Pbl 2 Trauma Pelvis

35
LAPORAN PBL Skenario 2 “TRAUMA PELVIS” Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi 1

description

TRAUMA PELVIS

Transcript of Pbl 2 Trauma Pelvis

LAPORAN PBL

Skenario 2

“TRAUMA PELVIS”

Fakultas Kedokteran Universitas Yarsi

1. Memahami dan Menjelaskan Trauma Pelvis (Buli-Buli)

1.1 DefinisiTrauma buli-buli sering disebabkan rudapaksa dari luar dan sering di dapatkan

bersama fraktur pelvis. Fraktur tulang panggul dapat menimbulkan kontusio/ruptur kandung

1

kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin.

1.2 Etiologi : 90% trauma tumpul buli-buli akibat fraktur pelvis. Robeknya buli-buli

karena fraktur pelvis bisa pula terjadi akibat fragmen tulang pelvis yang merobek dindingnya.

Tindakan endourologi dapat menyebabkan trauma buli-buli iatrogenic antara lain pada reseksi buli-buli transurethral.

Pa r tu s yang l ama / t i ndakan ope ra s i d idae rah pe lv i s dapa t menyebabkan t r auma iatrogenic pada buli-buli.

Dapat pula terjadi secara spontan, biasanya terjadi jika sebelumnya terdapat kelainan pada dinding buli-buli seperti tuberculosis, tumor buli-buli, dll.

2

1.3 Klasifikasi : Kontusio  buli-buli,  hanya  terdapat  memar  pada  dindingnya,  mungkin  didapatkan

hematoma vesikel, tetapi tidak didapatkan ekstravasasi urin ke luar buli-buli. Cedera buli-buli ekstraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli kosong.

Dapat diakibatkan oleh fraktur pelvis. Cedera buli-buli intraperitoneal, terjadi akibat trauma pada saat buli-buli

sedang terisi penuh.

1.4 Patofisiologi :Trauma  kandung  kemih  terbanyak  karena  kecelakaan.  Fraktur  tulang  panggul

dapat menimbulkan kontusio atau ruptur kandung kemih. Pada kontusio buli-buli hanya terjadi memar pada dinding buli-buli dengan hematuria tanpa ekstravasasi urin. Ruptur kandung kemih dapat bersifat ekstraperitonneal ataupun intraperitoneal.  Ruptur kandung kemih ekstraperitoneal biasanya akibat tertusuk fragmen fraktur tulang pelvis pada dinding dengan kandung kemih yang penuh. Pada kejadian ini terjadi

3

ekstravasasi urin di rongga perivesikel. Trauma tumpul dapat menyebabkan ruptur buli-buli terutama jika buli-buli sedang terisi penuh atau terdapat kelainan patologik seperti TBC, sehingga trauma yang kecil bisa menyebabkan ruptur.

1.5 Manifestasi klinis : Umumnya fraktur tulang pelvis disertai perdarahan hebat sehingga dapat

menyebabkan syok. T a m p a k j e j a s / h e m a t o m a p a d a a b d o m e n b a g i a n b a w a h . N y e r i

t e k a n d i d a e r a h suprapubik ditempat hematoma.

4

Pada kon tus io bu l i -bu l i : nye r i t e ru t ama b i l a d i t ekan d idae rah sup rapub ik dan dapa t ditemukan hematurtia. Tidak terdapat rangsang peritoneum.

Pada rup tu re bu l i -bu l i i n t r ape r i t onea l : u r i n masuk ke rongga pe r i t oneum seh ingga memberi tanda cairan intraabdomen dan rangsang peritoneum. Tidak terdapat benjolan dengan perkusi pekak.

Pada ruptur buli-buli ekstraperitoneal: infiltrat urin di rongga peritoneal yang sering menyebabkan septisemia. Penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil, kadang keluar da r ah da r i u r e t r a . T imbu l ben jo l an yang nye r i dan pekak pada pe rkus i pada dae rah suprapubik.

1.6 Diagnosis :

1. Diagnosis ditentukan berdasarkan tanda dan gejala klinik serta hematuria. Pada fotopelvis atau foto polos abdomen terlihat fraktur tulang pelvis.

2. Pemeriksaan sistogram, dapat memberikan keterangan ada tidaknya ruptur kandung kemih dan lokasi ruptur apakah intra/ekstraperitoneal. Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan medium kontras ke kandung kemih sebanyak 300-400 ml kemudian dibuat foto antero-posterior. Kandung kemih lalu dikosongkan dan dibilas dan dibuat foto sekali lagi. Bila tidak dijumpai ekstravasasi, diagnosisnya adalah kontusio buli-buli. Pada ruptur ekstraperitoneal, gambaran ekstravasasi terlihat seperti nyala api pada daerah pe r i ve s ike l , s edangkan pada rup tu r i n t r ape r i t onea l t e r l i ha t kon t r a s masuk ke da l am rongga abdomen.

3. Pada ruptur kecil sistokopi dapat membantu diagnosis.4. Tes bu l i -bu l i : d i l akukan dengan ca r a bu l i -bu l i d ikosongkan t e r l eb ih

dahu lu dengan kateter, lalu dimasukkan 300 ml larutan garam faal, kateter kemudian diklem sebentar lalu dibuka kembali. Bila selisihnya cukup besar kemungkinan terjadi ruptur buli-buli.

1.7 Komplikasi :

a. Abses Pelvis, bila urin terinfeksib. Inkontinensia partial, bila laserasi sampai ke leher buli-bulic. Peritonitis

1.8 Penatalaksanaan :a. Bila penderita datang dalam keadaan syok, harus diatasi dulu dengan memberikan

cairan intravena atau darah. Bila sirkulasi telah stabil, lakukan reparasi buli-buli.b. Pada kon tus io bu l i -bu l i , cukup d i l akukan pemasangan ka t e t e r

dengan t u juan un tuk  memberikan istirahat pada buli-buli. Diharapkan buli-buli sembuh setelah 7-10 hari.

c. Pada cedera intraperitoneal harus dilakukan eksplorasi laparotomi untuk mencari robekan pada buli-buli serta kemungkinan cedera organ lain. Rongga intraperitoneum dicuci, r obekan pada bu l i -bu l i d i j ah i t 2 l ap i s , kemud ian d ipa sang ka t e t e r s i s t o s tomi yang dilewatkan di luar sayatan laparotomi.

d. Pada cede ra eks t r ape r i t onea l , r obekan yang s ede rhana d i an ju rkan un tuk memasang kateter 7-10 hari  tetapi dianjurkan juga untuk melakukan penjahitan disertai pemasangan kateter sistostomi.

