Makalah Pers (PPKN Bab 3)

27
A. Pemahaman Konseptual Mengenai Pers 1. Pengertian Pers Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pers” memiliki beberapa arti, yaitu : usaha percetakan dan penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita, penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio, medium penyiaran berita, dan orang yang bekerja dalam penyiaran berita. Sebenarnya kata “pers” berasal dari bahasa Belanda, yakni “persen” atau “press” dari bahasa Inggris yang keduanya mengandung arti “menekan”. Makna tersebut merujuk pada wahana komunikasi massa yakni media cetak, seperti surat kabar dan majalah. Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 1 butir 1 menyebutkan : “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, gambar, suara, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. 2. Macam-macam Media Massa Media komunikasi massa atau wahana komunikasi massa dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu : a. Media massa cetak, yaitu segala bentuk media massa yang menyajikan informasi atau berita dengan cara mencetak informasi tersebut di atas kertas. Misalnya, koran, majalah, tabloid, buletin, dan lain sebagainya.

description

Semoga bermanfaat ya kawan ^_^

Transcript of Makalah Pers (PPKN Bab 3)

A. Pemahaman Konseptual Mengenai Pers

1. Pengertian Pers

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata “pers” memiliki beberapa arti,

yaitu : usaha percetakan dan penerbitan, usaha pengumpulan dan penyiaran berita,

penyiaran berita melalui surat kabar, majalah dan radio, medium penyiaran berita,

dan orang yang bekerja dalam penyiaran berita.

Sebenarnya kata “pers” berasal dari bahasa Belanda, yakni “persen” atau

“press” dari bahasa Inggris yang keduanya mengandung arti “menekan”. Makna

tersebut merujuk pada wahana komunikasi massa yakni media cetak, seperti surat

kabar dan majalah.

Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, pasal 1 butir 1

menyebutkan : “Pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang

melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki,

menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan,

gambar, suara, serta data dan grafik, maupun dalam bentuk lainnya dengan

menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang

tersedia.

2. Macam-macam Media Massa

Media komunikasi massa atau wahana komunikasi massa dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu :

a. Media massa cetak, yaitu segala bentuk media massa yang menyajikan

informasi atau berita dengan cara mencetak informasi tersebut di atas kertas.

Misalnya, koran, majalah, tabloid, buletin, dan lain sebagainya.

b. Media massa elektronik, yaitu media massa yang menyajikan informasi atau

berita melalui peralatan elektronik. Contoh media massa elektonik adalah radio,

televisi, dan internet.

Berikut adalah gambaran sekilas mengenai gambaran media cetak (Koran,

majalah, tabloid), dan elektronik (radio, televise, dan internet).

Surat kabar/Koran

Surat kabar atau Koran berasal dari bahasa Belanda, yakni dari kata “krant”,

sedangkan dari bahasa Prancis disebut dengan “courant”. Koran atau surat kabar

adalah suatu penerbitan ringan dan mudah dibuang, biasanya mudah dibuang

karena didalamnya berisi berita-berita terkini dalam berbagai topik.

Majalah

Majalah merupakan media komunikasi dalam bentuk cetak dan biasanya

diterbitkan secara berkala.

Tabloid

Tabloid adalah istilah untuk sebuah format surat kabar yang ukurannya lebih

kecil dari koran standar harian, yakni 597 mm x 375 mm.

Radio

Radio adalah teknologi yang digunakan untuk pengiriman sinyal dengan cara

modulasi dan radiasi elektromagnetik.

Televisi

Televisi adalah sebuah alat penangkap siaran bergambar. Kata televise berasal

dari kata tele dan vision, yang mempunyai arti masing-masing tele artinya jauh dan

vision artinya tampak. Jadi, televisi berarti tampak atau dapat melihat dari jarak

jauh.

Internet

Di Indonesia, internet dikenal pada tahun 1990-an. Penyebarannya mulai efektif

pada tahun 1994, yakni dengan dibukanya Internet Service Provider (ISP) pertama

yaitu oleh PT Indo Internet (IndoNet) di Jakarta.

B. Perkembangan Pers di Indonesia

1. Pers pada Masa Kolonial (1744-1900)

Pada tanggal 7 Agustus 1744 di Batavia (Jakarta) terbitlah sebuah surat kabar

pertama, yaitu Bataviasche Neuvelles en Politique Raisonnementen. Saat itu masa

pemerintahan Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff.

