Modul II Pbl 1 Trauma

30
MODUL II KESADARAN MENURUN KASUS II Laki-laki 48 tahun dibawa ke Puskesmas dalam keadaan tidak sadar. Setelah diletakkan di tempat tidur dan di periksa, penderita tidak memberi respon dan tetap mendengkur dengan irama napas 32 kali/menit, nadi 100 kali/menit, lemah. Menurut keterangan keluarga yang mengantar, penderita tidak mengalami trauma. KATA KUNCI Laki-laki 48 tahun tidak sadar Tidak member respon dan mendengkur Nafas: 32x/menit; Nadi 100x/menit Riwayat trauma (-) PERTANYAAN 1. Bagaimana penanganan awal pada pasien ini? 2. Apa saja yang dapat menjadi penyebab penurunan kesadaran pada pasien ini? 3. Mekanisme terjadinya gejala-gejala pada kasus tersebut? 4. Apa saja Differensial diagnosis? 5. Bagaimana penanganan lanjutan pada pasien tersebut? 1

description

learning

Transcript of Modul II Pbl 1 Trauma

Page 1: Modul II Pbl 1 Trauma

MODUL II

KESADARAN MENURUN

KASUS II

Laki-laki 48 tahun dibawa ke Puskesmas dalam keadaan tidak sadar.

Setelah diletakkan di tempat tidur dan di periksa, penderita tidak memberi respon

dan tetap mendengkur dengan irama napas 32 kali/menit, nadi 100 kali/menit,

lemah. Menurut keterangan keluarga yang mengantar, penderita tidak mengalami

trauma.

KATA KUNCI

Laki-laki 48 tahun tidak sadar

Tidak member respon dan mendengkur

Nafas: 32x/menit; Nadi 100x/menit

Riwayat trauma (-)

PERTANYAAN

1. Bagaimana penanganan awal pada pasien ini?

2. Apa saja yang dapat menjadi penyebab penurunan kesadaran pada pasien ini?

3. Mekanisme terjadinya gejala-gejala pada kasus tersebut?

4. Apa saja Differensial diagnosis?

5. Bagaimana penanganan lanjutan pada pasien tersebut?

1

Page 2: Modul II Pbl 1 Trauma

JAWABAN

1. PENANGANAN AWAL PADA PASIEN INI ADALAH:

Primary Survey : Penilaian awal ABCD dan penanganan

a. Airway

Yang dinilai :

Lihat: Ada gerak napas (ada,pernafasan 32x/menit),

Dengar: ada suara tambahan, pada kasus ini terdengar suara snoring

(jatuh pangkal lidah)

Rasa: Ada hawa ekshalasi

Suara tambahan yang terdengar dapat berupa :

Gurgling : sumbatan oleh cairan

Stridor    : sumbatan pada plika vokalis

Penanganan Airway

Gambar 1.1

Pada kasus ini diduga terjadi obstruksi akibat jatuhnya pangkal

lidah sehingga menyebabkan obstruksi jalan napas. Penanganan awal

yang dapat dilakukan adalah melakukan head tilt, chin lift ataupun jaw

trust. Setelah jalan napas bersih dan tidak ada lagi obstruksi, dilakukan

2

Page 3: Modul II Pbl 1 Trauma

pemasangan pipa oropharing untuk mempertahankan patensi jalan napas.

Jika masih terjadi sesak, lakukan penanganan pada bagian breathing.

b. Breathing

Gambar 1.2

Penilaian :

Look : ada adanya terlihat penggunaan otot-otot bantu pernapasan

Listen : Suara nafas pada kedua paru-paru

Feel  : merasakan udara keluar dari mulut dan hidung

Penanganan Breathing

Jika masih terjadi takipneu setelah kita bebaskan jalan napas,

mungkin terdapat masalah pada pernapasannya, saat terlihat retraksi

otot-otot pernapasan tapi kedua gerak dada simetris, penanganan yang

dapat kita berikan adalah pemberian terapi oksigen. Namun apabila

terlihat gerak dada yang tidak simetris, dapat kita curigai terjadi

pneumothorax, untuk itu dapat kita lakukan thoracotomi agar udara

yang terjebak dalam rongga pleura dapat dikeluarkan.

