Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

66
LAPORAN KASUS VI MODUL TINDAK MEDIK DAN KEPERAWATAN Seorang Laki-laki bernama Tn. B Datang ke Puskesmas dengan Keluhan Batuk Riak Kuning Kehijauan Sudah 1 Bulan ini KELOMPOK I 030.05.172 Putri Melati 030.06.112 Herman Malondong 030.07.006 Adisti Putri Ryanda 030.09.147 Maya Liana 030.09.148 Mayandra Mahendrasti 030.09.149 Melia Indasari 030.09.150 Melissa Rosari Hartono 030.09.151 Melly Utami 030.09.152 Meutia Mafira Rindra 030.09.153 Michael Wong 030.09.154 Michelle jansye 030.09.155 Mochammad Rifki Maulana 030.09.156 Mohammad Fahri Ibrahim 030.09.157 Monica Raharjo FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI 0

description

modul pulmo

Transcript of Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Page 1: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

LAPORAN KASUS VI

MODUL TINDAK MEDIK DAN KEPERAWATAN

Seorang Laki-laki bernama Tn. B Datang ke Puskesmas dengan Keluhan Batuk Riak

Kuning Kehijauan Sudah 1 Bulan ini

KELOMPOK I

030.05.172 Putri Melati

030.06.112 Herman Malondong

030.07.006 Adisti Putri Ryanda

030.09.147 Maya Liana

030.09.148 Mayandra Mahendrasti

030.09.149 Melia Indasari

030.09.150 Melissa Rosari Hartono

030.09.151 Melly Utami

030.09.152 Meutia Mafira Rindra

030.09.153 Michael Wong

030.09.154 Michelle jansye

030.09.155 Mochammad Rifki Maulana

030.09.156 Mohammad Fahri Ibrahim

030.09.157 Monica Raharjo

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA

15 November 2011

0

Page 2: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

BAB I

PENDAHULUAN

Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Kuman batang tahan asam ini dapat merupakan organisme patogen maupun

saprofit. Ada beberapa mikrobakteria patogen, tetapi hanya strain bovin dan human yang

patogen terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih

kecil dari sel darah merah. Mikroorganisme ini menyebar biasanya dari orang ke orang

melalui menghirup udara yang terinfeksi selama kontak yang dekat. TB dapat tetap dalam

keadaan tidak aktif selama bertahun-tahun tanpa menyebabkan gejala atau menyebar ke

orang lain, yang disebut dorman. Ketika sistem kekebalan tubuh pasien dengan TB tidak aktif

melemah, TB dapat menjadi aktif dan menyebabkan infeksi di paru-paru atau bagian lain dari

tubuh. Faktor risiko untuk tertular TB termasuk kontak langsung dengan orang yang

terinfeksi, alkohol dan penyalahgunaan narkoba , menderita penyakit tertentu

(misalnya, diabetes, kanker, dan HIV), dan pekerjaan (misalnya, petugas kesehatan).

1

Page 3: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

BAB II

SKENARIO KASUS

Seorang laki-laki Tn. B 28 tahun datang ke Puskesmas dengan keluhan batuk riak

kuning kehijauan sudah 1 bulan ini, demam sore hari, keringat malam, napsu makan dan BB

dirasakan menurun. Keadaan sadar, lemas, TB 170 cm, BB 45 kg, Tensi 105/70, Nadi

100x/menit, suhu 38oC, RR 24x/menit. Fisik paru ditemukan suara bronchial, ronkhi dan

amforik apeks kanan. Hasil foto toraks didapatkan gambaran fibroinfiltrat dengan kavitas

pada lobus superior kanan.

2

Page 4: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Status Pasien

3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. B

Umur : 28 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Status Pernikahan : -

Agama : -

Pekerjaan : -

Alamat : -

Asal : -

Pendidikan terakhir : -

Tanggal berobat : -

3.1.2 Anamnesis

Riwayat Penyakit Sekarang

o Keluhan Utama

Batuk riak kuning kehijauan sudah 1 bulan ini

o Keluhan Tambahan

Disertai demam sore hari, keringat malam, napsu makan dan BB dirasakan

menurun

Riwayat Penyakit Dahulu : -

Riwayat Alergi : -

Riwayat Penyakit Keluarga : -

Riwayat Pengobatan : -

Riwayat Kebiasaan : -

3.1.3 Pemeriksaan Fisik

Status Generalis

1. Tanda vital

a. Nadi : 100x/menit

b. Tekanan darah : 105/70 mmHg

3

Page 5: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

c. Pernapasan : 24x/menit

d. Suhu : 38oC

2. Pengukuran

a. Berat badan : 45 kg

b. Tinggi badan : 170 cm

3. Status mental

a. Kesadaran : Sadar

b. Kesan sakit : -

c. Penampilan pasien : Lemas

4. Kulit : -

5. Kelenjar getah bening : -

6. Kepala dan wajah

a. Kepala : -

b. Mata : -

c. Telinga : -

d. Hidung : -

e. Mulut : -

7. Leher

a. Kelenjar thyroid : -

b. Trachea : -

c. Tekanan vena jugularis : -

d. Arteri carotis : -

8. Thorax

a. Jantung : -

b. Pulmo : Suara bronchial, ronki dan amforik pada apeks kanan

9. Abdomen

a. Hepar : -

b. Lien : -

c. Bising usus : -

d. Ascites : -

10. Urogenital : -

11. Genitalia eksterna : -

12. Anus dan rectum : -

13. Ekstremitas : -

4

Page 6: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

3.1.4 Pemeriksaan Penunjang

Foto Rontgen Thorax

Pemeriksaan Laboratorium Darah

Pemeriksaan Mikroskopis BTA

Tes Tuberkulin

3.1.5 Diagnosis Kerja

Tuberculosis Paru

3.1.6 Penatalaksanaan

OAT (obat anti-tuberkulosis) sesuai dengan tipe pasien

3.2 Anamnesis

3.2.1 Keluhan Utama

Batuk riak kuning kehijauan

Berdasarkan keluhan utama diatas dapat diambil hipotesis yaitu:

Tuberkulosis paru

Pneumonia komuniti

Asma bronkiale

3.2.2 Anamnesis Tambahan

Riwayat Penyakit Sekarang

Berapa lama batuk yang diderita pasien?

(Untuk menentukan akut dan kroniknya perjalan penyakit pada pasien. Apabila batuk

yang diderita sudah > 3minggu, kemungkinan batuk yang diderita pasien ialah akibat TB

paru) 1

Apakah batuk berdarah (hemoptsis)?

(Adanya hemoptsis terdapat pada penyakit TB paru, keganasan, atau pneumonia)

Adakah gejala menyertai lain?

o Adakah demam?

(Demam febris biasa terjadi pada pneumonia komuniti, sedangkan demam subfebris

biasa terjadi pada TB paru)

o Adakah mengi?

(Adanya mengi mengarah pada asma maupun penyakit paru obstruktif lainnya)

o Adakah nyeri dada? Bagaimana sifatnya?

5

Page 7: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

(Apabila ada nyeri dada kemungkinan karena nyeri pleuritik yang disebabkan karena

pleuritis. Pleruitis dapat timbul sebagai komplikasi pada TB paru)

o Adakah sesak napas?

(Sesak napas dapat terjadi pada TB paru, asma, dan pneumonia. Ada tidaknya sesak

dapat menilai berat atau tidaknya penyakit paru yang diderita)

o Adakah keringat malam? Atau berkeringat? Atau menggigil?

(Keringat malam biasa terjadi pada TB paru sedangkan menggigil disertai

berkeringat merupakan gejala pneumonia)

Bagaimana perkembangan batuknya?

(Untuk melihat perjalan penyakit pada pasien. Perubahan warna dahak maupun

kekentalan juga diperhatikan, pada pneumonia biasa terjadi perubahan sesuai dengan

perjalanan penyakit)

Adakah penurunan berat badan yang signifikan?

(Adanya penurunan berat badan menunjukkan adanya kemungkinan penyakit TB paru

atau keganasan pada pasien)

Berapa banyak sputum/riak yang ada?

Riwayat Penyakit Dahulu

Apakah sebelumnya pernah mengalami keluhan seperti sekarang?

(Untuk menilai apakah penyakit yang diderita ini merupakan penyakit yang recurrent

seperti misalnya TB paru yang recurrent)

Adakah riwayat atopi? Seperti dermatitis alergika dan rhinitis alergika.

(Apabila ada riwayat atopi, kemungkinan diagnosis ialah asma bronkiale)

Apakah sebelumnya pernah didiagnosis penyakit kronik seperti TB paru atau

pneumonia?

(Apabila pasien pernah didiagnosis penyakit kronik seperti TB paru atau pneumonia,

kemungkinan besar batuk yang diderita pasien disebabkan oleh TB paru atau pneumonia

yang recurrent)

Riwayat Penyakit Keluarga dan Lingkungan

Apakah ada orang sekitar yang mengalami penyakit serupa?

(Apabila kita curiga TB paru, maka hal ini perlu ditanyakan karena infeksi terjadi

melalui penderita TB paru yang menular. Selain TB paru, pneumonia juga merupakan

penyakit menular. Riwayat kontak sebelumnya merupakan hal yang penting untuk

menegakkan diagnosis)

6

Page 8: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Riwayat Kebiasaan

Apakah pasien merokok (sekarang atau dulu)?

(Merokok merupakan suatu faktor predisposisi terkenanya penyakit pneumonia, TBC,

dan penyakit paru lainnya. Rokok bisa menyebabkan rusaknya microsilia-microsilia di

saluran napas dimana dengan rusaknya microsilia-microsilia memudahkan bakteri, debu,

dan sebagainya masuk ke paru)

Apakah pasien minum-minuman beralkohol?

(Mengonsumsi minuman beralkohol dapat menyebabkan penurunan daya tahan tubuh

sehingga tubuh mudah terkena infeksi bakteri maupun virus)

Apakah pasien pemakai Narkoba? (Dilihat pada pemeriksaan fisik ada tidaknya bekas

jarum suntik yang banyak. Penyebaran infeksi dapat terjadi melalui penggunaan narkoba.

Apabila pasien pengguna narkoba, kemungkinan besar pasien juga terkena infeksi HIV,

dimana infeksi HIV adalah faktor predesposisi penyakit TB paru karena menyebabkan

gangguan pada sistem imunitas)

Riwayat Pengobatan

Apakah pernah menjalani terapi dengan kortikosteroid dalam jangka panjang?

(Terapi kortikosteroid dalam jangka panjang dapat menyebabkan depresi sistem imun

yang merupakan faktor predisposisi untuk penyakit infeksi paru)

Riwayat Vaksinasi

Apakah pernah mendapatkan vaksin BCG?

