p4 as.salisilat

31
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI PEROBAAN 4 ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK ANALISIS KUANTITATIF ASAM SALISILAT PADA SEDIAAN KOSMETIK BEDAK TABUR MENGGUNAKAN METODE ALKALIMETRI Disusun Oleh : KELOMPOK / GOLONGAN : 4 / A2 Intan Diah Pertiwi (G1F011069) Fela Anggia S. P. (G1F011071) Preggi Salvezza P. (G1F011073) Najah (G1F011075) ASISTEN : Dina Aruni S. Resti Mahlifati Awaliyah KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

description

aaaa

Transcript of p4 as.salisilat

Page 1: p4 as.salisilat

LAPORAN AKHIR

PRAKTIKUM ANALISIS FARMASI

PEROBAAN 4

ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK

ANALISIS KUANTITATIF ASAM SALISILAT PADA SEDIAAN KOSMETIK BEDAK TABUR MENGGUNAKAN METODE ALKALIMETRI

Disusun Oleh :

KELOMPOK / GOLONGAN : 4 / A2

Intan Diah Pertiwi (G1F011069)

Fela Anggia S. P. (G1F011071)

Preggi Salvezza P. (G1F011073)

Najah (G1F011075)

ASISTEN : Dina Aruni S.

Resti Mahlifati Awaliyah

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANJURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

2013

PEROBAAN 4

Page 2: p4 as.salisilat

14 gram Bedak Tabur

NaOH

ANALISIS SEDIAAN KOSMETIK

ANALISIS KUANTITATIF ASAM SALISILAT PADA SEDIAAN KOSMETIK BEDAK TABUR MENGGUNAKAN METODE ALKALIMETRI

I. TUJUAN

Menetapkan kadar asam salisilat dalam sediaan kosmetik bedak tabur dengan

menggunakan metode titrasi alkalimetri.

II. ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah beaker glass, labu

Erlenmeyer, labu volume, pipet tetes, pipet volume, corong, timbangan analitik, kaca

arloji, batang pengaduk, spatula, filler, kertas saring, statip dan buret.

Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain NaOH 0,1 N,

Asam Oksalat (C2H2O4), Indikator phenolphthalein (PP), Sampel bedak tabur, etanol

dan aquades.

III. PROSEDUR PERCOBAAN

A. Preparasi Sampel

Dimasukkan ke dalam labu volume

Dilarutkan dalam 700 mL etanol

Dikocok hingga homogen

Disaring dengan kertas saring

B. Pembuatan NaOH 0,1 N

Ditimbang 1 gr

Dimasukkan ke dalam labu volume

Ditambahkan akuades bebas CO2 add 250 mL

Filtrat

Page 3: p4 as.salisilat

Asam Oksalat 0,1 M

Filtrat Asam Salisilat

Dikocok hingga homogen

C. Pembakuan NaOH 0,1 N

Ditimbang 90 mg

Dimasukkan dalam beaker glass

Ditambahkan aquades add 100 ml

Diaduk hingga homogen

Dimasukkan dalam labu Erlenmayer

Ditambahkan 2-3 tetes indikator Phenolpthalein

(PP)

Dititrasi dengan NaOH

Dihentikan titrasinya jika warna telah berubah

menjadi merah muda

Dilakukan replikasi 3 kali

D. Penetapan Kadar Asam Salisilat

Diambil 10 mL dengan menggunakan pipet

volume

Dimasukkan dalam labu Erlenmayer

Ditambahkan 2-3 tetes indikator PP

Dititrasi menggunakan NaOH yang telah

dibakukan

Dihentikan titrasinya jika warna larutan

berubah menjadi merah muda

Dilakukan replikasi 3 kali

IV. DATA PENGAMATAN

Hasil

Hasil

Hasil

Page 4: p4 as.salisilat

A. Pembakuan larutan NaOH dengan Asam Oksalat

Volume C2H2O4

(mL)

Normalitas

C2H2O4 (N)

Volume NaOH

(mL)

Normalitas

NaOH (N)

10

10

10

0,1

0,1

0,1

1,4

1,4

1,5

0,71

0,71

0,67

Rata-Rata 0,69

B. Penetapan kadar asam salisilat

Banyaknya sampel (mg)

Volume NaOH (mL)

Normalitas NaOH (N)

Kadar (%)