Dalam pemberian oksigen harus memperhatikan apakah pasien

betul-betul membutuhkan oksigen, apakah yang dibutuhkan terapi

oksigen jangka panjang atau jangka pendek.

3

Page 4: Modul II Pbl 1 Trauma

Indkasi terapi oksigen jangka pendek

1. Hipoksemia akut (PaO2< 60 mmHg: SaO2 < 90%)

2. Henti jantung dan henti napas

3. Hipotensi (tekanan darah sistolik < 100 mmHg)

4. Curah jantung yang rendah dan asidosis metabolic (bikarbonat

<18 mmol/L)

Indkasi terapi oksigen jangka panjang

1. PaO2 istirahat ≤ 55 mmHg atau saturasi oksigen ≤ 88%

2. PaO2 istirahat 55-59 mmHg dengan  saturasi oksigen 89% pada

salah satu keadaan:

Edema karena disebabkan oleh CHF

1. Pulmonal pada pemeriksaan EKG (gelombang P > 3 mmpada

lead II,III,aVF)

2. Eritrosemian (hematokrit >56%)

3. PaO2 > 59 mmHg atau oksigen saturasi >89%

Tabel 1. Jenis Peralatan dan Konsentrasi Oksigen

JENIS ALAT KONSENTRASI

OKSIGEN

ALIRAN

OKSIGEN

Nasal kanula 24-32% 2-4 LPM

Simple Face Mask 35-60% 6-8 LPM

Partial Rebreather 35-80% 8-12 LPM

Non Rebrether 50-95/100% 8-12 LPM

Venturi 24-50% 4-10 LPM

Bag-Valve-Mask (Ambubag)

Tanpa oksigen 21% (udara)

Dengan oksigen 40-60% 8-10 LPM

Dengan reservoir 100% 8-10 LPM

4

Page 5: Modul II Pbl 1 Trauma

Pada terapi oksigen jangka panjang, peningkatan PCO2 arteri

biasanya kecil dan ditoleransi baik. Namun kadangkala berkembang

hiperkapnia yang serius sehingga harus berhati-hati melanjutkan terapi

oksigen. Pemberian oksigen pada pasien PPOK dengan gagal napas tipe 2

dapat menimbulkan efek toksisitas , retensi CO2 dan asidosis respiratorik,

yang gejala awalnya berupa nyeri dada substernal, takipnu, dan batuk yang

tidak produktif. Karena untuk deteksi toksisitas oksigen tidak mudah,

maka perlu dilakukan pencegahan timbulnya toksisitas oksigen dengan

cara pemberian oksigen harus dilakukan dengan dosis dan cara yang tepat.

Pemberian oksigen yang paling aman dilakukan pada FiO2 0,5-1.

Menggunakan suplemen oksigen beresiko terhadap api, oleh karena itu

hindari merokok, dan tabung harus diyakini aman agar tidak jatuh dan

meledak.

c. Circulation

Permasalahan

Nadi tidak teraba

Tanda klinis syok :

1. Kulit telapak tangan dingin, pucat, basah

2. Capillary refill time > 2 detik

3. Nafas cepat

4. Nadi cepat > 100

5. Tekanan darah sistole < 90-100

6. Kesadaran : gelisah s/d koma

Penilaian sirkulasi

Umum

Frekuensi denyut jantungFrenkuensi denyut jantung pada orang

dewasa adalah 60-80/menit.

Penentuan denyut nadi pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi

diraba pada a.radialis (lengan bawah,dibelakang ibu jari) atau

a.karotis, yakni sisi samping dari jakun.

