Makalah Wsbm Final

44
Tugas Final “Meneropong Kehidupan Masyarakat Suku Bajo dalam Konsep WSBM” Disusun Oleh : Kristina Sampeakung D12113305 Teknik Lingkungan FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

description

makalah wsbm suku bajo

Transcript of Makalah Wsbm Final

Page 1: Makalah Wsbm Final

Tugas Final

“Meneropong Kehidupan Masyarakat Suku Bajo dalam Konsep WSBM”

Disusun Oleh :

Kristina Sampeakung D12113305

Teknik Lingkungan

FAKULTAS TEKNIKUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2014

Page 2: Makalah Wsbm Final

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat dan

rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah mengenai “Kehidupan

Masyarakat Suku Bajo dalam Konsep WSBM”.

Makalah ini selain untuk memenuhi tugas pengganti final “Wawasan Sosial

Budaya Maritim”, juga bertujuan untuk memberikan informasi tentang budaya

maritim suku bajo dalam konsep wawasan sosial budaya bahari.

Ucapan terima kasih kami hanturkan kepada pihak-pihak yang berperan

dalam penyelesaian makalah ini. Penulisan makalah itu tidak luput dari kesalahan,

sehingga mesih perlu kritik dan saran untuk penyempurnaan makalah ini. Semoga

makalah ini dapat memberi manfaat bagi pembaca untuk menambah wawasan lebih

tentang sosial budaya maritim di Indonesia.

Gowa, 21 Mei 2014

Penyusun

Page 3: Makalah Wsbm Final

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………….............i

DAFTAR ISI…………………………………………………………………….......ii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………...…............1

1.1 Latar Belakang………………………………………………………..……...….1

1.2 Rumusan Masalah…………………………...………………..............................2

1.3 Tujuan…………………………………………………………………………....2

BAB II PEMBAHASAN...……………………………………………………......4

2.1 Suku Bajo ……………………………….……………………..………….…….4

2.2 Sejarah Suku Bajo ……………………………………………….……….……..5

2.3 Sistem Pengetahuan…………………………………………...…………..…….6

2.4 Sistem Bahasa…………………………………………………………………...7

2.5 Sistem Organisasi Sosial…………………………………………………..…….8

2.6 Sistem Mata Pencaharian ……………………………………..……...……......10

2.7 Sistem Peralatan Hidup…………………………………...…………………....11

2.8 Sistem Kepercayaan ……………………………………….......………..…..…13

2.9 Sistem Kesenian…………………………………………...…………......…….14

BAB III PENUTUP……………………………………………………………....24

3.1 Kesimpulan………………………………………………………….........24

3.2 Saran……………………………………………………………….……..24

DAFTAR PUSTAKA……..……………………………………………….……....25

Page 4: Makalah Wsbm Final

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara bahari, yang kebahariannya tidak perlu

diragukan. data fisik kondisi alamiah meyenbutkan bahwa pulau di wilayah negara

indonesia mencapa 17.499 buah, panjang pantai mencapai 80.791 km, dengan luas

lautan mancapai 5,8 juta km persegi, dan luas daratan mencapai 2,9 km persegi.

Adanya kondisi fisik seperti itu, menyebabkan sebagian pendudukanya hidup dalam

lingkungan budaya perairan, seperti nelayan, pembuat perahu, pedangan. Sebagian

besar dari mereka dikenal sebagai pelaut yang gagah berani.

Indonesia juga merupakan Negara yang kaya akan adat dan budaya yang

beragam, serta memiliki beberapa unsur kebudayaan sebagai indikator yang dapat

berlaku bagi semua suku bangsa yang ada di Indonesia. Sebagai salah satu

contohnya adalah masyarakat suku Bajo.

Berdasarkan sejarahnya, masyarakat suku Bajo merupakan suatu komunitas

yang hidup di atas perahu, dan biasa disebut dengan “manusia perahu”.  Masyarakat

suku bajo selalu membudayakan hal ini, sehingga kehidupan mereka selalu

berpindah pindah. Setelah memanfaatkan satu daerah maka mereka akan berpidah

pada daerah yang lain, barulah kemudian dimanfaatkan, dan begitu seterusnya. Hal

ini sudah menjadi tradisi yang diwariskan oleh nenek moyang mereka.

Masyarakat suku bajo percaya bahwa laut merupakan kehidupan mereka.

laut adalah ombok lao, atau raja laut. Sehingga filosofi tersebut berakibat pada

penggolongan manusia dalam suku Bajo. Suku Bajo, dalam menempatkan orang

membaginya ke dalam dua kelompok, yaitu Sama‘ dan Bagai. Sama‘ adalah sebutan

bagi mereka yang masih termasuk ke dalam suku Bajo sementara Bagai adalah suku

di luar Bajo. Penggolongan tersebut telah memperlihatkan kehati-hatian dari suku

Page 5: Makalah Wsbm Final

Bajo untuk menerima orang baru. Mereka tidak mudah percaya sama pendatang

baru.

Masyarakat suku bajo memiliki suatu filosofis ‘Papu Manak Ita Lino Bake

isi-isina, kitanaja manusia mamikira bhatingga kolekna mangelolana‘, artinya

Tuhan telah memberikan dunia ini dengan segala isinya, kita sebagai manusia yang

memikirkan bagaimana cara memperoleh dan mempergunakannya. Sehingga laut

dan hasilnya merupakan tempat meniti kehidupan dan mempertahankan diri sambil

terus mewariskan budaya leluhur suku Bajo.

Walaupun suku Bajo selalu tinggal di daerah pinggiran laut dan jauh dari

pengaruh kehidupan masyarakat modern pada umumnya karena terpisah dari

komunitas masyarakat lainnya, bukan berarti suku Bajo tidak memiliki dan

menjunjung tinggi hukum dan adat mereka, seperti yang terjadi pada masyarakat

suku Bajo di Desa Bokori, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe, Provinsi

Sulawesi Tenggara, sebuah desa yang di huni mayoritas suku Bajo.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan Letak Suku Bajo?

