LP TB PARU
-
Upload
darchy-oecup -
Category
Documents
-
view
255 -
download
30
description
Transcript of LP TB PARU
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TB PARU
DI RUANG IGD RSU PANDAN ARANG BOYOLALI
DIsusun Oleh :
Muhkromin
NIM 1.1.10463
POLITEKNIK KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN SEMARANG
2006
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TB PARU
DI RUANG IGD RSU PANDAN ARANG BOYOLALI
A. DEFINISI
TB Paru adalah penyakit infeksius yang menular yang terutama
menyerang paremkim paru yang disebabkan oleh kuman Micobacterium
tuberkulosis. (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
B. MANIFESTASI KLINIK
Sebagian besar pasien menunjukkan demam tinngkat rendah,
keletihan, anoreksia, penurunan berat badan, berkeringat malam hari, nyeri
dada dan batuk menetap. Pada awalnya mungkin batuk bersifat nonproduktif,
tetapi dapat berkembang ke arah pembentukan sountum mukopurulen dengan
hemoptisis. (Brunner dan Suddarth, 2002 ).
C. PATOGENESIS
Tempat masuknya kuman Micobacterium tuberkulosis adalah saluran
pernafasan, saluran pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan
infeksi tuberkulosis terjadi melalui udara ( airborne ), yaitu melalui droplet
yang mengandung kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang
terinfeksi. Tuberlulosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon
imunitas perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit
(biasanya sel T) adalah sel imunoresponsifnya. Basil tuberkel yang mencapai
permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari satu
sampai tiga basil, gumpalan basil yang lebih besar cenderung tertahan di
saluran hidung dan cabang besra bronkus dan tidak menyebabkan penyakit.
Setelah berada dalam ruang alveolus, biasanya di bagian bawah lobus
tas paru-paru atau bagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak pada tempat tersebut
dan memfagosit bakteria namun tidak membunuh organisme tersebut. Sesudah
hari-hari pertama, leukosit diganti makrofag.
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut lesi nekrosis kaseosa. Daerah yang
mengalami nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri
drai sel epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan
granulasi menjadi lebih fibrosa, membentuk jaringan parut yang akhirnya akan
membentuk suatu kapsul yang mengandung tuberkel. (Sylvia A Price dan
Lorainne M Wilson, 1995).
D. KLASIFIKASI TB PARU
Klasifikasi TB Paru Program P2TB
1. TB Paru BTA Positif dengan kriteria:
Dengan atau tanpa gejala klinik.
BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1
kali disokong biakan positif 1 kali atau disokong radioogik positif 1
kali.
Ganbaran radiologik sesuia dengan TB paru.
2. TB Paru BTA Negatif dengan kriteria
Gambaran klinik dan gambaran radiologik sesuai dengan TB
paru aktif.
BTA negatif, biakan negatif tetapi radioilogik positif.
3. Bekas TB Paru dengan kriteria:
Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negatif.
Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan
paru.
Radiologik menunjukan gambaran lesi TB inaktif, menunjukan
serial foto yang tidak berubah.
Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat ( lebih mendukung
).
E. KATEGORI TB
Kategori I
Ditunjukan terhadap:
Kasus baru dengan spuntum negatif.
Kasus baru dengan bentuk TB beraty seperti meningitis, TB
diseminata, perikarditis, perotinitis, pleuritis, spondlitis dengan
ganguan neuroligis, kelainan paru yang luas dengan BTA negatif, TB
usus, TB geniti urinarius.
Kategori II
Ditunjukan terhadap:
Kasus kambuh
Kasus gagal dengan spuntum BTA positif.
Kategori III
Ditunjukan terhadap
Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang
tidak luas.
Kasus TBC ekstra paru selain yang disebut
dalam kategori I
Kategori IV
Ditunjukan terhadap:
Tedapat resistensi terhadap obat-obat anti TB sehingga
masalahnya jadi rumit.
F. PENATALAKSANAAN TB PARU
Strategi DOTS ( Directly Observed Treatmen Short Course )
Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambilan keputusan
dalam penanggulangan TB.
Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik
langsung sedeang pemeriksaan penunjangh lainnya seperti
pemeriksaan radiologis dan kultur dapat dilakukan di unit pelayanan
yang memiliki sarana tersebut.
Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan
pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMA) khususnya
dalah 2 bulan pertama dimana penderita harus minum obat setiap hari.
Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang
cukup.
Pencatatan dan pelaporan yang baku.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekret
kental, kelemahan dan menurunnya upaya untuk batuk. ( Marilynn E
Doenges, 2000 ).
2. Potensial terjadinya kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan
penurunan permukaan efektif paru sekunder kerusakan membran alveolar
kapiler. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
anoreksia, keletihan dan dispnea. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).
