Makalah PBL Blok 13 Sken 3

download Makalah PBL Blok 13 Sken 3

of 28

description

blok 13

Transcript of Makalah PBL Blok 13 Sken 3

Penyakit-Penyakit yang Disebabkan Penurunan Fungsi Tubuh Akibat Proses PenuaanJohanes Romandy Novian Wawin102012064/ C8FakultasKedokteranUniversitas Kristen KridaWacanaJl. TerusanArjuna No. 6, Jakarta 11510 - Telp. 021-56942061 Fax. [email protected]

AbstrakProses penuaan merupakan suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Dengan begitu, manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk dan maqkin banyak distorsi metabolik dan strukstruktural yang disebut penyakit degeneratifAbstractAging process is a process the disappearance slowly the ability of tissue to improve / replace self and maintain the structure and function normally and cannot be safe from jejas ( including infection ) and repair damage suffered. Therefore, human in progressive will lose endurance against infection and will accumulate and maqkin many distortion metabolic and strukstruktural called degenerative diseases ?

PendahuluanProses penuaan adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Seiring dengan bertambahnya usia, maka tubuh secara fisiologis juga mengalami perubahan. Kadang kala, perubahan fisiologis tersebut turut mempengaruhi kualitas hidup seseorang. Perubahan tersebut dapat pula bersifat patologis mengakibatkan keluhan-keluhan penyakit yang hanya ditemukan pada orang berusia lanjut. Pembahasaan tentang penuaan sendiri semakin sering muncul seiring dengan semakin bertambahnya populasi usia lanjut di berbagai belahan dunia. Oleh sebab itu, segala hal yang menyangkut proses menua semakin mudah untuk dipahami dan di dalami sehingga semakin jelas pula penanganan yang tepat pada orang usia lanjut sehingga peningkatan kualitas hidup dapat ditegakan pula pada usia lanjut.

SkenarioPenderita Tn. S, 77 tahun dibawa ke UGD RS UKRIDA dengan keluhan utama sejak pagi hari bangun pusing, sekelilingnya berputar disertai rasa mual mau muntah, keadaan seperti ini sudah dialami berulang-ulang. Bila bangun dari duduknya lutut terasa nyeri, berbunyi kretek-kretek dan sakit bila naik turun tangga. Bila bicara agak cadel kadang-kadang kesulitan untuk menemukan kata yang tepat dan bila minum air sering tersedak, sehingga takut minum.Tanda-tanda lumpuh tidak ada. Kalau mau jalan mulainya berat sekali, jalan dengan langkah kecil-kecil, kelihatannya kaku dan waktu mau berhenti agak kesulitan. Bila menceritakan riwayat hidup dan pekerjaan masa lalu cukup jelas,tetapi peristiwa yang baru terjadi beberapa saat sering lupa dan mudah tersinggung.Riwayat kencing manis ada sejak 6 tahun yang lalu.

Proses PenuaanMenua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/mengganti diri dan mempertahankan struktur serta fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita.1Dengan demikian manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik dan struktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif yang akan menyebabkan kita mengakhiri hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti strike, miokard infark dan sebagainya.1Ada sejumlah teori proses menua seperti yang akan diterangkan sebagai berikut.Teori Genetic clock. Menurut teori ini menua telah terprogram secara genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies mempunyai di dalam nuclei-nya suatu jam genetik yang telah diputar menurut suatu replikasi tertentu. Jam ini akan menghitung mitosis dan menghentikan replikasi sel bila tidak diputar, jadi menurut konsep ini bila jam kita itu berhenti akan meninggal dunia, meskipun tanpa disertai kecelakaan lingkungan ataupun penyakit akhir yang katastrofal.1Teori Error catastrophe. Hal penting yang perlu diperhatikan dalam menganalisis faktor-faktor penyebab terjadinya proses menua adalah faktor lingkungan yang menyebabkan terjadinya mutasi somatik. Sekarang sudah umum diketahui bahwa radiasi and zat kimia dapat memperpendek umur, sebaliknya menghindari terkenanya radiasi atau tercemar zat kimia yang bersifat karsinogenik atau toksik, dapat memperpanjang umur. Menurut teori ini terjadinya mutasi yang progresif pada DNA sel somatik akan menyebabkan terjadinya penurunan kemampuan fungsional sel tersebut.1Rusaknya sistem imun tubuh. Mutasi yang berulang atau perubahan protein pascatranslasi, dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi somatik menyebabkan terjadinya kelainan pada permukaan sel, maka hal ini dapat menyebabkan sistem imun tubuh menganggap sel yang mengalami perubahan tersebut sebagai sel asing dan menghancurkannya. Perubahan inilah yang menjadi dasar terjadinya peristiwa autoimun.1

AnamnesisAwal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas penderita. Tetapi, pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terinci dan terarah sebagai berikut: Identitas penderita: nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis kelamin dan berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, serta keadaan sosial ekonomi. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai faktor risiko sakit, yaitu usia sangat lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru kematian orang terdekat, baru sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan mental nyata, menderita penyakit progresif, gangguan mobilitas, dan lain-lain. 1,2Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini maupun yang masih diminum di rumah, baik yang berasal dari resep dokter maupun yang dibeli bebas (termasuk jamu-jamuan).1,2Penilaian sistem: bagian ini berbeda dengan anamnesis penderita golongan umur lain, karena tidak berdasarkan "model medik" (tergantung pada keluhan utama). Harus selalu diingat bahwa pada usia lanjut, keluhan tidak selalu menggambarkan penyakit yang diderita, seringkali justru memberikan keluhan yang tidak khas. Penilaian sistem dilaksanakan secara urut, misalnya dari sistem syaraf pusat saluran napas atas dan bawah, seterusnya sampai kulit integumen dan lain-lain.1, 2Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan alo-anamnesis dari orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari.1,2 Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, mengunyah tembakau, minum alkohol, dan lain-lain).1,2 Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat: menelan, masalah gigi, gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota badan, dan lain-lain.1,2 Kepribadian perasaan hati, kesadaran, dan afek (alo-anamnesis atau pengamatan) konfusio, curiga/bermusuhan, mengembara, gangguan tidur atau keluhan malam hari, daya ingat, dan lain-lain. Apabila hasil anamnesis ini membingungkan atau mencurigakan, perlu dicatat untuk dapat dilaksanakan asesmen khusus kejiwaan atau bahkan konsultasi psiko-geriatrik.1,2 Riwayat tentang problema utama geriatri (sindrom geriatrik): pernah stroke, TIA/RIND, hipotensi ortostatik, jatuh, inkontinensia urin/alvi, dementia, dekubitus, dan patah tulang.1,2Perlu digarisbawahi bahwa anamnesis pada lansia harus meliputi auto-dan alloanamnesis. Pada akhir anamnesis harus dicatat derajat kepercayaan informasi yang diperoleh. 1,2

