Manajement
-
Upload
unmer-surabaya-n-smk-roudlotul-hikmah -
Category
Health & Medicine
-
view
287 -
download
2
description
Transcript of Manajement
manajemen keperawatanSELASA, 13 JULI 2010
RONDE KEPERAWATANRONDE KEPERAWATAN
1. Pengertian :
Suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengatasi masalah keperawatan klien yang
dilaksanakan oleh perawat, disamping klien dilibatkan untuk mermbahas dan melaksanakan
asuhan keperawatan akan tetapi pada kasus terntentu harus dilakukan oleh penanggung jawab
jaga dengan melibatkan seluruh anggota tim.
Karakteristik :
a. Klien dilibatkan secara langsung
b. Klien merupakan fokus kegiatan
c. Perawat aosiaet, perawat primer dan konsuler melakukan diskusi bersama
d. Kosuler memfasilitasi kreatifitas
e. Konsuler membantu mengembangkan kemampuan perawat asosiet, perawat primer untuk
meningkatkan kemampuan dalam mengatasi masalah.
2. Tujuan :
a. menumbuhkan cara berfikir secara kritis
b. Menumbuhkan pemikran tentang tindakan keperawatan yang berasal dari masalah klien
c. Meningkatkan vadilitas data klien
d. Menilai kemampuan justifikasi
e. Meningkatkan kemampuan dalam menilai hasil kerja
f. Meningkatkan kemampuan untuk emodifikasi rencana perawatan.
3. Peran
a. Perawat primer (ketua tim) dan perawat asosiet (anggota tim)
Dalam menjalankan pekerjaannya perlu adanya sebuah peranan yang bisa untuk
memaksimalkan keberhasilan yang bisa disebutkan antara lain :
1). Menjelaskan keadaan dan adta demografi klien
2) Menjelaskan masalah keperawatan utama
3) Menjelaskan intervensi yang belum dan yang akan dilakukan
4) Menjelaskan tindakan selanjtunya
5) Menjelaskan alasan ilmiah tindakan yang akan diambil
b. Peran perawat primer (ketua tim) lain dan atau konsuler
1). Memberikan justifikasi
2). Memberikan reinforcement
3). Menilai kebenaran dari suatu masalah, intervensi keperawatan serta tindakan yang
rasional
4) Mengarahkan dan koreksi
5) Mengintegrasikan teori dan konsep yang telah dipelajari
4. Langkah-Langkah
Langkah-langkah yang diperlukan dalam ronde keperawatan adalah sebagai berikut :
a. Pesiapan
1). Penetapan kasus minimal 1 hari sebelum waktu pelaksanaan ronde
2). Pemberian informed consent kepada klien/keluarga
b. Pelaksanaan Ronde
1). Penjelasan tentang klien oleh Perawat dalam hal ini penjelasan difokuskan
2). Pada masalah keperawatan dan rencana tindakan yang akan atau telah dilaksanakan dan
memilih prioritas yang perlu didiskusikan
3). Pemberian justifikasi oleh perawat tentang masalah klien serta rencana tindakan yang
akan dilakukan
4). Tindakan keperawatan pada masalah prioritas yang telah dan yang akan ditetapkan
c. Pasca Ronde
Mendiskusikan hasil temuan dan tindakan pada klien tersebut serta menerapkan tindakan
yang perlu dilakukan
B. Landasan Teori1. Definisi Supervisi
Supervisi adalah proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan bawahannya sesuai dgn rencana, perintah, tujuan/kebijakan yang telah ditentukan (Mc Farland, 1988 dalam Harahap, 2004). Selain itu Swansburg (1999) juga mendefinisikan supervisi sebagai segala usaha untuk mengetahui dan menilai kenyataan yang sebenarnya mengenai pelaksanaan tugas, dimana dalam pelaksanaannya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu menghargai potensi tiap individu, mengembangkan potensi tiap individu, dan menerima tiap perbedaan.
Dalam supervisi keperawatan dapat dilakukan oleh pemangku jabatan dalam berbagai level seperti ketua tim, kepala ruangan, pengawas, kepala seksi, kepala bidang perawatan atau pun wakil direktur keperawatan. Namun pada dasarnya seorang supervisor harus memiliki kemampuan sebagai berikut:
a. Membuat perencanaan kerjab. Kontrol terhadap pekerjaanc. Memecahkan Masalahd. Memberikan umpan balik terhadap kinerjae. Melatih (coaching) bawahanf. Membuat dan memelihara atmosfir kerja yang inovatifg. Mengelola waktuh. Berkomunikasi secara informali. Mengelola diri sendirij. Mengetahui sistem manajemen perusahaank. Konseling karirl. Komunikasi dalam pertemuan resmi2. Tujuan Supervisi Keperawatan
Kegiatan supervisi mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang kondusif dan nyaman yang mencakup lingkungan fisik, atmosfir kerja, dan jumlah sumber sumber yang dibutuhkan untuk memudahkan pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, tujuan supervisi diarahkan pada kegiatan mengorientasikan staf dan pelaksana keperawatan, melatih staf dan pelaksana keperawatan, memberikan arahan dalam pelaksanaan kegiatan sebagai upaya untuk menimbulkan kesadaran dan mengerti peran dan fungsinya sebagai staf, dan difokuskan kepada pemberian pelayanan kemampuan staf dan pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan (Arwani,-2004).Tujuan dalam supervisi kinerja perawat dalam pendokumentasian adalah peningkatkan ketrampilan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan. Hasil akhir yang dicapai adalah meningkatnya kepuasan kerja perawat dan kualitas layanan (Muncul-Wiyana,2008).
