Makalah 2-Kasus1blm Final

42
MODUL ORGAN ENDOKRIN METABOLIK DAN GIZI “WANITA DENGAN BENGKAK PADA KEDUA TUNGKAI” KELOMPOK IX 030.09.227 Savitri Sirait 030.09.229 Sela Arini Putri 030.09.231 Shane Sakinah 030.09 232 Shendy Noor Pratiwi 030.09.233 Sherley Meiske Pakasi 030.09.235 Shinta Restyana Widya 030.09.236 Silvani Ully Siahaan 030.09.237 Siswanto 030.09.238 Siti Halida Zoraida SDA 030.09.239 Sitti Monica A Ambon 030.09.240 Sonia Laras Putri

Transcript of Makalah 2-Kasus1blm Final

Page 1: Makalah 2-Kasus1blm Final

MODUL ORGAN ENDOKRIN METABOLIK DAN GIZI

“WANITA DENGAN BENGKAK PADA KEDUA TUNGKAI”

KELOMPOK IX

030.09.227 Savitri Sirait

030.09.229 Sela Arini Putri

030.09.231 Shane Sakinah

030.09 232 Shendy Noor Pratiwi

030.09.233 Sherley Meiske Pakasi

030.09.235 Shinta Restyana Widya

030.09.236 Silvani Ully Siahaan

030.09.237 Siswanto

030.09.238 Siti Halida Zoraida SDA

030.09.239 Sitti Monica A Ambon

030.09.240 Sonia Laras Putri

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

Jakarta, 14 Maret 2012

Page 2: Makalah 2-Kasus1blm Final

BAB I

PENDAHULUAN

Pada diskusi kali ini, kami membahas tentang komplikasi diabetes melitus (DM) yaitu

nefropati diabetika. Diskusi kali ini terbagi menjadi dua sesi, di mana pada sesi pertama pada

hari Jumat tanggal 9 Maret 2012, pukul 10.00 – 11.40 (1 jam 40 menit) yang menjadi ketua

kelompok adalah Siti Halida Zoraida Soraya dengan sekretaris Shane Sakinah. Sedangkan yang

menjadi tutor kelompok adalah dr. Novi. Pada sesi pertama kami membahas tentang masalah

utama dan masalah tambahan yang teridentifikasi ada pada pasien ini yang didapatkan dari hasil

anamnesis, berkaitan dengan hipotesis kita yaitu nefropati diabetik dan sindroma nefrotik. Kita

juga membahas masalah tambahan pada pemeriksaan fisik dan penunjang pada urin yang

ditemukan glukosuria dan proteinuria. Pada akhir sesi pertama, kami membuat diagnosis kerja

yaitu Nefropati Diabetik et causa Diabetes mellitus Tipe 2, dan masih membutuhkan hasil

pemeriksaan penunjang untuk memastikan diagnosis. Learning issue kelompok kami pada

diskusi pertama mengenai

Diskusi sesi kedua diadakan pada hari Senin tanggal 12 Maret 2012, pukul 13.00-14.50

(1 jam 50 menit)

Topik diskusi mengenai seorang wanita, 48 tahun, mengeluh bengkak pada kedua

tungkai. Baik hari pertama maupun hari kedua, diskusi kami berjalan lancar dan tepat waktu.

Semua anggota ikut berpartisipasi dengan memberikan pendapatnya masing-masing sehingga

kami dapat menyelesaikan kasus tersebut.

Demikianlah makalah ini kami susun sebaik-baiknya dengan segala kekurangan dan

kelebihan. Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan bagi para pembaca.

Page 3: Makalah 2-Kasus1blm Final

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Skenario kasus

Seorang wanita 48 tahun, mengeluh bengkak pada kedua tungkai kaki hingga ke mata

kakinya sehingga ia tidak lagi dapat memakai sepatunya. Ia menyadari hal ini sejak 2-3 bulan

yang lalu. Seorang temannya memberinya lasix yang katanya sedikit menolong, tapi sekarang

obat itu sudah habis. Berat badannya bertambah hingga kira-kira 10 kg dalam waktu 2-3 bulan

terakhir. Sebelum ini dia mengeluh sering kencing dan mudah lelah serta mengantuk. Seorang

temannya mengatakan mungkin ia menderita kencing manis dan memberinya tablet yang

katanya harus diminum setiap pagi sebelum makan. Ia memang merasakan lebih enak. Ia tidak

pernah pergi lagi ke dokter.

Pada matanya tampak edema periorbital dan edema yang bersifat pitting pada tangan,

kaki dan kedua tungkainya. Ia merasa kebal pada kaki hingga pertengahan betisnya. Pada

pemeriksaan urin didapatkan glukosa +2, protein +3, leukosit 0-2/LPB, eritrosit 0-1/LPB.

2.1.1 Identitas pasien

Nama : -

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Perempuan

Pekerjaan : -

Agama : -

Alamat : -

Tanggal berobat : -

2.1.2 Anamnesis tambahan

Untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan beberapa data tambahan dari anamnesis pasien,

antara lain:

Riwayat Penyakit Sekarang

Page 4: Makalah 2-Kasus1blm Final

Sudah berapa lama timbul keluhan-keluhan yang terjadi?

Apakah sering makan dan minum?

Volume urin saat sering kencing, apakah sekali kluar banyak atau tidak?

Apakah ada keluhan lain seperti gangguan penglihatan?

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah pasien pernah mengalami keluhan yang sama sebelumnya?

Apakah pasien pernah atau sedang mengidap penyakit kelainan metabolik atau

vaskular?

Riwayat Pengobatan

Obat-obat apa sajakah yang sudah dikonsumsi selama keluhan terjadi?

Riwayat Keluarga

Adakah anggota keluarga yang pernah atau sedang mengalami keluhan yang

sama?

Adakah anggota keluarga yang mengalami penyakit metabolik (DM) atau

vaskular (hipertensi)?

2.1.3 Hipotesis

1. Mikroangiopati Diabetika

Merupakan komplikasi menahun dari Diabetes Melitus tipe 2 yang berupa nefropati,

retinopati, dan neuropati.

