Makalah TB Paru Anak
-
Upload
heidiangelika -
Category
Documents
-
view
80 -
download
0
Embed Size (px)
description
Transcript of Makalah TB Paru Anak

BAB I
PENDAHULUAN
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Myobacterium
tuberculosis dan Mycobacterium bovis. Myobacterium tuberculosis ditemukan oleh Roberth
Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa minggu dalam
keadaan kering,tetapi dalam cairan mati pada suhu 60 derajat celcius dalam waktu 15-20 menit.
Penularan Myobacterium tuberculosis biasanya melalui udara, hingga sebagian besar
fokus primer tuberculosis terdapat dalam paru. Selain melalui udara penularan dapat melalui
peroral seperti minum susu yang mengandung basil tuberculosis.
Masuknya basil tuberkulosis dalam tubuh tidak selalu menimbulkan penyakit. Terjadinya
infeksi dipengaruhi oleh virulensi dan banyaknya basil tuberkulosis serta daya tahan tubuh
manusia. Infeksi primer biasanya terjadi pada paru. Ghon dan Kudlich pada tahun 1930
menemukan bahwa 95,93% dari 2.114 kasus mereka mempunyai fokus primer di dalam paru
yang sebagian besar penularannya melalui udara.
1

BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang anak laki-laki bernama D, usia 1 tahun diantar oleh ibunya ke rumah sakit karena
demam sejak 1 bulan yang lalu.
Anamnesis
Riwayat penyakit sekarang: Seorang anak laki-laki usia 1 tahun, dibawa oleh ibunya ke Rumah
Sakit karena demam. Demam dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Panas naik turun, agak
meningkat menjelang malam hari. Sejak 3 hari yang lalu, os batuk, batuk terutama pagi hari
setelah bangun tidur. Bila batuk os muntah, bening, tidak berdarah. Nafsu makan menurun. Berat
badan os sulit naik, nafsu makan semakin sulit. Buang air kecil lancer, tidak mengejan, tidak
menetes, jernih. Buang air besar normal, 1 kali sehari.
Riwayat keluarga didapatkan ayah os sering pilek, terutama pada pagi hari, menghilang saat
siang hari. Ayah dan ibu os tidak ada yang sakit batuk lama, atapun batuk berdarah.
Riwayat makan : 3 kali sehari, nasi, ½ piring makan sehari. Dengan lauk kadang telur, sayur sup
sedikit.
Riwayat imunisasi : Hepatitis B, DPT, Polio 1 kali pada usia 1 bulan.
Riwayat tumbuh kembang : merambat pada usia 10 bulan. Saat ini sudah bias berjalan 1-2
langkah, lalu terjatuh.
Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis
Berat badan : 7,2 kg; Tinggi badan : 73 cm
N : 120x/menit ; Frekuensi napas : 38x/menit,; Suhu tubuh : 38,2 0C.
2

Kepala : Normocefali, rambut hitam tak mudah dicabut
Telinga : Dalam batas normal
Hidung : Sekret (-)
Mulut : Bibir kering (+), lidah kotor (+)
Tenggorokan : Mukosa faring hiperemis (+), T1-T1 tenang
Leher : pembesaran KGB (+), di colli anterior jumlah 3, diameter 1,5-2 cm, nyeri tekan (-),
konfluens (+)
Thoraks:
Paru: - Inspeksi : pergerakan dada simetris saat statis dan dinamis
- Palpasi : fremitus vocal kanan = kiri
- Perkusi : sonor
- Auskultasi : vesikuler, ronki (-), lendir (-)
Jantung : Dalam batas normal
Abdomen : Dalam batas normal
Genitalia eksterna : Testis (+), fimosis (-), hipospadia (-)
Ekstermitas : Akral hangat, oedem (-), sianosis perifer (-)
Refleks fisiologis : +/+
Refleks patologis : -/-
Hasil Laboratorium
- Hb : 11,0 g/dL
- Eritrosit : 5,5 juta/uL
- Leukosit : 9,9 ribu/uL
3

- Trombosit : 347 ribu/ul
- LED : 25 mm/jam
- Hematokrit : 33%
- Hitung jenis : -/-/1/58/41/-
Foto Toraks
Hasil Tes Mantoux : Indurasi 12mm
Tubex : Negatif
BAB III4

PEMBAHASAN
I. Identitas Pasien
- Nama : D
- Umur : 1 tahun
- Jenis Kelamin : laki-laki
- Alamat : -
- Pekerjaan Orang Tua : -
Keluhan Utama
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 1 bulan yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang
Demam dirasakan sejak satu bulan yang lalu. Panas naik turun, agak meningkat
menjelang malam hari. Sejak 3 hari yang lalu, os batuk, batuk terutama pagi hari
setelah bangun tidur. Bila batuk os muntah, bening, tidak berdarah. Nafsu makan
menurun. Berat badan os sulit naik, nafsu makan semakin sulit. Buang air kecil
lancer, tidak mengejan, tidak menetes, jernih. Buang air besar normal, 1 kali
sehari.
Riwayat Penyakit Dahulu
-
Riwayat Keluarga
5

Riwayat keluarga didapatkan ayah os sering pilek, terutama pada pagi hari,
menghilang saat siang hari. Ayah dan ibu os tidak ada yang sakit batuk lama,
atapun batuk berdarah.
II. HIPOTESIS
Tuberkulosis
Tuberkulosis pada anak biasanya disebabkan oleh Mycobacterium
Tuberkulosis. TB biasanya menular melalui droplet. Penyakit ini bersifat
tertutup atau tidak menular ke anak lain disebabkan TB anak jarang ada
timbul batuk karena bakteri menyerang parenkim dari paru dimana di
parenkin tidak terdapat refleks batuk. Gejala umum pada TB anak adalah
demam lama dan berulang tanpa sebab yang jelas, dapat disertai keringat
malam, berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dengan intake
adekuat.
Pneumonia
Pneumonia pada anak adalah peradangan pada parenkim paru. Gejala yang
ada pada penyakit ini adalah demam tinggi, sesak nafas (retraksi suprasternal,
intercostal, epigastrium dan NCH), oral sianosis yang disebabkan oleh
kurangnya oksigen pada tubuh, kejang, dan nyeri dada. Patogenesis dari
Pneumonia pada anak adalah microorganisme yang dapt berupa bakteri, virus,
mycoplasma, jamur yang masuk melalui jalan nafas, aliran darah, aspirasi
benda asing atau aspirasi transplasental (saat partus).
6