3. Karakteristik Supervisi KeperawatanDalam keperawatan, supervisi yang baik apabila memiliki karekteristik :
a. Mencerminkan kegiatan asuhan keperawatan yang sesungguhnya.b. Mencerminkan pola organisasi/struktur organisasi keperawatan yang ada.c. Kegiatan yang berkesinambungan yang teratur atau berkala.
d. Dilaksanakan oleh atasan langsung (Kepala unit/Kepala Ruangan atau penanggung jawab yang ditunjuk).
e. Menunjukkan kepada kegiatan perbaikan dan peningkatan kualitas asuhan keperawatan.
4. Prinsip Supervisi KeperawatanMenurut Keliat (1993) prinsip supervisikeperawatan adalah sebagai berikut:
a. Supervisi dilakukan sesuai dengan struktur organisasi RS.b. Supervisi memerlukan pengetahuan dasar manajemen, ketrampilanhubungan antar
manusia,kemampuan menerapkan prinsip manajemen dan kepemimpinan.c. Fungsi supervisi diuraikan dengan jelas dan terorganisir dan dinyatakanmelalui
petunjuk, peraturan dan kebijakan dan uraian tugas standar.d. Supervisi adalah proses kerjasama yang demokratis antara supervisor dan
perawat pelaksana.e. Supervisi menggunakan proses manajemen termasuk menerapkan misi, falsafah,
tujuan dan rencana yang spesifik untuk mencapai tujuan.f. Supervisi menciptakan lingkungan yang mendukung komunikasi efektif,
merangsang kreativitas dan motivasi.5. Teknik Supervisia) Langsung
Teknik supervisi dimana supervisor berpartisipasi langsung dalam melakukan supervisi. Kelebihan dari teknik ini pengarahan dan petunjuk dari supervisor tidak dirasakan sebagai suatu perintah, selain itu umpan balik dan perbaikan dapatdilakukan langsung saat ditemukan adanya penyimpangan.Supervisi cara langsung dapat dilakukan pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi secara langsung seorang supervisor dapat terlibat kegiatan secara langsung agar proses pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai sutu perintah. Pada kondisi ini, umpan balik dan perbaikan dapat sekaligus dilakukan tanpa bawahan merasakan sebagai suatu beban. Proses supervisi langsung dapat dilakukan dengan cara perawat pelaksana melakukan secara mandiri tindakan keperawatan didampingi supervisor. Selama proses supervise, supervisor dapat memberikan dukungan, reinforcement, dan petunjuk, kemudian supervisor dan perawat pelaksana melakukan diskusi untuk menguatkan yang telah sesuai dengan apa yang direncanakan dan memperbaiki segala sesuatunya yang dianggap masih kurang. Agar pengarahan, petunjuk dan reinforcement efektif maka harus memenuhi syarat-syarat tertentu, seperti pengarahan harus lengkap tidak terputus dan bersifat partial, mudah dipahami mengggunakan kata-kata yang tepat, menggunakan alur yang logis, dan jangan terlalu kompleks.
b) Tidak LangsungTeknik supervisi yang dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan sehingga supervisor tidak melihat langsung apa yang terjadi di lapangan. Cara ini biasanya dilakukan melalui laporan baik tertulis maupun lisan. Cara tidak langsung ini memungkinkan terjadinya salah pengertian (misunderstanding) dan salah persepsi (mispersepsi) karena supervisor tidak melihat secara langsung tindakan-tindakan yang dilakukan.
6. Elemen Proses Supervisi
a. Standar praktek keperawatan yang digunakan sebagai acuan dalam menilai dan mengarahkan penyimpangan yang terjadi.
b. Fakta empirik di lapangan, sebagai pembanding untuk pencapaian tujuan dan menetapkan kesenjangan
c. Adanya tindak lanjut sebagai upaya mempertahankan kualitas maupun upaya memperbaiki
7. Supervisor Keperawatan
Yang termasuk supervisor keperawatan adalah :a. Kepala ruangan, kepala ruangan bertanggung jawab dalam supervisi pelayanan
keperawatan diunit kerjanya. Kepala ruangan merupakan ujung tombak penentu tercapai tidaknya tujuan pelayanan dalam memberikan asuhan keperawatan dan pendokumentasian di unit kerjanya.
b. Pengawas Keperawatan, beberapa ruangan atau unit pelayanan berada di bawah satu instalasi, pengawas perawatan bertanggung jawab dalam melakukan supervisi pada areanya yaitu beberapa kepala ruangan yang berada dalam satu instalasi tertentu, misalnya instalasi rawat inap, instalasi rawat jalan dan lain-lain.
c. Kepala seksi, beberapa instansi digabung dibawah satu pengawasan kepala seksi. Kepala seksi mengawasi pengawas keperawatan dalam melaksanakan tugas secara langsung dan seluruh perawat secara tidak langsung.
d. Kepala Bidang keperawatan, Kabid Keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi kepada kepala seksi secara langsung dansemua-perawat-secara-tidak-langsung.Dengan demikian supervisi berikatan dengan struktur organisasi yang menggambarkan garis tanggung jawab, siapa yang menjadi supervisor dan siapa yang disupervisi.