4. Potensial terhadap penyebaran infeksi berhubungan dengan kurangnya
pengetahuan tentang resiko patogen. ( Marilynn E Doenges, 2000 ).
5. Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan kurangnya
informasi tentang proses penyakit dan penataksanaan perawatan di
rumah. (Marilynn E Doenges, 2000 ).
6. Gangguan pemernuhan tidur dan istirahat berhubungan dengan sesak
nafas dan nyeri dada. ( Lynda Juall Carpenito, 2001 )
H. FOKUS INTERVENSI
DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Ketidakefektifan
bersihan jalan
nafas
berhubungan
dengan sekret
kental,
kelemahan dan
menurunnya
upaya untuk
batuk.
Memperta
hankan keefektifan jalan
nafas.
Pasien
dapat mengeluarkan
sekret tanpa bantuan.
Pasien ikut
berpartisipasi dalam
program pengobatan.
a. Kaji
fungsi pernafasan
seperti bunyi nafas,
kecepatan, irama dan
kedalaman penggunaan
penggunaa otot asesori.
b. Catat
kemauan untuk
mengeluarkan
mukosa / batuk efektif.
c. Berikan
a.
dapat menunjukan
ateletaksis. Ronkhi,
mengi menunjukan
akumulasi
sekret/ketidakmampu
an umtuk
membersihkan jalan
nafas yangn dapat
menimbulkan
penggunaan otot
aksesori pernafasan
dan peningkatan kerja
pernafasan.
b.
sekret sangat tebal.
Spuntum berdarah
kental diakibatkan
oleh kerusakan paru
atau luka bronkhial.
c.
memaksimalkan
ekspirasi paru dan
menurunkan upaya
Potensial Menunjuka
klien posisi semifowler
atau fowler tinggi,
bantu klien untuk batuk
dan latihan nafas
dalam.
d. Bersihka
n sekret dari mulut dan
trakea.
e. Petahan
kan masukan cairan
sedikitnya 2500 ml per
hari, kecuali ada
kontraindikasi.
f. Lembab
kan udara respirasi.
g. Kolabor
asi pemberian obat –
obatan agen mukolitik,
pernafasan. Ventilasi
maksimal
meningkatkan
gerakan sekjret ke
dalam jalan nafas
bebas untuk
dilakukan.
d.
aspirasi penghisapan
dapat diperlukan bila
klien tidak mampu
mengewluarkan
sekret.
e.
membantu untuk
mengencerkan sekret
membuatnya mudah
dikeluarkan.
f.
membran mukosa,
membantu
pengenceran sekret.
g.
dan perlengketan
paru, meningkatkan
ukuran lumen
percabangan
trakeobronkial.
a.
efek luas dari bagian
terjadinya
kerusakan
pertukaran gas
berhubungan
dengan
penurunan
permukaan
efektif paru
sekunder
kerusakan
membran
alveolar kapiler.
n perbaikan ventilasi dan
oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA
dalam rentang normal.
Bebas drai
gejala distress
pernafasan.
Terjadi
penurunan/ tidak adanya
dispnea.
bronkodilator dan
kortikosteroid
a. Kaji
dispnea, takipnea,
menurunnya bunyi
nafas, peningkatan
upaya pernafasan
terbatasnnya ekspirasi
dinding dada.
b. Evaluasi
perubahan pada tingkat
kesadaran, catat
sianosis, perubahab
warna kulit, termasuk
membran mukosa.
c. Dorong
kien untuk bernafas
bibir selama ekshalasi.
d. Tingkat
kecil bronko
pneumonia sampai
inflamasi difusi luas.
Efek pernafasan dapat
ringan sampai dispnea
berat sampai distress
pernafasan.
b.
sekret/pengaruh jalan
nafas dapat
menggangu
oksigenasi organ vital
dan jaringan.
c.
melawan udara luar,
untuk mencegah
kolpas membantu
menyebabkan udara
melalui paru dan
menghilangkan atau
menurunkan nafas
pendek/.
d.
oksigen selama
periode penurunan
pernafasan, dapat
menurunkan beratnya
gejala.
e.
oksigen (PaO2) dan
atau saturasi atau
Perubahan nutrisi
kurang dari
kebutuhan
berhubungan
dengan
anoreksia,
keletihan dan
dispnea.
