Pbl Blok 30 (Sken 1)

37
Makalah PBL Pembunuhan dengan Kekerasan Tajam Priskillia Alberta Kristiawan 102010225 04 Desember 2013 Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email: [email protected] Skenario: Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju (yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat ke sebuah dahan 1

Transcript of Pbl Blok 30 (Sken 1)

Page 1: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Makalah PBL

Pembunuhan dengan Kekerasan Tajam

Priskillia Alberta Kristiawan

102010225

04 Desember 2013

Mahasiswa Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510

Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731

Email: [email protected]

Skenario:

Seorang laki-laki ditemukan di sebuah sungai kering yang penuh batu-batuan dalam

keadaan mati tertelungkup. Ia mengenakan kaos dalam (oblong) dan celana panjang yang di

bagian bawahnya digulung hingga setengah tungkai bawahnya. Lehernya terikat lengan baju

(yang kemudian diketahui sebagai baju miliknya sendiri) dan ujung lengan baju lainnya terikat

ke sebuah dahan pohon perdu setinggi 60 cm. posisi tubuh relatif mendatar, namun leher

memang terjerat oleh baju tersebut. Tubuh mayat tersebut telah membusuk, namun masih

dijumpai adanya satu luka terbuka di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah

ketiak yang putus dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri yang

memiliki ciri-ciri yang sesuai dengan akibat kekerasan tajam. Perlu diketahui bahwa rumah

1

Page 2: Pbl Blok 30 (Sken 1)

terdekat dari TKP adalah kira-kira 2 km. TKP adalah suatu daerah perbukitan yang berhutan

cukup lebat.

Pendahuluan

Penemuan mayat mencurigakan merupakan sebuah peristiwa dalam ilmu Forensik yang

membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut.Beberapa kriteria telah ditetapkan dalam mencurigai

adanya peristiwa yang berkaitan dengan penemuan mayat yang mencurigakan, diantaranya

adalah pembunuhan.Dalam masyarakat kejadian pembunuhan bukan merupakan hal yang jarang

ditemui lagi. Oleh karenanya, penting bagi seorang dokter, baik dokter umum maupun dokter

spesialis, dapat memperkirakan cara dan sebab mati dengan memiliki pengetahuan tentang

berbagai aspek ilmu forensik.

Dalam skenario ini, penemuan mayat dengan bekas luka yang mencolok pada kekerasan

tajam menguatkan kemungkinan kekerasan, pembunuhan dan penganiayaan pada korban.

Aspek Hukum

Pasal 89 KUHP

Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan1

Pasal 338

Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan

dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.1

Pasal 339

Pembunuhan yang diikuti, disertai atau didahului oleh suatu perbuatan pidana, yang

dilakukan dengan maksud untuk mempersiapkan atau mempermudah pelaksanaannya, atau

untuk melepaskan diri sendiri maupun peserta lainnya dari pidana dalam hal tertangkap

tangan, ataupun untuk memastikan penguasaan barang yang diperolehnya secara melawan

hukum, diancam dengan pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling

lama dua puluh tahun.1

Pasal 340

Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang

lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana rnati atau pidana penjara

seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.1

2

Page 3: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Kualifikasi Luka :

Pengertian kualifikasi luka disinisemata-mata pengertianIlmu Kedokteran Forensik sesuai

dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab

IX pasal 90.1

Pasal 351

a. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau

pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,

b. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama lima tahun.

c. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

d. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

e. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353

a. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling lama

empat tahun.

b. Jika perbuatan itu mengakibatka luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara

paling lama tujuh tahun.

c. Jika perbuatan itu mengkibatkan kematian yang bersalah diancam dengan pidana penjara

paling lama sembilan tahun

Pasal 354

a. Barang siapa sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan penganiayaan

berat dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.

b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lama sepuluh tahun.

Pasal 355

a. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana terlebih dahulu, diancam dengan

pidana penjara paling lama dua belas tahun.

b. Jika perbuatan itu mengakibatkan kematian, yang bersalah diancam dengan pidana

penjara paling lams lima belas tahun.

Pasal 356

3

Page 4: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Pidana yang ditentukan dalam pasal 351, 353, 354 dan 355 dapat ditambah dengan

sepertiga:

a. Bagi yang melakukan kejahatan itu terhadap ibunya, bapaknya yang sah, istrinya atau

anaknya;

b. Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seorang pejsbat ketika atau karena menjalankan

tugasnya yang sah;

c. Jika kejahatan itu dilakukan dengan memberikan bahan yang herbahaya bagi nyawa atau

kesehatan untuk dimakan atau diminum.

Pasal 90

Luka beratberarti:

1.Jatuh sakit atau mendapatluka yang tidak memberi harapan akan sembuh samasekali, atau

yang menimbulkan bahaya maut;

2.Tidak mamputerus-menerusuntukmenjalankan tugasjabatan atau pekerjaan pencarian;

3.Kehilangan salah satu panca indera;

4.Mendapat cacat berat;

5.Menderita sakit lumpuh;

6.Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

7.Guguratau matinya kandungan seorang perempuan

Prosedur medikolegal

Otopsi forensik/medikolegal, dilakukan terhadap mayat seseorang yang diduga

meninggal akibat suatu sebab yang tidak wajar seperti pada kasus kecelakaan, pembunuhan,

maupun bunuh diri. Otopsi ini dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan

adanya penyidikan suatu perkara. Tujuan dari otopsi medikolegal adalah :1,2

• Untuk memastikan identitas seseorang yang tidak diketahui atau belum jelas.

• Untuk menentukan sebab pasti kematian, mekanisme kematian, dan saat kematian.

4

Page 5: Pbl Blok 30 (Sken 1)

• Untuk mengumpulkan dan memeriksa tanda bukti untuk penentuan identitas benda

penyebab dan pelaku kejahatan.

•Membuat laporan tertulis yang objektif berdasarkan fakta dalam bentuk visum et repertum.

Otopsi medikolegal dilakukan atas permintaan penyidik sehubungan dengan adanya

penyidikan suatu perkara. Hasil pemeriksaan adalah temuan obyektif pada korban, yang

diperoleh dari pemeriksaan medis.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada otopsi medikolegal :1,2

1. Tempat untuk melakukan otopsi adalah pada kamar jenazah.

2. Otopsi hanya dilakukan jika ada permintaan untuk otopsi oleh pihak yang berwenang.

3. Otopsi harus segera dilakukan begitu mendapat surat permintaan untuk otopsi.

4. Hal-hal yang berhubungan dengan penyebab kematian harus dikumpulkan dahulu

sebelum memulai otopsi. Tetapi kesimpulan harus berdasarkan temuan-temuan dari

pemeriksaan fisik.