5

e. Untuk memastikan buli-buli telah sembuh, sebelum melepas kateter uretra/kateter sistostomi, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan sistografi untuk melihat kemungkinan masih adanya ekstravasasi urin. Sistografi dibuat pada hari ke 10-14 pasca trauma. Jika masih ada ekstravasasi kateter sistostomi dipertahankan sampai 3 minggu.

2. Memahami dan Menjelaskan Trauma Uretra

2.1 DefinisiTrauma uretra biasanya terjadi padapria jarang pada wanita. Sering ada hubungan dengan fraktur pelvis dan “straddle injury”. Cedera menyebabkan memar dinding dengan atau tanpa robekan baik parsial/total.

2.2 Etiologi :• Trauma uretra terjadi akibat cedera yang berasal dari luar.• Cedera iatrogenic akibat instrumentasi pada uretra.• Trauma tumpul yang menimbulkan fraktur tulang pelvis yang menyebabkan ruptur uretra

6

pars membranasea. • Trauma tumpul pada selangkangan/straddle injury dapat menyebabkan ruptur uretra pars bulbosa• Pemasangan kateter yang kurang hati-hati dapat menimbulkan robekan uretra karena false route/salah jalan.

2.3 Klasifikasi :1. Trauma uretra anterior, yang terletak distal diafragma urogenital.2. Trauma uretra posterior, yang terletak proksimal diafragma urogenital.

Derajat cedera urtera dibagi dalam 3 jenis :• Uretra posterior masih utuh dan hanya mengalami stretching (peregangan). Pada foto uretrogram  tidak  menunjukkan  adanya  ekstravasasi,  dan uretra  hanya tampak memanjang.• Uretra posterior terputus pada perbatasan prostate-membranasea, sedangkan diafragma urogenital masih utuh. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras yang masih terbatas di atas diafragma urogenitalis.• Uretra posterior, diafragma genitalis, uretra pars bulbosa sebelah proksimal ikut rusak. Foto uretrogram menunjukkan ekstravasasi kontras meluas hingga dibawah diafragma urogenital sampai ke perineum.

2.4 Patofisiologi :• Cede ra dapa t menyebabkan memar d ind ing dengan a t au t anpa robekan mukosa ba ik  parsial/total. Ruptur uretra hampir selalu disertai fraktur tulang pelvis. Akibat fraktur tulang pelvis terjadi robekan pars membranasea karena prostat dengan uretra prostatika t e r t a r i k   ke k r an i a l be r s ama f r agmen f r ak tu r , s edangkan u r e t r a membranosa t e r i ka t di difragma urigenital. Ruptur uretra posterior dapat terjadi total/inkomplit. Pada ruptur total, uretra terpisah seluruhnya dan ligamentum pubo-prostatikum robek sehingga buli-buli dan prostat terlepas ke kranial.

• Uretra  anterior  terbungkus  di dalam  korpus  spongiosum penis.  Korpus  spongiosum bersama dengan corpora kavernosa penis dibungkus oleh fascia buck dan fasia colles. Jika terjadi ruptur uretra beserta korpus spongiosum, darah dan urine keluar dari uretra tetapi masih terbatas pada fascia buck dan secara klinis terlihat hematoma yang terbatas pada penis. Namun, jika fascia buck ikut robek, ekstravasasi urin dan darah hanya dibatasi oleh fascia colles sehingga darah dapat menjalar hingga skrotum atau ke dinding abdomen. Robekan  ini  memberikan  gambaran  seperti  kupu-kupu sehingga disebut  butterfly hematoma.

2.5 Manifestasi klinis : Pada ruptur uretra posterior, terdapat tanda patah tulang pelvis. Pada

daerah suprapubik dan abdomen bag i an bawah d i j umpa i j e j a s , hema tom dan nye r i t ekan . B i l a d i s e r t a i ruptur kandung kemih bisa ditemukan tanda rangsangan peritoneum.

P a d a r u p t u r u r e t r a a n t e r i o r t e r d a p a t d a e r a h m e m a r a t a u h e m a t o m p a d a p e n i s d a n skrotum. Beberapa tetes darah segar di meatus uretra merupakan tanda klasik cedera uretra. Bila terjadi ruptur uretra total penderita mengeluh tidak bisa buang air kecil sejak t e r j ad i t r auma dan nye r i pe ru t bag i an bawah dan dae rah sup rapub ik . Pada pe rabaan ditemukan kandung kemih yang penuh.

7

2.6 Diagnosis : Rup tu r u r e t r a pos t e r i o r ha rus d i cu r iga i b i l a t e rdapa t da r ah s ed ik i t

d i mea tu s u r e t r a disertai patah tulang pelvis. P a d a p e m e r i k s a a n c o l o k d u b u r d i t e m u k a n p r o s t a t s e p e r t i

m e n g a p u n g k a r e n a t i d a k   terfiksasi lagi pada diafragma urogenital. Kadang sama sekali tidak teraba lagi karena pindah ke kranial.

Pemer ik saan r ad io log ik dengan menggunakan u r e t rog ram r e t rog rade dapa t member i   keterangan letak dan tipe ruptur uretra.

2.7 KomplikasiRuptur uretra anterior

← - Striktur uretra, impotensi, inkontinensia← - Komplikasi akan tinggi bila dilakukan repair segera, dan akan menurun bila kita

hanya melakukan sistostomi suprapubik dan repair dilakukan belakangan.

Ruptur uretra posterior← - Perdarahan← - Infeksi/sepsis← - Striktur uretra←

2.8 Penatalaksanaan :1. Jika dapat kencing dengan mudah, lakukan observasi saja.2. J i ka su l i t kenc ing / t e r l i ha t ek s t r ava sa s i pada u r e t rog ram usahakan

memasukkan kateter  foley  sampai  buli-buli.  Jika  gagal  lakukan  pembedahan sistostomi  untuk manajemen aliran urin.