Sindrom Loeffler (Askariasis)
Ascaris lumbricoides menyebabkan penyakit yang disebut Askariasis. Mereka
hidup di rongga usus halus manusia. Berukuran 10-30 cm untuk cacing jantan
dan 22-35cm untuk cacing betina. Satu cacing betina Ascaris lumbricoides
dapat berkembang biak dengan menghasilkan 200.000 telur setiap harinya.
Telur cacing ini dapat termakan oleh manusia melalui makanan yang
terkontaminasi.
Telur ini akan menetas di usus, kemudian berkembang jadi larva menembus
dinding usus, lalu masuk ke dalam paru-paru. Masuknya larva ke paru-paru
manusia disebut terinfeksi sindroma loeffler. Setelahdewasa, Ascaris
lumbricoides akan mendiami usus manusia dan menyerapmakanan disana,
disamping tumbuh dan berkembang biak. Inilah yang menyebabkan seseorang
menderita kurang gizi.
Adanya larva dalam tubuh akan menimbulkan batuk, demam, eosinofilia, dan
gambaran infiltrat pada foto toraks yang akan menghilang dalam waktu 3
minggu, dikenal sebagai sindrom Loeffler. Gejala yang ditimbulkan oleh
cacing dewasa adalah mual, nafsu makan berkurang, diare, atau konstipasi.
Pada keadaan berat dapat mengakibatkan malabsorpsi dan obatruksi usus.
Cacing dewasa yang mengembara ke organ-organ lain akan menimbulkan
gangguan tersendiri, misalnya ke saluran empedu, apendiks, atau bronkus.1
7

III. ANAMNESIS TAMBAHAN
Riwayat Penyakit Sekarang
Bagaimana sifat demam? Apakah disertai menggigil?
Apakah demam terjadi pada waktu-waktu tertentu?
Apakah demam disertai dengan gejala lain? Seperti batuk atau sesak
nafas?
Riwayat Penyakit Dahulu
Apakah sebelumnya anak pernah mengalami infeksi tenggorokan?
Apakah pernah menggunakan obat kortikosteroid?
Riwayat Keluarga
Apakah ayah/ibu pernah mengalami keluhan yang serupa?
Riwayat Tumbuh Kembang
Bagaimana panjang dan berat badan anak saat lahir?
Apakah anak lahir prematur?
Bagaimana riwayat imunisasi anak?
Riwayat Lingkungan
Bagaimana kebersihan tempat tinggal?
Adakah orang di sekitarnya yang mengalami keluhan serupa?
8

IV. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal Status
Suhu 38,2ºC 36,5-37,2ºC Febris
Nadi 120x/menit 80-150x/menit Normal
Pernafasan 38x/menit 30-60x/menit Normal
Panjang Badan 73 cm 76 cm
Berat Badan 7,2 kg 10 kg
Pemeriksaan Hasil Interpretasi
Kulit Tekstur - -
Lesi - -
Kepala Rambut Hitam tak mudah
cabut
tidak ada defisiensi
protein
Mulut Bibir kering (+) ,
lidah kotor (+)
infeksi
Telinga normal normal
Hidung Sekret (-) normal
Tenggorokan Mukosa faring
hiperemis (+)
Mengalami
peradangan
Leher Gl. Tiroid - -
KGB Pembesaran (+) Terdapat infeksi
JVP - -
Thorax
Paru-Paru Inspeksi :
pergerakan dada
simetris saat statis
normal
9

dan dinamis
Palpasi : fremitus
vocal kanan = kiri
Perkusi : sonor
Auskultasi :
vesikuler , ronki
(-) , lender (-)
Jantung dalam batas
normal
normal
Abdomen Umum Dalam batas
normal
normal
Genitalia Genital Testis (+) normal
Anus - -
Ekstremitas Umum
Akral hangat Normal
Oedema (-) Normal
Sianosis perifer (-) Normal
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah lengkap
pemeriksaan hasil Nilai normal interpretasi
Hemoglobin 11,0 g/dl 10,5-12,7 g/dl Normal
Eritrosit 5,5 juta/uL 5-5,5 juta/uL
Trombosit 374 ribu/uL 200-400 Normal
10

ribu/uL
Hitung jenis
Basofil
Eosinofil
Batang
Segmen
Limfosit
monosit
-/-/1/58/41/-
-
-
1
58
41
-
0-1
1-3
2-6
50-70
20-40
2-8
Normal
Sindrome cushing, infeksi berat
Infeksi bakteri,influenza
Normal
Fisiologis pada bayi dan anak
Leukosi 9,9 ribu/uL 5-10 ribu/uL Normal
Hematokrit 33% 33-38% Normal
LED 25 mm/jam 0-20 mm/jam Peningkatan sebagai tanda adanya
infeksi
2. Pemeriksaan tubex (-)
Hasil pemeriksaan tubex negatif mengindikasikan pasien tidak menderita Demam tifoid.
3. Tes mantoux indurasi 12 mm
Indurasi 0-4 mm : (-) TB
Indurasi 5-9 mm : (+) ragu. Perlu tes ulang
Indurasi > 10 mm : (+) TB
Dari hasil pemeriksaan pasien indurasi 12 mm mengindikasikan pasien menderita
Tuberculosis.
4. Foto thorax
11

Dari hasil foto thorax didapatkan infiltrat halus dan menyebar dikedua lapamg paru serta adanya
penebalan hilus. Penebalan hilus merupakan tanda penyebaran bakteri ke kelenjar getah bening.
VI. DIAGNOSIS
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, foto thoraks dan uji
tuberkulin yang telah dilakukan, kelompok kami menyimpulkan diagnosis kerja pada pasien ini
adalah Tuberculosis milier dengan diagnosis bandingnya adalah Pneumonia dan Sindroma
loeffler.
No. Nama penyakit Manifestasi klinik Pemeriksaan tambahan
1. Tuberkulosis
milier
-demam lama dan berulang
tanpa sebab jelas, dapat
disertai keringat malam
-BB menurun atau tidak naik
dalam 1 bulan
-pembesaran kelenjar limfe
superfisial, multiple dan
tidak sakit
-LED meningkat
-tes mantoux dengan hasil diameter
indurasi lebih dari 10 mm atau lebih
dari 15 mm pada balita yang sudah
divaksin BCG
-ditemukan infiltrate bilateral pada
foto thorax
2. Pneumonia -demam
-sesak
-oral sianosis
-nyeri dada
-ditemukan infiltrat pada rontgen
thorax
3. Sindroma
Loeffler
-Demam
-batuk kering atau produktif
-eosinofilia
-pada foto thorax ditemukan infiltrate
yang difus dan hilang setelah tiga
12