Dalam perjalanan pers Indonesia, menurut Effendy (2003) Bataviasche

Neuvelles en Politique Raisonnementen merupakan surat kabar yang pertama kali

terbit sekaligus pertama kali dihentikan penerbitan dan peredarannya secara paksa.

Pada tahun 1842 terbitlah surat kabar pertama sebagai bacaan kaum pribumi,

yaitu majalah Bianglala, disusul kemudian Bromartani pada tahun 1855 yang

keduanya Weltevrede, dan pada tahun 1856 terbitlah surat kabar berbahasa Melayu,

Slompret Melajoe di Semarang.

2. Pers pada Masa Perjuangan Kaum Nasionalis (1900-1942)

Sejarah pers pada abad ke-20, ditandai dengan munculnya surat kabar pertama

milik bangsa Indonesia untuk bangsa Indonesia sendiri, yaitu Medan Prijaji. Surat

kabar ini dimiliki dan dikelola oleh Tirto Hadisurjo alias Raden Mas Djokomono yang

pada awal mulanya berbentuk mingguan menjadi harian. Tirto Hadisurjo inilah yang

dianggap sebagai pelopor yang meletakkan dasar-dasar jurnalistik modern di

Indonesia.

Pada tahun 1911, Medan Prijaji dijadikan surat kabar harian. Para pemuda dan

pelajar yang ada di tanah air juga tidak

ketinggalan untuk menerbitkan surat kabar. Pada

tahun 1914, mereka membuat penerbitan surat

kabar Jong Java. Dengan berhasil

diselenggarakannya Kongres Pemuda II, maka

berdirilah organisasi Indonesia Moeda yang

menerbitkan surat kabar Soeara Indonesia Moeda

yang membawa pengaruh terhadap organisasi-

organisasi lain.

Sikap pemerintah penjajah waktu itu sangat waspada dan cenderung curiga

terhadap pemberitaan di media massa, oleh karenanya pertumbuhan pers diawasi

dengan ketat. Akhirnya, diterbitkanlah aturan Persbreidel Ordonantie, yaitu aturan

atau undang-undang tentang penghentian penerbitan pers.

3. Pers pada Masa Transisi Pertama (1942-1945)

Pada masa penjajahan Jepang, kehidupan pers diatur pemerintah penjajah

dengan Undang-Undang No. 16 yang memberlakukan sistem lisensi dan sensor

preventif. Pasal 1 dalam UU tersebut menyatakan bahwa semua jenis barang

cetakan harus memiliki izin publikasi atau izin terbit. Pasal 2 melarang semua

penerbitan yang sebelumnya memusuhi Jepang untuk meneruskan penerbitannya.

Dapat disimpulkan pada masa penjajahan Jepang, pers sepenuhnya diarahkan

untuk melayani kepentingan pemerintah penjajah Jepang.

4. Pers pada Masa Revolusi

Insan pers pada masa itu merasa mempunyai tanggung jawab berjuang

bersama-sama rakyat melalui pers demi mewujudkan negara Indonesia yang

merdeka, tegak, dan berdaulat. Pers terutama berfungsi menyebarluaskan berita

tentang proklamasi kemerdekaan dan mengobarkan semangat perjuangan.

Akan tetapi pada akhirnya terjadilah konflik, dan pers selanjutnya dipaksa tunduk

di bawah kekuasaan pemerintah. Untuk menangani masalah-masalah pers,

pemerintah membentuk Dewan Pers pada tanggal 17 Maret 1950. Adapun usaha-

usaha yang dilakukan pemerintah adalah :

a. Penggantian undang-undang pers kolonial.

b. Pemberian dasar sosial ekonomis yang lebih kuat kepada pers Indonesia.

c. Peningkatan mutu jurnalisme Indonesia.

d. Pengaturan yang memadai tentang kedudukan sosial dan hokum bagi wartawan

Indonesia.

5. Pers pada Masa Demokrasi Liberal

Pers Indonesia kembali mengalami pertumbuhan/perkembangan dan mereka

mencari coraknya masing-masing. Bahkan pada masa pergolakan di daerah-daerah

ada surat kabar yang dinilai pemberitaannya berpihak atau simpati kepada

pemberontak, misalnya koran Indonesia Raya.