2. Jelaskan Sejarah Suku Bajo?

3. Bagaimana Sistem Pengetahuan Suku Bajo Bokori?

4. Bagaimana Sistem Bahasa Suku Bajo Bokori?

5. Bagaimana Sistem Organisasi Sosial Suku Bajo Bokori?

6. Bagaimana Sistem Mata Pencaharian Suku Bajo Bokori?

7. Bagaimana Sistem Peralatan Hidup Suku Bajo Bokori?

8. Bagaimana Sistem Kepercayaan Suku Bajo Bokori?

9. Bagaimana Sistem Kesenian Suku Bajo Bokori?

C. Tujuan

Page 6: Makalah Wsbm Final

1. Mengetahui Letak Suku Bajo

2. Mengetahui Sejarah Suku Bajo

3. Memahami Sistem Pengetahuan Suku Bajo Bokori

4. Mengenali Sistem Bahasa Suku Bajo Bokori

5. Mengerti Sistem Organisasi Sosial Suku Bajo Bokori

6. Mengetahui Sistem Mata Pencaharian Suku Bajo Bokori

7. Mengenali Sistem Peralatan Hidup Suku Bajo Bokori

8. Mengetahui Sistem Kepercayaan Suku Bajo Bokori

9. Mengenali Sistem Kesenian Suku Bajo Bokori

Page 7: Makalah Wsbm Final

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Letak Suku Bajo

2.1.1 Lokasi Masyarakat Suku Bajo

Dahulu kala masyarakat Bajo kerap berpindah-pindah dari satu tempat ke

temat lainnya mencari sumber kehidupan seperti masyarakat gipsy atau nomaden.

Namun saat ini meskipun masih ada yang meneruskan tradisi berpindah tempat,

sebagian lainnya memilih menetap di lokasi tertentu dengan pola hidup yang sangat

sederhana. Salah satu lokasi menetap yang dipilih suku ini ada di Pulau Bokori yang

sekarang dipindahkan ke daratan Bajo yang berada di Kecamatan Soropia,

Kabupaten Konawe sekitar Tahun 1986.

Page 8: Makalah Wsbm Final

Belum lagi budaya masyarakat Suku Bajo, seperti perkawinan dan acara

selamatan. Adat Perkawinan masyarakat Suku Bajo, saat malam pertama, biasanya

pasangan suami istri baru, di lepas ke laut dengan perahu. Mereka menghabiskan

malam pertama di atas perahu. Ini merupakan tradisi yang sangat unik.

2.1.2 Demografi Masyarakat Suku Bajo

Suku Bajo (Bajau) tersebar di beberapa daerah di Sulawesi Tenggara, selain

di pulau Kabaena populasi suku Bajo terdapat juga di pulau Bokori yang sekarang

berada di daratan Soropia.

Sejak lama, masyarakat suku Bajo telah menempati wilayah pesisir pulau

Bokori ini, hidup dengan kearifan dan budaya mereka sendiri. Laut adalah tumpuan

utama mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup ratusan orang anggota komunitas

mereka dari tahun ke tahun.

Walaupun suku Bajo tersebar di beberapa pulau sekitarnya, tapi hampir

tidak terdapat perbedaan dengan suku-suku bajo di daerah lain, masyarakat Bajo di

wilayah ini hidup berdampingan dalam satu komunitas mereka dan menempati

wilayah yang sedikit terpisah dengan komunitas lain, meskipun mereka secara

administrasi pemerintahan dalam satu kesatuan dengan penduduk asli masyarakat

Kecamatan Soropia di desa ini. Rumah-rumah yang mereka huni secara keseluruhan

berada di atas laut sehingga membuat komunitas suku lain agak sulit melakukan

interaksi dengan mereka dalam kehidupan sehari-hari. Belum bisa dipastikan apa

yang menyebabkan mereka sedikit menutup diri dengan komunitas lain. Namun

dalam makalah ini akan dibahas mengenai suku Bajo Bokori, di Kecamatan

Soropia, Kabupaten Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara

2.2 Sejarah Suku Bajo

Page 9: Makalah Wsbm Final

Bajo berasal dari nama seorang leluhur mereka. Yang sangat hebat dalam

melaut, dan hebat juga dalam bercocok tanam. Kemudian kampung Karang Bajo

adalah nama wilayah keturunan dari Bajo.  

Asal-usul suku Bajo sesungguhnya dari pulau Sulawesi. Selain menguasai

bahasa daerah setempat, mereka juga berkomunikasi dengan menggunakan bahasa

Bajo, serumpun dengan bahasa Bugis – Sulawesi Selatan. Di mana dua atau tiga

warga Bajo berkumpul, mereka diwajibkan menggunakan bahasa Bajo. Kecuali

kalau berada di antara atau bersama warga penduduk setempat. Mereka adalah

orang pelaut yang tidak bisa hidup di gunung. Bajo, identik dengan air laut, perahu,

dan permukiman dia atas air laut. Bajo artinya mendayung perahu dengan alat yang

disebut bajo.

Konon nenek moyang mereka berasal dari Johor, Malaysia. Mereka adalah

keturunan orang-orang Johor yang dititahkan raja untuk mencari putrinya yang

melarikan diri. Orang-orang tersebut diperintahkan mencari ke segala penjuru

negeri hingga pulau Sulawesi. Menurut cerita, sang puteri memilih menetap di

Sulawesi, sedangkan orang-orang yang mencarinya lambat laun memilih tinggal dan

tidak lagi kembali ke Johor. Dan konon menurut satu versi, sang puteri yang

menikah dengan pangeran Bugis kemudian menempatkan rakyatnya di daerah yang

sekarang bernama Bajoe. dikenal sebagai pelaut ulung yang hidup matinya berada

diatas lautan. Orang Bajo dikenal mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan

sekitarnya, kendati tradisinya sendiri tetap berjalan.

Masyarakat Suku Bajo Bokori

Masyarakat suku Bajo Bokori, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe,

Provinsi Sulawesi Tenggara adalah masyarakat yang terbuka akan segala perubahan

dalam kehidupan masyarakat. Namun, bukan berarti masyarakat tersebut sudah

tidak memiliki nilai-nilai tradisi serta hukum adat yang dijunjung tinggi.

