Patofisiologi Hipertensi

54
EPIDEMIOLOGI Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan penanguulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi seperti ras, umur, obeitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat hipertensi dalam keluarga (Susalit, 2004). Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga kana bertambah. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat, dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi, dan pengendalian tekanan darah ini hanya mecapai 34% dari seluruh pasien hipertensi (Yogiantoro, 2006). Prevalensi hipertensi tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari dan kriteria yang digunakan. Pada populasi kulit putih suburban seperti pada penelitian Framingham, hampir seperlima populasi memiliki tekanan darah > 160/95 mmHg, sementara hampir setengah populasi memiliki tekanan darah > 140/90 mmHg. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam. Pada wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan hormone saat menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan demikian, rasio frekuensi hipertensi pada

Transcript of Patofisiologi Hipertensi

Page 1: Patofisiologi Hipertensi

EPIDEMIOLOGI

Hipertensi merupakan masalah kesehatan global yang memerlukan

penanguulangan yang baik. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi prevalensi

hipertensi seperti ras, umur, obeitas, asupan garam yang tinggi, dan adanya riwayat

hipertensi dalam keluarga (Susalit, 2004).

Data epidemiologi menunjukkan bahwa dengan makin meningkatnya populasi

usia lanjut, maka jumlah pasien dengan hipertensi kemungkinan besar juga kana

bertambah. Selain itu, laju pengendalian tekanan darah yang dahulu terus meningkat,

dalam dekade terakhir tidak menunjukkan kemajuan lagi, dan pengendalian tekanan

darah ini hanya mecapai 34% dari seluruh pasien hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Prevalensi hipertensi tergantung dari komposisi ras populasi yang dipelajari

dan kriteria yang digunakan. Pada populasi kulit putih suburban seperti pada

penelitian Framingham, hampir seperlima populasi memiliki tekanan darah > 160/95

mmHg, sementara hampir setengah populasi memiliki tekanan darah > 140/90

mmHg. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan pada populasi kulit hitam. Pada

wanita, prevalensinya berhubungan erat dengan usia, dengan terjadinya peningkatan

setelah usia 50 tahun. Peningkatan ini mungkin berhubungan dengan perubahan

hormone saat menopause, meskipun mekanismenya masih belum jelas. Dengan

demikian, rasio frekuensi hipertensi pada wanita disbanding pria meningkat dari 0,6

sampai 0,7 pada usia 30 tahun menuju 1,1 sampai 1,2 pada usia 65 tahun (Fisher,

2005).

Tidak ada data yang dapat menjelaskan frekuensi hipertensi sekunder pada

populasi umum, meskipun pada laki-laki usia pertengahan dilaporkan sekitar 6

persen. Sebaliknya, pada pusat rujukan tempat di mana pasien dievaluasi secara

ekstensif, dilaporkan hingga setinggi 35 persen (Fisher, 2005).

Sampai saat ini, data hipertensi yang lengkap sebagian besar berasal dari

negara-negara yang sudah maju. Data dari The National Health and Nutrition

Examination Survey (NHNES) menuinjukkan bahwa dari tahun 1999-2000, insiden

hipertensi pada orang dewasa adalah sekitar 29-31%, yang berarti terdapat 58-65 juta

orang hipertensi di Amerika, dan terjadi peningkatan 15 juta dari data NHANES III

Page 2: Patofisiologi Hipertensi

tahun 1988-1001. Hipertensi essensial sendiri merupakan 95% dari seluruh kasus

hipertensi (Yogiantoro, 2006).

Di Indonesia, sampai saat ini belum terdapat penyelidikan yang bersifat

nasional, multisenter, yang dapat menggambarkan prevalensi hipertensi secara tepat.

Banyak penyelidikan dilakukan secara terpisah dengan metodologi yang belum baku.

Mengingat prevalensi yang tinggi dan komplikasi yang ditimbulkan cukup berat,

diperlukanlah penelitian apidemiologi yang bersifat nasional dengan rancangan

penelitian yang baku (Susalit, 2004).

FAKTOR RESIKO

PENILAIAN FAKTOR-FAKTOR RESIKO

Keputusan dalam mengobati pasien hipertensi tidak hanya dengan mengukur

tekanan darahnya saja, tetapi juga melihat keberadaan factor-faktor resiko

kardiovaskuler yang lain, Target Organ Damage (TOD), dan kondisi-kondisi klinik

lain yang berhubungan (Tabel) (WHO/ISH, 2003)

Tabel (WHO/ISH, 2003)

Tabel (The Seventh Report of JNC )

STRATIFIKASI RESIKO HIPERTENSI (RESIKO TOTAL/ABSOLUT)

Stratifikasi resiko hipertensi ditentukan berdasarkan tingginya tekanan darah,

adanya faktor resiko yang lain, adanya kerusakan target organ, dan adanya penyakiy

penyerta tertentu (Tabel). Oleh karena tujuan utama penanggulangan hipertensi dalah

menurunkan morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler/renal, maka resiko terjadinya

gangguan kardiovaskuler/renal perlu distratifikasi lebih lanjut. Telah disepakati

secara internasional berdasarkan studi Framingham (dengan beberapa factor resiko),

yaitu tingginya tekanan darah, umur, merokok, dislipidemia, diabetes mellitus.

Tambahan faktor resiko yang belum lama diidentifikasi yaitu lingkar perut yang

dihubuingkan dengan sindrom metabolic dan kadar C-reactive protein (CRP) yang

dihubungkan dengan inflamasi. Di sampan itu perlu juga diperhatikan adanya

Page 3: Patofisiologi Hipertensi

kerusakan organ target dan penyakit penyerta (Perhimpunan Hipertensi Indonesia,

2007).

Tabel (Perhimpunan Hipertensi Indonesia, 2007)

FAKTOR YANG MENGUBAH PERJALANAN HIPERTENSI ESENSIAL

Usia, ras, jenis kelamin, merokok., asupan alkohol, kolesterol serum,

intoleransi glukosa, dan berat badan semuanya dapat mengubah prognosis penyakit

ini. Pasien yang lebih muda ketika hipertensi ditemukan pertama kali, kemungkinan

yang paling besar adalah penurunan harapan hidup jika hipertensinya dibiarkan tidak

diterapi. Di Amerika Scrikat, orang kulit hitam dengan hipertensi yang pindah ke kota

memiliki tingkat prevalensi hipertensi sekitar dua kali lipat dibandingkan orang kulit

putih dan lebih dari empat kali lipat tingkat morbiditasnya. Pada semua usia dan pada

populasi kulit putih maupun bukan, wanita dengan hipertensi lebih baik daripada pria

hingga usia 65 tahun, dan pada wanita pramenopause jauh lebih sedikit daripada

laki-laki atau wanita pascamenopause. Sebelumnya, wanita dengan hipertensi

memiliki risiko kejadian kardiovaskuler morbid yang relatif sama dibandingkan

dengan rekannya yang normotensi demikian juga dengan pria. Aterosklerosis yang

lebih cepat merupakan pasangan tetap hipertensi. Sehingga tidak mengherankan

bahwa faktor risiko independent yang berhubungan dengan timbulnya aterosklerosis,

misaInya, kolesterol serum yang meningkat, intoleransi glukosa, dan/atau merokok,

meningkatkan efek hipertensi pada tingkat mortalitas secara signifikan tanpa

memperdulikan usia, jenis kelamin, atau ras. Juga tidak diragukan bahwa terdapat

korelasi positif antara obesitas dan tekanan arteri. Berat badan yang bertambah

berhubungan dengan peningkatan frekuensi hipertensi pada individu yang

sebelumnya memiliki tekanan darah normal, dan penurunan berat badan pada

individu yang gemuk dengan hipertensi akan menurunkan tekanan arterinya, jika

diterapi, intensitas terapinya diperlukan untuk mempertahankan tekanan darah agar

tetap normal. Apakah perubahan ini diperantarai oleh perubahan resistensi insulin

masih belum diketabui (Fisher, 2005).

