Modul II Pbl 1 Trauma
description
Transcript of Modul II Pbl 1 Trauma
MODUL II
KESADARAN MENURUN
KASUS II
Laki-laki 48 tahun dibawa ke Puskesmas dalam keadaan tidak sadar.
Setelah diletakkan di tempat tidur dan di periksa, penderita tidak memberi respon
dan tetap mendengkur dengan irama napas 32 kali/menit, nadi 100 kali/menit,
lemah. Menurut keterangan keluarga yang mengantar, penderita tidak mengalami
trauma.
KATA KUNCI
Laki-laki 48 tahun tidak sadar
Tidak member respon dan mendengkur
Nafas: 32x/menit; Nadi 100x/menit
Riwayat trauma (-)
PERTANYAAN
1. Bagaimana penanganan awal pada pasien ini?
2. Apa saja yang dapat menjadi penyebab penurunan kesadaran pada pasien ini?
3. Mekanisme terjadinya gejala-gejala pada kasus tersebut?
4. Apa saja Differensial diagnosis?
5. Bagaimana penanganan lanjutan pada pasien tersebut?
1
JAWABAN
1. PENANGANAN AWAL PADA PASIEN INI ADALAH:
Primary Survey : Penilaian awal ABCD dan penanganan
a. Airway
Yang dinilai :
Lihat: Ada gerak napas (ada,pernafasan 32x/menit),
Dengar: ada suara tambahan, pada kasus ini terdengar suara snoring
(jatuh pangkal lidah)
Rasa: Ada hawa ekshalasi
Suara tambahan yang terdengar dapat berupa :
Gurgling : sumbatan oleh cairan
Stridor : sumbatan pada plika vokalis
Penanganan Airway
Gambar 1.1
Pada kasus ini diduga terjadi obstruksi akibat jatuhnya pangkal
lidah sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas. Penanganan awal
yang dapat dilakukan adalah melakukan head tilt, chin lift ataupun jaw
trust. Setelah jalan napas bersih dan tidak ada lagi obstruksi, dilakukan
2
pemasangan pipa oropharing untuk mempertahankan patensi jalan napas.
Jika masih terjadi sesak, lakukan penanganan pada bagian breathing.
b. Breathing
Gambar 1.2
Penilaian :
Look : ada adanya terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan
Listen : Suara nafas pada kedua paru-paru
Feel : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung
Penanganan Breathing
Jika masih terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas,
mungkin terdapat masalah pada pernapasannya, saat terlihat retraksi
otot-otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris, penanganan yang
dapat kita berikan adalah pemberian terapi oksigen. Namun apabila
terlihat gerak dada yang tidak simetris, dapat kita curigai terjadi
pneumothorax, untuk itu dapat kita lakukan thoracotomi agar udara
yang terjebak dalam rongga pleura dapat dikeluarkan.
Dalam pemberian oksigen harus memperhatikan apakah pasien
betul-betul membutuhkan oksigen, apakah yang dibutuhkan terapi
oksigen jangka panjang atau jangka pendek.