5. Pencahayaan yang baik sangat penting pada tindakan otopsi.

6. Identitas korban yang sesuai dengan pernyataan polisi harus dicatat pada laporan. Pada

kasus jenazah yang tidak dikenal, maka tanda-tanda identifikasi, photo, sidik jari, dan

lain-lain harus diperoleh.

7. Ketika dilakukan otopsi tidak boleh disaksikan oleh orang yang tidak berwenang.

8 Pencatatan perincian pada saat tindakan otopsi dilakukan oleh asisten.

9. Pada laporan otopsi tidak boleh ada bagian yang dihapus.

10. Jenazah yang sudah membusuk juga bisa diotopsi.

Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan otopsi forensik/medikolegal adalah:

1.Melengkapi surat-surat yang berkaitan dengan otopsi yang akan dilakukan, termasuk surat

izin keluarga, surat permintaan pemeriksaan/pembuatan visum et repertum.

2.Memastikan mayat yang akan diotopsi adalah mayat yang dimaksud dalam surat tersebut.

3.Mengumpulkan keterangan yang berhubungan dengan terjadinya kematian selengkap

mungkin untuk membantu memberi petunjuk pemeriksaan dan jenis pemeriksaan

penunjang yang harus dilakukan.

4. Memastikan alat-alat yang akan dipergunakan telah tersedia. Untuk otopsi tidak

diperlukan alat-alat khusus dan mahal, cukup :

5

Page 6: Pbl Blok 30 (Sken 1)

5. Mempersiapkan format otopsi, hal ini penting untuk memudahkan dalam pembuatan

laporan otopsi.

Dasar hukum

Beberapa peraturan perundang-undangan yang mengatur pekerjaan dokter dalam membantu

peradilan:

Pasal 133 KUHAP :

• Ayat 1:

Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka,

keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia

berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau

dokter dan atau ahli lainnya.

• Ayat 2:

Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan secara tertulis

yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan

mayat dan atau pemeriksaan bedah mayat.

• Ayat 3:

Mayat yang dikirim kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter pada rumah sakit harus

diperlakukan baik dengan penuh penghormatan terhadap mayat tersebut dan diberi label yg

memuat identitas mayat diberi cap jabatan yang dilekatkan pada ibu jari kaki atau bagian

lain badan mayat.

Pasal 134 KUHAP

1. Dalam hal sangat diperlukan di mana untuk keperluan pembuktian bedah mayat tidak

mungkin lagi dihindari, penyidik wajib memberitahukan terlebih dahulu kepada keluarga

korban.

2. Dalam hal keluarga keberatan, penyidik wajib menerangkan sejelas-jelasnya tentang

maksud dan tujuan perlu dilakukannya pembedahan tersebut.

3. Apabila dalam waktu dua hari tidak ada tanggapan apapun dari keluarga atau pihak yang

perlu diberitahu tidak ditemukan, penyidik segera melaksanakan ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 133 ayat (3) undang-undang ini.

Pasal 179 KUHAP:

6

Page 7: Pbl Blok 30 (Sken 1)

1. Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter

ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi keadilan.

2. Semua ketentuan tersebut di atas untuk saksi berlaku juga bagi mereka yang memberikan

keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah atau janji akan

memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenarnya menurut pengetahuan

dalam bidang keahliannya.1

III. Visum et Repertum

Pihak yang berwenang meminta VeR : Penyidik

Penyidik adalah orang yang melakukan penyidikan. Penyidikan adalah tindak lanjut setelah

benar telah terjadi suatu kejadian. Adapun kategori penyidik menurut pasal 6 ayat (1) jo PP

27 tahun 1993 pasal 2 ayat (1) adalah Pejabat Polisi Negara RI yang diberi wewenang

khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya Pembantu Letnan Satu.

Sedangkan penyidik pembantu berpangkat serendah-rendahnya Sersan Dua.2,3,4

Pihak yang berwenang membuat VeR :Dokter

Kemudian penyidik meminta saksi ahli dalam hal ini dokter yang bertugas sebagai saksi ahli

atau pemeriksaan yang dapat membantu penyidikan. Kewajiban dokter melakukan

pemeriksaan kedokteran forensik atas korban apabila diminta secara resmi oleh penyidik

yang diatur dalam pasal 133 KUHAP. Keterangan ahli akan dijadikan bukti yang sah di

depan siding pengadilan (pasal 184 KUHAP). Pelanggaran atas kewajiban dapat dikenakan

sanksi pidana (ps 216 atau 244 KUHP).

Pengertian Keterangan ahli adalah sesuai dengan pasal 1 butir 28 KUHAP:“ Keterangan ahli

adalah keterangan yang diberikan oleh seseorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal

yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidan guna kepentingan

pemeriksaam”. Keterang ahli dapat diberikan secara lisan di depan sidang pengadilan (pasal

186 KUHAP), dapat pula diberikan pada masa penyidikan dalam bentuk laporan penyidik

(Penjelasan Pasal 186 KUHAP), atau dapat diberikan dalam bentuk keterangan tertulis di

dalam suatu surat (pasal 187 KUHAP). Sehubung dengan pengertian di atas dapatlah

dikemukakan beberapa hal penting:2-4

1. Pihak yang berwenang meminta Keterangan Ahli. Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1)

yang berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik

pembantu juga mempunyai wewenang tersebut sesuai dengan pasal 11 KUHAP.

7

Page 8: Pbl Blok 30 (Sken 1)

2. Pihak yang berwenang membuat Keterangan Ahli. Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1),

yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik yang menyangkut tubuh manusia dan

membuat Keterangan Ahli adalah dokterahli kedokteran kehakiman (forensik), dokter dan

ahli lainnya. Sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang pasal tersebut dikatakan bahwa

yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan ahli sedangkan yang

dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut keterangan.

3. Prosedur permintaan Keterangan Ahli. Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus

dilakukan secara tertulis, dan hal ini secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayaat

(2), terutama untuk korban mati.

4. Penggunaan Keterangan Ahli. Penggunaan keterangan ahli atau dalam hal ini visum et

repertum adalah hanya untuk kepentingan peradilan. Dengan demikian berkas Keterangan

Ahli hanya boleh diserahkan kepada penyidik (instansi) yang memintanya.

Prosedur permintaan VeR : tertulis

Penggunaan VeR: kepentingan peradilan dan tidak boleh digunakan untuk penyelesaian

claim Asuransi

Penyerahan VeR

Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter dalam

ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil

pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga

bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan

pro yustisia. Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum

mengenai keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang

berakibat kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Ada lima

bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:

1. Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et

repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat

dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum

2. Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung

dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik

pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu

pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.

