NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS DI...

22
NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS DI WILAYAH KECAMATAN MIRI SRAGEN Disusun Oleh : LIA YULIYANTI J 210.090.069 FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2014

Transcript of NASKAH PUBLIKASI GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS DI...

NASKAH PUBLIKASI

GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS DI WILAYAH

KECAMATAN MIRI SRAGEN

Disusun Oleh :

LIA YULIYANTI

J 210.090.069

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

2014

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

1

PENELITIAN

GAMBARAN PERAWATAN IBU NIFAS

DI WILAYAH KECAMATAN MIRI SRAGEN

LiaYuliyanti

Sulastri, S.Kp.,M.Kes

Faizah Betty R, A., S.Kep., M.Kes

Abstrak

Kesehatan ibu dan anak tidak terlepas dari permsalahan faktor-faktor sosial budaya dan

lingkungan di dalam masyarakat tempat mereka berada. Faktor-faktor kepercayaan dan

pengetahuan tradisional seperti konsep-konsep mengenai berbagai pantangan, hubungan

sebab akibat, dan konsep tentang sehat dan sakit, serta kebiasaan-kebiasaan ada kalanya

mempunyai dampak positif atau negatif terhadap Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA).Penelitian ini dengan rumusan masalah yaitu bagaimanakah perawatanibu nifas

di kecamatan Miri, Sragen.Tujuan penelitian untuk mengetahui perawatanibu nifas di

kecamatan Miri, Sragen. Metode yang dipergunakan deskriptif dengan rancangan

penelitian menggunakan cross sectional.Hasil penelitian memberikan gambaran tentang

perawatan oleh ibu nifas saat masa nifas tentang kenyamanan tergambar kebanyakan

Ibu dan bayi harus selalu membawa benda (gunting, pemotong kuku, dan peniti) apabila

diluar rumah atau di dalam rumah sebesar 18 orang (51,4%). Aktifitas itu dengan

melakukan tidur setengah duduk dengan kaki lurus selama 40 hari yang dilakukan oleh

responden sebesar 16 orang (45,7%). Sedangkan aktifitas sex selama masa nifas sebesar

4 orang (11,4%). Konsumsi nutrisi dengan minum jamu sebesar 22 orang (62,9%),

konsumsi daging, ikan dan telur sebesar 27 orang (77,1%). Konsumsi makanan pedas

sebesar 7 orang (20,0%), Konsumsi makanan tertentu sebesar 19 orang (54,3%),

konsumsi nutrisi pantangan makanan sebesar 25 orang (71,4%), Sosial atau Dukungan

sebesar 19 orang (54,3%), perawatan diri tergambar saat ibu melakukan pijat tubuh

sebesar 21 orang (60,0%), perawatan bayi tegambar dengan saat ibu membedong bayi.

Hasil penelitian sebesar 11 orang (31,4%), dan memberikan makanan tambahan

sebelum bayi usia 6 bulan sebesar 9 orang (25,7%).

Kata kunci: Perawatan, Ibu nifas.

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

2

OVERVIEW OF THE POSTPARTUM TREATMENT

IN DISTRICT MIRI, SRAGEN

LiaYuliyanti

Sulastri, S.Kp.,M.Kes

Faizah Betty R, A., S.Kep., M.Kes

ABSTRACT

Maternal and child health cannot be separated from the problems of socio-cultural and

the environment factors in the communities where they are located. The factors such as

trust and knowledge of the traditional concepts of various restrictions, causality, and the

concept of healthy and sick, as well as habits sometimes have a positive or negative

impacts on the Maternal and Child Health (MCH). This research with the formulation of

the problem, namely how the treatment of the postpartum in the Miri subdistrict,

Sragen. The purpose of the research to determine the treatment of postpartum in the

Miri, Sragen. The method using a descriptive with cross-sectional design. The results of

the research to provide a views of the post-partum is reflected mostly about comfort

mother and baby should be always carry of objects (scissors, nail cutters, and a pin)

when outside the home or in the home by 18 people (51.4%). Activity was by sleeping

of half sitting with legs straight for 40 days conducted by the respondent by 16 peoples

(45.7%). Meanwhile sexual activity during postpartum by 4 peoples (11.4%).

Consumption of nutrients by drinking of herbal by 22 peoples (62.9%), consumption of

meat, fish and eggs by 27 people (77.1%). Consumption of spicy food for 7 peoples

(20.0%), consumption of special foods by 19 peoples (54.3%), consumption of

nutritional food of taboos by 25 peoples (71.4%), social or support by 19 peoples (54.3

%), personal care envisaged when mothers do body massage by 21 peoples (60.0%),

baby care envisage with swaddling when the baby's mother. The results of the study by

11 peoples (31.4%), and providing additional food before 6 months of age by 9 peoples

(25.7%).

Keywords: treatment, maternal childbirth.

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

3

PENDAHULUAN

Wilkins, et al.(2009), kelahiran

bayi seharusnya membawa sukacita,

tetapi untuk beberapa wanita

melahirkan bisa stres berpengaruh

negative berdampak baik fisik, sosial

dan psikologis mereka menjadi.

Halbreich and Karkun (2006), banyak

ibu selama pengalaman pertama enam

minggu setelah kelahiran anak semacam

distress yang ditandai dengan sulit tidur

ringan, kelelahan, konsentrasi yang

buruk dan depresi mempengaruhi

disebut postpartum blues, dan sebagian

besar berhasil mengatasi dan

menanggulangi penderitaan ini.

Halbreich dan Karkun (2006).

Perempuan lain mengalami penderitaan

yang sama, tetapi berkembang menjadi

depresi postpartum mewujudkan

sebagai hilangnya minat dalam aktivitas

sehari-hari, suasana hati mengalami

depresi berat, kehilangan nafsu makan,

perubahan berat badan, probel tidur,

kelelahan, perasaan bersalah dan ide

bunuh diri. Manifestasi ini dapat

bervariasi dari orang ke orang karena

budaya mereka (Tracy, 2011).

Suryawati (2007) kesehatan

reproduksiyang berfokus

padaaspekreproduksiperempuanyang

merupakanpersoalantentang

seksualitasdan reproduksi, seperti

pelayananpemeriksaan kehamilan,

proses persalinan, dan

pengobatanpascapersalinan.Angka

kematian ibudan angka kematian

bayiadalah

beberapaindikatorkesehatanreproduksi,d

iIndonesiamasihtinggi dibandingkan

dengan negara yangberdekatan.

Penelitiansebelumnya diketahui

bahwafaktorbudaya dansosial

demografiberpengaruh

terhadaptingginya angka kematianibu

dan bayi.

Indonesia sebagai salah satu

negara berkembang saat ini

tengahberupayamenurunkan Angka

Kematian Ibu (AKI) dan Angka

KematianBayi (AKB) yang masih

cukup tinggi. Sesuai kesepakatan global

MGDs(Millenium Development Goals)

tahun 2000, Indonesia masih perlu

kerjakeras untuk menurunkan AKI

menjadi 102 per 100.000 kelahiran

hidupdan AKB menjadi 23 per 1.000

kelahiran hidup di tahun 2015.

BerdasarkanSurvei Demografi

Indonesia (SDKI) 2007, data

menunjukkan bahwa AKI228 per

100.000 kelahiran hidup dan AKB 34

per 1.000 kelahiran hidup.

Penyebab utama kematian ibu

yang langsung adalah perdarahan 28%,

eklamsia 24%, dan infeksi 11%.

Penyebab tidak langsung adalah anemi

51%, terlalu muda usia untuk hamil atau

(< 20 tahun) 10,3 %, terlalu tua usia

untuk hamil atau (< 35 tahun) 11,0%,

terlalu banyak anak atau (> 3orang)

19,3%, terlalu dekat jaraknya atau (< 24

bulan ) 15% (Depkes, 2009).

Masalah kesehatan ibu dan anak

tidak terlepas dari faktor-faktor sosial

budaya dan lingkungan di dalam

masyarakat tempat mereka berada.

Disadari atau tidak, faktor-faktor

kepercayaan dan pengetahuan

tradisional seperti konsep-konsep

mengenai berbagai pantangan,

hubungan sebab akibat, dan konsep

tentang sehat dan sakit, serta kebiasaan-

kebiasaan ada kalanya mempunyai

dampak positif atau negatif terhadap

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Bisa

jadi budaya merupakan salah satu sebab

yang mendasari tingginya kematian ibu

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

4

dan anak, selain faktor-faktor seperti

kondisi geografi, penyebaran penduduk,

dan kondisi sosial ekonomi (Kristiana,

2012).