5

Page 6: Modul II Pbl 1 Trauma

6

Page 7: Modul II Pbl 1 Trauma

Penanganan

Lakukan Tredelenburg manuver (angkat kaki pasien 45˚ ke atas)

Lakukan resusitasi cairan

d. Disability

Penilaian Disability

Pemeriksaan neurologis singkat:

AVPU : Penilaian sederhana ini dapat digunakan secara cepat :

A = Alert/Awake : sadar penuh

V = Verbal stimulation :ada reaksi terhadap perintah

P = Pain stimulation : ada reaksi terhadap nyeri

U = Unresponsive : tidak bereaks

GCS (Glasgow coma scale)

Secondary Survey:

a. Survey sekunder adalah pemeriksaan kepala sampai kaki

(head to toe examination), termasuk pemeriksaan tanda vital. Survey

sekunder baru dilaksanakan setelah primary survey selesai, resusitasi

sudah dilakukan, dan ABC-nya penderita dipastikan membaik.

b. Pada survey sekunder ini dilakukan pemeriksaan neurologi lengkap, 

ter-masuk mencatat skor GCS bila belum dilaksanakan dlm survey

primer. Pada survey sekunder ini juga dilakukan pemeriksaan

radiologi yg diperlukan.

Pemeriksaan pada Secondary Survey meliputi :

a. Anamnesis

1. A-Alergi

2. M-Medikasi (obat yg diminum saat ini

3. P-Past Illness (penyakit penyerta) / Pregnancy

4. L-Last Meal

5. E-Event / Environment

7

Page 8: Modul II Pbl 1 Trauma

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan :

1. Penyakit yang diderita sebelum penurunan kesadaran

2. Keluhan-keluhan sebelum penurunan kesadaran

3. Obat-obat yang diminum selama ini

4. Berangsur-angsur ?

5. Trauma kepala ?

b. Pemeriksaan Umum

1. Tanda vital : jalan nafas, respirasi, sirkulasi

2. Nadi : frekuensi, isi dan ritme

3. Tensi : pengukuran kiri dan kanan

4. Suhu baik rektal atau ketiak

5. Bau pernafasan : alkohol, aseton

6. Warna kulit : ikterus, sianosis

7. Selaput mulut bibir : ada darah

8. Kulit : bekas suntikan , kulit basah berkeringat, purpura, sianosis

9. Turgor kulit (dehidrasi)

10. Kepala : telinga, hidung keluar darah, keluar liquor

11. Thorax : paru-paru dan jantung

c. Pemeriksaan Khusus

1. Pemeriksaan derajat kesadaran

Penilaian secara kuantitaif : GCS (E1M1V2)

2. Pemeriksaan menetapkan letak proses

a. Observasi umum : gerakan otomatik, gerakan mioklonik,

letak lengan dan tungkai

b. Pengaturan pola nafas : Cheyne stokes, hiperventilasi

c. Kelainan pupil : besar pupil, perbandingan besar, refleks

pupill

8

Page 9: Modul II Pbl 1 Trauma

d. Refleks sefalik batang otak : gerakan mata boneka,

refleks okulomvestibular (tess kalori), refleks kornea,

refleks muntah

e. Reaksi terhadap rangsangan nyeri : menekan bawah

kuku, menekan supra orbita, menekan sternum

f. Fungsi traktus piramidalis (UMN) : kelumpuhan, refleks

tendon, tonus otot.

d. Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium : darah rutin, kadar gula darah, elektrolit, fungsi

ginjal, fungsi hati, gas darah.