Nefropati berakibat fungsi ginjal makin lama makin mundur, terjadi albuminuri,

hematuri, ambang renal terhadap glukosa meningkat. Akhirnya terjadi gagal ginjal

terminal yang mengharuskan dialisis seumur hidup atau yang efektif dengan transplantasi

ginjal. Merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di antara semua komplikasi

Diabetes Melitus, dan penyebab tersering karena komplikasi kardiovaskular. Pasien

termasuk kepada stadium 4, karena sudah ditemukan adanya proteinuria walaupun belum

didapatkan hasil jumlah makroalbuminuria.

Retinopati, pembuluh retina mengalami penyempitan, karena merupakan end artery

(tidak memiliki kolateral) sumbatan pada pembuluh retina berakibat kebutaan. Tapi pada

pasien ini belum diketahui adanya penurunan fungsi penglihatan, perlu dilakukan

anamnesis dan pemeriksaan tambahan.

Page 5: Makalah 2-Kasus1blm Final

Neuropati paling sering ditemukan pada pasien Diabetes Melitus. Resiko yang dapat

dihadapi yaitu infeksi, ulkus yang tidak kunjung sembuh, dan amputasi jari atau kaki.

Manifestasi dapat bermacam-macam, mulai dari tanpa keluhan dan hanya bisa terdeteksi

dengan pemeriksaan elektrofisiologis, hingga keluhan nyeri yang hebat. Hal ini berawal

dari hiperglikemia berkepanjangan yang berujung pada kurangnya vasodilatasi, sehingga

aliran darah ke saraf menurun.

Gejala yang mendukung:

- Sering BAK (polakisuria)

- Mudah lelah dan mengantuk

- Pitting edema kedua tungkai dan kedua tangan (perifer) dan edema periorbital

- Bertambahnya BB

- Merasa tertolong oleh Lasix (furosemid = diuretik kuat)

- Konsumsi tablet (kemungkinan obat anti diabetika) setiap pagi hari sebelum makan

yang meringankan penderitaan pasien

- Kebal pada kaki hingga pertengahan betis = Neuropati Diabetika

- Glukosuria +3

- Proteinuria +2 = Nefropati Diabetika grade 4

2. Sindrom Nefrotik et causa Diabetes Glomeruloskerosis

Sindrom nefrotik merupakan salah satu gambaran klinik penyakit glomerular yang

ditandai dengan proteinuria masif >3,5gram/24jam/1,73m2 disertai hipoalbuminemia,

edema, hiperlipidemia, lipiduria, dan hiperkoaguabilitas. Sindrom nefrotik dapat

disebabkan oleh glomerulonefritis (GN) primer dan sekunder akibat infeksi, keganasan,

obat atau toksin, penyakit jaringan ikat, dan penyakit sistemik. Contoh penyakit sistemik

salah satunya adalah Diabetes Glomerulosklerosis. Dan pada orang dewasa paling sering

disebabkan oleh gangguan sistemik.

Gejala yang mendukung:

- Sering BAK (polakisuria)

- Mudah lelah dan mengantuk

- Pitting edema kedua tungkai dan kedua tangan (perifer) dan edema periorbital yang

mungkin pada akhirnya akan menjadi anasarka

Page 6: Makalah 2-Kasus1blm Final

- Bertambahnya BB

- Merasa tertolong oleh Lasix (furosemid = diuretik kuat)

- Konsumsi tablet (kemungkinan obat anti diabetika) setiap pagi hari sebelum makan

yang meringankan penderitaan pasien

- Glukosuria +3

- Proteinuria +2

2.1.4 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

Keadaan Umum : Baik

Kesadaran : Compos mentis

Tanda vital

Tekanan darah : -

Suhu : -

Nadi : -

Pernafasan : -

Antropometri

Tinggi badan : -

Berat badan : -

BMI : -

Kepala :

Mata : edema periorbital

Hidung : -

Telinga : -

Mulut : -

Tenggorok : -

Leher : -

Thorax

Jantung : -

Paru : -

Abdomen

Page 7: Makalah 2-Kasus1blm Final

Hepar : -

Lien : -

Usus : -

Extremitas

Tangan : edema bersifat pitting

Tungkai : edema bersifat pitting pada kedua tungkai

Pemeriksaan syaraf : baal pada kaki hingga pertengahan betis

Interpretasi

Pada pemeriksaan fisik, ditemukan adanya edema periorbital, edema bersifat pitting pada

tangan dan kedua tungkai, berat badan pasien juga bertambah 10 kg dalam waktu 2-3 bulan

ketika di anamnesis. Edema pada paien ini dapat terjadi akibat proteinuria yang dialami pasien,

protein plasma banyak keluar di urin sehingga menyebabkan penurunan konsentrasi protein

plasma yang akan menimbulkan penurunan tekanan osmotik koloid plasma.1 ketika tekanan

onkotik menurun maka cairan yang ada pada plasma masuk ke interstisial sehingga cairan

menumpuk disana. Edema periorbital terjadi karena jaringan penyusunnya berupa jaringan ikat

longgar sehingga cairan lebih mudah untuk masuk kesana.

Edema bersifat pitting terjadi bila cairan interstisial meningkat sampai batas tekanan

positif, maka akan ada akumulasi hebat cairan bebas dalam jaringan, pada batas tekanan ini,

jaringan bersifat lemah dan memungkinkan cairan dalam jumlah besar untuk berakumulasi

dengan hanya menambah sedikit dengan tekanan hidrostatik cairan interstisial. Cairan

ekstraseluler yang kebanyakan berakumulasi adalah cairan bebas karena cairan ini mendorong

brush pile(lapisan sikat) filamen proteoglikan hingga terpisah, karenanya sekarang cairan dapat

mengalir bebas melalui rongga jaringan karena tidak dalam bentuk gel. Bila hal ini terjadi,

edema tersebut akan dikatakan pitting edema karena kita dapat menekan ibu jari kita pada

jaringan dan mendorong cairan keluar dari area tersebut, bila ibu jari diangkat akan terbentuk

suatu lekukan dikulit selama beberapa detik sampai cairan kembali lagi dari jaringan sekitarnya.1

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang

Page 8: Makalah 2-Kasus1blm Final

Pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan pada kasus ini adalah Urinalisa (pemeriksaan

laboratorium urin). Hasil urinalisa yang didapat adalah sebagai berikut :

No. Jenis Hasil Nilai Normal Keterangan

1.