Memperta
hankan/ meningkatkan
berat badan pasien
dalam rentang normal.
kan tirah baring, batasi
aktivitas dan bantu
aktivitas perawatan diri
sesuai keperluan.
e. Awasi
segi GDA/ nadi
aksimetri.
f. Berikan
oksigen tambahan yang
sesuai.
a. Mencatat status nutrisi
klien, turgor kulit,
berat badan, integritas
mukosa oral, riwayat
mual/muntah atau
diare.
peningkatan PaCO2
menunjukan
kebutuhan untuk
intervensi/ perubahan
program terapi.
f.
hipoksemia yang
dapat terjadi sekunder
terhadap openurunan
ventilasi atau
menurunnya
permukaan alveolar
paru.
a.
mendefinisikan
derajat atau luasnya
masalah dan pilihan
iontervensi yang
tepat.
b.
mengidentifikasi
kebutuhan khusus.
c.
mengukur
keefektifan nutrisi
dan dukungan cairan.
d.
enak karena sisa
Gangguan
pemernuhan
kebutuhan tidur
dan istirahat
berhubungan
dengan sesak
nafas dan nyeri
dada.
Kebutuhan
tidur dapat tercukupi.
b. Pastikan pola diet biasa
klien yang disukai
atau tidak.
c. Mengkaji masukan dan
pengeluaran dan berat
badan secara periodik.
d. Berikan perawatan
mulut sebelum dan
sesudah tindakan
pernafasan.
e. Doronng makan sedikit
dan sering dengan
makanan tinggi
protein dan
karbohidrat.
f. Kolaborasi dengan ahli
gizi untuk
menentukan
komposisi diet.
b. Kaji kebiasaan tidur
penderita sakit dan saat
sakit.
c. Observasi efek obat –
obatan pada klien.
d. Mengawasi aktivitas
kebiasaan penderita.
e. Anjurkan klien untuk
relaksasi pada waktu
akan tidur.
f. Ciptakan suasana dan
spuntum atau obat
untuk pengobatan
respirasi yang
merangsang pusat
muntah.
Untuk membantu
pemenuhan kebutuhan
istirahat klien.
a.
penyebaran inkfeksi.
Potensial
terhadap
penyebaran
infeksi
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan
tentang resiko
patogen.
Kurangnya
pengetahuan
yang
Mencegah/
menurunkan resiko
penyebaran infeksi.
Melatih
pola hidup untuk
menungkatkan
lingkungan yang aman.
Klien
paham terhadap proses
penyakit dan kebutuhan
lingkungan yang
nyaman.
a. Identifikasi
orang lain yang
beresiko, contoh
anggota keluarga,
sahabat.
b. Anjurkan
klien untuk batuk/
bersin dan
mengeluarkan pada tisu
dan hindarkan meludah
serta teknik mencuci
tangan yang tepat.
c. Identifikasi
faktor resiko terhadap
pengaktifan berulang
tuberkulosis.
d. Tekankan
pentingnnya untuk
tidak menghentikan
terapi obat.
e. Kolaborasi
dan system rujukan.
b.
diperlukan untuk
mencegah
penyebaaran infeksi.
c.
faktor ini membantu
klien untuk
mengubah pola
hidup.
d.
berakhir 2 sampai 3
hari seytelah
kemoterapi awal,
tetapi pada adannya
rongga atau penyakit
luas, sedangkan
resiko penyebaran
infeksi dapat
berlanjut sampai 3
bulan.
a.
derajat kemauan
belajar klien.
b.
kemajuan atau
berhubungan
dengan
kurangnya
informasi tentang
proses penyakit
dan
penataksanaan
perawatan di
rumah.
pengobatan.
Klien
menunjukan pola hidup
untuk memperbaiki
kesehatan dan
menurunkan resiko
pengaktifan
tuberkulosis.
a. Kaji
kemampuan klien
untuk belajar
menngatasi masalah.
b. Identifika
si gejala yang harus
dilaporkan
keperawatan, contoh
hemoptisis, nyeri, dada,
demam, kesulitan
bernafas.
c. Jelaskan
dosis obat, frekuensi
pemberian, kerja yang
diharapkan dan alasan
pengobatan lama.
pengaktifan ulang
penyakit atau efek
obat.
c.
kerjasama dalam
program pengobatan
dan mencegah
penghentian obat
sesuai perbaikan
kondisi klien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
Penerbit Buku K\efdokteran EGC.
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGVC.
Pice, Sylvia A dan Lortainne M Wilson.. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit Edisi Empat Buku Kedua. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah Edisi 8 Volume 1. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
PATHWAYSMycobacterium tubercolosis
Tanpa infeksi
Masuk jalan nafas
Tinggal di alveoli
Inflamasi
Lesi primer- Lesi ghon- Kelompok
ghon
Sembuh total
Proses pengkejuan
Pembentukan tuberkel oleh makrofag
Nekrose caseosa
Penyebaran
Sembuh dengan sarang ghon Penyebaran ke organ lain
Kuman dorman muncul kembali
Infeksi post primer
Diresorbsi kembali/sembuh
Sarang meluas Sembuh dengan jaringan fibrotik
Membentuk kavitas
Menembus pleura ( Effusi pleura )
Bersih & SembuhMemadat & membungkus diri ( tuberkuloma )