LP CA paru
-
Upload
fitri-rachmawati -
Category
Documents
-
view
227 -
download
0
Transcript of LP CA paru
LAPORAN PENDAHULUANCA. PARU
A. Definisi
Kanker paru merupakan abnormalitas dari sel – sel yang mengalami proliferasi dalam
paru (Underwood, Patologi, 2000).
B. Etiologi
1. Merokok.
Merupakan faktor utama. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah ditegakkan antara
perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari kanker paru (karsinoma
bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai kecenderung sepuluh kali lebih besar dari
pada perokok ringan. Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok dalam waktu
sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan dalam ter dari tembakau
rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan, menimbulkan tumor.
2. Iradiasi.
Insiden karsinoma paru yang tinggi pada penambang kobalt di Schneeberg dan
penambang radium di Joachimsthal (lebih dari 50 % meninggal akibat kanker paru)
berkaitan dengan adanya bahan radioaktif dalam bentuk radon. Bahan ini diduga
merupakan agen etiologi operatif.
3. Kanker paru akibat kerja.
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil nikel (pelebur
nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah hematite (paru – paru hematite)
dan orang – orang yang bekerja dengan asbestos dan dengan kromat juga mengalami
1
peningkatan insiden.
4. Polusi udara.
Mereka yang tinggal di kota mempunyai angka kanker paru yang lebih tinggi dari pada
mereka yang tinggal di desa dan walaupun telah diketahui adanya karsinogen dari
industri dan uap diesel dalam atmosfer di kota.
5. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker paru, yakni :
a. Proton oncogen.
b. Tumor suppressor gene.
c. Gene encoding enzyme.
6. Diet.
Dilaporkan bahwa rendahnya konsumsi betakaroten, seleniumdan vitamin A
menyebabkan prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 1993
dilaporkan 173.000/tahun, di inggris 40.000/tahun, sedangkan di Indonesia menduduki
peringkat 4 kanker terbanyak.
C. Klasifikasi
Klasifikasi menurut WHO untuk Neoplasma Pleura dan Paru – paru (1977) :
1. Karsinoma Bronkogenik.
a. Karsinoma epidermoid (skuamosa).
Kanker ini berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas mendahului
timbulnya tumor. Terletak sentral sekitar hilus, dan menonjol kedalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa centimeter dan cenderung menyebar
2
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada dan mediastinum.
b. Karsinoma sel kecil (termasuk sel oat).
Biasanya terletak ditengah disekitar percabangan utama bronki.Tumor ini timbul dari sel
– sel Kulchitsky, komponen normal dari epitel bronkus. Terbentuk dari sel – sel kecil
dengan inti hiperkromatik pekat dan sitoplasma sedikit. Metastasis dini ke mediastinum
dan kelenjar limfe hilus, demikian pula dengan penyebaran hematogen ke organ – organ
distal.
c. Adenokarsinoma (termasuk karsinoma sel alveolar).
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat mengandung mukus.
Kebanyakan timbul di bagian perifer segmen bronkus dan kadang – kadang dapat
dikaitkan dengan jaringan parut local pada paru – paru dan fibrosis interstisial kronik.
Lesi seringkali meluas melalui pembuluh darah dan limfe pada stadium dini, dan secara
klinis tetap tidak menunjukkan gejala – gejala sampai terjadinya metastasis yang jauh.
d. Karsinoma sel besar.
Merupakan sel – sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan
sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam – macam. Sel – sel ini cenderung untuk
timbul pada jaringan paru - paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan
cepat ke tempat – tempat yang jauh.
e. Gabungan adenokarsinoma dan epidermoid.
f. Lain – lain.
1). Tumor karsinoid (adenoma bronkus).
2). Tumor kelenjar bronchial.
3). Tumor papilaris dari epitel permukaan.
3
4). Tumor campuran dan Karsinosarkoma
5). Sarkoma
6). Tak terklasifikasi.
7). Mesotelioma.
8). Melanoma.
D. Patofisiologi
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila
lesi perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang
pleura, biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus
vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi
ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian
distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase,
khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat
seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
E. Manifestasi klinis
1. Gejala awal.
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi bronkus.
4
2. Gejala umum.
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk mulai sebagai
batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk
sputum yang kental dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang mengalami
ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
F. Pemeriksaan diagnostik.
1. Radiologi.
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker paru.
Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa udara pada
bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
5
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit.