8

Page 9: Pbl Blok 30 (Sken 1)

3. Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan

pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak berhubungan

dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan dianggap tetap sebagai

rahasia kedokteran.

4. Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap hasil

pemeriksaan, berisikan:

a.Jenis luka

b. Penyebab luka

c.Sebab kematian

d.Mayat

e.Luka

f.TKP

g.Penggalian jenazah

h.Barang bukti

i.Psikiatrik

5.Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et

repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan

mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara pidana/KUHAP".2-4

Tanatologi

Tanatologi adalah bagian dari kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan

yang terjadi setelah kematian serta faktor yng mempengaruhi perubahan tersebut. Dalam

tanatologi dikenal beberapa istilah mati, yaitu :4

Mati somatis. terjadi akibat terhentinya fungsi ketiga sistem penunjang kehidupan yaitu susunan

sarf pusat, sistem kardiovaskular dan sistem pernapasan, yang menetap. Tidak ditemukan

refleks-refleks, EEG mendatar, nadi tidak teraba, denyut jantung tidak terdengar, tidak ada gerak

pernapasan dan suara nafas tidak terdengar pada auskultasi.

Mati suri adalah terhentinya ketiga sistem kehidupan di atas yang ditentukan dengan alat

kedokteran sederhana, namun dengan peralatan kedokteran canggih masih dapat dibuktikan

bahwa ketiga sistem tersebut masih berfungsi.

Mati seluler adalah kematian organ atau jaringan tubuh yang timbul beberapa saat setelah

kematian somatis.

9

Page 10: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Mati serebral adalah rusaknya kedua hemisfer otak yang irreversibel kecuali batang otak dan

serebelum, sedangkan kedua sistem lainnya masih berfungsi dengan bantuan alat.

Mati otak (batang otak) adalah bila terjadi kerusakan seluruh isi neronal intrakranial yang

irreversibel, termasuk batang otak dan serebelum.

Kematian adalah suatu proses yang dapat dikenal secara klinis pada seseoranf berupa tanda

kematian. Tanda-tanda kematian ini dapat berupa tanda kematian tidak pasti dan pasti :4

a. Tanda kematian tidak pasti

1. Pernapasan berhenti, dinilai selama lebih dari 10 menit

2. Terhentinya sirkulasi, dinilai selama 15 menit, nadi karotis tidak teraba.

3. Kulit pucat, tetapi bukan merupakan tanda yang dapat dipercaya, karena mungkin

terjadi spasme agonal sehingga wajah tampak kebiruan

4. Tonus otot menghilang dan relaksasi. Kelemasan otot sesaat setelah kematian disebut

relaksasi primer. Hal ini mengakibatkan pendataran daerah-daerah yang tertekan,

misalnya daerah belikat dan bokong mayat yang terlentang.

5. Pembuluh darah retina mengalami segmentasi beberapa menit setelah kematian.

Segmen-segmen tersebut bergerak ke arah tepi retina dan kemudian menetap.

6. Pengeringan kornea menimbulkan kekeruhan dalam waktu 10 menit yang masih

dapat dihilangkan dengan meneteskan air.

b. Tanda kematian pasti

Lebam mayat (livor mortis). Setelah kemtian klnis maka eritrosit akan menempati

tempat terbawah akibat gaya gravitasi bumi, mengisi vena dan venula, membentuk

bercak warna merahungu (lividae) pada bagian terbawah tubuh, kecuali pada bagian

tubuh yang tertekan. Lebam mayat biasanya mulai tampak 20-30 menit post-

mortem, makin lama intensitasnya makin bertambah dan menetap setelah 8-12 jam.

Sebelum waktu ini, lebam mayat masih hilang (memucat) pada penekanan dan dapat

berpindah jika posisi mayat diubah. Lebam mayat dapat digunakan untuk

memperkirakan sebab kematian, misalanya lebam berwarna merah terang pada

keracunan CO dan CN, berwarna kecoklatan pada keracunan anilin, nitrit, nitrat dan

sulfonal; mengetahui perubahan posisi mayat yang dilakukan setelah terjadinya

lebam mayat yang menetap dan memperkirakan saat kematian. Lebam mayat yang

10

Page 11: Pbl Blok 30 (Sken 1)

belum menetap atau kmasih hilang pada penekanan menunjukkan saat kematian

kurang dari 8-12 jam.

Kaku mayat (rigor mortis). Selama masih terdapat ATP maka serabut aktin dan

miosin tetap lentur. Bila cadangan glikogen habis dan energi tidak terbentuk lagi,

maka aktin dan miosin menggumpal dan otot menjadi kaku. Kaku mayat dibuktikan

dengan memeriksa persendian. Kaku mayat mulai tmpak 2 jam setelah mati klinis,

dimulai dari bagian luar tubuh ke arah dalam. Setealh mati klini 12 jam, kaku mayat

menjadi lengkap dan kemudian menghilang dalam urutan yang sama. Faktor-faktor

yang mempercepat terjadinya kaku mayat adalah aktivitas fisik sebelum mati, suhu

tubuh yang tinggi, bentuk tubuh kurus dengan otot kecil dan suhu lingkungan yang

tinggi.

Penurunan suhu tubuh (algor mortis). Penurunan suhu tubuh terjadi karena proses

pemindahan panas dari suatu benda ke benda lainnyayang lebih dingin. Kecepatan

penurunan suhu dipengaruhi oleh suhu keliling, aliran dan kelembaba, posisi tbuh,

bentuk tubuh dan pakaian. Penuruna suhu tubuh aka lebih cepat pada suhu rendah,

udara lembab, tubuh kurus, tidak berpakaian atau berpakaian tipis, posisi terlentang,

orang tua atau anak kecil. Penelitian akhir-akhir ini cenderung untuk memperkirakan

saat mati melalui pengukuran suhu tubuh pada lingkungan yang menetap di TKP.

Caranya adalah dengan melakukan 4-5 kali pengukuran pada suhu rektal dengan

interval yang sama (minimal 15 menit).

Pembusukan adalah proses degradasi jaringan yang terjadi akibat aurtolisisn dan

kerja bakteri. Setelah seseorang meninggal, bakteri akan masuk ke jaringan dan

merkembang biak dalam darah, yang merupakan media yang baik. Sebagian besar

bakteri berasal dari usus dan yang terutama adalah Clostridium welchii. Pada proses

pembusukan ini terbentuk gas-gas alkan, H2S, HCN, asam amino dan asam lemak.

