BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

35
13 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru Bakteri penyebab penyakit Tuberkulosis ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Penyakit tuberkulosis paru adalah penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, penyakit TB Paru pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP) (Nizar, 2010). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011). Tuberculosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit ini apabila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2016). Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tahan asam berukuran 0,5-3 μm. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui droplet udara yang disebut sebagai droplet nuclei yang dihasilkan oleh penderita TB paru ataupun TB laring pada saat batuk, bersin, berbicara, ataupun menyanyi. Droplet ini akan tetap berada di udara selama beberapa menit sampai jam setelah proses ekspektorasi (Amanda, 2018).

Transcript of BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TB Paru

2.1.1 Pengertian TB Paru

Bakteri penyebab penyakit Tuberkulosis ini pertama kali ditemukan oleh

Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882. Penyakit tuberkulosis paru adalah

penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis, penyakit TB Paru pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch

Pulmonum (KP) (Nizar, 2010).

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011). Tuberculosis

adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium

tuberculosis, yang dapat menyerang berbagai organ, terutama paru-paru. Penyakit

ini apabila tidak diobati atau pengobatannya tidak tuntas dapat menimbulkan

komplikasi berbahaya hingga kematian (Kemenkes RI, 2016).

Mycobacterium tuberculosis merupakan basil tahan asam berukuran 0,5-3

μm. Mycobacterium tuberculosis ditularkan melalui droplet udara yang disebut

sebagai droplet nuclei yang dihasilkan oleh penderita TB paru ataupun TB laring

pada saat batuk, bersin, berbicara, ataupun menyanyi. Droplet ini akan tetap berada

di udara selama beberapa menit sampai jam setelah proses ekspektorasi (Amanda,

2018).

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

14

2.1.2 Etiologi Penyakit TB Paru

Etiologi tuberkulosis paru adalah bakteri Mycobacterium tuberculosis.

Bakteri ini berbentuk batang yang tahan asam atau sering disebut sebagai basil

tahan asam, intraseluler, dan bersifat aerob. Basil ini berukuran 0,2-0,5 µm x 2-4

µm, tidak berspora, non motil, serta bersifat fakultatif. Dinding sel bakteri

mengandung glikolipid rantai panjang bersifat mikolik, kaya akan asam, dan

fosfolipoglikan. Kedua komponen ini memproteksi kuman terhadap serangan sel

liposom tubuh dan juga dapat menahan zat pewarna fuchsin setelah pembilasan

asam (pewarna tahan asam) (Jahja, 2018).

Bakteri tuberkulosis mati pada pemanasan 1000C selama 5-10 menit atau

pada pemanasan 600C selama 30 menit, dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik.

Bakteri ini tahan selama 1-2 jam di udara terutama ditempat yang lembab dan gelap

(bisa berbulan-bulan), namun tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara

(Widoyono, 2011).

2.1.3 Patofisiologi TB Paru

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman

TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya, sehingga dapat melewati sistem

pertahanan mukosiler bronkus dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan

menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB berhasil berkembang biak dengan

cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan radang didalam paru. Aliran

getah bening akan membawa kuman TB ke kelenjar getah bening di sekitar hilus

paru, ini disebut sebagai kompleks primer. Kelanjutan dari infeksi primer tergantung

dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya kuman yang masuk dan besarnya

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

15

respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan

tubuh dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian

beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dorman (tidur).

Kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,

akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi sakit TB (Depkes,

2008).

2.1.4 Klasifikasi Penyakit Tuberkulosis

Naga (2014) menyatakan bahwa bentuk penyakit tuberkulosis ini dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tuberkulosis paru dan tuberkulosis ekstra paru.

2.1.4.1 Tuberkulosis Paru

Penyakit ini merupakan bentuk yang paling sering dijumpai, yaitu sekitar

80% dari semua penderita. Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru-paru ini

merupakan satu-satunya bentuk dari TB yang mudah tertular kepada manusia lain,

asal kuman bisa keluar dari si penderita (Naga, 2014). Menurut Werdhani (2014),

klasifikasi TB Paru terdiri dari :

1. Tuberkulosis Paru BTA positif

a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto roentgen dada

menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

c. Satu atau lebih specimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak

SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada

perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

16

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif

b. Foto toraks abnormal menunjukan gambaran tuberkulosis

c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotikan non OAT

d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.

2.1.4.2 Tuberkulosis Ekstra Paru

Penyakit ini merupakan bentuk penyakit TBC yang menyerang organ tubuh

lain, selain paru-paru, seperti pleura, kelenjar limfe, persendian tulang belakang,

saluran kencing, dan susunan saraf pusat. Oleh karena itu, penyakit TBC ini

kemudian dinamakan penyakit yang tidak pandang bulu, karena dapat menyerang

seluruh organ dalam tubuh manusia secara bertahap. Dengan kondisi organ tubuh

yang telah rusak, tentu saja dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya (Naga,

2014). Menurut Azzahra (2017) bahwa TB ekstra paru dibagi berdasarkan pada

tingkat keparahan penyakitnya yaitu:

1. TB ekstra paru ringan

Misalnya : TB kelenjer limphe, pleuritis eksudativa unilateral tulang, sendi, dan

kelenjer adrenal.

2. TB ekstra berat

Misalnya : meningitis, millier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa

dupleks, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kencing dan alat kelamin.

2.1.5 Kualifikasi Penderita TB Paru

Depkes (2008) menyatakan tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat

pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe penderita yaitu :

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

17

a. Kasus baru

Adalah pasien yang belum pernah di obati dengan OAT atau sudah

pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).

b. Kasus kambuh (relaps)

Pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan

tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, di

diagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).

c. Kasus setelah putus berobat (default)

Pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

BTA positif.

d. Kasus gagal (failure)

Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.

e. Pindahan (transfer in)

Pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register tuberkulosis

lain untuk melanjutkan pengobatannya.

f. lain lain

Semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, kelompok ini

masuk kasus kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA

positif setelah selesai pengobatan ulangan.

2.1.6 Faktor Risiko Penyakit TB Paru

Penyakit TB Paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh menurun.

Dalam perspektif epidemiologi yang melihat kejadian kejadian penyakit sebagai

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

18

hasil interaksi antar tiga komponen penjamu (host), penyebab (agent), dan

lingkungan (environmental) dapat ditelaah faktor risiko dari simpul-simpul tersebut

(Kemenkes, 2018).

2.1.6.1 Host

Penjamu adalah semua faktor pada diri manusia yang dapat mempengaruhi

dan timbulnya suatu perjalanan penyakit. Faktor-faktor yang dapat menimbulkan

penyakit pada penjamu terdiri dari umur, jenis kelamin, imunitas dan adat

kebiasaan (Kunoli, 2013).

