Vertebra Pelvis

download Vertebra Pelvis

of 24

description

Vertebra Pelvis

Transcript of Vertebra Pelvis

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangTrauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak. Sedangkan untuk trauma pelvis sendiri fraktur pelvis dapat dikatakan sebagai trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.Fraktur pelvis merupakan 5 % dari seluruh fraktur.2/3 trauma pelvis terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. 10% diantaranya disertai trauma pada alat-alat dalam rongga panggul seperti uretra, buli-buli, rektum serta pembuluh darah.Fraktur pelvis berhubungan dengan injuri arteri mayor, saluran kemih bagian bawah, uterus, testis, anorektal dinding abdomen, dan tulang belakang. Dapat menyebabkan hemoragic (pelvis dapat menahan sebanyak 4 liter darah) dan umumnya timbul manifestasi klinis seperti hipotensi, nyeri dengan penekanan pada pelvis, perdarahan peritoneum atau saluran kemih.Fraktur pelvis berkekuatan-tinggi merupakan cedera yang membahayakan jiwa. Perdarahan luas sehubungan dengan fraktur pelvis relatif umum namun terutama lazim dengan fraktur berkekuatan-tinggi. Kira-kira 1530% pasien dengan cedera pelvis berkekuatan-tinggi tidak stabil secara hemodinamik, yang mungkin secara langsung dihubungkan dengan hilangnya darah dari cedera pelvis. Perdarahan merupakan penyebab utama kematian pada pasien dengan fraktur pelvis, dengan keseluruhan angka kematian antara 6-35% pada fraktur pelvis berkekuatan-tinggi rangkaian besar.Akibat medula spinalis akibat trauma adalah paling sering terjadi dan menjadi penyebab ketidak kemampuan dan kematian di united states. Kira-kira 10 % trauma sistem saraf mengenai medula spinalis. Diperkirakan lebih dari 100 ribu oarang menderita paralise Akibat cidera medula spinalis dan 10 ribu oarang atau lebih terkena cidera dalam satahun. Kebanyakan orang yang cedera medula spinalis adalah pria berumur 18 sampai 25 tahun.Lesi trauma yang berat dari medula spinalis dapat menimbulkan transaksi dari medula spinalis atau merobek medula spinalis dari satun tepi ketepi yang lain pada tingkat tertentu disertai hilangnya fungsi. Transaksi juga disebut cidera Akibat medula spinalis lengkap. Quadriplegi terjadi pada pasien yang cidera pada salah satu segmendari servikal Akibat medula spinalis. Pada tingkat awal semua cidera Akibat medula spinalis belakang terjadi periode fleksi paralise dan hilang semua reflek dibawah lagi. Fungsi sensori dan autonom juga hilang, medula spinalis juga bisa menyebabkan gangguan sistem perkemihan, disrefleksi otonom atau hiperefleksi juga fungsi seksual juga dapat terganggu.Perawatan awal setelah terjadi cidera kepala medula spinalis ditujukan pada pengembalian kedudukan tulang dari tempat yang patah atau dislokasi. Langkah-langkahnya terdiri dari immobilisasi sederhana, traksi skeletal, tindakan bedah untuk membebaskan kompresi spina. Sangat penting untuk mempertahankan tubuh dengan tubuh dipertahankan lurus dan kepala rata. Kantong pasir mungkin diperlukan untuk mempertahankan kedudukan tubuh.

B. Tujuan Penulisan1. Tujuan umumUntuk pemahaman asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma medula spinalis dan trauma pelvis2. Tujuan khususa. Memahami anatomi fisiologi medula spinalis dan pelvis.b. Memahami koonsep dasar tentang trauma medula spinalis dan pelvis.c. Dapat melaksanakan pengkajian pada pasien dengan trauma medula spinalis dan pelvisd. Merumuskan diagnosa keperawatan pada trauma medula spinalis dan pelvis.e. Dapat membuat NCP pada trauma medula spinalis dan pelvis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