2. Lumbal pungsi bila tidak ada kontraindikasi

3. Oftalmoskop

4. EEG

5. CT-Scan : pada tumor, infark luas, perdarahan

6. Pemeriksaan CITO terutma kadar gula darah, hematokrit, Hb,

elektrolit

2. PENYEBAB PENURUNAN KESADARAN

a. Lesi supratentorial

Pada lesi supratentorial, gangguan kesadaran akan terjadi baik oleh

kerusakan langsung pada jaringan otak atau akibat penggeseran dan

kompresi pada ARAS karena proses tersebut maupun pada gangguan

vaskularisasi dari edema yang diakibatkan. Proses ini menjalar secara

radial dari lokasi lesi ke arah rostrocaudal sepanjang batang otak.

Proses supratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat

kesadaran seperti :

Disfungsi difus kortikal dari korteks cerebri seperti ensefalitis,

neoplasma, trauma kepala tertutup dan perdarahan, empiema

subdural (akumulasi nanah), intraserebral (perdarahan, infark,

emboli dan tumor).

9

Page 10: Modul II Pbl 1 Trauma

Kelainan fokal hemisfer serebri disebabkan massa yag menjepit

menekan struktur bagian dalam diensephalon, herniasi

mengganggu thalamus dan activating hypothalamus.

Gejala – gejala klinik akan timbul sesuai dengan prooses tersebut

yang dimulai dengan gejala – gejala neorologik fokal sesuai

dengan lokasi lesi. Jika keadaan bertambah berat dapat timbul

sindroma diencephalon, sindroma mesenchephalon dan

deserebrasi.

b. Lesi infratentorial

Pada lesi infratentorial gangguan kesadaran dapat terjadi karena

kerusakan ARAS baik oleh proses intrinsik pada batang otak maupun

oleh proses ekstrinsik.

Proses infratentorial dapat menyebabkan penurunan tingkat

kesadaran berupa destruksi langsung pada ARAS, Batang otak rusak

akibat invasi langsung (demeilinasasi, neoplasma, granuloma, abses,

trauma capitis) atau invasi tidak langsung

c. Gangguan difus (gangguan metabolik)

Pada penyakit metabolik, gangguan neurologik umumnya terjadi

bilateral dan hampir selalu simetrik. Selain itu gejala neurologiknya

tidak dapat dilokalisir pada suatu susunan anatomi tertentu pada

susunan saraf pusat.

Penyebab gangguan kesadaran pada golongan ini terutama akibat

kekurangan O2 (oksigen), kekurangan glukosa, gangguan sirkulasi

darah, gangguan keseimbangan asam basa serta pengaruh berbagai

macam toksin.