Page 4: Patofisiologi Hipertensi

PATOGENESIS

Patogenesis Hipertensi Essensial (Yogiantoro, 2006; Susalit, 2004)

Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi esssensial terus

berkembang (Susalit, 2004). Hipertensi essensial adalah penyakit multifaktorial yang

timbul terutama karena interaksi antara faktor-faktor resiko tertentu (Yogiantoro,

2006). Faktor-faktor resiko yang mendorong timbulnya kenaikan tekanan darah

tersebut adalah:

1. Faktor resiko, seperti: diet dan asupan garam, stress, ras, obesitas, merokok,

genetis

2. Sistem saraf simpatis

- Tonus simpatis

- Variasi diurnal

Folkow (1987) menunjukkkan bahwa stres dengan peninggian aktivitas saraf

simpatis dapat menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertrofi struktural

Ditambah FK UI Hal 459!!!!!! (Susalit, 2004).

3. Keseimbangan antara modulator vasodilatasi dan vasokontriksi: endotel

pembuluh darah berperan utama, tetapi remodelling dari endotel, otot polos,

dan interstisium juga memberikan kontribusi akhir

4. Pengaruh sistem otokrin setempat yang berperan pada sistem renin,

angiotensin, dan aldosteron

Gambar

Page 5: Patofisiologi Hipertensi

Keterangan : Banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya hipertensi essensial, seperti: peningkatan

aktivitas sistem saraf simpatis, stress psikososial, overproduksi dari hormon yang menahan sodium dan

vasokonstriktor, diet tinggi sodium jangka panjang, tidak adekuatnya asupan natrium dan kalsium,

peninggian atau ketidaksesuaian sekresi renin dengan akibat peningkatan produksi dari angiotensin II

dan aldosteron, defisiensi vasodilator misalnya prostasiklin, nitrit oksida (NO), dan peptida natriuretik,

perubahan ekspresi dari sistem kallikrein-kinin yang mempengaruhi tonus vaskular dan penanganan

garam di ginjal, abnormalitas dari resistensi pembuluh, termasuk lesi selektif di renal dan pada reseptor

adrenergik yang mempengaruhi heart rate, jalur inotropik jantung, dan tonus vaskular, dan perubahan

transport ion seluler.

Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahanan perifer. Beberapa

faktor yang berperan dalam pengendalian tekanan darah yang mempengaruhi rumus

dasar Tekanan Darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer (Gambar)

Gambar (PAPDI/FK UI/SLIDE/KAPLAN)

Page 6: Patofisiologi Hipertensi

Herediter (Susalit, 2004; Williams, 2000)

Faktor genetik yang telah lama disimpulkan mempunyai peranan penting

dalam terjadinya hipertensi dan dibuktikan dengan berbagai fakta yang dijumpai

(Williams, 2000; Susalit, 2004). Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih

banyak dijumpai pada pasien kembar monozigot daripada heterozigot. Dua turunan

tikus, yakni tikus golongan Japanese spontaneously hypertensive rat (SHR) dan New

Zealand genetically hypertensive rat (GH) mempunyai faktor neurogenik yang secara

Page 7: Patofisiologi Hipertensi

genetik diturunkan sebagai faktor penting timbulnya hipertensi, sedangkan dua

golongan tikus lainnya, yakni Dahl salt sensitive (S) dan salt resistant (R)

menunjukkan faktoor kepekaan terhadap garam yang juga diturunkan secara genetik

sebagai faktor utamna pada timbulnya hipertensi (Susalit, 2004).

Data pendukung lainnya ditemukan pada penelitian hewan coba demikian

juga dengan penelitian populasi pada manusia. Satu pendekatan untuk menilai

hubungan tekanan darah dalam keluarga (agregasi familial). Dari penelitian ini,

ukuran minimum faktor genetik dapat dinyatakan dengan koefisien korelasi kurang

lebih 0,2. Akan tetapi, variasi ukuran faktor genetik dalam penelitian yang berbeda

menekankan kembali kemungkinan sifat heterogen populasi hipertensi esensial.

Selain itu, sebagian besar penelitian mendukung konsep bahwa keturunan mungkin

bersifat multifaktorial atau jumlah defek genetiknya naik (Williams, 2000).

Lingkungan (Fisher, 2005)

Sejumlah faktor lingkungan secara khusus terlibat dalam terjadinya hipertensi,

termasuk asupan garam, obesitas, pekerjaan, asupan alkohol, ukuran keluarga, dan

kepadatan. Faktor ini penting dalam peningkatan tekanan darah bersamaan dengan

bertambahya usia pada masyarakat yang lebih makmur, sebaliknya tekanan darah

menurun dengan bertambahnya usia pada kebudayaan yang lebih primitif.

Sensitivitas terhadap Garam (Fisher, 2005; Susalit, 2004)

Faktor lingkungan yang mendapat perhatian paling besar adalah asupan

garam. Hipertensi hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan

garam minimal (Susalit, 2004). Bahkan faktor ini menggambarkan sifat heterogen

dari populasi hipertensi essensial. Penyebab sensitivitas khusus terhadap berbagai

jenis garam ini, dengan aldosteronisme primer, stenosis arteri renalis bilateral,

penyakit parenkim ginjal, atau hipertensi esensial rendah-renin bertanggung jawab

terhadap sekitar separuh pasien (Fisher, 2005).

Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi melalui

peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan

Page 8: Patofisiologi Hipertensi

garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga tercapai keadaan

hemodinamik yang normal. Pada apsien hipertensi essensial, mekanisme peningkatan

ekskresi garam tersebut terganggu (Susalit, 2004).

Peranan Renin (Fisher, 2005; Susalit, 2004)

Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi.

Poduksi renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulais saraf simpatis

(Susalit, 2004). Renin merupakan enzim yang disekresi oleh sel jukstaglomerulus

ginjal dan terikat dengan aldosteron dalam lingkaran umpan balik negatif (Fisher,

2005). Renin berperan pada proses konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I

yang mempunyai efek vasokonstriksi. Angiotensin I kemudian diubah menjadi

angiotensin II dengan bantuan converting enzyme. Angiotensin II menyebabkan

skresi aldosteron yang mengakibatkan retensi natrium dan air, yang akhirnya

berperan pada timbulnya hipertensi (Susalit, 2004).

Berbagai jenis faktor dapat mengubah sekresi ini, determinan primer adalah

status volume individu, terutama yang berhubungan dengan perubahan asupan

natrium dalam diet. Produk akhir aksi renin pada substratnya adalah pembentukan

peptida angiotensin II. Respons jaringan target terhadap peptida ini secara unik

ditentukan oleh asupan elektrolit dalam diet sebelumnya. Contohnya, asupan natrium

secara normal mengubah respons vaskuler adrenal dan renal terhadap angiotensin II.

Dengan restriksi natrium, respons adrenal ditingkatkan dan respons vaskuler renal

diturunkan. Beban natrium merupakan efek sebaliknya. Batas aktivitas renin plasma

ditemukan pada subjek hipertensi lebih luas daripada individu normotensi (Fisher,

2005).

Page 9: Patofisiologi Hipertensi

Ion Natrium versus Klorida atau Kalsium (Fisher, 2005)

Sebagian besar penelitian menilai peranan garam pada proses hipertensi

disimpulkan bahwa ion natrium yang penting. Akan tetapi, beberapa peneliti

menunjukkan bahwa ion klorida mungkin sama pentingnya. Kesimpulan ini

berdasarkan observasi pemberian garam natrium bebas klorida pada hewan coba

hipertensi yang sensitif terhadap garam gagal menaikkan tekanan arteri. Kalsium juga

terlibat dalam patogenesis beberapa bentuk hipertensi esensial. Asupan kalsium yang

rendah disertai dengan kenaikan tekanan darah pada penelitian epidemiologik;

kenaikan kadar kalsium sitosolik leukosit dilaporkan pada beberapa penderita

hipertensi; dan akhirnya, penghambat jalan masuk kalsium merupakan obat hipertensi

yang efektif. Beberapa pcnelitian melaporkan hubungan potensial antara bentuk

hipertensi yang sensitif terhadap garam dan kalsium. Disimpulkan bahwa dengan

beban garam dan defek kemampuan ginjal untuk mengekskresinya, terjadi kenaikan

sekunder dalam faktor natriuretik sekunder. Salah satu dari ini, disebut faktor

natriuretik seperti digitalis, menghambat ATPase kalium-natrium yang sensitif

ouabain dan dengan demikian mengakibatkan akumulasi Icalsium, intraseluler dan

otot polos vaskuler hiperreaktif.