Page 10: Makalah Wsbm Final

2.3 Sistem Pengetahuan Suku Bajo Bokori

Masyarakat Bajo Bokori memiliki pengetahuan alamiah-kontekstual yang

dibangun dari dan atas dasar pengalaman alamiah-kontekstual sehari-hari. Hal ini

bermanfaat dalam menjalani kehidupan mereka sehari-hari sebagai nelayan.

Beberapa pengetahuan itu, seperti peredaran bulan, musim dan peristiwa pasang

surut air laut, termasuk ilmu perbintangan secara tradisional dan sistem penanggalan

qamariah (yang dihitung berdasarkan peredaran bulan mengelilingi bumi) dan

penanggalam syamsiah (yang dihitung berdasarkan peredaran bumi mengelilingi

matahari).

Pengetahuan masyarakat Bajo Bokori dilihat dari perspektif sosial/budaya

antara lain direfleksikan dalam sebuah pandangan yang sejalan dengan teori dan

fenomena sosial dalam kehidupan sehari-hari, yaitu sama dan bagai. Selain itu,

orang Bajo dapat diidentifikasi dari bahasanya, yaitu baong sama (bahasa Bajo)

yang dapat menyatukan mereka dalam suatu komunitas besar masyarakat Bajo

meskipun asal dan tempat tinggalnya berbada-beda daerah.

Dahulu, masyarakat Bajo Bokori kurang memperhatikan pendidikan.

Mereka hanya berorientasi di laut. Mereka menganggap sekolah itu tidak penting,

tetapi apa gunanya sekolah sampai ke jenjang yang tinggi kalau toh harus kembali

ke laut untuk mencari ikan. Selain itu, mereka menganggap nenek moyang mereka

hanya mengenal bagaimana caranya mencari ikan saja, mereka tidak tahu

bagaimana caranya jika harus mencari rejeki selain melaut. Namun, seiring

perkembangan zaman, masyarakat Bajo yang awalnya tertutup akan pendidikan

tersebut, sekarang sudah mulai terbuka dengan perubahan serta perkembangan yang

ada terutama di bidang pendidikan. Hal ini terbukti dengan banyaknya generasi

muda masyarakat Suku Bajo yang berhasil menempuh pendidikan bahkan sudah ada

yang sarjana, bidan, tentara dan polisi.

2.4 Sistem Bahasa

Page 11: Makalah Wsbm Final

Dari segi bahasa, kendati orang Bajo mempunyai satu bahasa. Namun dialek

mereka terpengaruh dengan bahasa-bahasa daerah tempat mereka bermukim.

Seperti di kabupaten Lembata, mereka hanya berbahasa Bajo dengan kaumnya,

sementara itu mereka berbahasa Lamaholot bila bertemu di pasar atau berinteraksi

dengan penduduk luar kelompoknya. Dan bahasa bajo sudah mengalami perbedaan

yang sangat jauh sebagai akibat pengaruh bahasa-bahasa lainnya.

Dalam masyarakat suku Bajo, untuk penyebutan orang yang lebih tua laki-

laki disebut Puto, sementara untuk penyebutan orang yang lebih tua perempuan

disebut “Aya”. Dan untuk orang atau pemuka adat disebut “Lolo Bajo”

2.5 Sistem Organisasi Sosial

Dalam masyarakat suku Bajo Bokori, ada persatuan pemuda Bajo yang

namanya Kekar Bajo yang dilaksanakan setiap setahun sekali. Semua masyarakat

Bajo berkumpul dan merayakannya di salah satu daerah pilihan.

Dalam proses penyelenggaraan dan penegakan hukum, tidak terlepas dari

keterkaitan Antara hukum dengan aspek kebudayaan serta organisasi social.

Namun, apakah dalam masyarakat adat tertentu antara hukum dengan kebudayaan

dan organisasi social merupakan tiga hal yang saling berkaitan, atau tidak ataukah

juga saling berdiri sendiri tanpa ada hubungan atau keterkaitan diantara ketigatiga

unsur tersebut

Bicara tentang kebudayaan dalam masyarakat adat suku Bajo Bokori jika

dikaitkan dengan hukum mempunyai kaitan yang erat, namun dengan organisasi

social tidak terlalu mempunyai kaitan, karena tidak adanya fungsi organisasi social

dalam mengawasi serta membantu penyelesaian masalah hukum yang terjadi.

Organisasi social hanya berperan dalam kegiatan-kegiatan atau hubungan-hubungan

yang terjadi antara komunitas suku Bajo didaerah lain atau komunitas masyarakat

lain.

Page 12: Makalah Wsbm Final

Dalam masyarakat adat suku Bajo Bokori memiliki hukum yang tidak

tertulis yang mereka yakini secara turun-temurun. Setiap penyelesaian selalu

melibatkan tokoh adat dan pihak-pihak terkait tanpa adanya peran dari organisasi

social. Dimana tampak dalam setiap penyelesaian masalah hukum yang terjadi di

masyarakat selalu diselesaikan dengan cara musyawarah dan system kekeluargaan

seperti dalam tradisi pasipupukang yang didalamnya terdapat tradisi Ningkolo dan

Passala’. Budaya musyawarah dan kekeluargaan dalam Pasipupukang yang

membentuk hukum dalam kehidupan masyarakat adat Suku Bajo Bokori.

Selain itu, unsur kebudayaan dalam penggunaan bendera adat Bajo dapat

dilihat pada saat adanya perayaan perkawinan, ataupun acara-acara resepsi lainnya.

Tidak semua masyarakat keturunan suku Bajo menggunakan acara pengibaran

bendera adat Bajo ini, karena terdapat tatacara tertentu yang harus dipenuhi.