2.

3.

4.

Glukosa urin

Protein urin

Leukosit

Eritrosit

+2

+3

0-2/LPB

0-1/LPB

Negatif

Negatif

0-5 (0-3)/LPB

0-1/LPB

Urin normal tidak

mengandung glukosa,

dengan adanya glukosa

pada urin menggambarkan

meningkatnya kadar

glukosa darah.1

Urin terlihat keruh, yang

berarti cukup banyak

protein berada di urin.1

Normal.2

Normal.2

Glukosa yang ditemukan di urin dilaporkan secara semikuantitatif, bernilai +2 yang

berarti keberadaan glukosa di urin (glukosuria) tidak sebanyak jika hasilnya +4. Adanya

glukosuria ini menandakan bahwa terjadi peningkatan kadar glukosa dalam darah, selain itu nilai

ambang ginjal terhadap glukosa meningkat disertai oleh menurunnya daya reabsorpsi tubulus.

Hal ini sering terjadi pada penderita yang didagnosis Diabetes Melitus. Namun, glukosuria dapat

terjadi tidak sejalan dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah, oleh karena itu glukosuria

tidak selalu dapat dipakai untuk menunjang diagnosis diabetes mellitus.2 Pada kasus ini,

glukosuria yang terjadi jika dinilai dari hasilnya +2, dapat terjadi kemungkinan karena pasien ini

telah meminum obat yang diberi temannya yang kelompok kami curigai sebagai salah satu obat

diabetes.

Sama halnya dengan glukosa, protein dalam urin (proteinuria) dilaporkan pula secara

semikuantitatif. Pada kasus ini proteinuria yang terjadi bernilai +3, yang berarti urin menjadi

sangat keruh akibat adanya protein. Protein normalnya tidak ditemukan dalam urin. Namun,

sejumlah kecil protein dapat dideteksi dari individu sehat karena perubahan fisiologis. Selama

Page 9: Makalah 2-Kasus1blm Final

olah raga, stres atau diet yang tidak seimbang dengan daging dapat menyebabkan protein dalam

jumlah yang signifikan muncul dalam urin. Protein terdiri atas fraksi albumin dan globulin.

Peningkatan ekskresi albumin merupakan petanda yang sensitif untuk penyakit ginjal kronik

yang disebabkan karena penyakit glomeruler, diabetes melitus, dan hipertensi. Sedangkan

peningkatan ekskresi globulin dengan berat molekul rendah merupakan petanda yang sensitif

untuk beberapa tipe penyakit tubulointerstitiel. Pada kasus ini dicurigai terjadi peningkatan

protein akibat dari komplikasi Diabetes Melitus yang telah mengakibatkan glomerolus pada

ginjal mengalami sklerosis sehingga pada filtrasi glomerolus, protein dapat lolos dan masuk ke

dalam urin. Patofisiologi lebih jelasnya akan dijelaskan pada pembahasan setelah ini.2

2.1.6 Pemeriksaan penunjang anjuran

Oleh karena kecurigaan kelompok kami mengarah kepada Diabetes Melitus yang telah

terjadi komplikasi di ginjal (Nefropati Diabetika) dan Neuropati Diabetika (dilihat dari hasil

anamnesisnya), maka kelompok kami menganjurkan pemeriksaan penunjang lainnya yaitu :

1. Pemeriksaan Kadar Gula Darah

Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk menentukan ada tidaknya DM pada pasien ini.

Seperti yang telah dijelaskan diatas bahwa, hanya dengan ditemukaanya glukosuria

belum dapat mendiagnosis pasien menderita DM, sehingga perlu juga untuk melakukan

pemeriksaan kadar gula darah ini.3 Selain itu, sebagai dokter kita juga dapat menetukan

seberapa parah hiperglikemi yang dialami pasien dengan pemeriksaan ini, sehingga

dapat merencanakan penatalaksanaan yang tepat.

Kriteria Diagnostik Diabetes Melitus:

Kadar glukosa darah sewaktu >= 200 mg/dl.

Atau

Kadar glukosa darah puasa >= 126 mg/dl.

Atau

Page 10: Makalah 2-Kasus1blm Final

Kadar glukosa plasma >= 200/dl pada 2 jam sesudah beban glukosa 75 gram TTGO.

Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994):

3 hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan jasmani seperti biasa.

Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.

Diperiksa konsentrasi glukosa darah puasa. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak),

dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam wkatu 5 menit. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampel darah untuk pemeriksaan 2 jam

setelah minum larutan glukosa selesai. Diperiksa glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa. Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak

merokok.3

Hasil pemeriksaan glukosa darah 2 jam pasca pembebanan dibagi menjadi:

- < 140 mg/dL normal- 140 - <200g/dL toleransi glukosa terganggu (belum Diabetes Mellitus,

tetapimemiliki risiko terjadi penyakit kardiovaskular seperti penderita Diabetes Mellitus)

- >= 200 mg/dL diabetes melitus

2. Pemeriksaan Kimia Darah Untuk Faal Ginjal

Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan Ureum dan Kreatinin. Kreatinin

adalah produk akhir dari metabolism keratin otot dan kreati fosfat (protein) yang

disintesa di hati, ditemukan dalam otot rangka dan darah, lalu akan diekskresikan dalam

urin. Pemeriksaan kreatinin berguna untuk mengevaluasi fungsi glomerulus. Apabila

terjadi peningkatan dari nilai normal menandakan adanya penurunan fungsi ginjal, dan

hal ini dapat terjadi pada nefropati diabetika.

Ureum sendiri adalah senyawa ammonia yang berasal dari metabolism asam amino yang

diubah oleh hati menjadi ureum. Produk ini diekskresikan oleh ginjal melalui urin.

Peningkatan kadar ureum dalam darah berbahaya, sebab dapat terjadi shok yang

berujung pada kematian. Sama halnya dengan kreatinin, peningkatan ureum dalam darah

dapat disebabkan oleh menurunnya fungsi ginjal untuk menekskresi ureum tersebut.