C. Langkah-langkahDi MPKP kegiatan supervisi dilaksanakan secara optimal untuk menjamin
kegiatan pelayanan di MPKP sesuai dengan standar mutu professional yang telah ditetapkan. Supervisi dilakukan oleh perawat yang memiliki kompetensi baik dalam manajemen maupu asuhan keperawatan serta menguasai pilar-pilar profesionalisme yang diterapkan di MPKP. Untuk pengawasan berjenjang dilakukan-sebagai-berikut:
a. Kepala Seksi Keperawatan atau konsultan melakukan pengawasan terhadap kepala ruangan, Ketua Tim, dan Perawat Pelaksana.
b. Kepala Ruangan melakukan pengawasan terhadap Ketua Tim dan Perawat Pelaksana.c. Ketua Tim melakukan pengawasan terhadap Perawat Pelaksana
Kegiatan Rutin SupervisorTugas-tugas rutin yang harus dilakukan oleh supervisor setiap harinya (bittel,a987) adalah sebagai berikut:
1. Sebelum Pertukaran Shift (15-30 menit) Mengecek kecukupan fasilitas/peralatan/sarana untuk hari itu Mengecek jadwal kerja2. Pada Waktu Mulai Shift (15-30 menit) Mengecek personil yang ada Menganalisa keseimbangan personil dan pekerjaan Mengatur pekerjaan Mengidentifikasi kendala yang muncul
Mencari jalan supaya pekerjaan dapat diselesaikan.3. Sepanjang Hari Dinas (6-7 jam) Mengecek pekerjaan setiap personil, dapat mengarahkan, instruksi, mengoreksi atau
memberikan latihan sesuai kebutuhannya. Mengecek kemajuan pekerjaan dari personil sehingga dapat segera membantu apabila
diperlukan Mengecek pekerjaan rumah tangga Mengecek kembali pekerjaan personil dan kenyamanan kerja, terutama untuk personil
baru. Berjaga-jaga di tempat apabila ada pertanyaan, permintaan bantuan atau hal-hal yang
terkait. Mengatur jam istirahat personil Mendeteksi dan mencatat problem yang muncul pada saat itu dan mencari cara
memudahkannya. Mengecek kembali kecukupan alat/fasilitas/sarana sesuai kondisi operasional Mencatat fasilitas/sarana yang rusak kemudian melaporkannya Mengecek adanya kejadian kecelakaan kerja Menyiapkan dan melaporkan secara rutin mengenai pekerjaan.4. Sekali dalam sehari (15-30 menit)
Mengobservasi satu personil atau area kerja secara kontinu untuk 15 menit. Melihat dengan seksama hal-hal yang mungkin terjadi seperti : Keterlambatan pekerjaan, lamanya mengambil barang, kesulitan pekerjaan dan lain sebagainya.
5. Sebelum Pulang Membuat daftar masalah yang belum terselesaikan dan berusaha untuk memecahkan
persoalan tersebut keesokan harinya.
Pikirkan pekerjaan yang telah dilakukan sepanjang hari dengan mengecek hasilnya,
kecukupan material dan peralatannya.
Lengkapi laporan harian sebelum pulang
Membuat daftar pekerjaan untuk harinya, membawa pulang memperlajari di rumah
sebelum pergi bekerja kembali.
Materi supervisi atau pengawasan disesuaikan dengan uraian tugas masing-masing staf perawat yang disupervisi. Untuk kepala ruangan materi supervisi adalah kemampuan manejerial dan kemampuan dalam asuhan keperawatan. Ketua Tim disupervisi terkait dengan kemampuan pengelolaan di timnya dan kemampuan asuhan keperawatan. Sedangkan perawat pelaksana disupervisi terkait dengan kemampuan asuhan kepeawatan yang dilaksanakan.Agar supervisi dapat menjadi alat pembinaan dan tidak menjadi momok bagi staf maka perlu disusun standar penampilan yang diharapkan dari masing-masing staf yang sudah dipahami oleh staf dan jadwal pasti dalam supervisi.
D. KesimpulanSupervisi keperawatan diperlukan untuk mencapai tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit, supervisi bukan berarti menghukum tetapi memberikan pengarahan dan petunjuk agar perawat dapat menyelesaikan tugasnya secara efektif-dan-efisien.Supervisor diharapkan mempunyai hubungan interpersonal yang memuaskan dengan staf agar tujuan supervisi dapat tercapai untuk meningkatkan motivasi, kreativitas dan
kemampuan perawat yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas pelayanan keperawatan.Dari berbagai Sumbe
KONSEP DOKUMENTASI KEPERAWATAN
2.1 Dokumentasi Keperawatan
2.1.1 Pengertian Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan adalah pengumpulan,
penyimpanan dan desiminasi informasi guna
mempertahankan sejumlah fakta yang penting secara
terus – menerus pada suatu waktu, terhadap sejumlah
kejadian (Fisbach, 1991). Pendapat lain menjelaskan
bahwa dokumentasi adalah suatu catatan kegiatan yang
dapat dipergunakan untuk mengungkapakn suatu fakta
yang aktual dan dapat dipertanggung jawabkan (Keliat,
1990). Dan menurut Setyowaty dan Kemala Rita
dijelaskan bahwa dokumentasi keperawatan merupakan
bukti pelayanan keperawatan profesional, karena
dengan dokumentasi semua aspek baik pengobatan dan
perawatan yang dilakukan oleh tim kesehatan tertulis
dengan teratur sehingga dapat membuat gambaran
kondisi kesehatan pasien secara keseluruhan (Jurnal
Keparawatan vol. II, No. 5, 1998)
Dari pengertian – pengertian di atas dapat
disimpulkan bahwa dokumentasi keperawatan merupakan
suatu bukti pelayanan keperawatan yang berisi
kegiatan pencatatan, pelaporan yang otentik dan
penyimpanan semua kegiatan yang berkaitan dengan
pengelolaan klien yang dapat dipergunakan untuk
mengungkapakan suatu fakta aktual dan dapat
dipertanggungjawabkan.