Penggunaan simbol bendera adat Bajo itu sendiri memiliki kandungan “asas

persatuan”, dalam hal ini mempersatukan anggota masyarakat suku Bajo ke dalam

tradisi adat mereka; mengandung juga “asas kedaulatan”, dimana penggunaan

bendera adat tersebut menunjukkan kedaulatan adat Bajo yang masih mendarah

daging pada masyarakat adat Bajo yang masih menggunakan adat tersebut;

mengandung juga “asas kehormatan”, dimana penggunaan bendera adat tersebut

adalah sebagai jati diri yang menunjukkan eksistensi harga diri, dan kebesaran adat

masyarakat Bajo; “asas kebangsaan”, disini berarti penggunaan bendera

mencerminkan sifat patriotisme, kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk

tetap setia kepada adat istiadat Suku Bajo; “asas ketertiban”, berarti bahwa

penggunaan bendera harus dapat mewujudkan ketertiban dalam penggunaannya;

“asas kepastian hukum”, berarti bahwa penggunaan bendera harus dapat

memberikan kepastian hukum dalam penggunaannya; “asas keseimbangan”, berarti

bahwa penggunaan bendera harus mencerminkan keseimbangan dalam hal

pengadaan, penetapan, dan penggunaannya; “asas keserasian” berarti bahwa

penggunaan bendera harus mencerminkan keserasian dalam hal pengadaan,

Page 13: Makalah Wsbm Final

penetapan, dan penggunaannya; dan “asas keselarasan” berarti bahwa penggunaan

bendera harus mencerminkan keselarasan dalam hal pengadaan, penetapan, dan

penggunaannya. simbol persatuan, kekeluargaan dan gotong-royong masyarakat

Bajo.

Dengan adanya aspek kebudayaan dan kepercayaan masyarakat adat suku

Bajo Bokori melalui symbol penggunaan bendera adat Bajo tersebut dengan nilai-

nilai filosofis yang dimiliki menunjukkan bahwa sebagian besar hukum adat dalam

masyarakat suku Bajo Bokori lahir dari kebudayaan-kebudayaan dalam masyarakat

itu sendiri.

2.6 Sistem Mata Pencaharian

Page 14: Makalah Wsbm Final

Mata pencaharian utama suku Bajo adalah mencari ikan dengan cara yang

masih terbilang tradisional, seperti memancing, memanah, dan menjaring ikan.

Ikan-ikan tersebut nantinya dijual kepada penduduk sekitar pesisir atau pulau

terdekat. Kehidupan Suku Bajo memang masih terbilang sangat sederhana.

Mendirikan pemukiman tetap pun mungkin tak terpikir oleh mereka apabila tidak

dihimbau oleh Pemerintah setempat.

Kegiatan melaut untuk mencari ikan adalah rutinitas utama mereka setiap

harinya. Dari subuh mereka telah berangkat melaut untuk mencari ikan sampai pada

siang hari, sehingga apabila pagi hari pemukiman mereka terlihat sepi, hanya anak-

anak yang berada di rumah. pemukiman ini nanti terlihat ramai ketika siang hari

sampai sore hari, kerana mereka telah kembali dari melaut.

Beberapa suku Bajo bahkan sudah mengenal teknik budidaya produk laut

tertentu, misalnya lobster, ikan kerapu, udang, rumput laut, dan lain sebagainya.

Mereka menyebut tempat budidaya sebagai tambak terapung yang biasanya terletak

tak jauh dari pemukiman. Sebagian kecil masyarakat suku Bajo bahkan sudah

membuat rumah permanen dengan menggunakan semen dan berjendela kaca. Anak-

anak Suku Bajo juga sudah banyak yang bersekolah, bahkan ada yang sampai

perguruan tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa kesadaran mereka tentang pentingnya

pendidikan sudah mulai terbangun.

2.7 Sistem Peralatan Hidup

Alat-alat tersebut selain untuk menangkap ikan juga digunakan untuk

aktivitas sehari-hari, misalnya sampan kaloko. Setelah datangnya era modernisasi

alat tangkap, alat-alat tersebut saat ini hanya tinggal cerita saja. Beberapa alat

tangkap yang terlacak adalah Timbalu, Sampan Kaloko, Bagu, dan Ngambai.

Page 15: Makalah Wsbm Final

1. Timbalu

Ikan tuna atau yang dalam bahasa Bajo disebut bangkunes, merupakan hasil

laut yang sudah sejak lama menjadi target nelayan Bajo. Dahulu, Suku Bajo

menangkap ikan tuna menggunakan pancing ulur. Bersama dengan pancing,

digunakan alat bantu yang disebut dengan timbalu. Timbalu adalah alat bantu

nelayan dalam memancing ikan tuna. Konstruksi timbalu berupa bambu yang

dipasang melintang dan diikat kuat di atas sampan. Senar dipasang pada bambu

tersebut dengan jumlah antara 4-6 senar. Sedangkan pada masing-masing senar

dipasang mata kail dengan jumlah bervariasi, antara 2-4 buah mata kail. Saat

menggunakan timbalu, sampan biasanya dalam posisi diam atau dikayuh perlahan.

2. Sampan Kaloko

Sampan Kaloko merupakan alat utama yang membantu dalam kehidupan

sehari-hari Suku Bajo, mulai dari transportasi hingga menangkap ikan. Sampan

kecil tanpa layar dengan panjang tidak lebih dari 5 meter ini dahulu menjadi

identitas Suku Bajo. Sampan ini lebih ramping dari sampan yang banyak dijumpai

pada masa kini. Sampan Kaloko digunakan Suku Bajo untuk menangkap ikan

cakalang dengan mengandalkan dayung dan kekuatan tangan untuk mengejar

kumpulan burung yang dipercaya sebagai tanda berkumpulnya ikan cakalang.

Konstruksi rumah Suku Bajo yang berada di “atas laut” dan tidak adanya jembatan

Page 16: Makalah Wsbm Final

penghubung antar rumah pada masa itu membuat sampan ini memiliki fungsi yang

penting.

3. Bagu

Bagu adalah tali pancing yang terbuat dari serat pohon bagu. Berdasarkan

informasi yang dihimpun, pohon bagu banyak terdapat di daerah Buton. Pohon ini

tinggi menjulang dan kaya manfaat. Kayunya bisa digunakan untuk bahan baku

pembuatan rumah, daunnya bisa digunakan untuk sayur mayur, dan seratnya bisa

digunakan untuk tali pancing. Saat ini, pohon ini sudah sangat langka dan sulit

ditemukan.  

