Lp Limfoma Maligna
-
Upload
tri-nur-jayanti -
Category
Documents
-
view
574 -
download
93
description
Transcript of Lp Limfoma Maligna
LAPORAN PENDAHULUAN LIMFOMA MALIGNA
1. Definisi
Limfoma atau limfoma maligna (kanker kelenjar getah bening) merupakan
bentuk keganasan dari sistem limfatik dimana sel-sel limfatik yaitu sel-sel
limforetikular seperti sel B, sel T, dan histiosit menjadi abnormal dan mulai
tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat di sebagian besar
tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ apapun.
2. Klasifikasi
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua
jenis yaitu:
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular
predominan limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat
subtipe menurut Rye, antara lain:
1) Nodular Sclerosis
2) Lymphocyte Predominance
3) Lymphocyte Depletion
4) Mixed Cellularity
b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)
Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin
menjadi tiga kelompok utama, antara lain:
1) Limfoma Derajat Rendah
Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,
limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler
campuran sel belah besar dan kecil.
2) Limfoma Derajat Menengah
Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,
limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan
kecil, dan limfoma difus sel besar.
3) Limfoma Derajat Tinggi
Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik sel
besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.
Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-
Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-
Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda
(binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan
sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya
anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes),
yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.
(a) (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed
Sternberg dan (b) Limfoma Non Hodgkin
3. Etiologi
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui
secara pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit ini
antara lain:
a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)
b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan
kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetic
Berikut terdapat beberapa faktor predisposisi:
a. Usia
Penyakit limfoma maligna banyak ditemukan pada usia dewasa muda
yaitu antara 18-35 tahun dan pada orang diatas 50 tahun
b. Jenis kelamin
Penyakit limfoma maligna lebih banyak diderita oleh pria dibandingkan
wanita
c. Gaya hidup yang tidak sehat
Risiko Limfoma Maligna meningkat pada orang yang mengkonsumsi
makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan yang terkena paparan UV
d. Pekerjaan
Beberapa pekerjaan yang sering dihubugkan dengan resiko tinggi terkena
limfoma maligna adalah peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal
ini disebabkan adanya paparan herbisida dan pelarut organik.
4. Anatomi Sistem Limfatik
Sistem limfatik terdapat di seluruh bagian tubuh manusia, kecuali sistem saraf
pusat. Bagian terbesarnya terdapat di sumsum tulang, lien, kelenjar timus,
limfonodi dan tonsil. Organ-organ lain termasuk hepar, paru-paru, usus, jantung,
dan kulit juga mengandung jaringan limfatik.
Limfonodi berbentuk seperti ginjal atau bulat, dengan diameter sangat kecil
sampai dengan 1 inchi. Limfonodi biasanya membentuk suatu kumpulan (yang
terdiri dari beberapa kelenjar) di beberapa bagian tubuh yang berbeda termasuk
leher, axilla, thorax, abdomen, pelvis, dan inguinal. Kurang lebih dua per tiga dari
seluruh kelenjar limfe dan jaringan limfatik berada di sekitar dan di dalam tractus
gastrointestinal.
Pembuluh limfe besar adalah ductus thoracicus, yang berasal dari sekitar
bagian terendah vertebrae dan mengumpulkan cairan limfe dari extremitas
inferior, pelvis, abdomen, dan thorax bagian inferior. Pembuluh limfe ini berjalan
melewati thorax dan bersatu dengan vena besar di leher sebelah kiri. Ductus
limfatikus dextra mengumpulkan cairan limfe dari leher sebelah kanan, thorax,
dan extremitas bagian superior kemudian menyatu dengan vena besar pada leher
kanan.
Limpa berada di kuadran kiri atas abdomen. Tidak seperti jaringan limfoid
lainnya, darah juga mengalir melewati limpa. Hal ini dapat membantu untuk
mengontrol volume darah dan jumlah sel darah yang bersirkulasi dalam tubuh
serta dapat membantu menghancurkan sel darah yang telah rusak.
Gambar 2. Anatomi Sistem Limfatik
5. Patofisiologi
Limfoma maligna ini berasal dari sel limfosit. Tumor ini biasanya bermula
dari nodus limfe, tetapi dapat melibatkan jaringan limfoid dalam limpa, traktus
gastrointestinal (misalnya dinding lembung), hati, atau sumsum tulang. Sel
limfosit dalam kelenjar limfe juga berasal dari sel-sel indik multipotensial di
dalam sumsum tulang. Sel induk multipotensial pada tahap awal bertransformasi
menjadi sel progenitor limfosit yang kemudian berdiferensiasi melalui dua jalur.