(Apabila belum diberikan imunisasi BCG, jika pasien pernah mengadakan kontak

dengan penderita TB paru maka pasien sangat mungkin mengidap TB paru juga)

3.3 Interpretasi Anamnesis

o Batuk riak kuning kehijauan sudah 1 bulan

Keluhan batuk kronis pada pasien ini menandakan sudah ada proses patologis yang terjadi

pada sistem pernafasanya. Normalnya, batuk hanya merupakan suatu mekanisme pertahanan

yang berguna untuk mengeluarkan sekret bronkus maupun benda asing. Selain itu, warna riak

yang kuning kehijauan menandakan bahwa telah terjadi suatu proses infeksi. Batuk riak

kuning kehijauan biasanya terjadi pada infeksi oleh bakteri. Keluhan batuk lama

kemungkinan dapat disebabkan oleh TB paru.

o Demam sore hari dan keringat malam

7

Page 9: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Keringat malam adalah suatu keluhan subyektif berupa berkeringat pada malam hari yang

diakibatkan oleh irama temperatur sirkadian normal yang berlebihan. Suhu tubuh normal

manusia memiliki irama sirkadian di mana paling rendah pada pagi hari sebelum fajar yaitu

36.1°C dan meningkat menjadi 37.4 °C atau lebih tinggi pada sore hari sekitar pukul 18.00

sehingga kejadian demam/ keringat malam mungkin dihubungkan dengan irama sirkadian ini.

Variasi antara suhu tubuh terendah dan tertinggi dari setiap orang berbeda-beda tetapi

konsisten pada setiap orang. Biasanya keluhan ini terdapat pada penderita TB paru. Keringat

malam pada pasien tuberkulosis aktif terjadi sebagai respon salah satu molekul sinyal peptida

yaitu tumour necrosis factor alpha (TNF-α) yang dikeluarkan oleh sel-sel sistem imun di

mana mereka bereaksi terhadap bakteri infeksius (M.tuberculosis). TNF-α yang dikeluarkan

secara berlebihan sebagai respon imun ini akan menyebabkan demam dan keringat malam,

yang merupakan karakteristik dari tuberculosis. 2-4

o Nafsu makan dan berat badan dirasa menurun

Napsu makan dan berat badan menurun merupakan keluhan yang biasanya timbul pada

penderita TB, namun tidak spesifik untuk penyakit TB. Umumnya, suatu proses penyakit

akan menyebabkan anoreksia ditambah lagi demam meningkatkan kebutuhan metabolisme

tubuh sehingga akhirnya dapat terjadi penurunan berat badan.

1.1Interpretasi Pemeriksaan Fisik

1.1.1 Status generalis

Hasil Nilai normal Keterangan

TB = 170 cm BMI = 45/1,72 = 15,57 18-25 Pasien Gizi buruk

BB = 45 Kg

TD 105/70mmHg 120/80mmHg Tekanan darah pasien normal

Suhu 38oC 36,5-37,2oC Pasien mengalami demam

yang subfebris

Nadi 100x/menit 60-100x/menit Nadi pasien normal, batas atas

Pernapasan 24x/menit 16-20x/menit Meningkat, tachypnoe

Intrepretasi:

1. BMI gizi buruk, sesuai pernyataan pasien bahwa pasien mengalami penurunan berat

badan. Kemungkinan terjadinya penurunan berat badan ada banyak, salah satunya TB

paru.

8

Page 10: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

2. Suhu termasuk subfebris, kemungkinan terjadinya subfebris jika terkena infeksi

virus, atau infeksi bakteri yang kronis, dapat juga mendukung diagnosis TBC karena,

TBC merupakan suatu infeksi kronis.

3. Kenaikan denyut nadi bisa dikarenakan naiknya suhu tubuh.

4. Adanya peningkatan RR dalam keadaan normal (tidak sehabis olahraga),

kemungkinan adanya masalah pada paru atau saluran napas.

1.1.2 Status lokalis

Jenis

PemeriksaanHasil Normal Keterangan

Auskultasi

Bronkial VesikulerMenandakan adanya proses

infiltrasi

Ronki Tidak adaMenandakan adanya transudat

atau eksudat

Amforik apeks kanan Tidak adaMenandakan adanya kavitas

pada apeks paru kanan.

Intrepretasi:

1. Pernapasan bronkial, bisa ada dua kemungkinan jika didengar di bagian sentral

berarti normal, jika terdengar di daerah perifer kemungkinan mengalami

infiltrasi/konsolidasi, mendukung kearah TBC.

2. Ronki, jika terdengar nyaring maka kemungkinan di sekitar sumber ronki terdapat

infiltrate/konsolidasi.

3. Amforik pada apeks kanan, amforik adalah tanda bunyi seperti meniup botol

kosong, pada kasus ini kemungkinan adanya cavitas pada paru, bisa terjadi akibat

abses paru yang telah dikosongkan jaringan nekrotiknya dengan batuk, atau TB paru.

Amforik pada apeks paru menandakan bahwa kelainan paru berada pada apeks paru,

kemungkinan penyebabnya adalah kuman TBC karena kuman TBC hampir selalu

membuat kelainan pada apeks paru.

1.2 Interpretasi Pemeriksaan Penunjang

1.2.1 Foto Rongen Thorax

Foto rontgen paru sebaiknya dilakukan postero-anterior (PA) dan lateral, serta dibaca

oleh ahlinya. Pada pemeriksaan foto thoraks TBC dapat memberi gambaran bermacam-

9

Page 11: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

macam bentuk (multiform) sehingga sering disebut sebagai the great imitator. Bila ada

diskongruensi antara gambaran klinis dan gambaran radiologis, harus dicurigai TBC.4

Gambaran rontgen paru pada TB dapat berupa :

Milier

Atelektasis/kolaps konsolidasi

Infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal

Konsolidasi (lobus)

Reaksi pleura dan/atau efusi pleura

Kalsifikasi

Bronkiektasis

Kavitas

Destroyed lung

Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai kelainan TBC yang masih aktif, bila

didapatkan gambaran bayangan berawan / nodular di bagian atas paru/apeks paru, gambaran

kavitas (lubang pada paru), terutama lebih dari satu yang dikelilingi oleh bayangan opaque

(putih) berawan atau nodular, bayangan bercak milier (berbintik-bintik putih seukuran jarum

pentul) yang berupa gambaran nodul-nodul (becak bulat) miliar yang tersebar pada lapangan

paru, dan gambaran berupa efusi pleura (terdapatnya cairan pada selaput paru).

Sedangkan pada gambaran radiologik yang dicurigai lesi TBC inaktif, bila didapatkan

gambaran fibrotik (jaringan penyembuhan luka seperti serabut putih yang halus) pada bagian

atas paru/apeks paru, gambaran kalsifikasi (perkapuran yang tampak putih), atelektasis

(jaringan paru yang tidak mengembang), fibrothorax, dan atau penebalan pleura (selaput

pelapis paru-paru). Pada tuberkulosis kronis dapat terjadi pneumothoraks (timbulnya udara

yang mendesak jaringan paru-paru) dengan atau tanpa efusi (cairan), yang secara radiologis

memberikan gambaran radiolusen (lebih hitam) dengan corakan bronkovaskuler (paru)

menghilang pada pleura yang terisi udara, gambaran kolaps, cairan, atau desakan jantung.

Indikasi Pemeriksaan Foto Rontgen Thorax

Umumnya diagnosis TBC ditegakkan dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopis, namun

pada kondisi tertentu perlu dilakukan pemeriksaan rontgen. Berikut indikasi foto Rontgen

thorax:

A. Suspek dengan BTA Negatif

10

Page 12: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Setelah diberikan antibiotik spektrum luas tanpa ada perubahan periksa ulang dahak SPS.

Bila hasilnya tetap negatif lakukan pemeriksaan foto rontgen dada.

B. Penderita dengan BTA positif

Hanya pada sebagian kecil dari penderita dengan hasil pemeriksaan BTA positif yang perlu

dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada yaitu:

1. Penderita tersebut diduga mengalami komplikasi, misalnya sesak nafas berat yang

memelurkan penangan khusus, contoh pneumotorak (adanya udara didalam rongga

pleura) dan pleuritis eksudativa.

2. Penderita yang sering hemoptisis berat untuk menyingkirkan kemungkinan

bronkiektasis (pelebaran bronkus setempat).

3. Hanya 1 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif pada kasus ini

pemeriksaan foto rontgen dada diperlukan untuk mendukung diagnosis TBC paru

BTA positif.

Catatan:

Tidak ada gambaran foto rontgen dada yang khas untuk TBC paru. Beberapa gambaran

yang patut dicurugai sebagai proses spesifik adalah infiltrat, kavitas, kalsifikasi dan

fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) dengan lokasi

dilapangan atas paru (apeks).

Gambaran non spesifik yang ditemukan pada foto rontgen dada pada seorang penderita

yang diduga infeksi paru lain dan tidak menunjukkan perbaikan pada pengobatan dengan

antibiotik ada kemungkinan penyebabnya adalah TBC.5

Pada kasus ini, hasil foto toraks didapatkan:

o Gambaran fibroinfiltrat pada lobus superior

kanan berarti adanya fibrosis dan infiltrat.

Fibrosis menyatakan bahwa pasien pernah

menderita TB paru. Adanya infiltrat dan

kavitas pada lobus superior kanan

menunjukkan bahwa TB paru masih dalam

proses aktif.

o Hilus yang menebal yang menunjukkan

adanya lymphadenopathy merupakan salah

satu gambaran TB walaupun tidak khas.

11

Page 13: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

o Sinus costophrenicus lancip, diafragma licin menunjukkan tidak ada/belum terjadinya

pleuritis yang merupakan salah satu komplikasi dari TB.

o CTR = 4,5/9,5 x 100% = 47% sehingga dapat dinyatakan bahwa jantung normal (CTR

<50%), tidak mengalami pembesaran/kardiomegali

Pada kasus ini, pasien menderita tuberkulosis lanjut sedang menurut klasifikasi dari

American Tuberculosis Association. Tuberkulosis lanjut sedang (moderately advanced

tuberculosis) yaitu luas sarang-sarang yang bersifat bercak-bercak tidak melebihi luas satu

paru sedangkan bila lubang, diameternya tidak boleh melebihi 4 cm. Kalau sifat bayangan

sarang-sarang tersebut berupa awan-awan yang menjelma menjadi daerah konsolidasi

homogen, luasnya tidak boleh melebihi satu lobus. 6

Hasil foto pada kasus ini sesuai dengan pengertian tuberculosis lanjut sedang karena

pada hasil foto pasien kelainan didapat hanya pada satu lobus yaitu lobus superior pulmo

dextra.

1.3 Pemeriksaan Penunjang Anjuran

Untuk menegakkan diagnosis penyakit TBC dapat dilakukan berbagai modalitas.

Setelah anamnesis dan pemeriksaan fisis yang cermat, dilakukan pemeriksaan penunjang.

Seperti pemeriksaan radiologis (menemukan infiltrat, kavitas di apex dsb), mikrobiologis

(menemukan bakteri M. tuberculosis dengan pewarnaan BTA dan kultur sputum), tes

Tuberkulin dan pemeriksaan darah di laboratorium patologi klinik. Dari bentuk kelainan pada

foto Rontgen memang diperoleh kesan aktivitas penyakit, namun kepastian diagnosis hanya

dapat diperoleh melalui kombinasi hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium. Maka dari itu,

kelompok kami mengajukan beberapa pemeriksaan penunjang untuk memperkuat diagnosis

kami terhadap Tuberkulosis paru. Pemeriksaan penunjang yang kami anjurkan diantaranya

adalah pemeriksaan darah, pemeriksaan mikroskopis BTA (terpenting), dan tes

Tuberkulin.

1.3.1 Laboratorium darah

Dari semua pemeriksaan yang kami anjurkan, pemeriksaan darah kurang mendapat

perhatian karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak sensitif dan juga tidak

spesifik.