Pembusukan baru tampak 24 jam pasca mati berupa warna kehijauan pada perut

kanan bawah, yaitu daerah sekum. Selanjutnya, kulit ari akan terkelupas atau

membentuk gelembung berisi cairan kemerahan berbau busuk. Pembentuk gas di

dalam tubuh dimulai dari gaster dan usus sehingga mengakibatkan ketegangan pada

dinding perut dan keluarnya cairan kemerahan melalui mulut dan hidung. Gas yang

terdapat di dalam jaringan dinding tubuh akan mengakibatkan terabamya derik

(krepitasi). Gas ini menyebabkan pembengkakan tubuh yan menyeluruh, tetapi

11

Page 12: Pbl Blok 30 (Sken 1)

ketegang terbesar terdapat di daerah dengan jaringa longgar, seperti skrotum dan

payudara. Tubuh berada dalam sikap seperti petinju (pugilistic attitude), yaitu kedua

lengan dan tungkai dalam sikap setengah fleksi akibat terkumpulnya gas pembusukan

di dalam rongga sendi. Larva lalat akan dijumpai setelah pembusukan nyata, yaitu

kira-kira 36-48 jam pasca mati. Kumpulan telur lalat telah dapat ditemukan beberap

pasca mati di alis mata, sudut nata, lubang hidung dan diantara bibir. Telur lalat

tersebt kemudian kana menetas menjadi larva dalam waktu 24 jam. Alat dalam tubuh

akan mengalami pembusukan dengan kecepatan yang berbeda. Prostat dan uterus

non gravid merupakan organ padat yang paling lama bertahan terhadap perubahan

pembusukan. Pembusukan akan timbul lebih cepat bila suhu keliling optimal (26.5oC

hingga sekitar suhu normal tubuh, kelembaban udara yang cukup, banyak bakteri

pembusuk, tubuh gemuk, penyakit infeksi dan sepsis. Media tempat mayat terdapat

juga berperan. Mayat yang terdapat di udara akan lebih cepat membusuk dibanding

yang ada di air dan tanah. Perbandingan kecepatan pembusukan nayat yang berada di

tanah : air : udara adalah 1 : 2 : 8. Bayi baru lahir lambat membusuk, karena hanya

memiliki sedikit bakteri pada tubuhnya dan hilangnya panas tubuh yang cepat pada

bayi akan menghambat pertumbuhan bakteri.

Adiposera ada;ah terbentuknya bahan yang berwarna keputihan, lunak atau

berminyak, berbau tengik yang terjadi di dalam jaringa lunak tubuh pasca mati.

Adiposera dapat terbentuk di sembarang lemak tubuh bahkan di dalam hati, tetapi

lemak superfisial yang pertama kali terkena. Biasanay perubahan berbentuk bercak,

dapat terlihat di pipi, payudara atau bokong, bagian tubuh atau ekstremitas.

Adiposera akan membuat gambaran permukaan luar tubuh bertahan hingga bertahun-

tahun. sehingga identifikasi mayat dan perkiraan sebab kematian masij

dimungkinkan. Faktor-faktor yang mempermudh terbentuknya adiposera adalah

kelembaban dan lemak tubuh yang cukup, suhu hangat dan invasi bakteri ke jaringa

post-mortem. Sedangkan yang menghambat adalah air yang mengalir dan suhu yang

dingin. Pembusukan akan terhamabat oleh adanya adiposera, karena derajat

keasaman dan dehidrasi jaringan bertambah.

Mumifikasi adalah proses penguapan cairan atau dehidrasi jaringan yang cukup

cepat cepat sehingga terjadi pengeringan jaringan yang selanjutnya dapat

menghentikan pembusukan. Jaringan berubah menjadi keras dan kering, berwarna

12

Page 13: Pbl Blok 30 (Sken 1)

gelap, keriput dan tidak membusuk karena kuman tidak dapat tumbuh pada

lingkungan yang kering. Mumifikasi terjadi bila suhu hangat, kelembaban rendah,

aliran udara yan baik, tubuh yang dehidrasi dan waktu yang lama (12-14 minggu).4

Interpretasi Temuan

Interpretasi peristiwa dan hasil berdasarkan kasus :

1. Mayat laki-laki yang dijumpai telah mulai membusuk dan mati dalam keadaan tertelungkup

disungai penuh batu-batuan dan bagian bawah celana panjang yang digulung hingga

setengahtungkai bawah.

Pembusukan mulai tampak 24 jam pasca kematian berupa warna kehijauan pada perut

kanan bawah disebabkan terbentuknya sulf-met-Hb. Secara bertahap warna kehijauan

iniakan menyebar ke seluruh tubuh dan bau busuk akan tercium.

Turut diperhatikan keadaan sekitar TKP yang mungkin mempengaruhi prosespembusukan

menjadi lebih cepat

Larva lalat akan dijumpai setelah pembentukan gas pembusukan nyata yaitu 36-48

jampasca mati.

Dengan mengidentifikasi spesies lalat dan panjang larvanya maka dapat diketahui usialarva

tersebut yang dapat dipergunakan untuk memperkirakan saat kematian korban.

Korban mati dalam keadaan tertelungkup maka harus dipastikan apakah kepalanya

terbenam di dalam air atau tidak walaupun pada saat dijumpai sungai dalam keadaan

kering.

Bawah celana yang digulung harus dicurigai bahwa sebelumnya sungai ini tidak kering dan

si korban berencana untuk menyeberangi sungai atau mungkin juga digulung oleh

pembunuh untuk mengelirukan penyidik.

2. Lehernya terikat dengan lengan baju miliknya sendiri dan ujung lengan baju yang lain terikat

kepohon perdu setinggi 60cm. Posisi tubuh saat ditemui relative mendatar.

Korban ditemui memakai kaos oblong saja, dan dengan kaos luar yang dipakai digunakan

untuk mengikat lehernya, maka terjadi penjeratan dalam kasus ini.

Dengan ketinggian pohon yang rendah dan posisi tubuh yang mendatar, dapat disangkal

bahwa korban mati karena bunuh diri, tetapi karena kasus pembunuhan.

13

Page 14: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Pemeriksaan dalam harus mendapatkan hasil kematian bukanlah disebabkan asfiksia

mekanik untuk menyangkal dugaan bunuh diri.

3. Ada satu luka terbuka ditemui di daerah ketiak kiri yang memperlihatkan pembuluh darah ketiak

yang putus dan beberapa luka terbuka di daerah tungkai bawah kanan dan kiri sesuai

kekerasanakibat benda tajam.

Luka terbuka di daerah ketiak kiri menunjukkan pembuluh darah yang putus,maka

kemungkinan pembuluh darah yang putus adalah pembuluh darah besar yang menyebabkan

korban meninggal karena perdarahan yang massif.