1. Pengetahuan

Notoatmojo menyimpulkan bahwa pengetahuan seseorang mempengaruhi

perilaku individu, dengan kata lain semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang

kesehatan maka akan semakin tinggi pula kesadarannya untuk berperan serta

dalam kegiatan kesehatan (Anugrah, 2012).

2. Faktor Sosial Ekonomi

Faktor sosial ekonomi sangat erat kaitannya dengan kondisi rumah,

kepadatan hunian, lingkungan perumahan, serta lingkungan dan sanitasi tempat

bekerja yang buruk. Semua faktor tersebut dapat memudahkan penularan

tuberkulosis. Pendapatan keluarga juga sangat erat dengan penularan tuberkulosis,

karena pendapatan yang kecil membuat orang tidak dapat hidup layak dan

memenuhi syarat-syarat kesehatan (Naga, 2014).

3. Imunitas

Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang

mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik, sehingga

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

19

mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman dari luar.

Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis menggunakan vaksin Bacillus Calmette-

Guerin (BCG) dari galur Mycobacterium bovis yang telah dilemahkan (Roitt, 1997).

Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari M. tuberculosis yang hidup

(live vaccine) karenanya bisa berkembang biak di dalam tubuh dan diharapkan bisa

mengindus antibody seumur hidup. Selain itu, pemberian dua atau tiga kali tidak

berpengaruh. Vaksin BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. Di Indonesia

vaksin ini diberikan sebelum berumur dua bulan. Imunisasi TBC tidak sepenuhnya

terlindungi dari serangan TBC karena tingkat efektivitas vaksin hanya berkisar

antara 70-80% (Zulkoni, 2011).

4. Status Gizi

Kekurangan kalori, protein, vitamin,zat besi, dan lain-lain (malnutrisi), akan

mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang, sehingga rentan terhadap penyakit

termasuk tuberkulosis paru. Keadaan ini merupakan faktor penting yang

berpengaruh dinegara miskin, baik pada orang dewasa maupun anak-anak (Naga,

2014).

5. Adat Kebiasaan

1) Merokok

Merokok dapat memperlemah paru dan menyebabkan paru lebih mudah

terinfeksi bakteri tuberkulosis. Asap rokok dalam jumlah besar yang dihirup

dapat meningkatkan risiko keparahan Tuberkulosis, kekambuhan, dan

kegagalan pengobatan Tuberkulosis. Adanya kebiasaan merokok pada

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

20

seseorang akan mempermudah untuk terinfeksi TB Paru (Angraeni dkk,

2015). Katagori perokok di bagi atas 3 kelompok yaitu :

a) perokok ringan : apabila merokok kurang dari 10 batang perhari

b) perokok sedang : jika menghisap 10-20 batang perhari

c) perokok berat : jika menghisap lebih dari 20 batang perhari (Arief,

2011).

2) Kebiasaan membuka jendela setiap hari

Jendela berfungsi untuk memperoleh cahaya yang cukup pada siang hari.

Cahaya sangat penting untuk membunuh bakteri-bakteri patogen di dalam

rumah (Joko, 2010).

3) Kebiasaan menjemur kasur/bantal/guling

Kebiasaan menjemur kasur secara berkala dapat berfungsi sebagai pencegahan

terhadap penularan penyakit TB paru dalam rumah tangga. kasur penderita

sebaiknya dijemur minimal seminggu sekali (Hiswani, 2009).

6. Umur

Penyakit tuberkulosis paling sering ditemukan pada usia muda atau usia

produktif, yaitu 15-50 tahun. Dewasa ini, dengan terjadinya transisi demografi,

menyebabkan usia harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi. Pada usia lanjut, lebih

dari 55 tahun sistem imunologi seseorang menurun, sehingga sangat rentan

terhadap berbagai penyakit, termasuk penyakit tuberkulosis paru (Naga, 2014).

7. Jenis Kelamin

Menurut WHO, sedikitnya dalam periode setahun ada sekitar 1 juta

perempuan meninggal akibat tuberkulosis paru. Dari fakta ini dapat disimpulkan

bahwa kaum perempuan lebih rentan terhadap kematian akibat serangan

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

21

tuberkulosis paru dibandingkan akibat proses kehamilan dan persalinan. Pada laki-

laki penyakit ini lebih tinggi, karena rokok dan minuman alkohol dapat menurunkan

sistem pertahanan tubuh (Naga, 2014).

8. Pekerjaan

Hubungan antara penyakit TB Paru erat kaitannya dengan pekerjaan. Secara

umum peningkatan angka kematian yang di pengaruhi rendahnya tingkat sosial

ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan penyebab tertentu yang

didasarkan pada tingkat pekerjaan. Hasil penelitian mengemukakan bahwa sebagian

besar penderita TB Paru adalah tidak berkerja (53,8%) (Muaz, 2014).

2.1.6.2 Agen

Penyebab penyakit merupakan zat, dimana dalam jumlah yang melebihi

batas tertentu atau mungkin sebaliknya, dalam jumlah sedikit atau sama sekali tidak

ada, dapat menimbulkan proses penyakit, dalam kusus TB Paru agen penyebab

penyakit adalah Mycobacterium tuberculoisis (Sulistyaningsih, 2011).

2.1.6.3 Lingkungan

Sanitasi lingkungan perumahan sangat berkaitan dengan penularan

penyakit. Rumah dengan pencahayaan dan ventilasi yang baik akan menyulitkan

pertumbuhan kuman, karena sinar ultraviolet dapat mematikan kuman dan ventilasi

yang baik menyebabkan pertukaran udara sehingga mengurangi kosentrasi kuman

(Siddiq, 2013).

2.1.7 Gejala Penyakit TB Paru

Untuk mengetahui tentang penderita tuberkulosis dengan baik harus

dikenali tanda dan gejalanya. Seseorang ditetapkan sebagai tersangka penderita

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

22

tuberkulosis paru apabila ditemukan gejala klinis utama (cardinal symtom) pada

dirinya (Widoyono, 2011).

Gejala utama pasien TB Paru yaitu batuk berdahak selama 2 minggu atau

lebih. Batuk dapat di ikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah,

batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan

menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang

lebih dari satu bulan (Kemenkes, 2018).

Gejala-gejala yang terkena serangan kuman TBC umumnya batuk kronis,

demam dan berkeringat diwaktu malam. Serta terjadi keluhan dalam pernapasan,

badan selalu terasa letih, lesu serta rasa nyeri dibagian dada. Dahak penderita

berupa lendir yang kadang-kadang bercampur dengan darah. Batuk penderita bisa

sampai 3 minggu atau lebih. Pada tahap lanjut, dapat juga dijumpai dahak

bercampur darah, batuk darah, sesak napas. Berat badan menurun, rasa demam

dan meriang (Syaidam, 2011).

