LP TB PARU

29
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan kematian dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit (morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah. Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan China dalam jumlah penderita TB paru di dunia. Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada semua golongan usia dan nomor I dari

Transcript of LP TB PARU

Page 1: LP TB PARU

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit pada sistem pernafasan merupakan masalah yang sudah umum terjadi di

masyarakat. Dan TB paru merupakan penyakit infeksi yang menyebabkan  kematian

dengan urutan atas atau angka kematian (mortalitas) tinggi, angka kejadian penyakit

(morbiditas), diagnosis dan terapi yang cukup lama. Penyakit ini biasanya banyak terjadi

pada negara berkembang atau yang mempunyai tingkat sosial ekonomi menengah ke

bawah.

Di Indonesia TB paru merupakan penyebab kematian utama dan angka kesakitan

dengan urutan teratas setelah ISPA. Indonesia menduduki urutan ketiga setelah India dan

China dalam jumlah penderita TB paru di dunia.

Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia,

menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang

per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari

kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95%

penderita TB berada di negara-negara berkembang. Dengan munculnya epidemi

HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Hasil survey kesehatan rumah

tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa tuberkulosis merupakan penyebab

kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan pada

semua golongan usia dan nomor I dari golongan infeksi. Antara tahun 1979-1982 telah

dilakukan survey prevalensi di 15 propinsi dengan hasil 200-400 penderita tiap 100.000

penduduk. Diperkirakan setiap tahun 450.000 kasus baru TB dimana sekitar 1/3

penderita terdapat disekitar puskesmas, 1/3 ditemukan di pelayanan rumah sakit/klinik

pemerintah dan swasta, praktek swasta dan sisanya belum terjangku unit pelayanan

kesehatan. Sedangkan kematian karena TB diperkirakan 175.000 per tahun.

Penyakit TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, penderita

TB kebanyakan dari kelompok sosio ekonomi rendah. Dari 1995-1998, cakupan

penderita TB Paru dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse

Chemotherapy) atau pengawasan langsung menelan obat jangka pendek/setiap hari baru

mencapai 36% dengan angka kesembuhan 87%. Sebelum strategi DOTS (1969-1994)

cakupannya sebesar 56% dengan angka kesembuhan yang dapat dicapai hanya 40-60%.

Karena pengobatan yang tidak teratur dan kombinasi obat yang tidak cukup di masa lalu

Page 2: LP TB PARU

kemungkinan telah timbul kekebalan kuman TB terhadap OAT (obat anti tuberkulosis)

secara meluas atau multi drug resistance (MDR).

B. Rumusan masalah

1. Bagaimana TB Paru pada klien dewasa bisa terjadi ?

2. Apa tanda dan gejala yang muncul (manifestasi klinis) dari TB Paru pada klien

dewasa ?

3. Apa pemeriksaan diagnostik pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa?

4. Bagaimana cara menangani gangguan pernapasan akibat penyakit TB Paru klien

dewasa ?

5.  Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan TB Paru pada klien dewasa? 

C. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan gangguan TB

Paru.

b. Tujuan Khusus

1. Menjelaskan konsep dasar TB paru

2. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dewasa dengan TB paru, meliputi :

Pengkajian TB paru

Mengidentifikasi diagnosa  keperawatan pada klien dewasa dengan TB paru

Melakukan perencanaan pada klien dewasa dengan TB paru

D. Manfaat

Manfaat yang ingin diperoleh dalam penyusunan makalah ini adalah:

1. Mendapatkan pengetahuan tentang TB Paru

2. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan pada klien dewasa dengan TB

Paru

Page 3: LP TB PARU

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian TB Paru

TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman menyerang Paru, tetapi dapat juga

mengenai organ tubuh lain (Dep Kes, 2003). Kuman TB berbentuk batang mempunyai

sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pewarnaan yang disebut pula Basil Tahan Asam

(BTA).

2. Etiologi

Penyakit TB Paru disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis).

