Makalah Pers (PPKN Bab 3)
-
Upload
nur-laila-ii -
Category
Documents
-
view
330 -
download
4
description
Transcript of Makalah Pers (PPKN Bab 3)
A. Pemahaman Konseptual Mengenai Pers
1. Pengertian Pers
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pers” memiliki beberapa arti,
yaitu : usaha percetakan dan penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita,
penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio, medium penyiaran berita,
dan orang yang bekerja dalam penyiaran berita.
Sebenarnya kata “pers” berasal dari bahasa Belanda, yakni “persen” atau
“press” dari bahasa Inggris yang keduanya mengandung arti “menekan”. Makna
tersebut merujuk pada wahana komunikasi massa yakni media cetak, seperti surat
kabar dan majalah.
Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 1 butir 1
menyebutkan : “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang
melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki,
menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,
gambar, suara, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan
menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang
tersedia.
2. Macam-macam Media Massa
Media komunikasi massa atau wahana komunikasi massa dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu :
a. Media massa cetak, yaitu segala bentuk media massa yang menyajikan
informasi atau berita dengan cara mencetak informasi tersebut di atas kertas.
Misalnya, koran, majalah, tabloid, buletin, dan lain sebagainya.
b. Media massa elektronik, yaitu media massa yang menyajikan informasi atau
berita melalui peralatan elektronik. Contoh media massa elektonik adalah radio,
televisi, dan internet.
Berikut adalah gambaran sekilas mengenai gambaran media cetak (Koran,
majalah, tabloid), dan elektronik (radio, televise, dan internet).
Surat kabar/Koran
Surat kabar atau Koran berasal dari bahasa Belanda, yakni dari kata “krant”,
sedangkan dari bahasa Prancis disebut dengan “courant”. Koran atau surat kabar
adalah suatu penerbitan ringan dan mudah dibuang, biasanya mudah dibuang
karena didalamnya berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.
Majalah
Majalah merupakan media komunikasi dalam bentuk cetak dan biasanya
diterbitkan secara berkala.
Tabloid
Tabloid adalah istilah untuk sebuah format surat kabar yang ukurannya lebih
kecil dari koran standar harian, yakni 597 mm x 375 mm.
Radio
Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara
modulasi dan radiasi elektromagnetik.
Televisi
Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televise berasal
dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti masing-masing tele artinya jauh dan
vision artinya tampak. Jadi, televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak
jauh.
Internet
Di Indonesia, internet dikenal pada tahun 1990-an. Penyebarannya mulai efektif
pada tahun 1994, yakni dengan dibukanya Internet Service Provider (ISP) pertama
yaitu oleh PT Indo Internet (IndoNet) di Jakarta.
B. Perkembangan Pers di Indonesia
1. Pers pada Masa Kolonial (1744-1900)
Pada tanggal 7 Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) terbitlah sebuah surat kabar
pertama, yaitu Bataviasche Neuvelles en Politique Raisonnementen. Saat itu masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff.
Dalam perjalanan pers Indonesia, menurut Effendy (2003) Bataviasche
Neuvelles en Politique Raisonnementen merupakan surat kabar yang pertama kali
terbit sekaligus pertama kali dihentikan penerbitan dan peredarannya secara paksa.
Pada tahun 1842 terbitlah surat kabar pertama sebagai bacaan kaum pribumi,
yaitu majalah Bianglala, disusul kemudian Bromartani pada tahun 1855 yang
keduanya Weltevrede, dan pada tahun 1856 terbitlah surat kabar berbahasa Melayu,
Slompret Melajoe di Semarang.
2. Pers pada Masa Perjuangan Kaum Nasionalis (1900-1942)
Sejarah pers pada abad ke-20, ditandai dengan munculnya surat kabar pertama
milik bangsa Indonesia untuk bangsa Indonesia sendiri, yaitu Medan Prijaji. Surat
kabar ini dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias Raden Mas Djokomono yang
pada awal mulanya berbentuk mingguan menjadi harian. Tirto Hadisurjo inilah yang
dianggap sebagai pelopor yang meletakkan dasar-dasar jurnalistik modern di
Indonesia.