3. PATOFISIOLOGI GEJALA PADA KASUS TERSEBUT?

a. Kesadaran Menurun

Kesadaran merupakan fungsi utama susunan saraf pusat. Untuk

mempertahankan fungsi kesdaran yang baik, perlu suatu interaksi yang

10

Page 11: Modul II Pbl 1 Trauma

konstan dan efektif antara hemisfer serebri yang intak dan formasio

retikularis di batang otak. Gangguan pada hemisfer atau

formasioretikularis dapat menimbulkan gangguan kesadaran. Bergantung

pada beratnya kerusakan, gangguan kesadaran berupa apati, delirium,

somnolen, sopor atau koma. Lintasan asendens dalam susunan saraf pusat

yang menyalurkan impuls sensorik protopatik, propioseptik dan perasa

pancaindra dari perifer ke daerah korteks perseptif primer disebut lintasan

asendens spesifik atau lintasan asendens lemniskal. Ada pula lintasan

asendens aspesifik yakni formasio retikularis di sepanjang batang otak

yang menerima dan menyalurkan impuls dari lintasan spesifik melalui

kolateral ke pusata kesdaran pada batang otak bagian atas serta

meneruskannya ke nukleus intralaminaris talami yang selanjutnya

disebarkan difus keseluruh permukaan otak. Pada manusia pusat

kesadaran terletak di daerah pons, formasio retikularis daerah

mesensefalon diensefalon. Lintasan aspesifik ini disebut diffuse ascending

reticular activating system (ARAS). Melalui lintasan aspesifik ini, suatu

impuls dari perifer akan menimbulkan rangsang pada seluruh permukaan

korteks serebri. Dengan adanya 2 sistem lintasan tersebut terdapatlah

penghantaran asendens yang pada pokoknya berbeda. Lintasan spesifik

menghantarkan impuls sari satu titik pada alat reseptor ke satu titik pada

korteks perseptif primer. Sebaliknya lintasan asendens aspesifik

menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada tubuh ke seluruh

korteks serebri. Neuron-neuron di korteks serebri yang digalakkan oleh

impuls asendens aspesifik itu dinamakan neuron pengemban

kepawaspadaaan, sedangkan yang berasala dari formasio retikularis dan

nuklei intralaminaris talami disebut neuron penggalak kewaspadaan.

Gangguan pada kedua jenis neuron tersebut oleh sebab apapun akan

menimbulkan gangguan kesadaran.

b. Pernapasan cepat

Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot-otot

pernapasan tambahan seperti sternokleidomastoideus, scalenus, trapezius,

11

Page 12: Modul II Pbl 1 Trauma

dan pectoralis mayor, adanya pernapasan cuping hidung, tachypneu dan

hiperventilasi. Tachypneu adalah frekuensi pernapasan yang cepat, yaitu

Gejala objektif sesak napas termasuk juga penggunaan otot otot pernpasan

tambahanseperti sternocleidomastoidseus, scalenus, trapezius, dan

pectoralis mayor, adanyapernapasan cuping hidung, tachypnea dan

hiperventilasi. Tachypnea adalah frekuensipernapasan yang cepat, yaitu

lebih dari 20 kali permenit yang dapat muncul dengan atautanpa dispnea.

Hiperventilasi adalah ventilasi yang lebih besar daripada jumlah

yangdibutuhkan untuk mempertahan kan pengeluaran CO2 normal, hal ini

dapat diidentifikasi kandengan memantau tekanan parsial CO2 arteri, atau

tegangan pa CO2 yaitu lebih rendah dariangka normal yaitu 40mmHg.

Jika kemampuan mengembang dinding toraks atau paru menurun sedang tahanan

salurannapas meningkat, maka tenaga yang diperlukan oleh otot

pernapasan guna memberikanperubahan volume serta tenaga yang

diperlukan kerja pernapasan akan bertambah. Hal iniberakibat kebutuhan

oksigen juga bertambah atau meningkat. Jika paru tidak mampumemenuhi

kebutuhan oksigen, akhirnya akan menimbulkan sesak napas. Mekanisme

sesak napas seperti yang dijelaskan tersebut sebenarnya berasal dari dua

teori yaitu pertama, teori kerja pernapasan dari Marshall yang

menekankan pada peningkatan energi jika kerja pernapasan bertambah dan

selanjutnya menyebabkan sesak napas dan kedua teori oxygencost of breathing

yang dikemukakan oleh Harrison pada tahun 1950. Menurut Harrison,

gangguan mekanik dari alat pernapasan yang disebabkan oleh beberapa

penyakit paru akan meningkatkan kerja otot pernapasan yang melebihi

pemasokan energi aliran darah denganakibat terjadi penumpukan bahan-

bahan metabolik. Bahan metabolik merangsang reseptor sensoris yang

terdapat di dalam otot dan akan menimbulkan sensasi sesak napas.

Otot Pernapasan yang Abnormal

Kelainan otot pernapasan dapat berupa kelelahan, kelemahan dan

kelumpuhan.monodScherrer melakukan penelitian pada otot diagfragma

yang mengalami kelelahan. Simpulnya,bahwa kelelahan yang terjadi dan

12

Page 13: Modul II Pbl 1 Trauma

berkembang pada otot tergantung dari jumlah energi yangtersimpan di

dalam otot serta kecepatan pemasokan energi, pemakaian otot yang tepat

guna,serta kecepatan kerja otot. Otot-otot yang lelah ini tidak mampu

memenuhi kebutuhan  ventilasi dalam jangka panjang, akibatnya timbul

sesak napas. Kelemahan dan kelumpuhan seperti yang terjadi pada

penyakit miastenia gravis, tirotoksikosis, poliomelitis dan

sindromaguillain barre dapat menyebabkan sesak napas.