2.1.2 Tujuan Dokumentasi Keperawatan
Menurut Doenges (1998) tujuan sistem dokumentasi
adalah untuk :
1. Memfasilitasi pemberian perawatan pasien yang
berkualitas.
2. Memastikan dokumentasi kemajuan yang berkenaan
dengan hasil yang berfokus pada pasien.
3. Memfasilitasi konsitensi antar disiplin dan
komunikasi tujuan dan kemajuan pengobatan.
Sedangkan menurut Carpenito (1999) tujuan dari
dokumentasi keperawatan secara administratif adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mendefinisikan fokus keperawatan bagi klien
atau kelompok.
2. Untuk membedakan tanggung gugat perawat dari
tanggung gugat tim pelayanan kesehatan lain.
3. Untuk memberikan kriteria penelaahan dan
pengevaluasian asuhan (perbaikan kualitas).
4. Untuk memberikan kriteria klasifikasi pasien.
5. Untuk memberikan justifikasi terhadap reimbursemen
6. Untuk memberikan data untuk tinjauan administratif
dan legal
7. Untuk memenuhi persyaratan hukum, akreditasi dan
profesional.
8. Untuk memberikan data penelitian dan tujuan
pendidikan.
Serta menurut Nursalam (2001) tujuan utama dari
pendokumentasian adalah :
1. Mengidentifikasi status kesehatan klien dalam rangka
mencatat kebutuhan klien, merencanakan, melaksanakan
tindakan keperawatan dan mengevaluasi tindakan.
2. Dokumentasi untuk penelitian, keuangan, hukum dan
etik. Hal ini juga menyediakan :
a. Bukti kualitas asuhan keperawatan.
b. Bukti legal dokumentasi sebagai pertanggung –
jawaban kepada klien.
c. Informasi terhadap perlindungan individu.
d. Bukti aplikasi standar praktek keperawatan.
e. Sumber informasi statistik untuk standar dan riset
keperawatan.
f. Pengurangan biaya informasi.
g. Sumber informasi untuk data yang harus dimasukkan.
h. Komunikasi konsep resiko tindakan keperawatan.
i. Informasi untuk siswa / mahasiswa.
j. Persepsi hak klien.
k. Dokumentasi untuk tenaga profesional dan tanggung
jawab etik dan mempertahankan kerahasiaan informasi
klien.
l. Suatu data keuangan yang sesuai.
m. Data perencanaan pelayanan kesehatan di masa yang
akan datang.
2.1.3 Manfaat dan Pentingnya Dokumentasi Keperawatan
Menurut Nursalam (2001), dokumentasi keperawatan
mempunyai makna yang penting bila dilihat dari
berbagai aspek :
1. Hukum.
Semua catatan informasi tentang klien merupakan
dokumentasi resmi dan bernilai hukum.
2. Jaminan Mutu (Kualitas Pelayanan).
Pencatatan data klien yang lengkap dan akurat, akan
memberi kemudahan bagi perawat dalam membantu masalah
klien. Dan untuk mengetahui sejauhmana masalah klien
dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat
diidentifikasi dan dimonitor melalui catatan yang
akurat. Hal ini akan membantu meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan.
3. Komunikasi.
Dokumentasi dapat dijadikan alat komunikasi antara
tenaga perawat atau tenaga kesehatan lain.
4. Keuangan.
Semua tindakan keperawatan yang belum, sedang dan
telah diberikan, dicatat dengan lengkap yang dapat
dipergunakan sebagai acuan atau pertimbangan dalam
biaya keperawatan bagi klien.
5. Pendidikan.
Karena isi dari dokumentasi keperaeatan menyangkut
kronologis dari kegiatan asuhan keperawatan yang
dapat dipergunakan sebagai bahan atau obyek riset dan
pengembangan profesi keperawatan.
6. Penelitian.
Data yang terdapat di dalamnya mengandung informasi
yang dapat dijadikan sebagai bahan atau objek riset
dan pengembangan profesi keperawatan.
7. Akreditasi.
Melalui dokumentasi keperawatan akan dapat dilihat
sejauh mana peran dan fungsi perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan kepad klien.
2.1.4 Dasar Hukum Pendokumentasian Keperawatan
Dasar hukum yang dipakai di Indonesia sebagai
landasan dalam pentingnya pembuatan dokumentasi
keperawatan adalah :
1. SK Menkes No. 436/MENKES/SK/VI/1993 tentang standar
pelayanan rumah sakit.
2. SK Dirjen Yanmed No. YM.00.03.2.6.7637 tahun 1992
tentang Standar Asuhan Keperawatan.