Pada tahun 1911, Medan Prijaji dijadikan surat kabar harian. Para pemuda dan
pelajar yang ada di tanah air juga tidak
ketinggalan untuk menerbitkan surat kabar. Pada
tahun 1914, mereka membuat penerbitan surat
kabar Jong Java. Dengan berhasil
diselenggarakannya Kongres Pemuda II, maka
berdirilah organisasi Indonesia Moeda yang
menerbitkan surat kabar Soeara Indonesia Moeda
yang membawa pengaruh terhadap organisasi-
organisasi lain.
Sikap pemerintah penjajah waktu itu sangat waspada dan cenderung curiga
terhadap pemberitaan di media massa, oleh karenanya pertumbuhan pers diawasi
dengan ketat. Akhirnya, diterbitkanlah aturan Persbreidel Ordonantie, yaitu aturan
atau undang-undang tentang penghentian penerbitan pers.
3. Pers pada Masa Transisi Pertama (1942-1945)
Pada masa penjajahan Jepang, kehidupan pers diatur pemerintah penjajah
dengan Undang-Undang No. 16 yang memberlakukan sistem lisensi dan sensor
preventif. Pasal 1 dalam UU tersebut menyatakan bahwa semua jenis barang
cetakan harus memiliki izin publikasi atau izin terbit. Pasal 2 melarang semua
penerbitan yang sebelumnya memusuhi Jepang untuk meneruskan penerbitannya.
Dapat disimpulkan pada masa penjajahan Jepang, pers sepenuhnya diarahkan
untuk melayani kepentingan pemerintah penjajah Jepang.
4. Pers pada Masa Revolusi
Insan pers pada masa itu merasa mempunyai tanggung jawab berjuang
bersama-sama rakyat melalui pers demi mewujudkan negara Indonesia yang
merdeka, tegak, dan berdaulat. Pers terutama berfungsi menyebarluaskan berita
tentang proklamasi kemerdekaan dan mengobarkan semangat perjuangan.
Akan tetapi pada akhirnya terjadilah konflik, dan pers selanjutnya dipaksa tunduk
di bawah kekuasaan pemerintah. Untuk menangani masalah-masalah pers,
pemerintah membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1950. Adapun usaha-
usaha yang dilakukan pemerintah adalah :
a. Penggantian undang-undang pers kolonial.
b. Pemberian dasar sosial ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia.
c. Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia.
d. Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hokum bagi wartawan
Indonesia.
5. Pers pada Masa Demokrasi Liberal
Pers Indonesia kembali mengalami pertumbuhan/perkembangan dan mereka
mencari coraknya masing-masing. Bahkan pada masa pergolakan di daerah-daerah
ada surat kabar yang dinilai pemberitaannya berpihak atau simpati kepada
pemberontak, misalnya koran Indonesia Raya.
Landasan kemerdekaan pers di era Demokrasi Liberal adalah konstitusi
Republik Indonesia Serikat 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950).
Kebebasan pers pada zaman Liberal (1950-1959) sesuai dengan struktur politik
yang berlaku pada saat itu, lebih banyak menimbulkan akibat negatif daripada
positif.
6. Pers pada Masa Orde Lama atau Pers Terpimpin
Pada zaman Orde Lama atau zaman
Demokrasi Terpimpin, pers merupakan alat
penguasa dari pada alat penyambung lidah
rakyat. Pers ditekan dengan adanya peraturan-
peraturan dan sanksi-sanksi terhadap pers.
Penekanan pers oleh penguasa Orde Lama
bertambah bersamaan dengan meningkatnya
ketegangan dalam pemerintahan. Tindakan-tindakan penekanan terhadap pers
merosot, ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun.
7. Pers di Era Demokrasi Pancasila dan Orde Baru
Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, seolah dunia pers Indonesia
menghirup alam kebebasan, setelah sebelumnya mengalami bentuk-bentuk
penekanan yang hebat pada pemerintahan Orde Lama. Dengan kebebasan
semacam itu kemudian banyak bermunculan penerbitan-penerbitan baru. Keadaan
ini hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.
Pers Indonesia adalah pers Pancasila dalam arti yang orientasi, sikap, dan
tingkah lakunya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakikat pers
Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas bertanggung jawab dalam
menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi.