Landasan kemerdekaan pers di era Demokrasi Liberal adalah konstitusi

Republik Indonesia Serikat 1949 dan Undang-Undang Dasar Sementara (1950).

Kebebasan pers pada zaman Liberal (1950-1959) sesuai dengan struktur politik

yang berlaku pada saat itu, lebih banyak menimbulkan akibat negatif daripada

positif.

6. Pers pada Masa Orde Lama atau Pers Terpimpin

Pada zaman Orde Lama atau zaman

Demokrasi Terpimpin, pers merupakan alat

penguasa dari pada alat penyambung lidah

rakyat. Pers ditekan dengan adanya peraturan-

peraturan dan sanksi-sanksi terhadap pers.

Penekanan pers oleh penguasa Orde Lama

bertambah bersamaan dengan meningkatnya

ketegangan dalam pemerintahan. Tindakan-tindakan penekanan terhadap pers

merosot, ketika ketegangan dalam pemerintahan menurun.

7. Pers di Era Demokrasi Pancasila dan Orde Baru

Pada masa awal pemerintahan Orde Baru, seolah dunia pers Indonesia

menghirup alam kebebasan, setelah sebelumnya mengalami bentuk-bentuk

penekanan yang hebat pada pemerintahan Orde Lama. Dengan kebebasan

semacam itu kemudian banyak bermunculan penerbitan-penerbitan baru. Keadaan

ini hanya berlangsung dalam waktu yang relatif singkat.

Pers Indonesia adalah pers Pancasila dalam arti yang orientasi, sikap, dan

tingkah lakunya berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Hakikat pers

Pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas bertanggung jawab dalam

menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi.

8. Pers di Era Reformasi (1999-sekarang)

Pers di era Reformasi benar-benar merasakan kebebasannya. Pada masa

Reformasi pers tidak perlu takut lagi dengan tindakan pembredelan. Kebijakan pers

itu tidak disia-siakan oleh para pekerja jurnalistik. Presiden Abdurrahman Wahid

atau Gus Dur adalah sosok fenomenal bagi perkembangan dan kebebasan dunia

pers di Indonesia. Kebebasan pers di Indonesia tersebut sangat diapresiasi oleh

masyarakat dunia internasional.

Satu hal yang menjadi sisi negatifnya adalah akibat kebebasan tersebut banyak

para pekerja pers yang ternyata tidak dibarengi dengan tanggung jawab besar

terhadap pekerjaannya itu. Untuk menghindari adanya penyalahgunaan kebebasan

pers tersebut, Dewan Pers bersama sejumlah organisasi wartawan berupaya

merumuskan kode etik bersama.

C. Fungsi dan Peranan Pers

1. Fungsi dan Peranan Pers dalam Masyarakat Otoriter dan Demokrasi

Pers merupakan pilar keempat setelah legislatif, eksekutif, dan yudikatif bagi

sebuah negara demokrasi. Pers sebagai lembaga kemasyarakatan yang bergerak di

bidang pengumpulan dan penyebaran informasi, mempunyai misi sebagai berikut.

a. Ikut mencerdaskan masyarakat.

b. Menegakkan keadilan.

c. Sebagai kontrol sosial.

d. Sebagai agen perubah masyarakat.

Menurut Mochtar Lubis (1993), sedikitnya ada lima fungsi pers bagi negara-

negara dalam kategori berkembang, yaitu :

a. Fungsi pemersatu

Fungsi pemersatu, artinya memperlemah tendensi perpecahan, baik perpecahan

sosial maupun kultural.

b. Fungsi pendidik

Fungsi pendidik, artinya pers memberikan informasi perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (IPTEK), disamping menunjukkan betapa kemajuan

ilmu pengetahuan dan teknologi itu dapat dimanfaatkan untuk mencapai

kesejahteraan material dan spiritual.

c. Fungsi penjaga kepentingan umum

Fungsi penjaga kepentingan umum, dalam hal ini pers harus melawan setiap

penyalahgunaan kekuasaan dan korupsi, menentang setiap kebijakan yang

bertentangan dengan kepentingan rakyat, serta menyuarakan kepentingan

kelompok kecil atau rakyat yang tidak dapat menyuarakan kehendaknya.

d. Pers mempunyai fungsi menghapuskan mitos dan mistik dari kehidupan politik

negara-negara berkembang.

e. Pers mempunyai fungsi sebagai forum untuk membicarakan masalah-masalah

politik yang dihadapi oleh negara-negara Asia dan menumbuhkan dialog agar

timbul pemecahan masalah yang dihadapi bersama.

