MOLA PBL 25

21
MOLA HIDATIDOSA Vindi Nazhifa 10.2009.250 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat PENDAHULUAN Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Walaupun penyakit ini sudah cukup lamadikenal, namun sampai sekarang penyakit ini masih tetap aktual, karena masih banyak hal-hal yang belum jelas. Penyakit ini dapat ditemukan diseluruh dunia dengan angka kejadianyang berbeda-beda. Penyakit ini lebih banyak ditemukan di negara-negara Asia danAmerika Latin.Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada golongan sosio ekonomi rendah. Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional dapat disembuhkan dengan tetap mempertahankan fungsi reproduksinya. Berhubung dengan kemungkinan bahwa mola hidatidosa dapat menjadi ganas, maka terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang sesuai dengan yang diinginkan adalah histerektomi.

description

mola

Transcript of MOLA PBL 25

Page 1: MOLA PBL 25

MOLA HIDATIDOSA

Vindi Nazhifa

10.2009.250

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jl. Terusan Arjuna Utara no 6, Jakarta Barat

  PENDAHULUAN

Mola Hidatidosa adalah suatu penyakit trofoblas gestasional sebagai akibat

dari suatu kehamilan yang berkembang tidak sempurna. Walaupun penyakit

ini sudah cukup lamadikenal, namun sampai sekarang penyakit ini masih tetap

aktual, karena masih banyak hal-hal yang belum jelas. Penyakit ini dapat ditemukan

diseluruh dunia dengan angka kejadianyan g be r beda -beda . Penyak i t i n i

l eb ih banyak d i t emu kan d i nega ra -nega ra As i a dan Amerika

Latin.Penyakit ini lebih banyak dijumpai pada golongan sosio ekonomi

rendah. Hampir semua wanita dengan penyakit trofoblastik gestasional dapat

disembuhkan dengan tetap mempertahankan fungsi reproduksinya. Berhubung dengan

kemungkinan bahwa mola hidatidosa dapat menjadi ganas, maka terapi yang terbaik

pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan sudah mempunyai jumlah anak yang

sesuai dengan yang diinginkan adalah histerektomi.

Pembahasana. Anamnesis

1. Mencantumkan tanggal pengambilan anamnesis

Mencantumkan waktu pengambilan sangat penting dan pertama kali dilakukan

pada saat mencatat hasil anamnesis yang dilakukan pada pasien, terutama dalam

keadaan darurat atau pada rumah sakit. 

2. Mengidentifikasi data pribadi pasien

Komponen ini mencakup nama, usia, jenis kelamin, status pernikahan, dan

pekerjaan. Sumber informasi dapat diperoleh dari pasien sendiri, anggota keluarga

atau teman, atasan, konsultan, atau data rekam medis sebelumnya. 

Page 2: MOLA PBL 25

3. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan salah satu dari beberapa keluhan lainnya yang paling

dominan sehingga mengakibatkan pasien melakukan kujungan klinik. Usahakan

untuk mendokumentasikan kata-kata asli yang dipaparkan oleh pasien, misalnya

“rasa nyeri”.

4. Riwayat Penyakit Dahulu

Penyakit pada masa kecil seperti cacar, rubella, mumps, polio, dll perlu

ditanyakan dalam anamnesis. Termasuk penyakit kronis yang dialami sejak masa

kecil. Selain itu, informasi mengenai riwayat penyakit pada masa dewasa perlu

didapatkan

5. Riwayat Penyakit Pada Keluarga

Dalam memperoleh informasi ini, tanyakan mengenai usia, penyebab kematian,

atau penyakit yang dialami oleh keluarga terdekat pasien seperti orang tua, kakek-

nenek, saudara, anak, atau cucu1

1. Pemeriksaan Fisik

Mola komplet

Besarnya kehamilan tidak sesuai dengan usia kehamilan: Suatu pembesaran uterus

yang lebih besar dari yang seharusnya untuk usia kehamilan yang sama merupakan

tanda klasik dari mola komplet. Pembesaran yang tidak seharusnya ini disebabkan oleh

pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan darah yang terkumpul dalam uterus.

Bagaimanapun juga, pada pasien dengan pembesaran yang sesuai atau lebih kecil dari

yang seharusnya juga memiliki frekuensi yang hampir sama untuk mengalami

kehamilan mola.