Budaya bagi masyarakat adalah

suatu hal yangpenting, bahkan

diantaranya dipercayadan menjadi

pegangan hidup oleh masyarakat. Di

beberapa wilayah masyarakat di

Indonesia, masih percaya pada mitos,

yang berkaitan dengan ibu hamil dan

perawatan pada masa kehamilan. Bagi

masyarakat mitos sudah diyakini

kebenarannya karena beberapa bukti

yang terjadi. Masyarakat akan

melakukan apa saja dengan harapan

keselamatan pada ibu dan bayinya.

Kadang kala kepercayaan tersebut

bertentangan dengan nilai-nilai

kesehatan medis modern, sehingga

mengakibatkan permasalahan kesehatan

pada ibu hamil pada masa kehamilan.

Hasil studi pendahuluan yang peneliti

lakukan pada 2 bidan di Kecamatan

Miri didapatkan data bahwa 10

kelahiran, 3 diantaranya masih ada yang

menggunakan dukun bayi, walaupun

tidak untuk membantu proses

persalinan. Masyarakat masih

mempercayai adanya beberapa pantang

makanan untuk ibu hamil dan pasca

persalinan. Selain itu wilayah

Kecamatan Miri juga termasuk dalam

wilayah pedesaan, karena ada beberapa

daerah yang sulit dijangkau. Faktor

budaya yang berkembang dimasyarakat

Miri terkadang juga merugikan bagi ibu

nifas. Persepsi ibu tentang makanan

yang menjadi pantangan bagi ibu nifas

diantaranya adalah gorengan, cabe

dengan kebanyakan alasan keluarga

adalah menghambat penyembuhan luka

sehabis melahirkan. Seorang ibu

memberikan alasan ketika ditanya

mengapa tidak boleh makan ikan asin

atau makanan amis lainya, menurut ibu

setelah melahirkan tidak boleh makan

yang amis-amis , nanti asinya menjadi

amis.

Selain adat istidat tersebut di

kecamatan Miri juga menjalankan hal

yang positif yang diajarkan oleh gama

islam yaitu aqiqahan pada hari ke 7 atau

40 hari setelah melahirkan. Pada acara

aqiqahan para orang tua menyembelih 2

ekor kambing apabila anaknya laki-laki

dan 1 ekor kambing apabila anaknya

perempuan.

Perpaduan agama Islam yang

kental dengan adat istidat di kecamatan

Miri membuat penulis ingin lebih

mendalami tentang perawatan ibu nifas

di kecamatan Miri. Perpaduan budaya

dengan agama Islam inilah yang

menjadi dasar keinginan penulis untuk

menjadikan alasan penelitian ini. Oleh

karena itu penulis mengambil judul

“Gambaran perawatan ibu nifas di

kecamatan Miri Sragen.”

Berdasarkan uraian di atas, maka

peneliti tertarik untuk meneliti lebih

lanjut untuk mengetahui perawatanibu

nifas di kecamatan Miri, Sragen.

LANDASAN TEORI

Masa Nifas

Periode postpartum (masa nifas)

adalah waktu pemulihan dan perubahan,

waktu kembali pada keadaan tidak

hamil, serta adaptasi terhadap adanya

anggota keluarga baru (Mita, 2009).

Periode pada masa nifas dibedakan

menjadi 3 periode :

a. Immediate postpartum, adalah masa

24 jam pertama pasca melahirkan.

b. Early postpartum, yaitu minggu

pertama setelah melahirkan.

c. Late postpartum, adalah minggu

kedua sampai minggu ke enam

setelah melahirkan (Mita, 2009).

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

5

Sedangkan untuk fase ibu nifas

terdiri dari :

a. Taking in yaitu fase yang terjadi

satu sampai dua hari setelah

melahirkan.

b. Taking holdyaitu fase yang terjadi

pada hari ke tiga sampai hari ke

tujuh postpartum.

c. Letting goyaitu fase yang terjadi

setelah 8 hari pasca

melahirkan.(Comerford, 2011)

Perawatan Ibu NIfas.

1. Kenyaman

Zoucha dan Purnell, (2003)

mengatakan bahwa cara seseorang

meluapkan rasa sakit saat persalinan

berbeda-beda antar budaya. Seperti

budaya wanita negara Puerto Rica dan

Meksiko sering meneriakkan rasa sakit

saat bersalin dan menghindari menarik

napas melalui mulut karena

menganggap uterus akan naik (Potter &

Perry, 2009). Sedangkan Pacquiao,

(2003) mengatakan bahwa pada wanita

Filipina mereka tidak mneriakkan rasa

sakit seperti hal nya wanita Puerto Rica

ataupun Meksiko karena wanita Filipina

menganggap rasa sakit dikarenakan

dosa pada masa lalunya, dan mereka

tidak banyak mengeluh tentang rasa

sakitnya atau meminta obat penghilang

rasa sakit (Potter & Perry, 2009).

2. Aktifitas

Pantangan untuk pasca

melahirkan tidak hanya untuk si bayi

tetapi hubungan antara bapak dan ibu

juga ada pantangan. Pantangan tersebut

antara lain suami dan istri diharapkan

tidak melakukan suami istri selama 40

hari setelah melahirkan karena

dipercaya bahwa rahim ibu masih

terdapat kotoran yang berupa darah

pasca melahirkan (Suryawati, 2007).

3. Nutrisi

Kehamilan menurut Kulwicki

(2003) pada umumnya dihubungkan

pada praktek caring yang mempunyai

arti perubahan kehidupan seorang

wanita. Kehamilan pada seorang wanita

menjadi dasar pertimbangan untuk

penolakkan melakukan perceraian bagi

bangsa arab (Potter & Perry, 2009).

Sedangkan yang menganut ajaran

Hindu melihat kehamilan adalah suatu

keadaan yang panas, maka dari itu

mereka memberikan makanan dingin

seperti makanan asam, susu, dan yogurt.

Menurut pandangan Omeri

(2006), penganut ajaran Hindu makanan

yang panas seperti cabe, jahe dan hasil

dari hewan dapat menyebabkan

keguguran atau kelainan pada

janin.dalam (Potter & Perry. 2009).

Pada bangsa Filipina mereka tidak mau

dilakukan amniocentesis karena

menganggap dan percaya bahwa

kehamilan adalah kehendak Tuhan.

Perilaku positif yang masih

dijalankan oleh sebagian besar ibu

nifas dari suku Jawa setelah melahirkan

yaitu kebiasaan minum jamu dengan

tujuan agar ASI mereka lancar serta

untuk menjaga kesehatan dan kebugaran

ibu. Jamu wejah diminum agar ASI

lancar dan jamu beras kencur agar

badan tidak terasa capek dan jamu pilis

yang ditempelkan di dahi agar kepala

terasa ringan dan tidak pusing. Selama

masa nifas ada pantangan berhubungan

seksual. Hal positif ini sejalan dengan

kesehatan dan larangan dalam agama

Islam yang mayoritas mereka

anut.Perilaku ibu setelah melahirkan

yang kurang mendukung selama masa

nifas yaitu pantang makanan tertentu

yang lebih dikaitkan dengan si bayi

antara lain agar ASI tidak berbau amis

antara lain daging dan ikan laut

(Suryawati, 2007).

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

6

Ada juga pantangan untuk ibu

saat menyusui yaitu tidak boleh minum

air jahe karena diyakini nantinya akan

muncul bintil-bintil kecil yang tampak

melepuh. Menurut kepercayaan jawa

apa yang diminum atau dimakan ibu

akan turut diterima oleh si bayi melalui

asi yang dihisapnya. Karena itulah ibu

menyusui dilarang untuk makan /

minum yang bersifat panas dan pedas.

Selain itu ada juga kepercayaan yang

melarang ibu menyusui untuk tidak

terlalu banyak makan dan minum yang

manis karena yang keluar melalui ASI

dapat menghambat proses pengeringan

luka di pusar bayi. Selain makan dan

minum yang manis ada juga larangan

untuk makan makanan yang bercita rasa

amis karena akan berpengaruh terhadap

kesehatan bayinya.

Selain ada pantangan makanan,

ternyata ada juga makanan yang

dipercayai dapat meningkatkan

produksi ASI, salah satunya jantung

pisang. Jika dalam kondisi hamil

termasuk dalam jenis makanan yang

dipantang, maka untuk ibu menyusui

justru malah di anjurkan karena

menurut kepercayaan dapat

meningkatkan produksi ASI. Selain

jantung pisang, marning (camilan

terbuat dari jagung yang di goreng) juga

dipercaya untuk meningkatkan produksi

ASI apabila dikonsumsi oleh ibu

menyusui.Selain kedua jenis makanan

tersebut ada juga kepercayaan bahwa

apabila ibu menyusui makan buah

sukun yang dikukus dipercaya membuat

gigi bayi kuat dan tidak berlubang

ketika sudah besar. Pada dasarnya yang

baik untuk meningkatkan produksi ASI

adalah sayuran hijau.Selain untuk

meningkatkan produksi ASI dapat juga

menjaga kondisi kesehatan ibu dan

bayinya (Pratiwi, 2011).

