OMPK Tipe Maligna

34
SMF/Lab. Ilmu Kesehatan THT Referat Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman OTITIS MEDIA PURULENTA KRONIK TIPE MALIGNA Disusun Oleh: Saniyata Lawrensia Zahra NIM : 0808015059 Pembimbing: dr. Rahmawati, Sp.THT-KL

description

Referat OMPK Tipe Maligna

Transcript of OMPK Tipe Maligna

Page 1: OMPK Tipe Maligna

SMF/Lab. Ilmu Kesehatan THT Referat

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

OTITIS MEDIA PURULENTA KRONIK TIPE MALIGNA

Disusun Oleh:

Saniyata Lawrensia Zahra

NIM : 0808015059

Pembimbing:

dr. Rahmawati, Sp.THT-KL

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik

SMF/Laboratorium Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan

Fakultas Kedokteran

Universitas Mulawarman

2014

Page 2: OMPK Tipe Maligna

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media purulenta kronik (OMPK) adalah infeksi kronis yang

mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani dan tulang

mastoid. Membran timpani perforasi dan sekret purulen yang hilang timbul

berlangsung lebih dari 2 bulan. Otitis media purulenta kronik tipe maligna ini

adalah otitis media purulenta yang ditemukan adanya kolesteatom dan sifatnya

berbahaya (1) (2).

Prevalensi OMPK pada beberapa negara antara lain disebabkan, kondisi

sosial, ekonomi, suku, tempat tinggal yang padat, higiene dan nutrisi yang

jelek. Kebanyakan melaporkan prevalensi OMPK pada anak termasuk anak

yang mempunyai kolesteatom, tetapi tidak mempunyai data yang tepat,

apalagi insiden OMPK saja, tidak ada data yang tersedia. Otitis media kronis

merupakan penyakit THT yang paling banyak di negara sedang berkembang.

Menurut survei yang dilakukan pada 7 propinsi di Indonesia pada tahun

1996 ditemukan insidens Otitis Media Purulenta Kronik (atau yang oleh

awam sebagai “congek”) sebesar 3% dari penduduk Indonesia. Dengan kata

lain dari 220 juta penduduk Indonesia diperkirakan terdapat 6,6 juta

penderita OMPK. Di Indonesia menurut Survei Kesehatan Indera Penglihatan

dan Pendengaran, Depkes tahun 1993-1996 prevalensi OMPK adalah 3, 1%-5,

20% populasi. Usia terbanyak penderita infeksi telinga tengah adalah usia 7-18

tahun, dan penyakit telinga tengah terbanyak adalah OMPK (1) (3).

Beberapa hal tersebut menyebabkan pentingnya untuk

mengenal pola penyakit ini, di mana penyakit dan komplikasi akibat

OMPK ini sendiri harus dihindari. Dengan demikian, perlunya

ditegakkan diagnosis yang tepat dan dini pada penderita OMPK

sehingga penatalaksanaan yang tepat segera dapat dilakukan.

2

Page 3: OMPK Tipe Maligna

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai definisi,

etiologi, patogenesis, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, komplikasi serta

tatalaksana yang tepat pada otitis media purulenta kronik tipe maligna. Selain itu,

untuk menyelesaikan salah satu tugas di kepaniteraan SMF Penyakit Telinga,

Hidung, dan Tenggorokan.

3

Page 4: OMPK Tipe Maligna

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Telinga dan Fisiologi Pendengaran

2.1.1 Anatomi Telinga

Telinga adalah indra pendengaran yang memberikan respon terhadap

getaran mekanik gelombang suara yang terdapat di udara. Telinga menerima

gelombang suara dengan frekuensi yang berbeda-beda, kemudian menghantarkan

informasi ke susunan saraf pusat (SSP). Telinga itu sendiri dibagi menjadi telinga

luar, telinga tengah, dan telinga dalam (4) (5).

Gambar 1 : Anatomi Telinga (6)

Telinga tengah terdiri dari :

1. Membran timpani.

2. Kavum timpani.

3. Prosesus mastoideus.

4. Tuba eustachius

4

Page 5: OMPK Tipe Maligna

Membran timpani dibentuk dari dinding lateral kavum timpani dan

memisahkan liang telinga luar dari kavum timpani. Membrana ini panjang vertikal

rata-rata 9-10 mm dan diameter antero-posterior kira -kira 8-9 mm, ketebalannya

rata-rata 0,1 mm. Letak membrana timpani tidak tegak lurus terhadap liang telinga

akan tetapi miring yang arahnya dari belakang luar kemuka dalam dan membuat

sudut 450 dari dataran sagital dan horizontal. Membrana timpani merupakan

kerucut, dimana bagian puncak dari kerucut menonjol kearah kavum timpani,

puncak ini dinamakan umbo. Dari umbo ke muka bawah tampak refleks cahaya

(cone of ligt) (4) (7).