3. Bila ruptur uretra posterior tidak disertai cedera organ intrabdomen, cukup dilakukan sistostomi. Reparasi uretra dilakukan 2-3 hari kemudian dengan melakukan anastomosis ujung ke ujung dan pemasangan kateter silikon selama 3 minggu. Bila disertai cedera o rgan l a i n s eh ingga t i dak mungk in d i l akukan r epa ra s i 2 -3 ha r i kemud ian , s eba iknya dipasang kateter.

4. Pada  ruptur  uretra  anterior  total,  langsung  dilakukan  pemulihan  uretra  dengan anastomosis ujung ke ujung melalui sayatan perineal. Dipasang kateter silikon selama 3 minggu. Bila ruptur parsial dilakukan sistostomi dan pemasangan kateter foley di uretra selama 7-10 hari, sampai terjadi epitelisasi uretra yang cedera. Kateter sistostomi baru dicabut bila saat kateter sistostomi di klem ternyata penderita bisa buang air kecil.

8

3. Memahami dan menjelaskan tentang kesadaran

3.1 DefinisiKesadaran dapat didefinisikan sebagai keadaan yang mencerminkan

pengintegrasian impuls aferen dan eferen. Semuan impuls aferen dapat disebut input dan semua impuls eferen dapat dinamakan output susunan saraf pusat. Kesadaran yang sehat dan adekuat dikenal sebagai kompos mentis, dimana aksi dan reaksi terhadap sesuatu bersifat adekuat yaitu tepat dan sesuai. Kesadaran yang terganggu adalah dimana tidak terdapat aksi dan reaksi, walaupun dirangsang secara kasar. Keadaan ini disebut koma.

Struktur di serebral yang berfungsi mengatur kesadaranInput susunan saraf pusat dapat dibedakan dalam input yang bersifat spesifik dan

bersifat non-spesifik. Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat yang menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptik dan perasa pancaindra dari

9

perifer ke daerah korteks perseptif primer  disebut lintasan asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal.

Ada pula lintasan asendens non pesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui koleteral ke pusat kesadaran pada batang otak bagian atas serta meneruskannya ke nukleus intralaminaris talamiyang selanjutnya disebarkan difus ke seluruh permukaan otak. pada manusia pusat kesadaran terdapat didaerah pons, formasio retikularis daerah mesensefalon dan diensefalon. Lintasan non pesifik ini oleh Merruzi dan Magoum disebut diffuse ascending reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan non pesifik ini, suatu impuls dari perifer akan menimbulkan rangsangan pada seluruh permukaan korteks serebri.

Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah penghantaran asendens yang pada dasarnya berbeda. Lintasan spesifik menghantarkan impuls dari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens nonpesifik menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh korteks serebri.

Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh impuls asendens nonspesifik itu dinamakan neuron pengemban kewaspadaan, sedangkan yang berasal dari formasio retikularis dan nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan. Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan menimbulkan gangguan kesadaran.

Lintasan impuls non-spesifik

10

3.2 Mekanisme gangguang kesadaran

Etiologi Gangguan Kesadaran :

Di klinik dipergunakan istilah SEMENITE yaitu:

1. Sirkulasi (stroke dan penyakit jantung)2. Ensefalitis (infeksi sistemik dan sepsis)3. Metabolik (hiperglikemia, hipoglikemia, hipoksia, uremia, dna koma hepatikum)4. Elektrolit (diare dan muntah)5. Neoplasma (tumor otak baik primer maupun metastasis)6. Intoksikasi (obat atau bahan kimia)7. Trauma (a. trauma kapitis: komosio, kontusio, perdarahan epidural, perdarahan subdural, b.

trauma abdomen, c. trauma dada)8. Epilepsi (pasca serangan grand mal atau pada status epileptikus)

MEKANISME GANGGUAN KESADARAN

Koma disebabkan oleh gangguan pada korteks secara menyeluruh misalnya pada gangguan metabolik, dan dapat pula disebabkan oleh gangguan langsung atau tidak langsung terhadap formasio retikularis di talamus, mesensefalon, atau pons.

Koma kortikal - bihesmiferik

Pada individu sehat konsumsi oksigen otak: 3,5ml/100gr otak/menit, sedangkan aliran darah otak (ADO): 50ml./100gr otak/menit. Apabila terjadi penurunan ADO, maka akan terjadi penurunan konsumsi oksigen yang bisa mengganggu keutuhan kesadaran seseorang. Selain itu, glukosa juga sangat memiliki peranan penting dalam memelihara keutuhan kesadaran. Hal ini dikarenakan, glukosa merupakan satu – satunya substrat yang digunakan otak dalam menghasilkan ATP.

Berikut ada beberapa hal yang dapat mengakibatkan gangguan kesadaran:

1. HipoventilasiBerhubungan dengan: hipoksemia, hiperkapnia, gagal jantung kongestif, infeksi sistemik dan kemampuan respiratorik yang tidak efektif. Hipoksia merupakan faktor potensial untuk terjadinya ensefalopati, terutama pada pasien dengan hiperkapnia akut.

2. Anoksia iskemikSuatu keadaan dimana darah masih cukup, akan tetapi ADO tidak cukup memberi darah ke otak. Penyebabnya adalah penyakit yang mengakibatkan penurunan curah jantung, misalnya: infark jantung, aritmia, renjatan, dan refleks vasovagal, atau penyakit yag meningkatkan resistensi vaskular serebral misalnya oklusi arterial (stroke) atau spasmel. Iskemia (kegagalan vaskular) lebih berbahaya daripa hipoksian karena asam laktat (produk toksik metabolisme otak) tidak dapat dikeluarkan.

3. Anoksia anoksik

11

Keadaan dimana tidak cukupnya oksigen masuk kedalam darah yang disebabkan oleh tekanan oksigen lingkungan yang rendah (pada ketinggian atau adanya gas nitrogen) atau oleh ketidakmampuan oksigen untuk mencapai dan menembus membran kapiler alveoli (penyakit paru dan hipoventilasi)

4. Anoksia anemikDisebabkan oleh jumlah hemoglobin yang mengikat dan membawa oksigen dalam darah menurun, sementara oksigen yang masuk kedalam darah cukup. Penyebabnya: anemia dan keracunan karbon monoksida.

