Ka p4 Yodo Yodimetri

25
LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS I PERCOBAAN 4 YODO-YODIMETRI Disusun Oleh: Kelompok 1 D 1. Rahmawati Fitria I (G1F010013) 2. Aria Septiana (G1F010014) 3. Alifa Rahmawati (G1F010015) 4. Alvian Saputra (G1F010016) 5. Joula Aulia (G1F010017) KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

description

kimia analisis

Transcript of Ka p4 Yodo Yodimetri

Page 1: Ka p4 Yodo Yodimetri

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA ANALISIS I

PERCOBAAN 4

YODO-YODIMETRI

Disusun Oleh:

Kelompok 1 D

1. Rahmawati Fitria I (G1F010013)

2. Aria Septiana (G1F010014)

3. Alifa Rahmawati (G1F010015)

4. Alvian Saputra (G1F010016)

5. Joula Aulia (G1F010017)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

JURUSAN FARMASI

PURWOKERTO

Page 2: Ka p4 Yodo Yodimetri

2011

PERCOBAAN 4

YODO-YODIMETRI

I. TUJUAN

Mahasiswa mampu menetapkan kadar suatu senyawa obat dalam sampel

menggunakan prinsip reaksi oksidasi dan reduksi.

II. ALAT DAN BAHAN

A. ALAT

Alat yang digunakan : Buret, Spatula, Batang pengaduk, Beaker glass, Corong

gelas, Labu Erlenmeyer, Pipet tetes, Pipet ukur, Labu ukur, Statif dan klem, Mortir,

Mortar, Gelas arloji.

B. BAHAN

Bahan yang digunakan : Kalium iodida,air,yodium,arsentrioksida,NaOH

1N,indikator jingga metil, Na.bicarbonat, larutan kanji, natrium tiosulfat 0,1 N,

Na2S2O3.5H2O, Na.karbonat, Kloroform, K2Cr2O7 0,1 N, HCl encer, CuSO4, Vitamin C,

Asam Sulfat encer.

III. DATA PENGAMATAN

Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (Kelompok 1)

N Na2S2O3 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 19,63 ml

V titran 2 = 19,37 ml

V titran 3 = 20,03 ml

BM zat = 249,685

Ekivalensi = 2

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

Page 3: Ka p4 Yodo Yodimetri

% Kadar =

= 4,08 % b/v

Titrasi 2

% Kadar =

= 4,03 % b/v

Titrasi 3

% Kadar =

= 4,16 % b/v

x d2

4,08 0,01 0,0001

4,03 4,09 0,06 0,0036

4,16 0.07 0,0049

d =

SD =

Kadar Cu dalam CuSO4 = 4,09 % ± 0,15

Penetapan Kadar vitamin C (Kelompok 2)

N I2 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 17,03 ml

V titran 2 = 18,02 ml

Page 4: Ka p4 Yodo Yodimetri

V titran 3 = 17,87 ml

BM zat = 176

Ekivalensi metampiron = 2

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

% Kadar =

= 749,32 % b/b

Titrasi 2

% Kadar =

= 792,88 % b/b

Titrasi 3

% Kadar =

= 784,52 % b/b

x d2

749,32 26,253 689,22

792,88 775,573 17,307 299,532

784,52 8,947 80,048

Page 5: Ka p4 Yodo Yodimetri

d =

SD =

Kadar = 775,573 % ± 23,117

Penetapan Kadar Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O) (Kelompok 3)

N I2 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 27,02 ml

V titran 2 = 26,53 ml

V titran 3 = 26,85 ml

BM zat = 351, 36

Ekivalensi metampiron = 2

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

% Kadar =

= 2.372, 43 % b/b

Titrasi 2

% Kadar =

= 2.330, 4 % b/b

Titrasi 3

Page 6: Ka p4 Yodo Yodimetri

% Kadar =

= 2.358, 5 % b/b

x d2

2.373,43 19,32 373,26

2.330,4 2.354,11 23,71 562,16

2.358,5 4,39 19,27

d =

SD =

Kadar = 2.354, 11 % ± 21, 85

Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (Kelompok 4)