Preeklamsia: Sekitar 27% pasien dengan mola komplet berkembang menjadi toksik,

ditandai dengan hipertensi (Tekanan darah >140/90 mmHg), proteinuria (>400

mg/dL), sedangkan edema dengan konvulsi hiperpireksia jarang terjadi.

Kista teka lutein: Merupakan kista ovarium dengan diameter lebih besar dari 6 cm dan

terjadi bersamaan dengan pembesaran ovarium. Kista ini pada umumnya tidak dapat

dipalpasi dengan pemeriksaan bimanual tetapi dapat diidentifikasi dengan

ultrasonografi. Pasien mungkin mengalami nyeri atau rasa tertekan pada pelvis. Karena

peningkatan ukuran ovarium, maka resiko yang harus diwaspadai adalah terjadinya

1

Page 3: MOLA PBL 25

torsio. Kista ini memiliki respon yang baik terhadap level beta-HCG yang tinggi dan

secara spontan mengalami regresi setelah mola dievakuasi.

Mola parsial

Pembesaran uterus dan preeklamsia dilaporkan hanya pada 3% pasien.

Kista teka lutein, hiperemesis, dan hipertiroidisme jarang ditemukan.

Kehamilan kembar

Kehamilan kembar dengan satu mola komplet dan satu fetus dengan plasenta normal

pernah dilaporkan. Kasus-kasus dengan bayi yang sehat dalam keadaan ini juga pernah

dilaporkan.

Wanita dengan kehamilan mola dan kehamilan normal memiliki resiko untuk

mengalami penyekit persisten dan metastasis. Terminasi kehamilan merupakan pilihan

yang direkomendasikan.

Kehamilan dapat dilanjutkan selama status maternal stabil tanpa adanya perdarahan,

tirotoksikosis, atau hipertensi berat. Pasien harus diberitahukan mengenai resiko

morbiditas maternal yang berat akibat komplikasi dari keadaan tersebut.

Gen prenatal yang didiagnosis dari sampling villi korionik atau amniosintesis

direkomendasikan untuk evaluasi kariotipe fetus.

B. PEMERIKSAAN PENUNJANG 2,3,4,5

1. Pemeriksaan Laboratorium

Beta-HCG kuantitatif: Level HCG yang lebih dari 100.000 mlU/mL menunjukkan

pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan dan meningkatkan kecurigaan sehingga

kemungkinan kehamilan mola harus disingkirkan. Suatu kehamilan mola juga

mungkin terjadi dengan level HCG yang normal.

Hitung sel darah lengkap dan hitung platelet: Anemia merupakan komplikasi medis

yang paling sering terjadi, akibat dari koagulopati.

Fungsi pembekuan: Tes fungsi pembekuan untuk mengetahui adanya koagulopati atau

untuk menentukan penatalaksanaan pada kasus-kasus yang berhasil ditemukan.

Tes fungsi hati.

Pemeriksaan urea nitrogen darah (blood urea nitrogen/BUN) dan kreatinin.

2

Page 4: MOLA PBL 25

Tiroksin: Meskipun wanita dengan kehamilan mola pada umumnya secara klinis

eutiroid, tiroksin plasma biasanya meningkat di atas kisaran nilai pada saat kehanilan.

Dapat muncul gejala hipertiroidisme.

Serum inhibin A dan aktivin A: Inhibin A dan aktivin A serum meningkat 7 hingga 10

kali lipat pada kehamilan mola dibandingkan dengan kehamilan normal pada usia

kehamilan yang sama. Penurunan drastis inhibin A dan aktivin A serum setelah

pengangkatan suatu mola dapat membantu memantau proses remisi.

2. Pemeriksaan Radiologis

Ultrasonografi merupakan kriteria standar untuk identifikasi baik kehamilan mola

komplet atau parsial. Pada pencitraan klasik, menggunakan teknologi ultrasonografi

tua, gambaran badai salju (snowstorm) mengindikasikan adanya villi korionik

hidropik. Ultrasonografi resolusi tinggi mampu memperlihatkan massa intrauterin

yang kompleks, terdiri dari banyak kista-kista kecil.

Sekali suatu kehamilan mola berhasil didiagnosis, maka suatu radiografi dada dasar

harus dilakukan. Paru-paru merupakan daerah metastasis utama untuk tumor

trofoblastik maligna.