3
Indkasi terapi oksigen jangka pendek
1. Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%)
2. Henti jantung dan henti napas
3. Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)
4. Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat
<18 mmol/L)
Indkasi terapi oksigen jangka panjang
1. PaO2 istirahat ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%
2. PaO2 istirahat 55-59 mmHg dengan saturasi oksigen 89% pada
salah satu keadaan:
Edema karena disebabkan oleh CHF
1. Pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3 mmpada
lead II,III,aVF)
2. Eritrosemian (hematokrit >56%)
3. PaO2 > 59 mmHg atau oksigen saturasi >89%
Tabel 1. Jenis Peralatan dan Konsentrasi Oksigen
JENIS ALAT KONSENTRASI
OKSIGEN
ALIRAN
OKSIGEN
Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM
Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM
Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM
Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM
Venturi 24-50% 4-10 LPM
Bag-Valve-Mask (Ambubag)
Tanpa oksigen 21% (udara)
Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM
Dengan reservoir 100% 8-10 LPM
4
Pada terapi oksigen jangka panjang, peningkatan PCO2 arteri
biasanya kecil dan ditoleransi baik. Namun kadangkala berkembang
hiperkapnia yang serius sehingga harus berhati-hati melanjutkan terapi
oksigen. Pemberian oksigen pada pasien PPOK dengan gagal napas tipe 2
dapat menimbulkan efek toksisitas , retensi CO2 dan asidosis respiratorik,
yang gejala awalnya berupa nyeri dada substernal, takipnu, dan batuk yang
tidak produktif. Karena untuk deteksi toksisitas oksigen tidak mudah,
maka perlu dilakukan pencegahan timbulnya toksisitas oksigen dengan
cara pemberian oksigen harus dilakukan dengan dosis dan cara yang tepat.
Pemberian oksigen yang paling aman dilakukan pada FiO2 0,5-1.
Menggunakan suplemen oksigen beresiko terhadap api, oleh karena itu
hindari merokok, dan tabung harus diyakini aman agar tidak jatuh dan
meledak.
c. Circulation
Permasalahan
Nadi tidak teraba
Tanda klinis syok :
1. Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah
2. Capillary refill time > 2 detik
3. Nafas cepat
4. Nadi cepat > 100
5. Tekanan darah sistole < 90-100
6. Kesadaran : gelisah s/d koma
Penilaian sirkulasi
Umum
Frekuensi denyut jantungFrenkuensi denyut jantung pada orang
dewasa adalah 60-80/menit.
Penentuan denyut nadi pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi
diraba pada a.radialis (lengan bawah,dibelakang ibu jari) atau
a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.
5
6
Penanganan
Lakukan Tredelenburg manuver (angkat kaki pasien 45˚ ke atas)
Lakukan resusitasi cairan
d. Disability
Penilaian Disability
Pemeriksaan neurologis singkat:
AVPU : Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat :
A = Alert/Awake : sadar penuh
V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah
P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri
U = Unresponsive : tidak bereaks
GCS (Glasgow coma scale)
Secondary Survey:
a. Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki
(head to toe examination), termasuk pemeriksaan tanda vital. Survey
sekunder baru dilaksanakan setelah primary survey selesai, resusitasi
sudah dilakukan, dan ABC-nya penderita dipastikan membaik.
b. Pada survey sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap,
ter-masuk mencatat skor GCS bila belum dilaksanakan dlm survey
primer. Pada survey sekunder ini juga dilakukan pemeriksaan
radiologi yg diperlukan.
Pemeriksaan pada Secondary Survey meliputi :
a. Anamnesis
1. A-Alergi
2. M-Medikasi (obat yg diminum saat ini
3. P-Past Illness (penyakit penyerta) / Pregnancy
4. L-Last Meal
5. E-Event / Environment
7
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan :
1. Penyakit yang diderita sebelum penurunan kesadaran
2. Keluhan-keluhan sebelum penurunan kesadaran
3. Obat-obat yang diminum selama ini
4. Berangsur-angsur ?
5. Trauma kepala ?
b. Pemeriksaan Umum
1. Tanda vital : jalan nafas, respirasi, sirkulasi
2. Nadi : frekuensi, isi dan ritme
3. Tensi : pengukuran kiri dan kanan
4. Suhu baik rektal atau ketiak
5. Bau pernafasan : alkohol, aseton
6. Warna kulit : ikterus, sianosis
7. Selaput mulut bibir : ada darah
8. Kulit : bekas suntikan , kulit basah berkeringat, purpura, sianosis
9. Turgor kulit (dehidrasi)
10. Kepala : telinga, hidung keluar darah, keluar liquor
11. Thorax : paru-paru dan jantung
c. Pemeriksaan Khusus
1. Pemeriksaan derajat kesadaran
Penilaian secara kuantitaif : GCS (E1M1V2)
2. Pemeriksaan menetapkan letak proses
a. Observasi umum : gerakan otomatik, gerakan mioklonik,
letak lengan dan tungkai
b. Pengaturan pola nafas : Cheyne stokes, hiperventilasi
c. Kelainan pupil : besar pupil, perbandingan besar, refleks
pupill
8
d. Refleks sefalik batang otak : gerakan mata boneka,
refleks okulomvestibular (tess kalori), refleks kornea,
refleks muntah
e. Reaksi terhadap rangsangan nyeri : menekan bawah
kuku, menekan supra orbita, menekan sternum
f. Fungsi traktus piramidalis (UMN) : kelumpuhan, refleks
tendon, tonus otot.
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : darah rutin, kadar gula darah, elektrolit, fungsi
ginjal, fungsi hati, gas darah.
2. Lumbal pungsi bila tidak ada kontraindikasi
3. Oftalmoskop
4. EEG
5. CT-Scan : pada tumor, infark luas, perdarahan
6. Pemeriksaan CITO terutma kadar gula darah, hematokrit, Hb,
elektrolit
2. PENYEBAB PENURUNAN KESADARAN
a. Lesi supratentorial
Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh
kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan
kompresi pada ARAS karena proses tersebut maupun pada gangguan
vaskularisasi dari edema yang diakibatkan. Proses ini menjalar secara
radial dari lokasi lesi ke arah rostrocaudal sepanjang batang otak.
Proses supratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran seperti :
Disfungsi difus kortikal dari korteks cerebri seperti ensefalitis,
neoplasma, trauma kepala tertutup dan perdarahan, empiema
subdural (akumulasi nanah), intraserebral (perdarahan, infark,
emboli dan tumor).
9
Kelainan fokal hemisfer serebri disebabkan massa yag menjepit
menekan struktur bagian dalam diensephalon, herniasi
mengganggu thalamus dan activating hypothalamus.
Gejala – gejala klinik akan timbul sesuai dengan prooses tersebut
yang dimulai dengan gejala – gejala neorologik fokal sesuai
dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul
sindroma diencephalon, sindroma mesenchephalon dan
deserebrasi.
b. Lesi infratentorial
Pada lesi infratentorial gangguan kesadaran dapat terjadi karena
kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun
oleh proses ekstrinsik.
Proses infratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat
kesadaran berupa destruksi langsung pada ARAS, Batang otak rusak
akibat invasi langsung (demeilinasasi, neoplasma, granuloma, abses,
trauma capitis) atau invasi tidak langsung
c. Gangguan difus (gangguan metabolik)
Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya terjadi
bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya
tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomi tertentu pada
susunan saraf pusat.
Penyebab gangguan kesadaran pada golongan ini terutama akibat
kekurangan O2 (oksigen), kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi
darah, gangguan keseimbangan asam basa serta pengaruh berbagai
macam toksin.
3. PATOFISIOLOGI GEJALA PADA KASUS TERSEBUT?
a. Kesadaran Menurun
Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk
mempertahankan fungsi kesdaran yang baik, perlu suatu interaksi yang
10
konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formasio
retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer atau
formasioretikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Bergantung
pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran berupa apati, delirium,
somnolen, sopor atau koma. Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat
yang menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptik dan perasa
pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan
asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan
asendens aspesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak
yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui
kolateral ke pusata kesdaran pada batang otak bagian atas serta
meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya
disebarkan difus keseluruh permukaan otak. Pada manusia pusat
kesadaran terletak di daerah pons, formasio retikularis daerah
mesensefalon diensefalon. Lintasan aspesifik ini disebut diffuse ascending
reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini, suatu
impuls dari perifer akan menimbulkan rangsang pada seluruh permukaan
korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah
penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik
menghantarkan impuls sari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada
korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik
menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh
korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh
impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban
kepawaspadaaan, sedangkan yang berasala dari formasio retikularis dan
nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan.
Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan
menimbulkan gangguan kesadaran.
b. Pernapasan cepat
Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot-otot
pernapasan tambahan seperti sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius,
11
dan pectoralis mayor, adanya pernapasan cuping hidung, tachypneu dan
hiperventilasi. Tachypneu adalah frekuensi pernapasan yang cepat, yaitu
Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot otot pernpasan
tambahanseperti sternocleidomastoidseus, scalenus, trapezius, dan
pectoralis mayor, adanyapernapasan cuping hidung, tachypnea dan
hiperventilasi. Tachypnea adalah frekuensipernapasan yang cepat, yaitu
lebih dari 20 kali permenit yang dapat muncul dengan atautanpa dispnea.
Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah
yangdibutuhkan untuk mempertahan kan pengeluaran CO2 normal, hal ini
dapat diidentifikasi kandengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau
tegangan pa CO2 yaitu lebih rendah dariangka normal yaitu 40mmHg.
Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedang tahanan
salurannapas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot
pernapasan guna memberikanperubahan volume serta tenaga yang
diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal iniberakibat kebutuhan
oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampumemenuhi
kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak napas. Mekanisme
sesak napas seperti yang dijelaskan tersebut sebenarnya berasal dari dua
teori yaitu pertama, teori kerja pernapasan dari Marshall yang
menekankan pada peningkatan energi jika kerja pernapasan bertambah dan
selanjutnya menyebabkan sesak napas dan kedua teori oxygencost of breathing
yang dikemukakan oleh Harrison pada tahun 1950. Menurut Harrison,
gangguan mekanik dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa
penyakit paru akan meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi
pemasokan energi aliran darah denganakibat terjadi penumpukan bahan-
bahan metabolik. Bahan metabolik merangsang reseptor sensoris yang
terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi sesak napas.
Otot Pernapasan yang Abnormal
Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan
kelumpuhan.monodScherrer melakukan penelitian pada otot diagfragma
yang mengalami kelelahan. Simpulnya,bahwa kelelahan yang terjadi dan
12
berkembang pada otot tergantung dari jumlah energi yangtersimpan di
dalam otot serta kecepatan pemasokan energi, pemakaian otot yang tepat
guna,serta kecepatan kerja otot. Otot-otot yang lelah ini tidak mampu
memenuhi kebutuhan ventilasi dalam jangka panjang, akibatnya timbul
sesak napas. Kelemahan dan kelumpuhan seperti yang terjadi pada
penyakit miastenia gravis, tirotoksikosis, poliomelitis dan
sindromaguillain barre dapat menyebabkan sesak napas.
Dahulu mekanisme yang dapat menimbulkan sesak napas ini
diduga melalui hipoksia danhiperkapnia yang terjadi sebagai akibat
dinding toraks dan paru tidak dapat mengenbangmaupun mengepis dengan
baik. Hal ini disebabkan otot-otot diagfragma dan otot-ototinterkostalis
mengalami kelemahan atau kelumpuhan. Tetapi penelitian Patterson dan
kawan-kawan (1962) menunjukkan bahwa sensasi sesak napas telah
timbul pada lebih dari 20mmHg, malahan Noble (1970) pada penderita
poliomelitis yang memakai ventilator, sensasisesak napas tidak terjadi
walaupun telah dinaikkan dari 36 hingga 64 mmHg.
Percobaan yang dilakukan oleh Douglas & Haldane yang kemudian diulang
dengan cara yangsama oleh Godfrey & Cambell membuktikan bahwa
perasaan tidak menyenangkan sewaktubernapas akan bertambah sesuai
dengan lama menahan napas serta perubahan dan yangterjadi. Dengan kata lain,
hipoksia dan hiperkapnia ikut berperan dalam hal timbulnya sensasisesak
napas. Jadi, rangsang terhadap kemoreseptor sentral maupun perifer
akanmeningkatkan aktivitas eferen neuron medula. Aktivitas ini akan
diteruskan ke pusat yanglebih tinggi sehingga menimbulkan sensasi sesak
napas. Karena itu mereka menyimpulkanbahwa perubahan oksigenasi, dan
konsentrasi ion H sendiri tidak langsung menyebabkan sensasi sesak napas.