Pada saat TBC baru mulai aktif terdapat sedikit leukositosis dengan hitung jenis

pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah (LED) mulai

12

Page 14: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit

masih tinggi. LED mulai turun ke arah normal lagi. Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan

juga anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer, gama globulin sedikit

meningkat dan kadar natrium darah menurun. Pemeriksaan tersebut di atas nilainya juga

tidak spesifik.

Leukosit

Leukosit adalah sel darah putih yang diproduksi oleh jaringan hemopoetik untuk jenis

bergranula (PMN) dan jaringan limpatik untuk jenis tak bergranula (mononuklear), berfungsi

dalam sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi. Nilai normal leukosit ialah:

Dewasa : 4.000-10.000/mm3

Bayi/anak : 9.000-12.000/mm3

Bayi baru lahir : 9.000-30.000/mm3

Peningkatan jumlah leukosit (leukositosis) menunjukkan adanya proses infeksi atau

radang akut, misalnya tuberkulosis, pneumonia, meningitis, appendisitis, tonsilitis, dll. Dapat

juga terjadi pada infark miokard, sirosis, leukemia, stress, pasca bedah dll. Sedangkan

penurunan jumlah leukosit (leukopenia) dapat terjadi pada penderita infeksi tertentu, terutama

virus, malaria, alkoholik, SLE, arthritis rheumatoid dan penyakit hemopoetik.

Hitung jenis leukosit

Hitung jenis leukosit adalah perhitungan jenis leukosit yang ada dalam darah

berdasarkan proporsi (%) tiap jenis leukosit dari seluruh jumlah leukosit. Hasil pemeriksaan

ini dapat menggambarkan kejadian dan proses penyakit dalam tubuh, terutama penyakit

infeksi. Lima tipe sel darah putih yang dihitung adalah netrofil, eosinofil, basofil, monosit

dan limfosit. Neutrofil dan limfosit merupakan 80-90% dari total leukosit. Hasil pemeriksaan

hitung jenis leukosit memberi informasi spesifik berhubungan dengan infeksi dan proses

penyakit.

No. Jenis leukosit Dewasa (%) Dewasa (mm3) Anak/bayi/BBL

1. Neutrofil (total)

Neutrofil segmen

Neutrofil batang

50-70

50-65

0-5

2500-7000

2500-6500

0-500

BBL=61%

Umur 1 tahun= 2%

Sama dewasa

2 Eosinofil 1-3 100-300 Sama dewasa

3 Basofil 0,4-1,0 40-100 Sama dewasa

4 Monosit 4-6 200-600 4-9%

5 Limfosit 25-35 1700-3500 BBL: 34%

13

Page 15: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

1 tahun: 60%

6 tahun: 42%

12 tahun: 38%

Laju Endap Darah (LED)

LED mengukur kecepatan endap eritrosit dan menggambarkan komposisi plasma

serta perbandingannya antara eritrosit dan plasma. LED dipengaruhi oleh berat sel darah dan

luas permukaan sel serta gravitasi bumi. Makin berat sel darah makin cepat laju endapnya

dan makin luas permukaan sel makin lambat pengendapannya. LED darah normal relatif

kecil karena gravitasi bumi seimbang dengan perpindahan plasma ke atas. Setiap peningkatan

viskositas plasma (misal oleh kolesterol dan lemak lain) akan menimbulkan daya tarik ke atas

semakin besar sehingga laju endap lambat, tetapi sebaliknya setiap keadaan yang membuat

sel darah lebih berat (misalnya saling melekat/menggumpal), maka laju endap ke bawah

makin meningkat. Perlekatan sel darah (Rouleaux) dapat terjadi karena peningkatan

perbandingan globulin, albumin dan fibrinogen. Nilai normal LED ialah:

Pria : 0-8 mm/jam

Wanita : 0-15 mm/jam

LED dapat dipakai sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi, perjalanan

penyakit terutama penyakit kronis misalnya TBC dan arthritis rheumatoid. Peninggian LED

biasanya terjadi akibat peningkatan kadar globulin dan fibrinogen karena infeksi akut lokal

maupun sistemis atau trauma, kehamilan, infeksi kronis, dan infeksi terselubung yang

berubah menjadi akut. Penurunan LED dapat terjadi pada polisitemia vera, gagal jantung

kongesti, anemia sel sabit, infeksi mononukleus, defisiensi faktor V pembekuan, dll.7-8

1.3.2 Pemeriksaan mikroskopis BTA

Tujuan pemeriksaan mikroskopis adalah:

Menegakkan diagnosis TB

Menentukan potensi penularan

Memantau hasil pengobatan pasien

Pengambilan spesimen:

Sputum adalah hasil sekresi mekanisme pembersihan dari trakea dan bronki serta

dikeluarkan melalui mekanisme batuk. Sputum yang kemungkinan besar mengandung kuman

BTA adalah yang berasal dari lesi paru terbuka. Sputum tersebut dapat berupa mukopurulen,

purulen atau serosa.

14

Page 16: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Dibutuhkan tiga spesimen dahak untuk menegakkan diagnosis TB secara mikrosko-

pis. Spesimen dahak paling baik diambil pada pagi hari selama 3 hari berturut-turut (pagi-

pagi-pagi), tetapi untuk kenyamanan penderita pengumpulan dahak dilakukan : Sewaktu –

Pagi – Sewaktu (SPS) dalam jangka waktu 2 hari.

1. Sewaktu hari -1 (dahak sewaktu pertama = A)

Kumpulkan dahak spesimen pertama pada saat pasien berkunjung ke UPK (Unit

Pelayanan Kesehatan)

Beri pot dahak pada saat pasien pulang untuk keperluan pengumpulan dahak pada hari

berikutnya.

2. Pagi hari -2 (dahak pagi = B)

Pasien mengeluarkan dahak spesimen kedua pada pagi hari kedua setelah bangun

tidur dan membawa spesimen ke laboratorium.

3. Sewaktu hari -2 (dahak sewaktu kedua = C)

Kumpulkan dahak spesimen ketiga di laboratorium pada saat pasien kembali ke

laboratorium pada hari kedua saat membawa dahak pagi (B). 9

Cara pengambilan bahan harus pada ruangan terbuka dengan sinar matahari langsung serta

ventilasi yang baik. Cara pengumpulan sputum:

1. Dalam melakukan pengambilan, hindari pemeriksa berdiri di depan pasien.

2. Pastikan pasien mengkumur atau membersihkan terlebih dahulu dengan menggunakan

air sebelum dahak dikeluarkan.

3. Apabila sputum sulit dikeluarkan pasien bisa diedukasi untuk minum air pada malam

harinya sebelum, atau memberikan obat ekspektoran berupa 1 tablet gliseril

guayakolat.

4. Kemudian arahkan pasien untuk menarik nafas 2-3 kali sebelum mengeluarkan

sputum dengan cara membatukkan.

5. Setelah itu batukan secara keras agar dahak dapat keluar

6. Kemudian masukan dahak ke dalam pot kemudian tutup rapat. Sputum dimasukan ke

dalam pot bermulut lebar, dimana pada umunya dengan diameter ≥6cm, bertutup

rapat dan tidak mudah pecah.

Bila perlu hal di atas dapat diulang sampai mendapatkan dahak yang berkualitas baik dan

volume yang cukup (3-5 ml).

Bila spesimen jelek, pemeriksaan tetap dilakukan dengan:

1. Mengambil bagian yang paling mukopurulen / kental kuning kehijauan

15

Page 17: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

2. Diberi catatan bahwa ”spesimen tidak memenuhi syarat / air liur”

Bila tidak ada spesimen dahak yang dapat dikeluarkan, pot dahak harus dibuang, tidak dapat

digunakan untuk pasien lain.

Sputum yang terbaik adalah sputum pada pagi hari untuk batuk kronik, sedangkan batuk akut

dapat dilakukan pemeriksaan sputum pagi hari.

Pembuatan sediaaan apus sputum

Spesimen dapat berupa sediaan langsung dan konsentrasi.Untuk sediaan langsung, dengan

menggunakan ose steril langsung diambil sedikit sputum pada bagian yang purulen dan

diratakan setipis mungkin dari 2/3 bagian permukaan kaca obyek. Sediaan konsentrasi dibuat

dengan cara menghilangkan kontaminasi (dekontaminasi) terlebih dahulu baru kemudian

dibuat sediaan apus. Sediaan konsentrasi selain untuk pemeriksaan mikroskopis dapat juga

untuk kultur.

Sediaan apus yang baik ialah :

• Berasal dari dahak mukopurulen, bukan air liur.

• Berbentuk spiral-spiral kecil berulang (coil type), yang tersebar merata, ukuran 2 x 3 cm.

• Tidak terlalu tebal atau tipis.

• Setelah dikeringkan sebelum diwarnai, tulisan pada surat kabar 4 - 5 cm di bawah sediaan

apus masih terbaca.

Pewarnaan Tahan Asam

A. Pewarnaan Ziehl-Neelsen

Merupakan pewarnaan diferensial untuk bakteri tahan asam. Bakteri tahan asam memiliki

dinding sel yang tebal, terdiri dari lapisan lilin dan asam lemak mikolat.Sehingga walaupun

dicuci dengan larutan asam belerang 5%, tetap mengikat zat warna fuksin karbol. Sedangkan

bakteri yang tidak tahan asam akan melepaskan fuksin karbol bila dicuci dengan larutan asam

belerang dan akan mengikat zat warna kedua yaitu biru metilen.

Bahan reagensia yang dipergunakan

1. Fuksin karbol

Zat warna ini dilarutkan dengan 5% fenol sehingga mudah larut dalam bahan yang

mengandung lipoid seperti dinding sel bakteri Mycobaterium.

2. H2SO4 / Asam Alkohol (HCL 3% + ALKOHOL 95%) yang berfungsi sebagai

dekolorisasi.

3. Biru Metilen (Methylene Blue) merupakan zat warna terakhir yang dipergunakan

dalam pewarnaan Ziehl-Neelsen.

Cara kerja

16

Page 18: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

1. Sedian sputum yang telah direkat, dituang larutan fuksin karbol selama 5 menit

sambil dipanasi dengan api kecil sampai keluar uap (tidak boleh mendidih).

2. Cuci dengan air.

3. Tuangi larutan H2SO4 5% selama 2 detik ( untuk M.leprae : H2SO4 1% ).

4. Cuci dengan alkohol 60% sampai tidak ada lagi warna merah yang mengalir dari

sediaan.

5. Cuci dengan air, kemudian tuangi larutan air metilen biru selama 2 menit.

6. Cuci dengan air lalu keringkan.

B. Pewarnaan Kinyoun-Gabbett (Tan)

Cara kerja:

1. Pada sediaan sputum yang telah direkat, tuangkan larutan Kinyoun (fuksin karbol 4%)

dan biarkan selama 3 menit.

2. Cuci dengan air.

3. Tuangkan larutan Gabbett.

4. Cuci dengan air lalu keringkan dengan kertas saring. 5

Cara menggunakan mikroskop untuk pemeriksaan dahak

1. Letakkan mikroskop di meja yang permukaannya datar, tidak licin, dan dekat sumber

cahaya.