3. Pemeriksaan Histologis

Mola komplet: Jaringan fetus tidak ditemukan, didapatkan proliferasi tropoblastik

berlebihan, villi yang hidropik, dan kromoson 46,XX atau 46,XY. Juga, mola komplet

menunjukkan ekspresi berlebih beberapa faktor pertumbuhan, termasuk faktor

pertumbuhan epidermal c-myc, dan c- dan cerb B-2, dibandingkan dengan plasenta

normal.

Mola parsial: Jaringan fetus seringkali ditemukan, misalnya amnion dan sel darah

merah fetus. Juga didapatkan villi hidropik dan proliferasi trofoblastik.

C. DIAGNOSIS BANDING 1,4

Hiperemesis gravidarum

Kehamilan ektopik terganggu

Abortus

Gemelli

Hidramnion

3

Page 5: MOLA PBL 25

D. MOLA HIDATIDOSA

1. Definisi 2

Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dari jonjot-jonjot korion (chorionic

villi/villi korialis), dimana sebagian atau seluruhnya mengalami degenerasi hidropik berupa

gelembung yang menyerupai anggur. Karena itu secara umum lebih dikenal sebagai hamil

anggur. Mola hidatidosa ditandai dengan :

a. Degenerasi kistik dari villi, disertai pembengkakkan hidropik.

b. Avaskularitas, atau tidak adanya pembuluh darah janin.

c. Proliferasi jaringan trofoblastik.

2. Etiologi

Walaupun MH sudah dikenal sejak abad keenam, sampai sekarang masih belum

diketahui apa yang menjadi penyebabnya. Oleh karena itu, pengetahuan tentang faktor

resiko menjadi penting agar dapat menghindarkan terjadinya MH, seperti tidak hamil

pada usia yang ekstrem dan memperbaiki gizi.5

3. Patogenesis dan Patofisiologi

Mola hidatidosa terdiri dari dua jenis mola hidatidosa komplet (MHK) dan mola

hidatidosa parsial (MHP). Banyak teori yang telah dilontarkan tentang patogenesis

MHK ini, antara lain teori Hertig dan teori Park.5

Teori Hertig, menganggap bahwa pada mola hidatidosa terjadi insufisiensi

peredaran darah akibat matinya embrio pada minggu ke 3-5 (missed abortion),

sehingga terjadi penimbunan cairan dalam jaringan mesenhin villi dan terbentuklah

kista-kista kecil yang makin lama makin besar, sampai akhirnya terbentuklah

gelembung mola. Sedangkan proliferasi trofoblas merupakan akibat dari tekanan villi

yang oedematous tadi.5

Sebaliknya, Park mengatakan bahwa yang primer adalah adanya jaringan

trofoblas yang abnormal, baik berupa hiperplasi, displasi, maupun neoplasi. Bentuk

abnormal ini disertai pula dengan fungsi yang abnormal, dimana terjadi absorpsi cairan

yang berlebihan ke dalam villi. Keadaan ini menekan pembuluh darah, yang akhirnya

menyebabkan kematian embrio.5

4

Page 6: MOLA PBL 25

Teori yang sekarang banyak dianut adalah teori sitogenetik. Secara sitogenetik

dapat diterangkan sebagai berikut. Mola komplet tidak mengandung jaringan fetal,

terjadi karena sebuah ovum yang tidak berinti (kosong) atau yang intinya tidak

berfungsi, dibuahi oleh sebuah sperma haploid 23,X, terjadilah hasil konsepsi dengan

kromosom 23,X.3,5 Kromosom ini kemudian mengadakan penggandaan sendiri

(endoreduplikasi). Sembilan puluh persen diantaranya memiliki kromosom 46,XX dan

10% lainnya memiliki kromosom 46,XY. Jadi, kromosom MHK itu seperti wanita,

tetapi kedua X-nya berasal dari jalur paternal (ayah). Tidak ada unsur ibu, sehingga

disebut ”Diploid Androgenetik”. Satu telur berinti dibuahi oleh satu sperma haploid