-sesak nafas
-Ronki+
minggu
Dengan sistem skoring
GEJALA 0 1 2 3 SKOR
Kontak TB Tidak
jelas
- Laporan
keluarga
(BTA-,
atau tidak
jelas)
BTA (+) 0
Tes Tuberkulin Negative - - Positif (≥10
atau > 5 dalam
keadaan
imunosupresi)
3
BB - BB/ TB <
90% atau
BB/ U <
80%
Klinis
Gizi
buruk
atau
BB/TB <
70% atau
BB/U
<60%
- 1
Demam - ≥2minggu - - 1
Batuk kronik - ≥ 3
minggu
- - 0
Pembesaran - Jumlah ≥ - - 1
13

kelenjar limfe 1, ukuran
≥ 1 cm,
tidak nyeri
Tulang / Sendi - Bengkak - - 0
Foto thorax Normal
atau
kelainan
tidak jelas
Gambaran
sugestif
TB
- - 1
TOTAL 7
Jika total skor > 6 (maksimal 14) maka pasien ini terdiagnosis Tuberkulosis.
VII. PATOFISIOLOGI
Droplet yang masuk dengan BTA + melalui inhalasi melewati silia yang ukurannya
hanya sebesar 5 mikro meter yang kemudian akan di fagosit oleh makrofag,
terkadang Mycobacterium tuberculosa tidak dapat dihancurkan oleh makrofag di
alveolus, makrofag yang mengirimkan sinyal dengan tnf alfa akan mengakibatkan
inflamasi, dan kerusakan jaringan, mengenai kerusakan jaringan yang berawal dari
cd4 dan cd8. Cd4 akan membentuk epitheloid granuloma (membentuk bintik2) dan
cd8 akan membentuk caseating granula (nekrosis cell yg bertujuan menghancurkan
Mycobacterium tuberculosa yang menginvasi sel) akibat adanya infeksi terutama
bakteri yang bereplikasi didalam makrofag. Akibat dari makrofag yang tidak dapat
membunuh bakteri ini, maka bakteri ini akan menyebar ke limfohematogenous yang
dapat menginflamasi hilus, biasanya jika kuman tidak terlalu banyak hanya akan
menginvasi beberapa lobus, namun pada kasus ini menurut kami pasien terkena TB
14

milier yang berawal dari acute generalized hematogenous spread dengan kuantitas
basil TB yang banyak. Oleh karena itu, terlihat hampir semua hilus mengalami
pembesaran dan menyebar seperti titik-titik di kedua lapang paru secara merata.
Pada TB Miliaris, organisme keluar melalui limfatik ke dalam duktus limfatikus,
yang mnegalirkan isisnya ke dalam vena menuju sisi kanan jantung dan kemudia ke
dalam arteri paru. Setiap lesi merupakan fokus mikroskopik atau fokus kecil (2mm)
konsolidasi yang tersebar di seluruh paenkim paru. Lesi-lesi tersebut dapat menyatu.
Jika terus berkembang, rongga pleura dapat terkena dan mengalami efusi pleura
serosa, empiema tuberkulosis, atau pleuritis fibrosa obliteratif.
VIII. PENATALAKSANAAN
Pemberian OAT terbagi menjadi 2 fase:
- Fase intensif: Pemberian 3-4 macam obat selama 2 bulan
- Fase lanjutan: Pemberian 2 macam obat selama 4 bulan
Medikamentosa
TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan
isoniazid dan rifampisin selama 4-6 bulan sesuai dengan perkembangan klinis. Terdapat rumus
2HRZE/4H3R3 untuk pemberian obat pada kasus Tuberkulosis, yang maknanya adalah
pemberian INH, Rifampisisn, Pirazinamid, dan Etambutol pada 2 bulan pertama. Kemudian
dilanjutkan dengan INH dan Rifampisin yang diminum 3 kali seminggu selama 4 bulan.
Ditambah Prednison yang biasanya diberikan dengan dosis 1 - 2 mg / kg BB/hari selama 4 - 8
15

minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan hingga 2 - 6 minggu kemudian. Serta paracetamol
sebagai antipiretik untuk turunkan demamnya.
Non-Medika mentosa
- Perbaikan gizi (edukasi)
- Edukasi pentingnya vaksinasi
IX. KOMPLIKASI
Paru :
Pneumothoraks
Bronkiektasis
Abses Paru
Penyebaran secara hematogen :
TB kulit
Meningitis TB
Spondylitis
TB ginjal
Peritonitis TB
Penyebaran secara limfogen :
Lymphodenitis TB
X. PROGNOSIS
ad vitam : ad bonam
ad functionam : ad bonam
ad sanationam : dubia ad bonam
BAB IV16

TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI DAN HISTOLOGI SALURAN PERNAPASAN
Sistem pernapasan merupakan sistem yang berfungsi untuk mengabsorbsi oksigen dan
mengeluarkan karbondioksida dalam tubuh yang bertujuan untuk mempertahankan
homeostasis. Fungsi ini disebut sebagai respirasi. Sistem pernapasan dimulai dari rongga
hidung/mulut hingga ke alveolus, di mana pada alveolus terjadi pertukaran oksigen dan
karbondioksida dengan pembuluh darah.
Sistem pernapasan biasanya dibagi menjadi 2 daerah utama:
A. Bagian konduksi, meliputi rongga hidung, nasofaring, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan bronkiolus terminalis
B. Bagian respirasi, meliputi bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveolus.
17

A. Sistem konduksi
1. Hidung
Terdiri atas bagian eksternal dan internal. Bagian eksternal menonjol dari wajah dan
disangga oleh tulang hidung dan kartilago. Bagian internal hidung adalah rongga
berlorong yang dipisahkan menjadi rongga hidung kanan dan kiri oleh pembagi
vertical yang sempit, yang disebut septum. Rongga hidung dilapisi dengan membran
mukosa yang banyak mengandung vaskular yang disebut mukosa hidung. Rongga
hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares
terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum
merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum
nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior,
media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior
ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel
olfaktorius yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius
tersebut terdiri atas sel penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron
bipolar dengan dendrit yang melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia,
berfungsi sebagai reseptor dan memiliki akson yang bersinaps dengan neuron
olfaktorius otak), sel basal (berbentuk piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina
propria. Kelenjar Bowman menghasilkan sekret yang membersihkan silia sel
olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk membaui zat-zat. Adanya
vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung membuat setiap
udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan penghangatan sebelum
masuk lebih jauh. Permukaan mukosa hidung dilapisi oleh sel-sel goblet yang
18

mensekresi lender secara terus menerus dan bergerak ke belakang ke nasofaring oleh
gerakan silia.
2. Faring
Faring atau tenggorok merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung
dan rongga mulut ke laring. Faring dibagi menjadi tiga region : nasal (nasofaring),
oral (orofaring), dan laring (laringofaring). Nasofaring dilapisi oleh epitel
respirasi padabagian yang berkontak dengan palatum mole, sedangkan orofaring
dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng. Fungsi faring adalah untuk menyediakan
saluran pada traktus respiratorius dan digestif.
3. Laring
Laring atau organ suara merupakan struktur epitel kartilago yang menghubungkan
faring dan trakea. Pada lamina propria laring terdapa ttulang rawan hialin dan
elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah masuknya makanan dan
sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan juluran dari
tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.
Bagian lingual dan apical epiglottis ditutup ioleh epitel gepeng berlapis, sedangkan
permukaan laryngeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia.
Di bawah epitel terdapat kelenjar campuran mukosa dan serosa .Di bawahepiglotis,
mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas kedalam lumen laring: pasangan
lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel
respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara
sejati yang terdiri dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan
muskulus vokalis (oto rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya
suara dengan frekuensi yang berbeda-beda. Fungsi utama laring adalah untuk
19

memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga berfungsi melindungi jalan nafas
bawah dari obstruksi benda asing.
4. Trakea
Disebut juga batang tenggorok. Permukaan trakea dilapisi oleh epitel respirasi.
Terdapat kelenjar serosa pada lamina propria dan tulang rawan hialin
berbentuk C (tapal kuda), yang mana ujung bebasnya berada di bagian posterior
trakea. Cairan mukosa yang dihasilkan oleh sel goblet dan sel kelenjar membentuk
lapisan yang memungkinkan pergerakan silia untuk mendorong partikel asing.
Sedangkan tulang rawan hialin berfungsi untuk menjaga lumen trakea tetap terbuka.
Pada ujung terbuka (ujung bebas) tulang rawan hialin yang berbentuk tapal kuda
tersebut terdapat ligamentum fibroelastis dan berkas otot polos yang
memungkinkan pengaturan lumen dan mencegah distensi berlebihan. Ujung trakea
bercabang pada bifurcation trakea menjadi bronkus principalis.
5. Bronkus
Mukosa bronkus secara struktural mirip dengan mukosa trakea, dengan lamina
propria yang mengandung kelenjar serosa, serat elastin, limfosit dan sel otot
polos. Tulang rawan pada bronkus lebih tidak teratur dibandingkan pada trakea;
pada bagian bronkus yang lebih besar, cincin tulang rawan mengelilingi seluruh
lumen, dan sejalan dengan mengecilnya garis tengah bronkus, cincin tulang rawan
digantikan oleh pulau-pulau tulang rawan hialin. Bronkus terbagi menjadi
bronkus principalis kanan dan kiri. Kemdian bronkus ini akan bercabang lagi pada
sisinya yang disebut bronkus lobaris kanan (3 lobus) dan bronkus lobaris kiri (2
bronkus). Bronkus lobaris kanan dan kiri masing-masing terbagi menjadi 10 bronkus
segmental.
20

6. Bronkiolus
Bronkus segmental kemudian bercabang-cabang menjadi bronkiolus.
Bronkiolus tidak memiliki tulang rawan dan kelenjar pada mukosanya. Lamina
propria mengandung otot polos dan serat elastin. Pada segmen awal hanya terdapat
sebaran sel goblet dalam epitel. Pada bronkiolus yang lebihbesar, epitelnya
adalah epitel bertingkat silindris bersilia, yang makin memendek dan makin
sederhana sampai menjadi epitel selapis silindris bersilia atau selapis kuboid pada
bronkiolus terminalis yang lebih kecil. Kelenjar submukosa yang memproduksi
lendir ini membentuk selimut tidak terputus yang melapisi bagian dalam jalan napas.
7. Bronkiolus Terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis. Bronkiolus
terminalis ini mempunyai epitel selapis kubis bersilia atau tanpa silia dan tanpa sel
goblet. Ini merupakan saluran terakhir dari bagian konduksi. Terdapat sel Clara pada
epitel bronkiolus terminalis, yaitu sel tidak bersilia yang memiliki granula sekretori
dan mensekresikan protein yang bersifat protektif. Terdapat juga badan neuroepitel
yang kemungkinan berfungsi sebagai kemoreseptor.
B. Sistem respirasi
1. Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan napas konduksi dan
jalan udara pertukaran gas. Mukosa bronkiolus respiratorius secara
struktural identik dengan mukosa bronkiolus terminalis, kecuali dindingnya yang
diselingi dengan banyak alveolus. Bagian bronkiolus respiratorius dilapisi oleh
21

epitel kuboid bersilia dan sel Clara, tetapi pada tepi muara alveolus, epitel bronkiolus
menyatu dengan sel alveolus tipe 1. Semakin ke distal alveolusnya semakin
bertambah banyak dan silia semakin jarang / tidak dijumpai. Terdapat otot
polos dan jaringan ikat elastis di bawah epitel bronkiolus respiratorius.
2. Duktus alveolar dan Sakus alveolar
Semakin ke distal dari bronkiolus respiratorius maka semakin banyak terdapa tmuara
alveolus, hingga seluruhnya berupamuara alveolus yang disebut sebagai duktus
alveolaris. Terdapata nyaman selotot polos pada lamina proprianya, yang semakin
sedikit pada segmen distal duktus alveolaris dan digantikan oleh serat elastin dan
kolagen. Duktus alveolaris bermuara ke atrium yang berhubungan dengan sakus
alveolaris. Adanya serat elastin dan retikulin yang mengelilingi muara atrium,
sakus alveolaris dan alveoli memungkinkan alveolus mengembang sewaktu
inspirasi, berkontraksi secara pasif pada waktu ekspirasi secara normal, mencegah
terjadinya pengembangan secara berlebihan dan pengrusakan pada kapiler-kapiler
halus dan septa alveolar yang tipis.
3. Alveoli
Merupakan tempat pertukaran O2 dan CO2. Terdapat sekitar 300 juta yang jika
bersatu membentuk satu lembar akan seluas 70 m2. Terdiri atas 3 tipe :
Sel-sel alveolar tipe I : adalah sel epitel yang membentuk dinding alveoli
Sel-sel alveolar tipe II : adalah sel yang aktif secara metabolik dan
mensekresisurfaktan (suatu fosfolipid yang melapisi permukaandalamdan
mencegah alveolaragar tidak kolaps)
22

Sel-sel alveolar tipe III : adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagotosis
danbekerja sebagai mekanisme pertahanan
C. PARU
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam rongga dada atau
toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum sentral yang berisi jantung dan
beberapa pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks dan basis. Paru kanan
lebih besar dan terbagi menjadi 3 lobus oleh fisura interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan
terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi lagi menjadi beberapa segmen
sesuai dengan segmen bronkusnya.
D. PLEURA
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan elastis. Terbagi mejadi
2 : Pleura parietalis yaitu yang melapisi rongga dada dan pleura viseralis yaitu yang
menyelubungi setiap paru-paru. Diantara pleura terdapat rongga pleura yang berisi
cairan tipis pleura yang berfungsi untuk memudahkan kedua permukaan itu bergerak
selama pernapasan, juga untuk mencegah pemisahan toraks dengan paru-paru. Tekanan
dalam rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, hal ini untuk mencegah kolap
paru-paru.2-3
Fungsi Pernapasan
Adapun fungsi pernapasan, yaitu :
1. Mengambil oksigen yang kemudian dibawa oleh darah ke seluruh tubuh sel-
selnya) untuk mengadakan pembakaran
2. Mengeluarkan karbondioksida yang terjadi sebagai sisa dari pembakaran,
kemudian dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna
23