A. Trauma Medula Spinalis 1. DefinisiTrauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang( spinal cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Selain itu juga ada yang terjadi pada ekstra dural serta intra-durel walaupun jumlahnya tidak banyak.2. EtiologiPenyebab dari Trauma medula spinalis yaitu karena kecelakaan mobil, sepeda motor, menyelam, berselancar dan kecelakaan atletik lain, tembakan senapan merupakan merupakan penyebab utama dari medula spinalis.3. PatofisiologiKerusakan medula spinalis berkisar dari komosio sementara ( dimana pasien sembuh sempurna) sanpai kontusio, laserasi dan kompresi substansi medula ( baik salah satu maupun kombinasi). Sampai transeksi lengkap medula ( yang membuat pasien paralisis dibawah tingkat cidera).Bila hemoragi terjadi pada daerah spinalis, darah dapat merembes ke extradural subdural atau daerah subarahnoid pada kanal spinal. Segera Setelah terjadi kontusio atau robekan akibat cidera, serabut-serabut saraf mulai membengkak dan hancur. Sirkulasi darah ke substansia griseria medula spinalis menjadi terganggu tidak hanya hal ini saja yang terjadi pada cidera pembuluh darah medula spinalis, tetapi proses patogenik dianggap menyebabkan kerusakan yang terjadi pada cedera medula spinalis akut. Suatu rantai sekunder kejadian- kejadian yang menimbulkan iskemia, hipoksia, edema dan lesi-lesi hemoragi, yang pada gilirannya mengakibatkan keruskan mielin dan akson.Reaksi sekunder ini, diyakini penyebab prinsip desenerasi medula spinalis pada tinkat cudera, sekarang dianggap reversibel 4 sampai 6 jam setelah cidera. Untuk itu jika kerusakan medula tidak dapat diperbaiki, maka beberapa metode mengawali pengobatan dengan menggunakan kortikosteroid dan obat-obat anti inflamasi lainnya yang dibutuhkan untuk mencegah kerusakan sebagian dari perkembangannya, masuk ke dalam kerusakan total dan menetap.4. Manifestasi KlisnisTrauma ini umumnya mempunyaigejala klinis yang hampir kebanyakansatu sama lainnya, baik intradural extra-meduler, extraduller atau intra-duller yaitu sebagai berikut :a. Gejala-gejala radikular :hipertensi,nyeri akarb. Gejala penekananc. gejala sensorikd. Peninggian reflek fisiologis dan timbul reflek patologis.e. Sindrom Bladder-Rectum Incontinensia urin, retensio urin, konstipasif. gangguan saraf simpatis : reflek pilomotor (merinding), reflk vasomotor (pucat kalau kulit ditusuk), berkeringat. 5. Klasifikasi kemerosotan neurologis sehubungan dengan tingkat lesi spinal cord.TINKAT LESIKEMEROSOTAN NEUROLOGIS

C1 ke C2Quardiplegia; tidak ada fungsi pernafasan karena hambatan pernafasan jika tidak diobati ( Respiratory Arrest )C3 ke C4Quardiplegia ; kehilangan saraf yang mempersarafi saraf diafragma ( Phrenic Meive ) tidak ada pernafasan.C4 ke C5Quardiplegia ; tidak ada kekuatan mator lengan.C5 ke C6Quardiplegia ; fungsi motor lengan yang menyilang.C6 ke C7Quardiplegia ; tidak ada fungsi trisep kecuali bisep.C7 ke C8Quardiplegia ; tidak ada fungsi intrinsik otot tangan kecuali trisep.

T1 ke T2 & L1 Ke L2Paraplegia ; fungsi lengan ada beberapa kehilangan intercostal, kehilangan fungsi kandung kemih, usus besar / bowel, fungsi sex.L2 dan bawahnyaKerusakan Cauda equina ; kombinasi hilangnya sensori, motorik, bowel, kandung kemih, fungsi sex, derajat cidera tergantung pada akar saraf mana yang terkena

TINGKAT GANGGUAN NEUROLOGIS SESUAI SEGMENT MEDULA SPINALIS.Musculus / pleksusSegmentNervus