3. Undang Undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan
pasal 53 ayat 1 yang mencantumkan tentang hak
memperoleh perlindungan hukum bagi tenaga kesehatan
dan ayat 2 tentang perlindungan / melindungi hak
pasien.
4. Undang Undang No. 8 tahun 1999 yang efektif
diberlakukan mulai tanggal 21 April 2000 tentang
perlindungan konsumen, yang didalamnya terdapat hak
dan kewajiban konsumen.
5. KEPMENKES No. 1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang
registrasi dan praktik perawat.
2.1.5 Fungsi Dokumentasi
Dokumentasi bukan hanya syarat untuk akreditasi,
tetapi juga syarat hukum di tatanan perawatan
kesehatan. Dari fokus keperawatan, dokumentasi
memberikan catatan tentang proses keperawatan untuk
memberikan perawatan pasien secara individual
(Doenges, 1998). Pendokumentasian dimulai dari
pengkajian, identifikasi masalah, diagnosa
keperawatan, perencanaan,implementasi rencana
perawatan dan evaluasi yang semua dicatat dalam
catatan perkembangan / kemajuan. Catatan kemajuan /
perkembangan adalah :
1. Komunikasi staf
Staf dan shift berikutnya harus mengetahui apa yang
telah terjadi dengan pasien selama shift sebelumnya
agar dapat membuat penilaian yang tepat mengenai
penanganan pasien. Disini peran perawat berada dalam
posisi yang unik karena sebagai disamping memberikan
informasi kepada sesama kolega juga pada profesi lain
disamping kepada pasien itu sendiri tentang apakah
intervensi yang telah dilakukan dapat dihentikan atau
revisi, atau dibuat yang baru, tergantung dari
informasi yang dikumpulkan.
2. Evaluasi.
Peninjauan kemajuan pasien dan efektifan rencana
pengobatan yang periodik dilakukan oleh perawat dan
atau team pengobatan. Evaluasi kemajuan pasien dapat
didokumentasikan pada rencana perawatan dan atau pada
catatan kemajuan.
3. Pemantauan Hubungan
Hubungan yang diharapkan adalah hubungan terapeutik
antara perawat dan pasien merup[akan alat yang
digunakan oleh perawat untuk membantu pasien
membangun kemampuannya.
4. Pembayaran Kembali (Reimbursement).
Pembayaran pihak ketiga meminta dengan tegas
bahwamengapa, kapan, dimana, bagaimana,
apa dan siapa dari pelayanan didokumentasikan dengan
jelas agar pihak ketiga dapat meneruskan pendanaan
pembiayaan bagi pasien yang sakit / dirawat. Oleh
karena itu catatan kemajuan harus mencatat observasi
yang signifikan tentang apa yang terjadi, penanganan,
dan pemulihan, obat – obatan, peralatana yang
digunakan, dan informasi yang berhubungan lainnya
juga perlu dicatat.
5. Dokumentasi Legals
Dalam masyarakat yang melek hukum, untuk
menghindari ancaman kasus tuntutan malpraktik atau
kelalaian sangat penting untuk didokumentasikan
sehingga dapat sebagai dokumentasi legal.
6. Akreditasi.
Pendokumentasian harus di tulis secara lengkap dan
akurat sehingga dapat digunakan sebagai syarat untuk
lisensi atau akreditasi
7. Pelatihan dan Pengawasan.
2.1.6 Dokumentasi Proses Keperawatan
Proses keperawatan merupakan metode dimana suatu
konsep diterapkan dalam praktek keperawatan disebut
juga sebagai suatu pendekatan problem solving.
Memerlukan ilmu; tehnik dan ketrampilan interpersonal
dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan klien /
keluarga. Carpenito(1999) menguraikan sistem
dokumentasi keperawatan mempunyai beberapa komponen.
Sebagian besar komponen terutama memfokuskan pada
pendokumentasian sebagai berikut: a. pengkajian
keperawatan, b. diagnosa keperawatan, c. perencanaan
keperawatan, d. pelaksanaan keperawatan, e. evaluasi
keperawatan.
2.1.7 Standar Dokumentasi
Komponen dan kriteria standar dokumentasi
keperawatan yang mengacu pada standar asuhan
keperawatan Departemen Kesehatan tahun 1994, sebagai
berikut :
1. Standar Pengkajian Data Keperawatan.
Komponen pengkajian keperawatan meliputi :
a. Pengumpulan data, dengan kriteria : kelengkapan
data, sistematis, menggunakan format, aktual dan
valid.
b. Pengelompokan data, dengan kriteria : data biologis,
data psikologis sosial dan spiritual.
c. Perumusan masalah, dengan kriteria : kesenjangan
antara status kesehatan dengan norma dan pola fungsi
keluarga.
2. Diagnosa Keperawatan.
Kriteria – kriteria yang ada dalam diagnosa
keperawatan :
a. Status kesehatan dibandingkan dengan norma untuk
menentukan kesenjangan.
b. Diagnosa keperawatan dihubungkan dengan penyebab
kesenjangan dan pemenuhan kebutuhan klien.
c. Diagnosa keperawatan dibuat sesuai dengan wewenang.
d. Komponen diagnosa keperawatan terdiri dari masalah,
penyebab dan tanda / gejala atau terdiri dari masalah
dan penyebab.
e. Diagnosa keperawatan aktual untuk perumusan status
kesehatan klien yang sudah nyata terjadi.
f. Diagnosa keperawatan potensial untuk perumusan
status kesehatan klien yang kemungkinan akan terjadi,
apabila dilakukan upaya pencegahan.