lagi oleh tubuh)
3. Melembabkan udara.
Mekanika Pernapasan
Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 bagian, yaitu:
1. Menarik napas (inspirasi)
2. Menghembus napas (ekspirasi)
Inspirasi merupakan proses aktif, disini kontraksi otot-otot inspirasi akan
meningkatkan tekanan di dalam ruang antara paru-paru dan dinding dada (tekanan
intraktorakal). Inspirasi terjadi bila muskulus dia fragma telah dapat rangsangan dari
nervus prenikus lalu mengkerut datar. Muskulus interkostalis yang letaknya miring,
setelah dapat dapat rangsangan kemudian mengkerut datar. Dengan demikian jarak antara
stenum (tulang dada) dan vertebrata semakin luas dan lebar. Rongga dada membesar
maka pleura akan tertarik, dengan demikian menarik paru-paru maka tekanan udara di
dalamnya berkurang dan masuklah udara dari luar.
Ekspirasi merupakan proses pasif yang tidak memerlukan konstraksi otot untuk
menurunkan intratorakal. Ekspirasi terjadi apabila pada suatu saat otot-otot akan kendur
lagi (diafragma akan menjadi cekung, muskulus interkoatalis miring lagi) dan dengan
demikian rongga dada menjadi kecil kembali, maka udara didorong keluar.
II. PATOFISIOLOGI DEMAM
Demam terjadi karena pelepasan pirogen dari dalam leukosit yang sebelumnya
telah terangsang oleh pirogen eksogen yang dapat berasal dari mikroorganisme atau dapat
merupakan suatu hasil reaksi imunologik yang tidak berdasarkan suatu infeksi. Dewasa
ini, diduga bahwa pirogen adalah suatu protein yang identik dengan interleukin-1. Di
24

dalam hipotalamus zat ini merangsang pelepasan asa arakidonat serta mengakibatkan
peningkatan sintesis prostaglandin E2 yang langsung dapat menyebabkan suatu pireksia.
Pengaruh pengaturan autonom akan mengakibatkan terjadinya suatu
vasokonstriksi perifer sehingga pengeluaran panas menurun dan pasien merasa demam.
Suhu badan dapat bertambah tinggi lagi karena meningkatnya aktivitas metabolisme yang
juga mengakibatkan penambahan produksi panas dan karena kurang adekuat
penyalurannya ke permukaan, maka rasa demam bertambah pada seorang pasien.4
III. TUBERKULOSIS PADA ANAK
Penyakit tuberkulosis pada anak merupakan penyakit yang bersifat sistemik, yang dapat
bermanifestasi pada berbagai organ, terutama paru. Sifat sistemik ini disebabkan oleh
penyebaran hematogen dan limfogen setelah terjadi infeksi Mycobacterium tuberculosis. Data
insidens dan prevalens tuberkulosis anak tidak mudah. Dengan penelitian indeks tuberkulin dapat
diperkirakan angka kejadian prevalens tuberkulosis anak. Kriteria masalah tuberkulosis di suatu
negara adalah kasus BTA positif per satu juta penduduk. Jadi sampai saat ini belum ada satu
negara pun yang bebas tuberkulosis.TB merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan
pemberian imunisasi BCG pada anak dan pengobatan sumber infeksi, yaitu penderita TB
dewasa. Disamping itu dengan adanyapenyakit karena HIV maka perhatian pada penyakit TB
harus lebih ditingkatkanAnak biasanya tertular TB, atau juga disebut mendapat infeksi primer
TB, akan membentuk imunitas sehingga uji tuberkulin akan menjadi positif.Tidak semua anak
yang terinfeksi TB primer ini akan sakit TB
Etiologi
25

Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4
um dan tebal 0.3-0.6 um. Sebagian besar dinding sel kuman terdiri dari asam lemak (lipid),
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap gangguan kimia dan
fisis. Kuman ini dapat bertahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin. Hal ini
terjadi karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat inilah kuman dapat bangkit dan
kembali menyebabkan penyakit tuberculosis menjadi aktif lagi.
Di dalam jaringan kuman hidup sebagai parasit intraseluler yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositosis malah kemudian disenanginya karena
mengandung banyak lipid. Sifat kuman ini adalah aerob, yang menunjukkan kuman ini
menyenangi jaringan yang tinggi kandungan oksigennya (O2). Dalam hal ini tekanan O2 pada
bagian apikal paru-paru lebih tinggi dibandingkan dengan bagian lain, sehingga bagian apikal
inilah yang menjadi tempat predileksi penyakit TB.5
Patogenesis
Penularan biasanya melalui udara, yaitu dengan inhalasi droplet nucleus yang
mengandung basil TB. Hanya droplet nucleus ukuran 1-5 mikron yang dapat melewati atau
menembus system mukosilier saluran napas sehingga dapat mencapai dan bersarang di
bronkiolus dan alveolus. Disini basil tuberkulosis berkembang biak dan menyebar melalui
saluran limfe dan aliran darah tanpa perlawanan yang berarti dari pejamu karena belum ada
kekebalan awal. Di dalam alveolus akan memfagositosis sebagian basil spesifik. Makrofag di
dalam alveolus akan memfagositosis sebagian basil tuberkulosis tersebut tetapi belum mampu
membunuhnya sebagian basil TB dalam makrofag umumnya dapat tetap hidup dan berkembang
biak. Basil TB yang menyebar melalui saluran limfe regional. Sedangkan yang melalui aliran
26

darah akan mencapai berbagai organ tubuh. Di dalam organ tersebut akan terjadi pemrosesan dan
transfer antigen ke limfosit. Ada jaringan dan organ tubuh yang resisten terhadap basil TB. Basil
TB hampir selalu terdapat bersarang di sumsum tulang, hepar dan limfe tetapi tidak selalu dapat
berkembang biak secara luas. Basil TB di lapangan atas paru, ginjal, tulang, dan otak lebih
mudah berkembang biak terutama sebelum imunitas spesifik terbentuk.Imunitas spesifik yang
terbentuk biasanya cukup kuat untuk menghambat perkembangbiakan basil TB lebih lanjut.
Dengan demikian lesi TB akan sembuh dan tidak ada tanda dan gejala klinis. Pada sebagian
kasus imunitas spesifik yang terbentuk tidak cukup kuat sehingga terjadi penyakit TB dalam 12
bulan setelah infeksi dan pada sebagian penderita TB terjadi setelah lebih dari 12 bulan setelah
infeksi.Kurang lebih 10% individu yang terkena infeksi TB akan menderita penyakit TB dalam
beberapa bulan atau beberapa tahun setelah infeksi. Kemungkinan menjadi sakit TB diperbesar
pada balita, pubertas dan akil balik. Juga keadaan yang menyebabkan turunnya imunitas
memperbesar kemungkinan sakit TB, misalnya karena infeksi HIV dan pemakaian kortikosteroid
atau obat imunosupresif lainnya yang lama, demikian juga pada diabetes melitus dan
silikosis.Hipersensitivitas terhadap beberapa komponen basil TB dapat dilihat pada uji kulit
dengan tuberkulin yang biasanya terjadi 2-10 minggu setelah infeksi.Dalam waktu 2-10 minggu
ini juga terjadi cell-mediated immune response. Setelah terjadi infeksi pertama, basil TB yang
menyebar ke seluruh badan suatu saat di kemudian hari dapat berkembang biak dan
menyebabkan penyakit. Penyakit TB dapat timbul dalam 12 bulan setelahinfeksi, tapi dapat juga
setelah 1 tahun atau lebih. Lesi TB paling sering terjadi di lapangan atas paru.Efusi pleura dapat
terjadi setiap saat setelah infeksi primer. Efusi biasanya terjadi karena tuberkuloprotein dari paru
masuk ke rongga pleura sehingga terjadi reaksi inflamasi dan terjadipengumpulan cairan jernih
di dalamnya.Selama infeksi primer berlangsung basil TB bersarang di kelenjar limfe hilus dan
mediastinum,dan dapat juga bersarang di kelenjar limfe lainnya. Infeksi di kelenjar tersebut
27