Page 10: Patofisiologi Hipertensi

Gambar Slide HT (Rizna)

Defek Membran Sel (Fisher, 2005)

Penjelasan lain untuk hipertensi yang sensitif terhadap garam adalah defek

membran sel yang menyeluruh. Hipotesis ini sebagian besar datanya berasal dari

penelitian pada elemen darah yang beredar, terutama sel darah merah, jika ditemukan

abnormalitas transpor natrium melalui membran sel. Karena baik kenaikan maupun

penurunan aktivitas sistem transpor yang berbeda dilaporkan telah terjadi, mungkin

bahwa beberapa abnormalitas adalah primer dan beberapa proses sekunder.

Disimpulkan bahwa abnormalitas ini menunjukkan perubahan membrana seluler yang

tidak dapat dijelaskan dan defek ini terjadi pada beberapa, mungkin semua, sel tubuh,

terutama otot polos vaskuler. Karena defek ini, selanjutnya terdapat akumulasi

kalsium yang abnormal dalam otot polos vaskuler, mengakibatkan responsivitas

vaskuler yang tinggi terhadap obat vasokonstriktor. Defek ini diduga ada pada 35

sampai 50 persen populasi penderita hipertensi essensial berdasarkan penelitian yang

menggunakan sel darah merah. Penelitian lain menunjukkan bahwa abnormalitas

transpor natrium sel darah merah bukan mcrupakan abnormalitas yang tetap

melainkan dapat dimodifikasi oleh faktor lingkungan.

Setiap hipotesis ini mempunyai jalan akhir yaitu kenaikan kalsium sitosolik

yang mengakibatkan kenaikan reaktivitas vaskuler. Akan tetapi, seperti dijelaskan di

atas, beberapa mekanisme mungkin menghasilkan kenaikan akumulasi kalsium.

Gambar Slide HT (Rizna)

Berbagai promotor presssor-growth bersama dengan kelainan fungsi

membran sel yang mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peningkatan

tekanan darah, seperti terlihat pada Gambar (Susalit, 2004).

Gambar (Susalit, 2004)

Page 11: Patofisiologi Hipertensi

Resistensi Insulin (Fisher, 2005; Susalit, 2004)

Resistensi insulin dan/atau hiperinsulinemia diduga bertanggung jawab terhadap

kenaikan tekanan arteri pada beberapa pasien dengan hipertensi (Fisher, 2005).

Hiperinsulinisme menunjukkan adanya gangguan pengambilan glukosa oleh jaringan,

Kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan peningkatan produksi insulin oleh sel

beta pankreas sehingga terjadilah keadaan hiperinsulinisme tersebut Susalit, 2004).

Sifat ini menjadi lebih luas dikenal sebagai bagian dari sindroma X, atau sindroma

metabolik, yang juga ditandai dengan obesitas, dislipidemia (khususnya peningkatan

trigliserida), dan tekanan darah yang tinggi. Resistensi insulin biasa pada pasien

dengan diabetes mellitus tipe II atau obesitas. Obesitas maupun diabetes mellitus

terjadi lebih sering pada penderita hipertensi dibandingkan normotensi. Akan tetapi,

beberapa penelitian menemukan bahwa hiperinsulinemia dan resistensi insulin lebih

daripada hal kebetulan, karena terjadi bahkan pada pasien hipertensi kurus yang

bebas dari diabetes mellitus (Fisher, 2005).

FK UI-Hal 458!!!!!!!!

Hiperinsulinemia dapat meningkatkan tekanan arteri oleh satu atau lebih dari

empat mekanisme. Asumsi yang mendasarinya pada masing-masing adalah beberapa,

tetapi tidak semua, jaringan target insulin resisten terhadap efeknya. Khususnya

jaringan yang terlibat dalam homeostasis glukosa yang resisten (dengan demikian

menimbulkan hiperinsulinemia. Mula-mula, hiperinsulinemia menghasilkan retensi

natrium ginjal (paling sedikit secara akut) dan meningkatkan aktivitas simpatik. Salah

satu atau keduanya dapat mengakibatkan kenaikan tekanan arteri. Mekanisme lain

adalah hipertrofi otot polos vaskuler sekunder terhadap kerja mitogenik insulin.

Akhimya, insulin juga mengubah transpor ion melalui membran sel, dengan demikian

secara potensial meningkatkan kadar kalsium sitosolik dari jaringan vaskuler atau

ginjal yang sensitif terhadap insulin. Melalui mekanisme ini, tekanan arteri

ditingkatkan karena alasan yang sama dengan yang dijelaskan di atas untuk hipotesis

defek-membran. Akan tetapi, penting menunjukkan bahwa peranan insulin dalam

mengendalikan tekanan arteri adalah hanya dimengerti samar-samar, dan oleh karena

Page 12: Patofisiologi Hipertensi

itu, potensinya sebagai faktor patogenik dalam hipertensi tetap tidak jelas (Fisher,

2005).

Berikut adalah gambaran dari disfungsi endotelial pada hipertensi :

Page 13: Patofisiologi Hipertensi
Page 14: Patofisiologi Hipertensi

HIPERTENSI SEKUNDER (Harrison’s)

Hipertensi Renal

Hipertensi Endokrin

Page 15: Patofisiologi Hipertensi

HIPERTENSI SEKUNDER

Ketika ditemukan lebih dini, pada hanya sebagian kecil pasien dengan tekanan arteri

meninggi dapat diidentifikasi sebabnya yang spesifik. Sebelumnya pasien ini

sebaiknya tidak rnengabaikan paling sedikitnya dua alasan: (1) dengan memperbaiki

penyebabnya, hipertensi munakin membak dan (2) bentuk s~kup.dcr memberikan

pengertian yang mendalammengenai etiologi hipertensi esensial. Hampir scluruh

ben,L,k sektinder di.h.ibungkar, den-an perubahan sekresi hormon danlatau fungsi

ginjal dan didiskusikan secara terperinci di bab lain.

HIPERTENSI RENAL (Libatjuga Bab 243) Hipertensiyang disebabican oleh

penyakit ginjal adalah akibat (1) kekacauari ginjal

Page 16: Patofisiologi Hipertensi

1260

BAGIANTU~ GANGGUANSISTEMKARDIOVASKULER

volume atau (2) perubahan sekresi bahan vasoaktifolch ginjal mengakibatkan

perubahan sistemik atau lokal dalarn tonus arteriolar. Subdivisi utama dari hipertensi

renal adalah hipertensi renovaskuler, termasuk preeklampsia dan eklampsia, dan

hipertensi parenkim ginjal. Penjelasan sederhana mengenai hipertensi vaskuler renal

adalah perfusi jaringan ginjal menurun yang disebabIcan oleh stenosis arteri renalis

utama atau cabang-cabangnya yang mengaktivasi sistem angiotensin-renin,

dijelaskan dalam Bab 335. Angiotensin 11 yang beredar meninglcatican tekanan

arteri olch vasolconstriksi langsung, oleh stimulasi selcresi aldostoron dengan akibat

retensi natrium, dan/atau oleh stimulasi sistern saraf adrenergilc. Pada praktiknya

sekarang. hanya sekitar separuh pasien dengan hipertensi renovaskuler mempunyai

kenaikan absolut aktivitas renin dalarn plasma perifer, meskipun pengulcuran renin

ditunjukkan oleh indeks keseimbangan natrium, fraksi yang lebib tinggi mempunyai

nilai tinggi yang tidak sesuai.