5. Hipoksia atau iskemia difusDiakibatkan oleh: kadar oksigen dalam darah menurun cepat sekali atau akibat ADO yang menurun mendadak. Penyebab utamnya: obstruksi jalan napas (tercekik, tenggelah, mati lemas), obstruksi arteri serebral secara masif (digantung), dan penurunan curah jantung secara mendadak (asistole, aritmia berat, sinkop vasodepressor, emboli pulmonal, perdarahan sistemik masif). Trombosis atau emboli, purpura trombositopeni teombotika, koagulasi intravaskulari diseminata, endokarditis bakterial akut, malaria falsifarum, emboli lemak dapat menimbulkan iskemia multifokal yang luas dan memberikan gambaran iskemia serebral difus akut.

6. Gangguan metabolisme karbohidratMeliputi hiperglikemia, hipoglikemia, dan asidosis laktat. Penyebab potensial timbulnya koma pada DM cukup bervariasi, antara lain: hiperosmolaritas, ketoasidosis, asidosis laktat, iatrogenik, hiponatremia, koagulasi intravaskularis diseminata, hipofosfatemia, uremia, infark otak dan hipotensi. Selain itu, pada infark otak, cedera kepala, dan meningitis kadar glukosa darah dapat meningkat. Hipoglikemia dapat disebabkan oleh DM (tidak diobati, atau sesudah diobati dengan sulfonil urea, fenformin, insulin), alkohol, obat – obatan (inhibitor monoamin oksidase), puasa, tumor pankreas, dan penyakit endokrin lainnya misalnya hipotiroidisme dan hipopituitarisme. Hipoglikemia mengangguan sintesis asetilkolin didalam otak sehingga terjadi blokade jalur kolinergik. Kegagalan transmisi kolinergik mengakibatkan penurunan fungsi beberapa asam amino yaitu glutamat, glutamin, GABA, alanin. Sedangkan aspartat meningkat empat kali dan amonia meningkat empat belas kali yang mengakibatkan penurunan kesadaran hingga koma. Hipoglikemia akan mengganggua korteks otak secara difus, atau mengganggu fungsi batang otak, atau keduanya. Terdapat kerusakan neuron secara dini dan paling berat dikorteks otak, sementara neuron dibatanga otak dan ganglia basalis lebih ringan kerusakannya.

7. Gangguan keseimbangan asam basa Meliputi asidosis respiratorik, dan metabolik serta alkalosis respiratorik dan metabolik. Hanya asidosis respiratorik yang bertindak sebagai penyebab langsung timbulnya stupor dan koma. Asidosis metabolik lebih sering menimbulkan delirium dan obtundasi.

8. UremiaPatofisiologinya belum jelas karena urea bukan bahan toksik buat otak.

9. Koma hepatikMeningkatnya kadar amonia dalam darah diotak merupakan faktor utama terjadinya koma hepatikum. Amonia dalam kadar tinggi dapat bersifat toksik langsung terhadap otak dan

12

selain itu amonia juga menganggu pompa natrium dan menganti kalium intraseluler serta amonia juga mengganggu metabolisme energi sel otak sehingga mirip dengan keadaan hipoksia.

10. Defisensi vitamin BSering kali mengakibatkan delirium, demensia, dan stupor. Defisiensi tiamin menimbulkan penyakit Wernicke yaitu suatu kompleks gejala yag disebabkan oleh kerusakan neuron dan vaskular disubstansia grisea, sekitar ventrikulus, dan aquaduktus.

Koma diensefalik

1. Lesi infratentorialPada umunya berbentuk proses desak ruang (PDR) atau space occupying process (SOP), misalnya gangguan peredaran darah otak (GPDO / stroke) dalam bentuk perdarahan, neoplasma, abses, edema otak, dan hidrosefalus obstrukstif. PDR mengakibatkan peningkatan TIK dan terjadi penekanan formatio retikularis dimesensefalon dan diensefalon (herniasi otak).

2. Herniasi sentralDisebabkan peningkatan TIK secara menyeluruh. Terjadi herniasi otak melalui tentorium serebelli secara simetris. Penyebab tersering: perdarahna talamus, edema otak akut, dan hidrosefalus obstruktif akut.

3. Herniasi unkusMerupakan herniasi lobus temporalis bagian mesensial terutama unkus. Herniasi disebabkan oleh kompresi rostrokaudal progresif melalui emapat tahap yaitu:

a. Penekanan terhadap diensefalon dan nukleus hipotalamusb. Penekanan mesensefalon sehinga mengakibatkan N.III ispilateral akan terjepit

diantara arteri serebri posterior dan arteri serebelli superior sehingga terjadi oftalmoplegi ipsilateral.

c. Pons akan tertekan dilanjutkan dengan penekanan terhadap medula oblongatad. Tahap agonia

Faktor penyebab: GPDO, neoplasma, abses dan edema otak.

4. Herniasi cinguliTerjadi dibawah fakls serebri yang disebabkan oleh penekanan dari satu sisi hemisfer otak. Akibatnya, sistem arteri dan vena serebri tertekan sehingga mengganggu lobus frontalis bagian puncak dan medial. Keadaan ini akan menimbulkan inkontinensia urin dan alvi serta gejala gegenhalten dan negativisme motorik atau paratonia (setiap ransangan akan timbul gerakan melawan secar reflektorik).

5. Lesi infratentorialMeliputi dua macam proses patologik dalam ruang infratentorial (fossa kranii posterior) yaitu pertama, proses diluar batang otak atau serebellum yang mendesak sistem retikularis, dan yang kedua merupakan proses didalam batang otak yang secara langsung mendesak dan merusak sistem retikularis batang otak. Proses yang timbul berupa:

13

a. Penekanan langsung terhadap tegmentum mesensefalon (formatio retikularis).b. Herniasi serebellum dan batang otak ke rostral melewati tentorium serebelli yang

kemudian menekan formatio retikularis di mesensefalon.c. Herniasi tonsilo-serebellum kebawah melalui foramen magnum dan sekaligus

menekan medulla oblongata.Penyebab: GPDO di batang otak atau serebellum, neoplasma, abses, atau edema otak.