Page 11: Makalah 2-Kasus1blm Final

Kadar normal dalam darah :

Kreatinin : 0,6-1,3 mg/dl (dewasa)

Ureum : 10-50 mg/dl.2

3. Pemeriksaan Mata

Pemeriksaan mata yang perlu dilakukan adalah visus dan funduskopi untuk melihat

retinanya. Menurut penelitian, kebutaan pada diabetik dijumpai 25 kali dibandingkan

non-diabetik. Penyebab utama penurunan daya penglihatan ialah retinopati diabetik.3

4. Pemeriksaan Profil Lemak Darah

Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai kadar kolesterol, trigliserida, HDL dan LDL

dalam darah. Sebab, penderita diabetes mellitus mempunyai resiko komplikasi

(makroangiopati) yaitu dapat terjadinya Infark Miokard dan Stroke akibat aterosklerosis.

Proses aterosklerosisnya sendiri dapat terbentuk akibat adanya akumulasi lemak pada

dinding pembuluh darah.2

5. Pemeriksaan Kimia Darah untuk Faal Hati

Pemeriksaan ini dikhususkan untuk memeriksa kadar albumin dalam darah. Albumin

merupakan protein yang larut dalam air, membentuk lebih dari 50 % protein plasma.

Albumin berfungsi untuk mempertahankan tekanan koloid osmotik darah sehingga

cairan vascular dapat dipertahankan. Penurunan kadar albumin dalam darah

mengakibatkan keluarnya cairan vascular menuju ke jaringan interstitial dan terjadilah

oedema. Penurunan ini bisa terjadi pada beberapa penyakit, pada kasus ini dicurigai

dapat terjadi penurunan akibat adanya proteinuria sebagai akibat dari penurunan fungsi

ginjal. Pemeriksaan ini hanya bertujuan untuk menentukan seberapa parah kehilangan

albumin yang terjadi.2

2.2 Faktor Resiko

Page 12: Makalah 2-Kasus1blm Final

Faktor resiko yang ditemukan pada pasien ini adalah usia pasien yang berusia 18 tahun

dan hasil BMI 19,6 yang masih termasuk Normal. Selain itu kebiasaan pasien meminum

softdrink.

2.3 Daftar Masalah

Keluhan utama : bengkak pada kedua tungkai kaki hingga ke mata kakinya sejak 2-3 bulan yang

lalu.

Keluhan tambahan : sering kencing, dan mudah lelah serta mengantuk sejak 2-3 bulan yang lalu.

2.3.1 Pengkajian Masalah

Daftar masalah Hipotesis Hipotesis penyebab Dasar masalah

Usia 48 tahunFactor resiko, Usia yang rentan mengalami diabetes mellitus yang tipe 2

anamnesis

Bengkak pada kedua tungkai kaki hingga ke mata kaki sejak 2-3 bulan yang lalu

- nefropathy diabetikum

- gangguan ginjal

- efek samping akibat penggunaan obat diabetes yang tidak sesuai dengan jenis diabetes pasien ini

- karena nefropathy diabetikum nya, karena proteinuria maka akan menurun kan albumin plasma.

Anamnesis

Riwayat pemakaian lasix

- obat diuresis- obat golongan furosemide yang merupakan diuresis, meningkatkan pengeluaran cairan

Anamnesis

Berat badan bertambah 10 kg

- nafsu makan bertambah

-Intrasel hipoglikemi yang mebuat otak terus menerus merangsang pusat lapar, jadi merasa lapar terus dan makan

Anamnesis

Page 13: Makalah 2-Kasus1blm Final

- oedem

yang berlebihan

- kadar albumin plasma yang menurun, sehingga fungsinya untuk mengatur tekanan onkotik intravaskular juga menurun→maka akan terjadi ekstravasasi plasma ke interstisial dan mengakibatkan edema

Mudah lelah serta mengantuk

- diabetes mellitus tipe 1, 2

- gangguan pada insulin menyebabkan gangguan masuknya glukosa kedalam sel, sehingga terjadi defisiensi glukosa intrasel, sel yang tidak mendapatkan nutrisi menyebabkan pasien sering mengeluh lemas dan cepat lelah

Anamnesis

Sering kencing

(poliuri)- diabetes mellitus tipe 1,2

- kadar glukosa darah yang tinggi menyebabkan tekanan osmotik darah meningkat, sehingga akan terjadi diuresis osmotic

Anamnesis

Pemberian obat DM tanpa kontol dokter

- diabetes mellitus tidak terkontrol

- menyebabkan hiperglikeima yang terus menerus tetapi intrasellular hipoglikemia, sehingga merespon otak untuk merangsang pusat lapar dan menjadi makan terus menerus

Anamnesis

Oedem periorbital dan pitting oedem pada tangan, kaki dan kedua tungkainya

- nefropathy diabetikum

-Karena adanya kerusakan pada filtrasi glomerulus maka terjadi proteinuria→kadar albumin dalam plasma menurun, sehingga fungsinya untuk mengatur tekanan onkotik intravaskular juga

Pemeriksaan fisik

Page 14: Makalah 2-Kasus1blm Final

menurun→maka akan terjadi ekstravasasi plasma ke interstisial dan mengakibatkan pitting edema pada tangan, kaki dan kedua tungkai serta edema periorbital.

Kebal pada kaki hingga pertengahan betisnya

- neuropathy diabetikum

-Akibat dari hiperglikemia yang lain yaitu akan menyebabkan glukosa menjadi tereduksi menjadi sorbitol di dalam sel yng mengandung enzim aldosareduktase. . Penumpukan sorbitol pada sel Schwann dan neuron akan mengurangi konduksi saraf (polineuropati)

Pemeriksaan fisik

Glukosa +2 - diabetes mellitus tipe 1, 2

- Ketika kadar glukosa darah meninggi ketingkat pada saat glukosa yang difiltrasi melebighi kapasitas sel-sel tubulus melakukan reabsorbsi (170mg%), maka glukosa akan timbul di urin

Hasil laboratorium urin

Protein +3 Nefropathy diabetikum

Glukosuria dapat menyebabkan hiperfiltrasi untuk kerja ginjal, hal ini dapat menjadi awal dari mekanisme kerusakan ginjal. Karena adanya kerusakan pada filtrasi glomerulus maka memungkinkan protein ikut keluar ke dalam urin.