2. Bila mengggunakan sumber cahaya lampu:

a. Atur tegangan lampu ke minimum

b. Nyalakan mikroskop memakai tombol ON

c. Sesuaikan dengan pelan-pelan sampai intensitas cahaya yang diinginkan

tercapai

3. Bila menggunakan cermin, arahkan cermin ke sumber cahaya.

4. Letakkan sediaan yang telah diwarnai ke atas meja

sediaan.

5. Putar lempeng objektif ke objektif 10x.

6. Atur dengan tombol pengatur focus kasar dan pengatur

focus halus sampai sediaan terlihat jelas.

7. Sesuaikan jarak antar pupil sampai gambar kiri dan

gambar kanan menyatu dengan cara menggeser-geser

kedua lensa okuler karena setiap orang mempunyai jarak antar pupil yang berbeda-

beda.

17

Page 19: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

8. Fokuskan gambar dengan mata kanan dengan cara melihat ke dalam okuler kanan dan

sesuaikan dengan tombol pengatur focus halus.

9. Fokuskan gambar dengan mata kiri dengan cara melihat ke dalam okuler kiri dan

putar. cincin penyesuai diopter sampai didapatkan gambar yang paling jelas, baik

untuk mata kiri maupun mata kanan.

10. Buka iris/diafragma sampai 70 – 80%, hingga lapangan pandang terang dengan

merata.

11. Teteskan minyak imersi di atas sediaan (aplikator jangan menyentuh sediaan) dan

putar lensa objektif 100x ke tempatnya sampai berbunyi ‘klik’.

12. Fokuskan dengan menggunakan tombol pengatur focus halus (jangan menggunakan

tombol pengatur focus kasar sebab dapat menyebabkan pecahnya lensa objektif

maupun kaca sediaan) sampai didapatkan gambar yang paling jelas.

13. Gunakan pengatur tegangan lampu untuk mendapatkan cahaya yang tepat.

14. Begitu sediaan selesai dibaca, putar objektif 100x menjauhi kaca sediaan, tempatkan

objektif 10x di atas sediaan, lalu sediaan diambil.

15. Bila telah selesai, atur kembali pengatur tegangan lammpu ke minimum dan matikan

mikroskop dengan menekan tombol OFF.

16. Setiap selesai menggunakan mikroskop, bersihkan dengan hati-hati minyak emersi

dari lensa objektif 10x dengan mengunakan kertas lensa/kain halus, masukkan dalam

kotak mikroskop yang telah dikontrol kelembabkannya dengan menempatkan lampu 5

watt yang menyala.5

Interpretasi hasil pemeriksaan

Bakteri tahan asam berwarna merah

Bakteri tidak tahan asam berwarna biru

Pemeriksaan bakteri basil tahan asam sedikitnya memerlukan 100 lapang pandang (dalam

waktu 10 menit) dengan cara menggeser sediaan menurut arah dari kiri ke kanan, ke bawah,

ke kiri dan seterusnya. Skema pelaporan ini mengacu pada skala International Union Against

Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD).

Hasil pemeriksaan Interpretasi pemeriksaan

Tidak ditemukan BTA minimal dalam 100 lapang

pandang

BTA negatif

1-9 BTA dalam 100 lapang pandang Tuliskan jumlah BTA yang

ditemukan/100 lapang pandang

10-99 BTA dalam 1 lapang pandang +1

18

Page 20: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, periksa minimal 50

lapang pandang

+2

Lebih dari 10 BTA dalam 1 lapang pandang, periksa

minimal 20 lapang pandang

+3

BTA yang ditemukan menegakkan diagnosis TB dan jumlah BTA yang ditemukan

menunjukkan beratnya penyakit. Oleh karena itu sangat penting untuk mencatat dengan benar

apa yang terlihat. 5,9

1.3.3 Tes Tuberculin

Tes tuberculin atau tes Mantoux ini hanya menyatakan apakah seseorang individu

sedang atau pernah mengalami infeksi M.tuberculosae, M.bovis, vaksinasi BCG, atau

Mycobacterium pathogen lainnya. Dasar tes tuberculin ini adalah hipersensitivitas tipe lambat

(tipe IV).

Tes tuberculin ini dilakukan dengan cara

menyuntikkan 0,1 cc tuberculin P.P.D. (Purified Protein

Derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U. (intermediate

strength). Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U.

dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U. (first strength).

Kadang-kadang bila dengan 5 T.U. masih memberikan

hasil negative dapat diulangi dengan 250 T.U. (second

strength). Bila dengan 250 T.U. masih memberikan hasil

negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan.

Umumnya tes tuberculin dengan 5 T.U. saja sudah cukup berarti.

Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul berupa indurasi kemerahan

yang terdiri dari infiltrate limfosit yakni reaksi persenyawaan antara antibody selular dan

antigen tuberculin. Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, hasil tes Mantoux dibagi menjadi:

(1) Indurasi 0-5 mm (diameter) : Mantoux negative = No sensitivity

(2) Indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = Low grade sensitivity

(3) Indurasi 10-15 mm : Mantoux positive = Normal sensitivity

(4) Indurasi lebih dari 15 mm : Mantoux positive kuat = Hypersensitivity

Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian BCG atau

terinfeksi oleh Mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui daripada positif

palsu.

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu) yakni:

19

Page 21: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberculosis

Anergi, penyakit sistemik berat (Sarkoidosis, LE)

Penyakit eksantematous dengan panas yang akut : morbili, cacar air, poliomyelitis

Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikular (Hodgkin)

Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obat imunosupresif lainnya

Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan

Untuk pasien dengan HIV positif, tes Mantoux ± 5mm sudah dinilai positif. 2

1.4Diagnosis Kerja

Diagnosis kerja pada pasien ini ialah tuberkulosis paru. Adapun dasar untuk diagnosis

kerja tuberkulosis paru ialah sebagai berikut:

o Gambaran klinis:

Pada pasien ini didapatkan gambaran klinis yang sesuai dengan penderita tuberkulosis

paru. Gejala klinis tuberkulosis dapat dibagi menjadi dua golongan yaitu gejala lokal dan

gejala sistemik:

Gejala lokal/respiratorik tuberkulosis yang ditemukan pada pasien ini ialah batuk

berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Adanya gejala batuk menandakan bahwa

bronkus telah terlibat dalam proses penyakit.

Juga didapatkan gejala sistemik tuberkulosis pada pasien ini berupa: demam pada sore

hari, keringat malam tanpa kegiatan fisik, nafsu makan menurun, serta berat badan yang

menurun.

Dengan adanya gejala respiratorik dan gejala sistemik yang mengarah kepada tuberkulosis

paru, maka status pasien Tuan B ialah sebagai seorang tersangka/ suspek penderita

tuberkulosis paru dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.

o Pemeriksaan fisik:

Pada pemeriksaan fisik ditemukan bahwa pasien lemas serta demam (pengukuran suhu

38°C). Lemas dan demam merupakan gejala sistemik tuberkulosis paru walaupun tidak

spesifik untuk tuberkulosis paru. Selain itu didapatkan bahwa body mass index pasien rendah.

Hal ini merupakan suatu faktor predisposisi untuk terjadinya infeksi karena pada keadaan

malnutrisi seseorang mengalami penurunan sistem imun sehingga menjadi rentan terhadap

infeksi. Pada pemeriksaan fisik paru ditemukan suara nafas bronkial serta amforik pada apeks

kanan. Lokasi apeks kanan ini khas untuk tuberkulosis paru dimana kelainan yang

20

Page 22: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis pada umumnya terletak di daerah lobus

superior teruatama daerah apeks serta daerah apeks lobus inferior.

o Pemeriksaan radiologis:

Foto thoraks PA yang dilakukan pada pasien ini memberikan gambaran yang bisa

dicurigai sebagai lesi tuberkulosis aktif. Gambaran lesi yang dimaksud ialah:

Gambaran fibroinfiltrat yaitu bayangan berawan yang terlihat pada lobus superior paru

kanan

Kavitas dikelilingi oleh bayangan opak berawan

Untuk mendapatkan diagnosis pasti tuberkulosis paru pada pasien ini perlu dilakukan

pemeriksaan dahak/sputum mikroskopis. Bila ditemukan basil tahan asam (BTA) yang positif

pada pemeriksaan dahak/sputum maka pada pasien ini dapat ditegakkan diagnosis pasti

tuberkulosis paru. Alur diagnosis tuberkulosis paru pada orang dewasa ialah seperti berikut:

PATOFISIOLOGI

Penularan Tuberkulosis paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar. Bila

terjadi kontak dengan seorang penderita tuberkulosis maka dapat terjadi penyebaran infeksi

melalui droplet infection. Partikel infeksi ini dapat bertahan selama 1-2 jam tergantung ada tidaknya

ultraviolet, ventilasi yang buruk, dan kelembaban. Jika partikel ini berukuran <5 mikrometer, maka

kuman Mycobacterium tuberculosis akan masuk melalui saluran nafas ke dalam jaringan

21

Page 23: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

paru. Di dalam jaringan paru, kuman akan difagositosis oleh makrofag alveolus paru. Bila

sistem imunitas kuat maka kuman akan mati difagositosis oleh makrofag, namun bila sistem

imunitas lemah maka kuman tetap hidup dan berkembang biak didalam makrofag.

Kuman yang berkembang biak membentuk suatu sarang pneumonik di jaringan paru.

Sarang pneumonik mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru dan disebut sebagai

sarang primer atau afek primer. Pembentukan sarang primer diikuti oleh peradangan saluran

getah bening yang menuju hilus, dikenal sebagai limfangitis regional. Limfangitis regional

kemudian akan diikuti oleh limfadenitis regional atau pembesaran kelenjar getah bening di

hilus. Sarang primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai suatu

kompleks primer.

Bila sudah terbentuk suatu kompleks primer (biasa setelah 2 minggu) maka akan

terbentuk imunitas seluler yang spesifik terhadap Mycobacterium tuberculosis. Bila

dilakukan uji tuberkulin maka akan didapatkan hasil yang positif.

Kompleks primer akan mengalami salah satu hal sebagai berikut:

Mengalami resorbsi dan sembuh tanpa meninggalkan cacat sama sekali.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa sikatriks dan sarang

pengapuran.

Mengalami perkejuan dan menyebabkan terbentuknya kavitas pada jaringan

paru.

Mengalami penyebaran. Penyebaran bisa terjadi secara per kontinuitatum

(menyebar ke sekitar), bronkogen (melalui saluran nafas), hematogen (melalui

darah), dan limfogen (melalui saluran limfe). Penyebaran berkaitan dengan

daya tahan tubuh, jumlah kuman, dan virulensi kuman. Akibat penyebaran

maka dapat terjadi tuberkulosis ektra-paru.