(yang selanjutnya menduplikasikan kromosomnya), atau telur tersebut dibuahi oleh 2

sperma.3,5 Pada mola komplet, villi korionik membengkak dengan bentuk menyerupai

anggur (hidatiforme), dan terjadi hiperplasia trofoblastik.3

Suatu bentuk yang jarang dari mola komplet rekuren berasal dari jalur biparental

dan mengakibatkan kesalahan ekspresi gen-gen yang dicetak. Mola jenis ini terjadi jika

cetakan gen maternal dalam ovum hilang. Meskipun hasil konsepsi memiliki gen dari

kedua orang tua, hilangnya cetakan gen maternal mengakibatkan fungsi gen ekuivalen

dengan 2 genom dari jalur paternal. Kehamilan molar rekuren jenis ini diturunkan

secara familial dan tampaknya merupakan kecacatan resesif autosomal.3,5

Pada mola parsial, jaringan fetal seringkali ditemukan. Pembuluh darah dan

eritrosit fetus pada umumnya ditemukan pada villi. Komplemen kromosom adalah

69XXX atau 69XXY. Hal ini merupakan akibat dari fertilisasi satu ovum haploid dan

duplikasi kromosom haploid paternal atau dari dispermia. Tetraploidi juga mungkin

terjadi. Seperti halnya pada mola komplet, jaringan trofoblastik mengalami hiperplasia

dan terjadi pembengkakan villi korionik.3

4. Insidensi

Di Amerika Serikat: Di negara-negara barat, mola hidatidosa terjadi pada 1 dari

setiap 1000-1500 kehamilan. Mola hidatidosa merupakan temuan secara tidak sengaja

pada sekitar 1 dari setiap 600 abortus terapeutik.3,5

Internasional: Di negara-negara Asia, rata-rata kejadian adalah 15 kali lebih tinggi

dibandingkan di Amerika Serikat. Jepang melaporkan 2 kasus tiap 1000 kehamilan. Di

negara-negara Timur Jauh, beberapa sumber memperkirakan rata-rata sekitar 1 kasus

tiap 120 kehamilan.3,5

5

Page 7: MOLA PBL 25

5. Mortalitas/Morbiditas

Pada pasien-pasien dengan mola hidatidosa, 20% diantaranya berkembang

menjadi keganasan trofoblastik. Setelah suatu mola komplet terbentuk, invasi uterus

terjadi pada 15% pasien, dan metastasis terjadi pada 4% pasien. Tidak dilaporkan

adanya kasus koriokarsinoma pada mola parsial, meskipun 4% pasien dengan mola

parsial mengalami penyakit trofoblastik non metastasis persisten yang membutuhkan

kemoterapi.3,4,5

6. Ras

Kehamilan mola tidak memiliki predileksi untuk ras atau etnik tertentu,

meskipun negara-negara Asia menunjukkan suatu rata-rata yang 15 kali lebih tinggi

dibandingkan rata-rata di Amerika Serikat. Wanita Asia yang tinggal di Amerika

Serikat tampaknya tidak memiliki rata-rata yang berbeda untuk mengalami kehamilan

mola dibandingkan dengan kelompok etnis lainnya.3,5

7. Usia

Mola hidatidosa lebih sering ditemukan pada puncak usia reproduksi. Wanita di

usia remaja awal atau pada tahun-tahun perimenopause merupakan kelompok yang

memiliki resiko paling tinggi. Wanita yang lebih tua dari 35 tahun memiliki

peningkatan resiko sebesar 2 kali lipat. Wanita berusia lebih dari 40 tahun mengalami

peningkatan resiko sebesar 4-10 kali lipat dibandingkan yang berusia 20-40 tahun.

Resiko tidak dipengaruhi oleh paritas.5

E. KLINIS 4,5

1. Riwayat Klinis Penyakit

Mola komplet: Manifestasi klinis yang khas dari kehamilan mola komplet berubah

sesuai dengan perkembangan ultrasonografi resolusi tinggi. Sebagian besar mola

sekarang dapat didiagnosis pada trimester pertama sebelum timbulnya tanda dan gejala

klinis klasik.

Perdarahan pervaginam: Gejala klasik yang paling sering ditemukan pada mola

komplet adalah perdarahan per vagina. Terlepasnya jaringan mola dari desidua

mengakibatkan timbulnya perdarahan. Uterus dapat mengalami distensi karena darah

yang terkumpul dalam jumlah besar, dan cairan gelap mungkin mengalir dari vagina.

Gejala ini terjadi pada 97% kasus.