8. Pers di Era Reformasi (1999-sekarang)
Pers di era Reformasi benar-benar merasakan kebebasannya. Pada masa
Reformasi pers tidak perlu takut lagi dengan tindakan pembredelan. Kebijakan pers
itu tidak disia-siakan oleh para pekerja jurnalistik. Presiden Abdurrahman Wahid
atau Gus Dur adalah sosok fenomenal bagi perkembangan dan kebebasan dunia
pers di Indonesia. Kebebasan pers di Indonesia tersebut sangat diapresiasi oleh
masyarakat dunia internasional.
Satu hal yang menjadi sisi negatifnya adalah akibat kebebasan tersebut banyak
para pekerja pers yang ternyata tidak dibarengi dengan tanggung jawab besar
terhadap pekerjaannya itu. Untuk menghindari adanya penyalahgunaan kebebasan
pers tersebut, Dewan Pers bersama sejumlah organisasi wartawan berupaya
merumuskan kode etik bersama.
C. Fungsi dan Peranan Pers
1. Fungsi dan Peranan Pers dalam Masyarakat Otoriter dan Demokrasi
Pers merupakan pilar keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif bagi
sebuah negara demokrasi. Pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di
bidang pengumpulan dan penyebaran informasi, mempunyai misi sebagai berikut.
a. Ikut mencerdaskan masyarakat.
b. Menegakkan keadilan.
c. Sebagai kontrol sosial.
d. Sebagai agen perubah masyarakat.
Menurut Mochtar Lubis (1993), sedikitnya ada lima fungsi pers bagi negara-
negara dalam kategori berkembang, yaitu :
a. Fungsi pemersatu
Fungsi pemersatu, artinya memperlemah tendensi perpecahan, baik perpecahan
sosial maupun kultural.
b. Fungsi pendidik
Fungsi pendidik, artinya pers memberikan informasi perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi (IPTEK), disamping menunjukkan betapa kemajuan
ilmu pengetahuan dan teknologi itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai
kesejahteraan material dan spiritual.
c. Fungsi penjaga kepentingan umum
Fungsi penjaga kepentingan umum, dalam hal ini pers harus melawan setiap
penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, menentang setiap kebijakan yang
bertentangan dengan kepentingan rakyat, serta menyuarakan kepentingan
kelompok kecil atau rakyat yang tidak dapat menyuarakan kehendaknya.
d. Pers mempunyai fungsi menghapuskan mitos dan mistik dari kehidupan politik
negara-negara berkembang.
e. Pers mempunyai fungsi sebagai forum untuk membicarakan masalah-masalah
politik yang dihadapi oleh negara-negara Asia dan menumbuhkan dialog agar
timbul pemecahan masalah yang dihadapi bersama.
Menurut Kusman Hidayat dalam buku berjudul “Dasar-dasar Jurnalistik/Pers”
bahwa pers mempunyai empat fungsi sebagai berikut.
a. Fungsi pendidik
Melalui karya-karya tercetaknya dengan segala isi, baik langsung ataupun tidak
langsung dengan sifat keterbukaannya, pers membantu masyarakat
meningkatkan budayanya. Melalui rubrik khusus, seperti ruang kebudayaan atau
ruang ilmu pengetahuan, pers dapat menambah pengetahuan masyarakat.
b. Fungsi penghubung
Melalui pers akan tumbuh saling pengertian, atau dapat digunakan oleh
lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk menumbuhkan kontak antarmanusia
agar tercipta saling pengertian dan saling tukar pandangan bagi perkembangan
dan kemajuan hidup manusia.
c. Fungsi pembentuk pendapat umum
Rubrik-rubrik dan kolom-kolom tertentu seperti tajuk rencana, pikiran pembaca,
pojok, dan lain-lain merupakan suatu ruang untuk memberikan pandangan atau
pikiran kepada khalayak pembaca.
d. Fungsi kontrol
Pers berusaha melakukan bimbingan dan pengawasan kepada masyarakat
tentang tingkah laku yang benar atau tingkah laku yang tidak dikehendaki oleh
masyarakat.
Pers sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena pers merupakan lembaga
sekaligus media penting sumber informasi. Dalam masyarakat otoriter, pers
sepenuhnya dikuasai dan tunduk kepada pemerintah. Pers diarahkan oleh
pemerintah untuk mendukung dan menyukseskan berbagai kebijakan pemerintah.