Pemeriksaan FisikPemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital (seperti pada golongan umur lain), walaupun rinciannya mungkin terdapat beberapa perbedaan, antara lain: Pemeriksaan tekanan darah, harus dilaksanakan dalam keadaan tidur, duduk, dan berdiri, masing-masing dengan selang 1--2 menit, untuk melihat kemungkinan adanya hipotensi ortostatik. Kemungkinan hipertensi palsu juga harus dicari (dengan perasat Osler). 1,2 Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini perlu disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa/dokter. Bila yang melakukan perawat, tentu saja tidak serinci dokter umum, yang pada gilirannya tidak serinci hasil pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis. Yang penting adalah bahwa pemeriksaan dengan sistem ini menghasilkan ada/tidaknya gangguan organ atau sistem (walaupun secara kasar). 1,2Pada pelaksanaannya dilakukan pemeriksaan fisik dengan unitan seperti pada anamnesis penilaian sistem, yaitu: Pemeriksaan syaraf kepala Pemeriksaan panca indera, saluran napas atas, gigi-mulut Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung, dan seterusnya sampai pada pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, kulit-integumen.1,2Dengan kata lain, pemeriksaan organ-sistem adalah melakukan pemeriksaan mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki secara sistematis, tanpa melihat apakah terdapat keluhan pada organ/sistem itu atau tidak. Pemeriksaan status gizi dengan menggunakan patokan BMI (Body Mass Index) harus bisa melengkapi.1,2

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan penunjang disesuaikan dengan kemampuan ekonomi penderita, tingkat keahlian pemeriksa (perawat/dokter umum/dokter spesialis), tetapi minimal harus mencakup pemeriksaan rutin usia lanjut. Pemeriksaan laboratorium rutin di sini meliputi: Pemeriksaan darah, urin, feces rutin, gula darah, lipid, fungsi hepar/renal, albumin/globulin, elektrolit (terutama FE, Ca, P, sedang trace elements bila ada indikasi saja).1,2 Perlu pula pemeriksan X-foto thorax dan EKG.1,2 EEG, EMG, CT-scan, Echo-c, dan sebagainya hanya dilakukan bila perlu.1,2Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan tindakan diagnostik/terapeutik lain, dapat dilakukan konsultasi/rujukan kepada disiplin lain, yang hasilnya dapat dievaluasi oleh tim. Selain itu dapat pula dilakukan pemeriksaan fungsi organ tubuh pasien. Hal ini dianggap merupakan fokus sentral. Pelaksanaan asesmen fungsi fisik dan psikis penderita dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: Aktivitas hidup sehari-hari (AHS fisik) yang hanya memerlukan kemampuan tubuh untuk berfungsi sederhana, misalnya bangun dari tempat tidur, berpakaian, ke kamar mandi/WC (lihat tabel 2).1 Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (AHS instrumental), yang selain memerlukan kemampuan dasar juga memerlukan berbagai koordinasi kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih rumit, juga kemampuan berbagai organ kognitif lain.1 Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelek, memori lama, dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi.1Dari asesmen ketiga fungsi tersebut, dapat ditentukan tiga tingkat kemampuan dari seorang penderita lansia, yaitu: Kemampuan untuk melakukan kegiatan tersebut di atas tanpa bantuan orang lain. Kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan. Sama sekali tidak mampu untuk melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan orang lain. {Kane et al (1994)}.1

Penyakit pada Usia LanjutSesuai dengan skenario, ada beberapa penyakit yang umum menyerang pasein usia lanjut, diantaranya adalah dementia, vertigo, parkinson, diabetes melitus (DM) Tipe 2 dan osteoarthritis.

DemensiaDemensia adalah suatu sindroma klinik yang meliputi hilangnya fungsi intelektual dan ingatan/memori sedemikian berat dehingga menyebabkan disfugsi hidup sehari-hari. Garis besar manifestasi kliniknya adalah perjalanan penyakit yang bertahap dan tidak terdapat gangguan kesadaran. Pasien dengan demensia harus mempunyai gangguan memori selain kemampuan mental lain seperti berpikir abstrak, penilaian, kepribadian, bahasa, praksis, dan visuospasial. Defisit yang terjadi harus cukup berat sehingga mempengaruhi aktivitas kerja dan sosial secara bermakna.1,3Walaupun sebagian besar kasus demensia menunjukkan penurunan yang progresif dan tidak dapat pulih sehingga prognosis penyakit ini buruk, namun bila merujuk pada definisi di atas maka demensia dapat pula terjadi mendadak, dan beberapa demensia dapat sepenuhnya pulih bila diatasi dengan cepat dan tepat. Demensia dapat muncul pada usia berapapun meskipun umumnya muncul setelah usia 65 tahun.1,3Penting pula membedakan demensia dengan delirium. Delirium merupakan keadaan kebingungan, biasanya mendadak, ditandai dengan gangguan memori dan orientasi dan biasanya disertai gerakan abnormal, halusinasi, ilusi, dan perubahan afek. Untuk membedakan demensia dengan delirium, pada delirium terdapat penurunan kesadaran selain dapat pula hyperalert. Delirium biasanya berfluktuasi intensitasnya dan dapat menjadi demensia bila kelainan yang mendasari tidak teratasi. Penyebab paling sering delirium meliputi ensefalopati akibat penyakit infeksi, toksik, dan faktor nutrisi.3

EpidemiologiInsidensi demensia meningkat secara bermakna seiring meningkatnya usia. Setelah usia 65 tahun, prevalensi demensia meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 5 tahun. Secara keseluruhan prevalensi demensia pada populasi berusia lebih dari 60 tahun adalah 5.6%. Penyebab tersering demensia di Amerika Serikat adalah penyakit Alzheimer, sedangkan di Asia diperkirakan demensia vaskular merupakan penyebab tersering demensia. Tipe demensia lain yang lebih jarang adalah tipe Lewy Body, demensia fronto-temporal, dan demensia pada penyakit Parkinson. 1,3Sebuah penelitian pada populasi usia lanjut di AS mendapatkan lebih dari 45% mereka yang berusia 85 tahun atau lebih menderita penyakit Alzheimer. Hasil ini dikonfirmasi penelitian di Swedia yang menyebutkan 44% dari usia lanjut yang berusia diatas 85 tahun mengalami penyakit Alzheimer. Di Jepang dari seluruh penduduk sntenarian, 70% mengalami demensia dengan 76%nya mengalami penyakit Alzheimer. Berbagai penelitian menunjukkan laju insidensi penyakit Alzheimer meningkat secara eksponensial seiring bertambanya umur, meskipun terjadi penurunan insidensi pada usia 95 tahun yang diduga karena terbatasnya subyek diatas usia 90 tahun. 1,3

Patobiologi dan patogenesisPada demensia tipa Alzheimer, komponen utama patologinya adalah plak senilis dan neuritik, neurofibrillary tangles, hilangnya neuron/sinaps, degenerasi granulovakuolar, dan Hirano bodies. Adanya sejumlah plak senilis adalah satu gambaran patologis utama yang penting untuk diagnosis penyakit Alzheimer. Sebenarnya sejumlah plak meningkat seiring bertambahnya usia, dan plak ini juga muncul di jaringan otak usia lanjut yang tidak mengalami demensia.3Kemudia ada neurofibrillary tangels yang merupakan struktur intraneuron yang mengandung tau yang terhiperfosfolirasi pada pasangan filamen helix. Individu usia lanjut yang normal juga diketahui mempunyai neurofibrillary tangles. Neurofibrillary tangles ini tidak spesifik untuk Alzheimer saja, tetapi juga untuk demensia pugilistika dan the parkinsonian dementia complex of Guam. 3Pada demensia vaskular patologi yang dominan adalah adanya infark multipel dan abnormalitas substansia alba. Infark jaringan otak yang terjadi pasca stroke dapat menyebabkan demensia bergantung pada volume total korteks yang terkena dan bagian hemisfer mana yang terkena. 3Petanda anatomis pada fronto-temporal dementia adalah terjadinya atrofi yang jelas pada lobus temporal dan/atau frontal, yang dapat dilihat pada pemeriksaan pencitraan saraf seperti MRI dan CT. Atrofi yang terjadi terkadang sangat tidak simetris. Secara mikroskopis selalu didapatkan gliosis dan hilangnya neuron, serta pada beberapa kasus terjadi pembengkakan dan penggelembungan neuron yang berisi cytoplasmic inclusion. 3Sementara pada demensia badan Lewy, sesuai dengan namanya, gambaran patologinya adalah adanya badan Lewy di seluruh korteks, amigdala, cingulated cortex, dan substansia nigra. Badan Lewy merupakan cytoplasmic inclusion intraneuron yang diwarnai dengan PAS dan ubiquitin. Badan Lewy dikenali melalui antigen terhadap protein neurofilamen yang terfosforilasi.3