Pleksus cervikalisC1 - C4

- DiafragmaC3 - C4Frenikus

- SkaleniC3 - C8

Pleksus BrachialisC5 - Th 2

Seratus anteriorC5 - C7 - C6Torasikus longus

Supra dan infraspinatiC5 - C6Supraskapularis

DeltoideusC5Aksilaris

Teres minorC4 - C5

Teres mayorC5 - C6Subskapularis

BisepC5 - C6Muskuluskeletal

Brakialis antikusC5 - C6

KorachobrachialisC5-C6-C7

Fleksor carpi radialisC6Medianus

Pronator teresC6 - C7

Fleksor digitorumsublimisC7

Fleksor folocis longusC7

Fleksor digitorum profundusC7

Pronator quadratusC6

Abduktor polocis brevisC7 - C8

Fleksor polisis brevisC7 - C8

Oponens polisisC6 - C7

Lumbrikalus 1-2-3C8, Th 1

Fleksor carpi ulnarisC6

Fleksor digitorum profundusC7Ulnaris

Abduktor polisisC7, Th1

Lumbrikalus 3-4C8, Th 1C8, Th 1

Abduktor minimi digitiC8, Th 1

Oponens minimi digitiC7 - 8, Th 1

Fleksor minimi digitiC7 - 8, Th 1

TriceptC6 - 7Radialis

Brachio radialisC5 - 6

Ekstensor Carpi radialisC 6 - 7

Ekstensor digitorum komunisC 7

Ekstensor digiti quinti propeusC 7

Ekstensor carpi ulnalisC 7

Supinator brevisC5 - 6

Abduktor polisis longusC 7 - 8

Ekstensor polisis brevisC 8, Th 1

Ekstensor polisis longusC 7

Ektensor Indisis propriusC 7

Nervus torasikusTh 1 - 12

IntercostalTh 1 - 11Intercostalis

Subcostal

Abdominal- Eksternal oblik- Internal Oblik- Transversalis- RectusTh 8 - 12

Pleksus lumbalisTh 12 L 4

illiopsoasTh 12 L1,2,3

SartoriusL2 - 3Krulalis

Quadrisepsl2 4Obsturator

PektineusL2 - 4

AbduktorL2 4

GrasilisL2 4

Obturator EksternusL3 4

Pleksus sakralisL5 S5

Obsturator InternusL5 S1

GemeliL4 5, S1Ischiadikus

Kuadratus femorisL4 5, S1

Biceps FemorisL5 S1 2

Semiten dinosusL4 5, S1

SemimembranosusL4 5, S1

Tibialis antikusL4 5Peroneus (Fibularis )

ekstensor digitorum longusL4 5, S1

Ekstensor halusis longusL4 5

Ekstensor digitorum brevisL5 , S1

Ekstensor halusis brevisL4 5

Peroneus ( fibularis )L5, S1

GastrognemiusL4 S1- 2Tibialis

SoleusL5 S1

Tibialis postikusL5 S1

Fleksor digitorum longusL5, S1 3

Fleksor halusis longusL5 S1 3

Fleksor digitorum brevisL5 S1

Fleksor halusis brevisL5 S1-2

PlantarisS1 2

Sfingter dan parinealS3 4 5Pudendus

B. Trauma Pelvis1. DefinisiFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasanyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sehingga fraktur pelvis dapat dikatakan sebagai trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh ruda paksa, misal : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.2. Manifestasi KlinisFraktur panggul sering merupakan bagian dari salah satu trauma multipel yang dapat mengenai organ-organ lain dalam panggul. Keluhan berupa gejala pembengkakan, deformitas serta perdarahan subkutan sekitar panggul. Penderita datang dalam keadaan anemia dan syok karena perdarahan yang hebat. Pengkajian awal yang perlu dilakukan adalah riwayat kecelakaan sehingga luasnya trauma tumpul dapat diperkirakan. Sedangkan untuk trauma penetrasi, pengkajian yang perlu dilakukan adalah posisi masuknya dan kedalaman. Klien dapat menunjukkan trauma abdomen akut. Pada kedua tipe trauma terjadi hemoragi baik baik internal maupun eksternal. Jika terjadi rupture perineum, manifestasi peritonitis berisiko muncul,seluruh drainase abdomen perlu dikaji untuk mengetahui isi drainase tersebut.Bilas abdomen umumnya dilakukan untuk mengkaji adanya perdarahan diseluruh abdomen yang mengalami luka, dengan cara memasukkan cairan kristaloid ke dalam rongga peritoneum diikuti dengan paracentesis (rainase isi abdomen).Catat dan dokumentasikan warna dan jumlah drainase.

3. Etiologia. Trauma langsung: benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat tersebut.b. Trauma tidak langsung: bilamana titik tumpul benturan dengan terjadinya fraktur berjauhan.c. Proses penyakit: kanker dan riketsia.d. Compresion force: klien yang melompat dari tempat ketinggian dapat mengakibatkan fraktur kompresi tulang belakang.e. Muscle (otot): akibat injuri/sakit terjadi regangan otot yang kuat sehingga dapat menyebabkan fraktur (misal; elektrik shock dan tetani).4. PatofisiologiTulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinyaTrauma biasanya terjadi secara langsung pada panggul karena tekanan yang besar atau karena jatuh dari ketinggian. Pada orang tua dengan osteoporosis dan osteomalasia dapat terjadi fraktur stress pada ramus pubis.