4. Sosial/dukungan

Menurut Kulwicki, et. al.

(2003), pada kepercayaan orang muslim

yang taat, Hindu dan Yahudi Orthodox,

mereka melarang kaum laki-laki untuk

tidak masuk ke dalam ruang bersalin

termasuk juga suaminya (Potter &

Perry, 2009).

5. Perawatan diri

Masa nifas merupakan masa

yang dilalui oleh setiap wanita setelah

melahirkan. Pada masa tersebut dapat

terjadi komplikasi persalinan baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Masa nifas ini berlangsung sejak

plasenta lahir sampai dengan 6 minggu

setelah kelahiran atau 42 hari setelah

kelahiran. Pembesaran payudara

disebabkan oleh kombinasi akumulasi

dan stasis air susu serta peningkatan

vaskularitas dan kongesti. Kombinasi

ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut

karena stasis limfatik dan vena. Hal ini

terjadi saat pasokan air susu meningkat,

pada sekitar hari ketiga postpartum baik

pada ibu menyusui maupun tidak

menyusui dan berakhir sekitar 24

hingga 48 jam (Islami dan Aisyaroh,

2011).

Perawatan payudara khususnya

putting merupakan cara untuk membuat

kelenjar dan jaringan mamae dapat

berfungsi dengan baik sehingga

merangsang pengeluaran kolostrum

ASI.Perawatan payudara sangat penting

dilakukan selama hamil sampai masa

menyusui. Karena sumber air susu ibu

(ASI) yang akan menjadi sumber nutrisi

utama bagi bayi, karena itu jauh

sebelumnya harus sudah dilakukan

perawatan.

6. Perawatan bayi

Kebiasaan kurang baik lainnya

yang masih ada yaitu bayi digedhong

atau membungkus bayi dengan jarik

(kain batik pelengkap busana kebaya)

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

7

agar bayi hangat dan diam. Bila hal ini

dilakukan terus menerus akan

berpengaruh pada aktivitas bayi dan

pertumbuhan tulangnya (Suryawati,

2007).

Pada awal-awal masa

kehidupan bayi yaitu usia 0-6 bulan

dimana seharusnya ASI adalah makanan

utama yang menyehatkan, tapi masih

banyak ditemukan praktik-praktik

budaya ibu yang memberikan makanan

selain ASI. Pada beberapa masyarakat

di Indonesia kita bisa melihat konsepsi

budaya yang terwujud dalam perilaku

berkaitan dengan pola pemberian makan

pada bayi yang berbeda dengan

konsepsi kesehatan modern.Sebagai

contoh, pemberian ASI menurut konsep

kesehatan modern ataupun medis

dianjurkan selama 2 (dua) tahun dan

pemberian makanan tambahan berupa

makanan padat sebaiknya dimulai

sesudah bayi berumur 6 bulan. Namun,

banyak masyarakat yang sudah

memberikan makanan kepada bayi

sebelum usia 6 bulan (Khasanah, 2011).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis

deskriptif yang bertujuan untuk

mengetahuigambaran budaya ibu

setelah melahirkan di kecamatan

Miridengan pendekatan pendekatan

waktu Cross sectional.

Penelitian ini dilakukan di

Kecamatan Miri Kabupaten Sragen

penelitian selama bulan Maret-April

2014. Populasi dalam penelitian ini

adalah 35 ibu nifas yang tersebar di 10

desa kecamatan Miri. Sedangkan teknik

sampling yang digunakan sampel jenuh

atau semua populasi diambil sebagai

sampel.

Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan alat

penelitian berupa lembar kuesioner

yang berisi pertanyaan tertutup yang

terdiri dari:

Alat pengumpulan data yang

dipergunakan pada penelitian ini berupa

kuesioner. Kuesioner tentang perawatan

ibu nifas terdiri dari:

1. Data demografi yang berisi tentang

kode responden, jenis kelamin,

umur, pendidikan terakhir, dan

pekerjaan ibu nifas.

2. Praktek perawatan nifas yang

dilakukan oleh ibu nifas diukur

dengan menggunakan kuesioner

yang terdiri dari 13 pertanyaan yang

berkaitan dengan kenyamanan,

aktifitas, nutrisi, dukungan,

perawatan diri, perawatan bayi yang

dilakukan ibu selama masa nifas

dengan memberikan tanda check

(V) pada kolom Ya (Y) atau Tidak

(T) pada lembar kuesioner.

HASIL PENELITIAN Gambaran karakteristik

responden dalam penelitian ini dapat

dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Responden

Berdasarkan Umur Ibu Hamil Kriteria Frekuensi Persen (%)

Pendidikan:

SLTP/Sederajat

SMA/Sederajat

Perguruan

Tinggi

18

15

2

51,4%

42,9%

5,7%

Umur

< 21 Tahun

21-30 Tahun

> 30 Tahun

2

26

7

5,7%

74,3%

20,0%

Pekerjaan:

Tidak

Bekerja/IRT

Swasta/Wirasw

asta

25

6

71,4%

17,1%

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

8

Karyawan

PNS

3

1

8,6%

2,9%

Sumber : Data Primer diolah (2014)

Karakteristik responden sesuai

tabel diatas, dari 35 orang ibu nifas

mayoritas dengan pendidikan SLTP

sebanyak 18 orang (51,4%), berumur21

– 30 tahun sebanyak 29 orang (64,5%),

dan sebagai ibu rumah tangan (tidak

bekerja) sebanyak 28 orang (62,2%).

Gambaran praktek perawatan

saat nifas dapat dilihat pada tabel

dibawah ini:

Tabel 2. Gambaran praktek perawatan

saat nifas

Perawatan Ya Tidak

Membawa

benda (gunting,

pemotong kuku,

atau peniti)

apabila didalam

atau diluar

rumah.

Tidur setengah

duduk dengan

kaki lurus

selama 40 hari.

Melakukan

hubungan

seksual saat

nifas.

Minum Jamu.

Mengkonsumsi

daging, ikan,

telur saat nifas.

Mengkonsumsi

makanan pedas

saat nifas.

Konsumsi

makanan yang

dianjurkan.

Pantangan

makanan.

Dukungan

suami.

Pijat Tubuh saat

51,4%

45,7%

11,4%

62,9%

77,1%

20,0%

54,3%

71,4%

91,4%

48,6%

54,3%

88,6%

37,6%

22,9%

80,0%

45,7%

28,6%

8,6%

nifas.

Pijat payudara

saat nifas.

Bayi harus

dibedong dan

tidak dilepas.

Memberikan

makanan

pendamping

ASI sebelum

bayi berusia 6

bulan.

60,0% 25,7%

34,1%

25,7%

40,0%

74,3%

65,9%

74,3%

Gambaran perawatan ibu nifas paling

dominan pada dukungan suami terhadap

ibu nifas sesuai dengan kuesioner

sebesar 32 orang (91,4%), kondisi

sebaliknya pada hubungan seksual saat

nifas sebesar 4 orang (11,4%).

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di

Kecamatan Miri Kabupaten Sragen Hasil penelitian tentang

gambaran perawatanibu nifas dapat

dideskripsikan sebagai berikut:

a. Kenyamanan

Gambaran tentang kenyaman

dapat dilihat pada hasil penelitian

tentang ibu dan bayi harus membawa

benda (gunting, pemotong kuku, atau

peniti) apabila diluar atau di dalam

rumah. sebesar 18 orang (51,4%)

artinya kebanyakan ibu dan bayi harus

membawa benda (gunting, pemotong

kuku, atau peniti) apabila diluar atau di

dala rumah. Sedangkan 17 orang

(48.6%) tidak hatus membawa benda

(gunting, pemotong kuku atau peniti)

apabila didalam atau diluar rumah.

b. Aktifitas

Gambaran tentang aktifitas dapat

dilihat pada aktifitas ibu tidur setengah

duduk dengan kaki lurus selama 40 hari

dan aktifitas sex yang dilakukan ibu

saat nifas.

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

9

Praktek perawatan nifas tentang

aktifitas ibu melakukan tidur setengah

duduk dengan kaki lurus selama 40 hari

saat masa nifassebesar 16 (45,7%),

sedangkan19 ibu (54,8%) tidak

melakukan tidur setengah duduk

dengan kaki lurus selama 40 hari.