3.4 Penilaian kesadaran

Derajat kesadaran• Kompos  mentis  : Keadaan  waspada  dan  terjaga  pada  seseorang  yang  bereaksi sepenuhnya dan adekuat terhadap rangsang visual, auditorik dan sensorik.• Apati : Sikap acuh tak acuh, tidak segera menjawab bila ditanya.• Delirium  : Kesadaran  menurun  disertai  kekacauan  mental  dan  motorik  seperti disorientasi, iritatif, salah persepsi terhadap rangsang sensorik, sering timbul ilusi dan halusinasi.• Somnolen : Penderita mudah dibangunkan, dapat bereaksi secara motorik atau verbal yang l ayak t e t ap i s e t e l ah member ikan r e spons , i a t e r l ena kemba l i b i l a r angsangan dihentikan.• Sopor (stupor) : Penderita hanya dapat dibangunkan dalam waktu singkat oleh rangsang nyeri yang hebat dan berulang-ulang.• Koma : Tidak ada sama sekali jawaban terhadap rangsang nyeri yang bagaimana pun hebatnya.

Penentuan tingkat kesadaranBa t a s an t a r a be rbaga i de r a j a t ke sada ran t i dak j e l a s . Un tuk menen tukan de ra j a t gangguan kesadaran dapat digunakan:A . G la sgow Coma Sca l e = G C SB. Glasgow Pitsburgh Coma Scale = GPCS (modifikasi CGS)

Pada GSC tingkat kesadaran dinilai menurut 3 aspek :1. Kemampuan membuka mata : EYE opening = E2. Aktifitas motorik : MOTOR response =M3. Kemampuan bicara : VERBAL response = V 

1. Kemampuan membuka mataa. Dapat membuka mata sendiri secara spontan : 4b. Dapat membuka mata atas perintah : 3c. Dapat membuka mata atas rangsang nyeri : 2d. Tidak dapat membuka mata dengan rangsang nyeri apapun : 1

2. Aktifitas motorik 

14

Dinilai anggota gerak yang memberikan reaksi paling baik dan tidak dinilai pada anggota gerak dengan fraktur/kelumpuhan. Biasanya dipilih lengan karena gerakannya lebih bervariasi daripada tungkai.a. Mengikuti perintah : 6b. Adanya gerakan untuk menyingkirkan rangsangan : 5yang diberikan pada beberapa tempatc. Gerakan fleksi cepat disertai dengan abduksi bahu : 4d. Gerakan fleksi lengan disertai aduksi bahu : 3e. Gerakan ekstensi lengan disertai aduksi : 2f. Tidak ada gerakan : 1

3.Kemampuan bicaraMenunjukkan fungsi otak dengan integritas yang paling tinggi.

a. Orientasi yang baik mengenai tempat, orang dan waktu : 5b. Dapat diajak bicara tetapi jawaban kacau : 4c. Mengeluarkan kata-kata yang tidak dimengerti : 3d. Tidak mengeluarkan kata, hanya bunyi : 2e. Tidak keluar suara : 1

5. Memahami dan menjelaskan kasus kegawatdaruratan mata

Kedaruratan mata adalah keadaan mata yang memerlukan tindakan segera, tanpa itu akanmenyebabkan kebutaan atau gangguan penglihatan yang berat dan menetap. Kedaruratan mata ada 4 macam :

15

1 . G laucoma aku tBiasanya terjadi pada usia diatas 40 tahun.

Keluhan :o Kemunduran penglihatan yang berlangsung cepat.o Nyeri dimata dan sekitarnyao Mual dan muntah

Pada mata terlihat :o Injeksi siliar o Edema korneao Bilik mata depan dangkalo Pupil lebar dan refleksnya menghilang  o Lensa keruh dan kehijauan.o Tekanan intraokuler tinggi.

Penatalaksanan : segera berikan : Asetazolamid 500mg oral, kemudian 250 mg/4 jam. Pi loka rp in HCL 2 -6% 1 t e t e s / j am se l ama pense r i t a bangun . Ma ta

t i dak u sah ditutup. D a p a t d i b e r i k a n p u l a ( b i l a t i d a k d i k o n t r a i n d i k a s i k a n )

m o r f i n 1 0 m g i m d a n deksametason 0.5 mg im. Jangan diberi diazepam.

24 jam kemudian :- Bila tekanan intraocular telah normal, segera lakukan iridektomi perifer.- Bila tekanan intraocular tetap tinggi, berikan infuse :

o Larutan manitol 20% 60 tetes/ menit selama 3 jam atauo Larutan ureum 30% 30 tetes/menit selama 3 jam atauo Larutan  gliserin  dalam  air  50%  150-200  ml  oral.  Setelah  tekanan intraokular

berhasil diturunkan segera lakukan filtering.- Se l ama ope ra s i be lum mungk in , pengoba t an d i t e ru skan dengan ca r a yang s ama setiap harinya.

2 . U lkus ko rneaUlkus kornea yang cepat menimbulkan perforasi ialah ulkus sentra. Pennyebab

utamanya adalah pseudomonas pyocyaneus, pneumococcus.Keluhan :

o Penglihatan mundur, silau dan mata berair terus menerus.o Nyeri sekitar mata dan seisi kepala.o Biasanya didahului trauma ringan pada mata.

Pada mata terlihat :o Injeksi siliar dan dapat disertai pula dengan injeksi konjungtiva.o Kornea keruh, keputihan dengan permukaan mencekung, bila disebabkan

jamur,permukaannya dapat menonjol karena timbunan jaringan nekrotik.

Penatalaksanaan : Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3-4 kali/hari

16

Antibiotik, bila dalam bentuk tetes mata, berikan 2 tetes/jam atau dalam bentuk salep  mata  3-5  kali/hari.  Bila  ada  gunakan  antibiotik  yang  efektif untuk pseudomonas seperti terramycin dengan polymixin B sulfate, garamycin. Berikan juga secara sistemik antibiotik yang berspektrum luas dengan dosis tinggi.

Vitamin A, sekurang-kurangnya 100.000 U Mata ditutup dengan kasa steril.

Bila keadaan tidak membaik atau memberat, mungkin penyebabnya adalah jamur. Maka dilakukan :

Debridement sampai bersih, lalu bilas dengan larutan garam faal steril. Setelah itu diberi salep antijamur tiap jam misalnya: preparat amfoterisin

B, preparat nistatin. Sebaiknya usahakan pengiriman ke spesialis mata agar dapat segera diambil tindakan

bila terjadi perforasi.

3. Uveitis anterior  Penyakit ini cenderung kronik, tetapi tindakan dini yang tepat dapat menyelamatkan

mata dari kebutaan.Keluhan :

o Penglihatan mundur, silau dan pegal disekitar dan dalam mata.o Tidak ada sekret ataupun lakrimasi.