Dengan strategi yang baru (DOTS, directly observed treatment shortcourse),

gejala utamanya adalah batuk berdahak dan terus-menerus selama 3 minggu atau

lebih. Berdasarkan keluhan tersebut seseorang sudah dapat ditetapkan sebagagai

tersangka. Gejala lainnya adalah gejala tambahan. Dahak penderita harus diperiksa

dengan pemeriksaan mikroskopis (Widoyono, 2011).

2.1.8 Komplikasi Penyakit TB Paru

Komplikasi TB bisa mencapai selaput otak, dengan akibat radang selaput

otak (meningitis). Melalui aliran darah dan kelenjar getah bening, bakteri bisa

menyebar ke organ tubuh lain seperti, kerusakan tulang dan sendi karena infeksi

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

23

bakteri TB menyebar dari paru-paru ke jaringan tulang, kerusakan hati dan ginjal,

kerusakan jantung, gangguan mata yang ditandai dengan mata yang berwarna

kemerahan karena iritasi dan pembengkakan retina atau bagian lain, dan resistensi

bakteri terjadi karena pasien TB tidak disiplin dalam menjalani masa pengobatan

sehingga terputus dan mengalami resistensi atau sering disebut TB MDR

(Handrawan, 2010).

Komplikasi yang terjadi pada stadium lanjut adalah hemoptisis berat

(pendarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian

karena syok, terseumbatnya jalan napas, kolaps spontan karena kerusakan jaringan

paru, penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, ginjal dan

sebagainya (Zulkoni, 2011).

2.1.9 Penularan Penyakit TB Paru

Penyakit TB Paru ditularkan melalui udara (Droplet nuclei) saat seorang

penderita tuberkulosis batuk dan percikan ludah yang mengandung bakteri tersebut

terhirup oleh orang lain saat bernapas. Bila penderita batuk, bersin atau berbicara

saat berhadapan dengan orang lain, basil tuberkulosis tersembur dan terhisap

kedalam paru orang yang sehat. Masa inkubasinya selama 3-6 bulan (Widoyono,

2011).

Penyebaran kuman tuberkulosis terjadi diudara melalui dahak yang berupa

droplet. Pada saat penderita batuk atau bersin kuman TB Paru dan BTA (+) yang

berbentuk droplet sangat kecil ini akan berterbangan diudara. Droplet yang sangat

kecil ini kemudian mengering dengan cepat dan menjadi droplet yang mengandung

kuman tuberkulosis (Naga, 2014).

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

24

Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan diudara pada suhu kamar

selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup

kedalam saluran pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia

melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh

lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas atau

penyebaran langsung kebagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang

penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin

tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut.

Bila hasil pemeriksaan dahak negatif, maka penderita tersebut dianggap tidak

menular. Kemungkinan seseorang terinfeksi TB ditentukan oleh konsentrasi droplet

dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut (Zulkoni, 2011).

Droplet yang mengandung kuman dapat terhisap oleh orang lain. Jika kuman

tersebut sudah menetap dalam paru seseorang yang menghirupnya, kuman mulai

membelah diri (berkembang biak) dan terjadi infeksi. Orang yang serumah dengan

penderita TB Paru BTA (+) adalah orang yang besar kemungkinannya terpapar

kuman tuberkulosis (Notoatmojo, 2011).

Setiap satu BTA Positif akan menularkan kepada 10-15 orang lainnya,

sehingga kemungkinan setiap kontak untuk tertular tuberkulosis adalah 17%. Hasil

studi lainya melaporkan bahwa kontak terdekat (keluarga serumah) akan dua kali

lebih berisiko dibandingkan kontak biasa (tidak serumah) (Widoyono, 2011).

2.1.10 Pengobatan TB Paru

Masa penyembuhan TB Paru berbeda-beda pada setiap penderita, hal ini

bergantung pada kondisi kesehatan penderita TB serta tingkat keparahan TB yang

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

25

dialami. Kondisi pasien TB biasanya akan mulai membaik dan TB berhenti menular

setelah mengonsumsi obat TBC selama 2 minggu. Tetapi untuk memastikan

kesembuhan total, pasien TB harus menggunakan obat TB atau antibiotik yang

diberikan dokter selama 6-9 bulan. Pengobatan TB biasanya memakan waktu cukup

lama karena sifat infeksinya yang mudah menular dan cukup serius. Jika tidak

disiplin minum obat, ada peluang besar untuk berbagai efek samping dan

komplikasi TB yang mungkin muncul, misalnya bakteri yang kebal terhadap

antibiotik sehingga gejala malah makin parah dan makin sulit untuk diobati

(Quamila, 2018).

Sumber penyebaran tuberkulosis adalah penderita tuberkulosis itu sendiri,

maka perlu pengontrolan secara efektif penderita tuberkulosis untuk mengurangi

pasien tuberkulisis. Ada dua cara yang tengah dilakukan untuk mengurangi

penderita tuberkulosis saat ini, yaitu terapi dan imunisasi (Zulkoni, 2011).

Terdapat 5 jenis anibiotik yang dapat digunakan bagi penderita TB. Infeksi

tuberkulosis pulmoner aktif seringkali mengandung 1 miliar atau lebih bakteri,

sehingga jika hanya diberikan satu macam obat, maka akan menyisakan ribuan

bakteri yang resisten terhadap obat tersebut. Oleh karena itu, paling tidak diberikan

2 macam obat yang memiliki mekanisme kerja yang berlainan (Humaira, 2013).

Antibiotik yang sering digunakan adalah isoniazid, rifampicin, pirazinamid,

streptomisin, dan etambutol. Isoniazid, rifampicin, dan pirazinamid dapat

digabungkan dalam satu kapsul. Ketiga obat tersebut dapat menyebabkan mual dan

muntah sebagai akibat dari efeknya terhadap hati (Mahdiana, 2010).

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

26

Widoyono (2011) menyatakan pengobatan TB Paru menggunakan obat anti

tuberkulosis (OAT) dengan metode directly observed treatment shortcourse (DOTS).

Dengan beberapa kategori yaitu :

1. Kategori I (2 HRZE/4 H3R3) untuk pasien TBC baru

2. Kategori II (2 HRZES/ HRZE/5 H3R3E3) untuk pasien ulangan (pasien yang

pengobatan kategori I-nya gagal atau pasien yang kambuh).

3. Kategori III (2 HRZ/4 H3R3) untuk pasien baru dengan BTA (-), Ro (+).

4. Sisipan (HRZE) digunakan sebagai tambahan bila pada pemeriksaan akhir

tahap intensif dari pengobatan dengan kategori I atau kategori II ditemukan

BTA (+). Obat diminum sekaligus satu jam sebelum makan pagi.

Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket

berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari

kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat

badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien. Paket

Kombipak. adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin,

Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini

disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami

efek samping OAT KDT (Depkes, 2011).

2.1.11 Diagnosis TB Paru

Diagnosis TB Paru pada orang dapat ditegakkan dengan ditemukannya BTA

pada pemeriksaan dahak secara mikroskopis. Ada beberapa cara dalam melakukan

diagnosis TB Paru diantaranya :

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

27

1. Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu

sewaktu - pagi - sewaktu (SPS).

2. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya

kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan

dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti

foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang

diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

3. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto

toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada

TB paru, sehingga sering terjadi overdiagnosis (Depkes, 2011).

2.1.12 Pencegahan TB Paru

Naga (2012) berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan untuk mencegah

penyakit TB Paru, yaitu :

a. Bagi penderita, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan menutup

mulut saat batuk, dan membuang dahak tidak disembarang tempat.

b. Bagi masyarakat, pencegahan penularan dapat dilakukan dengan

meningkatkan ketahanan terhadap bayi, yaitu dengan memberikan vaksin

BCG.

c. Bagi petugas kesehatan, pencegahan dapat dilakukan dengan memberikan

penyuluhan tentang penyakit TB, yang meliputi gejala, bahayadan akibat

yang ditimbulkan terhadap kehidupan masyarakat pada umumnya.

d. Petugas kesehatan juga harus segera melakukan pengisolasian dan

pemeriksaan terhadap orang orang yang terinfeksi atau dengan memberikan

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

28

pengobatan khusus kepada penderita TB Paru. pengobatan dengan cara di

rawat dirumah sakit hanya dilakukan bagi penderita dalam katagori berat

dan memerlukan pengembangan program pengobatan sehingga tidak

dikehendaki pengobatan jalan.

e. Pencegahan penularan juga dapat dicegah dengan melaksanakan desinfeksi,

seperti cuci tangan, kebersihan rumah yang ketat, perhatian khusus

terhadap muntahan atau ludah anggota keluarga yang terjangkit penyakit TB

Paru (piring, tempat tidur, pakaian) dan menyediakan ventilasi dan sinar

matahari yang cukup.

f. Melakukan imunisasi bagi orang yang kontak langsung denganpenderita TB

Paru, seperti keluarga, perawat, dokter, petugas kesehatandan orang lain

yang terinfeksi, dengan vaksin BCG dan tindak lanjut yang positif tertular.

g. Melakukan pemeriksaan terhadap orang-orang yang kontak dengan

penderita TB Paru. Perlu dilakukan tes tuberkulosis bagi seluruh anggota

keluarga. Apabila cara ini menunjukan hasil negatif, perlu di ulang

pemeriksaan tiap bulan selama 3 bulan dan perlu pemeriksaan intensif.

h. Dilakukan pengobatan khusus penderita TB Paru aktif perlu pengobatan

yang tepat, yaitu obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan oleh dokter

untuk diminum dengan tekun dan teratur, selama 6 sampai 12 bulan. Perlu

diwaspadai adanya kebal terhadap obat-obat, denganpemeriksaan lebih

lanjut oleh dokter.

Francis (2011) menyatakan pencegahan penyakit TB dapat dilakukan dengan

cara penyediaan nutrisi yang baik, sanitasi yang adekuat, perumahan yang tidak

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

29

terlalu pada dan udara yang segar merupakan tindakan yang efektif dalam

pencegahan TB Paru.

Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), 2010

menjelaskan tentang pencegahan penularan penyakit TB Paru yaitu :

a. Bagi masyarakat

1. Makan makanan yang bergizi seimbang sehingga daya tahan tubuh

meningkat untuk membunuh kuman TB.

2. Tidur dan istirahat yang cukup

3. Tidak merokok, minum alkohol dan menggunakan narkoba

4. Lingkungan yang bersih baik tempat tinggal dan sekitarnya.

5. Membuka jendela agar masuk sinar mata hari di semua ruangan rumah

karena kuman TB akan mati terkena sinar matahari.

6. Imunisasi BCG bagi balita, yang bertujuan untuk mencegah agar kondisi

balita tidak lebih parah bila terinfeksi TB Paru.

7. Menyarankan diri dan berobat sesuai aturan sampai sembuh.

b. Bagi penderita

1. Tidak meludah disembarang tempat

2. Menutup mulut saat batuk atau bersin

3. Berprilaku hidup bersih dan sehat

4. Memeriksakan balita yang tinggal serumah agar diberikan pengobatan

pencegahan.

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

30

2.2 Faktor Berhubungan Dengan Kejadian TB Paru BTA (+)

Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai faktor yang saling

mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu lingkugan (environment), agen penyebab

penyakit (agent), dan pejamu (host). Ketiga faktor ini penting disebut sebagai

segitiga epidemiologi (epidemiological triangle). Hubungan ketiga faktor tersebut

digambarkan secara sederhana sebagai timbangan, yaitu agen penyebab penyakit

pada suatu sisi dan pejamu pada sisi yang lain dengan lingkungan sebagai

penumpunya (Budiarto,dkk. 2003).

Bila agen penyakit dengan pejamu berda dalam keadaan seimbang, maka

seseorang berada dalam keadaan sehat. Perubahan keseimbangan akan

menyebabkan seseorang sehat atau sakit. Penurunan daya tahan tubuh seseorang

akan menyababkan bobot agen penyabab penyakit menjadi lebih berat sehingga

seseorang menjadi sakit. Demikian pula bila agen penyakit lebih banyak atau lebih

ganas sedangkan faktor pejamu tetap, maka bobot agen penyabab menjadi lebih

berat. Sebaliknya bila daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia

dalam keadan sehat. Apabila faktor lingkungan berubah menjadi cenderung

menguntungkan agen penyabab penyakit, maka orang akan sakit . pada prakteknya

seseorang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor (Widoyono, 2008).

Ada beberapa faktor yang berkontribusi terhadap kejadian TB Paru, yaitu :

immunisasi BCG, pendidikan, status gizi, pelayanan kesehatan, kontak dengan

penderita TB Paru dewasa, lingkungan rumah atau tempat tinggal dan sosial

ekonomi orang tua. Pada umumnya, lingkungan rumah yang buruk (tidak

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

31

memenuhi syarat kesehatan) akan berpengaruh pada penyebaran penyakit menular

termasuk penyakit TB Paru (Notoadmodjo, 2010).