Seseorang dengan sistem imunitas yang buruk akan menunjukkan gejala-gejala

penyakit tuberkulosis. Ia bisa meninggal atau sembuh tergantung dari sistem imunitasnya dan

jumlah serta virulensi kuman.5,10-11

Patofisiologi tuberkulosis paru pada pasien ini:

Kontak dengan penderita TB paru Inhalasi Mycobacterium tuberculosis Kuman

TB difagositosis oleh makrofag Kuman TB hidup dan berkembang biak didalam makrofag

(karena imunitas pasien buruk akibat kurang gizi) Terbentuk sarang primer diikuti oleh

limfangitis dan limfadenitis regional Sarang primer mengalami proses perkejuan akibat

nekrosis jaringan Jaringan nekrotik dibatukkan keluar dan terbentuk kavitas Tampak

gejala klinis utama berupa batuk berdahak selama 1 bulan

22

Page 24: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

1.5 Penatalaksanaan

Obat-obatan pada TB dapat diklasifikasi menjadi dua jenis resimen, yaitu obat lapis

pertama dan lapis kedua. Kedua lapisan obat ini diarahkan ke penghentian pertumbuhan

basil, pengurangan basil yang dorman, dan pencegahan terjadinya resistensi.

Obat-obatan lapis pertama yaitu: isoniazid (INH), rifampicin, pyrazinamide,

ethambutol, dan streptomycin. Obat-obatan lapis kedua mencakup rifabutin, ethionamide,

cycloserine, para-amino-salicylic acid, clofazimine, aminoglikosida di luar streptomycine,

dan kuinolon.

Pengobatan TB memerlukan waktu sekurang-kurangnya 6 bulan agar dapat mencegah

perkembangan resistensi obat. Oleh karena itu, WHO telah menerapkan strategi DOTS dimana

terdapat petugas kesehatan tambahan yang berfungsi secara ketat mengawasi pasien minum obat

dan memastikan kepatuhannya. WHO juga telah membagi berbagai resimen pengobatan standar

yang membagi pasien pasien menjadi empat kategori berbeda menurut definisi kasusnya.

Kategori Pasien TBResimen pengobatan

Fase awal Fase lanjutan

Kategori 1 BTA (+) baru

Sakit berat : BTA (-)

luar paru

2 SHRZ (RHZE) 6 HE

2 SHRZ (RHZE) 4HR

2 SHRZ (RHZE) 4 H3R3

Kategori 2 Pengobatan ulang :

Kambuh, BTA (+)

Gagal

2 SHZE / 1 HRZE 5H3R3E3

2SHZE / 1 HRZE 5 HRE

Kategori 3 TP paru BTA (-)

TB luar paru

2 HRZ / 2 H3R3Z3 6 HE

2 HRZ / 2 H3R3Z3 2 HR/ 4 H

2 HRZ / 2 H3R3Z3 2 H3R3/4H

Kategori 4 Kasus Kronis (masih

BTA positif setelah

pengobatan ulang yang

di supervisi

Tidak dapat di aplikasikan

(mempertimbangkan menggunakan

obatobatan barisan kedua)

ObatDOSIS

Setiap Hari Dua kali / minggu Tiga kali / minggu

isoniazid 5 mg / kg

Maks 300mg

15mg / kg

Maks 900mg

15mg / kg

Maks 900mg

Rifampicin 10mg / kg 10mg / kg 10mg / kg

23

Page 25: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Maks 600mg Maks 600mg Maks 600mg

Pirazinamid 15-30mg / kg

Maks 2g

50-70mg / kg

Maks 4g

50-70mg / kg

Maks 3g

Etambutol 15-30mg / kg

Maks 2,5g

50mg / kg 25-30mg / kg

Streptomisin 15mg / kg

Maks 1g

25-30mg / kg

Maks 1,5g

25-30mg / kg

Maks 1g

Resimen pengobatan dengan metode DOTS:

KATEGORI 1

Pasien tuberkulosis paru (TBP) dengan sputum BTA positif dan kasus baru, TBP

lainnya dalam dalam keadaan TB berat, seperti meningitis tuberkulosis, miliaris, perikarditis,

peritonitis, pleuritis masif atau bilateral, spondilitis dengan gangguan neurologik, sputum

BTA negatif tetapi kelainan di paru luas, tuberkulosis usus dan saluran kemih. Pengobatan

fase inisial resimennya terdiri dari 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan obat H, R, Z,

dan S atau E. Sputum BTA awal yang positif setelah dua bulan di harapkan menjadi negatif,

dan kemudian di lanjutkan kepada tahap lanjutan 4HR atau 4 H3R3 atau 6 HE. Apabila

sputum BTA masih positif setelah 2 bulan, fase intensif di lanjutkan 4 minggu lagi, tanpa

memandang apakah sputum sudah negatif atau tidak.

KATEGORI 2

Pasien kasus kambuh atau gagal dengan sputum BTA positif. Pengobatan fase inisial

terdiri dari 2 HRZES / 1 HRZE, yaitu R dengan H,Z,E setiap hari selama 3 bulan, di tambah

dengan S selama 2 bulan pertama. Apabila sputum BTA menjadi negatif, fase lanjutan bisa

segera di mulai. Apabila sputum BTA masih positif setelah 3 bulan, fase inisial dengan 4 obat

dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke empat sputum BTA masih positif, semua obat di

hentikan 2-3 hari, dan di lanjutkan dengan kultur sputum untuk uji kepekaan antibiotika. Obat

di lanjutkan dengan resimen fase kanjutan, yaitu 5H3R3E3 / 5 HRE

KATEGORI 3

Pasien TBP dengan sputum BTA negatif tapi kelainan paru tidak luas dan kasus

ekstra-pulmonar (selain dari kategori 1). Pengobatan fase inisial terdiri dari 2HRZ atau 2

H3R3E3Z3 yang di teruskan dengan fase lanjutan 2 HR atau H3R3

KATEGORI 4

Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi ganda,

sputumnya harus di kultur dan uji kepekaan obat. Untuk seumur hidup diberikan H saja

24

Page 26: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

(WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB resistensi ganda (multidrugs

resistant tuberculosis)

Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya

Efek minor

Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Minor OAT diteruskan

Tidak nafsu makan, mual, sakit

perut

Rifampisin Obat diminum malam

sebelum tidur

Nyeri sendi Pyrazinamid Beri aspirin /allopurinol

Kesemutan s/d rasa terbakar di

kaki

INH Beri vitamin B6 (piridoksin) 1

x 100 mg

perhari

Warna kemerahan pada air seni Rifampisin Beri penjelasan, tidak perlu

diberi apaapa

Efek major

Efek samping Kemungkinan Penyebab Tatalaksana

Major Obat penyebab dihentikan

Gatal dan kemerahan

pada kulit

Semua jenis OAT Beri antihistamin &

dievaluasi ketat

Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan

ganti etambutol

Gangguan keseimbangan

(vertigo dan nistagmus)

Streptomisin Streptomisin dihentikan

ganti etambutol

Ikterik / Hepatitis Imbas

Obat (penyebab lain

disingkirkan)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT

sampai ikterik menghilang

dan boleh diberikan

hepatoprotektor

Muntah dan confusion

(suspected drug-induced

pre-icteric hepatitis)

Sebagian besar OAT Hentikan semua OAT &

lakukan uji fungsi hati

Gangguan penglihatan Ethambutol Hentikan ethambutol

Kelainan sistemik,

termasuk syok dan

Rifampisin Hentikan rifampisin

25

Page 27: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

purpura

Pembedahan pada TB Paru

Pembedahan ini dibedakan menjadi indikasi relatif dan indikasi absolut.

Indikasi relatif:

A. Pasien dengan sputum negatif dan batuk darah berulang

B. Kerusakan 1 paru atau lobus dengan keluhan

C. Sisa kavitas yang menetap

Sedangkan indikasi absolutnya adalah:

A. Semua pasien yang telah mendapatkan OAT adekuat tetapi sputum tetap positif

B. Pasien batuk darah masif tidak dapat di atasi dengan cara konservatif

C. Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara

konservatif.

Evaluasi Pengobatan

Evaluasi pasien meliputi evaluasi klinik, bakteriologik, radiologik, dan efek samping

obat, serta evaluasi keteraturan berobat.

1. Evaluasi klinik

Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1

bulan

Evaluasi: respons pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya

komplikasi penyakit

Evaluasi klinik meliputi keluhan , berat badan, pemeriksaan fisik.

2. Evaluasi bakteriologik (0 - 2 - 6 /9 bulan pengobatan)

o Tujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahak

o Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik

o Sebelum pengobatan dimulai

o Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)

o Pada akhir pengobatan

o Bila ada fasilitas biakan : dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi

3. Evaluasi radiologik (0 - 2 – 6/9 bulan pengobatan)

Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:

o Sebelum pengobatan

26

Page 28: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

o Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan

keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan)

o Pada akhir pengobatan

4. Evaluasi efek samping secara klinik

o Bila mungkin sebaiknya dari awal diperiksa fungsi hati, fungsi ginjal dan darah lengkap

o Fungsi hati; SGOT,SGPT, bilirubin, fungsi ginjal : ureum, kreatinin, dan gula darah ,

serta asam urat

Untuk data dasar penyakit penyerta atau efek samping pengobatan

o Asam urat diperiksa bila menggunakan pirazinamid

o Pemeriksaan visus dan uji buta warna bila menggunakan etambutol (bila ada keluhan)

o Pasien yang mendapat streptomisin harus diperiksa uji keseimbangan dan audiometri

(bila ada keluhan)

o Pada anak dan dewasa muda umumnya tidak diperlukan pemeriksaan awal tersebut.

Yang paling penting adalah evaluasi klinik kemungkinan terjadi efek samping obat. Bila

pada evaluasi klinik dicurigai terdapat efek samping, maka dilakukan pemeriksaan

laboratorium untuk memastikannya dan penanganan efek samping obat sesuai pedoman 2-5,11-12

1.6 Prognosis

o Ad vitam: ad bonam

Kelompok kami memilih prognosis ad bonam karena keadaan yang ditemukan pada

pasien ini bukan kondisi yang berat yang dapat menyebabkan kematian. Perlu

pemeriksaan lebih lanjut apakah pada pasien terdapat infeksi HIV atau tidak.

o Ad sanationam: dubia ad malam

Kemungkinan terjadinya infeksi TB berulang pada kasus ini cukup tinggi, disebabkan

oleh pertimbangan pasien pernah mengalami TB paru sebelumnya (gambaran fibrotic

pada foto Rontgen paru). Selain itu kemungkinan pengobatan TB paru pasien

seblumnya tidak tuntas. Pengobatan TB yang tidak tuntas dikhawatirkan akan

membuat kuman TB menjadi resisten.

o Ad fungsionam: dubia ad malam

27

Page 29: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Penyakit TB paru biasanya meninggalkan ‘tanda mata’ berupa kalsifikasi dan jaringan

fibrosis pada jaringan parenkim paru yang terinfeksin. Adanya jaringan fibrosis ini

terlihat pada foto Rontgen thorax pasien. Jaringan yang sudah terkalsifikasi dan

berubah menjadi jaringan fibrosis bersifat irreversible sehingga tidak akan sepenuhnya

kembali berfungsi normal.

1.7Komplikasi TB paru dan Penanganannya

o Batuk Darah (= Hemoptysis, Hemoptoe)

Karena pada dasarnya proses TB adalah proses nekrosis, kalau di antara jaringan yang

mengalami nekrosis terdapat pembuluh darah, besar kemungkinan penderita akan mengalami

batuk darah, yang bervariasi dari jarang sekali sampai sering atau hampir setiap hari. Variasi

lainnya adalah jumlah darah yang dibatukkan ke luar mulai dari sangat sedikit (garis darah

pada sputum) sampai banyak sekali (profus), tergantung pada pembuluh darah yang terkena.