Sebagian mengalami pematangan dalam kelenjar thymus untuk menjadi limfosit
T, dan sebagian lagi menuju kelenjar limfe atau tetap berada dalam sumsum
tulang dan berdiferensiasi menjadi sel limfosit B. Apabila ada rangsangan oleh
antigen yang sesuai maka limfosit T maupun B akan bertransformasi menjadi
bentuk aktif dan berpoliferasi. Limfosit T aktif menjalankan fungsi respon
imunitas seluler. Sedangkan limfosit B aktif menjadi imunoblas yang kemudian
menjadi sel plasma yang membentuk imunoglobulin. Perubahan limfosit normal
menjadi sel limfoma merupakan akibat terjadinya mutasi gen pada salah satu sel
dari sekelompok sel limfosit tua yang tengah berada dalam proses transformasi
menjadi imunoblas (terjadi akibat adanya rangsangan imunogen). Hal ini terjadi
didalam kelenjar getah bening, dimana sel limfosit tua berada di luar centrum
germinativum sedangkan imunoblast berada di bagian paling sentral centrum
germinativum. Apabila membesar maka dapat menimbulkan tumor dan apabila
tidak ditangani secara dini maka menyebabkan limfoma maligna.
Proliferasi abmormal tumor ini dapat memberi kerusakan penekanan atau
penyumbatan organ tubuh yang diserang. Tumor dapat mulai di kelenjar getah
bening (nodal) atau diluar kelenjar getah bening (ekstra nodal). Gejala pada
Limfoma secara fisik dapat timbul benjolan yang kenyal, mudah digerakkan (pada
leher, ketiak atau pangkal paha). Pembesaran kelenjar tadi dapat dimulai dengan
gejala penurunan berat badan, demam, keringat malam. Hal ini dapat segera
dicurigai sebagai Limfoma. Namun tidak semua benjolan yang terjadi di sistem
limfatik merupakan Limfoma. Bisa saja benjolan tersebut hasil perlawanan
kelenjar limfa dengan sejenis virus atau mungkin tuberkulosis limfa. Beberapa
penderita mengalami demam Pel-Ebstein, dimana suhu tubuh meninggi selama
beberapa hari yang diselingi dengan suhu normal atau di bawah normal selama
beberapa hari atau beberapa minggu. Gejala lainnya timbul berdasarkan lokasi
pertumbuhan sel-sel limfoma.
6. Gejala Klinis
Faktor keturunan
Kelainan system kekebalan
Infeksi virus dan bakteri
Toksin lingkungan
Mutasi sel limfosit (sejenis leukosit)
Kurang terpajan informasi
Kurang pengetahuan
Masuknya virus dan bacteria
Mual, muntah Pembesaran nodus medina/edema jalan nafas
Pertahanan tubuh menurun
Infeksi
Tidak mampu dlm memasukkan, mencerna mengabsorpsi
makanan
Kurang nafsu makan
Obstruksi trakeobronkial
Limfoma maligna
Proses inflamasi
Hyperthermia (demam)
Resiko tinggi bersihan jalan nafas tidak
efektif
Berat badan menurun (anorexia)
Ketidakseimbangan nutrisi
Minuman beralkohol
Mengenai nodus limfa
Agen cedera biologi
Nyeri
7. Manifestasi Klinis
Tanda maupun gejala limfoma hodgkin dan limfoma non-hodgkin dapat
dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 1. Manifestasi Klinis dari Limfoma
Limfoma Hodgkin Limfoma Non-HodgkinAnamnesis 1. Asimtomatik limfadenopati
2. Gejala sistemik (demam intermitten, keringat malam, BB turun)
3. Nyeri dada, batuk, napas pendek
4. Pruritus5. Nyeri tulang atau nyeri
punggung
1. Asimtomatik limfadenopati
2. Gejala sistemik (demam intermitten, keringat malam, BB turun)
3. Mudah lelah4. Gejala obstruksi GI
tract dan Urinary tract.