Gambar 2 : Membran Timpani (6)

Secara Anatomis membrana timpani dibagi dalam 2 bagian (4) :

1. Pars tensa

Merupakan bagian terbesar dari membran timpani suatu permukaan yang tegang

dan bergetar sekeliling menebal dan melekat pada anulus fibrosus pada sulkus

timpanikus bagian tulang dari tulang temporal.

2. Pars flasida atau membran Shrapnell, letaknya dibagian atas muka dan lebih

tipis dari pars tensa dan pars flasida dibatasi oleh 2 lipatan yaitu :

1. Plika maleolaris anterior ( lipatan muka).

2. Plika maleolaris posterior ( lipatan belakang).

Permukaan luar dari membran timpani dipersarafi oleh cabang n. aurikulo

temporalis dari nervus mandibula dan nervus vagus. Permukaan dalam disarafi

oleh n. timpani cabang dari nervus glosofaringeal. Aliran darah membrana

timpani berasal dari permukaan luar dan dalam. Pembuluh-pembuluh epidermal

berasal dari aurikula yang dalam cabang dari arteri maksilaris interna. Permukaan

5

Page 6: OMPK Tipe Maligna

mukosa telinga tengah perdarahi oleh timpani anterior cabang dari arteri

maksilaris interna dan oleh stylomastoid cabang dari arteri aurikula posterior (4).

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal,

bentuknya bikonkaf, atau seperti kotak korek api. Diameter anteroposterior atau

vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal 2-6 mm (4).

Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

1. Malleus ( hammer / martil).

2. Inkus ( anvil/landasan)

3. Stapes ( stirrup / pelana)

Malleus adalah tulang yang paling besar diantara semua tulang-tulang

pendengaran dan terletak paling lateral, leher, prosesus brevis (lateral), prosesus

anterior, lengan (manubrium). panjangnya kira-kira 7,5 sampai 9,0 mm. Kepala

terletak pada epitimpanum atau di dalam rongga atik, sedangkan leher terletak

dibelakang pars flaksida membran timpani. Manubrium terdapat didalam

membran timpani, bertindak sebagai tempat perlekatan serabut-serabut tunika

propria. Ruang antara kepala dari maleus dan membran Shrapnell dinamakan

Ruang Prussak. Maleus ditahan oleh ligamentum maleus anterior yang melekat ke

tegmen dan juga oleh ligamentum lateral yang terdapat diantara basis prosesus

brevis dan pinggir lekuk Rivinus (4) (5).

Inkus terdiri dari badan inkus ( corpus) dan 2 kaki yaitu : prosesus brevis

dan prosesus longus. Sudut antara prosesus brevis dan longus membentuk sudut

lebih kurang 100 derajat. Inkus berukuran 4,8 mm x 5,5 mm pada pinggir dari

corpus, prosesus longus panjangnya 4,3 mm-5,5 mm. Inkus terletak pada

epitimpanum, dimana prosesus brevis menuju antrum, prosesus longus jalannya

sejajar dengan manubrium dan menuju ke bawah. Ujung prosesus longus

membengkok kemedial merupakan suatu prosesus yaitu prosesus lentikularis.

Prosesus ini berhubungan dengan kepala dari stapes. Maleus dan inkus bekerja

sebagai satu unit, memberikan respon rotasi terhadap gerakan membran timpani

melalui suatu aksis yang merupakan suatu garis antara ligamentum maleus

anterior dan ligamentum inkus pada ujung prosesus brevis. Gerakan-gerakan

tersebut tetap dipelihara berkesinambungan oleh inkudomaleus. Gerakan rotasi

6

Page 7: OMPK Tipe Maligna

tersebut diubah menjadi gerakan seperti piston pada stapes melalui sendi

inkudostapedius (4) (5).

Stapes merupakan tulang pendengaran yang teringan, bentuknya seperti

sanggurdi beratnya hanya 2,5 mg, tingginya 4mm-4,5 mm. Stapes terdiri dari

kepala, leher, krura anterior dan posterior dan telapak kaki ( foot plate), yang

melekat pada foramen ovale dengan perantara ligamentum anulare (6).

