LP TB PARU

21
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TB PARU DI RUANG IGD RSU PANDAN ARANG BOYOLALI DIsusun Oleh : Muhkromin NIM 1.1.10463

description

laporan pendahuluan

Transcript of LP TB PARU

Page 1: LP TB PARU

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TB PARU

DI RUANG IGD RSU PANDAN ARANG BOYOLALI

DIsusun Oleh :

Muhkromin

NIM 1.1.10463

POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG

2006

Page 2: LP TB PARU

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TB PARU

DI RUANG IGD RSU PANDAN ARANG BOYOLALI

A. DEFINISI

TB Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama

menyerang paremkim paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium

tuberkulosis. (Brunner dan Suddarth, 2002 ).

B. MANIFESTASI KLINIK

Sebagian besar pasien menunjukkan demam tinngkat rendah,

keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam hari, nyeri

dada dan batuk menetap. Pada awalnya mungkin batuk bersifat nonproduktif,

tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sountum mukopurulen dengan

hemoptisis. (Brunner dan Suddarth, 2002 ).

C. PATOGENESIS

Tempat masuknya kuman Micobacterium tuberkulosis adalah saluran

pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan

infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara ( airborne ), yaitu melalui droplet

yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang

terinfeksi. Tuberlulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon

imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit

(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Basil tuberkel yang mencapai

permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu

sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di

saluran hidung dan cabang besra bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.

Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus

tas paru-paru atau bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan

reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut

dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah

hari-hari pertama, leukosit diganti makrofag.

Page 3: LP TB PARU

Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat

seperti keju, lesi nekrosis ini disebut lesi nekrosis kaseosa. Daerah yang

mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri

drai sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan

granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan

membentuk suatu kapsul yang mengandung tuberkel. (Sylvia A Price dan

Lorainne M Wilson, 1995).

D. KLASIFIKASI TB PARU

Klasifikasi TB Paru Program P2TB

1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:

Dengan atau tanpa gejala klinik.

BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1

kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radioogik positif 1

kali.

Ganbaran radiologik sesuia dengan TB paru.

2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria

Gambaran klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB

paru aktif.

BTA negatif, biakan negatif tetapi radioilogik positif.

3. Bekas TB Paru dengan kriteria:

Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.

Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan

paru.

Radiologik menunjukan gambaran lesi TB inaktif, menunjukan

serial foto yang tidak berubah.

Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat ( lebih mendukung

).

Page 4: LP TB PARU

E. KATEGORI TB

Kategori I

Ditunjukan terhadap:

Kasus baru dengan spuntum negatif.

Kasus baru dengan bentuk TB beraty seperti meningitis, TB

diseminata, perikarditis, perotinitis, pleuritis, spondlitis dengan

ganguan neuroligis, kelainan paru yang luas dengan BTA negatif, TB

usus, TB geniti urinarius.

Kategori II

Ditunjukan terhadap:

Kasus kambuh

Kasus gagal dengan spuntum BTA positif.

Kategori III

Ditunjukan terhadap

Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang

tidak luas.

Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut

dalam kategori I

Kategori IV

Ditunjukan terhadap:

Tedapat resistensi terhadap obat-obat anti TB sehingga

masalahnya jadi rumit.

F. PENATALAKSANAAN TB PARU

Strategi DOTS ( Directly Observed Treatmen Short Course )

Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambilan keputusan

dalam penanggulangan TB.

Page 5: LP TB PARU

Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik

langsung sedeang pemeriksaan penunjangh lainnya seperti

pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilakukan di unit pelayanan

yang memiliki sarana tersebut.

Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan

pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMA) khususnya

dalah 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.

Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang

cukup.

Pencatatan dan pelaporan yang baku.

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret

kental, kelemahan dan menurunnya upaya untuk batuk. ( Marilynn E

Doenges, 2000 ).

2. Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan

penurunan permukaan efektif paru sekunder kerusakan membran alveolar

kapiler. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan

anoreksia, keletihan dan dispnea. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).

4. Potensial terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya

pengetahuan tentang resiko patogen. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).

5. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya

informasi tentang proses penyakit dan penataksanaan perawatan di

rumah. (Marilynn E Doenges, 2000 ).

6. Gangguan pemernuhan tidur dan istirahat berhubungan dengan sesak

nafas dan nyeri dada. ( Lynda Juall Carpenito, 2001 )

Page 6: LP TB PARU

H. FOKUS INTERVENSI

DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

Ketidakefektifan

bersihan jalan

nafas

berhubungan

dengan sekret

kental,

kelemahan dan

menurunnya

upaya untuk

batuk.