N Na2S2O3 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 18,49 ml

V titran 2 = 17,12 ml

V titran 3 = 18,22 ml

BM zat = 249,685

Ekivalensi = 2

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

Page 7: Ka p4 Yodo Yodimetri

% Kadar =

= 3,85 % b/v

Titrasi 2

% Kadar =

= 3,56 % b/v

Titrasi 3

% Kadar =

= 3,79 % b/v

x d2

3,85 0,12 0,0144

3,56 3,73 0,17 0,0289

3,79 0.06 0,0036

d =

SD =

Kadar Cu dalam CuSO4 = 3,73 % ± 0,15

IV. PEMBAHASAN

Natrium Tio Sulfat

Rumus kimia: Na2S2O3, Berat Molekul 158.11 g/mol. Natrium tiosulfat

mengandung tidak kurang dari 99,0% Na2S2O3 dihitung terhadap zat anhidrat. Pemerian;

hablur besar tidak berwarna atau serbuk hablur kasar. Dalam udara lembab meleleh basah;

Page 8: Ka p4 Yodo Yodimetri

dalam hampa udara pada suhu di atas 33˚ merapuh. Larut dalam 0,5 bagian air; praktis tidak

larut dalam etanol (95%) P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. Khasiat dan

penggunaan antidotum sianida (Anonim, 1979).

Kalium Iodida

Rumus Kimia : KI, Berat Molekul 166 g/mol. Kalium Iodida mengandung tidak

kurang dari 99,0% dan tidak lebih dari 101,5% KI dihitung terhadap zat yang telah

dikeringkan. Mudah larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam metanol. Larut sebagian

dalam aseton. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik. Khasiat dan penggunaan antijamur

(Anonim,1979).

Yodium

Rumus Kimia : I. Kelarutan : Sangat sukar larut dalam air. Mudah larut dalam

karbon disulfida, dalam kloform, dalam karbon tetraklorida, dan dalam eter. Larut dalam

etanol dan dalam larutan iodida. Agak sukar larut dalam gliserin.

Asam Asetat

Rumus Kimia : CH3COOH, Berat Molekul : 60,05 g/mol. Asam asetat

mengandung tidak kurang dari 32,5% atau tidak lebih dari 33,5% C2H4O2. Pemerian cairan

jernih, tidak berwarna, bau menusuk, rasa asam, tajam. Dapat campur dengan air, dengan

etanol (95%) P dan dengan gliserol P. Penyimpanan dalam wadah tertutup rapat. Khasiat

dan penggunaan zat tambahan (Anonim,1979).

Arsen Trioksida

Rumus Kimia : As2O3. Berat Molekul : 74, 921 g/mol. Pemerian serbuk, putih,

berat. Kelarutan sangat perlahan-lahan larut dalam 60 bagian air; lebih mudah larut dalam

air dengan penambahan HCl P atau dalam larutan alkali atau alkali karbonat

(Anonim,1979).

Teori Iodo-Iodimetri

Diantara sekian banyak contoh teknik atau cara dalam analisis kuantitatif terdapat

dua cara melakukan analisis dengan menggunakan senyawa pereduksi iodium yaitu secara

langsung dan tidak langsung. Cara langsung disebut iodometri (digunakan larutan iodium

untuk mengoksidasi reduktor-reduktor yang dapat dioksidasi secara kuantitatif pada titik

Page 9: Ka p4 Yodo Yodimetri

ekivalennya). Namun, metode iodimetri ini jarang dilakukan mengingat iodium sendiri

merupakan oksidator yang lemah. Sedangkan cara tidak langsung disebut iodometri

(oksidator yang dianalisis kemudian direaksikan dengan ion iodida berlebih dalam keadaan

yang sesuai yang selanjutnya iodium dibebaskan secara kuantitatif dan dititrasi dengan

larutan natrium thiosilfat standar atau asam arsenit) (Bassett, 1994).

Dengan kontrol pada titik akhir titrasi jika kelebihan 1 tetes titran. perubahan

warna yang terjadi pada larutan akan semakin jelas dengan penambahan indikator

amilum/kanji (Vogel, 1997).