14000 1 0,69 34

14000 0,95 0,69 32

14000 1,05 0,69 35,5

Rata-rata 33,83

V. PERHITUNGAN

Page 5: p4 as.salisilat

Menentukan Bobot Sampel Bedak Tabur

V NaOH x M NaOH = n NaOH

20 mL x 0,1 M = 2 mmol

n NaOH = n Asam Salisilat

Bobot Asam Salisilat = n x Mr

= 2 mmol x 138

= 276 mg

Bobot Sampel Bedak = 100

2 x 276 mg

= 13.800 mg

= 13,8 gr 14 gr

Banyaknya NaOH yang dibutuhkan

NaOH 0,1 M

Mr 40

Volume 250 mL = 0,25 L

n = M x V

GrMr

= M x V

Gr40

= 0,1 x 0,25

Gr = 1 gr

Banyaknya Asam Oksalat (C2H2O4) yang dibutuhkan :

mmol NaOH = 2 mmol asam oksalat

mmol NaOH = mg asam oksalat

12

BM

V NaOH x N NaOH = mg asam oksalat

12

BM

NNaOH = mgasam oksalat12

BM x VN aOH

0,1 = mg asam oksalat

45 x20 mL

0,1 = mg asam oksalat

900

mg Asam Oksalat= 90 mg

Page 6: p4 as.salisilat

Pembakuan NaOH

V1 x N1 = V2 x N2

N1 = V 2 x N 2

V 1

Volume titran 1 = 1,4 mL

Volume titran 2 = 1,4 mL

Volume titran 3 = 1,5 mL

Percobaan 1 :

NNaOH = V asam oksalat x N asam oksalat

V titran

= 10 x 0,1

1,4

= 0,71

Percobaan 2 :

NNaOH = V asam oksalat x N asam oksalat

V titran

= 10 x 0,1

1,4

= 0,71

Percobaan 3 :

NNaOH = V asam oksalat x N asam oksalat

V titran

= 10 x 0,1

1,5

= 0,67

NNaOH rata-rata = N NaOH 1+N NaOH 2+N NaOH 3

3

= 0,71+0,71+0,67

3= 0,69 N

Penetapan Kadar asam salisilat

Rumus Kadar =mLTitran x N titran x BE zat

mg Sampelx100 %

% Kadar dalam sampel =kadar yangdidapatkadar yang tercatum

x 100 %

Page 7: p4 as.salisilat

Volume titran 1 = 1 ml

Volume titran 2 = 0,95 ml

Volume titran 3 = 1,05 ml

Ntitran = 0,69

BE AsamSalisilat = 138

Mg sampel = 14000 mg

Percobaan 1

Kadar 1 = mLTitran x N titran x BE zat

mg Sampelx100 %

= 1 x 0,69 x 138

14000 x100 %

= 0,68 %

% Kadar dalam sampel =kadar yangdidapatkadar yang tercatum

x 100 %

= 0,682%

x 100%

= 34%

Percobaan 2

Kadar 2 = mLTitran x N titran x BE zat

mg Sampelx100 %

= 0,95 x0,69 x138

14000 x100 %

= 0,64 %

% Kadar dalam sampel = kadar yangdidapatkadar yang tercatum

x 100 %

= 0,642%

x 100%

= 32%

Percobaan 3

Kadar 3 = mLTitran x N titran x BE zat

mg Sampelx100 %

= 1,05 x 0,69 x138

14000 x100 %

= 0,71 %

% Kadar dalam sampel = kadar yangdidapatkadar yang tercatum

x 100 %

Page 8: p4 as.salisilat

= 0,712 %

x 100%

= 35,5%

% Kadar dalam sampel rata-rata = 34+32+35,5

3

= 33,83 %

X X d = |x−x| ¿)2

34

32

35.5

33.83

0,17

1,83

1,67

0,0289

3,3489

2,7889

∑= 3,67 ∑=6,1667

d = ∑dn

= 3,67

3

= 1,223

SD = √ ∑d2

n−1

= √6,16672

= 1,75

Jadi kadar Asam Salisilat dalam sediaan Kosmetik bedak tabur = x ± SD

= 33,83 % ± 1,75

VI. PEMBAHASAN

TITRASI

Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan

menggunakan zat lain yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi biasanya

dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses titrasi, sebagai

Page 9: p4 as.salisilat

contoh bila melibatkan reaksi asam basa maka disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi

redoks untuk titrasi yang melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi komlpeksometri

untuk titrasi yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya

(Underwood, 1999).

Larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut dengan titran. Titran

ditambah sedikit demi sedikit pada titrat (larutan yang dititrasi) sampai terjadi

perubahan warna indicator baik titrat maupun titran biasanya berupa larutan. Saat

terjadi perubahan warna indikator, maka titrasi dihentikan. Saat terjadi perubahan

warna pada indikator dan titrasi diakhiri disebut dengan titik akhir titrasi (waktunya

titrasi dihentikan, situasinya berupa kondisi setelah titik ekuivalen terlewati sehingga

sudah terdapat sedikit titran berada dalam Erlenmeyer yang ditandai dengan

perubahan warna indikator) dan diharapkan titik akhir titrasi sama dengan titik

ekivalen (kondisi dimana analit yang ada di Erlenmeyer tepat habis bereaksi dengan

titran yang di buret). Semakin jauh titik akhir titrasi dengan titik ekivalen maka

semakin besar kesalahan titrasi, oleh karena itu pemilihan indicator menjadi sangat

penting agar warna indikator berubaha saat titik ekivalen tercapai. Pada saat tercapai

titik ekivalen maka pHnya 7 (Underwood, 1999).