Menurut Kusman Hidayat dalam buku berjudul “Dasar-dasar Jurnalistik/Pers”

bahwa pers mempunyai empat fungsi sebagai berikut.

a. Fungsi pendidik

Melalui karya-karya tercetaknya dengan segala isi, baik langsung ataupun tidak

langsung dengan sifat keterbukaannya, pers membantu masyarakat

meningkatkan budayanya. Melalui rubrik khusus, seperti ruang kebudayaan atau

ruang ilmu pengetahuan, pers dapat menambah pengetahuan masyarakat.

b. Fungsi penghubung

Melalui pers akan tumbuh saling pengertian, atau dapat digunakan oleh

lembaga-lembaga kemasyarakatan untuk menumbuhkan kontak antarmanusia

agar tercipta saling pengertian dan saling tukar pandangan bagi perkembangan

dan kemajuan hidup manusia.

c. Fungsi pembentuk pendapat umum

Rubrik-rubrik dan kolom-kolom tertentu seperti tajuk rencana, pikiran pembaca,

pojok, dan lain-lain merupakan suatu ruang untuk memberikan pandangan atau

pikiran kepada khalayak pembaca.

d. Fungsi kontrol

Pers berusaha melakukan bimbingan dan pengawasan kepada masyarakat

tentang tingkah laku yang benar atau tingkah laku yang tidak dikehendaki oleh

masyarakat.

Pers sangat dibutuhkan oleh masyarakat, karena pers merupakan lembaga

sekaligus media penting sumber informasi. Dalam masyarakat otoriter, pers

sepenuhnya dikuasai dan tunduk kepada pemerintah. Pers diarahkan oleh

pemerintah untuk mendukung dan menyukseskan berbagai kebijakan pemerintah.

Dalam masyarakat demokrasi, pers tidak

dikendalikan oleh pemerintah. Insan pers

memiliki kebebasan dan keleluasan dalam

melaksanakan pekerjaan jurnalistiknya. Jadi,

pers memiliki jaminan hukum yang kuat

dalam bersikap kritis terhadap pemerintah.

Pers bertindak sebagai pemberi atau

sumber informasi alternatif bagi masyarakat. Pers merupakan kekuatan keempat

yang menyangga pemerintahan demokrasi, bersama dengan kekuasaan legislative,

eksekutif, dan yudikatif.

Secara umum, pers berfungsi sebagai alat penyebar gagasan, cita-cita, serta

pikiran manusia. Dalam bukunya Democracy and the Mass Media, M. Gurevitch dan

JG. Blumler (1990) mengungkapkan fungsi dan peran pers dalam masyarakat

demokrasi adalah :

a. Memberikan informasi mengenai perkembangan kehidupan sosio-politik.

b. Memberikan gambaran mengenai isu-isu penting yang sedang menjadi

perhatian masyarakat.

c. Menyediakan wahana untuk melakukan debat publik antara berbagai sudut

pandang berbeda-beda yang hidup dalam masyarakat.

d. Membantu pemerintah dalam memperhitungkan cara yang sesuai dalam

menggunakan kekuasaan.

e. Memberikan sumbangan kepada masyarakat untuk belajar, memilih, dan terlibat

dalam kehidupan bersama, termasuk proses politik.

2. Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia

Fungsi pers selain melakukan pemberitahuan yang objektif kepada masyarakat

juga berperan sebagai alat pendidik, alat kontrol sosial, dan alat penyalur serta

pembentuk pendapat umum, bahkan dapat berperan aktif dalam peningkatan

kesadaran politik rakyat dan dalam menegakkan disiplin nasional.

Fungsi tersebut selanjutnya sebagaimana termuat dalam Undang-Undang (UU)

Pers No. 40 Tahun 1999, Pasal 3 ayat 1 dan 2 yaitu :

a. Pers nasional mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan,

dan kontrol sosial.

b. Di samping fungsi-fungsi tersebut ayat (1), pers nasional dapat berfungsi

sebagai lembaga ekonomi.