Hasil laboratorium urin

2.4 Diagnosis dan Analisis

Page 15: Makalah 2-Kasus1blm Final

Diagnosis kerja adalah Diabtes Melitus tipe 1 atau Insulin Dependent Diabtes Melitus

(IDDM), atas indikasi sebagai berikut :

1. DM tipe 1 secara klinis onsetnya pada usia < 20 tahun, dan pasien masih berumur 18

tahun. Karena pada umumnya destruksi sel β sudah terjadi sejak lahir, namun manifestasi

klinisnya baru tampak saat mulai pubertas.

2. Berat Badan normal. Menurut perhitungan BMI pasien adalah 19,5 dimana masih dalam

rentang normal. DM tipe 1 tidak tergantung pada obesitas, DM tipe 1 bisa terjadi pada

orang dengan BB normal karena faktor DM nya berasal dari dalam tubuh yaitu destruksi

sel β pancreas.

3. Keton +2. Pada DM tipe 1 lebih mudah terjadi ketonuria karena DM tipe 1 sama sekali

tidak memproduksi insulin sehingga sel sangat kekurangan glukosa. Sebagai kompensasi

tubuh untuk memberikan energi pada sel dengan meningkatkan lipolisis. Di samping itu,

lipolisis juga menyebabkan FFA darah meningkat dan bila menumpuk bersama benda

keton, pasien akan sampai ke tahap ketoasidosis dimana terjadi penurunan kesadaran,

seperti yang tampak pada pasien ini adalah keluhan mengantuk.

Dan diagnosis bandingnya adalah Diabetes Melitus tipe 2 atau Non Insulin Dependent

Diabetes Melitus (NIDDM). DM tipe 2 bisa disingkirkan karena memperhatikan faktor usia dan

BMI pasien. Pada DM tipe 2 biasanya terjadi pada orang yang usianya > 45 tahun dan gemuk.

Selain itu, DM tipe 2 tidak mudah terjadi ketonuria karena masih ada insulin yang dihasilkan

oleh sel β pankreas sehingga masih ada glukosa yang dapat masuk ke dalam sel untuk digunakan

sebagai energi, jadi lipolisis tidak terlalu ditingkatkan.

Untuk menegakkan diagnosis pasti kami masih membutuhkan pemeriksaan gula darah agar kita

dapat mengetahui dengan pasti seberapa berat hiperglikemi yang diderita pasien. Hasil

pemeriksaan gula darah yang menunjukan DM :

Gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl; atau

Gula darah puasa ≥ 126 mg/dl; atau

Gula darah setelah 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dl.1

Page 16: Makalah 2-Kasus1blm Final

2.5 Patofisiologi kasus

Berdasarkan diagnosis yang telah ditetapkan pada pasien ini, dimana dinyatakan bahwa

pasien menderita Nefropati Diabetik et causa Diabetes mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent

Diabetes Melitus) yang ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang muncul serta pemeriksaan

laboratorium urin. Walaupun kriteria diagnosis untuk DM sebenarnya adalah pemeriksaan kadar

gula dalam darah, maka pemeriksaan gula darah sangat diperlukan. Agar kita dapat mengetahui

dengan pasti seberapa berat hiperglikemi yang diderita pasien. Berikut akan dibahas mengenai

patofisiologi terjadinya gejala-gejala yang dialami pasien dalam kaitannya dengan diagnosisnya

yaitu Nefropati Diabetik et causa Diabetes mellitus Tipe 2.

Keluhan utama dari pasien berusia 48 tahun ini yaitu datang dengan keluhan bengkak pada

kedua tungkai kaki hingga ke mata kaki. Keadaan ini bisa disebabkan karena perjalanan penyakit

DM yang dialami oleh pasien ini. . Pada pasien dengan DM, keluhan yang tentu sering timbul

(khas) adalah 3P (Polidipsi, Poliuria, Polifagi).1 Awalnya pasien mengeluhkan sering kencing

oleh karena adanya defisiensi insulin maka kadar glukosa darah meninggi akibat kurangnya

insulin yang berfungsi untuk memasukan glukosa ke dalam sel yang berguna untuk sumber

energi sel tersebut, akibatnya terjadi hiperglikemia. Keadaan ini menyebabkan jumlah glukosa

yang difiltrasi melebihi kapasitas sel-sel tubulus untuk mengabsorpsi sehingga glukosa dapat

keluar di urin (glukosuria).

Glukosuria dapat menyebabkan hiperfiltrasi untuk kerja ginjal, hal ini dapat menjadi awal

dari mekanisme kerusakan ginjal. Filtrasi glomerulus dari nefron yang masih sehat akan

meningkat sebagai bentuk kompensasi. Hiperfiltrasi yang terjadi pada sisa nefron yang sehat

lambat laun akan menyebabkan sklerosis dari nefron tersebut.2 Mekanisme peningkatan laju

filtrasi glomerulus pada nefropati diabetik kenungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen

oleh efek yang tergantung dari glukosa. Karena adanya kerusakan pada filtrasi glomerulus maka

memungkinkan protein ikut keluar ke dalam urin (proteinuria). Hal ini juga berdampak pada

kadar albumin dalam plasma yang menurun (kurangnya protein), sehingga fungsinya untuk

mengatur tekanan onkotik intravaskular juga menurun. Dengan demikian, maka akan terjadi

ekstravasasi plasma ke interstisial dan mengakibatkan pitting edema pada tangan, kaki dan

kedua tungkai serta edema periorbital. Pitting edema merupakan edema yang jika ditekan,

Page 17: Makalah 2-Kasus1blm Final

sulit kembali seperti semula. Edema periorbital dapat terjadi karena jaringan penyusunnya

berupa jaringan ikat longgar sehingga memudahkan cairan untuk masuk.