Kuman ini berbentuk batang, mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada

pewarnaan, Oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA), kuman TB

cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam

ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh kuman ini dapat Dormant,

tertidur lama selama beberapa tahun.

Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif. Pada waktu batuk atau

bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk Droplet (percikan Dahak).

Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama

beberapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran

pernapasan. Selama kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan,

kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem

peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran napas, atau penyebaran langsung

kebagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh

banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil

pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak

negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular.

Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis .

1) Herediter: resistensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan secara

genetik.

2) Jenis kelamin: pada akhir masa kanak-kanak dan remaja, angka kematian dan

kesakitan lebih banyak terjadi pada anak perempuan.

Page 4: LP TB PARU

3) Usia : pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi.

4) Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,  kemungkinan

infeksi cukup tingggi karena diit yang tidak adekuat.

5) Keadaan stress: situasi yang penuh stress (injury atau penyakit, kurang nutrisi, stress

emosional, kelelahan yang kronik)

6) Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi

dan memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.

7) Anak yang mendapat terapi kortikosteroid kemungkinan terinfeksi lebih mudah.

8) Nutrisi ; status nutrisi kurang

9) Infeksi berulang : HIV, Measles, pertusis.

10) Tidak mematuhi aturan pengobatan.

3. Patofisiologi

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak

sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat

terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap.

Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat

bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila

bakteri ini  terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri

tuberkolosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-borne infection. Bakteri

yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk hingga

alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan

diri (multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi

primer (fokus Ghon). Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama

dengan fokus primer disebut sebagai kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang

yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui

berbagai jalan, yaitu:

1) Percabangan bronkhus

Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan

ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.

Page 5: LP TB PARU

2) Sistem saluran limfe

Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung

mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan

tuberkulosis milier.

3) Aliran darah

Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut

material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai

berbagai organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan

meningen.

4) Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)

Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih jauh

dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman

atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau

memakai obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri

tuberkulosis yang dorman dapat aktif kembali. Inilah yang disebut reaktifasi infeksi

primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat terjadi bertahun-tahun setelah

infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat diakibatkan oleh

bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri dorman

yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer

terutama berada di daerah apeks paru.

5) Infeksi Primer

Tuberkulosis primer adalah infeksi bakteri TB dari penderita yang belum mempunyai

reaksi spesifik terhadap bakteri TB. Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar

pertama kali dengan kuman TB. Droplet yang terhirup sangat kecil ukurannya,

sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosillier bronkus, dan terus berjalan

sehinga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai saat kuman TB

berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang mengakibatkan

peradangan di dalam paru, saluran limfe akan membawa kuman TB ke kelenjar limfe

disekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antara terjadinya

infeksi sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6 minggu. Adanya infeksi

dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi

positif. Kelanjutan setelah infeksi primer tergantung kuman yang masuk dan besarnya

respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh

tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB. Meskipun demikian, ada

Page 6: LP TB PARU

beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persister atau dormant (tidur). Kadang-

kadang daya tahan tubuh tidak mampu mengehentikan perkembangan kuman,

akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita

Tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai

menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

6) Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TB)

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah

infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau

status gizi yang buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru

yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusi pleura.

7) Perjalanan Alamiah TB yang Tidak Diobati

Tanpa pengobatan, setelah lima tahun, 50 % dari penderita TB akan meninggal, 25 %

akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi, dan 25 % sebagai kasus kronik

yang tetap menular (WHO 1996).

8) Pengaruh Infeksi HIV

Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular

Immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang

bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan mengakibatkan kematian. Bila jumlah

horang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita TB akan meningkat, dengan

demikian penularan TB di masyarakat akan meningkat pula.