Tendon stapedius berinsersi pada suatu penonjolan kecil pada permukaan

posterior dari leher stapes. Kedua krura terdapat pada bagian leher bawah yang

lebar dan krura anterior lebih tipis dan kurang melengkung dari pada posterior.

Kedua berhubungan dengan foot plate yang biasanya mempunyai tepi superior

yang melengkung, hampir lurus pada tepi posterior dan melengkung di anterior

dan ujung posterior. panjang foot plate 3 mm dan lebarnya 1,4 mm, dan terletak

pada fenestra vestibuli dimana ini melekat pada tepi tulang dari kapsul labirin oleh

ligamentum anulare tinggi stapes kira-kira 3,25 mm (4).

Otot-otot pada kavum timpani terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus

tensor timpani) dan otot stapedius ( muskulus stapedius). Otot tensor timpani

adalah otot kecil panjang yang berada 12 mm diatas tuba eustachius. Otot ini

melekat pada dinding semikanal tensor timpani. Kanal ini terletak diatas liang

telinga bagian tulang dan terbuka kearah liang telinga sehingga disebut semikanal.

Serabut -serabut otot bergabung dan menjadi tendon pada ujung timpanisemikanal

yang ditandai oleh prosesus kohleoform. Prosesus ini membuat tendon tersebut

membelok kearah lateral kedalam telinga tengah. Tendon berinsersi pada bagian

atas leher maleus. Muskulus tensor timpani disarafi oleh cabang saraf kranial ke 5.

kerja otot ini menyebabkan membran timpani tertarik kearah dalam sehingga

menjadi lebih tegang dan meningkatkan frekuensi resonansi sistem penghantar

suara serta melemahkan suara dengan frekuensi rendah (4) (5).

Otot stapedius adalah otot yang relatif pendek. Bermula dari dalam

kanalnya didalam eminensia piramid, serabut ototnya melekat ke perios kanal

tersebut. Serabut-serabutnya bergabung membentuk tendon stapedius yang

berinsersi pada apeks posterior leher stapes. M. Stapedius disarafi oleh salah satu

cabang saraf kranial ke 7 yang timbul ketika saraf tersebut melewati m. stapedius

tersebut pada perputarannya yang kedua. Kerja m.stapedius menarik stapes ke

7

Page 8: OMPK Tipe Maligna

posterior mengelilingi suatu pasak pada tepi posterior basis stapes. Keadaan ini

stapes kaku, memperlemah transmisi suara dan meningkatkan frekuensi resonansi

tulang-tulang pendengaran (4).

Saraf Korda timpani merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke

kavum timpani dari kanalikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral

dan posterior. Korda timpani memasuki telinga tengah bawah pinggir

posterosuperior sulkus timpani dan berjalan keatas depan lateral keprosesus

longus dari inkus dan kemudian ke bagian bawah leher maleus tepatnya

diperlekatan tendon tensor timpani. Setelah berjalan kearah medial menuju

ligamentum maleus anterior, saraf ini keluar melalui fisura petrotimpani (4).

Korda timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang

berhubungan dengan kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui

ganglion submandibular. Korda timpani memberikan serabut perasa pada 2/3

depan lidah bagian anterior (4).

Saraf kranial VII mencapai dinding medial kavum timpani melalui auditori

meatus diatas vestibula labirin tulang. Kemudian membelok kearah posterior

dalam tulang diatas feromen ovale terus ke dinding posterior kavum timpani.

Belokan kedua terjadi dinding posterior mengarah ke tulang petrosa melewati

kanal fasial keluar dari dasar tengkorak melewati foramen stilomastoidea. Pada

belokan pertama di dinding medial dari kavum timpani terdapat ganglion

genikulatum, yang mengandung sel unipolar palsu. Sel ini adalah bagian dari

jaringan perasa dari 2/3 lidah dan palatum. Saraf petrosa superfisial yang besar

bercabang dari saraf kranial VII pada ganglion genikulatum, masuk ke dinding

anterior kavum timpani, terus ke fosa kranial tengah. Saraf ini mengandung

jaringan perasa dari palatum dan jaringan sekremotor dari glandula atap rongga

mulut, kavum nasi dan orbita (4) (6).