Pada riwayat pengobatan didapatkan bahwa pasien pernah mengkonsumsi Lasix. Obat ini

merupakan furosemid (diuretik kuat) yang berfungsi untuk menghilangkan air dan garam dari

tubuh. Di ginjal, garam (terdiri dari natrium dan klorida), air, dan molekul kecil lainnya yang

biasanya akan disaring keluar dari darah dan masuk ke dalam tubulus ginjal. Furosemide bekerja

dengan menghalangi penyerapan natrium, klorida, dan air dari cairan yang disaring dalam

tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan yang mendalam output urin (diuresis).3 Hal ini dapat

menyebabkan pasien mengatakan setelah minum obat ini dapat sedikit menolong. Namun,

setelah tidak menggunakan obat ini maka berat badannya menjadi naik kira-kira 10 kg

dalam 2-3 bulan yang dapat disebabkan karena edema yang terjadi.

Akibat dari hiperglikemia yang lain yaitu akan menyebabkan glukosa menjadi tereduksi

menjadi sorbitol di dalam sel yng mengandung enzim aldosareduktase. Alkohol heksahidrat ini

tidak dapat melalui membran sel dan salah satu akibatnya adalah konsentrasi dalam sel akan

meningkat dan sel membengkak. Penumpukan sorbitol pada sel Schwann dan neuron akan

mengurangi konduksi saraf (polineuropati), terutama mempengaruhi sistem saraf otonom, reflek,

dan fungsi sensorik.4 Maka dengan demikian pada pasien ini didapati rasa kebal pada kaki

hingga pertengahan betis. Gejala ini bisa merupakan lanjutan atau komplikasi dari perjalanan

penyakit DM yang dialami pasien yang disebut neuropati diabetik.

2.6 Rencana Penatalaksanaan SONIA

Jangka pendek : menghilangkan keluhan/gejala DM dan mempertahankan rasa nyaman

dan sehat.

Tatalaksana awal yang kita berikan pada pasien ini adalah pemberian cairan dengan

infuse NaCl untuk memperbaiki keadaan umum, dan supaya kesadaran membaik.

Kemudian bisa diberikan suntik insulin sesuai dengan hasil dari kadar gula darah pasien

ini.

Page 18: Makalah 2-Kasus1blm Final

Jangka panjang : mencegah penyulit, baik makroangiopati, mikroangiopati maupun

neuropati, dengan tujuan akhir menurunkan morbiditas dan mortilitas

DM.

Pilar utama pengelolaan DM

2.7 Prognosis CITRA

2.8 Komplikasi Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan pengobatan yang

terkontrol. Tanpa didukung oleh pengelolaan yang tepat, diabetes dapat

menyebabkan beberapa komplikasi. Komplikasi yang disebabkan dapat berupa:

Komplikasi Akut

Hipoglikemia

Hipog l i kemia d i t anda i dengan menurunnya kada r g lukosa h ingga

mencapa i <60  mg /d l . Ge j a l a h ipog l i kemia t e rd i r i da r i ge j a l a ad rene rg ik

(berdebar, banyak keringat, gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah,

kesadaran menurun sampai koma).

Ketoasidosis Diabetik 

Keadaan ini berhubungan dengan defisiensi insulin, jumlah insulin yang terbatas dalam

tubuh menyebabkan glukosa tidak dapat digunakan sebagai s u m b e r e n e r g i ,

s e h i n g g a t u b u h m e l a k u k a n p e n y e i m b a n g a n d e n g a n memetabolisme

lemak. Hasil dari metabolisme ini adalah asam lemak bebas dan senyawa keton. Akumulasi

keton dalam tubuh inilah yang menyebabkan terjadinya asidosis atau ketoasidosis. Gejala

klinisnya dapat berupa kesadaran menurun, napas cepat dan dalam (kus smau l ) ,

s e r t a   t anda - t anda deh id ra s i . Se l a in i t u , s e seo rang d ika t akan mengalami

ketoasidosis diabetik jika hasil pemeriksaan laboratoriumnya:

Hiperglikemia (glukosa darah >250 mg/dl)

Na serum <140 meq/l

Asidosis metabolik (pH <7,3; bikarbonat <15 meq/l)

Ketosis (ketonemia dan atau ketonuria)

Page 19: Makalah 2-Kasus1blm Final

Komplikasi Kronis   (Menahun)

Makroangiopati:

Pembuluh darah jantung

Pembuluh darah perifer (tepi)

Pembuluh darah otak

Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya arteri akibat

timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes, namun pada DM timbul

lebih cepat, lebih sering terjadi dan lebih serius. hiperinsulinemia merupakan suatu faktor

resiko mortalitas kardiovaskular, dimana peninggian kadar insulin menyebabkan risiko

kardiovaskular semakin tinggi pula. Kadar insulin puasa > 15 IU/ml akan meningkatkan risiko

mortalitas koroner sebesar 5 kali lipat. Hiperinsulinemia kini dikenal sebagai faktor

aterogenik dan diduga berperan penting dalam timbulnya komplikasi makrovaskular.

Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi pada penderita

diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada diabetes, penyakit

pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila sudah mencapai fase IV.

Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati yang disertai infeksi merupakan

factor utama terjadinya proses gangren diabetik. Pada penderita dengan gangren dapat

mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai faktor pencetus koma, ataupun kematian.

Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita diabetes.

Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis timbul gangguan

neurologis akibat iskemia

Mikroangiopati:

Retinopati Diabetik

Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya ketajaman

penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada kebutaan.

Retinopati diabetik dibagi dalam 2 kelompok, yaitu retinopati non proliferatif dan

proliferatif. Retinopati non proliferatif merupakan stadium awal dengan ditandai adanya

mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan adanya pertumbuhan pembuluh

darah kapiler, jaringan ikat, dan adanya hipoksia retina.

Page 20: Makalah 2-Kasus1blm Final

Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang baik,

sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya dengan kontrol gula

darah, bahkan akan menjadi lebih buruk apabila dilakukan penurunan kadar gula darah yang

terlalu singkat.

Nefropati Diabetik

Diabetes mellitus tipe 2, merupakan penyebab nefropati paling banyak, sebagai penyebab

terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM mengakibatkan

perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti protein dapat lolos ke

dalam kemih (mis. albuminuria). Akibat nefropati diabetika dapat timbul kegagalan ginjal yang

progresif.

Nefropati diabetik ditandai dengan adanya proteinuria persisten (>0.5 gr/24 jam), terdapat

retinopati dan hipertensi. Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol

metabolisme dan kontrol tekanan darah.