Luka terbuka di daerah tungkai bawah kiri dan kanan menunjukkan kemungkinan korban

cuba untuk melepaskan diri maka pembunuh menyayat tungkai kakinya ataupun

menggunakan kaki untuk menyerang pembunuhnya terdapatnya tangan dan leher terikat..

Pada pemeriksaan dilihat bagaimana dengan tepi luka,dinding luka,kedalaman dan sudut

luka. Dipastikan apakah luka pada tungkai adalah luka tangkis akibat perkelahian atau

tidak,dan apakah luka di daerah ketiak bersifat fatal

Identifikasi

Identifikasi forensik

Identifikasi forensik merupakan upaya yang dilakukan untuk menentukan identitas

seseorang dimana sangat penting dalam penyidikan karena adanya kekeliruan dapat berakibat

fatal dalam proses peradilan. Identifikasi forensik terutama pada kasus jenazah yang tidak

dikenal, yang telah membusuk, hangus terbakar, bencana alam serta potongan tubuh manusia

atau kerangka.4

Identitas seseorang dipastikan bila paling sedikit dua metode yang digunakan

memberikan hasil positif:

1. Pemeriksaan sidik jari

Membandingkan gambaran sidik jari jenazah dengan data sidik jari ante mortem.

Karena ketepatannya untuk menentukan identitas seseorang sangat tinggi maka harus

dilakukan penanganan terhadap jari jenazah sebaik-baiknya seperti membungkusnya

dengan kantung plastik.

14

Page 15: Pbl Blok 30 (Sken 1)

2. Metode visual

Memperlihatkan jenazah kepada orang-orang yang merasa kehilangan anggota

keluarga atau temannya. Metode ini hanya efektif apabila jenazah belum

membusuk sehingga wajah dan tubuhnya masih bisa dikenali orang. Metode ini

harus diperhatikan mengingat adanya faktor emosi yang membenarkan atau

sebaliknya menyangkal jenazah.

3. Pemeriksaan dokumen

Dokumen kartu identifikasi seperti KTP, SIM, Paspor yang mungkin dijumpai

pada pakaian yang dikenakan jenazah. Perlu diingat pada kecelakaan masal atau

bencana alam, dokumen yang terdapat dalam tas atau dompet terdekat jenazah

belum tentu milik jenazah.

4. Pemeriksaan pakaian dan perhiasan

Pakaian dan perhiasaan yang dikenakan jenazah mungkin dapat membantu

identifikasi bila diketahui merek, ukuran, motif, inisial nama pemilik, atau badge

walaupun sudah terjadi pembusukan. Apabila anggota ABRI, makan identifikasi

lebih mudah karena adanya nama serta NRP pada kalung logam dan pakaiannya.

5. Identifikasi medik

Menggunakan tinggi bada, berat badan, warna rambut, warna mata, adanya

kecacatan/kelainan khusus atau tattoo. Metode ini memiliki ketepatan cukup

tinggi karena dilakukan oleh seorang ahli dengan menggunakan berbagai cara

termasuk pemeriksaan sinar-X. Bahkan pada tengkorak/kerangka masih apat

dilakukan metode ini. Dengan metode ini dapat ditentukan jenis kelamin, ras,

perkiraan umur dna tinggi badan.

6. Pemeriksaan gigi

Meliputi pencatatan data gigi/odontogram dan rahang yang dapat dilakukan

dengan pemeriksaan manual, sinar-X dan pencetakan gigi serta rahang.

Odontogram memiliki data tentang jumlah, bentuk, susunan, tambalan, protesa

gigi dsb. Seperti sidik jari, setiap individu memiliki susunan gigi yang khas.

7. Pemeriksaan serologik

15

Page 16: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Bertujuan untuk menentukan golongan darah jenazah dengan memeriksa rambut,

kuku dan tulang. Namun sekarang sedang berkembangnya metode identifikasi

DNA yang memiliki ketepatan sangat tinggi.

8. Metode ekslusi

Metode ini digunakan pada kecelakaan masal yang melibatkan sejumalh orang

yang dapat diketahui identitasnya seperti penumpang pesawat udara, kapal laut,

dsb. Bila sebagian besar korban telah ditentukan identitasnya dengan

menggunakan metode identifikasi lain, maka sisa korban yang tidak dapat

ditentukan diidentifikasi menurut daftar penumpang yang tersedia.

Identifikasi potongan tubuh manusia (kasus mutilasi)

Bertujuan untuk menentukan apakah potongan berasal dari manusia atau binatang, dan

apabila manusia apakah potongan-potongan tersebut berasal dari satu tubuh. Penentuan lain

meliputi jenis kelamin, ras, umur, tinggi badan, keterangan lain seperti kecacatan, penyakit yang

pernah diderita, status sosial ekonomi, kebiasaan tertentu serta cara pemotongan tubuh yang

mengalami mutilasi.

Untuk memastikan potongan tubuh berasal dari manusia dapat digunakan pemeriksaan

seperti pengamatan jaringan secara makroskopik, mikroskopik, dan serologic berupa reasi

antigen-antibodi (reaksi presipitin). Penentuan jenis kelamin dilakukan dengan pemeriksaan

makroskopik dan diperkuat dengan mikroskopik yang bertujuan menemukan kromatin seks

wanita seperti drum stick pada lekosit dan Barr body pada sel epitel.3

Identifikasi kerangka

Bertujuan untuk membuktian bahwa kerangka tersebut adalah kerangka manusia, ras,

jenis kelamin, perkiraan umur, tinggi badan, cirri-ciri khusus, deformitas, kekerasan pada tulang

dan bila mungkin melakukan konstruksi wajah. Perkiraan saat kematian dilakukan dengan

memperhatikan keadaan kering tulang.

Bila terduga kerangka tersebut berasal dari seseorang tertentu maka dilakukan identifikasi

dengan membandingkan data ante mortem seperti foto terakhir wajah orang tersebut semasa

16

Page 17: Pbl Blok 30 (Sken 1)

hidup dan dilakukan metode sumperimposisi yaitu dengan menumpukan foto rontgen tulang

tengkorang diatas foto wajah yang dibuat berurukan sama dan diambul dari sudut pemotretan

yang sama. Dengan demikian dapat dicari adanya titik-titik persamaan.

Untuk memastikan bahwa kerangka adalah kerangka manusia, dapat dilakukan

pemeriksaan anatomic dan apabila hanya terdapat sepotong tulang saja, maka perlu dilakukan

pemeriksaan serologic dan histologik (menghitung jumlat dan diameter kanal-kanal Havers).