Gejala klinisDemensia terdiri dari beberapa tipe yaitu demensia tipe Alzheimer, demensia multi-infark, demensia dengan badan Lewy, demensia fronto-temporal, dan demensia pada penyakit neurologik. Masing-masing demensia memiliki gejala klinisnya sendiri-sendiri. Demensia tipe Alzheimer / demensia degeneratif primer.Gejala klinik demensia tipe ini biasanya berupa awitannya yang gradual yang berlangsung secara lambat, biasanya dibedakan dalam tiga fase (whalley,1997):Fase I. Ditandai dengan gangguan memori subyektif, konsentrasi buruk dan gangguan visuo-spasial. Lingkungan yang biasa menjadi seperti asing sukar menemukan jalan pulang yang biasa dilalui. Penderita mungkin mengeluhkan agnosia kanan-kiri. Bahkan pada fase dini ini rasa tilikan sering sudah terganggu.1Fase II. Terjadi tanda yang mengarah ke kerusakan fokal-kortikal, walaupun tidak terlihat pola defisit yang khas. Simptom yang disebabkan oleh disfungsi lobus parietalis sering terdapat. Gejala neurologik mungkin termasuk antara lain tanggapan ekstensor plantaris dan beberapa kelemahan fasial. Delusi dan halusinasi mungkin terdapat, walaupun pembicaraan mungkin masih kelihatan normal.1Fase III. Pembicaraan terganggu berat, mungkin sama sekali hilang. Penderita terus menerus apatik. Banyak penderita tidak dapat mengenali dirinya sendiri ataupun orang lain. Dengan berlanjutnya penyakit ini, penderita sering hanya berbaring di tempat tidur, inkontinen baik urin maupun alvi.1 Demensia multi infarkMerupakan demensia terbanyak kedua setelah tipe Alzheimer, dimana biasanya merupakan gejala/akibat sisa dari stroke kortikal atau subkortikal yang berulang. Gejala dan tandanya menunjukkan penurunan bertingkat yang khas, dimana setiap episoda akut menunjukkan keadaan kognitifnya. Berbeda dengan tipe Alzheimer, dimana gejala dan tanda berlangsung progresif.1 Demensia dengan badan LewyMerupakan demensia dengan adanya badan Lewy di subkorteks serebri. Gambaran klinik bervariasi, tetapi selalu terdapat gembaran dua dari tiga yaitu : fluktuasi kognisi, halusinasi visual dan parkinsonisme. Dapatan yang mendukung adalah jatuh, sinkope, hilang kesadaran sepintas, sensitivitas neuroleptik, delusi dan halusinasi. Gambaran klinik khas demensia, yaitu penurunan menyeluruh fungsi kognitif yang mengganggu fungsi sosial dan okupasional juga tampak jelas.1 Demensia fronto-temporalGejala klinisnya biasa berupa gejala demensia disertai gangguan perilaku.1 Demensia pada penyakit neurologik (Parkinson)Gejala demensia disertai gangguan pada postur dan langkah serta depresi.1

DiagnosisEvaluasi terhadap pasien dengan kecurigaan demensia harus dilakukan dari berbagai segi, karena selain menetapkan seorang pasien mengalami demensia atau tidak, juga harus menentukan berat-ringannya penyakit serta tipe demensianya. Hal ini berpengaruh terhadap penatalaksanaan dan prognosisnya.3Diagnosis demensia ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis sesuai dengan Diagnosis and Statistical Manual of Mental DisorderI sedangkan untuk diagnosis klinis Alzheimer berdasarkan kriteria dari the National Institute of Neurological and Communicative Disorders and Stroke. Berdasarkan kriteria diagnosis tersebut, menegakkan diagnosis penyakit alzheimer dan demensia tipe lain harus dilakukan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis yang teliti, didukung pemeriksaan penunjang yang tepat. 3Anamnesis harus terfokus pada onset, lamanya, dan bagaimana laju progresi penurunan fungsi kognitif yang terjadi. Kebingungan yang terjadi akut dan subakut mungkin merupakan manifestasi delirium dan harus dicari kemungkinan penyebabnya seperti intoksikasi, infeksi, atau perubahan metabolik. Seorang usia lanjut dengan kehilangan memori yang lambat selama beberapa tahun kemungkinan menderita Alzheimer. Perubahan kepribadian, disinhibisi, peningkatan berat badan, atau obsesi terhadap makanan mengarah pada fronto-temporaldementia. Diagnosis demensia dengan badan Lewy dicurigai bila terdapat adanya gejala awal berupa halusinasi visual, parkinsonisme, delirium, dan gangguan tidur. Riwayat adanya stroke, konsumsi alkohol, intoksikasi bahan kimia, dan riwayat keluarga juga harus diperhatikan dalam menentukan tipe demensia. 3Pemeriksaan fisis dan neurologis pada pasien dengan demensia dilakukan untuk mencari keterlibatan sistem saraf dan penyakit sistemik yang mungkin dapat dihubungkan dengan gangguan kognitifnya. Pada demensia tipe Alzheimer, tidak menunjukkan gangguan sistem motorik kecuali pada tahap lanjut. Kekakuan motorik dan bagian tubuh aksial, hemiparesis, parkinsonisme, mioklonus, atau berbagai gangguan motorik lainnya umumnya timbul pada FTF, DLB, atau demensia multi infark. 3Pemeriksaan kognitif dan neuropsikiatrik. Pemeriksaan yang sering digunakan untuk evaluasi dan konfirmasi penurunan fungsi kognitif adalah the mini mental status examination, yang dapat pula digunakan untuk memantau perjalanan penyakit. Pada penyakit demensia tipe Alzheimer, yang terlibat adalah memori episodik, category generation, dan kemampuan visuokonstruktif. Defisit pada kemampuan verbal dan memori episodik visual sering merupakan abnormalitas neuropsikologis awal. Pada FTD melibatkan fungsi eksekutif frontal dan bahasa. Pasien DLB mempunyai defisit lebih berat pada fungsi visuospasial, dan pada demensia vaskular terdapa defisit kombinasi antara fungsi frontal dan visuospasial. 3Pemeriksaan penunjang. Tes laboratorium pada pasien demensia tidak dilakukan dengan serta merta pada semua kasus. Penyebab yang reversibel dan dapat diatasi seharusnya tidak boleh terlewat. Pemeriksaan fungsi tiroid, kadar vitamin B12, darah lengkap, elektrolit, dan VDRL direkomendasikan untuk diperiksa secara rutin. Pemeriksaan tambahan yang perlu dipertimbangkan adalah pungsi lumbal, fungsi hati, ginjal, pemeriksaan toksin di urin/darah, dan Apolipoprotein E. Pemeriksaan yang direkomendasikan adalah CT/MRI kepala. 3