dapat langsung berkembang menjadi TB aktif, dapat aktif beberapa tahun kemudian atau tidak
pernah menjadi aktif sama sekali. Lesi primer dan lesi di kelenjar limfe regional disebut
kompleks primer.TB milier dapat terjadi pada masa dini, tetapi dapt juga terjadi setelah beberapa
waktu kemudian akibat erosi fokus di dinding pembuluh darah. TB milier dapat mengenai
banyak organ misalnya selaput otak, sehingga terjadi meningitis. Dapat juga mengenai tulang,
ginjal dan organ lain.Pada individu normal respons imunologik terhadap infeksi tuberkulosis
cukup memberi perlindungan terhadap infeksi tambahan berikutnya. Risiko terjadinya reinfeksi
tergantung pada intensitas terpaparnya dan sistem imun individu yang bersangkutan
(host=pejamu). Pada pasien dengan infeksi HIV terjadi penekanan pada imun respons. Jadi kalau
terkena TB sering terjadi TB yang berat dan sering gambaran klinik TB dengan HIV berbeda
dengan TB biasa.
Penatalaksanaan
Medikametosa
a. Isoniazid
INH mempunyai 2 efek toksik utama yaitu hepatotoksik dan neuritis perifer, tetapi keduanya
jarang terjadi pada anak, tetapi frekuensinya meningkat dengan bertambahnya usia. Hepatotoksik
mungkin terjadi pada remaja atau anak-anak dengantuberkulosis berat. Idealnya perlu
pemantauan kadar transaminase pada 2 bulanpertama. Hepatotoksik akan meningkat apabila INH
diberikan bersama dengan Rifampisin dan PZA. Penggunaan INH bersama dengan fenobartbital
atau fenitoindapat meningkatkan resiko hepatotoksik. INH tidak dilanjutkan pemberiannya
padakeadaan kadar transaminase serum naik lebih dari 3x harga normal atau terjadimanifestasi
klinik hepatitis, berupa mual, muntah, nyeri perut dan kuning.Neuritis perifer timbul akibat
inhibisi kompetitif karena metabolisme piridoksin.Kadar piridoksin berkurang pada anak yang
28

menggunakan INH tetapi manifestasiklinisnya jarang sehingga tidak diperlukan piridoksin
tambahan. Manifestasi klinisneuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa atau kesemutan
pada tangan dankaki. Piridoksin diberikan 1x sehari 25-50 mg atau 10 mg piridoksin tiap 100
mgINH.Manifestasi alergi atau hipersensitivitas yang disebabkan INH jarang terjadi.
Efek samping yang jarang terjadi antara lain pelagra, anemia hemolitik pada pasien
dengandefisiensi enzim G6PD, dan reaksi mirip lupus yang disertai ruam dan artritis.
b. Rifampisin
Rifampisin bersifat bakteriosid pada intrasel dan ekstrasel, dapat memasuki semuajaringan,
dapat membunuh kuman semi-dormand yang tidak dapat dibunuh oleh INH.Rifampisin
diabsorpsi dengan baik melalui sistem gastrointestinal pada saat perutkosong, dan kadar serum
puncak tercapai dalam 2 jam. Saat ini rifampisin diberikandalam bentuk oral dengan dosis 10-
20mg/kgbb/hari, maksimal 600mg/hari dengandosis 1 kali pemberian perhari. jika diberikan
bersama INH, dosis rifampisin tidak melebihi 15mg/kgbb/hari dan dosis INH tidak melebihi
10mg/kgbb/hari. Sepertihalnya INH, rifampisin didistribusikan secara luas ke jaringan dan cairan
tubuh,termasuk CSS. Ekskresi rifampisin terutama terjadi melalui traktus biliaris. Kadar yang
efektif juga dapat ditemukan diginjal dan urin. Efek samping rifampisin lebihsering terjadi
daripada INH.
Efek samping rifampisin adalah gangguan gastrointestinal (mual dan muntah)
danhepatotoksisitas (ikterus atau hepatitis) yang biasanya ditandai oleh peningkatankadar
transaminase serum yang asimptomatik. Rifampisin dapat menyebabkantrombositopenia.
Rifampisin umumnya tersedia dalam sediaan kapsul 150mg, 300mgdan 450mg. sehingga kurang
sesuai untuk digunakan pada anak-anak denganberbagai kisaran berat badan.
c. Pirazinamid
29

Pirazinamid adalah derivat dari nikotinamid berpenetrasi baik pada jaringan dancairan tubuh
termasuk SSP, cairan serebrospinal, bakterisid hanya pada intrasel padasuasana asam, diresorbsi
baik pada saluran pencernaan. Pemberian PZA secara oraldengan dosis 15-30mb/kgbb/hari
dengan dosis maksimal 2g/hari. Pirazinamidtersedia dalam bentuk tablet 500mg. efek samping
PZA adalah hepatotoksisitas,anoreksia, dan iritasi saluran cerna. Reaksi hipersensisitivitas dan
hiperurisemiajarang timbul pada anak.
d. Etambutol
Etambutol jarang diberikan pada anak karena potensi toksisitasnya pada mata. Dosis
etambutol (EMB) 15-20mg/kg/hari. Maksimal 1,25g/hari dengan dosis tunggal.Ekskresi
terutama lewat ginjal dan saluran cerna. EMB tersedia dalam tablet 250mgdan 500mg. Memiliki
aktivitas bakteriostatik dan berdasarkan pengalaman, dapatmencegah timbulnya resistensi
terhadap obat-obat lain. EMB dapat bersifatbakteriosid, jika diberikan dengan dosis tinggi
dengan terapi intermiten. EMB tidak berpenetrasi baik pada SSP, demikian juga pada keadaan
meningitis. EMB ditoleransidengan baik pada dewasa dan anak-anak pada pemberian oral
dengan dosis 1 atau 2kali sehari. Kemungkinan toksisitas utama adalah neuritis optik dan buta
warnamerah-hijau. Tidak terdapat laporan toksisitas optik pada anak-anak.
e. Streptomisin
Streptomisin bersifat bakteriosid dan bakteriostatik. Kuman ekstraseluler padakeadaan basa
atau netral, jadi tidak efektif membunuh kuman intraseluler.Streptomisin dapat diberikan secara
IM dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari, maksimal1 gram perhari, kadar puncak 40-50 mikrogram
permilliliter dalam waktu 1-2 jam.Streptomicin sangat baik melewati selaput otak yang
meradang, tetapi tidak dapat melewati selaput otak yang tidak meradang. Streptomisin berdifusi
dengan baik padajaringan dan cairan pleura, dieksresi melalui ginjal. Toksisitas utama
30