Pada mata terlihat:o I n j e k s i s i l i a r  o Kornea jernih atau berbercak-bercak coklat di bagian dalam.o Bilik mata depan suram, kadang-kadang ada hipopion.o Iris pucat, lipatannya berkurang atau menghilang.o Pupil kecil, kadang-kadang tepinya tidak rata.

Penatalaksanaan : Beri tetes mata larutan atropine sulfat 1% 3 kali/hari Beri tetes mata mengandung kortikosteroid dengan atau tanpa campuran

antibiotik setiap 2 jam. Bila berbentuk salep, berikan 3-5 kali/hari Mata sebaiknya ditutup dengan kasa steril. Sebaiknya dikirimkan ke spesialis mata karena dapat menimbulkan

komplikasi yang menetap.

4 . T rauma ma taTrauma pada mata menimbulkan rasa takut dan kegelisahan yang besar,

oleh karena itu kita harus bertindak cepat dan tepat.

Macam-macam trauma mata :1.Trauma tajam mata/trauma perforatum

Biasanya mudah didiagnosis bila luka luas karena akan selalu ada jaringan intraokuler yang prolaps.

Penatalaksanaan :Konservatif :

Berikan salep mata antibiotik 3-5 kali/hari, lalu tutup dengan kasa steril.

17

Berikan antibiotic sistemik dengan dosis tinggi. ATS 1500 U im , pada anak 750 U im .

Bila terjadi perforasi kecil < 4 mm dapat diharapkan sembuh dengan cara diatas. Tetapi bila luas > 4mm harus disertai dengan tindakan operatif yang sebaiknya dilakukan di spesialis mata.

2. Trauma tumpul mataMerupakan peristiwa yang sangat sering terjadi. Kerusakan yang terjadi

juga sangat bervariasi. Trauma tumpul mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda yang tidak keras dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras ataupun lambat.- T rauma tumpu l kon jung t i va

o Edema konjungtiva, edema konjungtiva yang berat dapat mengakibatkan palpebra tidak menutup sehingga bertambah rangsangan  terhadap konjungtiva. Hal  ini  dapat  dicegah  dengan pemberian dekongestan untuk mencegah pembendungan cairan dalam se l apu t l end i r kon jung t i va . Pada keadaan yang l eb ih be r a t dapa t dilakukan insisi.

o Hematoma subkonjungtiva, terjadi akibat pecahnya pembuluh darah yang terdapat pada atau dibawah konjungtiva. Bila perdarahan terjadi karena trauma tumpul maka perlu dipastikan bahwa tidak ada robekan d ibawah j a r i ngan kon jung t i va a t au sk l e r a . B i l a t ekanan bo l a ma t a rendah dengan pupil lonjong disertai tajam penglihatan menurun dan hematoma subkonjungtiva maka sebaiknya dilakukan eksplorasi bola mata  untuk mencari  kemungkinan adanya  ruptur  bulbus  okuli. Penanganan dini adalah dengan kompres hangat.

- T rauma tumpu l pada ko rneao Edema kornea, akan memberikan keluhan penglihatan kabur dan terlihatnya

pelangi s ek i t a r bo l a l ampu / sumbe r c ahaya yang d i l i ha t . Kornea akan terlihat  keruh.  Edema  kornea  yang  berat  akan  mengakibatkan masuknya serbukan sel radang dan neovaskularisasi kedalam jaringan stroma kornea. Pengobatan yang diberikan adalah larutan hipertonik  seperti NaCL 5% atau larutan garam hipertonik 2-8%,  glukosa 40% dan  larutan  albumin. Bila  terjadi  peningkatan  TIO  berikan asetozolamid.

o Erosi kornea, merupakan  keadaan  terkelupasnya  epitel  kornea  yang dapat diakibatkan oleh gesekan keras pada epitel kornea. Pasien akan merasa sakit sekali, mata berair, dengan blefarospasme, lakrimasi, fotofobia dan  penglihatan akan  terganggu  oleh  media  kornea yang  keruh. Pewarnaan florensensi akan berwarna hijau. Berikan anestesi lokal untuk  pemeriksaan  visus.  Untuk mencegah  adanya  infeksi  beri antibiotik spektrum luas.

- T r a u m a t u m p u l u v e ao Iridoplegia, terjadi kelumpuhan otot sfingter pupil sehingga pupil menjadi

lebar dan mid r i a s i s . Pa s i en akan suka r me l i ha t deka t ka r ena gangguan akomodasi, silau akibat gangguan pengatur masuknya sinar pada pupil. Pupil terlihat tidak sama besar dan bentuknya menjadi irregular. Pupil tidak bereaksi dengan cahaya. Pasien sebaiknya diistirahatkan saja.

o Iridodialisis, pupil berubah bentuk  akibat trauma.  Pasien akan  melihat ganda dengan  satu  matanya.  Sebaiknya  dilakukan  pembedahan  dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.

18

o Hifema

- T rauma tumpu l pada l ensao Dislokasi  lensa,  terjadi  akibat  putusnya  zonula  zinii,  sehingga kedudukan lensa

terganggu.o Subluksasi lensa, terjadi akibat putusnya zonula zinii sehingga lensa

berpindah tempat. Pasien akan mengeluh penglihatanya berkurang dan lensa  akan memberikan  gambaran  pada  iris  berupa iridodonesis. Sub luksa s i dapa t menyebabkan g l aukoma sekunde r d imana t e r j ad i penutupan sudut bilik mata oleh lensa yang cembung.

o Luksasi lensa anterior, pasien akan mengeluh penglihatan menurun mendadak, disertai rasa sakit yang sangat, muntah, mata merah dengan blefarospasme. Terdapat injeksi siliar yang hebat, edema kornea, lensa didalam bilik mata depan, iris terdorong kebelakang dengan pupil yang l eba r . T IO sanga t t i ngg i . Seba iknya l angsung d i ru juk dan t e r l eb ih dahulu diberi asetozolamid.

o Luksasi lensa posterior, pasien akan mengeluh adanya skotoma pada lapangan pandangnya akibat lensa mengganggu. Pasien akan melihat normal  dengan  lensa  +  12,0  dioptri  untuk  jauh,  COA  dalam. Secepatnya dilakukan ekstraksi lensa.

o Katarak trauma

- Trauma tumpul pada retina dan koroido Edema retina dan koroid, penglihatan akan sangat menurun. Edema retina

akan menmberikan wa rna r e t i na yang l eb ih abu -abu ak iba t suka rnya me l iha t j a r i ngan koroid  melalui  retina  yang  sembab.  Umumnya penglihatan akan normal kembali setelah beberapa waktu.

o Ablasi retina, pasien  akan  mengeluh  adanya  selaput  seperti  tabir  mengganggu lapangan pandang. Bila terkena daerah makula maka tajam penglihatan akan menurun . Pada pemer ik saan funduskop i t e r l i ha t r e t i na yang berwarna abu-abu dengan pembuluh darah terangkat dan berkelok-kelok. Sebaiknya dirujuk secepatnya.