Bila percabangan arteri yang terkena, batuk darah akan jauh lebih hebat dari vena. Cabang a.

pul-monalis, bila terkena, akan jauh lebih berbahaya dari cabang a. bronkealis, karena

langsung keluar dari jantung.

Batuk darah baru membahayakan jiwa penderita bila profus, karena dapat

menyebabkan kematian oleh syok dan anemia akut. Di samping itu, darah yang akan

dibatukkan keluar dapat menyangkut di trakea/larings dan akan menyebabkan asfiksia akur

yang dapat berakibat fatal.

Untuk batuk darah yang minimal sampai agak banyak, dapat diberikan koagulan

dan/atau obat-obat antitrombolitik (asam traneksamik) saja, bila perdarahan agak hebat, perlu

dipertimbangan pemberian transfusi darah segar. Kalau hal ini sering berulang, perlu juga

dipertimbangkan lobektomi ataupun embolisasi arteri, yang menjadi penyebab permasalahan

ini.

Dalam stadium akut sampai beberapa hari sesudahnya sebaiknya pula antitusif untuk

mencegah batuk, setidak-tidaknya mengurangi frekuensi batuk untuk memberi kesempatan

istirahat secukupnya bagi lesi, sampai thrombus yang terbentuk cukup kuat.

o Penyebaran per Kontinuitatum/Bronkogen/Hematogen

Proses nekrosis dapat meluas secara kontinuitatum ke sekitarnya secara langsung,

bahkan sampai dapat menembus pleura interlobaris dan menyerang lobus yang

berdampingan. Dapat pula proses ini menembus dinding bronkus, sehingga bahan nekrotis

yang penuh hasil TB akan tersebar melalui bronkus tersebut. Hal ini akan tampak jelas pada

28

Page 30: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

foto baru berupa infiltrat-infiltrat yang baru mengikuti jalannya bronkus (penyebaran

bronkogen).

Penyebaran hematogen terjadi bilamana proses nekrosis mengenai pembuluh darah.

Bahan-bahan nekrosis yang penuh basil-basil TB sekaligus akan ‘tertumpah’ ke dalam aliran

darah ke seluruh tubuh. Basil-basil ini kemudian akan bersarang ke seluruh tubuh. Basil-basil

TB ini terbawa aliran darah ke seluruh tubuh. Basil-basil ini kemudian akan bersarang di

organ-organ tubuh, termasuk paru sendiri (TB miliaris). Pada pemeriksaan fisik TB miliaris,

akan dapat didengar rongki basah yang sangat halus tersebar merata di kedua paru : dan pada

foto paru, akan tampak bercak-bercak infiltrate halus (sebesar kepala jarum bundel) yang

merata diseluruh paru kiri maupun kanan (sampai di ujung-ujung paru sekalipun). Dengan

demikian, begitu diagnosis TB miliaris ditegakkan, sekaligus perlu diingat bahwa setiap saat

dapat terjadi pula TB selaput otak yang dapat fatal, setidak-tidaknya akan meninggalkan

cacat neugrologis, bersamaan juga dapat timbul TB ginjal, TB hati, dll. Hanya ada dua organ

tubuh yang memang secara ilmiah tak dapat diserang TB, yaitu otot skelet dan otot jantung.

Untung sekali bahwa penyembuhan kompilasi ini tak berbeda dengan penyembuhan

komplikasi ini tak berbeda dengan penyembuhan TB paru biasa. Satu hal yang perlu

diperhatikan adalah bahwa kadang kala pada TB miliaris didapatkan panas badan yang tinggi,

yaitu pada bentuk tifoid, sehingga sepintas lalu dapat menyerupai demam tifoid. Pada

penderita lain, kemungkinan sama sekali tidak dijumpai panas badan, bahkan penderita masih

dapat bekerja, walaupun sebentar-sebentar batuk dan badannya terasa lemah sekali.

TB Larings

Karena tiap kali dahak yang mengandung basil TB dikeluarkan melalui larings,

tidaklah mengherankan bila ada basil yang tersangkut di larings dan menimbulkan proses TB

di tempat tersebut. Dengan perkataan lain, terjadilah sekarang TB larings. Penyembuhannya

tidak berbeda dengan TB paru.

o Pleuritis Eksudatif

Bila terdapat proses TB di bagian paru yang dekat sekali dengan pleura, pleura akan

ikut meradang dan menghasilkan cairan eksudat. Dengan lain perkataan, terjadilah pleuritis-

eksudatif. Tidak jarang proses TB-nya masih begitu kecil, sehingga pada foto paru belum

tampak ada kelainan. Bilamana cairan eksudat masih sedikit (tinggi cairan tidak melebihi

25% tinggi paru), cukup diberikan terapi spesifik saja, tetapi bila cairan makin banyak, perlu

dilakukan fungsi dan cairan eksudat dikeluarkan sebanyak mungkin, untuk menghindari

terjadinya Schwarte di kemudian hari.

29

Page 31: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

o Pnemotoraks

Bisa saja terjadi bahwa proses nekrotis itu dekat sekali dengan pleura, sehingga

terjadilah pnemotoraks. Sebab lain pnemotoraks ialah pecahnya dinding kavitas yang

kebetulan berdekatan dengan pleura, sehingga pleura pun ikut robek. Bila udara yang masuk

ke rongga pleura terbatas dan tak terus menerus bertambah (mediastinum tidak sampai

tersedak ke sisi sehat dan penderita tak menjadi sesak secara progresif), terapi hanyalah terapi

spesifik istirahat seperlunya. Tetapi bila udara yang masuk ke dalam rongga pleura makin

banyak (pnemotoraks tipe ventil), mau tak mau harus dipasang water-sealed-drainage (WSD)

pula. Perlu diingat bahwa seperti pada pleuritis eksudatif, sering kali kelainan TB-nya tidak

tampak pada foto paru, karena demikian kecilnya. Namun karena pengalaman-pengalaman di

masa lampau, setiap pnemotoraks yang bersifat spontan pada orang dewasa muda harus

dianggap disebabkan oleh TB dan harus diberikan terapi spesifik.

o Hidropnemotoraks, Empiema/Piotoraks, dan Piopnemotoraks

Kalau pleuritis eksudatif dan pnemotoraks terjadi bersama-sama, maka disebut

hidropnemotoraks ; dan bila cairannya mengalami infeksi sekunder, terjadilah

piopnemotoraks. Kalau infeksi sekunder mengenai cairan eksudat pada pleuritis eksudatif,

terjadilah empiema atau disebut pula piotoraks). Sesuai dengan prinsip umum, nanah yang

terbentuk ini harus dikeluarkan pula, dan di samping pemberian terapi seperti di atas

(spesifik) perlu juga antibiotika untuk menanggulangi infeksi sekundernya.

o Abses Paru

Infeksi sekunder dapat pula mengenai jaringan nekrotis itu langsung, sehingga akan

terjadi abses paru.

o Cor Pulmanale

Makin parah destruksi paru dan makin luas proses fibrotic di paru (termasuk proses

atelektasis), resistensi perifer dalam paru akan makin meningkat. Resistensi ini akan menjadi

beban bagi jantung kanan, sehingga akan terjadi hipertrofi, dan kalau hal ini berlanjut terus,

akan terjadi pula dilatasi ventrikel kanan dan berakhir dengan payah-jantung kanan.

Kelaninan jantung karena kelainan paru diberi nama umum penderita-penderita

dengan’destroyed lung’. 2

BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

30

Page 32: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

4.1. TB PARU

Definisi Tuberkulosis

Penyakit Tuberkulosis: adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh

kuman TB (Mycobacterium tuberculosis humanis), yang mana sebagian besar kuman TB

menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.

Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit tuberculosis adalah basil tuberculosis yang termasuk

dalam genus Mycobacterium, suatu anggota dari family Mycobacteriaceace dan termasuk

dalam ordo Actiomycetalis. Mycobacterium tubercola menyebabkan sejumlah penyakit berat

pada manusia dan penyebab terjadinya infeksi tersering pada paru. Masih terdapat

mycobacterium pathogen lainnya, misalnya Mycobacterium leprae, Mycobacterium

paratuberkulosis dan Mycobacterium yang dianggap sebagai Mycobacterium non

tuberculosis atau tidak dapat terklasifikasikan.

Karakteristik

Mycobacterium Tuberculosis adalah sejenis kuman berbentuk batang, berukuran

panjang 1-4 mm dengan tebal 0,3-0,6 mm. Sebagian besar komponen Mycobacterium

Tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga kuman mampu tahan terhadap asam serta

tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini adalah bersifat aerob yakni

menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu M. Tuberculosis senang tinggal di

daerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat

yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis Paru.

Cara Penularan

Cara penularan Penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang tercemar dengan

bakteri Mycobacterium tuberculosa yang dilepaskan pada saat penderita TBC batuk, dan pada

anak – anak sumber infeksi umumnya berasal dari penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila

sering masuk dan terkumpul didalam paru – paru akan berkembang biak menjadi banyak dan

dapat menyebar melalui pembuluh darah atau kelenjar getah bening, dan lain – lain.

Saat Mycobacterium tuberkulosa berhasil menginfeksi paru – paru, maka dengan

segera akan tumbuh koloni bakteri yang berbentuk globular ( bulat ). Biasanya melalui

serangkaian reaksi immunologis bakteri TBC ini akan berusaha dihambat melalui

pembentukan dinding disekeliling bakteri itu oleh sel – sel paru. Mekanis pembentukan

dinding itu membuat jaringan di sekitarnya menjadi jaringan parut dan bakteri TBC akan

menjadi dorman / istirahat dan menjadi tuberkel yang terlihat pada foto roentgen.

31

Page 33: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Pada sebagian orang yang memiliki system imun yang baik, bentuk ini akan tetap

dorman sepanjang hidupnya. Sedangkan pada orang yang memiliki system imun yang kurang

baik, akan mengalami perkembangbiakan sehingga tuberkel bertambah banyak. Tuberkel

yang banyak ini membentuk sebuah ruang di dalam paru dan menjadi sumber produksi

sputum. Seorang yang telah memproduksi sputum dapat diperkirakan sedang mengalami

pertumbuhan tuberkel yang belebihan dan positif terkena TBC.

Diagnosis

Diagnosis TB pada anak:

1. Gejala umum TBC :

- Berat badan turun selama 3 bulan berturut – turut tanpa diketahui penyebab yang jelas dan

tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapat penanganan gizi yang baik.

- Nafsu makan tidak ada dengan berat badan yang tidak naik

- Demam lama berulang tanpa sebab disertai keringat pada malam hari

- Pembesaran kelenjar limfe, superfisialis yang tidak sakit, biasanya multiple, paling sering

daerah leher, ketiak dan lipatan paha.

- Gejala dari saluran napas, misalnya batuk kronis lebih dari 30 hari.

2. Gejala Spesifik

Gejala ini biasanya tergantung dari bagian mana yang terserang, misalnya :

a. TBC Kulit / skrofuloderma

b. TBC Tulang dan Sendi

c. TBC Otak dan syaraf

Diagnosis TB pada orang dewasa:

Pasien mempunyai keluhan batuk terus menerus dan batuk kronis lebih dari 3 minggu

atau lebih, dahak bercampur darah, sesak napas, nyeri dada, badan lemas, nafsu makan

berkurang, berat badan menurun, kurang enak badan, berkeringat pada malam hari walaupun

tidak beraktivitas dan terjadi demam lebih dari sebulan, dianggap sebagai suspek TB.