Bagian lain dari saraf kranial VII membentuk percabangan motor ke otot

stapedius dan korda timpani. Korda timpani keluar ke fosa intra temporal melalui

handle malleus, bergerak secara vertikal ke inkus dan terus ke fisura

petrotimpanik. Korda timpani mengandung jaringan perasa dari 2/3 anterior lidah

dan jaringan sekretorimotor dari ganglion submandibula. Sel jaringan perasanya

terdapat di ganglion genikulatum (4) (6).

8

Page 9: OMPK Tipe Maligna

Tuba eustachius disebut juga tuba auditory atau tuba faringotimpani

bentuknya seperti huruf S. Tuba ini merupakan saluran yang menghubungkan

kavum timpani dengan nasofaring. Pada orang dewasa panjang tuba sekitar 36

mm berjalan ke bawah, depan, dan medial dari telinga tengah 13 dan pada anak

dibawah 9 bulan adalah 17,5 mm. Tuba dilapisi oleh mukosa saluran nafas yang

berisi sel-sel goblet dan kelenjar mukus dan memiliki lapisan epitel bersilia

didasarnya. Epitel tuba terdiri dari epitel selinder berlapis dengan sel selinder.

Disini terdapat silia dengan pergerakannya ke arah faring. Sekitar ostium tuba

terdapat jaringan limfosit yang dinamakan tonsil tuba (2) (4).

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke

kaudal. Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding

lateral fosa kranii posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada

daerah ini. Pada dinding anterior mastoid terdapat aditus ad antrum. Aditus

antrum mastoid adalah suatu pintu yang besar iregular berasal dari

epitisssmpanum posterior menuju rongga antrum yang berisi udara, sering disebut

sebagai aditus ad antrum. Dinding medial merupakan penonjolan dari kanalis

semisirkularis lateral. Dibawah dan sedikit ke medial dari promontorium terdapat

kanalis bagian tulang dari n. fasialis. Prosesus brevis inkus sangat berdekatan

dengan kedua struktur ini dan jarak rata-rata diantara organ : n. VII ke kanalis

semisirkularis 1,77 mm; n.VII ke prosesus brevis inkus 2,36 mm : dan prosesus

brevis inkus ke kanalis semisirkularis 1,25 mm. Antrum mastoid adalah sinus

yang berisi udara didalam pars petrosa tulang temporal. Berhubungan dengan

telinga tengah melalui aditus dan mempunyai sel-sel udara mastoid yang berasal

dari dinding-dindingnya (3) (4).

Prosesus mastoid sangat penting untuk sistem pneumatisasi telinga.

Pneumatisasi didefinisikan sebagai suatu proses pembentukan atau perkembangan

rongga-rongga udara didalam tulang temporal, dan sel-sel udara yang terdapat

didalam mastoid adalah sebagian dari sistem pneumatisasi yang meliputi banyak

bagian dari tulang temporal. Sel-sel prosesus mastoid yang mengandung udara

berhubungan dengan udara didalam telinga tengah. Bila prosesus mastoid tetap

berisi tulang-tulang kompakta dikatakan sebagai pneumatisasi jelek dan sel-sel

yang berpneumatisasi terbatas pada daerah sekitar antrum (4).

9

Page 10: OMPK Tipe Maligna

Prosesus mastoid berkembang setelah lahir sebagai tuberositas kecil yang

berpneumatisasi secara sinkron dengan pertumbuhan antrum mastoid. Pada tahun

pertama kehidupan prosesus ini terdiri dari tulang-tulang seperti spon sehingga

mastoiditis murni tidak dapat terjadi. Diantara usia 2 dan 5 tahun pada saat terjadi

pneumatisasi prosesus terdiri atas campuran tulang-tulang spon dan pneumatik

(4).

2.1.2 Fisiologi Pendengaran

Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang dialirkan ke liang telinga

dan mengenai membran timpani, sehingga membran timpani bergetar. Getaran ini

diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain.

Selanjutnya stapes menggerakkan tingkap lonjong (foramen ovale) yang juga

menggerakkan perilimfe dalam skala vestibuli. Getaran diteruskan melalui

membran Reissener yang mendorong endolimf dan membran basal kearah bawah,

perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga tingkap (forame rotundum)

terdorong ke arah luar (3) (4).