PRINSIP TITRASI ASAM BASA

Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titran.

Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan

dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titran ditambahkan titer sedikit

demi sedikit sampai mencapai keadaan ekivalen (artinya secara stoikiometri titran dan

titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai “titik ekivalen”. Pada saat titik

ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang

diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume

titran, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titran (Harjadi,

1986).

Titrasi asam basa disebut juga titrasi netralisasi asam basa, dimana jumlah

asam yang mengandung 1 mol H+ akan selalu bereaksi secara sempurna dengan

jumlah basa yang mengandung 1 mol OH-. Titik dalam titrasi dimana jumlah asam

dan basa berada dalam jumlah yang sama dan disebut titik ekivalen. Penentuan

konsentrasi larutan asam melalui perhitungan volume titrasi larutan basa dan garam

dari asam lemah dengan larutan baku asam disebut asidimetri (Harjadi, 1986).

Page 10: p4 as.salisilat

Dalam hal ini jumlah asam yang tepat ekivalen ditentukan dengan jumlah basa

yang ada. Penentuan konsentrasi larutan basa melalui perhitungan volume titrasi

larutan asam dan garam dari basa lemah dengan larutan baku basa disebut alkalimetri.

Disini jumlah basa yang tepat ekivalen secara kimia ditentukan dengan jumlah asam

yang ada (Harjadi, 1986).

Alkalimetri (Alkali = Basa atau metri = pengukuran) diartikan sebagai titrasi

untuk penetapan asam dengan larutan standar basa sebagai alat ukurnya. Alkalimetri

termasuk reaksi netralisasi yaitu antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan

ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral.

Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan

penerima proton (basa). Alkalimetri adalah penetapan adar senyawa-senyawa yang

bersifat asam dengan menggunakan baku basa. (Mursyidi dan Rohman, 2006).

Titrasi alkalimetri merupakan kebalikan dari asidimetri yaitu titrasi yang

menggunakan larutan standar basa untuk menentukan asam (Khopkar, 1990). Titrasi

asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan

pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen 4-10. Demikian juga titik

akhir titrasi akan tajam pada titirasi asam atau basa lemah, jika penitrasian adalah basa

atau asam kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104. Pada

reaksi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air

proton biasnya tersolvasi sebagai H3O. Reaksi asam basa bersifat reversibel.

Temperatur mempengaruhi titrasi asam basa, pH dan perubahan warna indikator

tergantung secara tidak langsung pada temperatur (Susanti dan Wunas, 1995).

Dalam sebuah kurva titrasi asam basa memiliki ciri :

1. Bentuk kurva selalu berupa sigmoid

2. Ketika mendekati titik ekuivalen bentuk kurva tajam

3. Pada titik setara pH sama dengan 7 (Sunarya, 2002).

Prinsip dari percobaan yang dilakukan adalah penentuan kadar asam salisilat

dengan menggunakan metode alkalimetri berdasarkan reaksi netralisasi dimana

sampel yang bersifat asam dititrasi dengan larutan baku NaOH 0,1 N dengan

penambahan indikator fenolftalein dan ditandai dengan perubahan warna bening ke

merah muda. Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator yaitu suatu zat yang

ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang menyetarakan dengan perubahan

warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady,

1999).

Page 11: p4 as.salisilat

Ada dua cara umum untuk menentukan titik ekivalen pada titrasi asam basa,

yaitu:

1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan,

kemudian membuat plot antara pH dengan volume titran untuk memperoleh kurva

titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen

2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titran sebelum proses

titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi,

pada saat inilah titrasi kita hentikan.

(Khopkar, 1990).

INDIKATOR

Untuk menetapkan titik akhir pada proses netralisasi ini digunakan indikator.

Menurut W. Ostwald, indikator adalah suatu senyawa organik kompleks dalam bentuk

asam atau dalam bentuk basa yang mampu berada dalam keadaan dua macam bentuk

warna yang berbeda dan dapat saling berubah warna dari bentuk satu ke bentuk yang

lain ada konsentrasi H+ tertentu atau pada pH tertentu. Ketepatan pemilihan indikator

merupakan syarat keberhasilan dalam menentukan titik ekivalen. Pemilihan indikator

didasarkan atas pH larutan hasil reaksi atau garam yang terjadi pada saat titik ekivalen

(Bassett, 1991).