3. Standar Perencanaan Keperawatan.
Komponen perencanaan keperawatn, meliputi :
a. Prioritas masalah, dengan kriteria : masalah yang
mengancam kehidupan merupakan prioritas utama,
masalah yang mengancam kesehatan prioritas kedua,
masalah yang mempengaruhi perilaku prioritas ketiga.
b. Tujuan asuhan keperawatan, dengan kriteria : tujuan
dirumuskan secara singkat dan jelas, disusun
berdasarkan diagnosa keperawatan, dapat diukur,
realistik, menggunakan komponen yang terdiri dari
subyek, perilaku klien, kondisi klien dan kriteria
tujuan.
c. Rencana tindakan, kriteria : disusun berdasarkan
tujuan asuhan keperawatan, merupakan alternatif
tindakan secara tepat, melibatkan klien / keluarga,
mempertimbangkan kebijaksanaan dan peraturan yang
berlaku, menjamin rasa aman dan nyaman bagi klien,
disusun dengan mempertimbangkan lingkungan, sumber
daya dan fasilitas yang ada, berupa kalimat
instruksi, ringkas tegas dan menggunakan formulir
yang baku.
4. Standar Implementasi Keperawatan.
Kriteria standar implementasi keperawatan :
a. Dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan.
b. Mengamati keadaan bio – psiko – sosio – dan
spiritual klien.
c. Menjelaskan setiap tindakan keperawatan kepada klien
/ keluarga.
d. Sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
e. Menggunakan sumber daya yang ada.
f. Menunjukkan sikap yang sabar dan ramah dalam
berinteraksi dengan klien dan keluarga.
g. Mencuci tangan sebelum dan sesudah melaksanakan
tindakan keperawatan.
h. Menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik.
i. Menerapkan etika keperawatan.
j. Menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privacy
dan mengutamakan keselamatan klien.
k. Mencatat semua tindakan yang dilakukan.
l. Melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada
prosedur teknis yang telah ditentukan.
5. Standar Evaluasi.
Kriteria standar evaluasi :
a. Pengkajian ulang diarahkan pada tercapainya tujuan
atau tidak.
b. Prioritas dan tujuan ditetapkan serta pendekatan
keperawatan lebih lanjut dilakukan dengan tepat dan
akurat.
c. Tindakan keperawatan yang baru ditetapkan dengan
cepat dan tepat.
2.1.8 Prinsip – Prinsip Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan
Potter dan Perry (1989) memberikan panduan
sebagai petunjuk cara pendokumentasian dengan benar,
yaitu :
1. Jangan menghapus menggunkan tipe – X atau mencoret
tulisan yang salah ketika mencatat, cara yang benar
dengan menggunakan garis pada tulisan yang salah,
kata yang salah lalu diparaf kemudian tulis catatan
yang benar.
2. Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik
klien maupun tenaga kesehatan lain, karena bisa
menunjukkan perilaku yang tidak profesional atau
asuhan keperawatan yang tidak bermutu.
3. Koreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena
kesalahan menulis diikuti dengan kesalahan tindakan.
4. Catat hanya fakta, catatan harus akurat
dan reliablepastikan apa yang ditulis adalah fakta,
jangan berspekulasi atau menulis perkiraan saja.
5. Jangan biarkan bagian kosong pada akhir catatan
perawat, karena orang lain dapat menambahkan
informasi yang tidak benar pada bagian yang kosong
tadi. Untuk itu buat garis horozontal sepanjang area
yang kosong dan bubuhkan tanda tangan di bawahnya.
6. Semua catatan harus bisa dibaca, ditulis dengan
tinta dan menggunakan bahasa yang lugas.
7. Jika perawat menanyakan suatu instruksi, catat bahwa
perawat sedang mengklarifikasi karena jika perawat
melakukan tindakan diluar batas kewenangannya dapat
di tuntut.
8. Tulis hanya untuk diri sendiri karena perawat
bertanggung jawab dan bertanggung gugat atas
informasi yang ditulisnya.
9. Hindari penggunaan tulisan yang bersifat umum
(kurang spesifik) karena informasi yang spesifik
tentang kondisi klien atas kasus bisa secara tidak
sengaja terhapus jika informasi bersifat terlalu
umum, oleh karena itu tulisan harus secara lengkap,
singkat, padat dan obyektif.
10. Pastikan urutan kejadian dicatat dengan benar dan
tanda tangani setiap selesai menulis dokumentasi.
Dengan demikian dokumentasi keperawatan harus
bersifat obyektif, komprehensif, akurat dan
menggambarkan keadaan klien serta apa yang terjadi
pada dirinya.
2.1.9 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Dokumentasi
Baik tidaknya mutu dokumentasi proses keperawatan
sangat dipengaruhi oleh unsur masukan, proses
pencatatan dan lingkungan dari institusi yang
bersangkutan (Azrul Azwar, 1986) :
1. Unsur Masukan.
a. Tenaga Perawat (Sumber Daya Manusia)
Pengetahuan dan ketrampilan perawat dalam
pendokumentasian proses keperawatan sangat diperlukan
dalam meningkatkan mutu dokumentasi, yaitu
ketrampilan dalam berkomunikasi, ketrampilan untuk
dapat memenuhi standar dokumentasi dan ketrampilan
dalam mencatat proses keperawatan (Nursalam, 2001).