5. KlasifikasiMenurut Marvin Tile disruption of pelvic ring dibagi :1. Stable (Tipe A)2. Unstable (Tipe B)3. Miscellaneous (Tipe C)Fraktur Tipe A : pasien tidak mengalami syok berat tetapi merasa nyeri bila berusaha berjalan. Terdapat nyeri tekan lokal tetapi jarang terdapat kerusakan pada visera pelvis. Fraktur Tipe B dan C:pasien mengalami syok berat, sangat nyeri dan tidak dapat berdiri, serta juga tidak dapat kencing. Kadang kadang terdapat darah di meatus eksternus. Nyeri tekan dapat bersifat lokal tetapi sering meluas, dan jika menggerakkan satu atau kedua ala ossis ilium akan sangat nyeri.6. Pemeriksaan Penunjanga. Pemeriksaan radiologis:1) Setiap penderita trauma panggul harus dilakukan pemeriksaan radiologis dengan prioritas pemeriksaan rongent posisi AP.2) Pemeriksaan rongent posisi lain yaitu oblik, rotasi interna dan eksterna bila keadaan umum memungkinkan.b. Pemeriksaan urologis dan lainnya:1) Kateterisasi2) Ureterogram3) Sistogram retrograd danpostvoiding4) Pielogram intravena5) Aspirasi diagnostik dengan lavase peritoneal7. Penatalaksanaana. Tindakan operatif bila ditemukan kerusakan alat alat dalam rongga panggulb. Stabilisasi fraktur panggul, misalnya:1) Fraktur avulsi atau stabil diatasi dengan pengobatan konservatif seperti istirahat, traksi, pelvic sling2) Fraktur tidak stabil diatasi dengan fiksasi eksterna atau dengan operasi yang dikembangkan oleh grup ASIFBerdasarkan klasifikasi Tile:1) Fraktur Tipe A: hanya membutuhkan istirahat ditempat tidur yang dikombinasikan dengan traksi tungkai bawah. Dalam 4-6 minggu pasien akan lebih nyaman dan bisa menggunakan penopang.2) Fraktur Tipe B:a) Fraktur tipeopen bookJika celah kurang dari 2.5cm, diterapi dengan caraberistirahat ditempat tidur, kain gendongan posterior atau korsetelastis. Jika celah lebih dari 2.5cm dapat ditutup dengan membaringkan pasien dengan cara miring dan menekan ala ossis ilii menggunakan fiksasi luar dengan pen pada kedua ala ossis ilii.b) Fraktur tipeclose bookBeristirahat ditempat tidur selama sekitar 6 minggu tanpa fiksasi apapun bisa dilakukan, akan tetapi bila ada perbedaan panjang kaki melebihi 1.5cm atau terdapat deformitas pelvis yang nyata maka perlu dilakukan reduksi dengan menggunakan pen pada krista iliaka.c) Fraktur Tipe CSangat berbahaya dan sulit diterapi. Dapat dilakukan reduksi dengan traksi kerangka yang dikombinasikan fiksator luar dan perlu istirahat ditempat tidur sekurang kurangnya 10 minggu. Kalau reduksi belum tercapai, maka dilakukan reduksi secara terbuka dan mengikatnya dengan satu atau lebih plat kompresi dinamis.8. Komplikasia. Komplikasi segera1) Trombosis vena ilio femoral : sering ditemukan dan sangat berbahaya. Berikan antikoagulan secara rutin untuk profilaktik.2) Robekan kandung kemih : terjadi apabila ada disrupsi simfisis pubis atau tusukan dari bagian tulang panggul yang tajam.3) Robekan uretra : terjadi karena adanya disrupsi simfisis pubis pada daerah uretra pars membranosa.4) Trauma rektum dan vagina5) Trauma pembuluh darah besar yang akan menyebabkan perdarahan masif sampai syok.6) Trauma pada saraf :a) Lesi saraf skiatik : dapat terjadi pada saat trauma atau pada saat operasi. Apabila dalam jangka waktu 6 minggu tidak ada perbaikan, maka sebaiknya dilakukan eksplorasi.b) Lesi pleksus lumbosakralis : biasanya terjadi pada fraktur sakrum yang bersifat vertikal disertai pergeseran. Dapat pula terjadi gangguan fungsi seksual apabila mengenai pusat saraf.b. Komplikasi lanjut1) Pembentukan tulang heterotrofik : biasanya terjadi setelah suatu trauma jaringan lunak yang hebat atau setelah suatu diseksi operasi. Berikan Indometacin sebagai profilaksis.2) Nekrosis avaskuler : dapat terjadi pada kaput femur beberapa waktu setelah trauma.3) Gangguan pergerakan sendi serta osteoartritis sekunder : apabila terjadi fraktur pada daerah asetabulum dan tidak dilakukan reduksi yang akurat, sedangkan sendi ini menopang berat badan, maka akan terjadi ketidaksesuaian sendi yang akan memberikan gangguan pergerakan serta osteoartritis dikemudian hari.4) Skoliosis kompensator