Aktivasi sistem renin-angiotensinjuga diberikan sebagai penjelasan mengenai

hipertensi baik pada penyakit parenkim renal alcut maupun kronik. Pada formulasi

ini, perbedaan satu-satunya antara hipertensi renovaskuler dad hipertensi parenkim

ginjal adalah penurunan perfusi jaringan ginjal pada kasus yang teralchir akibat

perubahan radang dan fibrotik yang mengenai beberapa pembuluh darah intrarenal

yang kecil. Pada kedua kondisi terdapat eukup perbedaan, akan tetapi, untuk

menunjukkan bahwa nickanisme lain adalah aktif dalarn penyakit parenkirn ginjal:

(1) aktivitas renin plasma perifer naikjauh lebihjarang pada hipertensi parenkirn

ginjal dibandinglcan hipertensi renovaskuler; (2) curah jantung dikatakan normal

dalam jenis parenkim ginjal (kecuali terdapat uremia clan anemia) tetapi agalc sedikit

meninglcat dalarn hipertensi renovaskuler., (3) respons sirkulasi terhadap gerakan

menganakat atau Valsava meninglcat pada kondisi terakhir; dan (4) volume darah

cenderung meninggi pada pasien dengan hipertensi renovaskuler berat. Penjelasan

Page 17: Patofisiologi Hipertensi

altematif unruk hipertensi pada penyakit parenkim ginjal termasuk kemungkinan

kerusakait ginjal (1) menimbulkan substansi vasopresor yang tidak diidentifikasi

selain renin, (2) gagal menimbulkan substansi vasodilator humoral yang diperlukan

(mungkin prostaglandin atau bradikinin). (3) gagal membuat substansi vasopresor

dalam sirkulasi menjadi tidak aktif. danlatau (4) tidak efektif dalarn mengatur

natrium. dan natrium yang tertahan bertanggung jawab terhadap terjadinya hipertensi.

seperti yang dijelaskan secara gads besar sebelumnya. Meskipun sernua penjelasan

ini, termasuk p?r!isipasi sistcr-.i renit, angioters;n, inurgkin me-rpunyiii bcberapa

validitas pada pasien tertentu, hipotesis mengenai retensi natrium kbususnya

menarilc. Hal ini didukung oleb observasi ketika pasien dengan pieloneffitis kronik

atau penyakit ginjal polikistik yang mernbuang garam, tidak mengal ami hipertensi

dan dengan observasi bahwa pembuangan garam clan air melalui dialisis atau diuretik

efektif dalarn mengendalikan tekanan arted pada sebagian besar pasien dengan

penyakit parenkirn ginjal.

Bentuk hipertensi renal yang jarang akibat sekresi renin yang berlebihan oleh sel

tumor juxtaglomerulus atau nefroblastoma. Gambaran awal mirip dengan

hiperaldosteronisme. Akan tetapi, berlawanan dengan aldosteronisme primer,

alklivitas renin perifer meninglcat melainkan subnormal. Penyakit ini dapat

dibedakan dari bentulc aidosteronisme sekunder dengan adanya fungsi ginjal

yang normal clan dengan peninglcatan konsentrasi renin dalarn vena renalis

unilateral tanpa lesi atteri renalis.

HIPERTENS1 ENDOKRIN Hipertens! adrenal Hipertensi merupakan

gambaran berbagai abnormalitas korteks adrenal. Pada aWsteronisme primer (Bab

335) terdapat ' hubungan yangjelas antara retensi natrium yang diinduksi aldosteron

clan hipertensi. Individu normal yang diberikan aldosteron mengalarni hipertensi

hanyajika individu juga makan natrium. Karena aidosteron menyebabkafi retensi

natrium dengan merangsang pertukaran natrium dengan kalium pada tubulus renal,

hipokalemia merupakan gambaran yang menonjol pada

Page 18: Patofisiologi Hipertensi

sebagian besar pasien dengan aldosteronisme primer, dan olch karena itu, pengukuran

kalium serum memberikan tes penapisan yang sederhaw. F5fek retensi natrium dan

ekspansi volume secara kronik menelcan ak-tivitas renin plasma yang penting untuk

diagnosis pasti. Pada sebagian besar situasi klinis, aktivitas renin plasma clan kadar

aldosteron plasma atau urin paralel satu dengan lainnya, tetapi Pada pasien dengan

aldosteronisme primer, kadar aldosteron tinggi dan relatif tetap karena sekresi

aldosteron autonom, sedangkan tinglcat aktivitas renin plasma ditekan dan

membedkan respons secara larnban terhadap deplesi natrium. Aldosteronisme primer

mungkin selcunder baik terhadap tumor maupun hiperplasia adrenal bilateral. Penting

membedakan antara kedua kondisi ini secara prabedah, karena biasanya hipertensi

pada hiperplasia adrenal bilateral tidak dapat diubah dengan operasi.

Efek menahan natnurn dari seJurnlah besar glukokortikoid juga

membedkan penjelasan mengenaihipertensi pada kasus sindroma

Cushing yang berat (Bab 335). Selain itu, produksi mineralokortikoid

yang meninglcat juga ditemukan pada bcberapa pasien dengan

sindroma Cushing. Akan tetapi, hipertensi pada beberapa kasus

sindroma Cushing tampaknya tidak tergantung volume, mengakibat

kan peneliti berspekulasi bahwa ini mungkin sekunder terhadap

produksi substrat renin yang diinduksi olch glukokortikoid (hipertensi

yang diperantajai angiotensin) atau kadar kortisol yang meninglcat

memenuhi sistern enzim dehidrogenase 11 -hidroksi steroid dalam

ginjal. Pada bentuk sindroma adrenogenital yang disebabkan oleh

defisiensi hidroksilase C- 11 atau C- 17 (Bab 335), deoksiko * rtikosteron

bertanggung jawab terhadap retensi nanium dan hipertensi. yang

disertai dengan penekanan aktivitas renin plasma.

Pada pasien dengan fcokromositoma (Bab 336), sekresi epinefrin clan norepinefrin

yang meninglcat oleh tumor yang paling scring terletak dalarn medula adrenalis

menyebabkan stimulasi reseptor adrenergik yang berlebihan, yang mengakibatkan

vasokonstriksi perifer dan stimulasi jantung. Diagnosis in; dipastikan dengan

Page 19: Patofisiologi Hipertensi

menunjukkan ekskresi epinefrin dan norepinefrin dalarn urin yang meninglcat atau

metabolitnya.

Akrornegali (Lihat juga Bab 33 1) Hipertensi, aterosklerosis koroner, dan

hipertrofi jantung mcrupakan lcomplikasi yang sering terjadi pada kondisi ini.

Hiperkaisemia(LihatjugaBab356) Hipertensiyangterjadi

padalebihdarisepertigapasiendenganhipp-rparatiroidismeumumnya dapat dianggap

karena kerusakan parenkirn ginjal yang disebabican oleh af-,frolitiasis dan

nefrokalsiPosis. Akan tetapi, kadar kalsium yang meningkatjuga dapat mempunyai

efek vasolconstriksi langsung. Pada beberapa kasus, hipertensi menghilangjika

hiperkalsernia diperbaiki. Dengan dernikian, secara paracloks. kadar kalsium serum

yang mer.ingkat pada hiperparatiroidisme meningkatkan tekanan darah, sedangkan

penebtian epiderniologilc menunjukkan bahwa asupan kalsium yang tinggi

menurunkan tekanan darah. Yang membingungkan dengan keterangan ini adalah obat

penghambat jalan masuk kalsium efektif sebagai obat antihipertensi. Penelitian lain

diperlukan untuk memecahkan observasi yang tampaknya bertentangan ini.