Dahulu mekanisme yang dapat menimbulkan sesak napas ini

diduga melalui hipoksia danhiperkapnia yang terjadi sebagai akibat

dinding toraks dan paru tidak dapat mengenbangmaupun mengepis dengan

baik. Hal ini disebabkan otot-otot diagfragma dan otot-ototinterkostalis

mengalami kelemahan atau kelumpuhan. Tetapi penelitian Patterson dan

kawan-kawan (1962) menunjukkan bahwa sensasi sesak napas telah

timbul pada lebih dari 20mmHg, malahan Noble (1970) pada penderita

poliomelitis yang memakai ventilator, sensasisesak napas tidak terjadi

walaupun telah dinaikkan dari 36 hingga 64 mmHg.

Percobaan yang dilakukan oleh Douglas & Haldane yang kemudian diulang

dengan cara yangsama oleh Godfrey & Cambell membuktikan bahwa

perasaan tidak menyenangkan sewaktubernapas akan bertambah sesuai

dengan lama menahan napas serta perubahan dan yangterjadi. Dengan kata lain,

hipoksia dan hiperkapnia ikut berperan dalam hal timbulnya sensasisesak

napas. Jadi, rangsang terhadap kemoreseptor sentral maupun perifer

akanmeningkatkan aktivitas eferen neuron medula. Aktivitas ini akan

diteruskan ke pusat yanglebih tinggi sehingga menimbulkan sensasi sesak

napas. Karena itu mereka menyimpulkanbahwa perubahan oksigenasi, dan

konsentrasi ion H sendiri tidak langsung menyebabkan sensasi sesak napas.

Mekanisme terjadinya sesak napas

Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme

seperti jika ruang fisiologimeningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan

pada pertukaran gas antara O2 dan CO2 sehingga menyebabkan kebutuhan

ventilasi makin meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang

13

Page 14: Modul II Pbl 1 Trauma

normal ruang mati ini hanya berjumlah sedikit dan tidak terlalu

penting,namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran

pernapasn maka ruang mati akan meningkat.

Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan napas maka

pertukaran gas juga akanterganggu dan juga dapat menebab kan dispnea.

Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurnan

terhadap compliance paru,semakin rendah kemampuan terhadap

compliance paru maka makinbesar gradien tekanan transmural yang

harusdibentuk selama inspirasi untuk menghasilkan pengembangan

paruyang normal. Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam

salah satu nya adalahdigantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa

akibat inhalasi asbston atau iritan yang sama.

c. Nadi Lemah

Nadi radial yang biasa teraba lemah menunjukkan terjadinya syok.

Syok sirkulasi dianggapsebagai rangsang paling hebat dari hipofisis

adrenalis sehingga menimbulkan akibat fisiologidan metabolisme yang

besar. Syok didefinisikan juga sebagai volume darah sirkulasi

tidak adekuat yang mengurangi perfusi, pertama pada jaringan non vital

(kulit, jaringan ikat,tulang, otot) dan kemudian ke organ vital (otak,

jantung, paru-paru, dan ginjal).Keadaan syok akan melalui tiga tahapan

mulai dari tahap kompensasi (masih dapat ditanganioleh tubuh),

dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan ireversibel

(tidak dapat pulih).

4. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

1) Hiperosmolaritas Hiperglikemik Non-Ketotik

Komplikasi akut dari DM yang ditandai dengan keadaan

hiperosmolar tanpaadanya ketosis

Etiologi

Bisa disebabkan karna adanya penyakit penyerta, infeksi dan

penggunaan obat-obatan

14

Page 15: Modul II Pbl 1 Trauma

Patofisiologi

Yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria.