C. Pengkajian Keperawatan1. AirwayAdanya desakan otot diafragma dan interkosta akibat cedera spinal sehingga mengganggu jalan napas.Tindakan keperawatan :Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway : headtilt, chin lift, jaw thrust. Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring. Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.2. BreathingPernapasa dangkal, penggunaan otot-otot pernapasan, pergerakan dinding dada.Tindakan Keperawatan :Kaji status pernafasan, kolaborasi pemberian Oksigen, intubasi bila ada indikasi.3. CirculationHipotensi (biasanya sistole kurang dari 90 mmHg), Bradikardi, Kulit teraba hangat dan kering, Poikilotermi (Ketidakmampuan mengatur suhu tubuh, yang mana suhu tubuh bergantung pada suhu lingkungan).Tindakan Keperawatan :Kaji status sirkulasi, kontrol perdarahan, kolaborasi resusitasi cairan, tranfusi darah bila ada indikasi.4. DisabilityMengkaji tingkat kesadaran atau neurologis pasien.Tindakan Keperawatan :Kaji Kehilangan sebagian atau keseluruhan kemampuan bergerak, kehilangan sensasi, kelemahan otot.5. ExposureTindakan Keperawatan :Kaji adanya deformitas tulang belakang, krepitasi tulang belakang, mobilisasi.

D. Diagnosa Keperawatan1. Trauma Vertebraa. Diagnosa Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal serta ketidakmampuan membersihkan sekresi atau hiperventilasi ditandai dengan dispnea,terdapat otot bantu napas.b. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah ditandai dengan bradikardi, nadi teraba lemah, terdapat sianosis, akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor tidak elastis, kelemahan, AGD abnormal.c. Gangguan rasa nyaman nyeri radiks b\d gangguan neurologis atau tertekannya nervus curalis sekunder adanya trauma medula spinalis pada segmen Th 12-L1 2,3.d. Gangguan eliminasi ( bowel incontinensia, konstipasi) b\d rusaknya nervus pudendus lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis.e. Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya penekanan pleksus brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma medula spinalis.f. Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan menetap, perubahan body image) b\d penurunan fungsi neurilogis, sekunder adanya trauma medula spinalis.2. Trauma Pelvisa. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis), kerusakan jaringanb. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kehilangan integritas struktur tulang, gangguan metabolisme sel, kerusakan muskuloskletal dan neuromuskuler, nyeri.c. Resiko tinggi syok hipovolemik b/d penurunan volume darahd. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran dara

E. Intervensi Keperawatan1. Gangguan pola napas tidak efektif b\d kelemahan otot abdomen dan intercostal serta ketidakmampuan membersihkan sekresi atau hiperventilasi ditandai dengan dispnea,terdapat otot bantu napasa. Tujuan keperawatan : setelah diberikan tindakan keperawatan selama 2x15 menit, diharapkan pola napas pasien efektif dengan kriteria hasil:1) Pasien melaporkan sesak napas berkurang2) Pernapasan teratur3) Takipnea tidak ada4) Pengembangan dada simetris antara kanan dan kiri5) Tanda vital dalam batas normal (nadi 60-100x/menit, RR 16-20 x/menit, tekanan darah 110-140/60-90 mmHg, suhu 36,5-37,5 oC)6) Tidak ada penggunaan otot bantu napas b. Intervensi Mandiri :1) Pantau ketat tanda-tanda vital dan pertahankan ABCR/ : Perubahan pola nafas dapat mempengaruhi tanda-tanda vital2) Monitor usaha pernapasan pengembangan dada, keteraturan pernapasan nafas bibir dan penggunaan otot bantu pernapasan.R/: Pengembangan dada dan penggunaan otot bantu pernapasan mengindikasikan gangguan pola nafas3) Berikan posisi semifowler jika tidak ada kontra indiksi R/ : Mempermudah ekspansi paru4) Gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.R/ : Stabilisasi tulang servikalc. Intervensi Kolaborasi :1) Berikan oksigen sesuai indikasiR/ : Oksigen yang adekuat dapat menghindari resiko kerusakan jaringan2) Berikan obat sesuai indikasiR/ : Medikasi yang tepat dapat mempengaruhi ventilasi pernapasan

2. Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penyumbatan aliran darah ditandai dengan bradikardi, nadi teraba lemah, terdapat sianosis, akral teraba dingin, CRT > 2 detik, turgor tidak elastis, kelemahan, AGD abnormal.a. Tujuan Keperawatan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit diharapkan perfusi jaringan adekuat dengan kriteria hasil :1) Nadi teraba kuat2) Tingkat kesadaran composmentis3) Sianosis atau pucat tidak ada4) Nadi Teraba lemah, terdapat sianosis, 5) Akral teraba hangat 6) CRT < 2 detik7) GCS 13-158) AGD normalb. Intervensi Mandiri :1) Atur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway (jaw thrust). Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi), mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.R/ : Untuk mempertahankan ABC dan mencegah terjadi obstruksi jalan napas2) Atur suhu ruangan R/ : Untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.3) Tinggikan ekstremitas bawahR/ : Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.4) Gunakan servikal collar, imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.R/ : Stabilisasi tulang servikal 5) Ukur tanda-tanda vitalR/: Perubahan tanda-tanda vital seperti bradikardi akibat dari kompensasi jantung terhadap penurunan fungsi hemoglobin6) Pantau adanya ketidakadekuatan perfusi :a) Peningkatan rasa nyerib) Kapilari refill . 2 detikc) Kulit : dingin dan pucatd) Penurunanan output urineR/: Menunjukkan adanya ketidakadekuatan perfusi jaringan7) Pantau GCSR/: Penurunan perfusi terutama di otak dapat mengakibatkan penurunan tingkat kesadaranc. Intervensi Kolaborasi :1) Sediakan oksigen dengan nasal canul untuk mengatasi hipoksiaR/: Mencukupi kebutuhan oksigen tubuh dan oksigen juga dapat menurunkan terjadinya sickling.2) Awasi pemeriksaan AGDR/: Penurunan perfusi jaringan dapat menimbulkan infark terhadap organ jaringan.

3. Nyeri akut berhubungan dengan gangguan neurologisa. Tujuan keperawatan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 15 menit diharapkan nyeri pasien dapat berkurang dengan kriteria hasil :1) Tanda-tanda vital dalam batas normal (Nadi 60-100 x/menit),(Suhu 36,5-37,5),( Tekanan Darah 110-140/60-90 mmHg),(RR 16-20 x/menit)2) Penurunan skala nyeri( skala 0-10)3) Wajah pasien tampak tidak meringi

b. Intervensi Mandiri: 1) Kaji PQRST pasien :R/: pengkajian yang tepat dapat membantu dalam memberikan intervensi yang tepat.2) Pantau tanda-tanda vitalR/: nyeri bersifat proinflamasi sehingga dapat mempengaruhi tanda-tanda vital.c. Intervensi Kolaborasi :1) Berikan analgesic untuk menurunkan nyeriR/ : Analgetik dapat mengurangi nyeri yang berat (memberikan kenyamanan pada pasien)

4. Gangguan eliminasi ( urinary incontinensia, retensi) b\d rusaknya nervus pudenous lintasan vegetatif pada sakral 3-4-5 sekunder adanya penekanan oleh trauma medula spinalis.a. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan tidak terjadi gangguan eliminasi dengan kriteria hasil :Eliminasi urin dapat dipertahankan masukan \ pengeluaran dengan urine jernih bebas bau.b. Intervensi Mandiri:1) Kaji pola berkemih seperti frekuensi dan jumlahnya.R/: Mengetahui pola berkemih pasien2) Palpasi adanya distensi kandung kemih.R/ : Mengetahui adanya distensi bladder yang menandakan adanya gangguan pada proses berkemih.3) Anjurkan pasien untuk melaporkan asupan cairan, pola berkemih,jumlah residu urin setelah dilakukan kateterisasi, kualitas urin dan beberapa perasaan yang tidak biasanya ada yang mungkin terjadi.R/ : Mengetahui perkembangan pengobatan.4) Observasi adanya urine seperti awan atau berdarah, bau yang tidak enak.R / : Mengetahui ada tidaknya gangguan pada sistem perkemihan5) Bersihkan daerah perineum dan jaga agar tetap kering, lakukan perawatan kateter jika perlu.R/ : Mencegah infeksic. Intervensi Kolaborasi :1) Lakukan pemasangan kateterR/ : Membantu berkemih.2) Kolaborasi pemeriksaan kultur urineR/ : Mengetahui ada tidaknya mikroorganisme dalam urine.3) Kolaborasi pemberian terapi farmakologi sesuai indikasiR/ : Mencegah infeksi sekunder dan meningkatkan daya tahan tubuh