Untuk menentukan ras dapat dilakukan pemeriksaan antropologik pada tengkorak, gigi

geligi, tulang pangguk atau tulang lainnya seperti arkus zigomatikus dan gigi insisivus atas

pertama yang berbentuk seperti sekop memberi petunjuk kearah ras Mongoloid.

Jenis kelamin ditentukan dengan pemeriksaan tulang panggul, tengkorak, sternum, tulang

panjang serta scapula dan metacarpal. Pada panggul indeks isio-pubis (panjang pubis dikali 100

dibagi panjang isium) merupakan ukuran yang sering digunakan. Nilai laki-laki 83,6 dan wanita

99,5.4

Cara Kematian

Cara kemantian menjelaskan bagaimana penyebab kematian itu datang. Cara kematian

secara umum dapat dikategorikan sebagai wajar, pembunuhan, bunuh diri, kecelakaan, dan yang

tidak dapat dijelaskan (pada mekanisme kematian yang dapat memiliki banyak penyebab dan

penyebab yang memiliki banyak mekanisme, penyebab kematian dapat memiliki banyak cara).

Seseorang dapat meninggal karena perdarahan masif (mekanisme kematian) dikarenakan luka

tembak pada jantung (penyebab kematian), dengan cara kematian secara pembunuhan (seseorang

menembaknya), bunuh diri (menembak dirinya sendiri), kecelakaan (senjata jatuh), atau tidak

dapat dijelaskan (tidak dapat diketahui apa yang terjadi).5

Dalam kasus ini, cara kematian yang memungkinkan terjadi pada korban akibat

pembunuhan yang berencana. Korban dan pelaku saling berkelahi dan akhirnya korban melarikan

diri ke perbukitan dimana terdapat sungai, pelaku diduga membunuh korban di sungai dengan

adanya tanda-tanda kekerasa tajam pada ketiak kiri saat korban menangkis dengan tangannya yang

menyebabkan pendarahan kemudian korban terjatuh dan adanya luka sayat ketika korban ingi

melarikan diri maka pelaku menyayat pada tungkai kaki. Sampai akhirnya korban tidak dapat

17

Page 18: Pbl Blok 30 (Sken 1)

bergerak dan pendarahan massif pada ketiak kirinya. Setelah korban meninggal, korban diikatkan

pada dahan pohon dengan maksud pelaku untuk menghilangkan jejak..

Perkiraan Saat Kematian

Selain perubahan pada mayat tersebut di atas, beberapa perubahan lain dapat digunakan untuk

memperkirakan saat mati.

1. Perubahan pada mata.

Bila mata terbuka pada atmosfer yang kering, sklera di kiri-kanan kornea akan berwarna

kecoklatan dalam beberapa jam berbentuk segitiga dengan dasar di tepi kornea (taches noires

sclerotiques). Kekeruhan kornea terjadi lapis demi lapis. Kekeruhan yang terjadi pada lapis terluar

dapat dihilangkan dengan meneteskan air, tetapi kekeruhan yang telah mencapai lapisan lebih

dalam tidak dapat dihilangkan dengan tetesan air. Kekeruhan yang menetap ini terjadi sejak kira-

kira 6 jam pasca mati.2

Baik dalam keadaan mata tertutup maupun terbuka, kornea menjadi keruh kira-kira 10-12 jam

pasca mati dan dalam beberapa jam saja fundus tidak tampak jelas.

Setelah kematian tekanan bola mata menurun, memungkinkan distorsi pupil pada penekanan bola

mata. Tidak ada hubungan antara diameter pupil dengan lamanya mati.

Perubahan pada retina dapat menunjukkan saat kematian hingga 15 jam pasca mati. Hingga 30

menit pasca mati tampak kekeruhan makula dan mulai memucatnya diskus optikus. Kemudian

hingga 1 jam pasca mati, makula lebih pucat dan tepinya tidak tajam lagi.

Selama 2 jam pertama pasca mati, retina pucat dan daerah sekitar diskus menjadi kuning. Warna

kuning juga tampak di sekitar makula yang menjadi lebih gelap. Pada saat itu pola vaskular koroid

yang tampak sebagai bercak-bercak dengan latar belakang merah dengan pola segmentasi yang

jelas, tetapi pada kira-kira 3 jam pasca mati menjadi kabur dan setelah 5 jam menjadi homogen dan

lebih pucat.

Pada kira-kira 6 jam pasca mati, batas diskus kabur dan hanya pembuluh-pembuluh besar yang

mengalami segmentasi yang dapat dilihat dengan latar belakang kuning-kelabu.

18

Page 19: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Dalam waktu 7-10 jam pasca mati akan mencapai tepi retina dan batas diskus akan sangat kabur.

Pada 12 jam pasca mati diskus hanya dapat dikenali dengan adanya konvergensi beberapa segmen

pembuluh darah yang tersisa. Pada 15 jam pasca mati tidak ditemukan lagi gambaran pembuluh

darah retina dan diskus, hanya makula saja yang tampak berwarna coklat gelap.2

2. Perubahan dalam lambung.

Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat digunakan untuk

memberi petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati. Namun keadaan lambung dan

isinya mungkin membantu dalam membuat keputusan. Ditemukannya makanan tertentu (pisang,

kulit tomat, biji-bijian) dalam isi lambung dapat digunakan untuk menyimpulkan bahwa korban

sebelum meninggal telah makan makanan tersebut.

3. Perubahan rambut.

Dengan mengingat bahwa kecepatan tumbuh rambut 0,4mm/hari, panjang rambut kumis dan

jenggot dapat digunakan untuk memeprkirakan saat kematian. Cara ini hanya dapat digunakan bagi

pria yang mempunyai kebiasaan mencukur kumis atau jenggotnya dan diketahui saat terakhir ia

mencukur.

4. Pertumbuhan kuku.

Sejalan dengan hal rambut tersebut di atas, pertmbuhan kuku yang diperkirakan sekitar 0,1mm/

hari dapat digunakan untuk memperkirakan saat kematian bila diketahui saat terakhir yang

bersangkutan memotong kuku.

5. Perubahan dalam cairan serebrospinal.

Kadar nitrogen asam amino kurang dari 14 mg% menunjukkan kematian belum lewat 10 jam,

kadar nitrogen non-protein kurang dari 80 mg% menunjukkan kematian belum 24 jam, kadar

kreatin kurang dari 5 mg% dan 10 mg% masing-masing menunjukkan kematian belum mencapai

10 jam dan 30 jam.

6. Peningkatan kadar kalium.

19

Page 20: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Dalam cairan vitreus terjadi peningkatan kadar Kalium yang cukup akurat untuk memperkirakan

saat kematian antara 24 jam hingga 100 jam pasca mati.