4. Klasifikasi TB Paru

Menurut Dep.Kes (2003), klasifikasi TB Paru dibedakan atas :

  Berdasarkan organ yang terinvasi  

a. TB Paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak termasuk pleura

(selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi menjadi 2,

yaitu:

TB Paru BTA Positif Disebut TB Paru BTA (+) apabila sekurang-kurangnya 2

dari 3 spesimen dahak SPS (Sewaktu Pagi Sewaktu) hasilnya positif, atau 1

spesimen dahak SPS positif disertai pemeriksaan radiologi paru menunjukan

gambaran TB aktif.

TB Paru BTA Negatif Apabila dalam 3 pemeriksaan spesimen dahak SPS BTA

negatif dan pemeriksaan radiologi dada menunjukan gambaran TB aktif. TB Paru

Page 7: LP TB PARU

dengan BTA (-) dan gambaran radiologi positif dibagi berdasarkan tingkat

keparahan, bila menunjukan keparahan yakni kerusakan luas dianggap berat.

b. TB ekstra paru yaitu tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru,

misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang

persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing dan alat kelamin. TB ekstra paru dibagi

berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya yaitu :

TB ekstra paru ringan yang menyerang kelenjar limfe, pleura, tulang (kecuali

tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal

TB ekstra paru berat seperti meningitis, pericarditis, peritonitis, TB tulang

belakang, TB saluran kencing dan alat kelamin. 

Berdasarkan tipe penderita

Tipe penderita ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Ada beberapa

tipe penderita :

1) Kasus baru adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah

pernah menelan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) kurang dari satu bulan.

2) Kambuh (relaps) adalah penderita TB yang sebelumnya pernah mendapat

pengobatan dan telah dinyatakan sembuh, kemudian kembali berobat dengan hasil

pemeriksaan BTA positif.

3) Pindahan (transfer in) yaitu penderita yang sedang mendapat pengobatan di suatu

kabupaten lain kemudian pindah berobat ke kabupaten ini. Penderita pindahan

tersebut harus membawa surat rujukan/pindah.

4) Kasus berobat setelah lalai (default/drop out) adalah penderita yang sudah berobat

paling kurang 1 bulan atau lebih dan berhenti 2 bulan atau lebih, kemudian datang

kembali berobat.

PERBEDAAN TB ANAK DAN DEWASA

1) TB anak lokasinya pada setiap bagian paru, sedangkan pada dewasa di daerah apeks

dan infra klavikuler

2) Terjadi pembesaran kelenjar limfe regional sedangkan pada dewasa tanpa pembesaran

kelenjar limfe regional

3) Penyembuhan dengan perkapuran sedangkan pada dewasa dengan fibrosis

4) Lebih banyak terjadi penyebaran hematogen, pada dewasa jarang

Page 8: LP TB PARU

5. Manifestasi Klinis

Diagnosa TB berdasarkan gejala/manifestasi klinis dibagi menjadi 3, diantaranya:

1) Gejala respiratorik, meliputi:

a) Batuk 

Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering

dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan

bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.

b) Batuk darah

Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis

atau bercak-bercak darak, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat

banyak. Batuk darak terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya

batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.

c) Sesak nafas

Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada

hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.

d) Nyeri dada

Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul

apabila sistem persarafan di pleura terkena.

2) Gejala sistemik meliputi:

a) Demam

Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam

hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang

serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.

b) Gejala sistemik lain :

Gejala sistemik lain ialah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan

serta malaise. Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-

bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun

jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.

3) Gejala Tuberkulosis ekstra Paru

Tergantung pada organ yang terkena, misalnya : limfedanitis tuberkulosa.

Meningitsis tuberkulosa, dan pleuritis tuberkulosa.