Praktek perawatan ibu nifas

terkait aktifitas sexual ibu selama nifas

sebesar 4 orang (11,4%)

menyatakanmelakukan hubungan

seksual saat nifas.Selanjutnya 31 ibu

(88,6%) menyatakan tidak ibu tidak

melakukan hubungan seksual saat nifas.

c. Nutrisi

Gambaran tentang konsumsi

nutrisi ibu saat nifas. Praktek perawatan

nifas pada hasil penelitian 22 ibu

(62,9%) menyatakan minum jamu

setelah melahirkan. Sedangkan 13 ibu

(37,1%) menyatakan tidak meminum

jamu setelah melahirkan.

Praktek perawatan nifas tentang

ibu menyatakan tetap mengkonsumsi

daging, ikan, telur saat masa

nifasadalah 27 ibu (77,1%),

menyatakan tetap mengkonsumsi

makanan tersebut. Sedangkan 8 ibu

(27,9%) menyatakan tidak

mengkonsumsi daging, ikan, telur saat

masa nifas.

Berdasarkan praktek perawatan

nifas pada hasil penelitian 7 ibu

(20,0%) menyatakan tetap

mengkonsumsi makanan yang pedas

selama masa nifas, sedangkan 28

(80,0%) ibu menyatakan tidak

mengkonsumsi makanan yang pedas

selama masa nifas.

Berdasarkan praktek perawatan

nifas sebanyak 19 ibu (54,3%)

menyatakan ada makanan yang

diajurkan untuk ibu pada masa nifas.

Sedangkan 16 (45,7%) ibu menyatakan

tidak ada makanan yang diajurkan

untuk ibu khusus saat masa nifas.

Berdasarkan praktek perawatan

nifas sebanyak 25 ibu (71,4%)

menyatakanada makanan tertentu

sebagai pantangan selama masa nifas.

Sedangkan 10 ibu (28,6%) menyatakan

tidak ada pantangan terhadap makanan

tertentu.

d. Dukungan

Gambaran tentang dukungan

suami saat nifas sebesar 32ibu

(91,4%%) mendapatkan dukungan

suami pada kegiatan perawatan saat

masa nifas. Sedangkanterdapat 3ibu

(8,6%%) tidak mendapatkan dukungan

suami pada kegiatan perawatan saat

masa nifas.

e. Perawatan diri

Praktek perawatan nifas pada 21

ibu (60,0%) melakukan pijat tubuh saat

masa nifas.Sedangkan 14 ibu (40,0%)

tidak melakukan pijat tubuh saat masa

nifas.

Praktek perawatan nifas pada 9

ibu (25,7%) ibu melakukan pijat

payudara saat masa nifas. Sedangkan 26

(74,3%) ibu tidak melakukan pijat

payudara saat masa nifas.

f. Perawatan Bayi Gambaran perawatan bayi

sebanyak 11 ibu (31,4%) menyatakan

bayi harus dibedong terus menerus dan

tidak dilepas.Sedangkan 26 ibu (65,9%)

menyatakan bayi tidak harus dibedong

terus menurus dan tidak dilepas.

Sedangkan 9 ibu (25,7%) menyatakan

bahwa perlu memberikan makanan

pendamping ASI walaupun belum

berusia 6 bulan. Sedangkan 26 ibu

(74,3%) menyatakan tidak memberikan

makanan pendamping ASI sebelum

bayi berusia 6 bulan.

PEMBAHASAN

Pembahasan hasil penelitian

tentang gambaran perawatan ibu nifas

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

10

di Kecamatan Miri Sragen dapat

disajikan sebgai berikut :

Karakteristik Responden

1. Pendidikan

Berdasarkan data dari 35

responden didapatkan sebagian besar

responden berpendidikan

SLTP/sederajat sebanyak 18 orang

(51,4%), berpendidikan Perguruan

Tinggi sebanyak 2 orang (5,7%) dan

responden berpendidikan

SMA/sederajat sebanyak 15 orang

(42,9%).

Faktor yang mendasari

tingkah laku seseorang salah

satunya adalah pendidikan, semakin

baik pendidikan seseorang maka

pengetahuan mereka juga semakin

baik, termasuk pengetahuan dalam

hal perawatan luka perineum. Hasil

penelitian kembali menunjukan

bahwa tingkat pendidikan kembali

manjadi hal sangat berpengaruh

dimana responden yang memiliki

tingkat pengetahuan baik adalah

responden dengan latar belakang

pendidikan menengah (Notoadmojo,

2007).

2. Umur

Berdasarkan datadari 35

responden didapatkan responden

berusia antara 21-30 tahun yaitu

sebanyak 26 orang (74,3%),

responden yang berusia kurang dari

21 tahun sebanyak 2 orang (5,7%).

Penyembuhan luka perineum

sebagian besar baik kemungkinan

karena usia responden. Ibu yang

umurnya lebih muda lukanya akan

lebih cepat sembuh daripada orang

yang usianya lebih tua, karena ibu

yang usianya lebih muda mobilisasi

dan vaskularisasinya lebih baik

daripada ibu yang usianya lebih tua.

Penyembuhan luka perineum

sebagian besar baik kemungkinan

juga ditunjang oleh pendidikan

responden (Mas’adah, 2010).

3. Pekerjaan

Data tentang pekerjaan

responden di dapatkan sebagian

besar responden tidak bekerja/Ibu

Rumah Tangga (IRT) sebanyak 25

orang (71,4%), dan PNS sebanyak 1

orang (2,9%).

Penyembuhan luka perineum

sebagian besar baik kemungkinan

ditunjang oleh pekerjaan responden.

Ibu yang tidak bekerja biasanya pola

istirahatnya lebih teratur, pikirannya

juga lebih tenang sehingga

vaskularisasinya lebih

lancar/adekuat daripada ibu nifas

yang bekerja. Vaskularisasi yang

lancar/adekuat dapat mempercepat

proses penyembuhan luka perineum

(Mas’adah, 2010).

Gambaran Praktek Parawatan Ibu

Nifas di Kecamatan Miri Kabupaten

Sragen

Hasil penelitian tentang

gambaran praktek perawatan Ibu Nifas

dikategorikan sebagai berikut:

1. Kenyamanan

Gambaran tentang kenyamanan

tergambar kebanyakan Ibu dan bayi

harus selalu membawa benda (gunting,

pemotong kuku, dan peniti) apabila

diluar rumah atau di dalam rumah

sebesar 18 orang (51,4%).

Dukungan sosial merupakan inti

bagi kehidupan bermasyarakat yang

efektif. 1) Adanya suatu fakta yang

dapat dipertimbangkan yang

menyatakan bahwa dukungan sosal

mempengaruhi kesejahteraan fisik dan

psikologis seseorang. 2) Perubahan

sosial dan medis telah meningkatkan

harapan hidup manusia, 3) Tenaga

kesehatan berada pada posisi

memberikan intervensi secara sukses

baik langsung maupun tidak langsung

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

11

pada area dukungan sosial dengan

memfasilitasi pertumbuhan dan

pertahanan jarngan sosial. 4)

penampilan tenaga kesehatan dapat

ditingkatkan dengan mengetahui

pentingnya dukungan sosial bagi

penanggulangan stres (Handayani,

2010).

2. Aktifitas

Gambaran tentang perawatan ibu

nifas tergambar dalam aktifitas yang

dilakukan ibu selama nifas. Aktifitas itu

dengan melakukan tidur setengah duduk

dengan kaki lurus selama 40 hari yang

dilakukan oleh responden sebesar 16

orang (45,7%).

Saat berjalan maupun berbaring,

kaki harus lurus. Dalam arti, kaki kanan

dan kiri enggak boleh saling tumpang

tindih ataupun ditekuk. Selain agar

jahitan akibat robekan di vagina tak

melebar ke mana-mana, juga

dimaksudkan supaya aliran darah tetap

lancar alias tak terhambat. Secara

medis, posisi kaki yang lurus memang

lebih menguntungkan karena membuat

aliran darah jadi lancar (Handayani,

2010).

Mobilisasi secara umum, pada

dasarnya boleh dan malah harus

dilakukan. Makin cepat dilakukan kian

menguntungkan pula. Dengan catatan,

kondisi si ibu dalam keadaan baik,

semisal tak mengalami perdarahan atau

kelainan apa pun saat melahirkan.