7. Analisis darah

Kadar semua komponen darah berubah setelah kematian, sehingga analisis darah pasca mati tidak

memberikan gambaran konsentrasi zat-zat tersebut semasa hidupnya. Perubahan tersebut

diakibatkan oleh aktivitas enzim dan bakteri, serta gangguan permeabilitas dari sel yang telah mati.

Selain itu gangguan fungsi tubuh selama proses kematian dapat menimbulkan perubahan dalam

darah yang dapat digunakan untuk memperkirakan saat mati dengan lebih tepat.

8. Reaksi supravital

Reaksi jaringan tubuh sesaat pasca mati klinis yang masih sama dengan reaksi tubuh seseorang

yang hidup.

Beberapa uji dapat dilakukan terhadap mayat yang masih segar, misalnya rangsang listrik masih

dapat menimbulkan kontraksi otot mayat hingga 90-120 menit pasca mati dan mengakibatkan

sekresi kelenjar keringat sampai 60-90 menit pasca mati, sedangkan trauma masih dapat

menimbulkan perdarahan bawah kulit sampai 1 jam pasca mati.2

Pemeriksaan Luka

Pada pemeriksaan terhadap tanda kekerasan/ luka, perlu dilakukan pencatatan yang teliti

dan objektif terhadap:2

Letak luka

pertama-tama sebutkan regio anatomis luka yang ditemukan, dengan juga mencatat letaknya

yang tepat menggunakan koordinat terhada garis/ titik anatomis yang terdekat.

Jenis luka

tentukan jenis luka, apakah merupakan luka lecet, luka memar, atau luka terbuka

Bentuk luka

sebutkan bentuk luka yang ditemukan. Pada luka yang terbuka sebutkan pula bentuk luka setelah

luka dirapatkan.

Arah luka

dicatat arah dari luka, apakah melintang, membujur, atau miring.

20

Page 21: Pbl Blok 30 (Sken 1)

Tepi luka

perhatikan tepi luka apakah rata, teratur atau berbentuk tidak beraturan.

Sudut luka

pada luka terbuka, perhatikan apakah sudut luka merupakan sudut runcing, membulat, atau

bentuk lain.

Dasar luka

Perhatikan dasar luka, jaringan bawah kulit atau otot, atau bahkan merupakan rongga badan.

Sekitar luka

perhatikan adanya pengotoran, terdapatnya luka/ tanda kekerasan lain di sekitar luka.

Ukuran luka

luka diukur dengan teliti. Pada luka terbuka, ukuran luka diukur juga setelah luka yang

bersangkutan dirapatkan.

Saluran luka

Penentuan saluran luka dilakukan in situ. Tentukan perjalanan luka serta panjang luka.

Penentuan ini baru dapat ditentukan pada saat dilakukan pembedahan mayat.

Pada kasus tersebut didapatkan adanya satu luka terbuka didaerah ketika kiri yang

memperlihatkan pembuluh darah ketiak yang putus diakibatkan oleh kekerasan benda tajam

dengan ciri-ciri: tepi atau dinding luka rata, tidak ada jembatan jaringan, tidak ada luka lecet atau

memar, berbentuk garis lurus.4

Pada luka ini diakibatkan oleh luku tusuk, sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda

penyebabnya apakah berupa pisau bermata satu jika sudut luka lancip dan yang lain tumpul,

sedangkan pisau bermata dua jika kedua sudut lancip. Tetapi benda tajam bermata satu dapat

menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya bagian ujung benda saja

yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh ujung dan sisi tajamnya.

Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam penyebabny,

demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda tajam karena

adanya faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban. 4

Selain itu didapatkan beberapa luka terbuka pada daerah tungkai bawah kanan dan kiri

yang memiliki ciri-ciri sesuai dengan kekerasan benda tajam. Luka ini dapat diakibatkan oleh

21

Page 22: Pbl Blok 30 (Sken 1)

adanya luka sayat atau luka iris mempunyai kedua sudut lancip dan dalam luka tidak melebihi

panjang luka. Sudut luka yang lancip dapat terjadi dua kali pada tempat yang berdekatan akibat

pergeseran senjata sewaktu ditarik atau bergeraknya korban.

Pada korban juga didapatkan ada penjeratan dengan leher terikat lengan baju dan ujung

lengan lain terikat pada dahan pohon. Penjeratan dapat berupa penekanan benda berupa tali,

rantai, ikat pinggang, kain, dan sebagainya. Pada penjeratan biasanya merupakan kasus

pembunuhan. Pada penjeratan terdapat jerat yang melingkari leher, simpul mati dan terdapat

jejas jerat pada leher yang mendatar, emlingkari leher dan biasanya setinggi atau lebih rendah

dari rawan gondok. Bila jerat lebar, lunak maka jejas mungkin tidak ditemukan pada otot-otot

leher sebelah dalam dapat atau tidak ditemukan sedikit resapan darah. Tali yang tipis seperti kaus

kaki akan meninggalkan jejas dengan lebar tidak lebih dari 2-3 mm. Sedangkan bila jejas kasar,

seperti tali, maka tali bila tali bergesekan pada saat korban melawan akan menyebabkan luka

lecet di sekitar jejas jerat yang tampak berwarna cokelat dan banyak terdapat resapan darah pada

otot leher sebelah dalam.4

Pemeriksaan Medis

Pemeriksaan medis yang dilakukan dibagi menjadi pemeriksaan luar dan pemeriksaan

dalam dimana pemeriksaan ini haruslah menyeluruh dari kepala hingga ke kaki. Pemeriksaan

juga dapat dibagi menjadi pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang lainnya seperti

pemeriksaan laboratorium. Hasil temuan yang dapat diperoleh berupa luka akibat kekerasan,

percobaan pembunuhan , dan dapat juga penyakit yang diderita orang tersebut. 2

Pada kasus didapatkan korban mendapatkan luka akibat kekerasan tajam dan kecurigaan

asfiksia akibat adanya penjeratan pada leher korban dengan menggunakan baju korban.

Keduanya berujung pada kematian akibat hipoxia pada jaringan (circulatory hipoxia dan hipoxic

hipoxia). Selain itu perlu juga dibedakan apakah penjeratan yang dilakukan pelaku dilakukan

sebelum korban meninggal ataukah setelah korban meninggal.

Dengan pemeriksaan klinis yang teliti, maka hal – hal tersebut dapat diidentifikasi. Pada

kasus dianggap penyulit lainnya negatif, yang artinya pembahasan pemeriksaan terbatas pada hal

– hal yang berkaitan dengan percobaan pembunuhan pada kasus, yaitu berupa asfiksia dan

perlukaan akibat kekerasan benda tajam.