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan sitologi lesi (besarnya
karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Umtuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam–macam prosedur
non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
G. Analisa Kebutuhan Klien
1) Kerusakan pertukaran gas
Pengaturan posisi semi fowler
6
Berikan oksigen
Pemberian obat sesuai indikasi
2) Bersihan jalan nafas tidak efektif
Bantu klien untuk nafas efektif dan batuk dengan posisi duduk.
Berikan oksigen bila perlu.
Berikan obat analgesik sesuai indikasi.
3) Nyeri akut
Dorong klien untuk menyatakan rasa nyerinya.
Ubah posisi klien
Ajarkan tehnik relaksasi
H. Diagnosa Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b. d gangguan suplai oksigen (hipoventilasi).
2. Bersihan jalan nafas b.d kehilangan fungsi silia jalan nafas, peningkatan jumlah/
viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan nafas.
3. Nyeri akut b.d trauma jaringan, gangguan saraf internal.
4. Ketakutan b.d krisis situasi, ancaman kematian.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan dan prognosis b.d kurang
informasi, kesalahan interpretasi persepsi dan kurang mengingat.
7
I. Rencana Tindakan dan Intervensi Keperawatan
1. Kerusakan pertukaran gas b. d gangguan suplai oksigen (hipoventilasi).
No Intervensi Rasional
1. Mandiri
Catat frekuensi, kedalaman dan
kemudahan pernafasa. Observasi
penggunaan otot bantu, nafas bibir,
perubahan kulit/membran mukosa mis/:
pucat, sianosis.
Pernafasan meningkat sebagai akibat
nyeri atau sebagai mekanisme
kompensasi awal terhadap hilangnya
jaringan paru. Namun peningkatan kerja
nafas dan sianosis dapat menunjukkan
peningkatan konsumsi oksigen dan
kebutuhan energi dan penurunan
cadangan pernafasan.
2. Auskultasi paru untuk gerakan dada dan
bunyi nafas tak normal
Konsolidasi dan kurangnya gerakan
udara pada sisi yang diopersi normal
pada psien pneumonektomi.
3. Selidiki kegelisahan dan perubahan
mental/ tingkat kesadaran.
Dapat menunjukkan peningkatan
hipoksia atau komplikasi seperti
penyimpangan mediastial pada pasien
pneu onektomi bila disertai dengan
takipnea, takikardi dan deviasi trakeal.
4. Pertahankan kepatenan jalan nafas
pasien dengan memberikan posisi,
penghisapan dan pengunaan alat.
Obstruksi jalan nafas mempengaruhi
ventilasi, mengganggu pertukaran gas.
5. Ubah posisi dengan sering, letakkan Memaksimalkan ekspansi paru dan
8
pasien dengan pasisi duduk juga posisi
telentang sampai posisi miring.
drainase sekret.
6 Hindari pemberian posisi pasien dengan
pneumonektomi pada sisi yang
dioperasi dengan tetap
mempertahankann paru yang sakit.
Posisi ini menurunkkan ekspansi paru
dan menurunkan perfusi pada paru yang
baik dan dapat memperkuat
pengembangan tegangan pneumotorak
sekunder terhadap penyimpangan
mediastinal dan akumulasi cairan pada
paru yang tersisa.
7. Bantu klien nafas dalam dan nafas bibir
dengan cepat.
Meningkatkan ventilasi maksimal dan
oksigenasi dan menurunkan/ mencegah
atelektasis.
8. Pertahankan kepatenan sistem drainase
dada untuk lubektomi, pasien reseksi
segmen.
Mengalirkan cairan dari rongga pleura
untuk meningkatkan ekspansi segmen
paru yang masih ada.
9. Catat perubahan pada jumlah / tipe
drainase selang dada.
Drainase berdarah harus menurun dalam
jmlahdan berubah sampai komposisi
serosa sesuai dengan kemajuan
penyembuhan.
10. Observasi adanya / derajat gelembung
pada klep waterseal.
kebocoran yang memanjang atau baru
memerlukan evaluasi untuk
mengidentifikasi masalah pada pasien
9
juga sistem drainase.
11. Kaji respon pasien terhadap aktivitas,
dorong periode istirahat batasi aktivitas
sesuai toleransi.
Peningkatan konsumsi kebutuhan
oksigen dan stress pembedahan dapat
mengakibatkan peningkatan dispnea dan
perubahan tanda vital karena aktivitas.
12. Kolaborasi
Berikan oksigen tambahan, melalui
nasal kanul, masker parsial atau masker
dengan humidifikasi tinggi sesuai
indikasi.