Skala media yang menjadi cembung mendesak endolimf dan mendorong

membran basal, sehingga menjadi cembung kebawah dan menggerakkan perilimfe

pada skala timpani. Pada waktu istirahat ujung sel rambut berkelok-kelok, dan

dengan berubahnya membran basal ujung sel rambut menjadi lurus. Rangsangan

fisik tadi diubah oleh adanya perbedaan ion Kalium dan ion Natrium menjadi

aliran listrik yang diteruskan ke cabang-cabang n.VII, yang kemudian meneruskan

rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak ( area 39-40) melalui saraf

pusat yang ada dilobus temporalis (3) (4).

2.2 Batasan

Otitis media purulenta kronik (OMPK) adalah infeksi kronis yang

mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani dan tulang

mastoid. Membran timpani perforasi dan sekret purulen yang hilang timbul

berlangsung lebih dari 2 bulan. Otitis media purulenta kronik tipe maligna ini

adalah otitis media purulenta yang ditemukan adanya kolesteatom dan sifatnya

berbahaya (1) (2).

10

Page 11: OMPK Tipe Maligna

2.3 Etiologi

Kejadian OMPK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang

pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari

nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga

tengah melalui tuba eustachius. Faktor host yang berkaitan dengan insiden

OMPK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Faktor-faktor

penyebab OMPK antara lain (3) (7) (8):

1. Lingkungan

Hubungan penderita OMPK dan faktor sosial ekonomi belum jelas,

tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMPK dan

sosioekonomi, dimana kelompok sosioekonomi rendah memiliki

insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini

berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal

yang padat.

2. Otitis media sebelumnya

Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan

dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi. Keluhan

hilang timbul atau menetap hingga lebih dari 2 bulan.

3. Infeksi

Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah

hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif

menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat.

Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram-negatif (proteus

spp, pseudomonas spp, E.coli), gram-positif (S. pyogenes, S. albus),

kuman anaerob (Bacteroides spp), dan beberapa organisme lainnya.

4. Infeksi saluran nafas atas

Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi

saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga

tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap

organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah,

sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

11

Page 12: OMPK Tipe Maligna

5. Autoimun

Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar

terhadap otitis media kronis.

6. Alergi

Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih

tinggi dibanding yang bukan alergi.

7. Gangguan fungsi tuba eustachius

Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh

edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomen primer atau

sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai

metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius

dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin

mengembalikan tekanan negatif menjadi normal

2.4 Klasifikasi

Otitis media purulenta kronik dibagi atas 2 tipe, yaitu (6) (7):

a. Tipe Tubotimpani= tipe jinak= tipe aman

Tipe tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa

dengan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit.

Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi

tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap

infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, di

samping itu campuran i n f e k s i bakteri aerob dan anaerob, luas dan

derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous.

Secara klinis tipe tubotimpani terbagi atas:

Tipe Aktif

Pada jenis ini terdapat sekret pada telinga dan tuli. Biasanya

didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius,

atau setelah berenang di mana kuman masuk melalui liang telinga luar.

Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi

bervariasi dan jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga

12

Page 13: OMPK Tipe Maligna

luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran

yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila

tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi.

Tipe Tidak Aktif

Pada pemeriksaan telinga dijumpai perforasi total yang kering

dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa

tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, and

atau suatu rasa penuh dalam telinga.

b. Tipe Atikoantral= tipe ganas= tipe tidak aman= tipe tulang

Pada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan

berbahaya. Tipe atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan

khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana

bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom

adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih,

terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrosis. Kolesteatom dapat

dibagi atas 2 tipe yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.

a. Kolesteatom Kongenital (2) (7)

Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital :

1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.

2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.

3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari

epitel undiferensial yang berubah menjadi epitel skuamous selama

perkembangan. Kolesteatom kongenital lebih sering ditemukan pada

telinga tengah atau tulang temporal, umumnya pada apeks petrosa. Dapat

menyebabkan parese fasialis, tuli saraf berat unilateral, dan gangguan

keseimbangan.

b. Kolesteatom didapat (2) (7).

Primary acquired cholesteatoma.

Kolesteatom yang terjadi pada daerah atik atau pars flasida.

Secondary acquired cholesteatoma.

Berkembang dari suatu kantong retraksi yang disebabkan

13

Page 14: OMPK Tipe Maligna

peradangan kronis biasanya bagian posterosuperior dari pars

tensa. Khasnya perforasi marginal pada bagian posterosuperior.

