriatric medicine and
gerontology. Edisi ke-4. New york; Oxford University Press ; 2000 :922-31.
- Padmo Santjojo. Masalah kesehatan di hari tua. FKUI; 2003 :32 No.4; 191-99.
11