Selain patokan bahwa dalam 8 jam

pertama setelah melahirkan ia sudah

bisa BAK dan BAB serta selera

makannya bagus. Begitu juga tensi,

denyut nadi, dan suhu tubuhnya dalam

batas normal. Soalnya, jika tak bisa

BAK dan BAB berarti ada sesuatu yang

enggak beres yang akan berpengaruh

pada kontraksi dan proses involusi

(pengecilan kembali) rahim.

Aktifitas selama masa nifas

tergambar dalam melakukan aktifitas

sex. Responden melakukan aktifitas sex

selama masa nifas sebesar 4 orang

(11,4%) artinya kebanyakan ibu tidak

melakukan hubungan seksual saat nifas.

Menurut Thamrin (2007)

mencegah timbulnya infeksi merupakan

alasan selanjutnya Waktu yang

dibutuhkan oleh seorang perempuan

untuk mengembalikan gairahnya seperti

semula, sangat bergantung kepada

pengalaman persalinannya (apakah

persalinan normal atau dengan cara

caesar) (Suryati dan Elliya, 2011).

Bahaya berhubungan intim

dengan istri ketika sedang haid, ternyata

sudah dinyatakan Al-Qur'an 14 abad

yang lalu. “Mereka bertanya kepadamu

tentang haid. Katakanlah: "Haid itu

adalah suatu kotoran." Oleh sebab itu

hendaklah kamu menjauhkan diri *)

dari wanita di waktu haid; dan

janganlah kamu mendekati mereka,

sebelum mereka suci. Apabila mereka

telah suci, maka campurilah mereka itu

di tempat yang diperintahkan Allah

kepadamu. Sesungguhnya Allah

menyukai orang-orang yang bertaubat

dan menyukai orang-orang yang

mensucikan diri” (Qs Al-Baqarah 222).

Maksudnya perintah

“hendaklah kamu menjauhkan diri

wanita di waktu haid” pada ayat

tersebut adalah larangan menyetubuhi

wanita di waktu haid. “Al-mahidh”

artinya tempat keluarnya darah haid

yaitu faraj (kemaluan). Dalam sebuah

hadits Rasulullah SAW bersabda,

"Lakukanlah segala sesuatu terhadap

wanita haid kecuali menyetubuhinya"

(hadits riwayat Muslim, At-Tirmidzi,

An-Nasa'i, Abu Dawud, Ibnu Majah,

Ahmad, Ad-Darimi).

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

12

Dari hasil penelitian yang

didapatkan bahwa tidak semua

responden yang memiliki pengetahuan

yang baik berminat tinggi untuk

melakukan hubungan intim pasca ibu

nifas. Sebaliknya responden yang

memiliki pengetahuan yang kurang

bukan berarti tidak berminat untuk

melakukan hubungan intim pasca ibu

nifas. Namun hampir seluruh responden

yang memiliki pengetahuan yang baik

mempunyai minat yang tinggi untuk

melakukan hubungan intim pasca ibu

nifas. Hal ini menunjukkan bahwa

pengetahuan menjadi faktor yang

mempengaruhi minat seseorang.

Kurangnya pengetahuan membuat

suami merasa cemas untuk melakukan

hubungan intim pasca ibu nifasdan

kelelahan mengurus bayi baru lahir

sering kali membuat gairah bercinta

pasangan suami istri menjadi hilang,

terutama pada wanita. Menurunnya

gairah seksual disebabkan oleh trauma

psikis maupun fisik, bila trauma

dikelola dengan baik, kehidupan seks

bisa kembali berjalan dengan baik

seperti semula (Suryati dan Elliya,

2011).

3. Nutrisi

Gambaran tentang perawatan

ibu nifas tergambar dalam konsumsi

nutrisi yang dilakukan ibu selama nifas.

Konsumsi nutrisi dalam praktek

perawatan nifas pada kuesioner sebesar

22 orang (62,9%) artinya ibu minum

jamu setelah melahirkan.

Jenis-jenis ramuan dan obat-

obatan yang digunakan oleh setiap

kelompok masyarakat pada masa hamil,

menjelang saat melahirkan dan sesudah

bersalin merupakan bahan-bahan yang

berasal dari pengetahuan budaya

masyarakat yang bersangkutan.

Sebagian diantaranyasudah digunkan

secara turun temurun sejak beberapa

generasi. Namun dalam hal-hal tertentu

tidak selalu bahan-bahan yang

digunakan berkhasiat menurut ilmu

kesehatan atau mendukung tercapainya

tujuan kesehatan dengan baik

(Handayani, 2010).

Tentang ramu-ramuan dalam

proses kelahiran dan pasca persalinan,

Setiap kebudayaan memiliki

kepercayaan mengenai berbagai ramuan

atau bahan obat-obatan yang dapat

digunkan pada saat wanita hamil telah

merasakan akan lahirnya sang bayi.

Umumnya bahan obat-obatan itu terdiri

dari ramu-ramuan yang diracik dari

berbagai tumbuh-tumbuhan, seperti

daun-daunan, akar-akar, atau bahan-

bahan lainnya yang diyakini berkhasiat

sebagai penguat tubuh atau pelancar

proses persalinan (Handayani, 2010).

Praktek-praktek yang dilakukan

oleh dukun beranak untuk

mengembalikan kondisi fisik dan

kesehatan si ibu dengan cara mengurut

perut yang bertujuan untuk

mengembalikan rahim ke posisi semula,

memasukkan ramuan-ramuan seperti

daun-daunan kedalam vagina dengan

maksud untuk membersihkan darah dan

cairan yang keluar karena proses

persalinan, atau memberi jamu tertentu

untuk memperkuat tubuh. Padahal

praktik-praktik tersebut sering

merugikan kesehatan ibu (Khasanah,

2011).

Gambaran konsumsi nutrisi juga

tergambar dalam praktek perawatan

nifas pada sebanyak 27 (77,1%) ibu

tetap mengkonsumsi daging, ikan, telur

saat masa nifas.

Kebutuhan energi dan zat gizi

pada tubuh akan meningkat karena

kondisi kehamilan mengakibatkan

terjadinya peningkatan metabolisme

energi. Pada dasarnya semua zat gizi

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

13

memerlukan tambahan ketika seseorang

mengalami kondisi hamil sampai

melahirkan. Namun kekurangan energi

dari protein dan beberapa mineral

seperti zat besi dan kalsium seringkali

terjadi pada ibu hamil. Kekurangan

energi kronik yang diderita oleh ibu

hamil mempunyai resiko yang tinggi

dan komplikasi pada kehamilan. Resiko

dan komplikasi meliputi anemia,

pendarahan, berat badan ibu tidak

bertambah secara normal dan mudah

terkena penyakit infeksi. Pola makan

pun menjadi tidak seimbang dengan

menu-menu yang bergizi. Konsumsi

ayam dan daging pun dikatakan kurang

karena harga yang mahal

mengakibatkan beberapa orang yang

memiliki kekurangan dalam hal

ekonomi memilih untuk tidak

mengonsumsinya. Tahu dan tempe

merupakan lauk-pauk dengan

kandungan protein nabati yang paling

banyak dikonsumsi oleh masyarakat.

Selain harga yang murah, tahu dan

tempe mudah didapatkan di sekitar

rumah (Praditama, 2011).

Pola makan selama hamil sama

seperti kondisi orang normal. Ada yang

mengkhususkan untuk memilih

makanan tertentu, namun ada pula yang

tidak memberikan perlakuan khusus

pada ibu hamil karena kondisi hamil

dianggap suatu peristiwa yang wajar.

Kebiasaan makan dipengaruhi oleh

ketersediaan makan di lingkungan.

Konsumsi sayuran tidak pernah terlepas

dari menu sehari-hari karena

ketersediaannya yang melimpah.

Namun untuk ketersediaan bahan

makanan yang mengandung protein

hewani sangat kurang, terutama ikan

laut. Akibatnya jenis ikan laut yang

terdapat di daerah penelitian menjadi

tidak beragam. Padahal ikan laut

memiliki kandungan protein yang lebih

banyak dibandingkan dengan sumber

protein lainnya, seperti ayam, daging,

dan telur (Nurhikmah, 2009).

Gambaran konsumsi nutrisi

selanjutnya dalam praktek perawatan

nifas tergambar dalam konsumsi

makanan pedas. Hasil penelitian sebesar

7 ibu (20,0%) tetap mengkonsumsi

makanan yang pedas selama masa nifas.

Penelitian di wilayah kerja

Puskesmas Turak Kabupaten Hulu

sungai utara propinsi Kalimantan

Selatan yaitu ibu nifas pantang makan

ikan (ikan bersisik, ikan tauman) karena

diyakini ikan membuat daerah genetalia

gatal dan berbau, pantang makanan

pedas dan asam karena bisa

menyebabkan bayi diare, pantang

makan buah tertentu karena bisa

menyebabkan air susu terasa asam dan

bayi tidak mau menyusu (Subrabowo,

2006).