Terbentuk dari epitel kanal aurikula eksterna yang masuk ke

kavum timpani melalui perforasi membran timpani atau kantong

retraksi membran timpani pars tensa. Oleh karena tuba tertutup

terjadi retraksi dari membran plasida, akibatnya pada tempat ini

terjadi deskuamasi epitel yang tidak lepas, akan tetapi bertumpuk

di sini. Lambat laun epitel ini hancur dan menjadi kista. Kista ini

tambah lama tambah besar dan tumbuh terus ke dalam kavum

timpani dan membentuk kolesteatom.

2.5 Patogenesis

Otitis media purulenta kronik lebih sering merupakan penyakit

kambuhan daripada menetap, di mana OMPK merupakan stadium kronis dari

otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan

keluarnya sekret yang terus menerus. OMPK paling sering terjadi pada anak-

anak (6).

Letak perforasi di membran timpani penting untuk menentukan tipe/jenis

OMPK. Perforasi membran timpani dapat ditemukan di daerah sentral,marginal

atau atik. Bentuk perforasi membran timpani adalah (6):

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan

postero-superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari

anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan

sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior

berhubungan dengan kolesteatom

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired

cholesteatoma

14

Page 15: OMPK Tipe Maligna

Gambar 3: Tipe Perforasi Membran Timpani (6)

Pada OMPK tipe maligna disertai kolesteatoma yang merupakan kista

epitel berisi deskuamasi epitel. Kolesteamtoma sendiri dibagi menjadi dua jenis,

yaitu kolesteatoma kongenital dan kolesteatoma akuisital. Kolesteatoma

kongenital terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga tengah

dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi kolesteatom

biasanya di kavum timpani, petrosus mastoid, atau di cerebellopontin angle (2)

(9).

Pada kolesteatoma akuisital terbentuk setelah anak lahir dan dibagi

menjadi primer dan sekunder. Kolesteatoma akuisital primer, terbentuk tanpa

didahului perforasi membran timpani. Kolesteatoma terbentuk akibat proses

invaginasi dari membran timpani pars flasida karena adanya tekanan negatif

akibat gangguan tuba ( teori invaginasi). Kolesteatoma akuisital sekunder

terbentuk setelah ada perforasi membran timpani, akibat dari masuknya epitel dari

liang telinga atau dari pinggir perforasi membran timpani ke telinga tengah ( teori

migrasi) atau akibat metaplasi mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi kavum

timpani yang lama ( teori metaplasia) (8) (10).

Massa kolesteatoma ini menekan dan mendesak organ di sekitarnya serta

menimbulkan nekrosis pada tulang. Proses nekrosis semakin hebat oleh karena

pembentukan reaksi asam oleh pembusukan bakteri, sehingga pada proses ini

memudahkan timbulnya komplikasi (2) (10).

2.6 Diagnosis

2.6.1 Anamnesis

1. Telinga berair (otorrhoe)

Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan.

15

Page 16: OMPK Tipe Maligna

Sekret yang mukus dihasilkan oleh aktivitas kelenjar sekretorik telinga tengah

dan mastoid. Pada OMPK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak

berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh

perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang

timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran

nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang.

Pada OMPK tipe maligna unsur mukoid dan sekret telinga tengah

berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret

yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan

polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya.

Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan

tuberkulosis (1) (3).

2. Gangguan pendengaran

Hal ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran.

Biasanya di jumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran.

Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat

hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat

bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli

konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran

masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan

penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari

besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem

pengantaran suara ke telinga tengah (1) (3) (10).

Pada OMPK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena

putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom

bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat

harus diinterpretasikan secara hati-hati (7).

3. Otalgia (nyeri telinga)

Pada OMPK keluhan nyeri dapat t e r j a d i karena terbendungnya

drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan

pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau

ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin

oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang

16

Page 17: OMPK Tipe Maligna

komplikasi OMPK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus

lateralis (1) (7).

4. Vertigo

Vertigo pada penderita OMPK merupakan gejala yang serius lainnya.

Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat

erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat

perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada penderita yang sensitif

keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani

yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu.

Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo.

Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum (1) (7).

2.6.2 Tanda-Tanda Klinis OMPK Tipe Maligna

Otitis media purulenta kronik tipe maligna sering kali menimbulkan

komplikasi, sehingga diagnosis dini perlu ditegakkan. Beberapa tanda klinis

dapat dijadikan pedoman untuk menegakkan OMPK tipe maligna, seperti (2)

(3) :

1. Perforasi tipe marginal atau atik

2. Adanya abses atau fistel retroaurikular

3. Jaringan granulasi atau polip diliang telinga yang berasal dari kavum

timpani.