Sementara itu, peranan pers menurut Pasal 6 UU No. 40 Tahun 1999 Tentang

Pers adalah :

a. Memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui

b. Menegakkan nilai-nilai dasar demokrasi, mendorong terwujudnya supremasi

hukum, dan Hak Asasi Manusia, serta menghormati kebhinekaan

c. Mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat,

dan benar

d. Melakukan pengawasan, kritik, koreksi, dan saran terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kepentingan umum

e. Memperjuangkan keadilan dan kebenaran.

Sedangkan fungsi pers di Indonesia berdasarkan UU No. 40 Tahun 1999 adalah

sebagai berikut.

a. Pers sebagai media informasi

Fungsi pers juga sebagai media atau sarana informasi, pendidikan, dan kontrol

sosial yang sangat relevan dengan kehidupan masyarakat demokratis. Informasi

pers diperoleh dari dua sumber, yaitu peristiwa dan manusia. Bahan-bahan ini dicari

oleh para wartawan dengan cara observasi, wawancara, dan konferensi pers.

Berdasarkan fakta, berita dapat kelompokkan menjadi beberapa kategori

sebagai berikut.

1. Berita fakta peristiwa, yang berisi fakta yang benar-benar berasal dari suatu

peristiwa yang dapat disaksikan.

2. Berita fakta pendapat, yaitu berita yang diperoleh dari komunikator atau

responden yang menyampaikan pendapat kepada wartawan yang biasanya

bertindak sebagai medium.

3. Berita fakta peristiwa ditambah pendapat. Berita ini mengandung unsur peristiwa

sebagaimana fakta yang disaksikan di lapangan ditambah dengan pendapat

atau keterangan pihak lain yang berhubungan dengan peristiwa itu.

4. Interpreted news, yaitu suatu bentuk berita berdasarkan fakta yang ditambah

dengan penjelasan-penjelasan lain.

5. Interpretatif news, suatu bentuk berita berdasarkan fakta yang ditambah dengan

penjelasan-penjelasan lain dan untuk bentuk berita ini, seorang wartawan

diperkenankan memberikan uraian ataupun komentar yang sifatnya menduga

apa yang akan terjadi pada peristiwa yang akan terjadi berikutnya.

6. Investigatif news, yaitu berita yang membutuhkan penyelidikan dari seorang

wartawan. Diperlukan keahlian dan pengalaman untuk memperoleh berita.

7. Reportase, suatu berita yang biasanya cukup panjang karena isinya bersifat

melaporkan sesuatu baik yang berupa peristiwa, pendapat, atau hal-hal lain

yang layak untuk dijadikan laporan khusus dan cukup diketahui pembaca.

8. Feature, yaitu karangan penting dengan penulisan secara teknik jurnalistik

dengan menempatkan pokok utama dari sebuah berita yang dikemukakan.

b. Pers sebagai media pendidikan

Pers mempunyai andil yang besar dalam partisipasi membina sikap mental dan

sikap hidup masyarakat. Dengan fugsi ini pers diharapkan dapat memberikan

sumbangsih pada pembentukan karakter yang positf bagi bangsa Indonesia melalui

informasi-informasi yang mendidik.

Informasi pers sebagai media pendidikan terkait pula dengan fungsinya sebagai

penyampai informasi kepada masyarakat, sehingga mereka mengalami melek media

(media literary). Melek media dipersepsikan sebagai kemampuan memahami

informasi dan sifat komunikasi melalui media massa. Gerakan ini merupakan upaya

meningkatkan kecerdasan kecerdasan khalayak untuk mengkonsumsi informasi

yang sehat dan berguna.

c. Pers sebagai media hiburan / entertainment

Pers sebagai media hiburan dimaksudkan agar dapat memberikan kesenangan

kepada para pembaca, sebagai upaya relaksasi dari kejenuhan. Dalam hal ini,

hiburan yang disuguhkan oleh pers berkenaan dengan bagaimana pers itu dapat

mengembalikan manusia pada sisi kemanusiaan yang seutuhnya.

d. Pers sebagai media kontrol sosial

Masud pers sebagai alat kontrol sosial adalah pers memaparkan peristiwa yang

buruk, keadaan yang tidak pada tempatnya dan ihwal yang menyalahi aturan,

supaya peristiwa itu tidak terulang lagi dan kesadaran berbuat baik serta menaati

peraturan semakin tinggi. Pers sebagai alat kontrol sosial bisa disebut “Penyampai

berita buruk”.