5. Penurunan fungsi mobilitas b\d adanya paraplegia sekunder adanya penekanan pleksus brachialis, pleksus lumbalis oleh karena trauma medula spinalis.a. Tujuan : setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi penururan fungsi mobilitas fisik dengan kriteria hasil :1) Tidak ada faktor kontraktur, foot droop.2) Meningkatkan bagian tubuh yang sakit.b. Intervensi Mandiri :1) Kaji secara teratur fungsi motorik.R/ : Mengetahui status fungsi motorik2) Mengatur posisi tidur pasien dengan cara:a) Tempat tidur dengan alas yang keras dan rata.b) Usahakan telentang kecuali saat pemenuhan aktivitas, untuk mencegah deformiter fleksi paha.c) Gunakan footboard selama terjadi kelumpuhan agar kaki tetap dalm posisi dorsofelksi mencegah foot droop, tumit memendek plantar fleksi.d) Cegah penggunaan foot board setelah terjadi kekejangan yang berlanjut karena akan menambah kekakuan dan plantar fleksi.e) Cegah terjadinya tekanan yang berlebihan pada tumit.f) Jangan menggunakan perban untuk menarik kaki yang sakit ke arah plantar fleksi.R/ : Mencegah terjadinya deformitas dan kehilangan fungsi gerak. Posisi tidur pasien yang benar untuk mencegah kontraktur dan mempertahankan body aligment yang baik.3) Berikan suatu alat agar pasien mampu untuk meminta pertolongan.R/ : Membantu memenuhi kebutuhan pasien.4) Bantu \ lakukan latihan rom pada semua ekstremitas dan sendi, pakailah gerakan perlahan dan lembut.R/ : Mencegah kekakuan atau kelemahan otot.5) Pantau TD sebelum dan sesudah melakukan aktifitas pada fase akut.R/ : menentukan perbedaan tekanan darah.6) Gantilah posisi secara periodik walaupun dalam keadaan duduk.R/ : meningkatkan aliran darah.7) Gunakan ganjalan pada daerah posterior dan usahakan lutut dalam posisi ekstensi secara penuh, amankan daerah posteror dengan perban yang elastis.R/ : Meningkatkan peredaran darah.8) Gunakan bantalan daerah trochanter mulai dari krista iliaka sampai pertengahan paha untuk mencegah eksternal rotasi pada sendi paha jika dalam posisi dorsal.R/: mencegah drop foot.9) Tempatkan pasien dalam posisi prone 15 menit 1 jam 2 3 kali perhariR/: Untuk mencegah kontraktur paha yang fleksi.10) Memberi latihan pada daerah yang sakit, ajarkan pasienR/: Untuk menempatkan bagian kaki yang sakit di atas bagian kaki yang sehat agar pasien mampu mengembalikan badannya sendiri.c. Intervensi Kolaborasi : Fisioterapi

6. Perubahan emosi dan kepribadian ( depresi, denial, anxiety, kecacatan menetap, perubahan body emage) b\d penurunan fungsi neurologist, sekunder adanya trauma medulla spinalis.a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3x 24 jam diharapkan Pasien menerima kondisinya dengan kriteria hasil :1) Mengenali kerusakan sensori.2) Mengungkapkan kesadaran tentang kebutuhan sensori dan potensil terhadap penyimpangan \ kelebihan bebanb. Intervensi Mandiri : 1) Lindungi dari bahaya tubuh.R/ : Mencegah cedera.2) Bantu pasien mengenali dan mengkompensasi perubahan sensasi.R/ : Mengetahui respon pasien.3) Posisikan pasien untuk melihat sekitar aktifitas.R/ : Membantu manglihkan perhatian pasien.4) Berikan aktifitas hiburan.R/ : Mencegah depresi.5) Berikan tidur tanpa gangguan dan periode istirahat.R/ : Meningkatkan efektifitas tidur pasien.c. Intervensi Mandiri : Kolaborasi Psikologi