Mekanisme terjadinya sesak napas
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme
seperti jika ruang fisiologimeningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan
pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan
ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang
13
normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu
penting,namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran
pernapasn maka ruang mati akan meningkat.
Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka
pertukaran gas juga akanterganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.
Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan
terhadap compliance paru,semakin rendah kemampuan terhadap
compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang
harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan
paruyang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam
salah satu nya adalahdigantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa
akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.
c. Nadi Lemah
Nadi radial yang biasa teraba lemah menunjukkan terjadinya syok.
Syok sirkulasi dianggapsebagai rangsang paling hebat dari hipofisis
adrenalis sehingga menimbulkan akibat fisiologidan metabolisme yang
besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi
tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital
(kulit, jaringan ikat,tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak,
jantung, paru-paru, dan ginjal).Keadaan syok akan melalui tiga tahapan
mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditanganioleh tubuh),
dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel
(tidak dapat pulih).
4. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1) Hiperosmolaritas Hiperglikemik Non-Ketotik
Komplikasi akut dari DM yang ditandai dengan keadaan
hiperosmolar tanpaadanya ketosis
Etiologi
Bisa disebabkan karna adanya penyakit penyerta, infeksi dan
penggunaan obat-obatan
14
Patofisiologi
Yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria.
Diuresisglukosuria inilah yang mengakibatkan terjadinya syok
hipovolemik pada pasien yang mengakibatkan penurunan kesadaran. Penyebab tidak
terjadinyaketoasidosis yang membedakan penyakit ini dengan Ketoasidosis
Diabetik belum diketahui.
Gejala Klinis:
Sama dengan Ketoasidosis, tapi pada HHNK tidak ditemukan bau
keton pada nafas penderita.
Diagnosis
Ditegakkan apabila:
1) Glukosa Plasma >600 mg/dL
2) pH >7,3
3) Osmolaritas serum >320 mOsm/kg
Penatalaksanaan
Serupa dengan KAD, tapi pada HHNK, cairan yang diberikan
adalah cairan hipotonis, rehidrasi intravena agresif , penggantian
elektrolit, pemberian insulin itravena dan diagnosis & manajemen
faktor pencetus
2) Ketoasidosis
Keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai dengan
triashiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama karena defisiensi
insulin absolutmaupun relatif.
Etiologi
1. IMA
2. Pankreatitis akut
3. Obat Steroid
4. Mengehentikan atau mengurangi dosis insulin
15
Patofisiologi:
Terjadi karena adanya defisiensi insulin absolut atau relatif dan
peningkatanhormon kontra regulator. Salah satu hormon kontra regulator
(epinefrin)mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak,
sehingga lipolisismeningkat dan produksi benda keton meningkat.
Penurunan insulin juga mengakibatkan glukoneogenesis pada hati
meningkat, dan memperparah ketosis. Terjadinya penurunan kesadaran
pada pasien ketoasidosis diakibatkan karenadiuresis osmotik yang
mengakibatkan hipovolemia sehingga terjadi syok.
Gejala Klinis:
1. Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)
2. Dehidrasi sampai syok
3. Nafas bau keton
Diagnosis
Diharapkan hasil pemeriksaan pada pasien:
1. Kadar glukosa >250 mg%
2. pH <7,35
3. HCO3 rendah
4. Anion Gap Positif
5. Keton serum positif
Penatalaksanaan
yaitu dengan penggantian cairan dan garam yang hilang.