Pemeriksaan Fisik
1. Teraba pembesaran limonodi pada satu kelompok kelenjar (cervix, axilla, inguinal)
2. Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik jarang terkena
3. Hepatomegali & Splenomegali
4. Sindrom Vena Cava Superior
5. Gejala susunan saraf pusat (degenerasi serebral dan neuropati)
1. Melibatkan banyak kelenjar perifer
2. Cincin Waldeyer dan kelenjar mesenterik sering terkena
3. Hepatomegali & Splenomegali
4. Massa di abdomen dan testis
Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga
dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi
Costwell.
Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh
Costwell
Keterlibatan/PenampakanStadiumI Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
ekstralimfatik (IE)II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio
yang letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama
(IIE)III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatikSuffixA Tanpa gejala BB Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
1. Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui penyebabnya
2. Demam intermitten > 38° C3. Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm, atau , massa mediastinum dengan ukuran > 1/3 dari diameter transthoracal maximum pada foto polos dada PA
Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor
8. Diagnosis
Diagnosis limfoma hodgkin maupun non-hodgkin dapat ditegakkan melalui
prosedur-prosedur di bawah ini.3
a. Anamnesis lengkap yang mencakup pajanan, infeksi, demam, keringat
malam, berat badan turun lebih dari 10 % dalam waktu kurang dari 6
bulan.
b. Pemeriksaan fisik dengan perhatian khusus pada sistem limfatik (kelenjar
getah bening, hati, dan lien dengan dokumentasi ukuran), infiltrasi kulit
atau infeksi.
c. Hitung sel darah rutin, pemeriksaan differensiasi sel darah putih, dan
hitung trombosit.
d. Pemeriksaan kimia darah, mencakup tes faal hati dan ginjal, asam urat,
laktat dehidrogenase (LDH), serta alkali fosfatase.
e. Pembuatan radiogram dada untuk melihat adanya adenopati di hilus
(pembesaran kelenjar getah bening bronkus, efusi pleura, dan penebalan
dinding dada.
f. CT scan atau MRI dada, abdomen, dan pelvis.
g. Scan tulang jika ada nyeri tekan pada tulang.
h. Scan galium, dilakukan sebelum dan sesudah terapi, dapat menunjukkan
area penyakit atau penyakit residual pada mediastinum.
i. Biopsi sumsum tulang dimana sumsum tulang diambil dari tulang
panggul untuk melihat apakah limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
j. Biopsi kelenjar getah bening, yaitu dengan mengambil jaringan dari
kelenjar getah bening yang membesar.
k. Evaluasi sitogenetik dan sitometri aliran.
9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara,
yaitu:
a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang
terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti
limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada resiko
perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih menjadi
pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan untuk
mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan
limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih
sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak
digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan
radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti
CD20 dan CD22 untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara
langsung, sedangkan radioisotope menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium
untuk irradiasi sel-sel tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan
didasarkan pada stadium limfoma itu sendiri, yaitu:
1) Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
2) Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
3) Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
4) Untuk stadium IV secara total body irradiation
Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi
c. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
1) MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
a) Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
b) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
c) Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14
d) Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2) ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus
a) Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15
b) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
c) Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
d) Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
3) Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus
a) Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11
b) Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
c) Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
d) Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
e) Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
f) Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
g) Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10, tapering of
pada minggu ke 11,12
4) BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus
a) Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8
b) Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
c) Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
d) Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
e) Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
f) Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
g) Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14
Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:
1) ICE regimen
a) Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b) Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c) Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d) Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2) DHAP regimen
a) Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b) Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c) Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3) EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
a) Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b) Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c) Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d) Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e) Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat
pemberian kemoterapi.
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma
tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami
pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum
tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara
alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum
penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung,
atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang
penderita. Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang
berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian
dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam
tubuh penderita agar dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.
10. Komplikasi
Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna,
yaitu komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena
penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat
berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada
paru-paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan
neurologis, obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan
leukositosis jika penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi
akibat penggunaan kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah,
infeksi, kelelahan, neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas
jantung akibat penggunaan doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis
tumor.
11. Prognosis
Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin
ditentukan oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain:
a. Serum albumin < 4 g/dL
b. Hemoglobin < 10.5 g/dL
c. Jenis kelamin laki-laki
d. Stadium IV
e. Usia 45 tahun ke atas
f. Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3
g. Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih
Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,
sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan
hidupnya hanya 59%.
Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi
prognosisnya yaitu:
a. usia (>60 tahun)
b. Ann Arbor stage (III-IV)
c. hemoglobin (<12 g/dL)
d. jumlah area limfonodi yang terkena (>4) and