7. Resiko tinggi syok hipovolemik b/d penurunan volume daraha. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x 30 menit diharapka tidak terjadi tanda-tanda syok dengan kriteria hasil :1) TTV batas normal2) Akral hangat3) Balance cairan normalb. Intervensi Keperawatan :1) Monitor ketat TTV.R/ : Mengetahui penurunan tekanan darah, peningkatan nadi sebagai indikasi syok hipovolemik.2) Kolaborasi pemberian terapi oksigen.R/ : Oksigen adekuat akan meningkatkan saturasi oksigen darah dan memperbaiki aliran darah.3) Kolaborasi pemberian cairan.R/ : Resusiatasi cairan mencegah kolab pembuluh darah.4) Kolaborasi pemasangan kateterR/ : Balance cairan.5) Kolaborasi tranfusi darah dan tindakan pembedahan sesuai indikasiR/ : Meningkatkan Hb, kontrol perdarahan

8. Resiko disfungsi neurovaskuler perifer b/d penurunan aliran darah (cedera vaskuler, edema, pembentukan trombus)a. Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 30 menit diharapkan klien akan menunjukkan fungsi neurovaskuler baik dengan kriteria hasil :1) Akral hangat2) Akral tidak pucat3) Tidak sianosis4) Bisa bergerak secara aktifb. Intervensi Keperawatan :1) Dorong klien untuk secara rutin melakukan latihan menggerakkan jari/sendi distal cedera.R/ : Meningkatkan sirkulasi darah dan mencegah kekakuan sendi.2) Hindarkan restriksi sirkulasi aibat tekanan bebat/spalk yang terlalu ketat.R/ :Mencegah stasis vena dan sebagai petunjuk perlunya penyesuaian keketatan bebat/spalk.3) Pertahankan letak tinggi ekstremitas yang cedera kecuali ada kontra indikasi adanya sindroma kompartemen.R/ : meningkatkan drainase vena dan menurunkan edema kecuali pada adanya keadaan hambatan aliran arteri yang menyebabkan penurunan perfusi4) Pantau kualitas nadi perifer, aliran kapiler, warna kulit dan kehangatan kulit distal cedera, bandingkan dengan sisi yang normal.R/ : Mengevaluasi perkembangan masalah klien dan perlunya intervensi sesuai keadaan klien.5) Berikan obat antikoagulan bila diperlukan.R/ : Mungkin diberikan sebagi upaya profilaktik untuk menurunkan trombus vena.

BAB IIIPENUTUP

A. KesimpulanFraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang yang ditandai oleh rasanyeri, pembengkakan, deformitas, gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur adalah terputusnya jaringan tulang/tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa. Sehingga dapat disimpulkan bahwa trauma medula spinalis adalah trauma yang mengenai sumsum tulang belakang (spinal cort / medula spinalis) yang pada umumnya terletak pada intra-dural ekstra meduler. Sedangkan fraktur pelvis dapat dikatakan sebagai trauma tulang rawan pada pelvis yang disebabkan oleh ruda paksa. Trauma tersebut dapat di disebabkan oleh : kecelakaan, benturan hebat yang ditandai oleh rasa nyeri, pembengkakan, deformitas, dan lain-lain.

B. SaranDari penjelasan di atas penulis memberi saran kepada tenaga kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan di unit gawat darurat dengan tepat cepat dan cermat. Sehingga tidak terjadi cidera tambahan bagi klien yang mengalami cidera vertebra dan pelvis. Dan nyawa klien pun akan selamat dengan pelayanan yang tepat, cepat, dan cermat tersebut. Untuk itu tenaga kesehatan juga harus mempunyai keahlian di bidang penanganan pasien gawat darurat.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, Jhon Pe. 2004. Basic Trauma Life Support. New Jersy : Person Prentice Hall.

Dochterman, Joanne M., Bulecheck, Gloria N.2003.Nursing Intervention classification (NIC) 4th Edition. Missouri : Mosby.

Doengoes, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3, EGC : Jakarta

ENA. 2000. Emergency Nursing Core Curriculum. 5thED. USA: WB.Saunders Company

Herdman, T. Heather.2009. Nursing Diagnoses : Definitions and Classification 2009-2011. USA : Wiley-Blackwell.

Johnson, M., Mass, M., Moorhead, S.,2000.Nursing Outcomes Classification (NOC) second Edition. Missouri : Mosby

Marylin E. Doenges. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Penerbit Buku Kedoketran EGC. Jakarta.Muttaqin, Arif. 2007. Pengantar Asuhan Keperawatan Sistem Persyarafan. Jakarta:Salemba

Price, S. A. 2000. Patofisiologi : Konsep klinis Proses-proses Penyakit, Jakarta: EGC

Smeltzer,C.S. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth.Edisi 8. Jakarta: EGC

Wikipedia, the free encyclopedia, 2009, Spinal cord injury, (Online), (http://en.wikipedia. org/wiki/Triage, Diakses pada tgl 21 Maret 2010).