Pada perlukaan akibat benda tajam, dapat ditemukan beberapa luka bila kasus adalah

percobaan pembunuhan. Hal ini terjadi akibat korban yang berusaha melawan. Perlukaan dapat

22

Page 23: Pbl Blok 30 (Sken 1)

berupa luka lecet, luka tusuk, luka bacok, dan lainnya. Dalam kasus ini pembunuhan akibat luka

tusuk dan luka sayat.

Selain itu, terdapat juga asfiksia yang dapat terjadi sebelum atau sesudah kematian

korban. Namun, dalam kasus pembunuhan ini dilakukan penjeratan setelah kematian maka

kemungkinan asfisksia tida ada. Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan luar dan dalam

untuk asfiksia, seperti berikut:4

Pemeriksaan luar pada asfiksia. Pada pemeriksaan luar jenazah dapat ditemukan

sianosis pada bibir, ujung – ujung jari dan kuku. Perbendungan sistemik maupun pulmoner dan

dilatasi jantung kanan merupakan tanda klasik pada kematian akibat asfiksia.

Warna lebam mayat merah kebiruan gelap dan terbentuk lebih ecapat. Distribusi lebam

lebih luas akibat CO2 yang tinggi dan aktivitas fibrinolisin dalam darah sehingga darah sukar

membeku dan mudah mengalir. Tingginya fibrinolisin ini sangat berhubungan dengan cepatnya

proses kematian.

Terdapat busa halus pada hidung dan mulut yang timbul akibat peningkatan aktivitas

pernapasan pada fase 1 yang disertai sekresi selaput lendir saluran napas bagian atas. Keluar

masuknya udara yang cepat dalam saluran sempit akan menimbulkan busa yang kadang –

kadang bercampur darah akibat pecahnya kapiler.

Gambaran perbendungan pada mata berupa pelebaran pembuluh darah konjungtiva bulbi

dan palpebra yang terjadi pada fase 2, Akibatnya tekanan hidrostatik dalam pembuluh darah

meningkat terutama dalam vena, venula, dan kapiler. Selain itu, hipoksia dapat merusak endotel

kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari selapis sel akan pecah dan timbul bintik –

bintik perdarahan yang dinamakan sebagai Tardieu’s spot.

Kapiler yang lebih mudah pecah adakah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada

konjungtiva bulbi, palpebra dan subserosa lain. Kadang – kadang dijumpai pula di kulit wajah.

Penulis lain mengatakan bahwa Tardieu’s spot ini tumbul karena permeabilitas kapiler yang

meningkat akibat hipoksia.4

Pemeriksaan bedah jenazah pada asfiksia. Kelainan yang umum ditemukan pada

pembedahan jenasah korban mati akibat asfiksi adalah:

1. Darah berwarna lebih gelap dan lebih encer, karena fibrinolisin darah yang meningkat

pasca mati.

2. Busa halus di dalam saluran pernafasan.

23

Page 24: Pbl Blok 30 (Sken 1)

3. Perbendungan sirkulasi pada seluruh organ dalam tubuh sehingga menjadi lebih berat,

berwarna lebih berat, berwarna lebih gelap, dan pada pengirisan banyak mengeluarkan

darah.

4. Petekie dapat ditemukan pada mukosa usus halus, epikardium pada bagian belakang

jantung daerah aurikular ventrikular, subpleura viseralis paru terutama di lobus bawah

pars diafragmatika dan fisura interlobaris, kulit kepala sebelah dalamterutama daerah otot

temporal, mukosa epiglotis dan daerah subglotis.

5. Edema paru sering terjadi pada kematian yang berhubungan dengan hipoksia.

6. Kelainan – kelainan yang berhubungan dengan kekerasan, seperti fraktur laring langsung

atau tidak langsung, perdarahan faring terutama bagian belakang rawan krikoid (pleksus

vena submukosa dengan dinding tipis).

Selain itu, mungkin juga terdapat perlukaan lain, seperti luka akibat kekerasan benda

tumpul yang akan terlihat bila perlukaan terjadi sebelum pasien meninggal. Apabila pasien sudah

meninggal kemudian baru terbentur dengan benda tumpul (batu misalnya), maka luka memar

tidak akan muncul lagi, atau pada pemeriksaan histopatologik tidak akan ditemukan adanya

tanda peradangan pada luka tersebut, karena respon tubuh pasien sudah mati.

Lakukan juga pemeriksaan terhadap seluruh organ pasien yang dibantu dengan

pencocokan data antemortem untuk mengetahui penyakit pasien sebagai penyulit penentuan

penyebab kematian dan juga diperiksa seluruh bagian tubuh lain terhadap kecurigaan penyebab

kematian lainnya, misalnya pemeriksaan pada hepar ditemukan steatosis alkoholism yang

menandakan korban merupakan pecandu alkohol, atau ditemukan perdarahan pada organ – organ

dalam yang mengindikasikan keracunan antikoagulan seperti warfarin.4

Kesimpulan

Berdasarkan skenario tersebut diketahu bahwa gambaran umum luka yang diakibatkan

karena kekerasan benda tajam berupa luka tusuk pada ketiak kiri yang berakibat pada pendarahan

massif dan adanya beberapa luka sayat atau iris pada tungkai bawah kanan dan kiri yang memiliki

cirri-ciri dalah tepi dan dinding luka yang rata, berbentuk garis, tidak terdapat jembatan jaringan

dan dasar luka berbentuk garis atau titik. Selain itu didapatkan juga adanya penjeratan pada leher

24

Page 25: Pbl Blok 30 (Sken 1)

yang terikat lengan baju dan ujung lengan lainnya terikat pada dahan pohon. Mayat terebut telah

mengalami pembusukkan, berarti diketahui bahwa mayat sudah lebih dari 24 jam.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa kemungkinan korban ini melarikan diri ke sungai

saat terjadi pertengkaran dengan pembunuh dan saat di tepi sungai korban dibunuh oleh pelaku

dengan kekerasan tajam setelah itu meninggal dilakukan penjeratan oleh pembunuh untuk

menghilangkan jejaknya.

Daftar Pustaka

1. Bagian Kedokteran Fornesik. Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 1994: 11-4, 37-9.

2. Bagian Kedokteran Fornesik. Teknik autopsi forensik. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2000: 14-9, 74.

3. Oktavinda S. Mudah membuat visum et repertum kasus luka. Jakarta: Departemen Ilmu

Kedokteran Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2013:

6.

4. Bagian Kedokteran Fornesik. Ilmu kedokteran fornesik. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 1997: 3-16, 25-36, 42, 55-61,197,200.

5. Dix J and Calaluce R. Guide to forensic pathology. New York: CRC Press; 2000. p. 30-1.

25