Pantangan makanan pada masa

nifas dapat menurunkan asupan gizi ibu

yang akan berpengaruh terhadap

kesehatan ibu dan produksi air susu.

Sehingga kecukupan gizi bayi juga akan

berpengaruh. Perilaku pantang makanan

tidak sesuai dengan anjuran untuk

mengkonsumsi makanan yang

mengandung karbohidrat, sayuran,

buah, protein hewani, protein nabati

serta banyak minum setiap hari

(Hartiningtiyaswati, 2010).

Sedangkan gambaran terkait

dengan anjuran mengkonsumsi

makanan tertentu pada praktek

perawatan nifas digambarkan dari hasil

penelitian sebesar 19 ibu (54,3%)

mengkonsumsi makanan yang

dianjurkan untuk ibu nifas.

Semakin baik konsumsi nutrisi

semakin baik penyembuhan luka

perineum karena makanan yang

memenuhi syarat gizi dapat

mempercepat penyembuhan luka.

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

14

Protein juga merupakan zat makanan

yang sangat penting untuk membentuk

jaringan baru, sehingga sangat baik

dikonsumsi oleh ibu nifas agar lukanya

cepat sembuh. Selanjutnya menurut

Mochtar, jika makanan berprotein ini

dipantang maka proses penyembuhan

luka perineum akan berjalan lambat,

dan ini dapat memicu terjadinya infeksi

jalan lahir (Manuaba, 2007).

Makanan yang baik dapat

mempercepat penyembuhan luka

perineum danmempengaruhi ASI.

Sebaiknya ibu nifas disarankan untuk

mengkonsumsi makanan yang sehat

yaitu terdapat nasi, lauk, sayur

secukupnya dan ditambah satu telur

setiap hari. Bila masih adakemungkinan

jangan lupa buah-buahan(Mas’adah,

2010).

Sedangkan gambaran konsumsi

nutrisi dapat dllihat dari pantangan

makanan untuk ibu pada masa nifas.

Hasil penelitian sebesar 25 ibu (71,4%)

yang berarti ada makanan tertentu

sebagai pantangan selama masa nifas

ini.

Menurut Foster dan Anderson,

(2006), Terdapat pantangan ataupun

mitos-mitos pada masyarakat selama

masa kehamilan yang dapat merugikan

ibu hamil. Pantangan terhadap makanan

tentu akan merugikan apabila berbeda

dengan tinjauan medis. Dalam

pantangan agama, tahayul, dan

kepercayaan tentang kesehatan, terdapat

bahan makanan bergizi yang tidak boleh

dimakan. Makanan merupakan

konstruksi sosial yang dibangun oleh

masyarakat melalui budaya setempat.

Bukan hanya masalah gizi yang terdapat

dalam makanan, namun juga persoalan

tentang budaya yang meliputi

ketersediaan makan, kebiasaan makan,

pantangan makan dan pengambilan

keputusan (Praditama, 2011).

Dapat dikatakan bahwa

persoalan pantangan atau tabu dalam

mengkonsumsi makanan

tertentuterdapat secara universal di

seluruh dunia. Pantangan atau tabu

adalah suatu larangan untuk

mengkonsumsi jenis makanan tertentu,

karena terdapat ancaman bahaya

terhadap barang siapa yang

melanggarnya. Dalam ancaman bahaya

ini terdapat kesan magis, yaitu danya

kekuatan superpower yang berbau

mistik yang akan menghukum orang-

orang yang melanggar pantangan atau

tabu tersebut. Tampaknya berbagai

pantangan atau tabu pada mulanya

dimaksudkan untuk melindungi

kesehatan anak-anak dan ibunya, tetapi

tujuan ini bahkan ada yang berakibat

sebaliknya, yaitu merugikan kondisi

gizi dan kesehatan. Misalnya ibu hamil

dilarang makan telur dan daging,

padahal telur dan daging justru sangat

diperlukan untuk pemenuhan kebutuhan

gizi ibu hamil dan janin. Berbagai

pantangan tersebut akhirnya

menyebabkan ibu hamil kekurangan

gizi seperti anemia dan kurang energi

kronis (KEK). Dampaknya, ibu

mengalami pendarahan pada saat

persalinan dan bayi yang dilahirkan

memiliki beratbadan rendah (BBLR)

yaitu bayi lahir dengan berat kurang

dari 2.5 kg. Tentunya hal ini

sangatmempengaruhi daya tahan dan

kesehatan si bayi (Khasanah, 2010).

4. Dukungan

Gambaran dukungan suami

kepada ibu selama masa nifas. Hasil

penelitian pada praktek perawatan

persalinan dan nifas pada kuesioner

sebesar 32 orang (91,4%%) artinya

sebagian besar ibu mendapatkan

dukungan suami pada kegiatan

perawatan saat masa nifas.

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

15

Keterlibatan/ partisipasi suami

selama masa kehamilan istri cukup

besar baik dalam bentuk aktivitas

mengantar istri memeriksakan

kandungan ke bidan / dokter, berusaha

memenuhi keinginan istri yang sedang

nyidam maupun mengingatkan agar

istrinya lebih banyak makan makanan

yang bergizi. Para suami terutama yang

berpendidikan cukup tinggi cenderung

melarang bila istrinya berpantang

makanan tertentu (Andika, 2013).

Menurut (Suryawati,2007) dalam

penelitiannya di Kota Jepara

menyebutkan bahwa para orang

tua/mertua sangat berperan dalam

menentukan, menasehati dan

menyarankan anaknya/ menantunya

untuk periksa hamil pada bidan atau

memilih dukun bayi sebagai penolong

persalinan atau perawatan pasca

kehamilan.

Sutrisno (2003) dalam

penelitiannya di Kabupaten Purworejo

juga mengungkapkan bahwa suami,

orang tua dan mertua adalah anggota

kelompok referensi yang paling sering

memberikan anjuran memilih tenaga

penolong persalinan. Susilowati (2003)

dalam penelitiannya di Kabupaten

Semarang juga menemukan bahwa

suami sangat dominan dalam

pengambilan keputusan rumah tangga

sehari-hari, tetapi dalam menentukan

penolong persalinan dan tempat bersalin

yang dominan adalah orang tua dan

mertua. Pada saat menghadapi masalah

medis persalinan masih diperlukan

musyawarah keluarga untuk merujuk

ibu bersalin ke rumah sakit (Suryawati,

2007).

5. Perawatan Diri

Gambaran perawatan diri dalam

praktek perawatan ibu nifas tergambar

saat ibu melakukan pijat tubuh selama

nifas. Hasil penelitian sebesar 21 orang

(60,0%) artinya sebagian besar ibu

melakukan pijat tubuh saat masa nifas.

Masa nifas merupakan masa yang

dilalui oleh setiap wanita setelah

melahirkan. Pada masa tersebut dapat

terjadi komplikasi persalinan baik

secara langsung maupun tidak langsung.

Masa nifas ini berlangsung sejak

plasenta lahir sampai dengan 6 minggu

setelah kelahiran atau 42 hari setelah

kelahiran. Pembesaran payudara

disebabkan oleh kombinasi akumulasi

dan stasis air susu serta peningkatan

vaskularitas dan kongesti. Kombinasi

ini mengakibatkan kongesti lebih lanjut

karena stasis limfatik dan vena. Hal ini

terjadi saat pasokan air susu meningkat,

pada sekitar hari ketiga postpartum baik

pada ibu menyusui maupun tidak

menyusui dan berakhir sekitar 24

hingga 48 jam (Islami dan Aisyaroh,

2011).

Gambaran perawatan diri dalam

praktek perawatan ibu nifas tergambar

saat ibu melakukan pijat tubuh

khususnya payudara selama nifas.Hasil

penelitian sebesar 9 orang (25,7%)

artinya sebagian besar ibu melakukan

pijat payudara saat masa nifas.

Dari hasil penelitian ini dapat

dijelaskan bahwa perawatan payudara

dirasakan sangat perlu untuk dirawat

agar dapat memproduksi ASI dengan

maksimal hal ini disebabkan payudara

dalam kondisi yang sehat dan saluran

(duct system) berfungsi secara

maksimal, sedangkan jika tidak

dilakukan pengurutan akan terjadi

penyumbatan pada duktus laktiferus

sehingga ASI akan keluar akan

mendapatkan hambatan sehingga tidak

keluar dengan lancar.