Dalam masyarakat demokrasi, pers tidak
dikendalikan oleh pemerintah. Insan pers
memiliki kebebasan dan keleluasan dalam
melaksanakan pekerjaan jurnalistiknya. Jadi,
pers memiliki jaminan hukum yang kuat
dalam bersikap kritis terhadap pemerintah.
Pers bertindak sebagai pemberi atau
sumber informasi alternatif bagi masyarakat. Pers merupakan kekuatan keempat
yang menyangga pemerintahan demokrasi, bersama dengan kekuasaan legislative,
eksekutif, dan yudikatif.
Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebar gagasan, cita-cita, serta
pikiran manusia. Dalam bukunya Democracy and the Mass Media, M. Gurevitch dan
JG. Blumler (1990) mengungkapkan fungsi dan peran pers dalam masyarakat
demokrasi adalah :
a. Memberikan informasi mengenai perkembangan kehidupan sosio-politik.
b. Memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi
perhatian masyarakat.
c. Menyediakan wahana untuk melakukan debat publik antara berbagai sudut
pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat.
d. Membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai dalam
menggunakan kekuasaan.
e. Memberikan sumbangan kepada masyarakat untuk belajar, memilih, dan terlibat
dalam kehidupan bersama, termasuk proses politik.
2. Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia
Fungsi pers selain melakukan pemberitahuan yang objektif kepada masyarakat
juga berperan sebagai alat pendidik, alat kontrol sosial, dan alat penyalur serta
pembentuk pendapat umum, bahkan dapat berperan aktif dalam peningkatan
kesadaran politik rakyat dan dalam menegakkan disiplin nasional.
Fungsi tersebut selanjutnya sebagaimana termuat dalam Undang-Undang (UU)
Pers No. 40 Tahun 1999, Pasal 3 ayat 1 dan 2 yaitu :
a. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,
dan kontrol sosial.
b. Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi
sebagai lembaga ekonomi.
Sementara itu, peranan pers menurut Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang
Pers adalah :
a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui
b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi
hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan
c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat,
dan benar
d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang
berkaitan dengan kepentingan umum
e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.
Sedangkan fungsi pers di Indonesia berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 adalah
sebagai berikut.
a. Pers sebagai media informasi
Fungsi pers juga sebagai media atau sarana informasi, pendidikan, dan kontrol
sosial yang sangat relevan dengan kehidupan masyarakat demokratis. Informasi
pers diperoleh dari dua sumber, yaitu peristiwa dan manusia. Bahan-bahan ini dicari
oleh para wartawan dengan cara observasi, wawancara, dan konferensi pers.
Berdasarkan fakta, berita dapat kelompokkan menjadi beberapa kategori
sebagai berikut.
1. Berita fakta peristiwa, yang berisi fakta yang benar-benar berasal dari suatu
peristiwa yang dapat disaksikan.
2. Berita fakta pendapat, yaitu berita yang diperoleh dari komunikator atau
responden yang menyampaikan pendapat kepada wartawan yang biasanya
bertindak sebagai medium.
3. Berita fakta peristiwa ditambah pendapat. Berita ini mengandung unsur peristiwa
sebagaimana fakta yang disaksikan di lapangan ditambah dengan pendapat
atau keterangan pihak lain yang berhubungan dengan peristiwa itu.
4. Interpreted news, yaitu suatu bentuk berita berdasarkan fakta yang ditambah
dengan penjelasan-penjelasan lain.
5. Interpretatif news, suatu bentuk berita berdasarkan fakta yang ditambah dengan
penjelasan-penjelasan lain dan untuk bentuk berita ini, seorang wartawan
diperkenankan memberikan uraian ataupun komentar yang sifatnya menduga
apa yang akan terjadi pada peristiwa yang akan terjadi berikutnya.
6. Investigatif news, yaitu berita yang membutuhkan penyelidikan dari seorang
wartawan. Diperlukan keahlian dan pengalaman untuk memperoleh berita.
7. Reportase, suatu berita yang biasanya cukup panjang karena isinya bersifat
melaporkan sesuatu baik yang berupa peristiwa, pendapat, atau hal-hal lain
yang layak untuk dijadikan laporan khusus dan cukup diketahui pembaca.