Memaksimalkan sediaan oksigen,
khususnya bila ventilasi menurun
depresi anastesi atau nyeri.
13. Bantu klien pengunaan spirometri
insentif atau tiupan botol.
Mencegah / menurunkan atelektasis dan
meningkatkan ekspansi jalan nafas kecil.
14. Awasi / buat gambaran GDA, nadi
oksimetri. Catat kadar HB.
Penurunan PaO2 atau peningkatan
PaCO2 dan menunjukkan kebutuhan
untuk dukungan ventilasi.
2. Bersihan jalan nafas b.d kehilangan fungsi silia jalan nafas, peningkatan jumlah/
viskositas sekret paru, meningkatnya tahanan jalan nafas.
No Intervensi Rasional
1. Mandiri
Auskultasi dada untuk karakter bunyi
nafas dan adanya sekret.
Pernafasan bising, ronki dan menhi
menunjukkan tertahannya sekret dan
atau obstruksi jalan nafas.
10
2. Bantu klien dengan instruksi untuk
nafas dalam efektif dan batuk dengan
posisi batuk tinggi dan menekan dearah
insisi.
Posisi duduk memungkinkan ekspansi
paru maksimal dan penekanan
menguatkan upaya batuk untuk
memobilisasi dan membuang sekret.
3. Observasi jumlah dan karakter sputum
aspirasi sekret. Selidiki perubahan
sesuai indikasi.
Peningkatan jumlah sekret tak
berwarna / berair awalnya normal dan
harus menurun sesuai kemajuan
penyembuhan.
4. Penghisapan bila batuk lemah atau
rongki tidak bersih dengan upaya batuk.
Hindari pebgisapan endotrakeal/
nasotrakeal yang dalam pada klien
pneumonektomi bila mungkin.
Penghisapan rutin meningkatkan resiko
hipoksemia dan kerusakan mukosa.
Penghisapan trakeal dalam secara umum
kontraindikasi pada klien
pneumonektomi untuk menurunkan
resiko ruptur jahitan bronkial.
5. Dorong masukan cairan per oral
sedikitnya 2500 ml/ hari.
Hidrasi adekuat untuk mempertahankan
sekret hilang/ peningkatan pengeluaran.
6. Kolaborasi:
Berikan /bantu dengan IPBB, spirometri
insentif, meniup botol, drainase postural
sesuai indikasi.
Memperbaiki ekspansi paru/ ventilasi
dan memudahkan pembuangan sekret.
7. Gunakan oksigen humidifikasi/
nebuliser ultrasonik. Berikan cairan
Memberikan hidrasi maksimal
membantu penghilangan/ pengenceran
11
tambahan melalui IV sesuai indikasi. sekret untuk meningkatkan pengeluaran.
3. Nyeri akut b.d trauma jaringan, gangguan saraf internal.
No Intervensi Rasional
1. Tanyakan pasien tentang nyeri.
Tentukan karakteristik nyeri. Buat
rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Membantu dalam evaluasi gejala nyeri
karena kanker. Penggunaan skala
rentang membantu pasien dalam
mengkaji tingkat nyeri dan memberikan
alat untuk evaluasi keefktifan analgesic,
meningkatkan control nyeri.
2. Kaji pernyataan verbal dan non-verbal
nyeri pasien
Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/
non verbal dapat memberikan petunjuk
derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan
intervensi
3. Catat kemungkinan penyebab nyeri
patofisologi dan psikologi.
Insisi posterolateral lebih tidak nyaman
untuk pasien dari pada insisi
anterolateral. Selain itu takut, distress,
ansietas dan kehilangan sesuai diagnosa
kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.
4. Dorong menyatakan perasaan tentang
nyeri
Takut/ masalah dapat meningkatkan
tegangan otot dan menurunkan ambang
12
persepsi nyeri.
5. Berikan tindakan kenyamanan Meningkatkan relaksasi dan pengalihan
perhatian. Menghilangkan
ketidaknyamanan dan meningktakan
efek terapeutik analgesik.
6 Bantu aktivitas perawatan diri,
pernafasan /latihan tangan dan
ambulasi.
Mencegah kelemahan dan menghemat
energi, meningktkan kemapuan koping.
7. Kolaborasi:
Berikan analgesik rutin sesuai indikasi,
khususnya 45-60 menit sebelum
tindakan nafas dalam/ latihan batuk.
Mempertahankan kadar obat lebih
konstan menghindari puncak periode
nyeri, alat dalam penyembuhan otot dan
memperbaiki fungsi pernafasan dan
ketidaknyamanan koping emosi.