Pemeriksaan Penunjang

Tes tuberkulin kulit (Mantoux)

Tes tuberkulin kulit akan menunjukkan hasil positif jika seorang anak terinfeksi

Mycobacterium tuberculosis. Namun hasil positif tidak mengindikasikan adanya penyakit.

Untuk mendiagnosis TB, tes ini digunakan bersama dengan pemeriksaan klinis dan roentgen

dada. Tes tuberkulin kulit yang negatif tidak dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis

TB.

Tes ini dikategorikan sebagai positif jika ditemukan:

32

Page 34: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

- Indurasi (tonjolan keras) ≥ 5 mm pada anak berisiko tinggi. Definisi risiko tinggi

beberapa di antaranya adalah infeksi HIV dan kurang gizi yang berat. Kadang pada anak

dengan HIV, kurang gizi yang berat, atau masalah lain yang menurunkan kekebalan

tubuh, tes ini akan menunjukkan hasil negatif palsu karena kekebalan tubuh yang cukup

dibutuhkan untuk memberikan reaksi terhadap tes

- Indurasi ≥ 10 mm pada anak lainnya, baik yang pernah menerima BCG atau tidak

- Roentgen dada yang mana akan menunjukkan perubahan yang tipikal untuk TB.

Gambaran roentgen paling umum adalah memutihnya ( hiperopaque ) suatu area di paru

paru dalam jangka waktu yang lama (persistent opacification) dengan pembesaran

kelenjar getah bening di pangkal paru-paru (hilar) atau di sekitar pangkal saluran udara

(subcarinal). Gambaran perubahan di bagian atas atau tengah paru-paru lebih umum

ditemukan dibanding di bagian bawah. Anak dengan gambaran seperti ini yang tidak

membaik setelah pemberian antibiotik harus menjalani pemeriksaan TB lebih lanjut.

Gambaran roentgen dengan titik-titik putih yang tersebar di seluruh paru-paru (miliary)

sangat sugestif untuk TB.

Pasien remaja umumnya memilikik gambaran roentgen dada serupa dengan pasien

dewasa dengan adanya cairan di rongga pleura (pleural effusion) dan memutihnya bagian

puncak paru-paru dengan pembentukan lubang (cavity). Pemeriksaan roentgen dada berguna

dalam diagnosis TB pada anak. Karena itu roentgen dada harus diinterpretasikan oleh

radiolog atau tenaga kesehatan yang terlatih dalam interpretasi roentgen.

Tes bakteriologis

Pada anak, bahan untuk tes bakteriologis dapat diperoleh dari dahak, pengambilan

cairan (aspirasi) dari lambung, atau cara lainnya seperti biopsi kelenjar getah bening.

Pemeriksaan bakteriologis berperan penting terutama pada anak dengan:

• Kecurigaan resistensi terhadap obat

• Infeksi HIV

• Kasus yang kompleks atau parah

• Diagnosis yang tidak pasti

Dahak untuk diperiksa dengan mikroskop umumnya dapat diperoleh pada anak ≥ 10

tahun. Pada anak di bawah 5 tahun, dahak sangat sulit diperoleh dan sebagian besar akan

menunjukkan hasil negatif. Seperti pada pasien dewasa, pemeriksaan dahak membutuhkan 3

sediaan: yang diperoleh pada awal evaluasi, pada pagi berikutnya, dan pada kunjungan

berikutnya.Aspirasi cairan lambung dengan selang khusus lambung yang dimasukkan dari

33

Page 35: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

hidung (nasogastric tube) dapat dilakukan pada anak yang tidak dapat atau tidak mau

mengeluarkan dahak. Cara lain yang dapat dilakukan adalah induksi dahak.

Tes lain

Pengambilan contoh jaringan (aspirasi) dengan jarum halus atau fine needle aspiration

dapat digunakan untuk membantu diagnosis TB luar paru-paru, terutama TB kelenjar getah

bening.

Tes lainnya adalah PCR, suatu teknik untuk mendeteksi adanya materi genetik M.

tuberculosis. Tes ini tidak direkomendasikan untuk anak karena belum cukupnya penelitian

yang dilakukan terhadap tes ini. Selain itu dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan,

metode ini menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.Pemeriksaan rumit lain seperti CT scan

dan evaluasi saluran udara dengan selang khusus yang dilengkapi kamera (bronchoscopy)

juga tidak direkomendasikan untuk mendiagnosis TB anak.

Mencoba pemberian obat TB sebagai metode untuk mendiagnosis TB pada anak juga

tidak direkomendasikan. Keputusan untuk memulai pengobatan TB pada anak harus

dipertimbangkan dengan sangat hati-hati, dan jika diputuskan untuk dilakukan, maka anak

harus menjalani pengobatan dengan jangka waktu penuh.

Riwayat Terjadinya Tuberkulosis

1. Infeksi Primer

Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TBC. Droplet

yang terhirup sangat kecil ukurannya,sehingga dapat melewati sistem pertahanan mukosilier

bronkus, dan terus berjalan sehingga sampai di alveolus dan menetap disana. Infeksi dimulai

saat kuman TBC berhasil berkembang biak dengan cara pembelahan diri di paru, yang

mengakibatkan peradangan didalam paru. Saluran limfe akan membawa kuman TBC di

sekitar hilus paru, dan ini disebut sebagai kompleks primer. Waktu antaraterjadinya infeksi

sampai pembentukan kompleks primer adalah 4-6minggu. Infeksi dapat dibuktikan dengan

terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Kelanjutan setelah infeksi

primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respon daya tahan tubuh

(imunitas seluler). Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan

perkembangan kuman TBC. Meskipun demikian, ada beberapa kuman akan menetap sebagai

kuman persisten atau dormant (tidur). Terkadang daya tahan tubuh tidak mampu

menghentikan perkembangan kuman, akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan

akan menjadi penderita TBC.

2. Tuberkulosis Pasca Primer (Post Primary TBC)

34

Page 36: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Tuberkulosis pasca primer biasanya terjadi setelah beberap abulan atau tahun sesudah

infeksi primer, misalnya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status

gizi buruk. Ciri khas dari tuberkulosis pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan

terjadinya kavitas atau efusi pleura. 

Klasifikasi Penyakit

Tujuan melakukan klasifikasi penyakit dan penderita adalah penting untuk menetapkan

panduan OAT yang sesuai, klasifikasi penyakit dna tipe penderita dilakukan sebelum

pengobatan dimulai.

1. Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis paru adalah tuberculosis yang menyerang jaringan parenkim paru, sebab itu

TB pada pleura atau selaput paru atau TB pada kelenjar hilus dianggap sebagai TB ekstra

paru. Bila penderita TB paru juga bias mengalami TB ekstra paru, maka untuk kepentingan

pencatatan maka penderita tersebut hanya dicatat sebagai penderita TB paru. Berdasarkan

hasil pemeriksaan sediaan dahak, TB paru dapat dibagi menjadi :

- TB paru BTA positif, yaitu bila sekurang – kurangnya 2 dari 3 pemeriksaan sediaan

dahak SPS hasil positif atau sediaan dahak hasilnya BTA positif dan pemeriksaan foto

rontgen dada menunjukkan gambaran tuberculosis aktif

- TB paru BTA negative rontgen positif, yaitu bila semua sediaan dahak SPS hasilnya

negative tapi foto rontgen ada menunjukkan gambaran TB aktif. TB paru BTA negative

rontgen positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan

ringan. Bentuk berat bilamana gambaran foto rontgen dada memperlihatkan gambaran

kerusakan paru yang luas dengan proses milier dan atau keadaan umum penderita buruk.

2. TB ekstra Paru

TB ekstra paru adalah tuberculosis yang menyerang organ lain selain paru, misalnya

pleura, selaput jantung, selaput otak, persendian, limfa, kulit, tulang, ginjal, usus, alat

kelamin, saluran kemih, dan lain – lain. TB Ekstra paru dibagi menurut tingkat keparahannya:

1. TB Ekstra paru ringan, misalnya TB kelenjar limfa, tulang ( kecuali tulang belakang ),

sendi dan kelenjar adrenal

2. TB ekstra paru berat, misalnya TB meningitis, milier, perikarditis, perioritis, tulang

belakang, usus, saluran kencing, dan alat kelamin.

Tipe Pasien

Tipe pasien TB ditentukan berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya. Terdapat

beberapa tipe pasien, yaitu:

35

Page 37: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

1. Kasus Baru

Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah

mengkonsumsi OAT kurang dari satu bulan.

2. Kasus Kambuh

Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan OAT dan

dinyatakan sembuh, lalu didiagnosis kembali dengan hasil pemeriksaan dahak

BTA positif.

3. Kasus setelah putus berobat

Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan

hasil pemeriksaan dahak BTA positif.

4. Kasus gagal

Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali

menjadi positif pada bulan kelima atau selama pengobatan.

5. Kasus lain

Adalah kasus pasien dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setellah

selesai pengobatan ulang.

Pengobatan penderita

Prinsip dasar pengobatan TBC pada anak tidak berbeda dengan orang dewasa, tetapi

ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1. Pemberian obat baik pada tahap insentif maupun tahap lanjutan diberikan tiap hari

2. Dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan,

Susunan obat TB anak adalah 2HRZ / 4HR

Tahap insentif terdiri dari Isoniasid ( H ), Rifampisin ( R ), dan Pirazinamid ( Z )

selama 2 bulan diberikan setiap hari ( 2 HRZ ) , tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid,

Rifampisin selama 4 bulan diberikan tiap hari.

Program Nasional Penanggulangan TB di Indonesia menggunakan panduan OAT

yang direkomendasikan oleh WHO sebagai berikut :

1. Kategori – 1 (2HRZE/ 4H3R3)

Obat ini diberikan untuk pasien baru :

- Pasien baru TB paru BTA positif,

- Pasien TB paru BTA negative rontgen positif

- Pasien TB ekstra paru

Tahap intensif terdiri dari isoniazid ( H ), Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ) dan

36

Page 38: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

Etambutol ( E ). Obat – obat tersebut diberikan selama 2 bulan ( 2 HRZE ) kemudian

diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari Isoniazid ( H ), Rifampisin ( R ),

diberikan 3 kali seminggu selama 4 bulan ( 4 H3R3 ).

2. Kategori – 2 ( 2 HRZES / HRZE / 5 H3R3E3 )

OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya :

- Pasien Kambuh

- Pasien Gagal

- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat

- Tahap intensif diberikan selama 3 bulan, terdiri dari 2 bulan dengan Isoniazid ( H ),

Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ), dan Etambutol ( E ) dan suntikan Streptomisin setiap

hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan isoniasid ( H ), Rifampisin ( R ), Pirazinamid ( Z ), dan

Etambutol ( E ) setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan tahap lanjutan selama 5 bulan

dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu. Suntikan streptomisin harus

diberikan setelah penderita selesai menelan obat.

3. Kategori – 3 ( 2 HRZ / 4 H3R3 )

Obat ini diberikan untuk pasien baru :

- Pasien baru Bta negative rontgen positif sakit ringan

- Pasien ekstra paru ringan

Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan ( 2 HRZ ), diterukan

dengan tahap lanjutan terdiri dari Isoniazid ( H ) dan Rifampisin ( R ) selama 4 bulan

diberikan 3 kali seminggu ( 4H3R3 ).