8. Feature, yaitu karangan penting dengan penulisan secara teknik jurnalistik
dengan menempatkan pokok utama dari sebuah berita yang dikemukakan.
b. Pers sebagai media pendidikan
Pers mempunyai andil yang besar dalam partisipasi membina sikap mental dan
sikap hidup masyarakat. Dengan fugsi ini pers diharapkan dapat memberikan
sumbangsih pada pembentukan karakter yang positf bagi bangsa Indonesia melalui
informasi-informasi yang mendidik.
Informasi pers sebagai media pendidikan terkait pula dengan fungsinya sebagai
penyampai informasi kepada masyarakat, sehingga mereka mengalami melek media
(media literary). Melek media dipersepsikan sebagai kemampuan memahami
informasi dan sifat komunikasi melalui media massa. Gerakan ini merupakan upaya
meningkatkan kecerdasan kecerdasan khalayak untuk mengkonsumsi informasi
yang sehat dan berguna.
c. Pers sebagai media hiburan / entertainment
Pers sebagai media hiburan dimaksudkan agar dapat memberikan kesenangan
kepada para pembaca, sebagai upaya relaksasi dari kejenuhan. Dalam hal ini,
hiburan yang disuguhkan oleh pers berkenaan dengan bagaimana pers itu dapat
mengembalikan manusia pada sisi kemanusiaan yang seutuhnya.
d. Pers sebagai media kontrol sosial
Masud pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang
buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi aturan,
supaya peristiwa itu tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta menaati
peraturan semakin tinggi. Pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut “Penyampai
berita buruk”.
Sebagai media/sarana kontrol sosial pers berperan melakukan pengawasan,
kritik, saran, dan koreksi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum
dan mengawasi sistem pemeritahan dalam mewujudkan good governance.
e. Pers sebagai lembaga ekonomi
Pers perlu berorientasi secara ekonomi atau komersial, karena ia membutuhkan
cost untuk menjalankan hidup matinya roda operasioanal redaksi dan perusahaan.
D. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab
Untuk menjaga tanggung jawab keprofesionalan, kualitas, dan kebebasan pers
agar tidak kebablasan, maka pelu adanya norma-norma yang menjadi pedoman
pers dalam berkarya dan berekspresi.
1. Teori Pers
Teori ini dikemukakan oleh Frederick S. Siebert (1963). Menurunya, pers tidak
akan hidup dalam situasi yang kosong atau vacuum, tetapi pers hidup dalam
sebuah masyarakat atau negara yang menggunakan sistem politik tertentu. Ia
membagi pers ke dalam 4 teori yang terkenal dengan sebutan “Empat Teori
Siebert” yaitu :
a. Teori otoritarian
Pers merupakan media penguasa untuk menyampaikan informasi yang
dianggap perlu diketahui oleh masyarakat. Teori ini muncul dari filsafat
kekuasaa monarki absolut, kekuasaan pemerntahan absolut, atau kedua-
duanya. Tujuan utama teori ini adalah mendukung dan memajuan kebijakan
pemerintah yang berkuasa dan mengabdi pada negara. Teori ini dapat
diterapkan di negara-negara yang berideologi komunis seperti Uni soviet,
RRC, Vietnam dan Junta Militer Myanmar.
b. Teori libertarian
Teori ini disebut juga teori pers bebas, yakni kebalikan dari teori otoritarian.
Teori ini muncul akibat dari adanya filsafat umum tentang rasionalisme, hak-
hak manuia dan tulisan-tulisan John Milton pada abad ke-17, yang
menyatakan bahwa manusi pasti memilih ide-ide dan nilai-nilai terbaik.
Pemerintah
Pers
Perbedaan utama dengan teori lainnya, menurut teori ini media massa adalah
alat untuk mengawasi pemerintah dan memenuhi kebutuan-kebutuhan
masyarakat lainnya.
c. Teori soviet
Teori ini muncul dari pemikiran Marxis-Leninis-Stalin dengan campuran pikiran
Hegel, dan pandangan orang Rusia pada abad ke-19. Oleh karena itu, teori ini
sering disebut teori Marxis-Lennis. Hal ini terjadi ketika Revolusi Rusia pada
tahun 1917. Teori ini hampir mirip dengan teori otoritarian.
Perbedaan dengan teori otoritarian adalah sebagai beikut.
Dalam teori soviet, pers dapat mengatur sendiri isi pesn-pesan yang
akan disampaikan kepada publik.
Dalam teori soviet, memiliki tanggung jawab tertentu untuk memenuhi
harapan politik, namun tetap berpegangan pada prinsip Marxis-Lennis.