PenatalaksanaanTujuan penatalaksanaan pada seorang pasien dengan demensia adalah mengobati penyebab demensia yang dapat dikoreksi dan menyediakan situasi yang nyaman dan mendukung bagi pasien dan caregivers. Menghentikan obat-obatan yang bersifat sedatif dan mempengaruhi fungsi kognitif banyak memberikan manfaat. Pasien dengan penyakit degeneratif sering mengalami depresi. Antidepresan yang mempunyai efek samping minimal pada fungsi kognitif, seperti serotonin selective reuptakeinhibitor, lebih dianjurkan pada pasien demensia dengan gejala depresi. 3Dalam mengelola pasien dengan demensia, perlu pula diperhatikan upaya-upaya mempertahankan kondisi fisis atau kesehatan pasien. Sering kali dengan progresi demensia, maka banyak sekali komplikasi yang muncul seperti pneumonia, infeksi saluran nafas atas, dan berbagai masalah lainnya. Kondisi-kondisi ini terkadang merupakan sebab utama kematian pasien dengan demensia. 3

OsteoarthritisOsteoarthritis adalah penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan penyebabnya belum diketahui atau gangguan pada sendi yang bergerak. Osteoarthritis yang juga dikenal sebagai penyakit sendi degeneratif dan osteoarthritis (sekalipun terdapat inflamasi) merupakan kelainan sendi yang paling sering ditemukan dan kerapkali menimbulkan ketidakmampuan (disabilitas).1

Etiologi dan patogenesis osteoartritisBerdasarkan patogenesisnya OA dibedakan menjadi OA primer dan OA sekunder. Osteoartritis primer disebut juga OA idiopatik yaitu OA yang sebabnya tidak jelas dan tidak ada hubungannya dengan penyakit sestemik maupun perubahan lokal pada sendi. O sekunder adalah OA yang didasari adanya kelainan endokrin, inflamasi, metabolik, pertumbuhan, herediter, jejas mikro dan makro, serta imobilisasi yang terlalu lama. OA primer lebih sering ditemukan daripada OA sekunder.6Selama ini OA sering dipandang sebagai akibat dari suatu proses penuaan yang tidak dapat dihindari. Para pakar yang meneliti penyakit ini sekarang berpendapat bahwa OA ternyata merupakan penyakit gangguan homeostasis dari metabolisme kartilago dengan kerusakan struktur proteoglikan kartilago yang penyebabnya belum jelas diketahui. Jejas mekanis dan kimiaei pada sinovia sendi yang terjadi multifaktorial antara lain karena faktor umur, stres mekanis atau penggunaan sendi yang berlebihan, defek anatomik, obesitas, genetik, humoral, dan fasktor kebudayaan.6Jejas mekanis dan kimiawi ini diduga merupakan faktor penting yang merangsang molekul abnormal dan produk degradasi kartilago di dalam cairan sinovial sendi yang mengakibatkan terjadinya inflamasi sendi, kerusakan kondrosit dan nyeri.6Osteoatritis ditandai dengan fase hipertrofi kartilago yang berhubungan dengan suatu peningkatan terbatas dari sintesis matriks makromolekul oleh kondrosit sebagai kompensasi perbaikan. Osteoatritis terjadi sebagai hasil kombinasi antara degradasi rawan sendi, remodelling tulangm dan inflamasi cairan sendi.6Pada rawan sendi pasien OA juga terjadi proses peningkatan aktivitas fibrinogenik dan penurunan aktivitas fibrinolitik. Proses ini menyebabkan terjadinya penumpukan trombus dan komplek lipid pada pembuluh darah subkondral yang menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan subkondral tersebut. Ini mengaikibatkan dilepaskannya mediator kimiawi seperti prostaglandin dan interleukin yang selanjutnya menimbulkan bone angina lewat subkondral yang diketahui mengandung ujung saraf sensibel yang dapat menghantarkan rasa sakit. Penyebab rasa sakit juga berupa akibat dilepasnya mediator kimiawi seperti kinin dan prostaglandin yang menyebabkan radang sendi, peregangan tendo atau liganmentum serta spasmus otot-otot ekstra artikuler akibat kerja berlebihan. Sakit pada sendi juga diakibatkan oleh adanya osteofit yang menekan periosteum dan radiks saraf yang berasal dari medulla spinalis serta kenaikan tekanan vena intrameduller akibat stasis vena intrameduler karena proses remodelling pada trabekula dan subkondrial.6

Faktor faktor risiko osteoathritisUntuk penyakit dengan penyebab yang tidak jelas, istilah faktor risiko adalah lebih tepat. Secara garis besar faktor risiko untuk timbulnya OA primer adalah faktor yang mempengaruhi predisposisi generalisata dan faktor yang menyebabkan beban biomekanis tak normal pada sendi-sendi tertentu. Secara rinci, faktor yang meningkatkan risiko OA adalah: Umur. Dari semua faktor risiko, faktor ketuaan adalah yang terkuat, prevalensi dan beratnya OA semakin meningkat seiringi dengan bertambahnya umur.6 Jenis kelamin. Wanita lebih sering terkena OA lutut dan OA banyak sendi, dan lelaku lebih sering terkena OA paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan, di bawah 45 tahun frekuensi OA kurang lebih sama antara laki-laki dan perempuan, tetapi diatas 50 tahun (setelah menopause) frekuensi OA wanita lebih banyak ketimbang pada laki-laki.6 Suku bangsa. Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada OA nampaknya terdapat perbedaan diantara masing-masing suku bangsa. Hal ini mungkin berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi kelainan kongenital dan pertumbuhan.6 Genetik. Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA. Adanya mutasi dalam gen prokolagen II atau gen-gen struktural lain untuk unsur-unsur tulang rawan sendi seperti kolagen tipe IX dan XII, protein pengikat atau proteoglikan dikatakan berperan dalam timbulnya kecenderungan familial pada OA tertentu.6 Kegemukan dan penyakit metabolik. Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko OA baik pada pria maupun wanita.6 Cedera sendi, pekerjaan berat, dan olah raga, kelainan pertumbuhan, dan tingginya kepadatan tulang turut termasuk sebagai faktor-faktor yang meningkatkan risiko seseorang terkena osteoartritis.6

Riwayat penyakitPada umumnya pasien mengatakan bahwa keluhan sudah berlangsung lama, tetapi berkembangnya secara perlahan-lahan. Nyeri sendi merupakan keluhan utama yang seringkali membawa pasien ke dokter. Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu juga dapat menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan yang lain. Keluhan lainnya adalah hambatan gerak sendi, pembesaran sendi, dan perubahan gaya berjalan.6Kemudian ada kaku pagi, dimana nyeri atau kaku sendi dapat terjadi setelah imobilitas yang cukup lama, seperti setelah berkendaraan dalam waktu yang lama ataupun setelah tidur sepanjang malam. Dan yang terakhir adalah krepitasi, rasa gemertak (yang terkadang dapat di dengar) dari sendi yang sakit.6