4. Obat Sisipan ( HRZE )

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori 1 dan

penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori 2, hasil pemeriksaan dahak masih

BTa positif, diberikan obat sisipan HRZE setiap hari selama 1 bulan, satu paket obat sisipan

berisi 30 blister HRZE yang dikemas dalam 1 dosis kecil.

Efek Samping Pengobatan

Efek samping pengobatan TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan pada

pasien dewasa. Efek samping yang paling penting adalah keracunan pada hati

(hepatotoksisitas) yang dapat disebabkan oleh Isoniazid, Rifampicin, dan Pirazinamide. Tidak

ada anjuran untuk memeriksa kadar enzim hati secara rutin karena peningkatan enzim yang

ringan. Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi vitamin B6 (pyridoxine) pada kondisi

37

Page 39: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

tertentu sehingga suplemen vitamin B6 direkomendasikan pada anak yang kurang gizi, anak

yang terinfeksi HIV, bayi yang masih menyusui ASI, dan remaja yang hamil.

Pencegahan penyakit TBC

World Health Organization (WHO) merekomendasikan vaksinasi bacille Calmette-

Guérin (BCG) segera setelah bayi lahir di negara-negara dengan prevalensi TB yang tinggi.

Negara dengan prevalensi TB tinggi adalah semua negara yang tidak termasuk dalam

prevalensi TB rendah.

Sedangkan kriteria negara dengan prevalensi TB rendah adalah sebagai berikut:

• Rata-rata tahunan pelaporan TB paru-paru dengan pemeriksaan dahak mikroskopik positif ≤

5/100.000 selama 3 tahun terakhir

• Rata-rata tahunan pelaporan meningitis TB pada anak di bawah 5 tahun

• Rata-rata tahunan risiko infeksi TB ≤ 0,1%

Walaupun BCG telah diberikan pada anak sejak tahun 1920-an, efektivitasnya dalam

pencegahan TB masih merupakan kontroversi karena kisaran keberhasilan yang diperoleh

begitu lebar (antara 0-80%). Namun ada satu hal yang diterima secara umum, yaitu BCG

memberi perlindungan lebih terhadap penyakit TB yang parah seperti TB milier atau

meningitis TB.

Karena itu kebijakan pemberian BCG disesuaikan dengan prevalensi TB di suatu

negara. Di negara dengan prevalensi TB yang tinggi, BCG harus diberikan pada semua anak

kecuali anak dengan gejala HIV/AIDS, demikian juga anak dengan kondisi lain yang

menurunkan kekebalan tubuh.

Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa vaksinasi BCG ulangan memberikan

tambahan perlindungan, dan karena itu hal tersebut tidak dianjurkan. Sebagian kecil anak (1-

2%) dapat mengalami efek samping vaksinasi BCG seperti pembentukan kumpulan nanah

(abses) lokal, infeksi bakteri, atau pembentukan keloid. Sebagian besar reaksi tersebut akan

menghilang dalam beberapa bulan. 2-5,11

4.2. DIRECTLY OBSERVED TREATMENT SHORT COURSE (DOTS)

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kunci keberhasilan program

penanggulangan tuberculosis adalah dengan menerapkan strategi DOTS, yang juga telah

dianut oleh negara kita. Oleh karena itu pemahaman tentang DOTS merupakan hal yang

sangat penting agar TB dapat ditanggulangi dengan baik.

DOTS mengandung lima komponen, yaitu:

1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional

38

Page 40: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopik

3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung, dikenal dengan istilah

DOT (Directly Observed Therapy)

4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan

5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang (baku/standar) baik Istilah DOT

diartikan sebagai pengawasan langsung menelan obat jangka pendek setiap hari oleh

Pengawas Menelan Obat (PMO)

A. Tujuan :

Mencapai angka kesembuhan yang tinggi

Mencegah putus berobat

Mengatasi efek samping obat jika timbul

Mencegah resistensi

B. Pengawasan

Pengawasan terhadap pasien TB dapat dilakukan oleh Pasien berobat jalan. Bila pasien

mampu datang teratur, misal tiap minggu maka paramedis atau petugas sosial dapat

berfungsi sebagai PMO. Bila pasien diperkirakan tidak mampu datang secara teratur,

sebaiknya dilakukan koordinasi dengan puskesmas setempat. Rumah PMO harus dekat

dengan rumah pasien TB untuk pelaksanaan DOT ini. Beberapa kemungkinan yang

dapat menjadi PMO:

1. Petugas kesehatan

2. Orang lain (kader, tokoh masyarakat dll)

3. Suami/Istri/Keluarga/Orang serumah

Pasien dirawat

Selama perawatan di rumah sakit yang bertindak sebagai PMO adalah petugas RS,

selesai perawatan untuk pengobatan selanjutnya sesuai dengan berobat jalan.

C. Langkah Pelaksanaan DOT

Dalam melaksanakan DOT, sebelum pengobatan pertama kali dimulai, pasien diberikan

penjelasan bahwa harus ada seorang PMO dan PMO tersebut harus ikut hadir di

poliklinik untuk mendapat penjelasan tentang DOT

D. Persyaratan PMO

PMO bersedia dengan sukarela membantu pasien TB sampai sembuh selama

pengobatan dengan OAT dan menjaga kerahasiaan penderita HIV/AIDS.

PMO diutamakan petugas kesehatan, tetapi dapat juga kader kesehatan, kader

dasawisma, kader PPTI, PKK, atau anggota keluarga yang disegani pasien.

39

Page 41: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

E. Tugas PMO

Bersedia mendapat penjelasan di poliklinik.

Melakukan pengawasan terhadap pasien dalam hal minum obat.

Mengingatkan pasien untuk pemeriksaan ulang dahak sesuai jadwal yang telah

ditentukan.

Memberikan dorongan terhadap pasien untuk berobat secara teratur hingga selesai.

Mengenali efek samping ringan obat, dan menasehati pasien agar tetap mau menelan

obat.

Merujuk pasien bila efek samping semakin berat.

Melakukan kunjungan rumah.

Menganjurkan anggota keluarga untuk memeriksa dahak bila ditemui gejala TB.

F. Penyuluhan

Penyuluhan tentang TB merupakan hal yang sangat penting, penyuluhan dapat dilakukan

secara:

Perorangan/Individu

Penyuluhan terhadap perorangan (pasien maupun keluarga) dapat dilakukan di unit

rawat jalan, di apotik saat mengambil obat dll

Kelompok

Penyuluhan kelompok dapat dilakukan terhadap kelompok pasien, kelompok

keluarga pasien, masyarakat pengunjung RS dll

Cara memberikan penyuluhan

Sesuaikan dengan program kesehatan yang sudah ada

Materi yang disampaikan perlu diuji ulang untuk diketahui tingkat penerimaannya

sebagai bahan untuk penatalaksanaan selanjutnya

Beri kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, terutama hal yang belum jelas

Gunakan bahasa yang sederhana dan kalimat yang mudah dimengerti, kalau perlu

dengan alat peraga (brosur, leaflet dll)

DOTS PLUS

o Merupakan strategi pengobatan dengan menggunakan 5 komponen DOTS

o Plus adalah menggunakan obat antituberkulosis lini 2

o DOTS Plus tidak mungkin dilakukan pada daerah yang tidak menggunakan strategi

DOTS

o Strategi DOTS Plus merupakan inovasi pada pengobatan MDR-TB

40

Page 42: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

BAB V

KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB

(Mycobacterium tuberculosis humanis), yang mana sebagian besar kuman TB menyerang

paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Gejala TB paru adalah batuk berdahak,

nyeri dada, sesak napas, mengi, demam, menggigil, keringat malam, dan anoreksia. Gejala

batuk berdahak yang diderita Tn. B selama sebulan ini disebabkan karena TB paru yang

dideritanya. Dari hasil pemeriksaan radiologi ditemukan adanya fibroinfiltrat dan kavitas

yang menunjukkan Tn. B pernah menderita TB paru sebelumnya dan TB paru sekarang

masih dalam proses aktif.

Pada kasus ini diperlukan pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan

mikroskopis BTA, laboratorium darah, serta test Tuberkulin. TB paru dapat di tatalaksana

dengan obat anti TB (OAT), dengan penilaian keberhasilan pengobatan didasarkan pada hasil

pemeriksaan bakteriologi, radiologi dan klinis. Kesembuhan TB paru yang baik akan

memperlihatkan sputum BTA (-), adanya perbaikan radiologi, dan menghilang gejalanya.

Prognosis pasien TB paru adalah baik dengan pengobatan OAT dan directly observed

treatment shortcourse (DOTS).

41

Page 43: Makalah Tb Paru Tmk Fk Trisakti 2009

BAB VI

Daftar Pustaka

1. Lechtzin, Noah. Cough in Adults. In: Porter RS (editors). The Mercks Manual of Patient

Symptoms. Philadelphia: Mercks Reaserch Laboratory; 2008.p.343-52

2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Dalam: Sudoyo et.al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid

1. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing; 2009. p. 2230-9.

3. Hasan, Helmia. Tuberkulosis Paru. In: Wibisono MJ, Winarni, Hariadi S (editors). Buku Ajar Ilmu

Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press; 2010.p.9-24

4. Alsagaff H, Mukty HA. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press;

2010.p.73-109

5. Manaf A, Pranoto A, Sutiyoso AP, Hudoyo A, Sjarurrahman A, Yuwono A, et al. Pedoman

Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. 2nd ed. Dalam: Aditama TY, Kamso S, Basri C, Surya A,

editors. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2006. Available at:

http://www.tbindonesia.or.id/pdf/BUKU_PEDOMAN_NASIONAL.pdf. Accessed 18 November,

2011.

6. Rasad, Sjahriar. Tuberkulosis Paru. Dalam: Ekayuda, Iwan (editors). Radiologi Diagnostik.

Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2009.p.131-7.

7. Smeltzer SC. Brunner and Suddarth’s Handbook of Laboratory and Diagnostic Test.

Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2010

8. Kee, Joycee LeFever. Laboratory and Diagnostic Test. 6th ed. New York: Pearson; 2008

9. Kumala, Widyasari. Diagnostik Laboratorium Mikrobiologi Klinik. Jakarta: Penerbit Universitas

Trisakti; 2009.p.15-7.

10. Price SA, Standridge MP. Tuberkulosis Paru. Dalam: Hartanto H, Wulansari P, Susi N, Mahanani

DA (editor). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC;

2006 .p.853-4.

11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di

Indonesia. Available at:

http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf. Accessed 18 November 2011.

12. Mansjoer A, Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran. 3th ed. Jakarta;

Media Aesculapius; 2000

13. Snell RS. Thorax: Bagiaan II Cavitas Thoracis. Dalam: Hartanto H, Listiawati E, Suyono YJ,

Susilawati, Nisa TM, Prawira J, et all (editor). Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi

6. Jakarta: EGC; 2006.p. 82-96.

14. Sherwood L. Sistem Pernapasan. Dalam: Pendit BU, Santoso BI (editor). Fisiologi Manusia dari

Sel ke Sistem. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2002. p. 410-422.

42