Iodium merupakan oksidator lemah. Sebaliknya ion iodida merupakan suatu

pereaksi reduksi yang cukup kuat. Dalam proses analitik iodium digunakan sebagai pereaksi

oksidasi (iodimetri) dan ion iodida digunakan sebagai pereaksi reduksi (iodometri). Relatif

beberapa zat merupakan pereaksi reduksi yang cukup kuat untuk dititrasi secara langsung

dengan iodium. Maka jumlah penentuan iodometrik adalah sedikit. Akan tetapi banyak

pereaksi oksidasi cukup kuat untuk bereaksi sempurna dengan ion iodida, dan ada banyak

penggunaan proses iodometrik. Suatu kelebihan ion iodida ditambahkan kepada pereaksi

oksidasi yang ditentukan, dengan pembebasan iodium, yang kemudian dititrasi dengan

larutan natrium thiosulfat (Day & Underwood, 1981).

Metode titrasi iodometri langsung (iodimetri) mengacu kepada titrasi dengan

suatu larutan iod standar. Metode titrasi iodometri tak langsung (iodometri) adalah

berkenaan dengan titrasi dari iod yang dibebaskan dalam reaksi kimia (Bassett, 1994).

Larutan standar yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah

natrium thiosulfat. Garam ini biasanya berbentuk sebagai pentahidrat Na2S2O3.5H2O.

Larutan tidak boleh distandarisasi dengan penimbangan secara langsung, tetapi harus

distandarisasi dengan standar primer. Larutan natrium thiosulfat tidak stabil untuk waktu

yang lama (Day & Underwood, 1981).

Tembaga murni dapat digunakan sebagai standar primer untuk natrium thiosulfat

dan dianjurkan apabila thiosulfat harus digunakan untuk penentuan tembaga. Potensial

standar pasangan Cu(II) – Cu(I),

Cu2+ + e → Cu+ Eo= +0.15 V

(Day & Underwood, 1981).

Karena harga E° iodium berada pada daerah pertengahan maka sistem iodium

dapat digunakan untuk oksidator maupun reduktor. I2 adalah oksidator lemah sedangkan

Page 10: Ka p4 Yodo Yodimetri

iodida secara relatif merupakan reduktor lemah. Jika Eo tidak bergantung pada pH (pH <

8.0) maka persamaan reaksinya

I2 (s) + 2e- → 2I- Eo= 0.535 V

I2 adalah oksidator lemah sedangkan iodida secara relatif merupakan reduktor

lemah. Kelarutannya cukup baik dalam air dengan pembentukan triodida [KI3].

I2 (s) + 2e- → 2I- Eo= 6.21 V

Dengan demikian iodium Eo= + 0.535 V merupakan pereaksi yang lebih baik

daripada ion Cu(II). Akan tetapi bila ion iodida ditambahkan pada suatu larutan Cu(II),

maka suatu endapan CuI terbentuk

2Cu2+ + 4I- → 2CuI(p) + I2

Reaksi dipaksa berlangsung ke kanan dengan pembentukan endapan dan juga

dengan penambahan ion iodida berlebih (Day & Underwood, 1981).

Iodium dapat dimurnikan dengan sublimasi. Ia larut dalam larutan KI dan harus

disimpan pada tempat yang dingin dan gelap. Berkurangnya iodium dan akibat penguapan

dan oksidasi udara menyebabkan banyak kesalahan dalam analisis. Dapat distandarisasi

dengan Na2S2O3.5H2O yang lebih dahulu distandarisasi dengan K2Cr2O7. Reaksi :

Cr2O72- + 14H+ + 6I- → 3I2 +2Cr3+ + 7H2O

Biasanya indikator yang digunakan adalah kanji/amilum. Iodida pada konsentrasi

< 10-5 M dapat dengan mudah ditekan oleh amilum. Sensitivitas warnanya tergantung pada

pelarut yang digunakan. Kompleks iodium-amilum mempunyai kelarutan kecil dalam air

sehingga biasanya ditambahkan pada titik akhir reaksi (Khopkar, 2002).