Kontrasepsi oral Penycbab paling sering dari hipertensi enclokrin adalah akibat

penggunaan koWasepsi oral yang mengandung estrogen. Sesungguhnya, hal ini

m-ungkin bentuk hipertensi selcunder yang paling sering. Mekanisme yang

menimbulkan hipertensi mungkin sekunder terhadap aktivasi sistern

rer*in-angiotensinaldosteron. Dengan demikian volume (aldosteron) dan faktor

vasokonstriktor (angiotensin 11) adalah penting. Kornponen estrogen dari obat

kontrasepsi oral merangsang sintesis renin substrat angiotensinogen dalarn hati, yang

selanjutnya membantu mcr.ingkatkan produksi angiotensin 11 dap aldosteronisme

sekunder. Peren, puan yang menggunakan kontrasepsi oral mempunyai konsentrasi

angiotensin 11 dan aldostcion plasma yang mertinglcat dengan beberapa mengalami

peninglcatan tekanan arteril. Akan tetapi, hanya sekitar 5 persen vang mengalarni

peninglcatan tekanan arteri lebih besar dari

1

Page 20: Patofisiologi Hipertensi

j

1

i

i

i

Page 21: Patofisiologi Hipertensi

DAB 209 PENYAKITVASKULER HIPERTENSIF

5 persen yang mengalami peningkatan tekanan arteri lebih besar dari 140/90,

dan pada sekitar separuh hipertensi ini berkurang dalan, 6 bulan dari

penghentian obat.

Mengapa beberapa perenpuan yang menggunakan kontrasepsi oral

mengalami hipertensi sedangkan fainnya tidak jelas tetapi rnungkin

berhubungan dengan (1) meningkatnya sensitivitas vaskuler terhadap

angiotensin H, (2) adanya penyakit ginjal ringan, (3) faktor familial (lebih dari

separuh mempunyai riwayat keluarga positif menderita hipertensi), (4) usia

(hipe;rtensi lebib sering pada peremptlan di atas usia 35 tahun secara

signifikan), danlatau (5) obesitas. Sesungg0nya beberapa pencliti

menunjukkan bahwa kontrasepsi oral hanya membuka perempuan dengan

hipertensi esensial.

KOARK7ASIO AORTA (LihatjugaBab 199) Hipcrtensiyang menyertai

koarktasio mungkin disebabkan oleh konstriksi itu sendiri atau mungkin olch

perubahan sirkulasi renal yang mengakibatkan bentuk hipertensi arted renalis

yang tidak biasa. Diagnos~s koarktasio biasanya ditemukan pada

pemeriksaan fisis clan kelainan sinar-X rutin.

EFEK HIPERTENSI

Pasien dengan hipertensi meninggal dengan cepat; penyebab paling scring

dari kematian adalah penyakitjantung, dengan stroke dan gagal ginjul juga

sering terjadi, !erutama pada mercka dengan retinopati yang signifikan.

EFEK PADA JANTUNG Kompensasi jantung pada beban kerja yang

bericbihan dibebankan dengan kenaikan tekanan sisternik yang mula-mula

dipertahankan dengan hipertrofi ventrikel kiri, ditandai olch ketebulan dinding

yang bertambab, fungsi ruang ini memburuk, kavitas berdilatasi, dan timbul

gejala clan tanda gaga] jantung (Bab 195). Angina pektoris juga-dapat terjadi

Page 22: Patofisiologi Hipertensi

karena gabungan penyakit arterial koroneryang cepat dan kebutuhan oksigen

miokard yang bertambah sebagai akibat massa miokard yang bertambah

(Bab 203). Pada pemeriksaan fisis, jantung membesar dan impuls ventrikel

kid menonjol. Bunyi penutupan aorta menonjol, dan mungkin terdapat

murmur lemah dad regurgitasi aorta. Bunyi jantung prasistolik (-,trium,

keempat) sering terdengar pada penyakit jantung hipertensi, dan bunyi

jantung protodiastolik (ventrikel, ketiga) atau mungkin terdapat

penggabungan ritme gallop. Perubahan elektrokardio.-rafik dari hipertroft

ventrikel kiri (Bab 189) dapat terjadi, !etari elek!rokardiogram memperkir:ikan

jurp.lah freki.iensi hipertrofijantung lebih rendah dibaridiiigkan dengan yang

ditemukan

1261

ekokardiogram. Tanda iskernia atau infark mungkin ditemukan lambat pada

penyakit ini. Sebagian besar kematian yang disebabkan olch hipertensi

tedadi akibat infark miokard atau gagal.juntung kongestif.

EFEKNEUROLOG1K Efekneurologikpudthipertensiyang telah lama

mungkin dibagi menjudi prubahan retinal dan Sistem saraf pusat. Karena

retina merupakanjaringan satu-satunya afted clan arteriole dapat diperiksa

secara langsung, pemeri,ksaan oftalmologik yang berulang memberikan

kesempatan untuk menemukan perkembangan efek vaskuler dari hipertensi

(Tabel 209-4). Klasifikasi KeithWagener-Barker mengenai perubahan retina

pada hipertensi memberikan arti yang sederhana clan sangat baik untuk

rangkaian evaluasi pada pasien hipertensi. Beratnya hipertensi yang

meningkat disertai dengan spasme fokal dan penyempitan umum arteriole

Xang progresif, demikianjuga gambaran perdarahan, eksudat, dan papil

edema. Lesi retina ini seringkali menimbulkan skotomata, pand~ngan kabur,

clan bahkan kebutun, terutama jika ada papil edema atau perdarahan pada

area makula. Lesi hipertensif dzrpat terjadi secara akut dan, jika terapi

Page 23: Patofisiologi Hipertensi

menga.kibatkan penurunan !ekanan darah secara signifikan, dapat

menunjukkan resolusi yang cepat. Lesi ini jarang sembub tanpa terapi.

Sebaliknya, arterioskicrosis retina akibat profilerasi endotelial dan muskuler,

dan hal ini secara tepat menunjukkan perubahan pada organ lain. Perubahan

sklerotik tidak terjadi secepat lesi hipertensif, juga tidak kembati seperti

semula dengan terapi. Sebagai akibat bertambahnya ketebalan dinding dan

kekakuan, arteriole yang mengalami sklerosis mengubah bentuk dan

menekan vena ketika berjaian dalam sarung fibrosa, clan menunjukkan garis

halus arteriole berubah dengan meningkatnya opasitas dinding pembuluh

dardh.

Disfwigsi sistern sarafpusatjuga sering tedadi pada pasien dengan

hipertensi. Sakit kepala daerah oksipital, paling sering pada pagi hari, adalah

gejala dini hipertensi yang paling rnenonjol. Pusing, kepala terasa ringan,

vertigo, tinitus, clan penglihatan kabur. atau sinkapjuga mungkin ditemukan,

tetapi manifestasi yang!ebih sedus disebabkan oleh oklusi vaskuler, perdarahan, atau

ensefalopati (Bab 368). Patogenesis dua gangouan yang terdahulu cukup berbeda.

Infark serebral bersifat sekunder terhadap pertingkatan aterosklerosis yang

ditemukan pada pasien hipertensi, sedungkan perdarahan serebral terjadi akibat

tekanan arten yang meningkat clan terbentuknya mikroancurisma vaskuler serebral

(ancurisrna CharcotBouchard). Hanya ' usia dan tekanan aricri diketahui

mempengaruhi terbentuknya mikroaneurisma. Dengan demikian tidak mengherankan

babwa hubungan tekanan arieri dcngan perdarahan serebral lehih baik dibandingkan

inf,,rk. screbral atau infark, miokard.

Ensefalopati hiperlensif terdiri dari kompleks gejala sebagai

1

Page 24: Patofisiologi Hipertensi
Page 25: Patofisiologi Hipertensi

1262

BAGIANTU~ GANGGUANSISTEMKARDfOVASKULER

meninakat, retinopati dengan papiledema. clan kejang. Patogenesishya tidak pasti

tetapi mungkin tidak berhubungan dengan spasme arteriolex. atau edema screbral.

Tanda neurologik fokaijarang terjadi dan,jika ada, menunjukkan bahwa infark,

perdarahan, atau serangan iskemik sementara lebih mungkin didiagnosis.