Pemeriksaan fisisPemeriksaan fisis dilakukan terutama dengan melihat adanya hambatan gerak yang dapat terjadi pada satu arah gerakan ataupun seluruh arah gerakan. Kemudian terdengarnya krepitasi yang tampak seperti ada sesuatu yang retak atau patah. Selanjutnya adalah pembengkakan sendi yang seringkali asimetris dan tanda-tanda peradangan, perubahan bentuk sendi yang permanen, dan tampak perubahan gaya berjalan.6

Pemeriksaan tambahanMencakup pemeriksaan radiografis dan laboratorium. Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi sudah cukup memberikan gambaran diagnostik yang lebih canggih. Gambaran radiografi sendi yang menyokokng diagnosis OA adalah penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris, peningkatan densitas tulang subkondral, kista tulang, osteofit pada tepi sendi, dan perubahan struktur anataomi sendi.Pada pemeriksaan laboratorium darah tepi, imunologi dan cairan sendi umumnya tidak ada kelainan, kecuali osteoarthritis yang disertai peradangan.6

Penatalaksanaan MedikamentosaTidak ada pengobatan medikamentosa yang spesifik, hanya bersifat simpotamatik. Obat anti inflamasi nonsteroid(OAINS) bekerja hanya sebagai analgesic danmengurangi peradangan, tidak mampu menghentikan proses patologis.Analgesic yang dapatdipakai adalah asetaminofen dosis 2,6-4,9 g/hari atau profoksifen HCL. Asam salisilat juga cukup efektif namun perhatikan efek samping pada saluran cerna dan ginjal. Jika tidak berpengaruh, atau tidak dapat peradangan maka OAINS seperti fenofrofin, piroksikam,ibuprofen dapat digunakan. Dosis untuk osteoarthritis biasanya -1/3 dosis penuh untuk arthritis rematoid. Karena pemakaian biasanya untuk jangka panjang, efek samping utama adalahgangguan mukosa lambung dan gangguan faal ginjal.6 Terapi konservatif mencakup penggunaan kompres hangat, penurunan berat badan, upaya untuk menhistirahatkan sendi serta menghindari penggunaan sendi yang berlebihan pemakaian alat-alat ortotail. Untuk menyangga sendi yang mengalami inflamasi ( bidai penopang) dan latihan isometric serta postural. Terapi okupasioanl dan fisioterapi da[pat membantu pasien untuk mengadopsi strategi penangan mandiri.6

PrognosisUmumnya baik, sebaian besar nyeri dapat diatasi dengan obat-obat konservatif. Hanya kasus-kasus berat yang memerlukan operasi.6,7

VertigoMerupakan suatu sensasi berputar, pasien sering merasa dirinya ataupun lingkungannya berputar. Seringkali terjadi dengan seketika, kadang-kadang, dan ketika berat umumnya dibarengi dengan mual, muntah, dan jalan yang terhuyung-huyung. Vertigo merupakan tipe dizziness yang pelaing sering ditemukan pada perawatan primer.

Etiologi vertigo periferA. Benign paroxysmal positional vertigoUmumnya penyebab tunggal dizziness pada lansia. BPV merupakan kondisi episodik, sembuh sendiri, dicetuskan oleh gerakan kepala mendadak atau karena perubahan pada posisi tubuh seperti berguling di tempat tidur. BPV disebabkan oleh akumulasi debris di kanal semisirkular. Pergerakan dari debris menstimulasi mekanisme vestibular menghasilkan simptom pada pasien. BPV kadang berkaitan temporer dengan penyakit viral, dan menghasilkan inflamasi. Diagnosis dapat ditegakkan melalui tes Dix-Hallpike.8Terapi dari BPV saat ini adalah senam vertigo atau manuver Epley yang bertujuan untuk merelokasi debris yang melayang bebas di kanal semisirkuler posterior ke dalam vestibula dari vestibular labirin agat tidak vertigo lagi saat menggerakkan kepala, atau untuk desensitisasi.8B. LabirintitisMerupakan penyebab lain dizziness karena vestibuler perifer, kelainan ini sembuh dengan sendirinya. Umumnya kelainan ini akan berakhir pada hitungan hari atau beberapa minggu. Labirintitis diperkirakan terjadi karena adanya inflamasi pada saraf vestibular.8C. Penyakit MeniereSindrom ini biasanya terjadi pada usia muda dan bukan penyebab umum dizziness pada usia lanjut. Episode penyakit ini biasanya sembuh sendiri, tetapi seringkali bserulang. Pada akhirnya tercapai suatu fase kronik yang ditandai oleh hilangnya pendengaran makin jelas, tetapi episode dizziness berkurang.8

Etiologi vertigo sentralDizziness karena penyebab sental biasanya jarang, prevalensi lanjut usia kurang dari 10%. Iskemik serebrovaskular merupakan penyebab dizziness yang makin sering seiring peningkatan usia. Pasien dengan penyebab sentral jarang mengeluhkan dizziness sebagai gejala tunggal. Dizziness yang onsetnya baru terjadi disertai simtom lain harus dipikirkan kemungkinan gangguan saraf pusat yang serius. 8

Pemeriksaan fisikPemeriksaan awal mencakup pemeriksaan ortostatik, kardiovaskular, neurootologik, tajam penglihatan, hiperventilasi selama 2 menit, tes Romberg, tes langkah randem pemijatan sinus karotis, manuver Hallpike, status kognitif, simtom depresi, dan ansietas. 8Hipotensi ortostatik adalah penurunan tekanan darah sistolik 20 mmHg dengan atau tanpa gejala segera setelah berdiri atau setelah 2 menit berdiri. Pemeriksaan kardiovaskular untuk mencari kemungkinan aritmia, kelainan katup jantung, dan bruit karotis. 8Pemeriksaan neurologik mencakup pemeriksaan telinga termasuk saraf kranial, evaluasi telinga luar, dan tengah, dan tes fistula. Tes fistula dilakukan dengan memberikan tekanan ke telinga, dan dievaluasi terjadinya vertigo dan nistagmus. Hasil positif menunjukkan adanya fistula dari labirin bisa karena kolesteatoma atau infeksi. 8

Pemeriksaan penunjangPemeriksaan rutin termasuk EKG, gula darah, dan darah rutin. Pemeriksaan penunjang lain juga diperlukan untuk menegakkan diagnosis, tetapi pemeriksaan tersebut harus berdasarkan pendekatan sistematis bukan hanya pendekatan shotgun. Audiogram lengkap harus dilakukan pada pasien dengan gangguan pendengaran disertai vertigo dan terdapat kelainan pemeriksaan neurootologik. Elektro-nistagmografi (ENG) adalah pemeriksaan yang dapat membantu membedakan disfungsi vestibular sentral atau perifer. CT dan MRI juga dapat dilakukan. 8

Penanganan Pengobatan yang paripurna dizziness tergantung penyakit dan atau penyakit yang mendasarinya, karena vertigo bukanlah suatu penyakit, tetapi gangguan atau sindroma geriatrik yang menggambarkan berbagai macam sensasi. Langkah penghentian obat atau pencetusnya, atau segera merujuk lebih lanjut ke ahli yang lain yang kompeten di bidangnya. Pengobatan simtomatik dapat menggunakan sedatif. Apabila sebabnya adalah vertigo perifer maka dapat diberikan desensitasi dengan latihan gerakan khusus yang disebut senam vertigo. 8