Indikator yang digunakan pada titrasi asam basa adalah asam lemah atau basa

lemah. Asam lemah dan basa lemah ini umumnya senyawa organik yang memiliki

ikatan rangkap terkonjugasi yang mengkontribusi perubahan warna pada indikator

tersebut. Jumlah indikator yang ditambahkan kedalam larutan yang akan dititrasi

harus sesedikit mungkin, sehingga indikator tidak mempengaruhi pH larutan dengan

demikian jumlah titran yang diperlukan untuk terjadi perubahan warna juga

seminimal mungkin (Bassett, 1991).

Pemilihan indikator sangat menentukan titik akhir titrasi. Indikator asam basa

adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen atau kekeruhan pada

suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa terletak pada titik ekivalen dan

ukuran dari pH. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer elektron.

Berbagai indikator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda dan akibatnya mereka

menunjukan warna pada range pH yang berbeda (Khopkar,1990).

Page 12: p4 as.salisilat

Tabel indikator yang biasa digunakan dalam asidi-alkalimetri :

Indikator Trayek pHWarna

Asam Basa

Kuning metil 2,4 – 4,0 Merah Kuning

Biru bromfenol 3,0 – 4,0 Kuning Biru

Jingga metal 3,1 – 4,1 jingga Metil

Hijau bromkresol 3,8 – 5,4 Kuning Biru

Merah metal 4,2 – 6,3 Merah Kuning

Ungu bromkresol 5,2 – 6,8 Kuning Ungu

Biru bromtimol 6,1 – 7,6 Kuning Biru

Merah fenol 6,8 – 8,4 Kuning Merah

Merah kresol 7,2 – 8,8 Kuning Merah

Biru timol 8,0 – 9,3 Kuning Biru

Fenolftalein 8,2 – 10,0 Tak berwarna Merah

Timolftalein 9,3 – 10,5 Tak berwarna Biru

(Gandjar,2007).

Indikator asam basa akan memiliki warna yang berbeda dalam keadaan tak

terionisasi dengan keadaan terionisasi. Sebagai contoh untuk indikator

phenolphthalein (pp) dalam keadaan tidak terionisasi (dalam larutan asam) tidak akan

berwarna (colorless) dan akan berwarna merah keunguan dalam keadaan terionisasi

(dalam larutan basa). Warna yang akan teramati pada penentuan titik akhir titrasi

adalah warna indikator dalam keadaan transisinya. Untuk indikator phenolphthalein

karena indikator ini bertransisi dari tidak berwarna menjadi merah keungguan maka

yang teramati untuk titik akhir titrasi adalah warna merah muda (Anonim, 2009).

LARUTAN BAKU

Larutan baku adalah larutan suatu zat terlarut yang telah diketahui

konsentrasinya. Terdapat 2 macam larutan baku, yaitu:

1. Larutan baku primer

Suatu larutan yang telah diketahui secara tepat konsentrasinya melalui

metode gravimetri. Nilai konsentrasi dihitung melalui perumusan sederhana,

setelah dilakukan penimbangan teliti zat pereaksi tersebut dan dilarutkan dalam

volume tertentu. Contoh: K2Cr2O7, AS2O3, NaCl, asam oksalat, asam benzoat.

Syarat-syarat larutan baku primer :

Page 13: p4 as.salisilat

mudah diperoleh, dimurnikan, dikeringkan(jika mungkin pada suhu 110-120

derajat celcius) dan disimpan dalam keadaan murni

tidak bersifat higroskopis dan tidak berubah berat dalam penimbangan di udara

zat tersebut dapat diuji kadar pengotornya dengan uji kualitatif dan kepekaan

tertentu

sedapat mungkin mempunyai massa relatif dan massa ekivalen yang besar,

sehingga kesalahan karena penimbangan dapat diabaikan

zat tersebut harus mudah larut dalam pelarut yang dipilih

reaksi yang berlangsung dengan pereaksi tersebut harus bersifat stoikiometrik

dan langsung. kesalahan titrasi harus dapat diabaikan atau dapat ditentukan

secara tepat dan mudah

2.Larutan baku sekunder

Suatu larutan dimana konsentrasinya ditentukan dengan jalan pembakuan

menggunakan larutan baku primer, biasanya melalui metode titrimetri. Contoh:

AgNO3, KMnO4, Fe(SO4)2

Syarat-syarat larutan baku sekunder:

derajat kemurnian lebih rendah daripada larutan baku primer

mempunyai BE yang tinggi untuk memperkecil kesalahan penimbangan

larutannya relatif stabil dalam penyimpanan

(Basset, 1994).