Page 9: LP TB PARU

Gejala klinis Hemoptoe :

Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-

ciri sebagai berikut :

Batuk darah

a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan

b. Darah berbuih bercampur udara

c. Darah segar berwarna merah muda

d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia kadang-kadang terjadi

f. Benzidin test negatif

Muntah darah

a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual

b. Darah bercampur sisa makanan

c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung

d. Darah bersifat asam

e. Anemia seriang terjadi

f. Benzidin test positif

Epistaksis

a. Darah menetes dari hidung

b. Batuk pelan kadang keluar

c. Darah berwarna merah segar

d. Darah bersifat alkalis

e. Anemia jarang terjadi

Gejala-gejala tersebut diatas dijumpai pula pada penyakit paru selain TBC. Oleh

sebab itu orang yang datang dengan gejala diatas harus dianggap sebagai seorang

“suspek tuberkulosis” atau tersangka penderita TB, dan perlu dilakukan pemeriksaan

dahak secara mikroskopis langsung. Selain itu, semua kontak penderita TB Paru BTA

positif dengan gejala sama, harus diperiksa dahaknya.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Pemeriksaan sputum (S-P-S)

Pemeriksaan sputum penting untuk dilakukan karena dengan pemeriksaan

tersebut akan ditemukan kuman BTA. Di samping itu pemeriksaan sputum juga

dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan

Page 10: LP TB PARU

ini mudah dan murah sehingga dapat dikerjakan di lapangan (puskesmas). Tetapi

kadang-kadang tidak mudah untuk mendapat sputum, terutama pasien yang tidak

batuk atau batuk yang non produktif Dalam hal ini dianjurkan satu hari sebelum

pemeriksaan sputum, pasien dianjurkan minum air sebanyak + 2 liter dan diajarkan

melakukan refleks batuk. Dapat juga dengan memberikan tambahan obat-obat

mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan garam hipertonik selama 20-30

menit. Bila masih sulit, sputum dapat diperoieh dengan cara bronkos kopi diambil

dengan brushing atau bronchial washing atau BAL (bronchn alveolar lavage). BTA

dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan lambung. Hal ini sering

dikerjakan pada anak-anak karena mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Sputum

yang akan diperiksa hendaknya sesegar mungkin. Bila sputum sudah didapat. kuman

BTA pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman bant dapat dkcmukan bila bronkus

yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar, sehingga sputum yang mengandung

kuman BTA mudah ke luar.

Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3

batang kuman BTA pada satu sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman

dalam 1 mil sputum Hasil pemeriksaan BTA (basil tahan asam) (+) di bawah

mikroskop memerlukan kurang lebih 5000 kuman/ml sputum, sedangkan untuk

mendapatkan kuman (+) pada biakan yang merupakan diagnosis pasti, dibutuhkan

sekitar 50 - 100 kuman/ml sputum. Hasil kultur memerlukan waktu tidak kurang dan

6 - 8 minggu dengan angka sensitiviti 18-30%.

b.   Pemeriksaan tuberculin

Pada anak, uji tuberkulin merupakan pemeriksaan paling bermanfaat untuk

menunjukkan sedang/pernah terinfeksi Mikobakterium tuberkulosa dan sering

digunakan dalam "Screening TBC". Efektifitas dalam menemukan infeksi TBC

dengan uji tuberkulin adalah lebih dari 90%.

Penderita anak umur kurang dari 1 tahun yang menderita TBC aktif uji

tuberkulin positif 100%, umur 1–2 tahun 92%, 2–4 tahun 78%, 4–6 tahun 75%, dan

umur 6–12 tahun 51%. Dari persentase tersebut dapat dilihat bahwa semakin besar

usia anak maka hasil uji tuberkulin semakin kurang spesifik. Ada beberapa cara

melakukan uji tuberkulin, namun sampai sekarang cara mantoux lebih sering

digunakan. Lokasi penyuntikan uji mantouxumumnya pada ½ bagian atas lengan

bawah kiri bagian depan, disuntikkan intrakutan (ke dalam kulit). Penilaian uji

Page 11: LP TB PARU

tuberkulin dilakukan 48–72 jam setelah penyuntikan dan diukur diameter

dari pembengkakan (indurasi) yang terjadi.