3) Stroke
Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,
progresi cepat, berupadefisit neuologis fokal dan/atau global, yang
berlangsung 24 jam atau lebih ataulangsung menimbulkan kematian, dan
semata-mata disbabkan oleh gangguanperedaran darah otak non
traumatik
Presentasi klinis stroke akut
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparese)
yang timbulnya mendadak
16
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi,
stupor, atau koma)
4. Afasia (bicara tdk lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan
memahami ucapan)
5. Disartria (bicara pelo atau cadel)
6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau
diplopia
7. Ataksia
8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.Penyebab
9. Infark otak (80%)
10. Perdarahan intraserebral (15%)
11. Perdarahan subarakhnoid (5%)
12. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)
Faktor resiko
1. Yang tidak dapat diubah: usia yg meningkat, jenis kelamin pria,
ras, riwayat keluarga,riwayat TIA, atau stroke, PJK, fibrilasi
atrium, heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat,kontrasepsi oral, hematorit meningkat,
hoperurisemia, dislipidemia.Diagnosis
Anamnesis dan pem.fisik-neurologis
1. Sistem skoring untuk membedakan jenis stroke (skor stroke
Gajah mada, skor strokeAllen, skor stroke Siriraj)
2. Scan tomografik (pem. Baku emas untuk memebedakan infark
dengan perdarahan)
3. Scan resonansi magnetik (lebih sensitif dalam mendeteksi infark
serebri dini daninfark batang otak)Penatalaksanaan stroke akut
4. Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC
5. Pertimbangan intubasi bila kesadaran stupor, koma, atau gagal
napas
17
6. Pasang jalur infus IV dengan larutan salin normal, 20 ml/jam,
jangan memakai cairanhipotonis mis.dextrosa 5% dalam air dan
salin 0,45%, krn dapat memperberat edemaotak
7. Berikan Oksigen 2-4 ltr/mnit via kanul hidung
8. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut
9. EKG dan foto rontgen toraks
4) Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah
janyungsistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan
dapat menyebabkanhipoksia jaringan.
Patofisiologi
Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi
yang menyebabkanpeninggian kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana
semuanya mempunyai efek buruk antara lain :
1. Inhibisi langsung kontraktilitas miokard
2. Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik
3. Efek terhadap metabolisme glukosa
4. Efek proinflamasiPenurunan responsivitas katekolamin
5. Merangsang vasodilatasi sistemik
Anamnesis & pemeriksaan klinis
Anamnesis :
Pasien dgn IMA dtg dgn keluhan tipikal nyeri dada yg akut,
dan kemungkinan sudahmempunyai riwayat penyakit jantung
koroner sebelumnya
1. Palpitasi
2. Sinkop
Pemeriksaan fisis :
1. Pd pemeriksaan awal akan ditemukan tekanan darah sistolik yg
menurun sampai <90mmHg
2. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki
18
Penatalaksanaan
1. Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan pada
keadaan tanpa adanya bendungan paru, pemberian cairan
sekurang-kurangnya 250 ml dapat dilakukan dalam10 menit.
2. Tindakan resusitasi segera
3. Menentukan secara dini anatomi koroner
4. Melakukan revaskularisasi dini
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Terapi Oksigen,
dalam: Uyainah. Anna. Z.N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V,
Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 161-165.
2. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Dukungan
Ventilator Mekanik, dalam: Zulkifli. Amin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jilid I, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 166-174.
3. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Koma
Hiperosmolaritas Hiperglikemik Non Ketotik, dalam: Soewondo. Pradana.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing,
2009, hal. 1912-1916.
4. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Ketoasidosis
Diabetik, dalam: Soewondo. Pradana. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
III, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 1906-1911.
5. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Strok Dan
Penatalaksanaannya Oleh Internis, dalam: Hadi. Martono. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 892-
898.
6. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Syok Kardiogenik,
dalam: Hadi. Martono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V,
Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 245-251.
20