APLIKASI DALAM BIDANG FARMASI

Dalam bidang farmasi, alkalimetri dapat digunakan untuk menentukan kadar

suatu obat dengan teliti karena dengan titrasi ini penyimpangan titik ekuivalen lebih

kecil sehingga lebih mudah untuk mengetahui titik akhir titrasinya yang ditandai

dengan suatu perubahan warna, begitu pula dengan waktu yang digunakan seefisien

mungkin.

Adapun hubungan antara titrasi asam basa dalam dunia farmasi yaitu sebagian

sediaan obat dapat bersifat asam atau basa sehingaa metode ini sangat penting

sehingga dapat disesuaikan dengan metabolisme obat di dalam tubuh, dan untuk

menentukan konsentrasi atau kadar dari suatu sedian obat yang akan dibuat.

MONOGRAFI BAHAN

Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :

Page 14: p4 as.salisilat

1. Asam Salisilat ( C7H6O3 )

Asam salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5 % C7H6O3. Pemerian

hablur ringan tidak berwarna atau serbuk berwarna putih, hampir tidak berbau,

rasa agak manis dan tajam. Kelarutan larut dalam 550 bagian air dan dalam 4

bagian etanol ( 95 % ) P, mudah larut dalam kloroform P dan dalam eter P, larut

dalam amonium asetat P, dinatrium hidrogenfosfat P, kalium sitrat P dan natrium

sitrat P. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan

Keratolitikum, antifungi ( Anonim, 1979 ).

2. Natrium Hidroksida (NaOH)

Natrium

Hidroksida mengandung tidak kurang dari 97,5% alkali jumlah dihitung sebagai

NaOH, dan tidak lebih dari 2,5% Na2CO3. Pemerian bentuk batang, butiran,

massa hablur atau keping, kering, keras, rapuh dan menunjukkan susunan hablur :

mudah meleleh, basah. Sangat alkalis dan korosif. Segera menyerap

karbondioksida. Kelarutan sangat mudah larut dalam air dan dalam etanol (95%).

Identifikasi larutan bereaksi alkali kuat, jika dinetralkan dengan asam

klorida encer, menunjukkan reaksi natrium yang tertera pada reaksi identifikasi.

Klorida larutan 500 mg dalam air dengan penambahan 1,8 ml asam nitrat,

memenuhi uji batas klorida. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat

dan penggunaan sebagai zat tambahan (Anonim, 1979).

3. Asam oksalat (C2H2O4)

Page 15: p4 as.salisilat

(CO2H)2.2H2O. mengandung tidak kurang dari 99,5% C2H2O4.2H2O.

pemerian hablur tidak berwarna. Larut dalam air dan dalam etanol 95%.

Singkatnya, kita harus memilih indicator yang berubah warna di sekitar titik

ekivalensi dari titrasi. Untuk asam lemah. pH pada titik ekivalen di atas 7 dan

fenolftalein merupakan indikator yang lazim. Untuk basa lemah, yang memiliki

pH di bawah 7, indikator yang sering digunakan adalah metil merah atau metil

orange. Untuk asam dan basa kuat, indikator yang sesuai adalah metil merah,

bromtimolbiru, dan fenolftalein (Underwood, 1999).

4. Aquades (H2O)

H2O BM 18,02

Air murni adalah air yang dimurnikan yang diperoleh dengan destilasi,

perlakuan menggunakan penukar ion, osmosis balik, atau proses lain yang sesuai.

Dibuat dari air yang yang memenuhi persyaratan air minum. Tidak mengandung

zat tambhan lain. Pemeriannya cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau. pHnya

antara 5,0 dan 7,0. Wadah dan penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat

(Anonim,1995).

5. Indikator Phenolpthalein

C20H14O4 BM 318,2

Pemeriannya Serbuk hablur putih, putih atau kekuningan, larutdalam

etanol, agak sukar larut dalam eterKelarutan : Sukar larut dalam air, larut dalam

etanol (95%). Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik. Kegunaan : Sebagai

larutan indikator (Anonim, 1979).

Indikator Phenolphtalein (PP) berfungsi sebagai indikator yang

menunjukkan titik akhir titrasi (titik ekivalen). Rumus molekulnya yaitu C20H14O4.

Padatan Kristal tak berwarna dengan massa jenis : 1,227. Indikator ini berbentuk

larutan dan merupakan asam lemah yang dapat larut dalam air. Trayek pH 8,2 –

Page 16: p4 as.salisilat

10. Tidak dapat bereaksi dengan larutan yang direaksikan, hanya sebagai indicator

(Mulyono, 2006).

Fenolphtalein tergolong asam yang sangat lemah dalam keadaan yang

tidak terionisasi indikator tersebut tidak berwarna. Jika dalam lingkungan basa

fenolphtalein akan terionisasi lebih banyak dan memberikan warna terang karena

anionnya (Underwood, 1999).