Meskipun beberapa pencliti menunjukkan bahwa menurunkan tekanan arteri

segera pada pasien ini dapat mempengaruhi aliran darah screbral secara berlawan-

an, sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa ini bukan keadaan yang sebena

rnya.

EFEKG1WAL(LihatjugaBab243) Lesiarterioskierotikdari arteriole aferen dan

eferen dan jumbai kapiler glomerulus adalah lesi vaskuler renal yang paling sering

pada hipertensi dan mengaldbatkan menurunnya tingkat filtrasi glomerulus dan

disfungsi tubulus. Proteinuria dan hematuria mikroskopik terjadi karena lesi pada

glomerulus, dan kurang lebih 10 persen kematian sekunder terhadap hipertensi

disebabkan oleh gagal ginjal. Kehilangpn darah pada hipertensi tidak hanya terjadi

dari lesi renal; epistaksis, hemoptisis, dan metroragi juga seringkali terjadi pada

pasien ini.

PENDEKATAN PADA PASIEN DENGAN

HIPERTENSI

Page 26: Patofisiologi Hipertensi

Dalam mengevaluasi pasien dengan hipertensi, anamnesis awal, pemeriksaan fisis,

dan tes laboratorium sebaiknya ditujukan pada (1) menyingkap bentuk sckunder

hipertensi yang dapat diperbaiki (lihatTabel 209-1),(2) menetapkandasarpraterapi,

(3) menitai faktor yang mempengaruhi jenis terapi atau yang mungkin mengubah

secara berlawanan dengan terapi, (4) menentukan jika terdapat kerusakan organ

target, dan (5) menentukan apakah terdapat faktor risiko lain untuk terjadinya

penyakit kardiovaskuler arteriosklerotik (lihat Bab 208). Idealnya, evaluasi ini

juga menentukan mckanisme yang mendasari tedadinya hipertensi esensial,

terutama jika informasi tersebut mengakibatkan program terapeutik yang lebih

spesifik. Sayangnya, pada waktu sekarang ini aspek evaluasi ini dibatasi oleh

kurangnya pengetahuan mengenai mckanisme yang mendasarinya, ketidakpastian

terhadap spesifisitas terapi untuk bagian terpisah sekalipun mckanisme yang

mendasarinya diketahui, atau biaya yang mahal untuk menielaskan bagian pasien

hipertensi sekalipun terdapat terapi spesifik. Akan tetapi, dengan pengumpulan

informpsi tambahan, komponen keenam dalam evaluasi pas; en dengan hipertensi

dapat menjacii lebit, penting.

GEJALADANTANDA Sebagianbesarpasiendenganhiper

tensi tidak mempunyai gejala spesifik yang menunjuickan kenaikan

tekanan darahnya dan hanya diidentifikasi pada pemeriksaan fisis.

Jika gejala membuat pasien datang ke dokter, dapat digolongkan

menjad! tiga kategori. Pasien dihubungkan dengan (1) kenaikan

t ekanan itu sendiri, (2) penyakit vaskuler hipertensif. dan (3) penyakit

yang mendasarinya pada kasus hipertensi sekunder. Meskipun dengan

populer dianggap gejala kenaikan tekanan darah, sakit kepala hanya

Page 27: Patofisiologi Hipertensi

karakteristik untuk hipertensi berat; paling scring terletak pada daerah

oksipital, terjadi ketika pasien bangun pada pagi hari, dan berkurang

secara spontan setelah beberapa jam. Keluhan lain yang mungkin

berhubungan ada!ah pusing, palpitasi, mudah lelah, dan impotensi.

Keluhan yang mengarah ke penyakit vaskuler termasuk epistaksis,

hematuria, pandangan kabur karena perubahan retina, episode lemah

atau pusing yang d~sebabkan oleh iskernia serebral sementara, angina

pektoris. dan dispnea yang disebabkan oleh gagal jantung. Nyed

karena diseksi aorta atau bocomya aneurisma merupakan gejala yang

kadang-kadang tedadi. 1

Contoh gejala yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya pada

hipertensi sckunder adalah poliuria, polidipsia, dan kelemahan otot sekunder

terhadap hipokalemia pada pasien dengan aldosteronisme primer atau berat badan

bertanibah dan emosi yang labil pada pasien dengan sindroma Cushing. Pasien

dengan feckro-

mositoma datang dengan sakit kepala episodik, palpitasi, diaforesis. dan pusing

postural.

EVALUASI KLINIS Anamnesis Riwayat keluarga yang kuat mengenai

hipertensi, bersama dengan kelainan'kenaikan tekanan darah intermiten yang

dilaporkan pada waktu yang lalu, mengarah diagnosis hipertensi esensial.

Hipertensi sekunder seringkah timbul sebelum usia 35 tahun atau setelah 55

tahun. Riwayat penggunaan steroid adrenal atau estrogen mempunyai arti yang

nyata. Riwayat infeksi traktus urinarius berulang menunjukkan pielonefritis

Page 28: Patofisiologi Hipertensi

kronik, meskipun kondisi ini dapat tedadi tanpa adanya gejala; nokturia dan

polidipsia menunjukkan penyakit endokrin atau ginjal, sedangkan trauma pada

salah satu pinggang atau episode nyeri pinggang akut mungkin merupakan

petunjuk adanya cedera ginjal. Riwayat bertambalmya berat badan cocok dengan

sindroma thshing, dan berkurangnya berat badan dengan feokromositoma.

SeJurnlah aspek anamnesis membantu dalam menetitukan apakah peayakit

vaskuler berlanjut menjadi stadium yang berbahaya. Dalam hal ini meliputi angina

pektoris dan gejala insuftsiensi serebrovaskuler, gagaIjantung kongestif, danlatau

insufisiensi vaskuler perifer. Faktor risiko lainnya yang sebaiknya diperolch

meliputi merokok, diabetes mellitus, gangguan lipid, dan riwayat keluarga adanya

kematian dini karena penyakit kardiovaskuler. Akhirnya, aspck gaya hidup pasien

yang mendukung terjadinya hipertensi atau mempengaruhi terapi sebaiknya

dinilai, termasuk diet, aktivitas fisis, status keluarga, keda, dan tingkat pendidikan.

Perneriksaan fisis Pemeriksaan fisis dimulai dengan penampilan umum

pasien. MisaInya, apakah terdapat wajah yang bulat dan obesitas daerah badan

akibat sindroma Cushing? Apakah perkembangan otot pada ekstremitas atas tidak

proporsional dengan ekstremitas bawah, menunjukkan adanya koarktasio aorta?

Langkah selanjutnya adalah membandingkan tekanan darah dan nadi pada kedua

ekstremitas atas dan pada posisi supinasi dan berdiri (paling tidak selama 2

menit). Kenaikan tekanan diastolik ketika pasien berubah posisi dari supinasi

menjadi berdiri adalah paling cocok untuk hipertensi esensial; penurunan, tanpa

adanya terapi antihipertensi, menunjukkan bentuk hipertensi sekunder. Tinggi dan

berat badan pasien sebaiknya dicatat. Pemeriksaan fundus okuli yang terperinci

mutlak dilakukan karena kelainan funduskopik memberikan salah satu indikasi

Page 29: Patofisiologi Hipertensi

terbaik mengenai lamanya hipertensi dan prognosis. Petunjuk yang berguna

adalah klasifikasi Keith-WagenerBarker mengenai perubahan funduskopik (Tabel

2094; khat juga Atlas 8).. perubahan spesifik dari s--tiap fundus sebaiknya dicatat

dan ditentukan derajatnya. Palpasi dan auskultasi arteri karotis untuk mencari

tanda stenosis atau oklusi adalah penting; penyempitan arted karotis mungkin

merupakan manifestasi penyakit vaskuler hipertensi, dan juga mungkin petunjuk

adanya lesi arter! renalis, karena kedua lesi ini dapat tedadi secara bersamaan.

Pada perneriksaart jantung dan paru, sebaiknya dicari tanda hipertrofi ventrikel

kiri dan dekompensasi jantung. Apakah ada gerakan ke atas dari ventrikel kiri?