ParkinsonPenyakit Parkinson pertama kali diperkenalkan secara tertulis dalam an essay on the shaking palsy oleh James Parkinson pada tahun 1817 di London. James Parkinson menggunakan istilah paralisis agitans atau shaking palsy. Mula-mula digambarkan oleh James Parkinson berupa gerakan tremolous diluar kemauan dengan menurunnya kekuatan motorik dalam keadaan tidak beraktivitas dan bahkan disokong oleh kecenderungan badan membungkuk dan beralih dari kecepatan berjalan kepada kecepatan berlari. Sedangkan perasaan dan intelek tidak terganggu.9

EtiologiPenyakit Parkinson biasanya timbul mengikuti serangan Ensefalitis Epidemik atau oleh karena Aterosklerosis Serebral, keracunan mangan atau karbon monoksida, trauma pada kepala, neurosifilis atau kecelakaan serebrovaskular. Faktor pemicu yang menjadi penyebab, sering tidak diketahui. Walaupun faktor etiologi tidak ditemukan pada mayoritas kasus, telah ditemukan suatu toksin yang dihubungkan dengan terjadinya penyakit Parkinson pada mereka yang terpajan, yaitu MPTP (N-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin). 9Parkinsonisme, dengan etiologi apapun, menunjukkan adanya defisiensi dopamin di korpus striatum.Penurunan dopamin dalam korpus striatum mengacaukan keseimbangan antara dopamin (penghambat) dan asetilkolin (perangsang). Inilah yang menjadi dasar dari kebanyakan gejala penyakit parkinson. Sampai saat ini belum diungkapkan dengan baik bagaimana berkurangnya dopamin di striatum yang menyebabkan gejala parkinson (tremor, rigiditas, dan aknesia).9Suatu teori mengemukakan bahwa munculnya tremor diduga oleh karena dopamin yang disekresikan dalam nukleus kaudatus dan putamen berfungsi sebagai penghambat yang merusak neuron dopamingik di substansia nigra sehingga menyebabkan kaudatus dan putamen menjadi sangat aktif dan kemungkinan menghasilkan signal perangsang secara terus menerus ke sistem pengaturan motorik kortikospinal. Signal ini diduga merangsang otot bahkan seluruh otot sehingga menimbulkan kekakuan dan melalui mekanisme umpan balik mengakibatkan efek inhibisi penghambat dopamin akan hilang sehingga menimbulkan tremor.9Akinesia didiga disebabkan oleh karena adanya penurunan dopamin di sistim limbic terutama nukleus accumbens, yang diikuti oleh menurunnya sekresi dopamin di ganglia basalis. Keadaan ini menyebabkan menurunnya dorongan fisik untuk aktivasi motorik begitu besar sehingga timbul akinesia.

Epidemiologi Penyakit Parkinson ditemukan diseluruh bangsa di dunia dengan insidens yang berbeda-beda untuk tiap negara. Suatu studi di Rochester Minnesota ditemukan bahwa terdapat kurang lebih 20 kasus baru tiap tahun per 100.000 penduduk dengan prevalensi 157 orang per 100.000 penduduk. Dan hanya 20 % yang dapat menyebabkan kematian. Distribusi Parkinson pada laki-laki dan perempuan hampir seimbang yaitu 5 : 4.9Di Amerika Utara kurang lebih 1.000.000 penduduk terkena penyakit ini, dimana sekitar 1 % terdapat pada penduduk yang berusia lebih dari 65 tahun. Insidens di seluruh bagian kota di Amerika Utara hampir sama. Angka kematian kasar di Amerika pada tahun 1962 1975 sekitar 1,4 1,6 % per 100.000 penduduk.9Jumlah terbesar dari kasus-kasus parkinsonism berbeda pada katagori paralisis agitans (Parkinson Disease). Penyakit biasanya bermula antara usia 50 dan 65 tahun, walaupun pernah dijumpai bentuk juvenile. Parkinson disease terjadi pada laki-laki dan perempuan, pada semua ras di dunia. Walaupun tidak ada bukti yang mengindikasikan faktor herediter, namun diklaim oleh beberapa peneliti bahwa ada keterlibatan familial.9

Patogenesis dan patofisiologisGambaran patologis yang karakteristik adalah hilangnya neuron-neuron dan depigmentasi pada substansia nigra, khususnya pada zon compakta. Juga, hilangnya sel-sel dan depigmentasi terjadi pada locus ceruleus dan nukleus vagal dorsalis pada brain stem. Daerah tersebut juga memperlihatkan badan inklusi intra seluler (intracelluler body inclusion) yang disebut lewy body. Sifat dari badan inklusi ini belum diketahui pasti, tapi asalnya bukanlah viral. Walaupun patogenesis dari parkinson disease tidaklah diketahui, namun fakta yang menunjukkan bahwa penyakit ini muncul pada usia lanjut memberi pemikiran bahwa penyakit ini mungkin berhubungan dengan proses penuaan sel-sel neuronal, khususnya pada individu-individu yang sel-sel nigranya sangat rentan. Enzim-enzim yang dibutuhkan untuk membuang metabolisme katekolamin, mungkin merupakan faktor pada penyakit parkinson.9 Hidrogen peroksida adalah by-produk dari metabolisme katekolamin dan pembuangannya tergantung pada enzim-enzim peroksidase dan katalase. Enzi-enzim ini normalnya tinggi pada substansia nigra dan mengalami penurunan seiring penuaan umur, tapi akan lebih menurun pada penderita parkinson. Reduksi enzim-enzim ini akan mengakibatkan akumulasi hidrogen peroksida dan produk toksik lainnya yang kemudian menyebabkan destruksi sel-sel nigra dan hilangnya tirosin hidroksilaseyang adalah enzim yang bertanggung jawab atas produksi dopamin.9Secara makroskopis, substansia nigra dan locus seruleus mengalami depigmentasi dan dari pemeriksaan makroskopis pada daerah tersebut ditemukan hilangnya neuron yang mengandung melanin. Pada beberapa neuron yang tersisa ditemukan badan lewy, yaitu inklusi dalam sitoplasma yang berbentuk bulat sampai memanjang, bersifat osmofilik dengan porosnya yang padat dikelilingi oleh lingkaran yang lebih jernih.9Secara histologis, terdapat degenerasi dari jalur nigrostratia dopaminergik, dengan hilangnya badan-badan sel dari substansia nigra, degenerasi akso dan sinaps di dalam striatum dengan akibat berkurangnya isi dopamin dalam striatum.9Secara patofisiologi diketahui bahwa pada penyakit parkinson terjadi gangguan keseimbangan neuro-humoral di ganglia basal, khususnya traktur nigrostriatum dalam sistem ekstrapiramidal. Ehringer dan Hornykiewiez mengungkapkan bahwa kemusnahan neuron di pars kompakta substansia nigra yang dopaminergik itu merupakan lesi utama yang mendasari penyaki parkinson.9Korpus striatum sebagian terdiri dari kolinergik. Komponen kolinergik yang merangsang dan komponen dopaminergik yang menghambat terdapat dalam suatu keseimbangan yang dinamis. Bilamana kondisi dopaminergik striatal lebih unggul daripada kondisi kolinergik striatal, yang berarti bahwa dalam striatum terdapat jumlah dopamin yang jauh lebih banyak dari asetilkolin, maka timbul sindrom yang menyerupai Korea Huntington, suatu gerak berlebihan dan tak bertujuan yang tidak dapat dikendalikan. Sebaliknya, bilamana terjadi disproporsi fungsional antara kedua komponen tersebut dengan meningkatnya fungsi komponen kolinergik akan menimbulkan sindrom Parkinson. Pada penyakit parkinson, baik yang idiopatik maupun yang simptomatik, konsentrasi dopamin di dalam korpus striatum dan substansia nigra sangat kurang sehingga kondisi di korpus striatum lebih kolinergik daripada dopaminergik. Menurunnya jumlah dopamin dan zat metabolitnya yang dinamakan Homovanilic Acid (HVA) di kedua bangunan itu berkolerasi secara relevan dengan derajat kemusnahan neuron di substansia nigra pars kompakta.9MPTP (N-metil-4-fenil-1,2,3,6-tetrahidropiridin), suatu senyawa komersial untuk sintesis organik, secara eksperimental pada primata menyebabkan sindrom serupa penyakit Parkinson. Parkinsonisme akibat MPTP serupa dengan parkinsonisme idiopatik dari segi patologi maupun biokimiawi dan memberikan espon baik terhadap levodopa. Diduga zat mirip MPTP tersebar luas di lingkungan dan pajanan berulang terhadap zat tersebut dalam jumlah kecil ditambah proses ketuaan menyebabkan terjadinya parkinsonisme. Kemudian diketahui bahwa yang bersifat toksik bukan MPTPsendiri melainkan metabolitnya ion 1-meti-4-fenil-piperidin (MPP+). Reaksi ini membutuhkan aktivasi oleh MAO-B (Mono-aminooksidase).9Hipotesis lain adalah mengenai radikal bebas yang di duga mendasari banyak penyakit degeneratif termasuk penyakit Parkinson. Hal ini disokong dengan ditemukannya penimbunan Fe di substansia nigra (ferum meningkatkan produksi radikal hidroksil).9