Sebagai media/sarana kontrol sosial pers berperan melakukan pengawasan,

kritik, saran, dan koreksi terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum

dan mengawasi sistem pemeritahan dalam mewujudkan good governance.

e. Pers sebagai lembaga ekonomi

Pers perlu berorientasi secara ekonomi atau komersial, karena ia membutuhkan

cost untuk menjalankan hidup matinya roda operasioanal redaksi dan perusahaan.

D. Pers yang Bebas dan Bertanggung Jawab

Untuk menjaga tanggung jawab keprofesionalan, kualitas, dan kebebasan pers

agar tidak kebablasan, maka pelu adanya norma-norma yang menjadi pedoman

pers dalam berkarya dan berekspresi.

1. Teori Pers

Teori ini dikemukakan oleh Frederick S. Siebert (1963). Menurunya, pers tidak

akan hidup dalam situasi yang kosong atau vacuum, tetapi pers hidup dalam

sebuah masyarakat atau negara yang menggunakan sistem politik tertentu. Ia

membagi pers ke dalam 4 teori yang terkenal dengan sebutan “Empat Teori

Siebert” yaitu :

a. Teori otoritarian

Pers merupakan media penguasa untuk menyampaikan informasi yang

dianggap perlu diketahui oleh masyarakat. Teori ini muncul dari filsafat

kekuasaa monarki absolut, kekuasaan pemerntahan absolut, atau kedua-

duanya. Tujuan utama teori ini adalah mendukung dan memajuan kebijakan

pemerintah yang berkuasa dan mengabdi pada negara. Teori ini dapat

diterapkan di negara-negara yang berideologi komunis seperti Uni soviet,

RRC, Vietnam dan Junta Militer Myanmar.

b. Teori libertarian

Teori ini disebut juga teori pers bebas, yakni kebalikan dari teori otoritarian.

Teori ini muncul akibat dari adanya filsafat umum tentang rasionalisme, hak-

hak manuia dan tulisan-tulisan John Milton pada abad ke-17, yang

menyatakan bahwa manusi pasti memilih ide-ide dan nilai-nilai terbaik.

Pemerintah

Pers

Perbedaan utama dengan teori lainnya, menurut teori ini media massa adalah

alat untuk mengawasi pemerintah dan memenuhi kebutuan-kebutuhan

masyarakat lainnya.

c. Teori soviet

Teori ini muncul dari pemikiran Marxis-Leninis-Stalin dengan campuran pikiran

Hegel, dan pandangan orang Rusia pada abad ke-19. Oleh karena itu, teori ini

sering disebut teori Marxis-Lennis. Hal ini terjadi ketika Revolusi Rusia pada

tahun 1917. Teori ini hampir mirip dengan teori otoritarian.

Perbedaan dengan teori otoritarian adalah sebagai beikut.

Dalam teori soviet, pers dapat mengatur sendiri isi pesn-pesan yang

akan disampaikan kepada publik.

Dalam teori soviet, memiliki tanggung jawab tertentu untuk memenuhi

harapan politik, namun tetap berpegangan pada prinsip Marxis-Lennis.

Pemerintah Pers

d. Teori tanggung jawab sosial

Kebebasan pers di Amerika mengajukan model pers yang memiliki kewajiban

tertentu kepada masyarakat yakni dalam semboyan: informatif, benar, akurat,

objektif, dan berimbang. Teori ini menunjukkan bahwa ada kesetaraan antara

pemerintah dan pers. Hal ini ditandai dengan adanya kemampuan interaksi

keduanya dal mengkritik, memberi masukan satu sama lain dalam

memerbaiki, dan meningkatkan kualitas masing-masing.

2. Kebebasan Pers

Di Indonesia, kebebasan pers lebih condong menganut teori tanggung

jawab sosial daripada libertarian. Hal ini tampak jelas, sebagaimana diatur

dalam UU Pers No.40 Tahun 1999. UU tersebut menyebutkan apa itu yang

dinamakan kebebasan atau kepercayaan pers sebagai berikut.