6. Etanol (C2H6O)

Etanol, disebut juga etil alkohol, alkohol murni, alkohol absolut, atau

alkohol saja, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak

berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan

sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada

minuman beralkohol dan termometer modern. Etanol adalah salah satu obat

rekreasi yang paling tua (Anonim, 1995).

Etanol termasuk ke dalam alkohol rantai tunggal, dengan rumus kimia

C2H5OH dan rumus empiris C2H6O. Ia merupakan isomer konstitusional dari

dimetil eter. Etanol sering disingkat menjadi EtOH, dengan "Et" merupakan

singkatan dari gugus etil (C2H5) (Anonim, 1995).

Etanol banyak digunakan sebagai pelarut berbagai bahan-bahan kimia

yang ditujukan untuk konsumsi dan kegunaan manusia. Contohnya adalah pada

parfum, perasa, pewarna makanan, dan obat-obatan. Dalam kimia, etanol adalah

pelarut yang penting sekaligus sebagai stok umpan untuk sintesis senyawa kimia

lainnya. Dalam sejarahnya etanol telah lama digunakan sebagai bahan bakar.

Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas.

Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak

dapat terlihat pada cahaya biasa. Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi

oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus

hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya

Page 17: p4 as.salisilat

cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa

molekul yang sama (Anonim, 1995).

CARA KERJA DAN FUNGSI PENAMBAHAN

Sebelum dalam menentukan kadar suatu obat, pertama kali yang dilakukan

adalah penyiapan alat dan bahan yang diperlukan. Kemudian dilakukan pembuatan

suatu larutan standar. Hal ini merupakan proses dimana konsentrasi larutan ditentukan

secara akurat. Suatu larutan standar terkadang dapat dipersiapkan dengan

menguraikan suatu sampel dari zat terlarut yang diinginkan dan menimbang secara

akurat dalam suatu larutan yang volumenya diukur secara akurat (Underwood, 1999).

Larutan baku pada percobaan ini adalah larutan NaOH. Larutan NaOH mudah

teroksidasi di udara yang menyebabkan perubahan kepekatannya. Oleh karena itu,

dalam menimbang NaOH sebanyak 1 gram (sesuai perhitungan) dilakukan dalam

kaca arloji. Kemudian ditambahkan aquades bebas CO2 hingga 250 ml dalam labu

volume, dikocok hingga homogen dan akan menghasilkan larutan NaOH 0,1 N.

Fungsi penambahan aquades bebas CO2 adalah sebagai pelarut. Cara pembuatan

aquadest bebas CO2 adalah dengan merebus air sampai mendidih dan setelah itu

segera masukkan aquadest tersebut ke dalam botol kemudian ditutup. NaOH

merupakan basa yang paling lazim digunakan untuk titrasi asam basa. NaOH selalu

terkontaminasi oleh sejumlah kecil pengotor yang paling serius diantaranya adalah

Na2CO3. Ketika CO2 diserap oleh larutan NaOH, reaksi berlaku dan terjadi:

CO2 + 2 OH- CO32- + H2O

(Haeria, 2011).

Larutan NaOH merupakan larutan standar sekunder sehingga diperlukan

proses pembakuan. Larutan baku NaOH 0,1 N ditentukan kembali kepekatan

(konsentrasi) yang sebenarnya dengan titrasi asam basa (Underwood, 1999).

Pembakuan NaOH 0,1 N dilakukan mula-mula dengan menimbang 90 mg

asam oksalat (C2H2O4) lalu dilarutkan dengan aquades bebas CO2 ke dalam labu ukur

hingga 100 ml, dikocok hingga homogen. Fungsi penambahan aquades adalah sebagai

pelarut. Kemudian larutan dipipet sebanyak 10 ml dan dimasukkan ke dalam labu

erlenmeyer, ditambah 2 tetes indikator fenolftalein dan dititrasi langsung dengan

larutan NaOH 0,1 N hingga terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi

warna merah muda. Terjadi reaksi sebagai berikut :

C2H2O4.2H2O + NaOH → C2NaHO4.2H2O + H2O

Page 18: p4 as.salisilat

Fungsi penambahan indikator Phenolphtalein (PP) adalah sebagai indikator yang

menunjukkan titik akhir titrasi atau titik ekivalen (Mulyono, 2006).

Pembakuan NaOH dilakukan sebanyak tiga kali, didapatkan normalitas

sebesar 0,71 N; 0,71 N; 0,67 N. Maka didapat rata-rata normalitas NaOH sebesar 0,69

N. Konsentrasi NaOH ini digunakan untuk menentukan kadar asam salisilat.

Pembakuan dilakukan karena konsentrasi larutan NaOH dapat berubah disebabkan

karena larutan NaOH mudah teroksidasi dalam udara sehingga larutan NaOH perlu

distandarisasi. Perubahan warna tersebut khusus untuk indikator fenolftalein yang

berwarna merah muda dalam bentuk basa dan dalam bentuk asamnya tidak berwarna

dengan kisaran pH 8,3 sampai 10,10. Dalam suatu larutan indikator membentuk

kesetimbangan :

H2O + HIn ↔ H3O+ + In

(Bird, 1993).