Gambaran klinisOnset penyakit ini biasanya tersembunyi, berangsur-angsur, dan berkembang dengan perlahan. Penderita dapat mengeluh peningkatan rigiditas dan tremor, imobilisasi ekspresi wajah, perlambatan gerakan, dan rasa berat pada tungkai dan lengan saat berjalan.9Tremor pada penyakit Parkinson memperlihatkan sifat-sifat yang khas. Tremor dialami pada waktu istirahat, hilang bila hendak memulai gerakan tangkas yang sedang dilakukan sudah pada tahap penghentiannya. Tremor hilang waktu tidur dan menjadi hebat karena emosi. Anggota gerak yang tremoradalah lengan, tangan dan jari-jari. Yang bertremor khas adalah jari-jari tangan, seperti memulung-mulung pil (pill rolling). Frekuensinya adalah 2 7 detik. Ada kalanya kaki dan jari-jarinya, lidah, bibir, rahang bawah dan kepala dapat gemetar.9Rigiditas ditemukan pada pemeriksaan, terutama pada otot-otot fleksor leher, thoraks, tungkai dan lengan. Hal ini akan menunjukkan suatu sikap fleksi tubuh yang khas atau flexed posture.9Bradikinesia atau kelambatan gerak terjadi dalam berbagai gerakan dalam kehidupan sehari-hari, seperti gerakan tangan atau jari untuk berdandan, menulis, menggunakan sendok garpu, menggaruk-garuk, atau memasang kancing. Gerakan otot-otot wajah serta otot-otot bulbar kehilangan kelincahan dan keluwesan. Raut muka penderita Parkinson tidak bercahaya dan tidak hidup, menyerupai raut muka topeng.9Gaya berjalan penyakit Parkinson adalah dengan sikap tubuh bagian atas berfleksi pada sendi lutut dan panggul serta kedua lengan melekat pada samping badan dengan posisi fleksi di siku dan pergelangan tangan. Langkah gerakan berjalan dilakukan setengah seret dan jangkauannya pendek-pendek.9

Diagnosis Bila terdapat tremor, rigiditas dan bradikinesia, penyakit Parkinson harus dibedakan dari penyakit Parkinson sekunder oleh ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat yang relevan. Tremor harus dibedakan dengan tremor senilis, tremor esensial atau tremor metabolik. Tremor-tremor tersebut tidak terdapa pada saat istirahat dan lebih terlihat pada gerakan-gerakan volunter. Rigiditas harus dibedakan dengan spastisitas,dengan melakukan pergerakan pasif pada tungkai dan lengan, spastisitas akan lebih dirasakan pada awal gerakan dibanding pada seluruh jangkauan gerak. Badikinesia harusdibedakan dengan gangguan gait pada hidrosefalus pada tekanan normal.9Penatalaksanaan MedikamentosaBerdasarkan konsep keseimbangan komponen dopaminergik-kolinergik, kemoterapi penyakit Parkinson dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan obat yang bersifat dopaminergik sentral dan dengan obat yang berefek antikolinergik sentral. Selain itu dikembangkan penghambat MAO-B berdasarkan konsep pengurangan pembentukan zat radikal bebas.9 Tindakan rehabilitasiBagi penderita Parkinson dapat diberikan fisioterpi berupa terapi wicara. Fisioterapi juga diarahkan untuk mempertahankan mobilitas sendi, menghindari kelainan sikap anggota gerak badan, koreksi terhadap kelainan sikap anggota gerak badan serta mempertahankan gaya berjalan yang normal.9 Tindakan bedahSecara umum tindakan bedah (Thalamotomi ventrolateral dan Pallidektomi) memberikan hasil yang paling baik pada Parkinsonisme idiopatik dengan gejala unilateral pada penderita dibawah umur 65 tahun. Kontraindikasi untuk tindakan bedah ini adalah akinesia yang berat, ateroma serebral yang luas, demensia dan hipertensi berat.9

Diabetes Melitus Tipe 2Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau dua-duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh seperti mata, saraf, jantung, dan pembuluh darah. WHO sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan suatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang singkat dan jelas tetapi secara umum dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.10Walaupun secara klinis terdapat dua macam diabetes tetapi ada yang berpendapat diabetes merupakan suatu spektrum defisiensi insulin. Individu yang kekurangan insulin secara total atau hampir total dikatakan sebagai diabetes Juvenile onset, atau insulin dependent atau ketosis prone, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Pada ekstrem yang lain terdapat individu yang stable atau maturity onset atau non-insulin dependent. Orang-orang ini hanya menunjukkan defisiensi insulin yang relatif dan walaupun banyak diantara mereka mungkin memerlukan suplementasi insulin, tidak akan terjadi kematian karena ketoasisdosis walaupun insulin eksogen dihentikan.10Sesuai dengan konsep mutakhir, dua kelompok besar diatas dapat dibagi atas dua kelompok kecil. Pada satu kelompok besar IDDM atau Diabetes tipe I, terdapat hubungan dengan HLA tertentu pada kromosom 6 dan beberapa autoimunitas serologik dan cell-mediated. Infeksi virus pada atau dekat sebelum onset juga disebut-sebut berhubungan dengan patogenesis diabetes. Pada percobaan binatang, virus, dan toksin diduga berpengaruh pada kerentanan proses autoimunitas ini. 10Kelompok besar lainnya (NIDDM atau diabetes tipe II) tidak mempunyai hubungan dengan HLA, virus, atau autoimunitas lainnya dan biasanya mempunyai sel beta yang masih berfungsi, sering memerlukan insulin tetapi tidak seumur hidup. 10Kasus diabetes yang paling banyak adalah DM tipe II, yang ditandai adanya gangguan sekresi insulin ataupun gangguan kerja insulin pada organ target terutama hati dan otot. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan meningkatnya kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus. Sejumlah gejala klinis yang merupakan ciri khas dari diabetes melitus adalah polidipsi, poliuri, dan polifagi. 10Umur ternyata merupakan salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam pengaruhnya terhadap perubahan toleransi tubuh terhadap glukosa. Timbulnya resistensi insulin pada usia lanjut disebabkan oleh empat faktor yaitu:1. Perubahan komposisi tubuh dimana penurunan massa otot sebesar 7% dan peningkatan jumlah jaringan lemak mengakibatkan menurunnya jumlah serta sesitivitas reseptor insulin.102. Turunnya aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan jumlah reseptor insulin.103. Perubahan pola makan usia lanjut.104. Perubahan neuro hormonal, terutama insulin-like growth factor I. penurunan hormon ini akan menurunkan ambilan glukosa karena penurunan sesitivitas reseptor insulin serta menurunyya aksi insulin.10Penatalaksanaan yang sesuai untuk DM tipe 2 ini adalah dengan diet makanan, mengatur penggunaan karbohidrat dan gula, berolahraga secara teratur, dan pada kondisi yang ekstrim, penggunaan injeksi insulin juga dianjurkan.10