2.2.1 Hubungan Kondisi Lingkungan Fisik Rumah Dengan Kejadian TB Paru

Masalah kesehatan lingkungan merupakan masalah yang mendapat

perhatian cukup besar. Karena penyakit bisa timbul dan menjangkiti manusia

karena lingkungan yang tidak baik. Himunan Ahli Kesehatan Lingkungan (HAKLI)

mendefinisikan kesehatan lingkungan sebagai suatu kondisi lingkungan yang

mampu menopang keseimbangan ekologi yang dinamis antara manusia dan

lingkungannya untuk mendukung tercapainya kualitas hidup manusia yang sehat

dan bahagia (Mundiatum dan Daryanto, 2015).

Lingkungan adalah segala sesuatu baik fisik, biologis maupun sosial yang

berada disekitar manusia serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi

kehidupan dan perkembangan manusia. Unsur-unsur lingkungan adalah sebagai

berikut:

a) Lingkungan fisik adalah segala sesuatu yang berada disekitar manusia yang

tidak bernyawa. Misalnya air, tanah, kelembaban udara, suhu, angin, dan

benda mati lainnya.

b) Lingkungan Biologis adalah segala sesuatu yang bersifat hidup seperti

mikroorganisme.

c) Lingkungan sosial adalah segala sesuatu tindakan yang mengatur kehidupan

manusia dan usah-usahnya untuk mempertahankan kehidupan, seperti

pendidikan pada individu, rasa tanggung jawab, pengetahuan keluarga, jenis

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

32

pekerjaan, jumlah penghuni dan keadaan ekonomi (Lennihan dan Fletter,

1989).

Lingkungan fisik rumah merupakan salah satu faktor yang berhubungan

dengan kejadian Tuberkulosis. Lingkungan rumah adalah segala sesuatu yang

berada didalam rumah. Lingkungan rumah terdiri darilingkungan fisik yaitu ventilasi,

suhu, kelembaban, lantai, dinding serta lingkungan sosial yaitu kepadatan penghuni

(Hiswani, 2009).

2.2.1.1 Kepadatan Hunian

Kepadatan penghuni adalah perbandingan antara luas lantai kamar tidur

dengan jumlah anggota keluarga yang tidur atau waktunya lebih banyak dalam

kamar tersebut (Lubis, 2011). Kepadatan penghuni dalam satu rumah tinggal akan

memberikan pengaruh bagi penghuninya. Luas rumah yang tidak sebanding dengan

jumlah Penghuninya akan menyebabkan perjubelan (overcrowded). Hal ini tidak

sehat karena disamping menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, juga bila salah

satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, terutama tuberkulosis akan mudah

menular pada anggota keluarga yang lain (Lubis, 2011 dan Notoadmojo ,2010).

Persyaratan kepadatan hunian untuk seluruh rumah biasanya dinyatakan

dalam m²/orang. Luas minimum per orang sangat relatif bergantung dari kualitas

bangunan dan fasilitas yang tersedia. Untuk rumah sederhana luasnya minimum 10

m²/orang, sedangkan untuk kamar tidur diperlukan luas lantai minimum 3 m²/orang

atau 8 m² luas satu kamar tidur. Untuk mencegah penularan penyakit pernafasan,

jarak antara tepi tempat tidur yang satu dengan yang lainnya minimum 90 cm.

Kamar tidur sebaiknya tidak dihuni lebih dari 2 orang, kecuali untuk suami istri dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

33

anak dibawah 2 tahun. Untuk menjamin volume udara yang cukup, disyaratkan juga

langit-langit minimum tingginya 2,75 m (Joko, 2010).

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 tahun 1999 tentang

persyaratan kesehatan perumahan menyatakan bahwa kepadatan hunian kamar

tidur minimal 8 meter dan tidak di anjurkan di gunakan lebih dari 2 orang tidur

dalam satu ruang tidur, kecuali anak dibawah umur 5 tahun.

Penelitian yang dilakukan oleh Lahabama (2013), kepadatan hunian yang

tidak memenuhi syarat memiliki risiko 5,9 kali untuk terjadi penularan ke anggota

keluarga lainnya dibandingkan dengan kepadatan hunian yang memenuhi syarat

kesehatan. Berdasarkan penelitian Dawile dkk (2013) menyatakan bahwa terdapat

hubungan bermakna antara kepadatan hunian kamar dengan kejadian Tuberkulosis

paru. Nilai OR= 7,000 dengan demikian seseorang yang tinggal di dalam rumah

dengan kepadatan hunian kamar < 8 m2 (tidak memenuhi syarat) ada kemungkinan

menderita Tuberkulosis paru 7 kali lebih besar menderita Tuberkulosis paru

dibandingkan rumah yang kepadatan hunian kamar ≥ 8 m2.

2.2.1.2 Pencahayaan

Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak langsung dapat

menerangi seluruh bagian ruangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.

Kualitas pencahayaan alami siang hari yang masuk kedalam ruangan diantaranya

ditentukan oleh lubang cahaya minimum sepersepuluh dari luas lantai ruangan,

sinar matahari langsung dapat masuk ke ruangan minimum 1 jam setiap hari, dan

cahaya efektif dapat diperoleh dari jam 08.00 sampai dengan jam 16.00 (Pangastuti,

2015).

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

34

Pencahayaan alami ruangan rumah adalah penerangan yang bersumber dari

sinar matahari (alami), yaitu semua jalan yang memungkinkan untuk masuknya

cahaya matahari alamiah, misalnya melalui jendela atau genting kaca (Depkes, 2010

dan Notoatmodjo, 2010). Cahaya berdasarkan sumbernya dapat dibedakan menjadi

dua jenis yaitu;

1. Pencahayaan alamiah, diperoleh dengan masuknya sinar matahari ke dalam

ruangan melalui jendela, celah,maupun bagian lain dari rumah yang terbuka,

selain untuk penerangan, sinar ini juga mengurangi kelembaban ruangan,

mengusir nyamuk atau serangga lainnya dan membunuh kuman penyebab

penyakit tertentu.

2. Pencahayaan buatan, penerangan dengan menggunakan sumber cahaya

buatan, seperti lampu minyak tanah, listrik dan sebagainya (KepMenKes RI

No: 829/SK/VII/1999).

Berdasarkan penelitian Syafri (2015), pencahayaan rumah < 60 lux berisiko

8,125 kali lebih besar untuk terinfeksi TB Paru dari pada dengan rumah yang

memiliki pencahayaan ≥ 60 lux. Anggreni dkk., (2015 )nilai p value=0,0001

(p < 0,05); OR = 26,000; 95% CI = 6,532 – 103,498 yang berarti bahwa ada hubungan

antara intensitas pencahayaan dengan kejadian TB Paru. Besarnya risiko dapat

dilihat dari nilai Odds Ratio (OR), OR= 26,000 menunjukkan bahwa seseorang yang

tinggal di rumah dengan intensitas pencahayaan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan (< 60 lux) berisiko 26 kali lebih besar dibandingkan seseorang yang

tinggal di rumah dengan intensitas yang memenuhi syarat kesehatan.