Pemerintah Pers
d. Teori tanggung jawab sosial
Kebebasan pers di Amerika mengajukan model pers yang memiliki kewajiban
tertentu kepada masyarakat yakni dalam semboyan: informatif, benar, akurat,
objektif, dan berimbang. Teori ini menunjukkan bahwa ada kesetaraan antara
pemerintah dan pers. Hal ini ditandai dengan adanya kemampuan interaksi
keduanya dal mengkritik, memberi masukan satu sama lain dalam
memerbaiki, dan meningkatkan kualitas masing-masing.
2. Kebebasan Pers
Di Indonesia, kebebasan pers lebih condong menganut teori tanggung
jawab sosial daripada libertarian. Hal ini tampak jelas, sebagaimana diatur
dalam UU Pers No.40 Tahun 1999. UU tersebut menyebutkan apa itu yang
dinamakan kebebasan atau kepercayaan pers sebagai berikut.
Kemerdekaan pers adalah salah satu
wujud kedaulatan rakyat yang
berasaskan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (pasal 2)
Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal 4 ayat
1)
Terhadap pers nasional tidak dikenaka penyensoran, pembredelan atau
pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2)
Pemerintah
Pers
Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak
mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan infomasi (pasal 4
ayat 3)
Dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum,
wartawan mempunyai hak tolak (pasal 4 ayat 4)
Wartawan bebas memilih organisasi wartawan dan ddalam melaksanakan
profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum (pasal 6)
3. Tanggung Jawab Pers
Kebebasan pers harus diimbangi dengan kewajiban tertentu, yaitu :
Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan
menghormati norma-norma agama da rasa kesusilaan masyarakat serta
asas praduga tak bersalah (penjelasan pasal 5 ayat 1)
Pers wajib melayani hak jawab (pasal 5 ayat 2)
Pers wajib melayani hak koreksi (pasal 5 ayat 3)
Wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik (pasal 7 ayat 2)
4. Dewan Pers
Dewan pers pertama kali dibentuk tahun 1968. Pembentukannya
berdasarkanUU Np. 11 Tahun 1966 tentang ketentuaan-ketentuan pokok pers
yang ditandatanganipresiden Soekarno pada 12 Desember 1966. Dewan pers
kala itu mendampingi pemerintah, bersama-sama membina pertumbuhan dan
perkembangan oers nasional (pasal 6 ayat 1 UU No. 11/1966). Ketua Dewan
dijabat oleh menteri penerangan (pasal 7 ayat 1).
Perubahan fundamental terjadi pada tahun 1999, yakni dengan
terjadinya pergantian kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Melalui
UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yang digunakan pada 23 September
1999 dan ditandatangani oleh presiden B.J Habibie, dewan pers berubah
menjadi dewan pers yang independen.
Fungsi dewan pers independen tidak lagi menjadi penasihat
pemerintah tapi pelindung kemerdekaan pers. Menurut UU Pers Pasal 15
ayat 3, anggota Dewan Pers yang independen dipilih secara demokratis
setiap tiga tahun sekali, yang terdiri dari :
Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;
Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;
Tokoh masyarakat, yang ahli dalam bidang pers dan atau komunikasi,
dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi
perusahaan pers.
Fungsi-fungsi yang dilaksanakan dewan Pers menurut pasal 15 ayat 2
adalah :
Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;
Melakukan pengkajian untuk pengembangan
kehidupan pers;
Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode
etik jurnalistik;
Memberikan pertimbangan dan mengupayakan
penyelesaian pengaduan masyarakat atau kasus-
kasus yang berhubungan dengan pemberitaan
pers;
Mengembangkan komunikasi antara pers, masayarakat dan pemerintah;
Memfasilitasi organisasi-orgnisasi pers dalam menyusun peraturan-
peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi
kewartawanan;
Mendata perusaahaan pers.
5. Kode Etik Jurnalistik
Kode etik jurnalistik adalah kode etik yang berisi kaidah peraturan dan
penuntun untuk memberikan arah yang jelas kepada wartawan tentang apa
yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan dalam
kerja jurnalistik.
Keerdekaan berpendapat, beekspresi dan kebebasan pers adalah hak
asasi manusia yang dilindugi oleh pancasila, UUD 1945, dan deklarasI
Universal Hak Asasi Manusia PBB. Dalam melaksanakan fungsi, hak,
kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang.
Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk
memperoleh informasi yang benar, wartawan indonesia memerlukan
landasan moral dan etika pprofesi sebagai pedoman operasional dalam
menjaga kepercayaan publik dan menegakkan inegritas serta
profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan
menaati kode etik jurnalistik.
Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang
akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.
Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesioanal dalam
melaksanakan tugas jurnalistik.
Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara
berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta
paduga tak bersalah.
Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan
cabul.
Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban
kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku
kejahatan.
Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima
suapan.
Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber
yang tidak bersedia diketahui identitasmaupun keberadaannya, menghargai
ketentuan embargo, informasi latarbelakang, dan off the record sesuai
dengan kesepakatan.
Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan
prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku,
ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan
martabat orag yang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.
Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan
pibadinya, kecuali untuk kepentinagn publik.
Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita
yang keliru dan tidak akurat disertai dengan perimintaan maaf kepada
pembaca, pendengar dan atau pemirsa.
Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara
proporsional.
E. Evaluasi Atas Kebebasan Pers di Indonesia
1. Penyalahgunaan Kebebasan Pers
Penyalahgunaan kebebasan pers artinya, insan pers memanfaatkan
kebebasan yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan jurnalistik yang
bertentangan dengan fungsi dari peranannya. Bentuk-bentuk
penyalahgunaan pers ini bermacam-macam, yakni penyajian informasi yang
tidak akurat, tidak objektif, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah,
menyebarkan kebohongan dsb.
2. Pengendalian Kebebasan Pers
Upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers dapat
menimbulkan dua kemungkinan akibat. Pertama, kebebasan pers akan
terpasung. Kedua, kebebasan pers tetap terjamin dan semakin kuat
tanggung jawab sosialnya. Kemungkinan pertama akan timbul jika tidak ada
kebebasan pers dalam menyampaikan segala informasi. Sedangkan
kemungkinan kedua akan terjadi jika ada apresiasi terhadap sikap positif
dalam upaya pengendalian kebebasan pers.
F. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers di Indonesia
1. Masalah Bidang Manajemen
Persaingan antarmedia untuk meraih sukses dan diminati masyarakat
makin ketat, sehingga masing-masing media berupaya dengan segala cara
untuk menarik simpati masyarakat. Akibatnya, ada beberapa media massa
yang hanya berorientasi pada segi bisnis dan kurang memerhatikan
kualitasnya.
2. Masalah Merebut Pangsa Pasar
Demi meraih pangsa pasar, ada beberapa media yang mengumbar
sensasionalisme, tidak berdasarkan fakta secara cermat. Dalam membuat
laporan hanya spekulatif yang sekiranya diminati publik. Hal ini dilakukan
demi memperoleh tampilan gambar yang bagus dan menarik perhatian,
dilakukan dengan memaksa, dan mengabaikan norma-norma
kewartawanan.
3. Masalah Orientasi Isi Berita
Era reformasi ini banyak memproduksi media massa yang berorientasi
populis, mengangkat soal-soal yang digunjingkan masyarakat. Akibatnya,
kualitas berita yang disampaikan kurang dapat dipertanggungjawabkan.
4. Masalah Keberpihakan dan Kode Etik
Ada beberapa media yang merilis berita dari daerah yang sedang
bergejolak, akibatnya media tersebut diprotes oleh kelompok atau aliran
yang merasa dirugikan. Hal ini juga berhubungan dengan masalah etika
seorang wartawan dalam meliput dan menyiarkan setiap informasi kepada
publik.
Berkaitan dengan masalah-masalah tersebut telah dicetuskan tentang pers
pancasila. Beberapa tokoh pers memberi perkiraan tentang pengertian pers
pancasila sebagai berikut.
Pers pancasila adalah pers yang melihat segala sesuatunya secara proporsional
dan mencari keseimbangan dalam berita dan tulisannya demi kepentingan
semua pihak demi konsensus demokrasi pancasila (Drs. Totok Juroto, M.Si,
2000).
Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan
bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi
yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat, dan kontrol sosial
konstruktif. Melalui pers pancasila maka akan mengembangkan suasana saling
percaya menuju masyarakat terbuka, demokrasi dan bertanggung jawab (Mumu
Muchlisin, 2002).