- T rauma tumpu l s a r a f op t i k

3 . T rauma k imiao Trauma asam, bila  bahan  asam  mengenai  mata  maka  akan  segera terjadi

pengendapan ataupun penggumpalan protein permukaan sehingga bila konsentrasi tidak  tinggi  maka  kerusakannya  hanya  pada  bagian superficial saja. Pengobatan dapat dilakukan dengan irigasi jaringan yang terkena secepatnya dan selama mungkin untuk menghilangkan dan melarutkan bahan.

o Trauma basa, alkali akan menembus dengan cepat ke kornea, bilik mata depan, dan sampai ke jaringan retina. Pada trauma basa akan terjadi penghancuran jaringan kolagen kornea. Bahan kimia alkali bersifat koagulasi sel dan terjadi  proses penyabunan  disertai  dengan  dehidrasi.

Menurut klasifikasi Thoft maka trauma basa dapat dibedakan: Derajat  1: Hiperemi  konjungtiva  disertai  dengan  keratitispungtata. Derajat 2: Hiperemi konjungtiva disertai dengan hilang epitel kornea.

19

Derajat 3: Hiperemi disertai dengan nekrosis konjungtiva dan lepasnya epitel kornea.

Derajat 4 : Konjungtiva perilimal nekrosis sebanyak 50%.Tindakan yang dilakukan adalah secepatnya melakukan irigasi dengan garam

fisiologik. Sebaiknya irigasi dilakukan selama mungkin. Penderita diberi sikloplegia, antibiotik, EDTA untuk mengikat basa.  4.Trauma  radiasi,  yang  sering  ditemukan  adalah  radiasi  sinar  inframerah, sinar ultraviolet, sinar X dan sinar terionisasi.

4. Hifema sebagai kasus kegawatdaruratan mata

Hifema merupakan keadaan dimana terdapat darah didalam bilik mata depan, yaitu darah diantara kornea dan iris, yang dapat terjadi akibat trauma tumpul yang merobek pembuluh darah iris atau badan siliar dan bercampur dengan humor aquos yang jernih. Walaupun darah yang terdapat dibilik mata depan sedikit tetap dapat menurunkan penglihatan.

Gambar 1. Ilustrasi hifema

Etiologi :Hifema biasanya disebabkan oleh trauma tumpul pada mata seperti terkena bola, batu

dll. Selain itu hifema juga dapat terjadi karena kesalahan prosedur operasi mata. Keadaan lain yang dapat  menyebabkan  hifema  namun  jarang  terjadi  adalah  adanya  tumor  mata seperti retinoblastoma dan kelainan pembuluh darah.

Klasifikasi :Berdasarkan penyebabnya hifema dibagi menjadi :

20

o Hi fema t r auma t ik ,  me rupakan pe rda rahan pada b i l i k ma t a depan yang d i s ebabkan pecahnya pembuluh darah iris dan badan siliar akibat trauma pada segmen anterior bola mata.

o Hifema akibat tindakan medis, misalnya kesalahan prosedur operasi mata.o Hifema akibat inflamasi yang parah pada iris dan badan siliar, sehingga pembuluh

darah pecah.o Hifema akibat kelainan sel darah merah/pembuluh darah, akibat neoplasma

Berdasarkan waktu terjadinya, hifema dibagi 2 :o Hifema primer, timbul segera setelah trauma hingga hari ke-2o Hifema sekunder, timbul pada hari ke 2-5 setelah terjadi trauma.

Hifema dibagi menjadi beberapa grade menurut Sheppard berdasarkan tampilan klinisnya : Grade I: Darah mengisi kurang dari sepertiga COA. Grade II: Darah mengisi sepertiga hingga setengah COA. Grade III: Darah mengisi hampir total COA. Grade IV: Darah memenuhi seluruh COA.

Manifestasi Klinis :Pasien akan mengeluh nyeri pada mata disertai dengan mata yang berair.

Penglihatan pasien akan sangat menurun. Terdapat tumpukan darah yang terlihat dengan mata telanjang bila jumlahnya cukup banyak. Bila pasien duduk, hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik mata depan dan hifema dapat memenuhi seluruh ruangan bilik mata depan. Selain itu dapat terjadi peningkatan tekanan intraokular, merupakan keadaan yang harus diwaspadai karena dapat menyebabkan glaukoma sekunder.

Gambar 2. Hifema pada 1/3 bilik mata depan

 

21

    Gambar 3. Hifema pada ½ bilik mata depan

Diagnosis :1. Pemer ik saan ke t a j aman peng l i ha t an : menggunakan ka r t u ma t a

sne l l en . V i sus dapa t menurun akibat kerusakan kornea, aquos humor, iris dan retina.

2. Lapangan pandang : penu runan dapa t d i s ebabkan o l eh pa to log i va sku l e r oku l e r a t au glaukoma

3. Pengukuran tonometri: Untuk mengetahui tekanan intra okuler.4. Slit lamp biomicroscopy: Untuk menentukan kedalaman COA dan

iridocorneal contact, aquous flare dan sinekia posterior.5. Pemeriksaan oftalmoskop: Untuk mengetahui struktur internal okuler.

Penatalaksanaan :- Konservatif  Istirahat baring penuh dengan elevasi kepala 30 o. pada dewasa tutup kedua

mata, pada anak cukup satu mata agar tidak gelisah. Pada anak-anak yang gelisah dapat diberikan oba t penenang . B i a sanya h i f ema akan d i s e r ap kemba l i dan h i l ang s empurna da l am beberapa hari tergantung pada banyaknya darah.