Memperta

hankan keefektifan jalan

nafas.

Pasien

dapat mengeluarkan

sekret tanpa bantuan.

Pasien ikut

berpartisipasi dalam

program pengobatan.

a. Kaji

fungsi pernafasan

seperti bunyi nafas,

kecepatan, irama dan

kedalaman penggunaan

penggunaa otot asesori.

b. Catat

kemauan untuk

mengeluarkan

mukosa / batuk efektif.

c. Berikan

a.

dapat menunjukan

ateletaksis. Ronkhi,

mengi menunjukan

akumulasi

sekret/ketidakmampu

an umtuk

membersihkan jalan

nafas yangn dapat

menimbulkan

penggunaan otot

aksesori pernafasan

dan peningkatan kerja

pernafasan.

b.

sekret sangat tebal.

Spuntum berdarah

kental diakibatkan

oleh kerusakan paru

atau luka bronkhial.

c.

memaksimalkan

ekspirasi paru dan

menurunkan upaya

Page 7: LP TB PARU

Potensial Menunjuka

klien posisi semifowler

atau fowler tinggi,

bantu klien untuk batuk

dan latihan nafas

dalam.

d. Bersihka

n sekret dari mulut dan

trakea.

e. Petahan

kan masukan cairan

sedikitnya 2500 ml per

hari, kecuali ada

kontraindikasi.

f. Lembab

kan udara respirasi.

g. Kolabor

asi pemberian obat –

obatan agen mukolitik,

pernafasan. Ventilasi

maksimal

meningkatkan

gerakan sekjret ke

dalam jalan nafas

bebas untuk

dilakukan.

d.

aspirasi penghisapan

dapat diperlukan bila

klien tidak mampu

mengewluarkan

sekret.

e.

membantu untuk

mengencerkan sekret

membuatnya mudah

dikeluarkan.

f.

membran mukosa,

membantu

pengenceran sekret.

g.

dan perlengketan

paru, meningkatkan

ukuran lumen

percabangan

trakeobronkial.

a.

efek luas dari bagian

Page 8: LP TB PARU

terjadinya

kerusakan

pertukaran gas

berhubungan

dengan

penurunan

permukaan

efektif paru

sekunder

kerusakan

membran

alveolar kapiler.

n perbaikan ventilasi dan

oksigenasi jaringan

adekuat dengan GDA

dalam rentang normal.

Bebas drai

gejala distress

pernafasan.

Terjadi

penurunan/ tidak adanya

dispnea.

bronkodilator dan

kortikosteroid

a. Kaji

dispnea, takipnea,

menurunnya bunyi

nafas, peningkatan

upaya pernafasan

terbatasnnya ekspirasi

dinding dada.

b. Evaluasi

perubahan pada tingkat

kesadaran, catat

sianosis, perubahab

warna kulit, termasuk

membran mukosa.

c. Dorong

kien untuk bernafas

bibir selama ekshalasi.

d. Tingkat

kecil bronko

pneumonia sampai

inflamasi difusi luas.

Efek pernafasan dapat

ringan sampai dispnea

berat sampai distress

pernafasan.

b.

sekret/pengaruh jalan

nafas dapat

menggangu

oksigenasi organ vital

dan jaringan.

c.

melawan udara luar,

untuk mencegah

kolpas membantu

menyebabkan udara

melalui paru dan

menghilangkan atau

menurunkan nafas

pendek/.

d.

oksigen selama

periode penurunan

pernafasan, dapat

menurunkan beratnya

gejala.

e.

oksigen (PaO2) dan

atau saturasi atau

Page 9: LP TB PARU

Perubahan nutrisi

kurang dari

kebutuhan

berhubungan

dengan

anoreksia,

keletihan dan

dispnea.

Memperta

hankan/ meningkatkan

berat badan pasien

dalam rentang normal.

kan tirah baring, batasi

aktivitas dan bantu

aktivitas perawatan diri

sesuai keperluan.

e. Awasi

segi GDA/ nadi

aksimetri.

f. Berikan

oksigen tambahan yang

sesuai.

a. Mencatat status nutrisi

klien, turgor kulit,

berat badan, integritas

mukosa oral, riwayat

mual/muntah atau

diare.

peningkatan PaCO2

menunjukan

kebutuhan untuk

intervensi/ perubahan

program terapi.

f.

hipoksemia yang

dapat terjadi sekunder

terhadap openurunan

ventilasi atau

menurunnya

permukaan alveolar

paru.

a.

mendefinisikan

derajat atau luasnya

masalah dan pilihan

iontervensi yang

tepat.

b.

mengidentifikasi

kebutuhan khusus.

c.

mengukur

keefektifan nutrisi

dan dukungan cairan.

d.

enak karena sisa

Page 10: LP TB PARU

Gangguan

pemernuhan

kebutuhan tidur

dan istirahat

berhubungan

dengan sesak

nafas dan nyeri

dada.