Perubahan warna larutan yang dititrasi menandakan larutan titran (basa) yang

ditambahkan sudah melebihi titik ekivalen, yaitu titik dimana jumlah ekivalen basa

sama dengan jumlah ekivalen asam (asam dan basanya sudah bereaksi dengan tepat).

Indikator fenolftalein sangat peka terhadap perpindahan proton dengan menunjukan

perubahan warna yang tajam. Indikator ini sukar larut dalam air, tetapi dapat

berinteraksi dengan air sehingga cincin laktonnya terbuka dan membentuk asam yang

tidak berwarna. Lepasnya proton pertama dari molekul fenolptalein tidak banyak

mengubah kerangka molekulnya. Tetapi lepasnya proton kedua menyebabkan

perubahan besar pada molekulnya (Rivai,1995).

Pada titrasi ini, ada kemungkinan bahwa hasil yang diperoleh tidak 100%

tepat. Beberapa faktor yang memungkinkan adanya kesalahan-kesalahan tersebut

adalah ketidaktepatan pembacaan volume titran pada saat titrasi, ketidaktepatan

pengambilan larutan sampel saat akan dititrasi, ketidakbersihan alat yang digunakan,

dan sebagainya.

Penetapan kadar asam salisilat dilakukan dengan mengambil sampel sebanyak

14 gram dilarutkan dalam etanol, setelah itu dilakukan filtrasi sampel agar mendapat

sampel yang jernih. Fungsi penambahan etanol adalah sebagai pelarut dari asam

salisilat yang terkandung di dalam bedak tabur, karena asam salisilat larut dalam 4

bagian etanol 95% (Anonim, 1979). Kemudian, dititrasi dengan NaOH 0,1 N yang

sebelumnya telah ditetesi dengan menggunakan indicator fenolftalein, kemudian

dititrasi hingga larutan berubah warna dari tidak berwarna menjadi merah muda.

Page 19: p4 as.salisilat

OH

COOH

OH

COONa

Fungsi penambahan indicator dalam reaksi ini adalah untuk mengetahui titik akhir dari

titrasi, yang dapat dilihat dengan penambahan indicator yang sesuai (dilihat dari

perubahan warna yang terjadi) (Underwood, 1999).

Reaksi:

+ NaOH + H20

Reaksi (titrasi) yang terjadi antara Asam salisilat dengan NaOH 0,1 N adalah

reaksi netralisasi yaitu reaksi antara ion hydrogen yang berasal dari asam (C7H6O3)

dengan ion hidroksida yang berasal dari basa (NaOH) menghasilkan air yang bersifat

netral. Reaksi penetapan kadar asam salisilat dengan menggunakan NaOH merupakan

reaksi Alkalimetri, yaitu cara penetapan kadar senyawa asam (C7H6O3) dengan

menggunakan baku basa (NaOH) (Gandjar, 2007).

Titrasi dihentikan hingga terjadi perubahan warna dari tak berwarna sampai

berwarna merah muda. Penetapan kadar dilakukan sebanyak 3 kali. Adapun reaksinya

adalah,

HASIL

Senyawa-senyawa yang bersifat keratolistik dan antiseptik biasa digunakan

untuk mencegah jerawat dan salah satu bahan yang paling sering digunakan adalah

asam salisilat. Asam salisilat merupakan zat anti akne sekaligus keratolitik yang lazim

diberikan secara topikal. Penggunaanya dalam kosmetika anti akne atau keratolitik

(peeling) merupakan usaha untuk meningkatkan kemampuan kosmetik tersebut

umpamanya dalam kosmetika perawatan yaitu akan mengurangi ketebalan intraseluler

dalam selaput tanduk dengan cara melarutkan semen interseluler dan menyebabkan

desintegrasi dan pengelupasan kulit. Asam salisilat dengan dosis yang tepat dapat

memberikan efek terapeutik yang diinginkan, namun pada penggunaannya secara terus

menurus dapat menyebabkan kerusakan pada kulit. Penggunaan topikal asam salisilat

dengan konsetrasi tinggi, pada daerah kulit yang luas, pada kulit yang rusak dan dalam

jangka waktu lama dapat menyebabkan keracunan sistemik akut. Penggunaan

+ NaOH + H2O

Page 20: p4 as.salisilat

kosmetik yang memungkinkan mengandung asam mercury dan asam salisilat,

meskipun menjadikan kulit tampak mulus namun membuat kulit lebih sensitif terhadap

paparan sinar matahari, pemakaian bertahun-tahun dapat mengendap di kulit dan

menyebabkan kulit tampak biru kehitaman dan dapat memicu timbulnya kanker

melanocyt atau kanker kulit. Oleh sebab itu, untuk melindungi masyarakat dari bahaya

penggunaan asam salisilat dengan konsetrasi tinggi dalam kosmetik maka BPOM telah

menetapkan kadar maksimun yang diizinkan terkandung dalam produk kosmetik, tidak

boleh lebih dari 2 % (Wadiaatmadja M.S dan Anief M, 1997).