Untuk mengurangi nyeri, dapat diberikan parasetamol. Tidak disarankan pemberian jenis a sp i r i n ka r ena s a l ah s a tu e f ek a sp i r an akan menyebabkan pe rda rahan kemba l i pada hifema yang disebabkan trauma. Obat-obatan untuk mengurangi tekanan intraokular dan kortikosteroid dapat diberikan.

Die t makanan ca i r a t au l unak aga r t i dak banyak mengunyah dan de fekas i mudah dan sedikt.

22

Tunggu 24 jam.- Bila tekanan intraokular menurun atau normal, pengobatan diteruskan.- Bila tekanan intraokular tetap tinggi lakukan parasentesis.

Paresentesis sebaiknya dilakukan di spesialis mata.Indikasinya :• Terdapat glaucoma sekunder akibat hifema.• Hifema yang penuh dan berwarna hitam.• Bila setelah 5 hari tidak ada tanda-tanda hifema akan berkurang.

Lama sakit Tekanan intraokuler normal Tekanan intraokuler meninggi<5 hari Konservatif Asetazolamid 3x250 mg + hemostatik5-10 hari Konservatif Parasentesis>10 hari Parasentesis Parasentesis

Komplikasi :

Komplikasi tersering adalah peningkatan tekanan intraokuler (> 35 mmHg selama 7

hari atau 50 mmHg selama 5 hari) oleh karena terjadinya perdarahan sekunder yang

cenderung lebih berat dibandingkan dengan yang pertama. Istirahat sangat penting untuk

mencegah terjadinya perdarahan kedua ini. Peningkatan tekanan biasanya memberi respon

terhadap terapi medis namun kadang membutuhkan intervensi bedah. Bila hifema telah

membaik, mata harus diperiksa untuk mencari komplikasi lain akibat trauma tumpul.

Prognosis :

Akan membaik, jika penanganan dilakukan secara tepat dan cepat.

5. Memahami  dan  menjelaskan  kebutaan  dalam  kasus kegawatdaruratanKriteria buta menurut WHO dan UNICEF: buta adalah suatu keadaan dimana

seseorang tidak dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang memerlukan penglihatannya sebagai hal yang esensial sebagaimana orang sehat. WHO menganjurkan agar kriteria kebutaan untuk negara yang s edang be rkembang i a l ah t a j am peng l i ha t an 3 /60 a t au l eb ih r endah yang t i dak dapa t dikoreksi.

Etiologi :Penyebab kebutan yang utama di negara yang sedang berkembang adalah

katarak. Selain itu juga trakoma, lepra, onkoserkariasi dan xeroptalmia. Di negara-negara yang sudah berkembang kebutaan berhubungan dengan proses penuaan.

Diagnosis :- Pemeriksaan visus dan lapangan pandang- Ka t ego r i gangguan peng l i ha t an

Kategori gangguan Ketajaman penglihatan (dikoreksi

23

penglihatan terbaik)Penglihatanrendah

1 6/83/1020/70

Penglihatanrendah

2 6/601/1020/200

Kebutaan 3 3/60 (menghitung jari jarak 3 m)1/2020/400

Kebutaan 4 1/60 (menghitung jari jarak 1 m)1/505/300

Kebutaan 5 Tidak ada persepsi cahaya

Beberapa penyakit yang bisa menyebabkan kebutaan:

Katarak

Katarak adalah kelainan pada mata yang diakibatkan karena adanya pengapuran pada lensa

mata. Katarak hanya bisa dihilangkan dengan jalan operasi.

Buta Warna 

Buta warna diyakini berhubungan dengan kurangnya sel-sel kerucut tertentu pada retina,

misalnya buta warna merah dan hijau yang disebabkan karena tidak adanya sel-sel kerucut

merah dan hijau pada retina. 

Rabun Senja 

24

Rabun senja merupakan kelainan pada mata yang disebabkan karena kurangnya pigmen

rodopsin yang berguna untuk pengelihatan pada saat cahaya redup. Hal ini disebabkan karena

kurangnya asupan vitamin A yang merupakan bagian dari pigmen rodopsin. 

Glaukoma 

Glaukoma adalah munculnya lingkaran hijau pada iris karena tekanan di dalam mata

meningkat. Penyakit ini hanya dapat disembuhkan dengan operasi.

Penatalaksanaan : Rehabilitasi orang buta

Tujuan rehabilitasi :o Mengembalikan ke dalam masyarakat.o Untuk meringankan beban keluarga dan masyarakat.o Memelihara kepercayaan kepada diri sendiri

Rehabilitasi meliputi :o Memberi dorongan, menghindari terjadinya depresio Memelihara, menggunakan indra yang tersisa se-intensif

mungkin, dimana ia dapa t mengena l a l am sek i t a rnya me la lu i pendenga ran , pe r abaan , pembau dan sebagian besar melalui ilham

o Pendidikan khusus.o Lapangan kerja yang sesuai.o Kerjasama atau toleransi masyarakat dan pemeliharaan khusus.o Usaha menolong orang yang sudah buta.

Latihan mobilitas dan anjing penuntun, merupakan hal terpenting dalam rehabilitas orang buta.

Braile, system membaca untuk orang buta yang sangat efektif. Perangkat elektronik, optakon adalah alat elektronik yang mengubah

bayangan visual huruf-huruf menjadi bentuk taktil.

Pencegahan :o Mencegah penyakit-penyakit infeksi misalnya trakoma, lepra dan

onkoserkariasis sertaxeroftalmia yang merupakan penyakit non-infeksi.o Meningkatkan asupan vitamin A untuk mencegah xeroftalmia.o Mencegah t e r j ad inya ka t a r ak .o Penyakit-penyakit herediter dapat dicegah melalui konsultasi genetik.o Ker j a sama pemer in t ah dgn o rgan i s a s i da l am memban tu orang buta.

DAFTAR PUSTAKA

25

1. Agus purwadianto.Kedaruratan Medik.2000. Binarupa Aksara:Jakarta2 .Maha r Mard jono ,P r iguna S idha r t a .Neu ro log i s k l i n i s da sa r . 2009 .D ian Rakya t : Jakarta3. Sidarta Ilyas.Ilmu Penyakit Mata.2006.FKUI:Jakarta.4. Sidarta Ilyas,Mailangkay.dkk. ilmu penyakit mata.2002.Sagung Seto:Jakarta.5.Sjamsuhidajat.Wim de jong. Buku ajar ilmu bedah.2005.EGC:Jakarta.

26