Pernyataan diatas didukung

dengan pernyataan bahwa payudara

wanita dirancang untuk memproduksi

ASI. Pada tiap payudara terdapat sekitar

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

16

20 lobus (lobe), dan setiap lobus

memiliki sistem saluran (duct system).

Saluran utama bercabang menjadi

saluran-saluran kecil yang berakhir pada

sekelompok sel-sel yang memproduksi

susu, disebut alveoli. Saluran melebar

menjadi penyimpanan susu dan bertemu

pada puting susu (Fikawati, 2010).

Perawatan payudara dapat

dilakukan dengan memberikan tindakan

pada organ payudara dengan cara

dimassage. Perawatan payudara

merupakan suatu kegiatan yang

dilakukan secara sadar dan teratur untuk

memeliharan kesehatan payudara

dengan tujuan untuk mempersiapkan

laktasi pada waktu post partum.

Perawatan payudara banyak

dilakukan oleh ibu karena memang

diperlukan untuk kesehatan bagi ibu dan

bayinya. Dengan perawatan payudara

yang teratur akan melancarkan sirkulasi

darahdan mencegah tersumbatnya aliran

susu, mempercepat pengeluaran ASI,

menghindari pembengkakan, dan

menjaga kebersihan payudara.

Sedangkan bagi bayi perawatan

payudara yang teratur akan

memudahkan si kecil mengkonsumsi

ASI dan akan merangsang

memproduksi ASI (Rejeki, 2008).

Perawatan payudara sangat

penting dilakukan selama hamil sampai

masa menyusui. Karena payudara

merupakan satu-satu penghasil ASI yg

merupakan makanan pokok bayi yang

baru lahir sehingga harus dilakukan

sedini mungkin. Untuk mencegah

puting susu kering dan mudah pecah,

maka puting susu (nipple) dan areola

(bagian lingkaran hitam yang

mengelilingi puting) payudara dirawat

baik-baik dengan dibersihkan

menggunakan baby oil.

Bila seorang ibu hamil tidak

melakukan perawatan payudara dengan

baik dan hanya melakukan perawatan

menjelang melahirkan atau setelah

melahirkan maka sering dijumpai

kasus-kasus yang akan merugikan ibu

dan bayi. Kasus-kasus yang sering

terjadi antara lain: 1) ASI tidak keluar.

Inilah yg sering terjadi. Baru keluar

setelah hari kedua atau lebih, 2) Puting

susu tidak menonjol sehingga bayi sulit

menghisap, 3) Produksi ASI sedikit

sehingga tidak cukup dikonsumsi bayi,

4) Infeksi pada payudara payudara

bengkak atau bernanah, dan Muncul

benjolan di payudara dan lain-lain

(Rejeki, 2008).

6. Perawatan Bayi

Gambaran perawatan diri dalam

praktek perawatan bayi tergambar saat

ibu membedong bayi. Hasil penelitian

sebesar 11 orang (31,4%) artinya bayi

harus dibedong terus menerus dan tidak

dilepas.

Menurut Zakaria (2013) beberapa

fakta yang harus diketahu tentang

membedong bayi. Jika dibedong seluruh

tubuh, biarkan salah satu tangannya

bebas. Agar tangan tersebut bisa

membantunya menyingkirkan sesuatu

yang menutup hidungnya. Jangan

biarkan bayi tidur dalam posisi

tengkurap tanpa pengawasan, karena

jika wajahnya menghadap ke bawah,

hidungnya akan tertutup. Apalagi, jika

lehernya belum kuat, sehingga ia belum

bisa menggerak-gerakkan kepalanya.

Jika dibedong seluruh tubuh, biarkan

salah satu tangannya bebas. Agar tangan

tersebut bisa membantunya

menyingkirkan sesuatu yang menutup

hidungnya. Bila ingin membedong bayi,

bedonglah dengan longgar dan jangan

sampai bayi kepanasan.

Keuntungannya: bayi dapat tetap

hangat, tidur lebih nyenyak, tanpa

beresiko terjadinya gangguan

pertumbuhan tulang.

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

17

Gambaran perawatan bayi dalam

praktek perawatan bayi tergambar saat

ibu memberikan makanan tambahan

sebelum bayi usia 6 bulan. Hasil

penelitian sebesar 9 orang (25,7%)

artinya ibu memberikan makanan

pendamping asi sebelum bayi berusia 6

bulan.

Berbagai penelitian telah

mengkaji manfaat pemberian Air Susu

Ibu (ASI) eksklusif dalam hal

menurunkan mortalitas bayi,

menurunkan morbiditas bayi,

mengoptimalkan partum-buhan bayi,

membantu perkembangan kecerdasan

anak, dan membantu memperpanjang

jarak kehamilan bagi ibu. Di Indonesia,

Departemen Kesehatan Republik

Indonesia melalui program perbaikan

gizi. Masyarakat telah menargetkan

cakupan ASI eksklusif bulan sebesar

80%. Namun demikian angka ini sangat

sulit untuk dicapai bahkan tren

prevalensi ASI eksklusif dari tahun ke

tahun terus menurun. Data Survei

Demografi dan Kesehatan Indonesia

1997-2007 memperlihatkan terjadinya

penurunan prevalensi ASI eksklusif dari

40,2% pada tahun 1997 menjadi 39,5%

dan 32% pada tahun 2003 dan 2007

(Fikawati, 2010).

Hasil implementasi menunjukkan

masih rendahnya pemberian ASI

eksklusif di Indonesia dan masih kurang

optimalnya fasilitasi IMD. Kebijakan

ASI eksklusif belum lengkap dan

komprehensif, IMD belum masuk

secara eksplisit dalam kebijakan.

Analisis kerangka kerja koalisi advokasi

mengonfirmasi lemahnya aspek sistem

eksternal dan subsistem kebijakan

dalam penyusunan kebijakan ASI

eksklusif. Disarankan agar kebijakan

ASI eksklusif yang ada segera

diperbarui supaya relevan dari segi

konten, konteks, proses dan aktor, harus

memasukkan unsur IMD secara

eksplisit, dan harus disusun mencakup

unsur sanksi dan reward serta

monitoring dan evaluasi sebagai upaya

penguatan implementasi kebijakan di

masyarakat (Fikawati, 2010).

KESIMPULAN

Gambaran praktek parawatan

ibu nifas di Kecamatan Miri Kabupaten

Sragen, hasil penelitian tentang

gambaran praktek perawatan Ibu Nifas

dikategorikan sebagai berikut :

a. Kenyamanan

Gambaran tentang kenyamanan

tergambar kebanyakan Ibu dan bayi

harus selalu membawa benda (gunting,

pemotong kuku, dan peniti) apabila

diluar rumah atau di dalam rumah

sebesar 18 orang (51,4%).

b. Aktifitas

Gambaran tentang perawatan ibu

nifas tergambar dalam aktifitas yang

dilakukan ibu selama nifas. Aktifitas itu

dengan melakukan tidur setengah duduk

dengan kaki lurus selama 40 hari yang

dilakukan oleh responden sebesar 16

orang (45,7%). Sedangkan aktifitas

selama masa nifas tergambar dalam

melakukan aktifitas sex. Responden

melakukan aktifitas sex selama masa

nifas sebesar 4 orang (11,4%) artinya

kebanyakan ibu tidak melakukan

hubungan seksual saat nifas.

c. Nutrisi

Gambaran tentang perawatan ibu

nifas tergambar dalam konsumsi nutrisi

yang dilakukan ibu selama nifas.

Konsumsi nutrisi dalam praktek

perawatan nifas pada kuesioner sebesar

22 orang (62,9%) artinya ibu minum

jamu setelah melahirkan. Sedangkan

gambaran konsumsi nutrisi juga

tergambar dalam praktek perawatan

nifas pada kuesioner sebesar 27 orang

(77,1%) artinya sebagian besar ibu tetap

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

18

mengkonsumsi daging, ikan, telur saat

masa nifas.

Gambaran konsumsi nutrisi

selanjutnya dalam praktek perawatan

nifas tergambar dalam konsumsi

makanan pedas. Hasil penelitian sebesar

7 orang (20,0%) artinya sebagian besar

ibu tetap mengkonsumsi makanan yang

pedas selama masa nifas.

Gambaran terkait dengan anjuran

mengkonsumsi makanan tertentu pada

praktek perawatan persalinan dan nifas

digambarkan dari hasil penelitian

sebesar 19 orang (54,3%) artinya

sebagian besar Ibu mengkonsumsi

makanan yang dianjurkan untuk ibu

nifas.