Dari percobaan telah didapat kadar asam salisilat dalam bedak tabur tersebut

sebesar 34 % ; 32 % ; dan 35,5 %. Rata-rata kadar yang diperoleh sebesar 33,83 %.

Hasil perhitungan kadar tersebut berbeda dengan kadar yang seharusnya seperti yang

tertera pada kemasan yaitu 2 %. Hasil pengukuran kadar asam salisilat yang dilakukan

pada percobaan kami belum sesuai dengan kadar yang tertera pada kemasan yaitu 2 %

b/b karena kemungkinan terdapat kesalahan dalam melakukan pembakuan NaOH.

Pengukuran kadar asam salisilat dalam bedak tabur dilakukan dengan metode

analisis titrasi alkalimetri. Metode ini sesuai dengan kondisi sampel yaitu asam salisilat

bersifat asam. Pengukuran dengan metode ini dapat dikatakan belum berhasil karena

hasil yang didapat berbeda dengan kadar yang tertera dalam kemasan sampel. Kadar

sampel yang tertera adalah 2 %, dan hasil dari percobaan yang kami lakukan adalah

33,83 %. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi sehingga hasil yang didapatkan

tidak sesuai dengan literatur ialah kurang telitinya praktikan melihat volume titran dan

menimbang bahan, bahan yang tdak steril dan kurang teliti pada saat mengamati

perubahan warna pada saat mentitrasi larutan. Selain itu juga kesalahan dapat berasal

dari sampel yang digunakan, dimana dalam sampel terdapat partikel-partikel yang

dapat mengganggu analisis.

VII. KESIMPULAN

Pengukuran kadar asam salisilat dalam suspensi dilakukan dengan metode

analisis titrasi alkalimetri. Metode ini sesuai dengan kondisi sampel yaitu asam

salisilat yang bersifat asam dititrasi menggunakan NaOH yang bersifat basa.

Pengukuran pada praktikum kali ini dapat dikatakan kurang berhasil karena hasil yang

didapat tidak sesuai dengan kadar yang tertera dalam kemasan sampel. Kadar sampel

yang tertera adalah 2 %, dan hasil dari percobaan yang kami lakukan adalah 33,83 %.

Page 21: p4 as.salisilat

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 1995, Farmakope Indonesia Edisi IV, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Anonim, 2009, Titrasi Asidi Alkalimetri, http://www.anehnie.com/2009/07/larutan-

baku.html. Diakses tanggal 10 Oktober 2013.

Bassett, J. dkk., 1991, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik, Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta.

Bird, T., 1993, Kimia Fisik Untuk Universitas, Gramedia, Jakarta.

Brady, J. E., 1999, Kimia Universitas Asas dan Struktur, Binarupa Aksara, Bandung

Day, RA dan A.L Underwood, 1999, Analisa Kimia Kuantitatif, Erlangga, Jakarta.

Gandjar, I.G. dan A. Rohman, 2007, Kimia Farmasi Analisis, Pustaka Pelajar,

Yogyakarta.

Haeria, 2011, Penuntun Kimia Analitik, UIN Press, Makassar.

Harjadi W., 1986, Ilmu Kimia Analitik Dasar, Gramedia, Jakarta.

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Kimia Analitik, Ui-press, Jakarta.

Mulyono, 2006, Kamus Kimia Edisi Pertama, Bumi Aksara, Jakarta.

Mursyidi, A., dan Rohman, A., 2006, Pengantar Kimia Farmasi Analisis Volumetri

dan Gravimetri, Yayasan Farmasi Indonesia bekerjasama Pustaka

Pelajar, Yogyakarta.

Rivai, H., 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. UI-press, Jakarta.

Sunarya, Yayan, 2002, Kimia Umum Berdasarkan Prinsip-Prinsip Kimia Modern,

Alkemi Grafisindo Press, Bandung.

Susanti, S dan Yeanny Wunas, 1995, Analisis Kimia Farmasi Kwantiitatif, Lembaga

Penerbitan Unhas, Makassar.

Wadiaatmadja, M, S., 1997, Penuntun Ilmu Kosmetik Medik, UI Press, Jakarta.