Apakah terdapat bunyi jantung ketiga dan keempat? Apakah terdapat ronki paru?

Bunyi jantung ketiga dan ronki paru tidak biasa ditemukan pada hipertensi tanpa

komplikasi. Adanya dua tanda ini menunjukkan disfungsi ventrikel. Pemeriksaan

dada juga meliputi pencanan oising di luar jantung dan pemgii~uh darah kolateral

yang dapat dipalpasi yang tedadi akibat koarktasio aorta.

Bagian paling penting dari pemeriksaan abdominal adalah auskultasi

adanya bndt yang berasal dari arted renalis yang mengalami stenosis. Bruit

yang disebabkan oleh penyempitan arted renalis hampir selalu mempunyai

komponen diastolik atau mungkin kontinu dan paling baik terdengar tepat pada

sisi kanan atau kiri dari garis tengah di atas umbilikus atau pada pinggang; Bruit

ini terdapai pada beberapa pasien dengan stenosis arteri renalis yang disebabkan

oleh displasia fibrosa dan pada 40 sampai 50 persen pasien dengan senosis yang

signifikan secara fungsional disebabkan oleh arteriosklerosis. Abdomen juga

dipalpasi untuk mencari adanya aneunsma abdomi-

Page 30: Patofisiologi Hipertensi

BAB209 PENYAKITVASKULFRHIPERTENSIF

Abdomen Juga dipalpasi untuk mencari adanya aneurisma abdominal clan

pembesaran ginjal dari penyakit ginjal polikistik. Denyut nadi femoralis harus

dirasakan dengan teliti, dan jika menurun dan/ atau terlambat dibandingkan dengan

denyut nadi radialis, tekanan darah pada ekstremitas bawah harus diukur. Sekalipun

denyut nadi femoralis normal pada palpasi, tekanan arteri pada ekstremi tas bawah

sebaiknya dicatat paling tidak sekali pada pasien dengan hipertensi ditemukan

sebelurn usia 30 tahun. Alchimya, dilakukan pemeriksaan ekstremitas untuk mencar.

adanya edema clan tanda gangouan screbrovaskuler sebelumnya danlatau patologi

intrakr-dnial lainnya.

Pemeriksaan laboratoriUM Kontroversi yang ada mengenai apakah

pemeriksaan laboratorium sebaiknya dilakukan pada pasien yang menunjukkan

hipertensi. Umumnya, ketidaksetujuan tetap mengenai bagaimana mengevaluasi

pasien secara ekstensif untuk bentuk hipertensi sekunder atau bagian dari

hipertensi esensial. Pada diskusi shlanjutnya, pemeriksaan laboratorium dibagi

menjadi perneriksaan yang sebaiknya dilakulcan pada semua pasien dengan

hiperiensi yang menetap (pemeriksaan dasar) dan pemeriksaan yang sebaiicnya

ditambahkan jil.a (1) dati pemeriksaan awal diduga ada bentuk hipertensi sckunder

danlatau (2) tekanan arte~ tidak terkendali setelah terapi awal (pemeriksaarl

sekunder).

PEMERIKSAAN DASAR Status ginjal dievaluasi dengan menilai adanya protein,

darah, dan glukosa dalam urin dan mengukur Icreatinin scrum danlatau rutrogen urea

darah (BUN, blood urea nitrogen). Pemeriksaan mikroskopik urin juga membantu.

Kadar kalium serum diperlukan baik sebagai penapisan untuk hipertensi yang

diinduksi oleb mineralokortikoid dan sebagai dasar sebelum memulai terapi diuretik.

Kimia darah lainnya juga mungkin berguna, terutama karena seringlcali

dapatdirninta sebagai rangkaian tes autornatis dengan biaya yang minimal pada

pasien. Contohnya, penentuan glukosa darah membantu karena diabetes mellitus

mungkin disertai dengan arteriosklerosis yang terjadi lebih cepat, penyakit vaskuler

Page 31: Patofisiologi Hipertensi

renal, dan nefropati diabetik pada pasien dengan hipertensi clan karena aldos-

teronisme primer, sindroma Cushing, dan fcokromositorna yang sernuanya mungkin

disertai dengan hiperglikemia. Lagi pula, karena ter-api antihipertensi dengan

diuretika, contohnya, dapat menaikkan kadar glukosa darah, ini penting untuk

menetapkan dasar. Kemungkinan hiperkalserniajuga mungkin dicari. Penentuan asam

urat serum berguna karena meningk-Atnya insidensi hiperurikernia pada pasien

dengan hipertensi renal clan esensial dan karena, seperti gluk.osa darah, kadar

selanjutny,a mungkin ditingkatkar olch terapi diuretika. Kolesterol serum, kolesterol

HDL, dan *rialiscrida riungkin diukur ugtuk mengidentifikasi faktor lain yang

mempercepat timbulnya arteriosklerosis. Elektrokardiogram dilakukan pada sernua

kasus sebagai penilaian keadaan jantung, terutama jika terdapat hipertrofi ventrikel

kiri, dan sebagai dasar. Ekokardiogram lebih sensitif daripada elektrokardiograrn

maupun pemeriksaan fisis dalarn menentukanjika terdapat hipertrofijantung. Dengan

demikian, pada beberapa keadaan, hal ini mungkin berguna selain evaluasi dasar

pada pasien hipertensi, terutama karena hipertrofi ventrikel kiri mcrupak-an faktor

risiko kardiovaskuler yang bebas dan adanya hipertrofi ventrikel kiri ini

menunjukk-an perlunya terapi antihipertensi. Selanjutnya, kenaikan tekanan arted

yang besar biasanya berhubungan dengan ada atau tidak adanya hipertrofi ventrikel

kiri, kenaikan tekanan arted yang ringan mungkin bukan. S6hingga seseorang tidak

dapat menggunakan batas tekanan darah itu serldiri sebagai -tanda pengganti untuk

mengetahui ada atau tidaknya hipertrofi ventrikel kid. Sebaliknya, karena biaya

ekokardiogram clan ketidakpastian apakah informasi alchir akan mengubah terapi,

yang tidakjelas adalah apakah ekokardiogram tinclak lanjut rutin selama terapi

dibenarkan. Roentenogram toraks juga mungkin membantu dengan memberikan

kesempatan untuk mengidentifilcasi dilatasi atau clongasi aorta dan Ickukan iga yang

terjadi pada koarktasio aorta.

PEMERIKSAAN SEKUM)ER (Tabel 209-5) Petunjuk tertentu dari

anamnesis, perneriksaan fisis, dan pemeriksaan laboratorium dasar menunjukkan

penyebub yang tidak biasa pada hipertensi dan menentukan perlunya pemeriksaun

Page 32: Patofisiologi Hipertensi

khusus. Contohnya, timbuinya hipertensi berat yang tiba-tiba danlatau timbuInya

hipertensi seberat apapun pada usia di bawah 25 tahun atau setelah usia 50 tahun

sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengesampingkan hipertensi

renovaskuler dan feokromositoma. Riwayat sakit kepala, palpitasi, scrangan

kecemasan, berkeringat yang tidak biasa, hiperglikemia, dan menurunnya berat badan

juga sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk mengesampinglcan adanya

feokromositoma. Adanya bruit abdomen menyebabkan pemeriksaan hipertensi

renovaskuler, dan kelainan dari massa abdominal bagian atas bilateral pada

pemeriksaan fisis, sesuai dengan penyakit ginjal polikistilc, menyebabkan

di[akukannya pielogram intravena. Kadar kreafinin atau nitrogen urea darah yang

meningkat, disertai dengan proteinuria dan hematuria, memulai pemeriksaan yang

terperinci mengenai insuftsiensi renal (Bab 235). Pemeriksaan khusus untuk

hipertensi sekunderjuga dianjurkan jika terdapat kegagalan terapeutik dengan

program obat awal. Tindakan diagnostik spesifik tergantung dari penyebab

hipertensisekunder yang paling munggkin.