c. Pemeriksaan Rontgen Thoraks  

Pada hasil pemeriksaan rontgen thoraks, sering didapatkan adanya suatu lesi

sebelum ditemukan adanya gejala subjektif awal dan sebelum pemeriksaan fisik

menemukan kelainan pada paru. Bila pemeriksaan rontgen menemukan suatu

kelainan, tidak ada gambaran khusus mengenai TB paru awal kecuali di lobus bawah

dan biasanya berada di sekitar hilus. Karakteristik kelainan ini terlihat sebagai

daerah bergaris-garis opaque yang ukurannya bervariasi dengan batas lesi yang tidak

jelas. Kriteria yang kabur dan gambar yang kurang jelas ini sering diduga sebagai

pneumonia atau suatu proses edukatif, yang akan tampak lebih jelas dengan

pemberian kontras.

Pemeriksaan rontgen thoraks sangat berguna untuk mengevaluasi hasil

pengobatan dan ini bergantung pada tipe keterlibatan dan kerentanan bakteri

tuberkel terhadap obat antituberkulosis, apakah sama baiknya dengan respons dari

klien. Penyembuhan yang lengkap serinng kali terjadi di beberapa area dan ini

adalah observasi yang dapat terjadi pada penyembuhan yang lengkap. Hal ini

tampak paling menyolok pada klien dengan penyakit akut yang relatif di mana

prosesnya dianggap berasal dari tingkat eksudatif yang besar.

d. Pemeriksaan CT   Scan

Pemeriksaan CT Scan dilakukan untuk menemukan hubungan kasus TB

inaktif/stabil yang ditunjukkan dengan adanya gambaran garis-garis fibrotik ireguler,

pita parenkimal, kalsifikasi nodul dan adenopati, perubahan kelengkungan beras

bronkhovaskuler, bronkhiektasis, dan emifesema perisikatriksial. Sebagaimana

pemeriksaan Rontgen thoraks, penentuan bahwa kelainan inaktif tidak dapat hanya

berdasarkan pada temuan CT scan pada pemeriksaan tunggal, namun selalu

dihubungkan dengan kultur sputum yang negatif dan pemeriksaan secara serial

setiap saat. Pemeriksaan CT scan sangat bermanfaat untuk mendeteksi adanya

pembentukan kavasitas dan lebih dapat diandalkan daripada pemeriksaan Rontgen

thoraks biasa.

Page 12: LP TB PARU

e.  Radiologis TB Paru Milier

TB paru milier terbagi menjadi dua tipe, yaitu TB paru milier akut dan TB

paru milier subakut (kronis). Penyebaran milier terjadi setelah infeksi primer. TB

milier akut diikuti oleh invasi pembuluh darah secara masif/menyeluruh serta

mengakibatkan penyakit akut yang berat dan sering disertai akibat yang fatal

sebelum penggunaan OAT. Hasil pemeriksaan rontgen thoraks bergantung pada

ukuran dan jumlah tuberkel milier. Nodul-nodul dapat terlihat pada rontgen akibat

tumpang tindih dengan lesi parenkim sehingga cukup terlihat sebagai nodul-nodul

kecil. Pada beberapa klien, didapat bentuk berupa granul-granul halus atau nodul-

nodul yang sangat kecil yang menyebar secara difus di kedua lapangan paru. Pada

saat lesi mulai bersih, terlihat gambaran nodul-nodul halus yang tak terhitung

banyaknya dan masing-masing berupa garis-garis tajam.

f. Pemeriksaan Laboratorium

Diagnosis terbaik dari penyakit diperoleh dengan pemeriksaan mikrobiologi

melalui isolasi bakteri. Untuk membedakan spesies Mycobacterium antara yang satu

dengan yang lainnya harus dilihat sifat koloni, waktu pertumbuhan, sifat biokimia

pada berbagai media, perbedaan kepekaan terhadap OAT dan kemoterapeutik,

perbedaan kepekaan tehadap binatang percobaan, dan percobaan kepekaan kulit

terhadap berbagai jenis antigen Mycobacterium. Pemeriksaan darah yang dapat

menunjang diagnosis TB paru walaupun kurang sensitif adalah pemeriksaan laju

endap darah (LED). Adanya peningkatan LED biasanya disebabkan peningkatan

imunoglobulin terutama IgG dan IgA.