Neuropati Diabetik

Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada penderita

DM, lebih 50% diderita oleh penderita DM. Manifestasi klinis dapat berupa gangguan sensoris,

motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya progresif dimana terjadi degenerasi

serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri atau bahkan baal. Yang terserang biasanya

adalah serabut saraf tungkai atau lengan. Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi

pada struktur saraf akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan mioinositol,

penurunan Na/K ATP-ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur saraf, demielinisasi

segmental, atau atrofi aksonal.

Komplikasi dengan mekanisme gabungan:

1. Rentan infeksi, contohnya tuberkolusis paru, infeksi saluran kemih, infeksi

kulit, dan infeksi kaki (kaki diabetik).

2. Disfungsi ereksi (impotensi)

Page 21: Makalah 2-Kasus1blm Final

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Informasi yang Kurang

Pada kasus ini kelompok kami menyimpulkan diagnosis kerja kita adalah dibetes mellitus

tipe 1. Tetapi pada kasus ini tidak diketahui ada atau tidaknya factor resiko mengenai riwayat

keluarga yang mengalami DM. Selain itu gejala DM yang tidak ditemukan pada kasus yaitu

polifagia dan tidak diketahui riwayat penurunan berat badan.

Kurangnya informasi pemeriksaan fisik mengenai tanda vital, terutama pernafasan, yang

apabila sudah terjadi asidosis metabolic dapat ditemukan pernafasan kussmaul (cepat dan

dalam), dan untuk mengetahui derajat dehidrasi dari turgor kulit yang berkurang, lidah dan bibir

kering.

Pemeriksaan laboratorium yang kita butuhkan untuk mendiagnosis DM adalah

pemeriksaan gula darah. Selain itu pemeriksaan lain yang dibutuhkan adalah faal ginjal untuk

melihat apakah telah terjadi penurunan fungsi ginjal atau tidak, dan analisis gas darah untuk

mengetahui status oksigenasi dan keseimbangan asam basa, apakah sudah terjadi asidosis atau

belum.

3.2 Diabetes Melitus

Diabetes mellitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang terjadi karena

kelainan sekresi hormon insulin, aktivitas/kerja insulin atau kedua-duanya yang ditandai oleh

hiperglikemia dan glukosuria.1 Kelainan pada sekresi/kerja insulin tersebut menyebabkan

abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Hiperglikemia kronik pada

Page 22: Makalah 2-Kasus1blm Final

diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa

organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.

Gejala :

Gejala khas DM:

Poliuria, polidipsi, polifagi

Gejala lain :

Kesemutan, pruritus, infeksi yang sulit sembuh, cepat lelah dan mengantuk,berat

badan menurun dengan cepat tanpa sebab yang jelas, pengelihatan kabur

Kriteria diagnosa DM :

1. Gejala khas DM + kadar glukosa darah sewaktu ≥ 200mg/dl

2. Gejala khas DM + kadar glukosa darah puasa ≥ 126mg/dl

3. kadar glukosa plasma ≥ 200mg/dl pada 2 jam sesudah diberi beban glukosa 75gr pada

TTGO.

Klasifikasi dan etiologi

Menurut American Diabetes Association (ADA), klasifikasi Diabetes Melitus adalah

sebagai berikut :10

1. Diabetes Melitus tipe 1

DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes Juvenile onset atau childhood-onset diabetes

atau insulin-dependent diabetes mellitus(IDDM ) atau Ketosis prone, karena tanpa

insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah

“juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 umumnya terjadi pada masa

anak-anak, dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun,

selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40. Pada pasien DM tipe 1

umumnya tidak obesitas tetapi berat badannya dapat normal ataupun kurus.

Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar

glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap

stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.

DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan

histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel

Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-

acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat

Page 23: Makalah 2-Kasus1blm Final

pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto

atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA)

DR3 atau HLA DR4.

Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana

sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel

beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan

defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel

beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan

konsumsi susu sapi pada masa bayi.

Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik.

Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik

ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

Gejala yang dapat ditemukan adalah gejala khas dan gejala lain pada diabetes, adanya

ketoasidosis, turunnya berat badan sampai somnolen.11

2.  Diabetes Melitus tipe 2

Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 atau adult-onset diabetes atau obesity-related

diabetes atau non-insulin-dependent diabetes mellitus( NIDDM ) tidak memiliki

hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien

mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen

tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2 ini 90% dari semua kasus diabetes dan

biasanya dimulai pada usia lebih dari 45tahun. DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang

predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan

gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin

terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta

pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor

glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.

Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang diabetogenik

(asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah

kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2

adalah berbeda-beda untuk setiap ras.12

3.  Diabetes Melitus tipe lain

Page 24: Makalah 2-Kasus1blm Final

-         Defek genetik fungsi sel beta

Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta,

dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau

disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin

namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6

lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga

mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi

kelaian genetik  yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi

insulin.

Tatalaksana DM

Suntikan insulin untuk pengobatan diabetes dinamakan terapi insulin. Tujuan terapi ini

terutama untuk :

1. Mempertahankan glukosa darah dalam kadar yang normal atau mendekati normal.

2. Menghambat kemungkinan timbulnya komplikasi kronis pada diabetes.

Keberhasilan terapi insulin juga tergantung terhadap gaya hidup seperti program diet dan

olahraga secara teratur.

Satu-satunya jalan pemberian insulin adalah melalui suntikan, bisa suntikan di bawah

kulit (subcutan/sc), suntikan ke dalam otot (intramuscular/im), atau suntukan ke dalam

pembuluh vena (intravena/iv). Ada pula yang dipakai secara terus menerus dengan

pompa (insulin pump/CSII) atau sistem tembak (tekan semprot) ke dalam kulit (insulin

medijector).