Disamping itu diperlukan juga motivasi perawat dalam
pelaksanaan dokumentasi keperawatan, karena masih
banyak perawat yang tidak menyukai tentang pencatatan
dokumentasi keperawatan (Capernito, 1995).
b. Format Dokumentasi.
Menurut Capernito (1995) bahwa format dokumentasi
masih banyak ragamnya, dalam pencatatan perawat
merasa rumit dan banyak memakan waktu. Maka dalam
pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan diperlukan
sistem dokumentasi yang efisien, komprehensif dapat
mendokumentasikan lebih banyak data dalam waktu yang
lebih sedikit dan sesuai standar yang berlaku.
2. Unsur Proses.
Pelaksanaan dokumentasi proses keperawatan yang
meliputi aspek dokumentasi, yaitu : pengkajian,
perencanaan, tindakan dan evaluasi, yang harus
dilaksanakan secara terus menerus sampai tujuan
berhasil. Sedangkan kendala dalam pelaksanaan
dokumentasi adalah kemapuan perawat dalam
mendokumentasikan proses keperawatan. Disini
dipengaruhi oleh beban kerja dan motivasi kerja
perawat (Capernito, 1995).
3. Unsur lingkungan.
Unsur lingkungan yang dimaksud disini adalah
kebijakan organisasi dan manajemen institusi atau
rumah sakit yang melaksanakan dokumentasi proses
keperawatan. Apabila ketiganya tidak saling
mendukung, maka sulit diharapkan akan mendapatkan
hasil dokumentasi proses keperawatan yang baik (Azrul
Azwar, 1996).
2.1.10 Karakteristik data dalam Pendokumentasian
1. Lengkap.
Seluruh data yang diperlukan untuk mengidentifikasi
masalah keperawatan klien dicatat dengan terperinci
(Nursalam, 2001). Data yang terkumpul harus lengkap,
guna membantu mengatasi masalah klien yang adequat.
2. Akurat dan Nyata.
Dalam pengumpulan data ada kemungkinan terjadi
salah paham. Untuk mencegah hal tersebut, maka
perawat harus berfikir akurasi dan nyata untuk
membuktikan benar tidaknya apa yang telah didengar,
dilihat, diamati dan diukur melalui pemeriksaan ada
tidaknya validasi terhadap semua data yang sekiranya
meragukan.
3. Relevan.
Pencatatan data yang komprehensif biasanya banyak
sekali data yang harus dikumpulkan, sehingga menyita
waktu perawat untuk mengidentifikasi. Kondisi yang
seperti ini bisa diantisipasi dengan membuat data
komprehensif tetapi singkat dan jelas. Mencatat data
yang relevan sesuai dengan masalah klien yang
merupakan data fokus terhadap klien sesuai dengan
situasi khusus.
2.1.11 Trens dan Perubahan yang Berdampak terhadap
Dokumentasi
Trens dan perubahan yang terjadi dalam sistem
pelayanan kesehatan berpengaruh terhadap dokumentasi
keperawatan dan masalah – masalah kegiatan pencatatan
oleh perawat dalam melaksanakan kegiatan sehari –
hari. Masalah yang timbul perlu diperhatikan dan
dipertimbangkan sebelum penyelesaian masalah yang
dapat ditemukan dalam dokumentasi. Masalah – masalah
dokumentasi dan perubahan yang mempengaruhi
pentingnya pendokumentasian keperawatan sebagai
berikut :
1. Praktik Keperawatan.
Dengan terjadinya perubahan dalam sistem pelayanan
kesehatan di Indonesia, maka peran perawat dalam
praktik keperawatan profesional juga mengalami
perubahan. Revisi atau perubahan tersebut meliputi
penemuan kasus penyakit yang baru, pendidikan
kesehatan, konseling dan intervensi keperawatan dan
medis terhadap respon klien aktual atau potensial.
Perubahan lain adalah pengobatan oleh dokter atau tim
kesehatan lainnya, kerjasama dengan tim kesehatan,
serta metode pemberian pelayanan kesehatan. Perubahan
tersebut berdampak terhadap kegiatan pencatatan
keperawatan.
2. Lingkup Praktik Keperawatan.
Perubahan dalam lingkup praktik keperawatan,
berdampak terhadap pendokumentasian. Dengan
berkembangnya lingkup praktik keperawatan berdasarkan
trens praktik keperawatan di Indonesia, persyaratan
akreditasi, peraturan pemerintah, perubahan sistem
pendidikan keperawatan, meningkatnya masalah klien
yang semakin kompleks, serta meningkatnya praktik
keperawatan secara mandiri dan kolaborasi, maka
persyaratan pencatatan keperawatan harus sesuai.
Akibatnya data yang masuk harus semakin lengkap dan
tajam sebagai manifestasi bukti dasar lingkup
wewenang dan pertanggung jawaban. Kemampuan perawat
sering disamakan dengan kemampuan dalam membuat
keputusan dan kegiatan lainnya yang dapat dilihat
pada dokumentasi.
3. Data Statistik Keperawatan.
Pencatatan yang lengkap dan akurat sangat
bermanfaat dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
klien, data statistik yang sangat bermanfaat dalam
penelitian atau pengembangan peleyanan serta
penentuan jasa pelayanan.