Kemerdekaan pers adalah salah satu

wujud kedaulatan rakyat yang

berasaskan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum (pasal 2)

Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara (pasal 4 ayat

1)

Terhadap pers nasional tidak dikenaka penyensoran, pembredelan atau

pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 2)

Pemerintah

Pers

Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak

mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan infomasi (pasal 4

ayat 3)

Dalam mempertanggung jawabkan pemberitaan di depan hukum,

wartawan mempunyai hak tolak (pasal 4 ayat 4)

Wartawan bebas memilih organisasi wartawan dan ddalam melaksanakan

profesinya wartawan mendapatkan perlindungan hukum (pasal 6)

3. Tanggung Jawab Pers

Kebebasan pers harus diimbangi dengan kewajiban tertentu, yaitu :

Pers nasional berkewajiban memberitakan peristiwa dan opini dengan

menghormati norma-norma agama da rasa kesusilaan masyarakat serta

asas praduga tak bersalah (penjelasan pasal 5 ayat 1)

Pers wajib melayani hak jawab (pasal 5 ayat 2)

Pers wajib melayani hak koreksi (pasal 5 ayat 3)

Wartawan memiliki dan menaati kode etik jurnalistik (pasal 7 ayat 2)

4. Dewan Pers

Dewan pers pertama kali dibentuk tahun 1968. Pembentukannya

berdasarkanUU Np. 11 Tahun 1966 tentang ketentuaan-ketentuan pokok pers

yang ditandatanganipresiden Soekarno pada 12 Desember 1966. Dewan pers

kala itu mendampingi pemerintah, bersama-sama membina pertumbuhan dan

perkembangan oers nasional (pasal 6 ayat 1 UU No. 11/1966). Ketua Dewan

dijabat oleh menteri penerangan (pasal 7 ayat 1).

Perubahan fundamental terjadi pada tahun 1999, yakni dengan

terjadinya pergantian kekuasaan dari Orde Baru ke Orde Reformasi. Melalui

UU No. 40 tahun 1999 tentang pers yang digunakan pada 23 September

1999 dan ditandatangani oleh presiden B.J Habibie, dewan pers berubah

menjadi dewan pers yang independen.

Fungsi dewan pers independen tidak lagi menjadi penasihat

pemerintah tapi pelindung kemerdekaan pers. Menurut UU Pers Pasal 15

ayat 3, anggota Dewan Pers yang independen dipilih secara demokratis

setiap tiga tahun sekali, yang terdiri dari :

Wartawan yang dipilih oleh organisasi wartawan;

Pimpinan perusahaan pers yang dipilih oleh organisasi perusahaan pers;

Tokoh masyarakat, yang ahli dalam bidang pers dan atau komunikasi,

dan bidang lainnya yang dipilih oleh organisasi wartawan dan organisasi

perusahaan pers.

Fungsi-fungsi yang dilaksanakan dewan Pers menurut pasal 15 ayat 2

adalah :

Melindungi kemerdekaan pers dari campur tangan pihak lain;

Melakukan pengkajian untuk pengembangan

kehidupan pers;

Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode

etik jurnalistik;

Memberikan pertimbangan dan mengupayakan

penyelesaian pengaduan masyarakat atau kasus-

kasus yang berhubungan dengan pemberitaan

pers;

Mengembangkan komunikasi antara pers, masayarakat dan pemerintah;

Memfasilitasi organisasi-orgnisasi pers dalam menyusun peraturan-

peraturan di bidang pers dan meningkatkan kualitas profesi

kewartawanan;

Mendata perusaahaan pers.

5. Kode Etik Jurnalistik

Kode etik jurnalistik adalah kode etik yang berisi kaidah peraturan dan

penuntun untuk memberikan arah yang jelas kepada wartawan tentang apa

yang seharusnya dilakukan dan apa yang seharusnya tidak dilakukan dalam

kerja jurnalistik.

Keerdekaan berpendapat, beekspresi dan kebebasan pers adalah hak

asasi manusia yang dilindugi oleh pancasila, UUD 1945, dan deklarasI

Universal Hak Asasi Manusia PBB. Dalam melaksanakan fungsi, hak,

kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk

memperoleh informasi yang benar, wartawan indonesia memerlukan

landasan moral dan etika pprofesi sebagai pedoman operasional dalam

menjaga kepercayaan publik dan menegakkan inegritas serta

profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan

menaati kode etik jurnalistik.

Pasal 1

Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang

akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.

Pasal 2

Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesioanal dalam

melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3

Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara

berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta

paduga tak bersalah.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan

cabul.