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan tuberkulosis antara lain :

1) Pencegahan Tuberkulosis Paru

Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat

dengan penderita tuberkulosis paru BTA positif. Pemeriksaan meliputi tes

tuberkulin, klinis, dan radiologis. Bila tes tuberkulin positif, maka pemeriksaan

radiologis foto thorax diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih

negatif, diberikan BCG vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil tes

tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksis.

Page 13: LP TB PARU

Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok

populasi tertentu misalnya: karyawan rumah sakit/Puskesmas/balai pengobatan,

penghuni rumah tahanan, dan siswa-siswi pesantren.

Vaksinasi BCG

Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB selama 6-12 bulan

dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang masih sedikit.

Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi yang menyusu pada ibu

dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan bagi kelompok

berikut: bayi di bawah lima tahun dengan hasil tes tuberkulin positif karena resiko

timbulnya TB milier dan meningitis TB, anak dan remaja di bawah 20 tahun dengan

hasil tes tuberkulin positif yang bergaul erat dengan penderita TB yang menular,

individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi positif,

penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka

panjang, penderita diabetes mellitus.

Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang penyakit tuberkulosis

kepada masyarakat di tingkat Puskesmas maupun di tingkat rumah sakit oleh petugas

pemerintah maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan Pemberantasan

Tuberkulosis Paru Indonsia – PPTI).

2) Pengobatan Tuberkulosis Paru

Mekanisme kerja obat anti-tuberkulosis (OAT) :

a. Aktivitas bakterisidal, untuk bakteri yang membelah cepat

b. Aktivitas sterilisasi, terhadap the pesisters (bakteri semidormant)

c. Aktivitas bakteriostatis, obat-obatan yang mempunyai aktivitas bakteriostatis

terhadap bakteri tahan asam.

Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi dua fase yaitu :

a) Fase intensif (2-3 bulan) :

Tujuan tahapan awal adalah membunuh kuman yang aktif membelah

sebanyak-banyaknya dan secepat-cepatnya dengan obat yang bersifat bakterisidal.

Selama fase intensif yang biasanya terdiri dari 4 obat, terjadi pengurangan jumlah

kuman disertai perbaikan klinis. Pasien yang infeksi menjadi noninfeksi dalam

waktu 2 minggu. Sebagian besar pasien dengan sputum BTA positif akan menjadi

Page 14: LP TB PARU

negatif dalam waktu 2 bulan. Menurut The Joint Tuberculosis Committee of the

British Thoracic Society, fase awal diberikan selama 2 bulan yaitu INH 5

mg/kgBB, Rifampisin 10 mg/kgBB, Pirazinamid 35 mg/kgBB dan Etambutol 15

mg/kgBB.

b) Fase lanjutan (4-7 bulan).

Selama fase lanjutan diperlukan lebih sedikit obat, tapi dalam waktu yang

lebih panjang. Penggunaan 4 obat selama fase awal dan 2 obat selama fase

lanjutan akan mengurangi resiko terjadinya resistensi selektif. Menurut The Joint

Tuberculosis Committee of the British Thoracic Society fase lanjutan selama 4

bulan dengan INH dan Rifampisin untuk tuberkulosis paru dan ekstra paru.

Etambutol dapat diberikan pada pasien dengan resistensi terhadap INH.

Pada pasien yang pernah diobati ada resiko terjadinya resistensi. Paduan

pengobatan ulang terdiri dari 5 obat untuk fase awal dan 3 obat untuk fase

lanjutan. Selama fase awal sekurang-kurangnya 2 di antara obat yang diberikan

haruslah yang masih efektif.

            Paduan obat yang digunakan terdiri atas obat utama dan obat tambahan.

Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi WHO adalah

Rifampisin, Isoniazid, Pirazinamid, Streptomisin, dan Etambutol (Depkes RI,

2004).