PencegahanSemua upaya pencegahan penyakit yang dilaksanakan seseorang sebelum memasuki usia lanjut merupakan bagian dari gerontologi pencegahan. Sedangkan semua upaya pencegahan penyakit setelah seseorang memasuki usia lanjut masuk dalam disiplin geriatri pencegahan.1Berbeda dengan populasi lain, konsep kesehatan pada usia lanjut bukan hanya berdasar pada sehat atau tidaknya seseorang dari segi fisik atau psikis. Terdapat 3 hal yang menyangkut kesehatan pada usia lanjut, yaitu:1. Status fungsional.Konsep kesehatan pada usia lanjut meliputi antara lain status fungsional, yang merupakan interaksi dari gangguan fisik, gangguan psikis dan gangguan sosial ekonomi. Status fungsional ini pada lansia menunjukkan apakah seorang lansia sebagai individu masih dapat melakukan fungsinya sehari-hari dan secara luas harus dipandang sebagai kesehatan secara menyeluruh, sehingga dapat dilihat bahwa ke-3 faktor yang merupakan gambaran kesejahteraan tersebut sama dengan kesehatan lansia secara luas. Manifestasi status fungsional ini secara praktis diperiksa dengan menilai kemampuan hidup sehari-harinya.12. Sindroma geriatrikSindroma geriatrik adalah suatu sindroma yang terdiri atas keluhan atau persepsi adanya abnormalitas atas kesehatannya oleh penderita usia lanjut atau keluarganya. Keluhan ini sangat ber-ragam dari satu klinik ke klinik yang lain, dan sangat memerlukan perhatian yang serius dari para pengelola kesehatan usia lanjut karena menggambarkan masalah kesehatan yang benar-benar dihadapi oleh penderita tersebut. 13. Penyakit pada usia lanjut.Pada usia lanjut, definisi penyakit adalah sama dengan yang kita definisikan pada populasi lain. Yang berbeda adalah jenis penyakit yang diderita terutama adalah penyakit degeneratif dengan tampilan yang juga sudah berbeda dengan yang terdapat pada populasi lebih muda.1Pencegahan penyakit sebelum usia lanjut dapat mengikuti pedoman:Bberat badan harus diupayakan senormal mungkinAaturlah makanan supaya seimbang, mengurangi makanan yang berlemak jenuh dan kalori yang berlebihHhindari faktor resiko penyakit degeneratifAagar terus berguna dengan mempunyai kegiatan yang bermanfaatGgerak badan teratur wajib terus dilakukanIiman dan taqwa harus selalu ditingkatkan, hindari stressAawasi kesehatan dengan pemeriksaan rutin. 1Pencegahan pada saat usia lanjut dapat mengikuti strategi sebagai berikut :1. Pencegahan primerUpaya ini merupakan pencegahan yang sesungguhnya, karena merupakan pencegahan supaya penyakit tidak terjadi. Tindakan pencegahan primer dapat berupa menghentikan kebiasaan merokok, latihan/olah raga secara teratur, imunisasi/suntikan pencegahan infeksi, penapisan dan pengobatan faktor resiko penyakit, dan upaya perbaikan sosial ekonomi dan lingkungan.12. Pencegahan sekunderPencegahan sekunder adalah upaya deteksi dini penyakit sehingga memberi kesempatan untuk kesembuhan yang lebih besar dari progresivitas lebih lanjut. Upaya ini tentunya memerlukan keterampilan diagnosis yang memadai bagi penderita lansia yang gejala dan perjalanan penyakitnya tidak serupa dengan populasi golongan umur lain.13. Pencegahan tersierDengan pencegahan tersier dimaksudkan upaya deteksi penyakit dan atau disabilitas yang sudah terjadi pada penderita yang belum,tidak mendapatkan pengobatan atau dukungan yang memadai. Upaya tersebut diharapkan mengurangi resiko atau percepatan memburuknya penyakit kekambuhan atau komplikasi dari penyakit tersebut.1

KesimpulanProses penuaan adalah suatu proses yang tidak dapat dihindari oleh siapapun. Proses penuaan ditandai dengan perubahan fisik dan fungsi fisiologis seseorang karena ketidakmampuan sel untuk memperbaharui dirinya sendiri. Oleh sebab itu, proses penuaan dapat mengakibatkan sejumlah penyakit degeneratif dengan gejala yang bervariasi. Karena pada usia lanjut kondisi fisiologis tubuh berubah, maka proses pendiagnosaannya pun ikut berubah. Pedoman terbaik pada saat ini untuk mendukung pendiagnosaan penyakit pada lansia adalah asesmen geriatri yang mencakup keseluruhan aspek kehidupan seorang lansia. Namun, segala bentuk penyakit degeneratif yang biasa menyerang lansia dapat dihindari apabila seseorang menjalani pola hidup yang sehat sejak sebelum memasuki usia lanjut.

Daftar Pustaka

1. Buku ajar Boedhi-Darmojo: geriatri.Edisi 4.Jakarta:Balai penerbit FKUI;2009.hal.3-302.2. Penatalaksanaan Penderita Lanjut Usia Secara Terpadu. 20 Desember 2010. Diunduh dari http://www.tempo.co.id/medika/arsip/012002/sek-2.htm. 15 Desember 2013.3. Rochmah W, Murti K H . Demensia, dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.837-44.4. Ganong WF. Buku ajar fisiologi kedokteran.Edisi 20.Jakarta:EGC;2002.5. Hipotensi ortostatik.10 Januari 2011. Diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/634/Hipotensi_Ortostatik_Orthostatic_Hypotension.html.15 Desember 2013.6. Soeroso J, Isbagio H, et al. Osteoartritis, dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.2538-50.7. Osteoartritis. 10 Januari 2011. Diunduh dari http://medicastore.com/penyakit/634/Osteoartritis.html.15 Desember 2013.8. Probosuseno, Husni NA, Rochmah W. Dizzines pada lanjut usia, dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.826-36.9. Rahayu RA, Penyakit parkinson dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.851-8.10. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 3. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009.hal.1865-88.11. The medical news, penyebab stroke. 10 Januari 2011. Diunduh dari http://www.news-medical.net/health/Stroke-Causes-%28Indonesian%29.aspx. 15 Desember 2013.

2