Page 23: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

35

Cahaya ini sangat penting karena dapat membunuh bakteri-bakteri patogen

di dalam rumah. Semua jenis pencahayaan dapat mematikan kuman hanya berbeda

dari segi lamanya proses mematikan kuman untuk setiap jenisnya. Penularan

kuman TB paru relatif tidak tahan pada sinar matahari (Joko, 2010). Menurut

indikator pengawasan perumahan, pencahayaan yang memenuhi syarat kesehatan

dalam rumah adalah ≥ 60 lux dan pencahayaan yang tidak memenuhi syarat

kesehatan < 60 lux (Kepmenkes RI, 1999).

2.2.1.3 Luas Ventilasi

Lubis (2011) menyatakan ventilasi adalah usaha untuk memenuhi kondisi

atmosfer yang menyenangkan dan menyehatkan manusia berdasarkan kejadiannya,

maka ventilasi dapat dibagi kedalam dua jenis, yaitu :

a. Ventilasi alam.

Ventilasi alam berdasarkan pada tiga kekuatan yaitu: daya difusi dari gas-gas,

gerakan angin dan gerakan massa di udara karaena perubahan temperature.

Ventilasi alam ini mengandalkan pergerakan udara bebas (angin), temperature

udara dan kelembabannya. Selain melalui jendela, pintu dan lubang angin maka

ventilasi dapat diperoleh dari pergerakan udara sebagai hasil sifat poros dinsing

ruangan, atap dan lantai.

b. Ventilasi buatan.

Ventilasi buatan pada suatu waktu, diperlukan juga ventilasi buatan dengan

menggunakan alat mekanis maupun elektrik. Alat-alat tersebut diantaranya

adalah kipas angin, exhauseter, dan AC. Ventilasi yang baik dalam ruangan

harus mempunyai syarat-syarat, diantaranya:

Page 24: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

36

1. Luas lubang ventilasi tetap, mininum 5% dari luas lantai ruangan

Sedangkan luas lubang ventilasi insidentil (dapat dibuka atau ditutup)

minimum 5% . Jumlah keduanya menjadi 10% kali luas lantai ruangan.

2. Udara yang masuk harus udara bersih, tidak dicemari oleh asap kendaraan,

dari pabrik, sampah, debu, dan lainnya.

3. Udara yang masuk tidak berasal dari asap dapur atau bau kamar

mandi/WC.

4. Aliran udara diusahakan Cross Ventilation dengan menempatkan dua

lubang jendela berhadapan antara dua dinding ruangan sehingga proses

ailran udara lebih lancar.

5. Khusus untuk penghawaan ruangan dapur dan kamar mandi/WC,

memerlukan peralatan bantu elektrikal-mekanikal seperti blower atau

exhaust fan yang harus memenuhi beberapa syarat yaitu lubang

penghawaan keluar tidak mengganggu kenyamanan bangunan

disekitarnya, tidak mengganggu kenyamanan ruangan kegiatan dalam

bangunan seperti ruangan keluarga, tidur, tamu, dan kerja (KepMenKes RI

No. 829/Menkes/SK/VII/1999).

Bakteri yang terbawa oleh udara akan selalu mengalir. Selain itu, luas

ventilasi yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mengakibatkan terhalangnya

proses pertukaran udara dan sinar matahari yang masuk ke dalam rumah, akibatnya

kuman tuberkulosis yang ada di dalam rumah tidak dapat keluar dan ikut terhirup

bersama udara pernapasan (Korua, 2015).

Page 25: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

37

Menurut indikator pengawasan perumahan, luas penghawaan atau ventilasi

alamiah permanen minimal 10% dari luas lantai (Kepmenkes, 1999). Penelitian yang

dilakukan oleh Handayani dkk. (2016) yang menyatakan bahwa luas ventilasi

ruangan rumah memiliki risiko terjadinya TB Paru 3,1 kali lebih besar pada rumah

dengan keadaan luas ventilasi ruangan tidak memenuhi standar dibandingkan

dengan rumah yang keadaan luas ventilasi ruangannya yang memenuhi standar.

2.2.1.4 Kelembaban

Rumah dinyatakan sehat dan nyaman, apabila suhu udara dan kelembaban

udara ruangan sesuai dengan suhu tubuh manusia normal. Kelembaban ruangan

sangat dipengaruhi oleh penghawaan dan pencahayaan. Penghawaan yang kurang

atau tidak lancar akan menjadikan ruangan terasa pengap atau sumpek dan akan

menimbulkan kelembaban tinggi dalam ruangan. Kelembaban udara berkisar antara

40% sampai 70% (Pangastuti, 2015).

Kelembaban udara adalah presentase jumlah kandungan air dalam udara

kelembaban terdiri dari 2 jenis, yaitu 1) kelembaban absolute, yaitu berat uap air

unit volume udara, 2) kelembaban nisbi, yaitu banyaknya uap air dalam udara pada

suatu temperatur tersebut. Secara umum penilaian kelembaban dalam rumah

dengan menggunakan Hygrometer untuk mengukur jumlah kelembaban dalam

rumah (Depkes RI, 2010).

Menurut indikator pengawasan perumahan, kelembaban udara yang

memenuhi syarat kesehatan dalam rumah adalah 40-70% dan kelembaban udara

yang tidak memenuhi syarat kesehatan adalah < 40% atau > 70% (Kepmenkes RI

No.829 tahun 1999).

Page 26: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

38

Sahputra (2015) menyatakan bahwa ada hubungan kelembaban kamar tidur

dengan kejadian TB Paru, seseorang yang tinggal didalam rumah dengan

kelembaban yang tidak memenuhi syarat mempunyai risiko 9,5 kali lebih berisiko

untuk menderita TB Paru dibandingkan dengan rumah yang memenuhi standar

kesehatan.

Udara memiliki kapasitas tertentu untuk menahan partikel-partikel air yang

sering bervariasi dengan suhu sekitarnya. Saat cuaca berawan, musim panas atau

hujan, akan ada kelembaban yang tinggi di udara. Demikian pula, ketika suhu turun

selama musim dingin, udara menjadi kering (Pangestuti,2015). Menurut Keputusan

Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 829/Menkes/SK/VII/1999 pengaruh dari

tingkat kelembaban :

1. Pengaruh Tingkat Kelembaban Tinggi

a. Jika tingkat kelembaban relatif yang tinggi baik karena kondisi eksternal,

seperti suhu udara terbuka atau faktor manusia, udara akan membawa

lebih banyak uap air yang dapat mengakibatkan kondisi seperti embun pada

permukaan yang dingin, menyebabkan kelembaban di sekitar.

b. Sebagai kumpulan air yang terbentuk pada dinding, jendela dan pintu,

permukaan ini mengundang berkembang-biaknya jamur dan lumut yang

menjadi sumber berbagai masalah kesehatan.

c. Jamur, kuman bersama dengan tungau dan debu sering menyebabkan

masalah pernapasan seperti asma, alergi, batuk hingga TB paru.