Untuk program nasional pemberantasan TB paru, WHO menganjurkan

panduan obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan

kebutuhan pengobatan dalam program. Untuk itu, penderita dibagi dalam empat

kategori sebagai berikut:

1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Kategori I adalah kasus baru dengan sputum positif dan penderita

dengan keadaan yang berat seperti meningitis, TB milier, perikarditis,

peritonitis, pleuritis massif atau bilateral, spondiolitis dengan gangguan

neurologis, dan penderita dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya luas,

TB usus, TB saluran perkemihan, dan sebagainya. Selama 2 bulan minum obat

INH, rifampisin, pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4

bulan selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu

( tahap lanjutan ).

Page 15: LP TB PARU

2. Kategori II  ( HRZE/5H3R3E3 )  

Kategori II adalah kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif. 

 diberikan kepada :

Penderita kambuh

Penderita gagal  terapi

Penderita dengan pengobatan setelah lalai minun obat

3. Kategori III ( 2HRZ/4H3R3 ) 

Kategori III adalah kasus sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak

luas dan kasus TB di luar paru selain yang disebut dalam kategori I.

4. Kategori IV

Kategori IV adalah tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah

karena kemungkinan keberhasilan rendah sekali.

Obat-obatan anti tuberkulostatik

1. Isoniazid (INH) : merupakan obat yang cukup efektif dan berharga murah.

Seperti rifampisin, INH harus diikutsertakan  dalam setiap regimen

pengobatan, kecuali bila ada kontra-indikasi. Efek samping yang sering terjadi

adalah neropati perifer yang biasanya terjadi bila ada faktor-faktor yang

mempermudah seperti diabetes, alkoholisme, gagal ginjal kronik dan

malnutrisi dan HIV. Dalam keadaan ini perlu diberikan peridoksin 10 mg/hari

sebagai profilaksis sejak awal pengobatan. Efek samping lain seperti hepatitis

dan psikosis sangat jarang terjadi.

2. Rifampisin : merupakan komponen kunci dalam setiap regimen pengobatan.

Sebagaimana halnya INH, rifampisin juga harus selalu diikutkan kecuali bila

ada kontra indikasi. Pada dua bulan pertama pengobatan dengan rifampisin,

sering terjadi gangguan sementara pada fungsi hati (peningkatan transaminase

serum), tetapi biasanya tidak memerlukan penghentian pengobatan. Kadang-

kadang terjadi gangguan fungsi hati yang serius yang mengharuskan

penggantian obat terutama pada pasien dengan riwayat penyakit hati.

Rifampisin menginduksi enzim-enzim hati sehingga mempercepat

metabolisme obat lain seperti estrogen, kortikosteroid, fenitoin, sulfonilurea,

dan anti-koagulan. Penting : efektivitas kontrasepsi oral akan berkurang

sehingga perlu dipilih cara KB yang lain.

Page 16: LP TB PARU

3. Pyrazinamid : bersifat bakterisid dan hanya aktif terhadap kuman intrasel

yang aktif memlah dan mycrobacterium tuberculosis. Efek terapinya nyata

pada dua atau tiga bulan pertama saja. Obat ini sangat bermanfaat untuk

meningitis TB karena penetrasinya ke dalam cairan otak. Tidak aktif

terhadap Mycrobacterium bovis. Toksifitas hati yang serius kadang-kadang

terjadi.

4. Etambutol : digunakan dalam regimen pengobatan bila diduga ada resistensi.

Jika resiko resistensi rendah, obat ini dapat ditinggalkan. Untuk pengobatan

yang tidak diawasi, etambutol diberikan dengan dosis 25 mg/kg/hari pada fase

awal dan 15 mg/kg/hari pada fase lanjutan (atau 15 mg/kg/hari selama

pengobatan). Pada pengobatan intermiten di bawah pengawasan, etambutol

diberikan dalam dosis 30 mg/kg 3 kali seminggu atau 45 mg/kg 2 kali

seminggu. Efek samping etambutol yang sering terjadi adalah gangguan

penglihatan dengan penurunan visual, buta warna dan penyempitan lapangan

pandang. Efek toksik ini lebih sering bila dosis berlebihan atau bila ada

gangguan fungsi ginjal. Gangguan awal penglihatan bersifat subjektif; bila hal

ini terjadi maka etambutol harus segera dihentikan. Bila segera dihentikan,

biasanya fungsi penglihatan akan pulih. Pasien yang tidak bisa mengerti

perubahan ini sebaiknya tidak diberi etambutol tetapi obat alternative lainnya.