4. Intensitas Pelayanan Keperawatan dan Kondisi
Penyakit.
Pencatatan yang lengkap dan akurat tentang tingkat
keparahan penyakit dan tipe atau jumlah tindakan yang
diperlukan dapat sebagai dasar pertimbangan pemberian
asuhan keperawatan pada klien dengan kasus yang sama
dan perkiraan pembiayaan yang diperlukan.
5. Keterampilan Keperawatan.
Tren meningkatnya justifikasi perawat dalam akurasi
perumusan masalah dan tindakan keperawatan
padapendekatan proses keperawatan, terutama perubahan
keadaan klien yang cepat akan sangat bermanfaat dalam
pencatatan.
6. Konsumen
Trens dan perubahan penggunaan layanan kesehatan
oleh konsumen berpengaruh terhadap pendokumentasian.
Waktu rawat inap yang pendek, biaya yang terjangkau
dan adanya home care bagi klien yang tidak memerlukan
perawatan maksimal merupakan trens perubahan
pelayanan di masa depan. Perubahan tersebut
memerlukan suatu pembenahan tentang pencatatan yang
lengkap dan akurat khususnya waktu klien masuk rumah
sakit, tingkat asuhan keperawatan dan keahlian dalam
pemberian pelayanan.
7. Biaya.
Trens dan perubahan biaya layanan berdampak
terhadap pendokumentasian. Pencatatan yang baik akan
memberikan gambaran tentang pengeluaran biaya yang
harus ditanggung oleh klien.
8. Kualitas Asuransi dan Ausit Keperawatan.
Pendokumentasian juga dipengaruhi oleh prosedur
kendali mutu, terutama tentang audit catatan
pelayanan kesehatan. Data tentang keadaan klien
sebelum masuk RS, pertanyaan dan wawancara dengan
klien merupakan sumber utama audit data.
9. Akreditasi Kontrol.
Perubahan tentang standar pelayanan kesehatan yang
disusun oleh institusi yang berwenang, membawa
pengaruh terhadap pendokumentasian. Institusi
pelayanan harus mengikuti dan menyesuaikan aturan
pendokumentasian yang berlaku.
10. Coding dan Klasifikasi.
Trens tentang klasifikasi tingkat ketergantungan
klien berdampak terhadap pendokumentasian. Pada waktu
dulu klasifikasi klien hanya didasarkan pada diagnosa
medis, pelayanan klinik atau tipe pelayanan. Saat ini
dalam keperawatan, klien diklasifikasikan
berdasar Diagnosis Related group. Sedang informasi
tentang daftar kode memberikan gambaran kebutuhan
klien, asuhan yang telah diterima harus ada di
catatan keperawata.
11. Prospektif Sistem Pembayaran.
Trens dan perubahan dalam sistem pembayaran
berdampak terhadap dokumentasi. Prospektif pembayaran
merujuk pada sistem pembayaran terhadap asuhan
keperawatan yang diterima oleh semua klien khususnya
pada waktu klien masuk rumah sakit.
12. Resiko Tindakan.
Ketergantungan terhadap dokumentasi yang
komprehensif berarti mengurangi dan mencegah
terjadinya faktor resiko manajemen atau pengelolaan.
Manajemen resiko adalah pengukuran keselamatan klien
untuk melindungi klien dan profesi keperawatan aspek
legal serta melindungi perawat dari tindakan
kelalaian. Manajemen resiko ditekankan pada keadaan
klien yang mempunyai resiko terjadinya perlukaan atau
kecacatan. Pencatatan yang penting meliputi ; catatan
tentang kejadian, perintah verbal atau nonverbal,
infomed concent, dan catatan penolakan klien terhadap
tindakan.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, A (1996). Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan. Pustaka
Sinar Harapan, Jakarta.
Carpenito, L.J. (1999) Rencana asuhan & dokumentasi
keperawatan. Terjemahan. Edisi ke-2. EGC. Jakarta.
(11 – 12, 23, 24, 29, 32)
Departemen Kesehatan (1998). Peraturan Menteri Kesehatan
RI Nomor 1596 / Menkes / per II / 1998. Depkes RI.
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (2001). Instrumen Evaluasi
Penerapan Standar Asuhan Keperawatan di rumah sakit.
Depkes RI. Jakarta.
Doenges, M.E. (1998). Penerapan Proses Keperawatan &
Diagnosa Keperawatan. Terjemahan. Edisi ke-2. EGC.
Jakarta (135 – 139)
Doenges, M.E. (1999). Rencana asuhan keperawatan ; pedoman
untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan
pasien. Terjemahan. Edisi ke-3. EGC. Jakarta (6 – 10,
36)
Fisbach (1991). Documenting Care Comunication, The Nursing
Process and Documenting & Tandort. Davis Company. USA
(99)
Nursalam (2001). Proses dan dokumentasi Keperawatan.
Konsep dan Praktik. Salemba Medika. Jakarta (17 – 30,
77 – 88, 134 - 135)
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan : Aplikasi dalam
Praktik Keperawatan Profesional. Salemba Medika.
Jakarta (135 – 185)
Nursalam (2003). Konsep & Penerapan Metodologi Penelitian
Ilmu Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis dan
Instrumen Penelitian Keperawatan. Salemba Medika.
Jakarta (55 – 133)