4. Pus yang selalu aktif atau berbau busuk ( aroma kolesteatom)

5. Foto rontgen mastoid adanya gambaran kolesteatom.

2.7 Pemeriksaan Klinis

2.7.1 Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan dengan otoskop didapatkan tanda-tanda klinis dari OMPK

tipe maligna perforasi tipe marginal atau tipe atik, polip atau jaringan granulasi di

di liang telinga, sekret yang keluar dari MAE, kolesteatom pada telinga tengah.

Adanya abses atau fistel retroaurikular (7).

17

Page 18: OMPK Tipe Maligna

2.7.2 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Audiometri

Pada pemeriksaan audiometri penderita OMPK biasanya didapati

tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya

ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan

dan mobilitas sistem penghantaran suara di telinga tengah (3) (7).

Derajat ketulian Nilai ambang pendengaran:

Normal: -10 dB sampai 26 dB

Tuli ringan: 27 dB sampai 40 dB

Tuli sedang: 41 dB sampai 55 dB

Tuli sedang berat: 56 dB sampai 70 dB

Tuli berat: 71 dB sampai 90 dB

Tuli total: lebih dari 90 dB.

Evaluasi audiometri penting untuk menentukan fungsi konduktif dan

fungsi kohlea. Dengan menggunakan audiometri nada murni pada hantaran

udara dan tulang serta penilaian tutur, biasanya kerusakan tulang-tulang

pendengaran dapat diperkirakan, dan bisa ditentukan manfaat operasi

rekonstruksi telinga tengah untuk perbaikan pendengaran. Untuk melakukan

evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu (3):

1. Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari

15-20 dB

2. Kerusakan rangkaian tulang-tulang pendengaran menyebabkan tuli

konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi.

3. Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran di belakang membran

yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.

4. Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli

bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea parah.

Pemeriksaan audiologi pada OMPK harus dimulai oleh penilaian pendengaran

dengan menggunakan garpu tala dan test Barani. Audiometri tutur dengan

18

Page 19: OMPK Tipe Maligna

masking adalah dianjurkan, terutama pada tuli konduktif bilateral dan tuli

campur.

Pemeriksaan Radiologi (10; 9)

1. Proyeksi Schuller

Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan

atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus

lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi

ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.

2 . Proyeksi Mayer atau Owen

Diambil dari arah anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran

tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah

kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.

3. Proyeksi Stenver

Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih

jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis

semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan

melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.

4. Proyeksi Chause III

Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat

memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT

scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada

atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada

kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang

berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti

bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit

mastoid.

2.8 Komplikasi

Komplikasi OMPK diklasifikasikan sebagai berikut (5) (10):

a. Komplikasi Telinga Tengah:

- Perforasi persisten

- Erosi tulang pendengaran

19

Page 20: OMPK Tipe Maligna

- Paralisis nervus fasialis (n. VII)

b. Komplikasi Telinga Dalam:

- Fistel labirin

- Labirinitis supuratif

- Tuli saraf (sensorineural)

c. Komplikasi Ekstradural:

- Abses ekstradura

- Trombosis sinus lateralis

- Petrositis

d. Komplikasi ke Susunan Saraf Pusat:

- Meningitis

- Abses otak

- Hidrosefalus otitis

2.9 Penatalaksanaan

Tatalaksana yang tepat untuk OMPK tipe maligna adalah pembedahan, yaitu

mastoidektomi. Ada beberapa jenis teknik operasi yang dapat dilakukan pada

OMPK dengan mastoiditis kronis untuk tipe maligna, antara lain (1) (7) (10):

a. Mastoidektomi radikal

Operasi ini dilakukan pada OMPK tipe maligna dengan infeksi atau

kolesteatom yang sudah menyebar luas. Pada operasi ini rongga mastoid

dan kavum timpani dibersihkan dari semua jaringan patologik. Dinding

batas antara liang telinga luar dan tengah dengan rongga mastoid

diruntuhkan, sehingga ketiga daerah tersebut menjadi satu ruangan. Tujuan

operasi ini adalah untuk membuang jaringan patologik dan mencegah

komplikasi ke intrakranial. Fungsi pendengaran tidak diperbaiki dan

kerugiannya pasien tidak boleh berenang. Pasien harus rutin datang teratur

untuk kontrol.