Diuresisglukosuria inilah yang mengakibatkan terjadinya syok

hipovolemik pada pasien yang mengakibatkan penurunan kesadaran. Penyebab tidak

terjadinyaketoasidosis yang membedakan penyakit ini dengan Ketoasidosis

Diabetik belum diketahui.

Gejala Klinis:

Sama dengan Ketoasidosis, tapi pada HHNK tidak ditemukan bau

keton pada nafas penderita.

Diagnosis

Ditegakkan apabila:

1) Glukosa Plasma >600 mg/dL

2) pH >7,3

3) Osmolaritas serum >320 mOsm/kg

Penatalaksanaan

Serupa dengan KAD, tapi pada HHNK, cairan yang diberikan

adalah cairan hipotonis, rehidrasi intravena agresif , penggantian

elektrolit, pemberian insulin itravena dan diagnosis & manajemen

faktor pencetus

2) Ketoasidosis

Keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai dengan

triashiperglikemia, asidosis, dan ketosis, terutama karena defisiensi

insulin absolutmaupun relatif.

Etiologi

1. IMA 

2. Pankreatitis akut

3. Obat Steroid 

4. Mengehentikan atau mengurangi dosis insulin

15

Page 16: Modul II Pbl 1 Trauma

Patofisiologi:

Terjadi karena adanya defisiensi insulin absolut atau relatif dan

peningkatanhormon kontra regulator. Salah satu hormon kontra regulator

(epinefrin)mengaktivasi hormon lipase sensitif pada jaringan lemak,

sehingga lipolisismeningkat dan produksi benda keton meningkat.

Penurunan insulin juga mengakibatkan glukoneogenesis pada hati

meningkat, dan memperparah ketosis. Terjadinya penurunan kesadaran

pada pasien ketoasidosis diakibatkan karenadiuresis osmotik yang

mengakibatkan hipovolemia sehingga terjadi syok.

Gejala Klinis:

1. Pernafasan cepat dan dalam (kussmaul)

2. Dehidrasi sampai syok 

3. Nafas bau keton

Diagnosis

Diharapkan hasil pemeriksaan pada pasien:

1. Kadar glukosa >250 mg%

2. pH <7,35

3. HCO3 rendah

4. Anion Gap Positif 

5. Keton serum positif 

Penatalaksanaan

yaitu dengan penggantian cairan dan garam yang hilang.

3) Stroke

Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak,

progresi cepat, berupadefisit neuologis fokal dan/atau global, yang

berlangsung 24 jam atau lebih ataulangsung menimbulkan kematian, dan

semata-mata disbabkan oleh gangguanperedaran darah otak non

traumatik

Presentasi klinis stroke akut

1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (biasanya hemiparese)

yang timbulnya mendadak 

16

Page 17: Modul II Pbl 1 Trauma

2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan

3. Perubahan mendadak status mental (konfusi, delirium, letargi,

stupor, atau koma)

4. Afasia (bicara tdk lancar, kurangnya ucapan, atau kesulitan

memahami ucapan)

5. Disartria (bicara pelo atau cadel)

6. Gangguan penglihatan (hemianopia atau monokuler) atau

diplopia

7. Ataksia

8. Vertigo, mual dan muntah, atau nyeri kepala.Penyebab

9. Infark otak (80%)

10. Perdarahan intraserebral (15%)

11. Perdarahan subarakhnoid (5%)

12. Penyebab lain (dapat menimbulkan infark atau perdarahan)

Faktor resiko

1. Yang tidak dapat diubah: usia yg meningkat, jenis kelamin pria,

ras, riwayat keluarga,riwayat TIA, atau stroke, PJK, fibrilasi

atrium, heterozigot atau homozigot untuk homosistinuria.