Page 27: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

39

2. Pengaruh Tingkat Kelembaban Rendah

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi kelembaban di rumah adalah

kondisi cuaca dan tingkat suhu di luar rumah, bagaimana bangunan tersebut

dilindungi dari kelembaban.

2.2.2 Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian TB Paru

Pengetahuan sebagai modal dasar bagi seseorang untuk berperilaku.

Masyarakat yang memiliki pemahaman baik tentang penyakit TB Paru, maka hal

tersebut dapat menjadi acuan baginya untuk berupaya mencegah penyakit

tersebut, karena sudah memahami bahaya serta penularan penyakit TB Paru (Muaz,

2014).

Pengetahuan penderita TB Paru yang baik tentang penyakit TB Paru dan

pengobatnnya dapat meningkatkan keteraturan penderita dalam pengobatan,

dibandingkan dengan penderita yang kurang pengetahuan tentang penyakit TB Paru

dan pengobatannya. Karena itu bimbingan dan pengawasan yang dilakukan oleh

PMO akan lebih terarah dengan baik. Sehingga akan meningkatkan keteraturan

penderita dalam pengobatan tersebut sehingga angka penularan akan menurun

(Werdhani, 2005).

Menurut WHO (2008) pengetahuan di peroleh dari pengalaman sendiri atau

pengalaman orang lain. Secara teori perubahan atau seseorang menerima atau

mengadopsi perilaku baru dalam kehidupannya salah satunya adalah melalui

pengetahuan yang melalui tiga tahap yaitu :

a. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit

b. Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan

Page 28: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

40

c. Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (over behavior). Berdasarkan pengalaman

ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada

perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Seseorang yang punya pengetahuan

yang baik tentang penularan TB Paru, akan berupaya untuk mencegah

penularannya. Katagori pengetahuan dapat dikelompokan berdasarkan jawaban

benar responden.

Berdasarkan hasil penelitian Anugrah (2012) di Kota Pontianak, didapati ada

hubungan pengetahuan dengan kejadian TB Paru. dengan OR= 1.886 yang artinya

seseorang yang berpengetahuan buruj memiliki risiko 1.886 kali menderita TB Paru

dibandingkan dengan seseorang yang memiliki pengetahuan baik. Yunengsih (2015),

pengetahuan merupakan salah satu penyabab kejadian TB Paru. responden yang

memiliki pengetahuan kurang akan berisiko menderita Tb Paru sebesar 2,9 kali

dibandingkan dengan responden yang pengetahuan baik.

2.2.3 Hubungan Pekerjaan dengan Kejadian TB Paru

Pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kejadian TB

Paru. Jenis Pekerjaan menentukan faktor risiko yang harus dihadapi setiap individu.

Bila pekerja bekerja di lingkungan yang berdebu paparan partikel debu di daerah

terpapar akan mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernafasan.

Paparan kronis udara yang tercemar dapat meningkatkan morbiditas, terutama

terjadinya gejala penyakit pernafasan dan umumnya TB Paru (Corwin, 2009).

Page 29: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

41

Menurut Nugrahaeni (2012) menyatakan bahwa penyakit yang diderita oleh

seseorang secara tidak langsung berhubungan dengan pekerjaannya. Hubungan

pekerjaan dengan masalah kesehatan disebabkan adanya resiko pekerjaan, orang

yang bekerja disuatu tempat akan terkena penyakit berdasarkan paparan yang

dialaminya.

Hasil Penelitian Nurhanah dkk (2010) menyatakan terdapat hubungan

bermakna antara pekerjaan dengan kejadian TB Paru. Hasil penelitian ini

menjelaskan bahwa responden yang bekerja memberikan kontribusi seseorang

terjangkit TB Paru, terkait dengan keterpaparan kuman Mycrobacterium

tuberculosis. Jenis pekerjaan kasar mempunyai peluang terpapar kuman TB

dibandingkan dengan jenis pekerjaan lain seperti PNS, TNI, dan karyawan.

Hasil Penelitian Muaz (2014) menyatakan ada hubungan antara pekerjaan

dengan penderita TB Paru BTA (+). Responden yang tidak bekerja akan berisiko

menderita TB Paru BTA (+) sebesar 3,7 kali dibandingkan dengan responden yang

bekerja.

2.2.4 Hubungan Perilaku Kesehatan dengan Kejadian TB Paru.

Perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap

stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan

kesehatan, makanan, dan minuman serta lingkungan (Notoadmojo, 2012). Upaya

pencegahan yang dilakukan masyarakat agar terhindar dari penyakit tuberkulosis

paru diantaranya adalah dengan membiasakan perilaku sehat. Selain itu upaya

pencegahan yang dilakukan adalah dengan meningkatkan daya tahan tubuh,

melengkapi perumahan dengan ventilasi yang cukup, perilaku menutup mulut saat

Page 30: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

42

batuk, agar orang yang ada disekitar tidak tertular, perilaku tidak meludah

disembarangan tempat, perilaku tidak merokok dan minum alkohol, perilaku

membuka kamar tidur setiap hari, serta perilaku yang tidak membiasakan makan

sepiring atau segelas dengan orang lain, dan mengisolasikan secara langsung

peralatan makan dan minuman penderita tuberkulosis paru (Yulfira, 2011).

Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk mencegah perkembangan penyakit

dari kuman M. tuberculosis. Menurut Jaji (2010), menyatakan ada beberapa upaya

yang dilakukan keluarga untuk mencegah kejadian TB Paru yaitu :

1) Menjauhkan anggota keluarga lain dari penderita TB Paru saat batuk

2) menghindari penularan melalui dahak pasien penderita TB Paru

3) membuka jendela rumah untuk pencegahan penularan TB Paru dalam

keluarga

4) menjemur kasur pasien TB Paru untuk pencegahan penularan TB Paru dalam

keluarga.

2.2.4.1 Kebiasaan Merokok

Merokok adalah membakar tembakau yang kemudian di hisap asapnya, baik

menggunakan rokok maupun pipa. Asap panas yang terhembus terus-menerus

masuk kedalam rongga mulut merupakan rangsangan panas yang menyebabkan

perubahan aliran darah dan mengurangi pengeluaran ludah. Akibatnya rongga

mulut menjadi kering sehingga dapat mengakibatkan perokok berisiko lebih besar

terinfeksi bakteri (Kemenkes, 2014).