streptomisinterjadi pada nervus kranial VIII yang mengganggu keseimbangan dan
pendengaranberupa telinga berdengung (tinismus) dan pusing.
Dosis OAT
OBAT DOSIS HARIAN(Mg/kg/24 jam)
Dosis dua kali seminggu mg/kg/dosis
Dosis maksimum
Isoniazid 10-15 20-30 Setiap hari: 300mgDua kali seminggu: 900mg
Rifampicin 10-20 10-20 600 mgPirazinamid 15-40 50-70 3 g
Streptomisin (IM) 20-40 40-60 2 gEtambutol 20-40 20-40 1 gEtionamid 15-25 25-50 2.5 gSikloserin 10-20 - 1 gKanamisin atau kapreomisin (IM)
15-30 15-30 1 g
Amikasin 15-30 15-30 1 g
Evaluasi hasil pengobatan
Evaluasi pengobatan dilakukan setelah 2 bulan. Diagnosis TB pada anak sulit dan
tidak jarang terjadi salah diagnosis. Apabila berespon pengobatan baik yaitu gejala klinisnya
hilang dan terjadi penambahan berat badan, maka pengobatan dilanjutkan. Apabila respon
setelah 2 bulan kurang baik, yaitu gejala masih ada, tidak terjadi penambahan berat badan, maka
obat anti TB tetap diberikan dengan tambahan merujuk ke sarana lebih tinggi atau ke konsultan
paru anak. Apabila setelah pengobatan 6-12 bulan terdpat perbaikkan klinis, seperti berat badan
mengingkat, napsu makan membaik, dan gejala-gejala lainnya menghilang, maka pengobatan
dapat dihentikan. Jika masih terdapat kelainan gambaran radiologis maka dianjurkan
pemeriksaan radiologis ulangan.31

Non medika mentosa.
Pendekatan DOTS
DOTS adalah strategi yang telah direkomendasi oleh WHO dalam pelaksanaan
programpenanggulangan TB. Penanggulangan dengan strategi DOTS dapat memberikan
angkakesembuhan yang tinggi. Sesuai dengan rekomendasi WHO, maka strategi DOTS terdiri
atas 5komponen, yaitu sebagai berikut.- komitmen politis dari para pengambil keputusan
termasuk dukungan dana.- Diagnosis TBC dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis-
Pengobatan dengan panduan OTA jangka pendek dengan pengawasan langsung oleh
pengawasmenelan obat (PMO)- Kesinambungan persediaan OAT jangka pendek dengan mutu
terjamin- Pencatatan dan pelaporan secara baku untuk memudahkan pemantauan dan evaluasi
program penganggulangan TBC Sumber penularan dan case finding.
Sumber penularan adalah orang dewasa yang menderita TB aktif dan melakukan
kontak erat dengan anak tersebut. Pelacakan dilakukan dengan cara pemeriksaan radiologis dan
BTAsputum (pelacakan sentripetal). Selain itu perlu dicari pula anak lain di sekitarnya yang
mungkintertular dengan uji tuberkulin. Pelacakan tersebut dilakukan dengan cara
anamnestik,pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, yaitu uji tuberkulin.
Aspek sosial ekonomi. Pengobatan tuberkulosis tidak terlepas dari masalah sosio
ekonomi, karena pengobatan TB memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu
yang cukup lama, makamemerlukan biaya yang cukup besar. Edukasi ditujukan kepada pasien
dan keluarganya agar mengetahui tentang tuberkulosis. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi.
Aktifitas fisik pasien TBanak tidak perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.
32

Pencegahan
Profilaksis primer dengan INH 5-10 mg/kgbb/hari, 1 x sehari selama 6 bulan
1. Pengobatan TBC Kriteria I (Infeksi (-), kontak (+), tidak menderita TBC) dan II
(Terinfeksi TBC/test tuberkulin (+), tetapi tidak menderita TBC karena gejala
TBC tidak ada, radiologi tidak mendukung dan bakteriologi negatif).
2. Anak yang kontak erat dengan penderita TBC BTA (+). INH minimal 3 bulan
walaupun uji tuberkulin (-).
3. Terapi profilaksis dihentikan bila hasil uji tuberkulin ulang menjadi (-) atau
sumber penularan TB aktif sudah tidak ada.
Pencegahan (profilaksis) sekunder dengan INH 5-10 mg/kgbb/hari
1. Anak dengan infeksi TBC yaitu uji tuberkulin (+) tetapi tidak ada gejala sakit
TBC.
2. Ada konversi dari Mantoux (-) menjadi (+) dalam 1 tahun, namun rontgen dan
gejala klinis (-)
3. Usia <5 tahun atau dalam masa akil balik
Imunisasi BCG
Diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak
0,10 ml diberikan intrakutan di daerah insersi otot deltoid kanan. Bila BCG diberikan pada usia
lebih dari 3 bulan, sebaiknya dilakukan uji tuberkulin dulu. Kontra indikasi pemberian imunisasi
BCG adalah deficiensi imun, infeksi berat, dan luka bakar. 6
IV. TB MILIER33

Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB yang berat dan merupakan 3 - 7% dari
seluruh kasus TB dengan angka kematian yang tinggi ( dapat mencapai 25% pada bayi ). TB
milier merupakan penyakit limfo-hematogen sistemik akibat penyebaran kuman M. tuberkolosis
dari komples primer yang biasanya terjadi dalam waktu 2 – 6 bulan pertama setelah infeksi
awal. TB milier lebih sering terjadi pada bayi dan anak kecil, terutama usia dibawah 2 tahun,
karena imunitas seluler spesifik, fungsi makrofag dan mekanisme lokal pertahanan parunya
belum berkembang sempurna sehingga kuman TB mudah berkembang biak dan menyebar
keseluruh tubuh. Akan tetapi, TB milier dapat juga terjadi pada anak besar dan remaja akibat
pengobatan penyakit paru primer sebelumnya yang tidak adekuat, atau pada usia dewasa akibat
reaktivasi kuman yang dorman.
Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu kuman M. TB ( jumlah dan virulensi ),
status imunologis penderita ( nonspesifik dan spesifik) dan lingkungan ( kurangnya paparan sinar
matahari, perumahan yang padat, polusi udara, rokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta sosio
ekonomi ). Beberapa kondisi yang menurunkan sistem imun juga dapat menyebabkan timbulnya
TB milier, seperti infeksi HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal
ginjal, keganasan, penggunaan kortikosteroid jangka lama.
Manifestasi klinis
Manifestasi klinis TB milier dapat bermacam-macam, bergantung pada banyaknya kuman dan
jenis organ yang terkena. Gejala yang sering dijumpai adalah keluhan kronik yang tidak khas,
seperti anoreksia dan berat badan turun atau gagal tumbuh ( dengan demam ringan atau tanpa
demam ), demam lama dengan penyebab yang tidak jelas, serta batuk dan sesak nafas.
34