Feokroii2ositonia (Lihat Bab 336) Proseaur penapisan yang paling mudah dan

terbaik untuk feolcromositorna adalah pengukuran katekolamin atau metabolitnya

dalam urin yang dikumpulkan 24jam selama waktu pasien mengalami hipertensi.

Pengulcuran kadar katekolamin plasma juga mungkin berguna. Tes-tes ini mungkin

dianjurkan bahkan pada pasien dengan fcokromositoma yang menderita hipertensi

menetap. Tes provokatifjarang dilakukan,jika pemah, dianjurkan, meskipun

kadang-kadang tes supresif mungkin berguna.

Sitidron7oCtxshine (LihatjugaBab335) Tesurin24jamuntuk kortisol atau

pernbedan deksametason 1 mg.pada waktu tidur, diikuti dengan pengukuran kortisol

plasma padajam 7 atau 10 pagi, adalah tes terbaik untuk adanya kondisi ini. Kadar

kortisol urin kurang dari 2750 nmol (100 gg) atau supresi kadar kortisol plasma di

bawah 140 nmol/L (5,ugIdL) secara efektif mengesampingkan sindroma Cushing.

Hiperlensi renovaskyle (LihatjugaBab243) Tespenapisan standar untuk hipertensi

vaskuler renal adalah rangkaian pielogram intravena (IVP) yang cepat. Gambaran

sugestif dari iskemia renal meliputi (1) gambaran terlambat unilateral dan eksresi

Page 33: Patofisiologi Hipertensi

bahan kontras, (2) perbedaan ukuran gin.jal le.bih hesar dari 1,5 eTix, (3) bentuk

ireguler bayangan ginjal, menunjukkan infark atau atrofi parsial, (4) indentasi pada

ureter atau pelvis renalis, kemungkinan disebabkan

Page 34: Patofisiologi Hipertensi

1264

BAGIANTU~ GANGGUANSISTEMKARDIOVASKULER

oleh arteri ureteral yang berdilatasi (lekukan kolateral), dan (5) hiperkonsentrasi

medium kontras dalam sistem pengumpul ginjal yang lebih kecil. Jika

kritcria-kriteria ini digunakan, tinglcat positifpaIsu adalah 11 persen dan tingkat

negatif-palsu adalah 12 persen. Angiogram subtraksi digital diterima dengan sangat

antusias sebagai tes penapisan yang lebilt tepat untuk penyakit vaskuler renal.

Tempat akhirnya sebagai tes penapisan tidak jelas, alcan tetapi, karena biayanya

yang relatif tinggi dan perlu dilakukan injeksi arteri dibandinglcan vena. Renogram

isotop dan tes infus saralasin, keduanya secara antusias didukung sebagai prosedur

penapisan pada waktu yang lalu, sekarang jarang digunakan karena sensitivitas dan

spesifisitasnya yang rendah atau persediaarmya yang terbatas. Alcan tetapi, renogram

yang diinduksi kaptopril mungkin ltbib berguna. Tes ini memberikan kcuntungan

ketergantungan vaskularisasi renal terhadap angiotensin II. Dengan demikian, jika

individu dengan stenosis arteri renalis diberikan inhibitor enzim konversi (kaptopril)

yang menurunkan kadar angiotensin 11 pada tempat stenosis. akan terdapat pola

aliran darah renal yang menunjukkan menurunnya ambilan dan ekskresi yang

terlambat seperti yang dinilai oleh renogram isotop.

Tes definitif penyakit ginjal yang dapat diperbaiki dengan pembedaban adalah

gabungan angiogram renal dan penentuan renin vena renalis. Arteriogram renal

menetaplcan adanya lesi arteri renalis dan membantu menentulcan apakah lesi

Page 35: Patofisiologi Hipertensi

disebabIcan oleh aterosklerosis atau pada salah satu dari displasia fibrosa atau

fibromuskuler. Akan tetapi, ini tidak membuktikan bahwa lesi bertanggungjawab

terhadap adanya hipertensi, juga tidak memungkinkan dilakukannya prediksi

mengenai kemunakinan terapi pembedahan; ini harus diperhatikan bahwa (1) stenosis

arteri renalis adalah kelainan yang sering ditemukan dengan angiografl dan pascamati

pada individu normotensi, dan (2) hipertensi esensial adalah kondisi biasa dan dapat

terjadi bersarnaart dengan stenosis arteri renalis yang sesungguhnya mungkin

tidakbertanggungjawabterhadaptedadinyahipertensi. Kateterisasi vena renalis bilateral

untuk pengulcuran aktivitas renin plasma digunakan untuk menilai arti fungsional

dari setiap lesi yang ditemulcan pada arteriografi. Jika salah satu ginjal iskemik dan

ginjal lain normal. semua renin dilepaskan berasal dari ginjal yang terkena. Pada

sebagianbesarsituasi yang paling mudah dimengerti, ginjal iskernik mempunyai

aktivitas renin plasma vena yang lebih tinggi secara signifilcan dibandinglcan dengan

ginjal normal oleh faktor 1,5 atau lebih. Di samping i!u. aliran darah vena renalis dari

ginjal yang tidak terkena menunjukkan kadar yang sarna dengan yang terdapat dalarn

vena Icava inferior di bawah pintu masuk vena renalis. Manfaat yang signifilcan dari

perbaikan operatif mungkin diantisipasi paling tidak pada 80 persen pasien dengan

kelainan yang dijelaskan di atas jika ditakulcan perawatan untuk mempersiaplcan

pasien secara tepat sebelum pengambilan contch darah vena renalis, misaInya, meng-

bentikan obat yang menekan renin, seperti penghambat beta, paling tidak selama 10

hari, pasien melakukan asupan natrium-rendah selama 4 hari, dan/atau membedkan

inhibitor enzim konversi selama 24 jam. Jilca lesi obstruksi terdapat pada cabang

arteri rcnalis ditunjukkan olch arteriografi, usaha untuk memperoleh contoh darah

Page 36: Patofisiologi Hipertensi

dari cabang utama vena renalis sebaiknya dilakukan dalam usaha untuk

mengidentifikasi lesi arted intrarenal terlokalisasi yang bertanggungjawab terhadap

timbulnya hipertensi.

Aldostervitis.,ne prime OffiatjugaBab335) Pasieninihampir selalu menunjukkan

hipokalemia. Terapi diuretika seringlcali mengalami lcomplikasi jika hipokalemia

pertama kali ditemulcan dan perlu dinilai. Hipokalemia, hubungan antara aktivitas

renin plasma dan kadar aldosteron menjadi kunci diagnosis aldosteronisme primer.

Konsentrasi atau ekskresi aldosteron yang tinggi dan aktivitas renin plasma rendah

pada aldosteronisme primer, dan kadar-kadar ini secara relatif tidak dipengaruhi olch

perubahan keseimbangan natrium.

Bagianpentingdarievaluasisetelahaldosteronismeprimer-ditetapkan adalah untuk

menentulcan apakah terdapat penyakit unilateral atau bilateral, karena pengan,-katan

lesi secara pembedahan biasanya menurunkan tekanan arteri hanya pada pasien

dengan penyakit unilateral.

Pengukuran aktivitas renin plasma Beberapa penclitian menunjukkan bahwa

sebagian besar pasien hipertensi mempunyal. kadar renin plasma yang terukur clan

berhubungan dengan tinglcat ekskresi natrium 24 jam untuk menilai apakah terdapat

kadar yang tinggi, rendah, atau normal. Informasi ini mungkin penting untuk alasan

terapeutik maupun prognostilc. Akan tetapi, seperti yan. ditemulcan lebih dim, hal ini

tidak jelas, berdasarkan data yang ada sekarang dan program terapi, babwa

pengulcuran acak ini sesungguhnya berguna kecuali pada pasien dengan kelainan

sugestif dari penyakit vaskuler renal atau kelebihan mineralokortikoid dengan kadar

Page 37: Patofisiologi Hipertensi

renin vena renalis lateralisasi atau kadar renin perifer yang ditekan mungkin

mempunyai arti diagnostik danlatau terapeutik.