Warna larutan 0,1 N iodium adalah cukup kuat sehingga dapat bekerja sebagai

indikatornya sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat

kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform dan kadang-kadang hal ini

digunakan untuk mengetahui titik akhir titrasi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu

larutan (dispersi koloidal) kanji, karena warna biru tua dari kompleks kanji-iodium dipakai

untuk suatu uji sangat peka terhadap iodium. Kepekaan lebih besar dalam larutan yang

sedikit asam dari pada dalam larutan netral dan lebih besar dengan adanya ion iodida (Day

& Underwood, 1981).

Jika larutan iodium dalam KI pada suasana netral maupun asam dititrasi dengan

natrium thiosulfat maka:

Page 11: Ka p4 Yodo Yodimetri

I3- + 2S2O3

2- → 3I- + S4O62-

Selama reaksi zat antara S2O32- yang tidak berwarna adalah terbentuk sebagai

S2O32- +I3

- → S2O3I- + 2I-

Yang mana berjalan terus menjadi:

S2O3I- + S2O32- → S4O6

2- +I3-

Reaksi berlangsung baik dibawah pH = 5,0 (Khopkar, 2002).

Zat-zat pereduksi yang kuat (zat-zat potensial reduksi yang jauh lebih rendah),

seperti timah(II)klorida, asam sulfat, hidrogen sulfida, dan natrium thiosulfat, bereaksi

lengkap dan cepat dengan iod, bahkan dalam larutan asam. Dengan zat pereduksi yang

lemah misalnya arsen trivalen, atau stibium trivale, reaksi yang lengkap hanya akan terjadi

bila larutan dijaga tetap netral atau, sangat sedikit asam; pada kondisi ini, potensial reduksi

adalah minimum, atau daya mereduksinya adalah maksimum (Bassett, 1994).

Jika suatu zat pengoksida kuat diolah dalam larutan netral atau (lebih biasa)

larutan asam, dengan ion iodida yang sangat berlebih, yang terakhir bereaksi sebagai zat

prereduksi, dan oksidan akan direduksi secara kuantitatif. Dalam hal-hal yang demikian,

sejumlah iod yang ekivalen akan dibebaskan, lalu dititrasi dengan larutan standar suatu zat

pereduksi, biasanya natrium thiosulfat (Bassett, 1994).

Dua sumber sesatan yang penting dalam titrasi yang melibatkan iodida adalah:

1. Kehilangan iodida yang disebabkan oleh sifat mudah menguapnya yang

cukup berarti,

2. Larutan iodida yang asam dioksidasi oleh oksigen di udara:

4I- + O2 + 4H+ → 2I2 + 2H2O

Reaksi diatas lambat dalam larutan netral tetapi lebih cepat dalam larutan berasam

dan dipercepat oleh cahaya matahari. Setelah penambahan kalium iodida pada larutan

berasam dari suatu pereaksi oksidasi, larutan harus tidak dibiarkan untuk waktu yang lama

berhubungan dengan udara, karena iodium tambahan akan terbentuk oleh reaksi yang

terdahulu. Nitrit harus tidak ada, karena akan direduksi oleh ion iodida menjadi nitrogen (II)

oksida yang selanjutnya dioksidasi kembali menjadi nitrit oleh oksigen dari udara:

2HNO2 + 2H+ + 2I- → 2NO + I2 + 2H2O

Page 12: Ka p4 Yodo Yodimetri

4NO + O2 + 2H2O → 4HNO2

Kalium iodida harus bebas iodat karena kedua zat ini bereaksi dalam larutan berasam untuk

membebaskan iodium:

IO3- + 5I- + 6H+ → 3I2 + 3H2O

(Day & Underwood, 1981).

Buret adalah sebuah peralatan gelas laboratorium berbentuk silinder yang

memiliki garis ukur dan sumbat keran pada bagian bawahnya. Ia digunakan untuk

meneteskan sejumlah reagen cair dalam eksperimen yang memerlukan presisi, seperti pada

eksperimen titrasi. Buret sangatlah akurat, buret kelas A memiliki akurasi sampai dengan

0,05 cm Menggunakan buret Oleh karena presisi buret yang tinggi, kehati-hatian

pengukuran volume dengan buret sangatlah penting untuk menghindari galat sistematik.