4. Ngambai

Ngambai adalah istilah bahasa Bajo untuk menggambarkan proses

penangkapan ikan dengan sistem kerjasama menggunakan jaring. Target

penangkapan adalah semua jenis ikan. Sekelompok nelayan harus dipecah dalam

sistem ini, ada kelompok yang memasang jaring dan ada kelompok yang

menggiring ikan. Modernisasi ternyata memiliki pengaruh pada suatu komunitas

masyarakat. Salah satunya perubahan alat tangkap ikan yang yang ada di Suku Bajo.

Alat-alat tangkap yang diuraikan di atas saat ini hanya menjadi cerita saja.

Masuknya mesin membuat daya jelajah nelayan semakin luas, alat tangkap yang

semakin maju membuat ikan lebih mudah tertangkap sehingga mereka

meninggalkan alat-alat tangkap yang dianggap konvensional dan ketinggalan jaman.

2.8 Sistem Kepercayaan

Pada awalnya, Suku Bajo memeluk kepercayaan animisme dan agama

Hindu. Namun seiring ajaran agama Islam masuk yang dibawa oleh Sunan Prapen

(cucu Sunan Giri), banyak masyarakat Bajo berpindah agama. Kerajaan Anak

Agung Gedhe Agung yang menganut agama Hindu yang ketika itu berkuasa di

Page 17: Makalah Wsbm Final

pulau Lombok merasa eksistensinya terganggu, takut apabila banyak masyarakat

Bajo memeluk Islam yang nantinya bisa dan mampu menggulingkan kekuasaan

kerajaan.

Filsafat kehidupan suku Bajo di Bayan menilai antara kebudayaan dan

Agama Islam mempunyai korelasi inklusif. Tidak adanya perbedaan, antara

kebudayaan dan Agama Islam, semua itu disingkronisasi oleh

peradaban.Kebudayaan merupakan keseluruhan dari hasil budidaya manusia baik

cipta, karsa dan rasa. Kebudayaan berwujud gagasan/ide, perilaku/ aktivitas dan

benda-benda. Sedangkan peradaban adalah bagian-bagian dari kebudayaan yang

tinggi, halus, indah dan maju

Masyarakat  suku Bajo Bayan memiliki filosofi yang sering disebut dengan 

Wetu Telu. Makna dari kata Wetu adalah Keluar, sedangkan Telu adalah Tiga. Jadi

Wetu Telu adalah Keluarnya tiga Filosofi kehidupan suku Bajo, yaitu Beranak

(diperuntukkan manusia, dan hewan mamalia), Bertelur (diperuntukkan unggas dan

ikan) dan Tumbuh (diperuntukkan tumbuh-tumbuhan).

Wetu Telu juga mempunyai tiga fase dari kehidupan makhluk hidup, yaitu

fase pertama kelahiran, fase kedua adalah kehidupan, fase ketiga adalah kematian.

Ketiga fase ini memiliki pola hubungan yang sama, dan setiap individu manusia

memiliki perbedaan dinamika kehidupan yang berbeda. Khususnya manusia yang

diberikan akal dan pikiran oleh Allah SWT akan mempertanggung jawabkan apa

yang telah dilakukannya selama hidup Dari ketiga makna ini mempunyai arti bahwa

manusia merupakan satu kesatuan dari alam, yang tersirat dari  filsafat kosmologi

kehidupan dan budaya.

Seperti halnya masyarakat Jawa, suku Bajo juga mengenal adanya dewi

padi. Jika orang Jawa mengenal Dewi Sri sebagai dewi kesuburan (dewi padi),

maka orang Bajo mengenal dewi padi dengan sebutan Inak Sariti. Suku bajo hanya

menanam  varietas padi lokal dari golongan padi bulu. Hal ini dikarenakan varietas

Page 18: Makalah Wsbm Final

padi ini adalah varietas padi yang pertama kali ditanam di bangkat,  sawah orang

Bayan pertama kali. Selain itu, masyarakat percaya bahwa jika tidak menaman padi

bulu, maka panen berikutnya akan gagal. Masyarakat setempat juga lebih menyukai

varietas ini dikarenakan  varietas padi ini menghasilkan nasi yang lebih pulen dan

lebih enak

Tradisi bertani di desa ini merupakan sebuah gambaran akan pentingnya

menghargai makna dan nilai-nilai positif yang terkandung, untuk selalu dijaga dan

dihormati tanpa berlebihan. Masyarakat desa hidup dan masih berpegang teguh

pada aturan adat yang mengatur segala bentuk hubungan antara manusia dengan

Tuhan, sesama manusia maupun dengan makhluk yang lain serta lingkungan

sekitar. Dan disisi lainnya sangat menghargai dan menjunjung tinggi atas nilai

kehidupan. Demikianlah kearifan lokal yang dimiliki kampung adat Sasak.

Sebagian kecil kearifan ini dapat kita refleksikan sebagai bentuk kekuatan bangsa

kita

2.9 Sistem Kesenian

1. Rumah Bajo

Rumah Panggung yang  berdiri diatas tonggak tonggak kayu diatas laut yang

saling berhubungan. Rumah orang orang bajo sangat jarang dipenuhi perabot

furniture seperti kursi meja kecuali memang mereka orang terpandang seperti

Page 19: Makalah Wsbm Final

kepala desa, pemilik warung atau pedagang. Umumnya mereka duduk di lantai kayu

yang tidak terlalu rapat sehingga kita bisa melihat air laut dan segala kehidupannya

di bawah sana.

Orang- orang

Bajo enggan membangun rumah di darat karena banyak tradisi dan ritual hidup

yang harus dilakukan di laut.  Sejak dulu, setiap bayi orang Bajo harus dicelupkan

ke laut untuk mengakrabkan mereka dengan laut yang dianggap sebagai saudara.