Gambaran konsumsi nutrisi dapat

dllihat dari pantangan makanan untuk

ibu pada masa nifas. Hasil penelitian

sebesar 25 orang (71,4%) artinya ibu

saat nifas lebih dominan ada makanan

tertentu sebagai pantangan selama masa

nifas ini.

d. Sosial atau Dukungan

Gambaran sosial merupakan

wujud dukungan suami kepada ibu

selama masa nifas. Hasil penelitian pada

praktek perawatan nifas pada kuesioner

sebesar 32 orang (91,4%%) artinya

sebagian besar ibu mendapakan

dukungan suami pada kegiatan

perawatan saat masa nifas.

e. Perawatan Diri

Gambaran perawatan diri dalam

praktek perawatan ibu nifas tergambar

saat ibu melakukan pijat tubuh selama

nifas. Hasil penelitian sebesar 21 orang

(60,0%) artinya sebagian besar ibu

melakukan pijat tubuh saat masa nifas.

f. Perawatan Bayi

Gambaran perawatan diri dalam

praktek perawatan bayi tergambar saat

ibu membedong bayi. Hasil penelitian

sebesar 11 orang (31,4%) artinya bayi

harus dibedong terus menerus dan tidak

dilepas.

Gambaran perawatan bayi dalam

praktek perawatan bayi tergambar saat

ibu memberikan makanan tambahan

sebelum bayi usia 6 bulan. Hasil

penelitian sebesar 9 orang (25,7%)

artinya ibu memberikan makanan

pendamping asi sebelum bayi berusia 6

bulan.

SARAN

a. Bagi Institusi Pendidikan

Dengan semakin banyaknya

penelitian maka diharapkan semain

berkembang dan dapat

dimanfaatkan sebagai referensi ilmu

pengetahuan khusunya berkaitan

dengan praktek perawatan ibu nifas.

b. Bagi Peneliti lain

Mencari variabel lain yang

sasarannya tidak hanya pada ibu

nifas tetapi juga mencakup generasi

sebelumnya (orang tua) tentang

praktek perawatan nifas.

c. Bagi Masyarakat

Meningkatkan kesadaran tentang

pentingnya pengetahuan tentang

praktek perawatan ibu nifas.

Sehingga bisa meningkatkan

kesehatan ibu nifas serta bayi.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi.(2006).Prosedur

Penelitian suatu Pendekatan

Praktek.Jakarta : Rineka Cipta.

Fikawati, Sandra & Ahmad

Syafiq.(2010).Kajian

Implementasi dan Kebijakan Air

Susu Ibu Eksklusif dan Inisiasi

Menyusu Dini di Indonesia.Jurnal

Makara,Kesehatan,Vol.14/No.1/J

uni 2010.

Foster, G., dan Anderson,

B.G.(2006).Antropologi

Kesehatan.(P.P.Suryadarma dan

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

19

M.F Swasono, Eds).Jakarta : UI

Press.

Halbreich, U & Karkun,

S.(2006).Cross-cultural and

social diversity of prevalence of

postpartum depression and

depressive symptoms. J Affect

Disord, 91 (2-3) : 97-111.

Handayani, Sri.(2010).Aspek Sosial

Budaya Pada Kehamilan,

Persalinan Dan Nifas Di

Indonesia.Jurnal Ilmiah Rekam

Medis dan Informatika

Kesehatan.INFOKES, VOL. 1

NO. 2 Juli 2010.STIKES

’Aisyiyah Surakarta.

Hartiningtiyaswati,

Setiya.(2010).Hubungan

Perilaku Pantang Makan

Dengan Lama Penyembuhan

Luka Perineum Pada Ibu Nifas

Di Kecamatan Srengat

Kabupaten Blitar.KTI Progam D

IV Kebidanan Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

Hera, Andika.(2013).Hubungan

Dukungan Sosial Keluarga

Dengan Pola Pantang Makan

Ibu Nifas Diwilayah Kerja

Puskesmas Kuta Baro

Kabupaten Aceh BesarTahun

2013.Jurnal Karya Tulis

Ilmiah.Banda Aceh : STIKes

U’Budiyah.

Hidayat, Aziz alimul.(2009).Metode

Penelitian dan Teknik Analisa

Data.Jakarta : Salemba Medika.

Islami & Aisyaroh.(2011).Efektifitas

Kunjungan Nifas Terhadap

Pengurangan Ketidaknyamanan

Fisik Yang Terjadi Pada Ibu

Selama Masa Nifas.Fakultas Ilmu

Keperawatan Unnisula.

Kakyo, Alexis Tracy, et

al.(2011).Factors associated with

depressive symptoms among

postpartum mothers in a cural

district in

Uganda.Midwifery/j.midw.2011.

05.001

Khasanah, Nur.(2011).Dampak

Persepsi Budaya terhadap

Kesehatan Ibu dan Anak di

Indonesia.Jurnal Keperawatan

Vol.3/No.2/Desember 2011.

Mas’adah.(2010).Hubungan Antara

Kebiasaan Berpantang Makanan

Tertentu Dengan Penyembuhan

Luka Perineum Pada Ibu

Nifas.Jurnal Penelitian Kesehatan

suara Forikes.Jurusan Kebidanan

Poltekes Kemenkes Surabaya.

Manuaba, Ida Bagus.(2007).Pengantar

Kuliah Obstetri.Jakarta : EGC.

Mitayani.(2009).Asuhan Keperawatan

Maternitas.Jakarta : Salemba

Medika.

Notoatmodjo, S.(2007).Promosi

Kesehatan dan Ilmu

Perilaku.Jakarta : Rineka Cipta.

________________.(2010).Metode

Penelitian Kesehatan.Jakarta :

Rineka Cipta.

Nurhikmah.(2009).Hubungan Perilaku

Ibu Berpantang Makan Selama

Nifas dengan Status Gizi Ibu dan

bayinya dikecamtan Banjarmasin

Utara Kota

Banjarmasin.Universitas Gajah

Mada.Thesis.

Potter & Perry.(2009).Fundamental

Keperawatan Buku 1 Edisi

7.Jakarta : Salemba Medika.

Praditama, Dian Agustina.(2011).Pola

Makan Pada Ibu Hamil Dan

Pasca Melahirkan Di Desa

Tiripan Kecamatan Berbek

Kabupaten Nganjuk. Universitas

Airlangga, Surabaya. Pratiwi, Arum.(2011).Buku Ajar

Keperawatan

Gambaran Perawatan Ibu Nifas di Wilayah Kecamatan Miri Sragen

20

Transkultural.Yogyakarta :

Gosyen Publishing.

Rejeki, Sri.(2008).Studi Fenomologi :

Pengalaman Menyusui Eksklusif

Ibu Bekerja di Wilayah Kendal

Jawa Tengah.Media Ners,

Volume 2, Nomor 1, Mei 2008,

hlm 1-44.

Riwidikdo, Handoko.(2010).Statistik

untuk Penelitian Kesehatan

dengan Aplikasi Progam R dan

SPSS.Yogyakarta : Pustaka

Rihama.

Sugiyono.(2012).Metode

Penelitian.Bandung : Alfa Beta.

Suprabowo, E.(2006).Praktik Budaya

dalam Kehamilan, Persalinan

dan Nifas pada Suku Dayak

Sanggau.Jurnal Fakultas

Kesehatan Masyarakat

Unioversitas Indonesia.Volume

1 No.3.

Suryawati, Chriswardani.(2007.)Faktor

Sosial Budaya dalam Praktik

Perawatan Kehamilan,

Persalinan dan Pasca Persalinan

(Studi di Kecamatan Bangsri

Kabupaten Jepara).Jurnal

promosi kesehatan Indonesia

Vol.2/No.1/Januari 2007.

Suryati, Yayat & Ova

Elliya.(2011).Hubungan

Pengetahuan Suami Dengan

Minat Berhubungan Intim Ibu

Post Partum Di Rumah Sakit

Dustira Cimahi. Jurnal

Kesehatan. Cimahi : Stikes

Jenderal A. Yani Cimahi.

Yenita, Sri.(2011).Faktor Determinan

Pemilihan tenaga Penolong

Persalinan di Wilayah

Puskesmas Desa baru

Kabupaten Barat Tahun

2011.Thesis.Progam

Pascasarjana Ilmu Kesehatan

Masyarakat Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas Padang.

Zubaran, C, Schumacher, M., Roxo, M.

R. & Foresti, K.(2010).Screening

tools for postpartum depression :

validity and cultural dimension.

Afr J Psychiatry (Johannesbg),

13(5):357-65.

Lia Yuliyanti*: Mahasiswa SI

Keperawatan FIK UMS

Sulastri, S.Kp.,M.Kes.**: Dosen FIK

UMS

Faizah Betty R, A., S.Kep., M.Kes*:

Dosen FIK UMS