Ketika membaca buret, mata harus tegak lurus dengan permukaan cairan untuk menghindari

galat paralaks. Bahkan ketebalan garis ukur juga mempengaruhi; bagian bawah meniskus

cairan harus menyentuh bagian atas garis. Kaidah yang umumnya digunakan adalah dengan

menambahkan 0,02 mL jika bagian bawah meniskus menyentuh bagian bawah garis ukur.

Oleh karena presisinya yang tinggi, satu tetes cairan yang menggantung pada ujung buret

harus ditransfer ke labu penerima, biasanya dengan menyentuh tetasan itu ke sisi labu dan

membilasnya ke dalam larutan dengan pelarut.( Rivai,1995 )

Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (metode Yodometri)

Ambil lebih kurang 3 mL larutan tembaga sulfat ( CuSO45H2O; BM=249,685)

dengan filler, diletakkan dalam labu Erlenmeyer, ditambahkan 2 mL asam asetat dan 1,5 g

KI, warna yang terbentuk adalah merah bata. Penambahan asam asetat disini untuk

memberikan suasana asam sehungga konsentrasi hydrogen bertambah besar. Titrasi yodium

yang dibebaskan dengan larutan baku natrium tiosulfat 0,1 N menggunakan indikator

kanji.Hasil titran yang didapat berwarna putih kemudian bening. Penggunaan indikator kanji

untuk mendeteksi kelebihan iodium pada saat titrasi. Pengocokan bertujuan untuk

mempercepat bercampurnya antara titran,titrat dan indikator.

Reaksi :

2 CuSO4+ 4 KI 2CuI2 + 2 K2SO4

2CuI2 2Cu2I2 + I2

I2 + 2 S2O32- 2I- + S4O6

2-

Page 13: Ka p4 Yodo Yodimetri

Hasil Percobaan

Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4 (metode Yodometri)

Kelompok 4

N Na2S2O3 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 18,49 ml

V titran 2 = 17,12 ml

V titran 3 = 18,22 ml

BM zat = 249,685

Ekivalensi = 2

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

% Kadar =

= 3,85 % b/v

Titrasi 2

% Kadar =

= 3,56 % b/v

Titrasi 3

% Kadar =

= 3,79 % b/v

x d2

Page 14: Ka p4 Yodo Yodimetri

3,85 0,12 0,0144

3,56 3,73 0,17 0,0289

3,79 0.06 0,0036

d =

SD =

Kadar Cu dalam CuSO4 = 3,73 % ± 0,15

Penetapan Kadar Cu dalam CuSO4

Kelompok 1

N Na2S2O3 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 19,63 ml

V titran 2 = 19,37 ml

V titran 3 = 20,03 ml

BM zat = 249,685

Ekivalensi = 2

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

% Kadar =

= 4,08 % b/v

Titrasi 2

Page 15: Ka p4 Yodo Yodimetri

% Kadar =

= 4,03 % b/v

Titrasi 3

% Kadar =

= 4,16 % b/v

x d2

4,08 0,01 0,0001

4,03 4,09 0,06 0,0036

4,16 0.07 0,0049

d =

SD =

Kadar Cu dalam CuSO4 = 4,09 % ± 0,15

Penetapan Kadar Metampiron (C13H16N3NaO4S.H2O)