6

Page 8: MOLA PBL 25

Hiperemesis: Pasien juga dilaporkan mengalami nausea berat dan vomiting. Hal ini

diakibatkan oleh peningkatan tajam level human chorionic gonadotropin (HCG).

Hipertiroidisme: Sekitar 7% pasien mengalami takikardi, tremor dan kulit yang

menghangat.

Mola parsial: Pasien dengan mola parsial tidak mengalami gambaran klinis yang sama

dengan mola komplet. Pasien-pasien tersebut pada umumnya mengalami tanda dan

gejala yang sama dengan gejala pada abortus inkomplet dan missed abortion.

Perdarahan pervaginam

Tidak didapatkannya irama denyut jantung bayi

F. PENATALAKSANAAN 1,2,3,4,5

1. Terapi Medis

Stabilisasi pasien

Tranfusi jika pasien mengalami anemia

Koreksi koagulopati

Terapi hipertensi

2. Terapi Pembedahan

Evakuasi isi uterus melalui dilatasi dan kuretase penting untuk dilaksanakan.

Induksi dengan prostaglandin dan oksitosin tidak dianjurkan karena peningkatan resiko

akibat perdarahan dan kemungkinan malignansi sesuadahnya.

Oksitosin intravena harus mulai diberikan bersamaan dengan dimulainya dilatasi

servik dan dilanjutkan post operasi untuk mengurangi kemungkinan perdarahan.

Pertimbangan menggunakan formulasi uterotonik (misalnya, Methergine, Hemabate)

juga dianjurkan.

Distres pernafasan sering terjadi selama pembedahan. Hal ini kemungkinan disebabkan

oleh embolisasi trofoblastik, gagal jantung kongestif high-output akibat anemia, atau

cairan iatrogenik yang berlebihan. Distres pernafasan ini harus secara agresif diterapi

dengan bantuan ventilasi dan monitoring, jika diperlukan.

3. Konsultasi/Rujukan

Seorang ahli ginekologi onkologi harus dikonsultasikan jika pasien dipercaya

memiliki resiko untuk mengalami malignansi.

4. Diet

Tidak diperlukan diet khusus.

7

Page 9: MOLA PBL 25

5. Aktivitas

Pasien diperbolehkan melakukan aktivitas sesuai kemampuannya.

Pengistirahatan pelvis dianjurkan selama 4-6 minggu setelah pengosongan uterus, dan

pasien diinstruksikan untuk tidak hamil dulu selama 12 bulan ke depan. Kontrasepsi

yang adekuat dianjurkan selama periode ini.

Monitoring nila beta-HCG serial untuk identifikasi sejumlah kecil pasien yang

berkembang mengalami keganasan. Jika terjadi kehamilan, elevasi nilai beta-HCG

dapat disalahartikan dengan perkembangan keganasan.

G. MEDIKASI 5

Kemoterapi profilaksis pada mola hidatidosa masih kontroversial. Sebagian

besar wanita sembuh setelah evakuasi uterus.

H. FOLLOW UP 1,3,5

1. Penatalaksanaan Lebih Lanjut Pasien Rawat Jalan

Level beta-HCG kuantitatif serial harus diperiksa.

Pemeriksaan nilai beta-HCG dilakukan setelah 48 jam pertama dan selanjutnya setiap

2 minggu hingga nilai berada di dalam batas nilai rujukan.

Nilai tersebut harus secara konsisten turun dan tidak pernah naik.

Jika nilai tersebut telah mencapai nilai rujukan, maka pemeriksaan dilanjutkan setiap

bulan selama satu tahun.

Setiap peningkatan nilai beta-HCG membutuhkan pemeriksaan radiografi dada dan

pemeriksaan pelvis untuk menentukan diagnosis dini adanya metastasis.

Kontrasepsi direkomendasikan selama 6 bulan hingga 1 tahun setelah evakuasi uterus.

Pasien dengan riwayat kehamilan mola komplet atau parsial sebelumnya memiliki

resiko 10 kali lipat untuk mengalami kehamilan mola kedua pada kehamilan

selanjutnya. Evaluasi semua kehamilan selanjutnya sedini mungkin dengan

ultrasonografi.

2. Komplikasi

Perforasi uterus selama suction curettage kadang-kadang terjadi karena uterus yang

membesar dan melunak. Jika terjadi perforasi, maka prosedur evakuasi harus

dilanjutkan dengan bantuan laparaskopi.