TB milier juga dapat diawali dengan serangan akut berupa demam tinggi yang sering hilang
timbul ( remittent ), pasien tampak sakit berat dalam beberapa hari, tetapi tanda dan gejala
penyakit saluran napas belum ada. Pada lebih kurang 50% pasien, limfadenopati superfisial dan
hepatomegali akan terjadi dalam beberapa minggu. Demam kemudian bertambah tinggi suhunya
dan berlangsung terus menerus / kontinu, tanpa disertai gejala saluran nafas atau disertai gejala
minimal dan rontgen paru biasanya masih normal. Beberapa minggu kemudian, pada hampir di
semua organ, terbentuk tuberkel difus multipel, terutama di paru, limpa, hati dan sumsum
tulang. Gejala klinis biasanya timbul akibat gangguan pada paru, yaitu gejala respiratorik seperti
batuk dan sesak napas disertai ronkhi atau mengi. Pada kelainan paru yang berlanjut, timbul
sindrom sumbatan alveolar, sehingga timbul gejala distres pernafasan, hipoksia, pneumotoraks
dan atau pneumomediastinum. Dapat juga terjadi gangguan fungsi organ, kegagalan multiorgan,
serta syok.
Gejala lain yang dapat ditemukan adalah kelainan kulit berupa tuberkuloid, papula nekrotik,
nodul atau purpura. Jika ditemukan dini dapat merupakan tanda yang sangat spesifik dan sangat
membantu diagnosis TB milier.
Meningitis TB dan peritonitis TB dapat ditemukan pada 20 - 40% pasien yang penyakitnya
sudah berat. Sakit kepala kronik atau berulang biasanya merupakan gejala telah terjadinya
meningitis dan merupakan indikasi untuk melakukan pungsi lumbal. Peritonitis TB ditandai oleh
keluhan nyeri atau pembekakan abdomen.
Lesi milier dapat terlihat pada rontgen paru dalam waktu 2 - 3 minggu setelah penyebaran kuman
secara hematogen. Gambarannya sangat khas, berupa tuberkel halus ( millii) yang tersebar
merata diseluruh lapangan paru, dengan bentuk yang khas dan ukuran yang hamper seragam ( 1-
3 mm ). Lesi kecil dapat bergabung membentuk lesi yang lebih besar, kadang-kadang
35

membentuk infiltrat yang luas. Sekitar 1-2 minggu setelah timbulnya penyakit, lesi yang tidak
teratur seperti kepingan salju dapat dilihat pada rongen paru.
Diagnosis
Diagnosis TB milier pada anak dibuat berdasarkan adanya riwayat kontak dengan pasien TB
dewasa yang infeksius (BTA positip ), gambaran radiologis yang khas, gambaran klinis, serta uji
tuberkulin yang positif. Uji tuberkulin tetap merupakan alat bantu diagnotis TB yang penting
pada anak. Uji tuberkulin yang negatif belum tentu tidak ada infeksi atau penyakit TB atau
sebaliknya. Uji tuberkulin negatif pada lebih dari 40% TB diseminata.
Pemeriksaan sputum atau bilasan lambung dan kultur. M. tuberculosis tetap penting dilakukan.
Pemeriksaan BTA akan menunjukan hasil positif pada 30-50% pasien. Namun, untuk diagnosis
dini, pemeriksaan sputum atau bilasan lambung kurang sensitif dibandingkan dengan
pemeriksaan bakteriologik dan histologik dari biopsi hepar atau sumsum tulang. Untuk
menentukan diagnosis meningitis TB, fungsi lumbal sebaiknya dilakukan pada setiap pasien TB,
milier walaupun belum timbul kejang atau penurunan kesadaran.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medikamentosa TB milier adalah pemberian 4-5 macam OAT selama 2 bulan
pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan rifampisin selama 4-6 bulan sesuai dengan
perkembangan klinis. Di RS Dr. Soetomo, dipakai kombinasi isoniazid, rifampisin, pirazinamid
dan streptomisin atau etambutol pada 2 bulan pertama, dilanjutkan dengan isoniazid dan
rifampisin sampai 12 bulan.
Dosis Obat Antituberkulosis (OAT)
36

Obat Dosis harian
(mg/kgbb/hari)
Dosis 2x/minggu
(mg/kgbb/hari)
Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari)
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg) 15-20 (maks. 600 mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g) 15-25 (maks. 2,5 g)
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
Kortikosteroid ( prednison ) diberikan pada TB milier, meningitis TB, perikarditis TB , efusi
pleura, dan peritonitis TB . Prednison biasanya diberikan dengan dosis 1 - 2 mg / kg BB/hari
selama 4 - 8 minggu kemudian diturunkan perlahan-lahan hingga 2 - 6 minggu kemudian.
Dengan pengobatan yang tepat, perbaikan TB milier bisanya berjalan lambat. Respons
keberhasilan terai antara lain adalah hilangnya demam setelah 2 - 3 minggu pengobatan,
peningkatan nafsu makan, perbaikan kualitas hidup sehari-hari dan peningkatan berat badan.
Gambaran milier pada rongen dada berangsur-angsur menghilang dalam 5 - 10 minggu, tetapi
mungkin juga belum ada perbaikan sampai beberapa bulan.7
BAB V
KESIMPULAN
37

Berdasarkan data yang didapat saat anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang yang sudah dilakukan maka didapatkan diagnosis kerja yaitu TB Milier sesuai
dengan gambaran radiologis yang khas, gambaran klinis, serta uji tuberkulin yang positif.
Tuberkulosis miliaris terjadi pada pasien yang memiliki imunitas seluler yang tidak
adekuat. Hal ini dapat terjadi pada bayi atau anak yang berusia kurang dari 5 tahun. Dapat pula
terjadi pada penderita keganasan, status nutrisi buruk, alkoholisme, atau pada penderita HIV.
DAFTAR PUSTAKA
38

1. Pawlowski, ZS, Ga, Sehad, GJ, Stott, 1991. Hookworm Infection and Anaemia.
Approaches to Prevention and Control. WHO. Geneva.
2. Histologi Sistem Pernafasan. Updated on 18 Juli 2011. Available from:
http://med.unhas.ac.id/histologi/index.php?
option=com_content&task=view&id=12&Itemid=1. Accessed on: November 28, 2012
3. Wilson L.M., Price S.A. Patofisiologi :Konsepklinis Proses-Proses penyakit ;
AnatomidanFisiologiSistemPernafasan. 5thed. Jakarta: ECG, 2005. Bab 35. p.737-740.
4. Nelwan R H H. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, and Setiati S, editors. Buku
Ajar llmu Penyakit Dalam. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2007. p. 2767
5. Bambang S. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, and Setiati S, editors. Buku Ajar
llmu Penyakit Dalam. 2nd ed. Jakarta: Interna Publishing; 2007. p. 2231-2237
6. TB Paru pada Anak I. Available at: http://www.scribd.com/doc/52054608/TB-Paru-Pada-
Anak-I. Accessed on June 5th 2012
7. Nasti R, Darmawan B S, dkk. Tuberkulosis. Bab 4. Buku ajar respirologi anak, edisi
pertama. IDAI 2008. 169-176.
39