Kebutuhan

tidur dapat tercukupi.

b. Pastikan pola diet biasa

klien yang disukai

atau tidak.

c. Mengkaji masukan dan

pengeluaran dan berat

badan secara periodik.

d. Berikan perawatan

mulut sebelum dan

sesudah tindakan

pernafasan.

e. Doronng makan sedikit

dan sering dengan

makanan tinggi

protein dan

karbohidrat.

f. Kolaborasi dengan ahli

gizi untuk

menentukan

komposisi diet.

b. Kaji kebiasaan tidur

penderita sakit dan saat

sakit.

c. Observasi efek obat –

obatan pada klien.

d. Mengawasi aktivitas

kebiasaan penderita.

e. Anjurkan klien untuk

relaksasi pada waktu

akan tidur.

f. Ciptakan suasana dan

spuntum atau obat

untuk pengobatan

respirasi yang

merangsang pusat

muntah.

Untuk membantu

pemenuhan kebutuhan

istirahat klien.

a.

penyebaran inkfeksi.

Page 11: LP TB PARU

Potensial

terhadap

penyebaran

infeksi

berhubungan

dengan

kurangnya

pengetahuan

tentang resiko

patogen.

Kurangnya

pengetahuan

yang

Mencegah/

menurunkan resiko

penyebaran infeksi.

Melatih

pola hidup untuk

menungkatkan

lingkungan yang aman.

Klien

paham terhadap proses

penyakit dan kebutuhan

lingkungan yang

nyaman.

a. Identifikasi

orang lain yang

beresiko, contoh

anggota keluarga,

sahabat.

b. Anjurkan

klien untuk batuk/

bersin dan

mengeluarkan pada tisu

dan hindarkan meludah

serta teknik mencuci

tangan yang tepat.

c. Identifikasi

faktor resiko terhadap

pengaktifan berulang

tuberkulosis.

d. Tekankan

pentingnnya untuk

tidak menghentikan

terapi obat.

e. Kolaborasi

dan system rujukan.

b.

diperlukan untuk

mencegah

penyebaaran infeksi.

c.

faktor ini membantu

klien untuk

mengubah pola

hidup.

d.

berakhir 2 sampai 3

hari seytelah

kemoterapi awal,

tetapi pada adannya

rongga atau penyakit

luas, sedangkan

resiko penyebaran

infeksi dapat

berlanjut sampai 3

bulan.

a.

derajat kemauan

belajar klien.

b.

kemajuan atau

Page 12: LP TB PARU

berhubungan

dengan

kurangnya

informasi tentang

proses penyakit

dan

penataksanaan

perawatan di

rumah.

pengobatan.

Klien

menunjukan pola hidup

untuk memperbaiki

kesehatan dan

menurunkan resiko

pengaktifan

tuberkulosis.

a. Kaji

kemampuan klien

untuk belajar

menngatasi masalah.

b. Identifika

si gejala yang harus

dilaporkan

keperawatan, contoh

hemoptisis, nyeri, dada,

demam, kesulitan

bernafas.

c. Jelaskan

dosis obat, frekuensi

pemberian, kerja yang

diharapkan dan alasan

pengobatan lama.

pengaktifan ulang

penyakit atau efek

obat.

c.

kerjasama dalam

program pengobatan

dan mencegah

penghentian obat

sesuai perbaikan

kondisi klien.

Page 13: LP TB PARU

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:

Penerbit Buku K\efdokteran EGC.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGVC.

Pice, Sylvia A dan Lortainne M Wilson.. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-Proses Penyakit Edisi Empat Buku Kedua. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Edisi 8 Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Page 14: LP TB PARU
Page 15: LP TB PARU

PATHWAYSMycobacterium tubercolosis

Tanpa infeksi

Masuk jalan nafas

Tinggal di alveoli

Inflamasi

Lesi primer- Lesi ghon- Kelompok

ghon

Sembuh total

Proses pengkejuan

Pembentukan tuberkel oleh makrofag

Nekrose caseosa

Penyebaran

Sembuh dengan sarang ghon Penyebaran ke organ lain

Kuman dorman muncul kembali

Infeksi post primer

Diresorbsi kembali/sembuh

Sarang meluas Sembuh dengan jaringan fibrotik

Membentuk kavitas

Menembus pleura ( Effusi pleura )

Bersih & SembuhMemadat & membungkus diri ( tuberkuloma )