b. Mastoidektomi radikal dengan modifikasi

Operasi ini dilakukan pada OMPK dengan kolesteatom di daerah atik,

tetapi belum merusak kavum timpani. Seluruh rongga mastoid dibersihkan

20

Page 21: OMPK Tipe Maligna

dan dinding posterior liang telinga direndahkan. Tujuan operasi ini untuk

membuang jaringan patologik dari rongga mastoid dan mempertahankan

pendengaran yang masih ada.

c. Pendekatan ganda timpanoplasti

Operasi ini merupakan teknik timpanoplasti yang dikerjakan pada kasus

OMPK tipe maligna atau OMPK tipe benigna dengan jaringan granulasi

yang luas. Tujuan operasi untuk menyembuhkan penyakit serta

memperbaiki pendengaran tanpa melakukan teknik mastoidektomi radikal.

Membersihkan kolesteatom dan jaringan granulasi di kavum timpani,

dilakukan melalui dua jalan yaitu melalui liang telinga dan rongga mastoid

dengan melakukan timpanotomi posterior. Teknik operasi ini pada OMPK

tipe maligna belum disepakati oleh para ahli karena sering terjadi

kekambuhan kolesteatom.

Terapi medikamentosa

Ada 3 cara terapi medikamentosa pada OMPK, yaitu (3) (7) (8) :

1. Obat pencuci telinga. Bahannya H2O2 3%. Diberikan selama 3-5 hari

dan diberikan bila sekret telinga keluar terus-menerus.

2. Obat tetes telinga. Memberikan obat tetes telinga yang mengandung

antibiotik dan kortikosteroid setelah sekret yang keluar telah

berkurang. Jangan diberikan selama lebih 1-2 minggu secara berturut-

turut. Juga hindari pemberiannya pada OMPK tipe benigna. Hal ini

disebabkan semua antibiotik tetes telinga bersifat ototoksik.

3. Antibiotik. Berikan antibiotik oral golongan ampisilin atau eritromisin

sebelum hasil tes resistensi obat diterima.

21

Page 22: OMPK Tipe Maligna

DAFTAR PUSTAKA

1. Azwar. Otitis Media Purulenta Kronik. Bagian Ilmu Kesehatan THT FK

Unsyiah-RSUZA. [Online] 2012. [Dikutip: 6 Juni 2014.]

http://www.scribd.com/doc/183027669/Otitis-Media-Purulenta-Kronik.

2. Djaafar, Zainul A, Helmi and Restuti, Ratna D. Kelainan Telinga Tengah. [ed.]

Efiaty Arsyad Soepardi, et al. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,

Tenggorok, Kepala & Leher. 6. Jjakarta : Balai Penerbit FKUI, 2007, pp. 64-77.

3. Nursiah, Siti. Pola Kuman Aerob Penyebab OMSK dan Kepekaan Terhadap

Beberapa Antibiotik Di Bagian THT. Medan : Fakultas Kedokteran USU, 2003,

USU Digital Library.

4. Adams, GL, Boeis, LR dan Higler, PA. Anatomi dan Fisiologi Telinga.

[penyunt.] H Effendi dan K Santoso. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. 7. Jakarta :

EGC, 2002, hal. 30-38.

5. Corbridge, Rogan J. Essential ENT Practice a Clinical Text. London : Arnold,

1998. hal. 95-106.

6. Ludman, Harold dan Bradley, Patrick J, [penyunt.]. ABC of Ear, Nose, and

Throat. Fifth. Oxford : Blackwell Publishing, 2007.

7. Paparella, MM, Adams, GL dan Levine, SC. Penyakit Telinga Tengah dan

Mastoid. [penyunt.] H Effendi dan K Santoso. BOEIS Buku Ajar Penyakit THT. 7.

Jakarta : EGC, 2002, hal. 88-118.

8. Harmadji, Sri, Soepriyadi dan Wisnubroto. Otitis Media Supuratif Kronik.

Pedoman Diagnosis dan Terapi Bagian/SMF Ilmu Penyakit Telinga, Hidung, dan

Tenggorokan . Surabaya : Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, 2005.

9. Water, Thomas R. Van De dan Staecker, Hinrich, [penyunt.]. Otolaryngology

Basic Science and Clinical Review. New York : Thieme Medical, 2006.

22

Page 23: OMPK Tipe Maligna

10. Parry, David. Chronic Suppurative Otitis Media. Medscape. [Online] 2011.

[Dikutip: 6 Juni 2014.] http://emedicine.medscape.com/article/.

23