2. Yang dapat diubah: hipertensi, DM, merokok, penyalahgunaan

alkohol dan obat,kontrasepsi oral, hematorit meningkat,

hoperurisemia, dislipidemia.Diagnosis

Anamnesis dan pem.fisik-neurologis

1. Sistem skoring untuk membedakan jenis stroke (skor stroke

Gajah mada, skor strokeAllen, skor stroke Siriraj)

2. Scan tomografik (pem. Baku emas untuk memebedakan infark

dengan perdarahan)

3. Scan resonansi magnetik (lebih sensitif dalam mendeteksi infark

serebri dini daninfark batang otak)Penatalaksanaan stroke akut

4. Stabilisasi pasien dengan tindakan ABC

5. Pertimbangan intubasi bila kesadaran stupor, koma, atau gagal

napas

17

Page 18: Modul II Pbl 1 Trauma

6. Pasang jalur infus IV dengan larutan salin normal, 20 ml/jam,

jangan memakai cairanhipotonis mis.dextrosa 5% dalam air dan

salin 0,45%, krn dapat memperberat edemaotak 

7. Berikan Oksigen 2-4 ltr/mnit via kanul hidung

8. Jangan memberikan makanan atau minuman lewat mulut

9. EKG dan foto rontgen toraks

4) Syok Kardiogenik

Syok kardiogenik adalah gangguan yang disebabkan oleh penurunan curah

janyungsistemik pada keadaan volume intravaskular yang cukup, dan

dapat menyebabkanhipoksia jaringan.

Patofisiologi

Pada pasien pasca IM, diduga terdapat aktivasi sitokin inflamasi

yang menyebabkanpeninggian kadar iNOS, NO dan peroksinitrit, dimana

semuanya mempunyai efek buruk antara lain :

1. Inhibisi langsung kontraktilitas miokard

2. Supresi respirasi mitokondria pada miokard non iskemik

3. Efek terhadap metabolisme glukosa

4. Efek proinflamasiPenurunan responsivitas katekolamin

5. Merangsang vasodilatasi sistemik 

Anamnesis & pemeriksaan klinis

Anamnesis :

Pasien dgn IMA dtg dgn keluhan tipikal nyeri dada yg akut,

dan kemungkinan sudahmempunyai riwayat penyakit jantung

koroner sebelumnya

1. Palpitasi

2. Sinkop

Pemeriksaan fisis :

1. Pd pemeriksaan awal akan ditemukan tekanan darah sistolik yg

menurun sampai <90mmHg

2. Pemeriksaan dada akan menunjukkan adanya ronki

18

Page 19: Modul II Pbl 1 Trauma

Penatalaksanaan

1. Volume pengisian ventrikel kiri harus dioptimalkan, dan pada

keadaan tanpa adanya bendungan paru, pemberian cairan

sekurang-kurangnya 250 ml dapat dilakukan dalam10 menit.

2. Tindakan resusitasi segera

3. Menentukan secara dini anatomi koroner

4. Melakukan revaskularisasi dini

19

Page 20: Modul II Pbl 1 Trauma

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Terapi Oksigen,

dalam: Uyainah. Anna. Z.N. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V,

Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 161-165.

2. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Dukungan

Ventilator Mekanik, dalam: Zulkifli. Amin. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,

Jilid I, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 166-174.

3. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Koma

Hiperosmolaritas Hiperglikemik Non Ketotik, dalam: Soewondo. Pradana.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing,

2009, hal. 1912-1916.

4. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Ketoasidosis

Diabetik, dalam: Soewondo. Pradana. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid

III, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 1906-1911.

5. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Strok Dan

Penatalaksanaannya Oleh Internis, dalam: Hadi. Martono. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V, Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 892-

898.

6. Sudoyo. Aru W, Setiyohadi. Bambang, Alwi. Idrus, dkk, Syok Kardiogenik,

dalam: Hadi. Martono. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi V,

Jakarta, InternaPublishing, 2009, hal. 245-251.

20