Kelompok 3

N I2 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 27,02 ml

V titran 2 = 26,53 ml

V titran 3 = 26,85 ml

BM zat = 351, 36

Ekivalensi metampiron = 2

Page 16: Ka p4 Yodo Yodimetri

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

% Kadar =

= 2.372, 43 % b/b

Titrasi 2

% Kadar =

= 2.330, 4 % b/b

Titrasi 3

% Kadar =

= 2.358, 5 % b/b

x d2

2.373,43 19,32 373,26

2.330,4 2.354,11 23,71 562,16

2.358,5 4,39 19,27

d =

Page 17: Ka p4 Yodo Yodimetri

SD =

Kadar = 2.354, 11 % ± 21, 85

Penetapan Kadar vitamin C

N I2 = 0,1 N

m sampel = 20 mg

V titran 1 = 17,03 ml

V titran 2 = 18,02 ml

V titran 3 = 17,87 ml

BM zat = 176

Ekivalensi metampiron = 2

BE zat =

% Kadar =

Titrasi 1

% Kadar =

= 749,32 % b/b

Titrasi 2

% Kadar =

= 792,88 % b/b

Titrasi 3

% Kadar =

= 784,52 % b/b

Page 18: Ka p4 Yodo Yodimetri

x d2

749,32 26,253 689,22

792,88 775,573 17,307 299,532

784,52 8,947 80,048

d =

SD =

Kadar = 775,573 % ± 23,117

Hasil VS Pustaka

Perbandingan data hasil praktikum dengan literatur :

Kelompok Bahan Sampel Persyaratan FarmakopeHasil Analisis

Praktikum

1 Cu dalam CuSO4 56% 3,73 % ± 0,15

2 Metampiron 79,39% -79,61% 2.354, 11 % ± 21, 85

3 Vitamin C 50 mg90% - 110%

Dari kadar yang tertera

dalam kemasan

775,573 % ± 23,117

(Anonim.1995)

Kadar Cu dalam CuSO4, Vitamin C 50 mg, Metampiron, yang di dapat dari hasil

praktikum tidak memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia. Ada beberapa faktor-faktor

kesalahan yang menyebabkan tidak akuratnya hasil titrasi yang didapat antara lain sebagai

berikut.

1. Tidak tepatnya metode titrasi yang digunakan.

Page 19: Ka p4 Yodo Yodimetri

2. Penggunaan skala buret yang tidak tepat

3. Kurang tepatnya pada saat pembuatan larutan Yodium, seperti pada saat penimbangan.

4.Kurangnya ketelitian dalam memperhatikan perubahan warna indicator

5. Kurang telitinya dalam melakukan proses titrasi.

Metode iodo-iodimetri dapat digunakan untuk mengetahui suatu senyawa dalam

sampel yang ingin diketahui ,biasanya digunakan dalam bidang industri.Biasanya pada

bagian QC/quality control atau pun digunakan pada bidang yang lain.

V. KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan, perhitungan dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan berikut :

1. Ada dua cara analisis menggunakan senyawa iodium yaitu titrasi iodimetri atau dengan

iodometri dimana iodium terlebih dahulu dioksidasi oleh oksidator misalnya KI.

2. Indikator yang dipakai adalah amilum karena amilum sangat peka terhadap iodium dan 

terbentuk kompleks amilum berwarna biru cerah, saat ekivalen amilum terlepas kembali.

3. Penetapan kadar Cu dalam CuSO4 dengan metode iodometri adalah 3,73 % ± 0,15,

penetapan kadar vitamin C dengan metode iodimetri adalah 775,573 % ± 23,117, dan

penetapan kadar metampiron dengan metode iodimetri adalah 2.354, 11 % ± 21, 85.

Page 20: Ka p4 Yodo Yodimetri

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1979.Farmakope Indonesia Edisi III. Departemen kesehatan RI. Jakarta .

Anonim.1995.Farmakope Indonesia Edisi IV . Departemen kesehatan RI. Jakarta .

Basset. J etc. 1994. Buku Ajar Vogel, Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Day, R.A. dan A.L. Underwood. 1981. Analisa Kimia Kuantitatif, Edisi Keempat. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Day.R.A dan Underwood A.L.2002. Analisis Kimia Kuantitatif Edisi VI. Erlangga. Jakarta.

Khopkar, S. M. 2002. Konsep Dasar Kimia Analitik. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Rivai, Harrizul. 1995. Asas Pemeriksaan Kimia. Penerbit UI. Jakarta.

Vogel, Arthur I.; Svehla, G. 1979. Vogel's Textbook of Macro and Semimicro Qualitative

Inorganic Analysis (5th ed.). Longman. London.