Nilai-nilai konservasi dalam Tradisi Suku Bajo

Duata Sangal : Ritual mengambil beberapa jenis ikan kecil yang terancam punah

dan melepaskannya ke laut , ikan yang dilepas itu diharapkan bisa mengundang

ikan-ikan lainnya untuk berkumpul dan hidup bersama.

Parika : yaitu memberi ruang bagi ikan untuk bertelur dan beranak serta

membatasi penangkapan berdasarkan ketentuan waktu tertentu yang disepakati

oleh pemuka adat dan tokoh komunitas.

Page 20: Makalah Wsbm Final

Pamali : “Daerah terlarang” yang ditetapkan ketua adat Bajo untuk menangkap

ikan di suatu kawasan. Biasanya disertai sanksi tertentu bagi yang melanggar.

Maduai Pinah : Ritual yang dilakukan saat nelayan Bajo akan turun kembali

melaut di lokasi pamali.

2. Kategori Melaut dalam tradisi Bajo

Kegiatan melaut dibagi dalam empat kategori , yakni :

Palilibu : melaut jarak dekat dalam sehari

Pongka : melaut agak jauh dengan waktu 1-2 minggu

Sakai : Melaut jauh dengan lama waktu minimal sebulan

Lama : melaut sangat jauh hingga berbulan-bulan dan biasanya melintasi

negeri asing.

3. Duata

Sejumlah wanita berpakaian adat khas suku bajo menggelar tarian di atas

perahu disertai dengan membuang berbagai sesajen di tengah laut. Tarian ini

sebagai rangkaian prosesi tradisi Duata, sebuah tradisi pengobatan tradisional suku

Bajo. Dalam keyakinan masyarakat Bajo, Duata adalah Dewa yang turun dari langit

dan menjelma menjadi sosok manusia. Tradisi Duata adalah puncak dari segala

upaya pengobatan tradisional suku bajo, ini dilakukan jika ada salah satu diantara

mereka mengalami sakit keras dan tak lagi dapat disembuhkan dengan cara lain

termasuk pengobatan medis.

Page 21: Makalah Wsbm Final

4. Perkawinan

Dalam masyarakat suku bajo, terdapat beberapa jenis perkawinan, yakni :

Perkawinan yang dilaksanakan berdasarkan peminangan (Massuro)

Perkawinan jenis ini berlaku secara turun-temurun bagi masyarakat Suku Bajo

yang bersifat umum, baik dari golongan bangsawan maupun masyarakat biasa.

Perbedaannya hanya dari tata cara pelaksanaannya. Bagi golongan bangsawan

melalui proses yang panjang dengan upacara adat tertentu, sedangkan masyarakat

awam berdasarkan kemampuan yang dilaksanakan secara sederhana.

Perkawinan Silaiyang ( Kawin Lari)

Perkawian yang dilaksanakan tidak berdasarkan peminangan akan tetapi

kedua belah pihak melakukan mufakat untuk lari rumah penghulu atau kepala

kampung untuk mendapat perlindungan dan selanjutnya diurus untuk dinikahkan.

Page 22: Makalah Wsbm Final

Dalam masyarakat Suku Bajo, peristiwa Silaiyang (melarikan diri untuk

dinikahkan) adalah perbuatan yang mengakibatkan “pakayya” bagi keluarga

perempuan. Dahulu peristiwa semacam ini bagi pihak perempuan yang disebut

“nggai ia” selalu berusaha untuk menegakkan harga diri atau “pakayya” dengan

cara membunuh lelaki yang melarikan anak gadisnya (anaknya). Namun, sekarang

ini menurut ketentuan adat, apabila keduanya telah berada di rumah anggota adat

atau penghulu (pemerintah) maka ia tidak bisa diganggu lagi. Penghulu atau

anggota adat harus berusaha dan berkewajiban mengurus dan menikahkannya.

Untuk maksud tersebut di atas diadakanlah komunikasi kepada orang tua

perempuan untuk dimintai persetujuannya. Tetapi sering juga terjadi orang tua dan

keluarga pihak perempuan tidak mau memberi persetujuannya, karena merasa

dipermalukan (adipakaiya). Bahkan orang tua yang dipermalukan (dipakaiya) itu

menganggap anaknya yang dilarikan itu telah meninggal dunia dan tidak lagi diakui

sebagai anaknya. Apa bila hal ini terjadi maka jalan lain yang ditempuh adalah

pihak adat atau penghulu menikahkannya dengan istilah Wali- Hakim.

5. Perkawinan yang Dilarang

Sejak dahulu adat yang berlaku dalam masyarakat Suku Bajo melarang

perkawinan antara dua orang (laki-laki dan perempuan) yang masih memiliki

hubungan darah yang dekat, seperti :

Seorang pria dilarang kawin dengan wanita yang menurunkannya

(ibu/nenek) baik melalui ayah maupun ibu.

Seorang pria dilarang kawin dengan wanita yang menurun dirinya

(anak/cucu/cicit) termasuk keturunan anak wanita.

Seorang pria dilarang kawin dengan wanita dari keturunan ayah atau ibu

(saudara kandung / anak dari saudara kandung).

Seorang pria dilarang kawin dengan wanita saudara dari yang menurunkan

(saudara kandung ayah/saudara kandung ibu/saudara kakek atau nenek baik

dari ayah maupun dari ibu).

6. Perkawinan Duduk ( Sitingkoloang )

Page 23: Makalah Wsbm Final

Perkawinan ini terjadi apabila salah satu pihak, baik laki-laki atau pihak

perempuan pergi kerumah orangtua laki-laki atau perempuan guna menyerahkan

dirinya kepada keluarga laki-laki atau perempuan.Karena laki-laki atau perempuan

sangat cinta sehingga dia memberanikan diri untuk menyampaikan kedatanganya

bahwa dia sangat sayang.Untuk maksud ini dari pihak orangtua memberikan saran

agar masing-masing pihak dapat meluangkan waktunya untuk musyawarah

(sitummu).Perkawinan ini masih berlaku di Masyarakat Bajo.