Perdarahan/hemoragi merupakan komplikasi yang seringkali terjadi selama evakuasi

kehamilan mola. Karena alasan inilah, maka oksitosin intravena harus diberikan

8

Page 10: MOLA PBL 25

sebelum memulai prosedur evakuasi. Methergine dan/atau hemabate juga harus selalu

tersedia. Pasien harus telah diketahui golongan darahnya, dilakukan crossed check,

dan darah untuk tranfusi telah tersedia.

Penyakit trofoblastik maligna terjadi pada 20% kehamilan mola. Untuk alasan ini,

HCG kuantitatif harus dimonitor secara serial selama 1 tahun post evakuasi hingga

hasilnya didapatkan negatif.

Faktor-faktor yang dilepaskan oleh jaringan mola memiliki aktivitas fibrinolitik.

Semua pasien harus diperiksa untuk kemungkinan terjadi koagulopati intravaskuler

diseminata (DIC).

Emboli trofoblastik dipercaya dapat menyebabkan insufisiensi pernafasan akut. Faktor

resiko terbesar didapatkan jika uterus lebih besar dari seharusnya pada usia kehamilan

16 minggu. Kondisi ini dapat bersifat fatal.

3. Prognosis

Karena diagnosis dini dan terapi yang tepat, rata-rata mortalitas saat ini untuk mola

hidatidosa adalah nol. Sekitar 20% wanita dengan mola komplet selanjutnya

menderita keganasan trofoblastik. Keganasan trofoblastik gestasional ini 100% dapat

disembuhkan.

Faktor klinis yang berhubungan dengan resiko keganasan adalah usia lanjut, nilai HCG

tinggi (>100.000 mIU/mL), eklamsia, hipertiroidisme, dan kista teka lutein bilateral.

Sebagian besar faktor-faktor tersebut tampaknya mampu merefleksikan jumlah

proliferasi trofoblastik. Memperkirakan pasien mana yang akan menderita penyakit

trofoblastik gestasional adalah sulit, dan penentuan terapi harus didasarkan pada

adanya setiap atau semua faktor resiko tersebut.

4. Edukasi Pasien

Karena potensi untuk berkembang menjadi penyakit keganasan yang kecil tetapi nyata,

dan karena keganasan tersebut dapat disembuhkan secara absolut, maka pentingnya

perawatan follow-up rutin harus ditekankan.

Pasien harus menghindari kehamilan selama 1 tahun untuk menghindari kebingungan

dalam menentukan perkembangan suatu keganasan. Kontrasepsi yang efektif harus

digunakan. Jika terjadi kehamilan, elevasi nilai beta-HCG tidak dapat digunakan

untuk membedakan kehamilan dari perkembangan penyakit.

9

Page 11: MOLA PBL 25

Kehamilan selanjutnya harus diperiksa sedini mungkin dengan sonografi karena

meningkatnya resiko untuk rekurensi kehamilan mola pada pasien tersebut.

Resiko rekurensi adalah sebesar 1-2%. Setelah 2 atau lebih kehamilan mola, resiko

rekurensi yang dilaporkan adalah 1 dalam 6,5 hingga 1 dalam 17,5 kehamilan.

I. LAIN-LAIN 2,3,5

1. Perangkap Medis/Legal

Kegagalan untuk menegakkan diagnosis pada pasien dengan hiperemesis: Banyak

pasien dengan kehamilan mola mengalami nausea dan vomiting berat karena level

tinggi HCG yang bersirkulasi dalam darah.

Kegagalan untuk menjelaskan pentingnya perawatan follow-up cermat setelah

evakuasi mola: Sekitar 20% pasien dengna kehamilan mola mengalami keganasan

trofoblastik.

Kegagalan mengenali arti penting level beta-HCG yang mendatar: Jika level beta-

HCG mendatar, harus dipertimbangkan secara serius kemungkinan keganasan

persisten. Radiografi thorak harus dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis. Jika

penyakit metastasis ditemukan, staging menggunakan CT scan dilakukan pada

abdomen, pelvis, dan otak, dan pasien harus mendapatkan terapi sesuai dengan hasil

yang didapatkan.