4.Ketakutan b.d krisis situasi, ancaman kematian
No Intervensi Rasional
1. Evaluasi tingkat pemahaman pasien/
orang terdekat tentang diagnosa
Pasien dan orang terdekat mendengar
dan mengasimilasi informasi baru yang
meliputi perubahan ada gambaran diri
dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini
melibatkan susunan tekanan perawatan
individu dan memberikan informasi
13
yang perlu untuk memilih intervensi
yang tepat.
2. Akui rasa takut/ masalah pasien dan
dorong mengekspresikan perasaan
Dukungan memampukan pasien mulai
membuka atau menerima kenyataan
kanker dan pengobatannya.
3. Terima penyangkalan pasien tetapi
jangan dikuatkan
Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan,
menghadapi isu pasien perlu dijelaskan
dan membuka cara penyelesaiannya.
4. Berikan kesempatan untuk bertanya dan
jawab dengan jujur. Yakinkan bahwa
pasien dan pemberi perawatan
mempunyai pemahaman yang sama.
Membuat kepercayaan dan menurunkan
kesalahan persepsi/ salah interpretasi
terhadap informasi
5. Libatkan pasien/ orang terdekat dalam
perencanaan perawatan. Berikan waktu
untuk menyiapkan peristiwa/
pengobatan.
Dapat membantu memperbaiki beberapa
perasaan kontrol/ kemandirian pada
pasien yang merasa tek berdaya dalam
menerima pengobatan dan diagnosa
6. Berikan kenyamanan fiik pasien Ini sulit untuk menerima dengan isu
emosi bila pengalaman ekstrem/
14
ketidaknyamanan fisik menetap.
5. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan dan prognosis b.d kurang informasi,
kesalahan interpretasi persepsi dan kurang mengingat.
No Intervensi Rasional
1. Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi
sasat ini dan hasil yang diharapkan
Memberikan informasi khusus individu,
membuat pengetahuan untuk belajar
lanjut tentang manajemen di rumah.
Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai
intervensi bedah dan informasi penting
untuk memampukan pasien/ orang
terdekat untuk membuat keputusan
berdasarkan informasi.
2. Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang
prosedur pembedahan dengan
memberikan diagram yang tepat.
Masukkan informasi ini dalam diskusi
tentang harapan jangka pendek/ panjang
dari penyembuhan.
Lamanya rehabilitasi dan prognosis
tergantung pada tipe pembedahan,
kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat
komplikasi.
3. Diskusikan perlunya perencanaan untuk
mengevaluasi perawatan saat pulang
Pengkajian evaluasi status pernafasan
dan kesehatan umum penting sekali
15
untuk meyakinkan penyembuhan
optimal. Juga memberikan kesempatan
untuk merujuk masalah/ pertanyaan
pada waktu yang sedikit stres.
4. Identifikasi tanda/gejala yang
memerlukan evaluasi medis mis
perubahan penampilan insisi, terjadinya
kesulitan pernafasan, demam.
Deteksi dini dan intervensi tepat waktu
dapat mencegah/ meminimalkan
komplikasi.
5. Bantu klien menentukan toleransi
aktivitas dan menyusun tujuan.
Kelemahan dan kelelahan harus kecil
sesuai dengan penyembuhan dan
perbaikan fungsi paru selama periode
penyembuhan.
6. Anjurkan menghentikan aktivitas yang
menyebabkan kelemahan atau
meningkatkan nafas pendek.
Terlalu lelah meningkatkan kegagalan
pernafasan.
7. Tekankan untuk menghindari merokok,
polusi udara dan kontak dengan orang
yang menderita infeksi saluran nafas
atas.
Melindungi dari iritasi dan menurunkan
resiko infeksi.
8. Kaji kebutuhan nutrisi/ cairan. Memenuhi kebutuhan energi seluler dan
mempertahankan volume sirkulasi baik
16
untuk perfusi jaringan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (2001). Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid II. Jakarta: FKUI
Anonim. (2007). Kanker paru. Diperoleh pada tanggal 10 Mei 2008 dari http://keperawatan-gun.blogspot.com/2007/07/kanker-paru.html
Brunner & Suddarth. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah. Edisi 8 vol 1 Jakarta : EGC
Doenges, M.E, Moorhouse, M.F., & Geissler, A.C. (1999). Rencana asuhan keperawatan: pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian
17
perawatan pasien. Jakarta: EGC.
18