7. Upacara Sangal

Upacara Sangal yang dilakukan saat musim paceklik ikan dan spesies laut

lainnya. Pada upacara tersebut, mereka akan melepas spesies yang populasinya

tengah menurun di saat bersamaan. Misalnya: melepas penyu saat populasi penyu

berkurang, melepas tuna saat tuna berkurang, dll. Suku Bajo juga memiliki kearifan

lokal dalam melaut dan mengambil hasil laut.. Di dalam masyarakat Bajo tumbuh

suatu keyakinan terhadap adanya suatu mantra yang memberi peranan penting

dalam kehidupan mereka, keyakinan tersebut berkaitan erat dengan kegiatan mereka

sebagai nelayan.

Tantangan yang dihadapi oleh Suku Bajo cukup banyak, antara lain:

kurangnya akses menuju pendidikan, hak atas tempat tinggal, angka kematian pada

ibu yang melahirkan dan bayi, kemiskinan, kelaparan, dan diskriminasi di beberapa

lokasi tertentu. Selain itu, perubahan alam pun menjadi salah satu tantangan yang

dihadapi oleh suku pengembara laut ini.

8. Tarian

Umumnya tarian tradisional masyarakat suku Bajo hampir sama dengan

tarian suku bugis,buton,mandar dan toraja.Ada dua tarian yang lumrah di kalangan

Suku Bajo yakni :

Tarian Manca

Page 24: Makalah Wsbm Final

Tarian Manca adalah salah satu tarian yang sangat populer dikalangan

masyarakat Bajo.Tarian ini dilakukan pada saat ada pesta pernikahan yang resmi

(Massuro). Biasanya tarian ini dibawakan oleh sepasang pamanca (tukang manca)

terdiri dari dua orang yang masing-masing saling membawa peddah (pedang).

Tarian ini sudah merupakan turun temurun dari nenek moyang mereka.Si pamanca

sudah terlatih sejak kecil,sehingga gerak badannya sangat lentur sesuai dengan

irama sarroni/sulleh (seruling) dan gandah (gendang). Manca bagi masyarakat suku

bajo melambangkan kesatriaan sejati karena tarian ini dianggap sebagai bekal untuk

menjaga diri. Para pamanca saling bergantian pabila salah satu dari sipamanca lelah

yang lain dapat (nyamboh) istilahnya menyambung tarian. Umumnya manca

dipentaskan saat pengantin laki-laki diantar kerumah wanita (lekka). Nah setelah

pengantin laki-laki tiba dirumah perempuan,di depan pintu sudah berdiri salah satu

anggota keluarga yang sudah dekat atau akrab dengan pengantin laki-laki atau

perempuan istilah ini disebut nyambo'. Kalau pengantin laki-laki disebut nyambo'

lille sedangkan pengantin perempuan disebut nyambo' dinde. Manca diiringi dengan

alat musik seruling (sarroni),goh (gong),dan gandah (gendang).

Sile' kampoh ( silat kampung )

Silat kampung merupakan tradisi adat istiadat suku bajo. Ini

bersinambungan dengan manca artinya semua jurus-jurus yang didapat dari silat

kampung diterapkan dalam manca. Silat kampung ini tidak sembarangan orang

untuk mempelajarinya. Syaratnya harus sudah cukup umur. Untuk mempelajari silat

ini dibutuhkan empat minggu ini sudah sempurna. Prinsipnya silat adalah jalan

hidup yang meliputi berbagai aspek kehidupan seorang manusia.

Fungsi dari silat ini adalah untuk menjaga diri. Ada sebuah ungkapan yang

menyatakan "Bukan orang Bajo yang meninggal dibunuh tanpa melawan".

Makanya setiap pemuda yang berkeinginan untuk pergi meninggalkan kampung

halamannya tidak diperkenankan oleh orangtuanya sebelum dia mempelajari silat.

Page 25: Makalah Wsbm Final

2.10 Hukum Adat dan Tradisi

Dalam masyarakat suku Bajo Desa Bokori, Kecamatan Soropia, Kabupaten

Konawe, Provinsi Sulawesi Tenggara, dikenal sebuah tradisi yang bernama

“Pasipupukang”, yang artinya perkumpulan masyarakat suku Bajo atau tradisi

berkumpul masyarakat Bajo untuk mencari solusi-solusi dari permasalahan-

permasalahan yang mereka hadapi. Apabila terdapat masalah diantara masyarakat

adat tersebut, maka diadakanlah Pasipupukang untuk penyelesaiannya.

Pasipupukang ini biasanya dilakukan dengan tata cara sebagai berikut:

Apabila terjadi kasus perkelahian diantara sesama masyarakat Bajo,

diadakanlah pertemuan di suatu tempat, misalnya dirumah tokoh adat atau di balai

pertemuan di Desa. Pertemuan ini dinamakan Pasipupukang, dengan dihadiri oleh

kedua belah pihak yang berseteru, tokoh adat, tokoh masyarakat, kepala desa.

Pembicaraannya dilakukan dengan cara musyawarah untuk mencari titik terang.

Sedangkan apabila kasus perkelahian tersebut melibatkan pihak lain yang berasal

dari kampong lain atau masyarakat adat lain, penyelesaiannya tetap sama dengan

diadakan pertemuan atau perkumpulan (Pasipupukang) namun, dihadiri oleh

masing-masing ketua atau tokoh adat dari kedua masyarakat adat. Lalu dilakukan

Page 26: Makalah Wsbm Final

musyawarah, apabila ada kerugian yang ditimbulkan, maka ada namanya pemberian

“Passala” atau biasa dikenal dengan denda. Setelah dilakukan Pasipupukang,

namun masalahnya tetap berlanjut dan tidak menemui titik terang, maka diserahkan

ke pihak kepolisian untuk ditindak lanjuti.

Untuk mengetahui apakah dalam masyarakat suku Bajo Bokori memiliki

hukum yang berlaku secara universal atau tidak, sebelumnya perlu diketahui apa itu

yang dimaksud dengan universal. Adapun unsur-unsur dari hukum yang bersifat

universal disini adalah sebagai berikut:

Aturan tertulis dan tidak tertulis

Bersifat mengatur dan mengikat

Mempunyai sanksi

Memiliki efek jera.