Pemberian pada anak-anak harus dihindari sampai usia 6 tahun atau lebih,

yaitu disaat mereka bisa melaporkan gangguan penglihatan. Pemeriksaan

fungsi mata harus dilakukan sebelum pengobatan.

5. Streptomisin : saat ini semakin jarang digunakan, kecuali untuk kasus

resistensi. Obat ini diberikan 15 mg/kg, maksimal 1 gram perhari. Untuk berat

badan kurang dari 50 kg atau usia lebih dari 40 tahun, diberikan 500-700

mg/hari. Untuk pengobatan intermiten yang diawasi, streptomisin diberikan 1

g tiga kali seminggu dan diturunkan menjadi 750 ng tiga kali seminggu bila

berat badan kurang dari 50 kg. Untuk anak diberikan dosis 15-20 mg/kg/hari

atau 15-20 mg/kg tiga kali seminggu untuk pengobatan yang diawasi. Kadar

obat dalam plasma harus diukur terutama untuk pasien dengan gangguan

fungsi ginjal. Efek samping akan meningkat setelah dosis kumulatif 100 g,

yang hanya boleh dilampaui dalam keadaan yang sangat khusus. Obat-obat

sekunder diberikan untuk TBC yang disebabkan oleh kuman yang resisten atau

bila obat primer menimbulkan efek samping yang tidak bisa ditoleransi.

Page 17: LP TB PARU

Termasuk obat sekunder adalah kapreomisin, sikloserin, makrolid generasi

baru (azitromisin dan klaritromisin), 4-kuinolon (siprofloksasin dan

ofloksasin) dan protionamid.

Tabel Panduan Pemberian Obat Anti-Tuberkulosis

Obat anti-TB

esensialAksi Potensi

Rekomendasi Dosis

(mg/kgBB)

Per hariPer minggu

3x 2x

Isoniazid (INH)

Rifampisin (R)

Pirazinamid (Z)

Streptomisin (S)

Etambutol (E)

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakterisidal

Bakteriostatik

Tinggi

Tinggi

Rendah

Rendah

Rendah

5

10

25

15

15

10

10

35

15

30

15

10

50

15

45

 

8. Komplikasi

Penyakit TB Paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi,

diantaranya :

a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, faringitis.

b. Komplikasi lanjut :

Obstruksi jalan nafas, seperti SOPT ( Sindrom Obstruksi Pasca Tubercolosis)

Kerusakan parenkim berat, seperti SOPT atau fibrosis paru, Cor pulmonal,

amiloidosis, karsinoma paru, ARDS.

Page 18: LP TB PARU

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

TB paru dapat terjadi dengan peristiwa sebagai berikut:

Ketika seorang klien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak

sengaja keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat

terkena sinar matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap.

Menguapnya droplet bakteri ke udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat

bakteri tuberkolosis yang terkandung dalam droplet nuklei terbang ke udara. Apabila

bakteri ini  terhirup oleh orang sehat, maka orang itu berpotensi terkena infeksi bakteri

tuberkolosis.

B. SARAN

1. Hendaknya mewaspadai terhadap droplet yang dikeluarkan oleh klien dengan TB paru

karena merupakan media penularan bakteri tuberkulosis

2. Memeriksakan dengan segera apabila terjadi tanda-tanda dan gejala adanya TB paru.

3. Sebagai perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan

rencana keperawatan pada penderita TB Paru.