Pasal 5

Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban

kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku

kejahatan.

Pasal 6

Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima

suapan.

Pasal 7

Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber

yang tidak bersedia diketahui identitasmaupun keberadaannya, menghargai

ketentuan embargo, informasi latarbelakang, dan off the record sesuai

dengan kesepakatan.

Pasal 8

Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan

prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku,

ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan

martabat orag yang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan

pibadinya, kecuali untuk kepentinagn publik.

Pasal 10

Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita

yang keliru dan tidak akurat disertai dengan perimintaan maaf kepada

pembaca, pendengar dan atau pemirsa.

Pasal 11

Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara

proporsional.

E. Evaluasi Atas Kebebasan Pers di Indonesia

1. Penyalahgunaan Kebebasan Pers

Penyalahgunaan kebebasan pers artinya, insan pers memanfaatkan

kebebasan yang dimilikinya untuk melakukan kegiatan jurnalistik yang

bertentangan dengan fungsi dari peranannya. Bentuk-bentuk

penyalahgunaan pers ini bermacam-macam, yakni penyajian informasi yang

tidak akurat, tidak objektif, sensasional, tendensius, menghina, memfitnah,

menyebarkan kebohongan dsb.

2. Pengendalian Kebebasan Pers

Upaya pemerintah dalam mengendalikan kebebasan pers dapat

menimbulkan dua kemungkinan akibat. Pertama, kebebasan pers akan

terpasung. Kedua, kebebasan pers tetap terjamin dan semakin kuat

tanggung jawab sosialnya. Kemungkinan pertama akan timbul jika tidak ada

kebebasan pers dalam menyampaikan segala informasi. Sedangkan

kemungkinan kedua akan terjadi jika ada apresiasi terhadap sikap positif

dalam upaya pengendalian kebebasan pers.

F. Dampak Penyalahgunaan Kebebasan Pers di Indonesia

1. Masalah Bidang Manajemen

Persaingan antarmedia untuk meraih sukses dan diminati masyarakat

makin ketat, sehingga masing-masing media berupaya dengan segala cara

untuk menarik simpati masyarakat. Akibatnya, ada beberapa media massa

yang hanya berorientasi pada segi bisnis dan kurang memerhatikan

kualitasnya.

2. Masalah Merebut Pangsa Pasar

Demi meraih pangsa pasar, ada beberapa media yang mengumbar

sensasionalisme, tidak berdasarkan fakta secara cermat. Dalam membuat

laporan hanya spekulatif yang sekiranya diminati publik. Hal ini dilakukan

demi memperoleh tampilan gambar yang bagus dan menarik perhatian,

dilakukan dengan memaksa, dan mengabaikan norma-norma

kewartawanan.

3. Masalah Orientasi Isi Berita

Era reformasi ini banyak memproduksi media massa yang berorientasi

populis, mengangkat soal-soal yang digunjingkan masyarakat. Akibatnya,

kualitas berita yang disampaikan kurang dapat dipertanggungjawabkan.

4. Masalah Keberpihakan dan Kode Etik

Ada beberapa media yang merilis berita dari daerah yang sedang

bergejolak, akibatnya media tersebut diprotes oleh kelompok atau aliran

yang merasa dirugikan. Hal ini juga berhubungan dengan masalah etika

seorang wartawan dalam meliput dan menyiarkan setiap informasi kepada

publik.

Berkaitan dengan masalah-masalah tersebut telah dicetuskan tentang pers

pancasila. Beberapa tokoh pers memberi perkiraan tentang pengertian pers

pancasila sebagai berikut.

Pers pancasila adalah pers yang melihat segala sesuatunya secara proporsional

dan mencari keseimbangan dalam berita dan tulisannya demi kepentingan

semua pihak demi konsensus demokrasi pancasila (Drs. Totok Juroto, M.Si,

2000).

Hakikat pers pancasila adalah pers yang sehat, yakni pers yang bebas dan

bertanggung jawab dalam menjalankan fungsinya sebagai penyebar informasi

yang benar dan objektif, penyaluran aspirasi rakyat, dan kontrol sosial

konstruktif. Melalui pers pancasila maka akan mengembangkan suasana saling

percaya menuju masyarakat terbuka, demokrasi dan bertanggung jawab (Mumu

Muchlisin, 2002).