Yang pertama mengenai aturan. Dalam masyarakat suku Bajo Bokori

terdapat aturan tidak tertulis yang mereka yakini secara turun temurun yang dikenal

dengan Pemali dan Pasipupukang. Hal ini ditaati dan berlaku bagi seluruh

masyarakat Bajo secara keseluruhan.

Kedua, bersifat mengatur dan mengikat. Aturan-aturan dalam suku Bajo

Bokori bersifat mengikat bagi semua masyarakat suku bajo serta orang-orang diluar

suku Bajo yang terdapat di wilayah suku Bajo. Misalnya, ketika terjadi perkelahian

di wilayah Bajo yang melibatkan orang-orang didaerah Bajo dan orang setempat.

Diberlakukan aturan yang berlaku di daerah Bajo, dengan diadakannya musyawarah

atau Pasipupukang antara kedua belah pihak.

Selanjutnya, mempunyai sanksi. Ketika terjadi kasus atau masalah di antara

mereka, tidak serta merta dibawa langsung ke pihak berwajib. Namun, diselesaikan

secara adat dulu misalnya musyawarah, kalau sudah tidak ada titik temu barulah

dibawa ke pihak yang berwajib. Namun mengenai sanksi yang diberikan ada yang

namanya Passala atau denda. Mengenai efek jera dalam masyarakat suku Bajo tidak

Page 27: Makalah Wsbm Final

terlalu berpengaruh besar, karena dalam setiap penyelesaian masalah dan kasus

yang terjadi selalu diselesaikan dengan system kekeluargaan dan musyawarah.

Misalnya kalau tentang muda-mudinya itu, dalam mereka menjalin

hubungan jika tidak direstui oleh salah satu orang tua calon pemelai wanita baik

pria, itu mereka menyelesaikannya juga dengan adat yang mereka yakini dan

dipimpin juga oleh kepala adat melakukan Pasipupukang dengan cara:

Ningkolo (duduk) sebagai simbol untuk mohon izin kepada keluarga calon

mempelai yang tidak menyetujui pernikahan tersebut, kenapa suku Bajo memilih

adat ningkolo, karna ningkolo itu seperti memberi kehormatan, kesopanan saat akan

meminta izin dan sifat kekeluargaan. Pada upacara ini kepala adatnya yang akan

menjadi penengah di antara dua keluarga tersebut. Dan di situ calon mempelai laki-

laki menawarkan jumlah uang sebagai mas kawin untuk disetujui, jumlah nya itu

Rp50.000, dan ditambah lagi pula untuk uang biaya pesta perkawinan, akan terus

terjadi tawar-menawar sampai ada kesepakatan di antara dua keluarga tersebut.

Kalo dilihat lihat upacara adatnya agak matrelialistis, tapi sebenarnya uang yang ada

di upacara adat tersebut tidak terlalu penting, karena yang mereka maksud ialah

adanya pertemuan kedua keluarga untuk mengenal satu sama lain keharusan untuk

berbicara memberi alasan kenapa pernikahannya tidak disetujui, sekaligus memberi

toleransi.

Dan apabila ada seorang gadis yang hamil di luar nikah, maka laki-laki yang

menghamili harus membayar denda sebesar Rp 10.000 diikuti dengan berlakunya

hukum adat dan instansi agama yang mengharuskan mereka buat nikah. Bukan

hanya itu saja, jika ada seorang pemuda dan gadis yang ditemuin ngobroll di malam

hari, mereka diharuskan untuk menikah, ketatnya peraturan suku bajo dalam hal

pergaulan pemuda pemudi nya, itu wujud betapa sakral nya nilai sebuah kehormatan

keluarga.

Page 28: Makalah Wsbm Final

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bajo berasal dari nama seorang leluhur mereka. Yang sangat hebat dalam

melaut, dan hebat juga dalam bercocok tanam. Kemudian kampung Karang Bajo

adalah nama wilayah keturunan dari Bajo.  

Page 29: Makalah Wsbm Final

Suku Bajoe lahir dan hidup di laut. Mereka memiliki ketangguhan untuk

mengarungi lautan sebagai bagian dari sejarah dan jati dirinya.

Mata pencaharian utama suku Bajoe adalah mencari ikan dengan cara yang

masih terbilang tradisional, seperti memancing, memanah, dan menjaring ikan

Pada awalnya, Suku Bajo memeluk kepercayaan animisme dan agama

Hindu. Namun seiring ajaran agama Islam masuk yang dibawa oleh Sunan Prapen

(cucu Sunan Giri), banyak masyarakat Bajo berpindah agama.

Masyarakat Bajo memiliki pengetahuan alamiah-kontekstual yang dibangun

dari dan atas dasar pengalaman alamiah-kontekstual sehari-hari.

3.2 Saran

Makalah ini dibuat sebagai bahan belajar pembaca khususnya mahasiswa dan

memperluas wawasan mengenai masyarakat suku Bajo, khususnya suku Bajo Desa

Bokori, Kecamatan Soropia, Kabupaten Konawe. Oleh karena itu sebaiknya

makalah ini digunakan sebagaimana fungsi seharusnya.

DAFTAR PUSTAKA

Aslan, La Ode Muhamad dan Nadia, La Ode Abdul Rajak. 2009. Potret Masyarakat

Pesisir Sulawesi Tenggara. Kendari : Unhalu Press.

http://unj-pariwisata.blogspot.com/2012/05/kearifan-lokal-suku-bajo-uas.html

http://ahmilanakwajo.blogspot.com/2010/03/jenis-perkawinan-suku-bajo.html

Page 30: Makalah Wsbm Final

http://protomalayans.blogspot.com/2012/11/suku-bajo-kabaena-sulawesi_15.html

http://dimasadityo.wordpress.com/2008/08/20/suku-bajo-dan-%E2%80%9Cno-go-

area%E2%80%9D/

Pramono,Djoko. 2005. Budaya Bahari. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama

Tim Pengajar WSBM Univeritas Hasanuddin. 2011. Wawasan Sosial Budaya

Maritim (WSBM). Makassar : UPT MKU.