Kegagalan untuk menegakkan diagnosis pada pasien yang mengalami preeklamsia

sebelum kehamilan 24 minggu: Duapuluh tujuh persen pasien dengan mola komplet

mengalami preeklamsia.

Kegagalan untuk mengenali kehamilan mola yang terjadi bersama dengan fetus

normal: Kehamilan kembar dan multipel dengan kehamilan mola telah dijelaskan di

atas. Resiko malignansi dengan metastasis tinggi, juga resiko morbiditas maternal

akibat perdarahan, eklamsia, atau komplikasi lain dari kehamilan mola.

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada kasus ini ditegakkan diagnosis mola hidatidosa berdasarkan :

1. Anamnesis

Pada pasien ini ditemukan keluhan

10

Page 12: MOLA PBL 25

Pasien tidak haid selama 4 bulan (amenorrhea). Keadaan ini merupakan tanda tanda

kehamilan subyektif.

Pasien mual dan muntah berlebihan (hyperemesis). Keadaan ini terjadi karena

peningkatan tajam level Human Chorionic Gonadotropin (HCG)

Perdarahan lewat vagina. Keadaan ini terjadi karena terlepasnya jaringan mola dari

desidua.

2. Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan abdomen pasien ini ditemukan

Usia kehamilan pasien 17 +1 minggu, dengan TFU ½ simfisis pusat (sesuai usia

kehamilan 24 minggu). Pada usia kehamilan pasien ini TFU seharusnya 2 jari di bawah

pusat. Pembesaran uterus pasien tidak sesuai dengan umur kehamilannya (lebih besar

dari seharusnya). Hal ini disebabkan oleh pertumbuhan trofoblastik yang berlebihan

dan darah yang terkumpul dalam uterus.

Pada palpasi, teraba massa, tidak teraba bagian- bagian janin.

Pada auskultasi, tidak ditemukan adanya denyut jantung janin.

3. Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan USG :

Tampak uterus dengan ukuran 18 x 16 x 15 cm. Tampak gambaran vesiculair

menyerupai “Honey Comb Appearance”. Tak tampak gambaran janin intrauterin /

ekstrauterin.

Gambaran vesiculair yang menyerupai “Honey Comb Appearance” menunjukkan

adanya villi korionik yang hidropik yang merupakan keadaan patologik dari mola

hidatidosa.

Faktor risiko

Pada pasien ini memiliki faktor risiko yaitu usia 39 tahun dimana termasuk

dalam rentang usia <20 tahun dan >35 tahun, yang merupakan kelompok usia yang

memiliki risiko lebih tinggi untuk terjadinya mola.

Terapi

1. Perbaikan keadaan umum

Pada pasien ini dilakukan perbaikan KU dengan tranfusi darah untuk

mengatasi anemia yang terjadi karena perdarahan.

11

Page 13: MOLA PBL 25

2. Kuretase

Pada pasien ini dilakukan kuretase untuk mengeluarkan jaringan mola.

Kuretase dilakukan satu kali, kecuali jika terdapat indikasi maka dapat dilakukan

kuretase ulang.

3. Histerektomi

- Pada pasien ini dilakukan TAH dengan pertimbangan usia tua dan paritas

tinggi merupakan faktor predisposisi terjadinya keganasan. Batasan yang dipakai

adalah 35 tahun dengan anak hidup tiga.

- Dilakukan juga BSO karena pada mola terjadi peningkatan kadar Beta-HCG

yang dapat menyebabkan terbentuknya kista teka lutein pada ovarium dengan resiko

terjadinya torsio.

12

Page 14: MOLA PBL 25

DAFTAR PUSTAKA

1. Sarwono Prawirohardjo, 1999. ILMU KANDUNGAN. Gangguan bersangkutan

dengan konsepsi, Mola Hidatidosa. Ed.2, cet.3. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka

2. Ben-Zion Taber, 1984. Manual of Gynecologic and obstetric Emergencies.

Philadelphia: W.B. Sounders Company

3. Rayburn, William F., et.al, 2001. Obstetri dan Ginekologi. Jakarta: Widya Medika

4. Mochtar, Rustam, 1998. Sinopsis Obstetri: Obstetri fisiologi, Obstetri patologi. Ed.2.

Jakarta: EGC

5. Martaadisubrata, Jamhur, 2005. Buku Pedoman Pengelolaan Penyakit Trofoblas

Gestasional. Jakarta: EGC

13