Beberapa penelitian menyebutkan bahwa salah satu penyebab TB Paru

adalah gaya hidup (lifestyle). Pada penelitian Sarwani dan Nurleila (2012)

Page 31: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

43

menyatakan bahwa ada hubungan antara merokok dan TB Paru, ditemukan bahwa

separuh dari kematian TB Paru pada laki-laki disebabkan merokok dan 3,2 perokok

berkembang menjadi TB Paru.

Penyebab utama meningkatnya masalah tuberkulosis antara lain adalah

kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat, pertumbuhan ekonomi yang

tinggi dengan disparatis yang terlalu lebar sehingga masyarakat masih mengalami

masalah dengan kondisi sanitasi, papan, sandang dan pangan yang buruk. Besarnya

masalah kesehatan yang bisa mempengaruhi tetap tingginya beban TB Paru seperti

gizi buruk, merokok dan diabetes (Kemenkes, 2014).

Rosdiana (2018) menyatkan bahwa ada hubungan kebiasaan merokok

dengan kejadian TB Paru, secara ringkas zat-zat yang terkandung dalam rokok dapat

menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru,

serta respon imunologis pejamu terhadap infeksi sehingga paru-paru perokok dapat

lebih mudah terinfeksi bakteri tuberkulosis.

Anak yang tinggal pada keluarga yang mempunyai kebiasaan merokok dan

terdapat kontak langsung dengan penderita TB dewasa mempunyai risiko 4 kali

lebih besar menderita TB, menyatakan bahwa absorpsi asap rokok oleh para

perokok pasif dipengaruhi oleh jumlah produksi asap rokok, dalamnya isapan dari

perokok, ada tidaknya ventilasi untuk penyebaran dan pergerakan asap, jarak

antara perokok dan bukan perokok dan lamanya paparan (Yulistyaningrum, 2010).

Page 32: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

44

2.2.4.2 Kebiasaan Menjemur Peralatan Tidur

Kebiasaan menjemur kasur secara berkala dapat berfungsi sebagai

pencegahan terhadap penularan penyakit TB paru dalam rumah tangga. kasur

penderita sebaiknya dijemur minimal seminggu sekali (Hiswani, 2009).

Ketika seorang TB Paru batuk, bersin, atau berbicara maka secara tidak

sengaja akan keluar percikan dahak dan jatuh ketanah, lantai dan tempat lainnya.

Sinar matahari atau suhu udara yang panas dapat menyebabkan percikan dahak

menguap. Menguapnya percikan dahak ke udara dibantu dengan pergerakan angin

akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung didalam droplet nuclei

terbang ke udara (Muttaqin, 2008).

Kuman tuberkulosis tahan 1-2 jam di udara, sedangkan di tempat lembab

dan gelap kuman tuberkulosis dapat bertahan selama berbulan-bulan. Kuman

tuberkulosis tidak tahan terhadap sinar matahari dan aliran udara. Kuman

tuberkulosis akan mati dalam waktu 2 jam oleh sinar matahari (Kurniasari, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Khadijah dan Dian (2013) di Provinsi DKI

Jakarta, didapati OR=1,423, CI: 1,044-1,940) yang artinya perilaku menjemur

kasur/bantal/guling berhubungan secara bermakna dengan kejadian TB Paru.

2.2.4.3 Kebiasaan Membuka Jendela

Jendela sebagai alat pertukaran udara sehingga mengatur kelembaban di

dalam ruangan. Udara yang berasal dari dalam ruangan yang memungkinkan

mengandung debu dan bakteri dikeluarkan dan disirkulasi dengan udara segar

sehingga juga diperlukan upaya pembersihan jendela (Susanti, 2016). Fungsi lain

penting lain jendela adalah untuk memperoleh cahaya cahaya yang cukup pada

Page 33: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

45

siang hari, yang mana cahaya tersebut berguna untuk membunuh bakteri-bakteri

pathogen di dalam rumah (Zuriya, 2016).

Chandra (2006) menyatakan udara dapat mengalir bebas jika jendela dan

pintu terbuka. Dengan demikian cahaya matahari dan proses pertukaran udara

dapat masuk melalui pintu responden yang terbuka. Cahaya matahari yang masuk

kedalam rumah dapat mengurangi pertumbuhan kuman tuberkulosis karena sinar

matahari mampu merusak struktur materi genetik kuman/bakteri (Setiowati dan

Furqonita, 2007).

Kebiasaan tidak membuka jendela membuat udara tidak mengalir secara

bebas sehingga ruangan menjadi lembab. Persyaratan kelembaban yang baik untuk

ruangan adalah 40%-70%. Kondisi ruangan yang lembab dapat meningkatkan

pertumbuhan bakteri. Pertukaran udara yang baik mampu membawa kuman

tuberkulosis keluar rumah melalui udara. Keadaan tersebut dapat mencegah

penularan penyakit tuberkulosis (Zuriya, 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Dhika RK & Sarwani SR (2011), menyatakan

bahwa ada hubungan kebiasaan membuka jendela kamar tidur dengan kejadian TB

Paru. Hasil penelitian Azhar, dkk. (2013), menyebutkan bahwa tidak membuka

jendela kamar tidur setiap hari berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,36 kali dan

perilaku menjemur kasur memiliki hubungan dengan kejadian TB Paru, perilaku

tidak menjemur kasur berisiko terinfeksi TB Paru sebesar 1,423 kali.

Page 34: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

46

2.3 Web Causation Of Tuberculosis

sumber: The Lancet, 2015

Gambar 2.1

Kerangka Baku

Page 35: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 TB Paru 2.1.1 Pengertian TB Paru

47

2.4 Kerangka Teoritis

Berdasarkan teori yang telah dipaparkan di bab II diatas dapat disusun

kerangka teoritis sebagai berikut;

Z

Gambar 2.2

Kerangka Teoritis

Kejadian TB Paru

Angraeni dkk, 2015

1. Jenis lantai

2. Jenis dinding

3. Luas ventilasi

4. Kepadatan hunian

5. Suhu

6. Kelembaban

7. Intensitas cahaya

8. Kebiasaan merokok

Kepmenkes RI No.829 tahun

1999

1. Jenis lantai

2. Jenis dinding

3. Pencahayaan

4. Ventilasi

5. Suhu

6. kelembaban

Susanti, 2016

1. Jenis Lantai

2. Jendela Kamar tidur

3. Ventilasi rumah

4. Suhu rumah

5. Kelembaban

6. Pencahayaan alamiah

7. Kepadatan Hunian

8. Tindakan membuka

jendela

9. Perilaku meludah

Zuriya, 2016

1. Pengetahuan

2. Merokok

3. Kebiasaan membuka

jendela

4. Kebiasaan menjemur

kasur/bantal/guling

5. Riwayat kontak

6. Kepadatan hunian

7. Luas Ventilasi