Indikasi penggunaan terapi insulin harus memenuhi kriteria:

- Menggunakan insulin lebih dari 3 kali sehari

- Kadar glukosa darah sering tidak teratur

- Lelah menggunakan terapi injeksi insulin

- Ingin mengurangi resiko hipoglikemi

- Ingin mengurangi resiko komplikasi yang berkelanjutan

- Ingin lebih bebas beraktifitas dan gaya hidup yang lebih fleksibel

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

Page 25: Makalah 2-Kasus1blm Final

1. Mengecek kadar glukosa darah (setidaknya 4 hari sekali, sebelum makan) untuk

mengetahui berapa dosis insulin yang diperlukan untuk mengontrol kadar glukosa

darah tubuh

2. Mulai memahami makanan yang dikonsumsi.

3. Perhatikan secara teratur (setiap setelah makan) pompa insulin untuk meminimalisir

kerusakan.

Menurut studi yang dilakukan National Institute of Health selama 10 tahun terhadap 1000

penderita diabetes melitus tipe 1, didapatkan bahwa penggunaan terapi insulin yang

intensif, seperti contohnya menggunakan pompa insulin, dapat mengurangi komplikasi

diabetes secara efektif. Studi ini menunjukan bahwa terapi insulin intensif:

- Mengurangi komplikasi kebutaan 76 %

- Mengurangi komplikasi amputasi 60 %

- Mengurangi resiko terkena penyakit ginjal 54 %

Pompa insulin bekerja seperti pankreas dan telah diprogram secara otomatis untuk

memasukan insulin ke dalam tubuh kapan pun diperlukan. Terapi pompa insulin atau

yang dikenal dengan sebutan Continuous Subcutaneous Insulin Infusion (CSII)

merupakan terapi yang paling menyerupai metode fisiologi tranfer insulin ke dalam

tubuh. Insulin yang dipergunakan dalam pompa insulin adalah insulin “prandial” (short

atau rapid acting insulin), sehingga dosis basal akan tertutupi oleh dosis prandial “bolus”

yang diberikan secara intensif selama 24 jam.

Keuntungan penggunaan pompa insulin:

1. Terbebas dari penggunan multiple daily injection insulin

2. Penurunan kadar HbA1C yang terkontrol

3. Mengurangi frekuensi terkena hipoglikemia

Page 26: Makalah 2-Kasus1blm Final

4. Mengurangi variasi kadar glukosa darah

5. Meningkatkan fleksibilitas dan manajemen diabetes

Kekurangan Penggunaan pompa insulin yakni:

1. Ada resiko infeksi jika tidak mengganti insertion site pada cannula secara teratur

2. Pemeriksaan gula darah yang lebih sering memiliki resiko terkena hiperglikemi

yang dapat mengakibatkan diabetic ketoacidosis yang lebih besar jika tidak

mempergunakan pompa dalam jangka waktu yang lama.

Untuk mengevaluasi pengendalian (kontrol) gula darah dilakukan:

Dapat dilakukan beberapa pemeriksaan untuk pemantauan pengelolaan diabetes mellitus

(DM), yaitu kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin,

khususnya HbA1C. Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini

dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.

Pemeriksaan HbA1C:

- Merupakan salah satu pemeriksaan darah yang penting untuk mengevaluasi

pengendalian gula darah. Hasil pemeriksaan HbA1C memberikan gambaran rata-rata

gula darah selama periode waktu enam sampai dua belas minggu (2-3 bulan).

- HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu,

HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita

DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan

lalu (umur eritrosit) dan melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.

- Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%. Pada

penyandang diabetes kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7%. Sebaiknya,

penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.

The American Diabetes Association (ADA) merekomendasikan beberapa parameter

yang dapat digunakan untuk menilai keberhasilan penatalaksanaan diabetes:

- Kadar Glukosa Darah Puasa : 80–120mg/dl

- Kadar Glukosa Plasma Puasa : 90–130mg/dl

- Kadar Glukosa Darah Saat Tidur (Bedtime blood glucose) : 100–140mg/dl

- Kadar Glukosa Plasma Saat Tidur (Bedtime plasma glucose) : 110–150mg/dl

- Kadar Insulin : <7 %

Page 27: Makalah 2-Kasus1blm Final

- Kadar HbA1c : <7mg/dl

- Kadar Kolesterol HDL : >45mg/dl (pria) 24

- Kadar Kolesterol HDL : >55mg/dl (wanita)

- Kadar Trigliserida : <200mg/dl

- Tekanan Darah : <130/80mmHg

DAFTAR PUSTAKA

1. Priyana A. Patologi Klinik. Jakarta : Penerbit Universitas Trisakti; 2007;51-2.

2. Sutedjo AY. Buku Saku Mengenal Penyakit Melalui Hasil

Pemeriksaan. Yogyakarta: Amara Books;2009;79,81,84,97,115.

2. Purnamasari D. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus. In: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. 5th ed.

Jakarta: InternaPublishing; 2009; 1880-83.

3. DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS (disarikan dari

Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia : Perkeni 2006). Alwi Shahab.

Subbagian Endokrinologi Metabolik. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. FK Unsri/ RSMH

Palembang.

4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Kolopaking MS, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam. 5th Ed. Jakarta: InternaPublishing; 2010; p. 1942-1951.

5. Silbernagl S, Lang F. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. Jakarta: EGC; 2007; p. 286-293.

6. Jameson JL. Harrison’s Endocrinology. 2nd Ed. United State: McGraw-Hill Companies;

2010.

7. Gan S, Wilmana F, Suyatna F. Farmakologi dan Terapi. 5th Ed. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI; 2008.

8. Goodman, Gilman. Dasar Farmakologi. 10th Ed. Jakarta:EGC.

Page 28: Makalah 2-Kasus1blm Final

9. Diabetes Mellitus. Available at: http://www.medicinenet.com/diabetes_mellitus/article.htm.

Accessed on: September 19, 2011.

BAB V

PENUTUP DAN UCAPAN TERIMAKASIH

Ini mau diisi kesimpulan ato ga??? Klo cth makalah ga ada

kesimpulan…yang je;as bawahnya ucapan terimakasih..

Sekian penjelasan kami mengenai hasil diskusi kasus pertama. Akhir kata kami ucapkan

terima kasih kepada tutor pembimbing dan para narasumber yang kemudian akan menilai

makalah dan presentasi kami. Kritik dan saran akan kami jadikan pembelajaran untuk diskusi,

pembuatan makalah, ataupun seminar selanjutnya. Semoga ilmu yang dipelajari dapat berguna.