Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

30
MAKALAH PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Remidial Disusun Oleh: Egi Ahmad Hidayat Kelas XII IPS 4 SMA NEGERI 1 TALAGA 2015

description

Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Transcript of Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Page 1: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

MAKALAH

PERKEMBANGAN PERS DI INDONESIA

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Remidial

Disusun Oleh:

Egi Ahmad Hidayat

Kelas XII IPS 4

SMA NEGERI 1 TALAGA

2015

Page 2: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan

anugerah dan kasih sayang, petunjuk dan kekuatannya yang telah diberikan pada

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“Perkembangan Pers di Indonesia”. Tanpa pertolongan-Nya mungkin saya tidak

akan sanggup menyelesaikan dengan baik. Yang akan memberikan manfaat di

kemudian hari guna kemajuan ilmu pengetahuan.

Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah

wawasan serta pengetahuan kita. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di

dalam tugas ini terdapat kekurangan-kekurangan dan jauh dari apa yang kami

harapkan. Untuk itu, saya berharap adanya kritik, saran dan usulan demi

perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna

tanpa sarana yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami

sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila

terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan

saran yang membangun demi perbaikan di masa depan. 

Bantarujeg, Desember 2015

Penyusun

i

Page 3: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI..........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

1.1 Latar Belakang...............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................2

1.3 Tujuan.............................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3

2.1 Sejarah Pers di Indonesia...............................................................................3

2.2 Perkembangan Pers Nasional.........................................................................7

2.2.1 Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang.....................................7

2.1.2 Pers pada masa Revolusi.........................................................................8

2.1.3 Pers pada masa Demokrasi Liberal..........................................................9

2.1.4 Pers pada masa Demokrasi Terpimpin....................................................9

2.1.5 Masa Orde Baru.....................................................................................10

2.1.6 Masa Reformasi.....................................................................................12

BAB III PENUTUP..............................................................................................15

3.1 Kesimpulan..................................................................................................15

3.2 Saran............................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii

Page 4: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada awalnya, komunikasi antar manusia sangat bergantung pada

komunikasi dari mulut ke mulut. Catatan sejarah yang berkaitan dengan

penerbitan media massa terpicu penemuan mesin cetak oleh Johannes

Gutenberg.

Di Indonesia, perkembangan kegiatan jurnalistik diawali oleh

Belanda. Beberapa pejuang kemerdekaan Indonesia pun menggunakan

jurnalisme sebagai alat perjuangan. Di era-era inilah Bintang Timur,

Bintang Barat, Java Bode, Medan Prijaji, dan Java Bode terbit.

Pada masa pendudukan Jepang mengambil alih kekuasaan, koran-

koran ini dilarang. Akan tetapi pada akhirnya ada lima media yang

mendapat izin terbit: Asia Raja, Tjahaja, Sinar Baru, Sinar Matahari, dan

Suara Asia.

Kemerdekaan Indonesia membawa berkah bagi jurnalisme.

Pemerintah Indonesia menggunakan Radio Republik Indonesia sebagai

media komunikasi. Menjelang penyelenggaraan Asian Games IV,

pemerintah memasukkan proyek televisi. Sejak tahun 1962 inilah Televisi

Republik Indonesia muncul dengan teknologi layar hitam putih

Masa kekuasaan presiden Soeharto, banyak terjadi pembredaran

media massa. Kasus Harian Indonesia Raya dan Majalah Tempo merupakan

dua contoh kentara dalam sensor kekuasaan ini. Kontrol ini dipegang

melalui Departemen Penerangan dan Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).

Hal inilah yang kemudian memunculkan Aliansi Jurnalis Indepen yang

mendeklarasikan diri di Wisma Tempo Sirna Galih, Jawa Barat. Beberapa

aktivisnya dimasukkan ke penjara.

Titik kebebasan pers mulai terasa lagi saat BJ Habibie menggantikan

Soeharto. Banyak media massa yang muncul kemudian dan PWI tidak lagi

menjadi satu-satunya organisasi profesi. Kegiatan jurnalisme diatur dengan

1

Page 5: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Undang-Undang Penyiaran dan Kode Etik Jurnalistik yang dikeluarkan

Dewan Pers.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana sejarah pers di Indonesia ?

2. Bagaimana sejarah perkembangan pers di Indonesia ?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui sejarah pers di Indonesia

2. Mengetahui sejarah perkembangan pers di Idonesia

2

Page 6: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Pers di Indonesia

Berbicara perihal dunia pers di Indonesia, tentunya tidak bisa

dipisahkan dari hadirnya bangsa Barat di tanah air kita. Memang tidak bisa

dimungkiri, bahwa orang Eropa lah, khususnya bangsa Belanda, yang telah

“berjasa” memelopori hadirnya dunia pers serta persuratkabaran di

Indonesia. Masalahnya sebelum kehadiran mereka, tidak diberitakan adanya

media masa yang dibuat oleh bangsa pribumi.

Tentang awal mula dimulainya dunia persurat kabaran di tanah air

kita ini, Dr. De Haan dalam bukunya, “Oud Batavia” (G. Kolf Batavia

1923), mengungkap secara sekilas bahwa sejak abad 17 di Batavia sudah

terbit sejumlah berkala dan surat kabar. Dikatakannya, bahwa pada tahun

1676 di Batavia telah terbit sebuah berkala bernama Kort Bericht Eropa

(berita singkat dari Eropa). Berkala yang memuat berbagai berita dari

Polandia, Prancis, Jerman, Belanda, Spanyol, Inggris, dan Denmark ini,

dicetak di Batavia oleh Abraham Van den Eede tahun 1676. Setelah itu

terbit pula Bataviase Nouvelles pada bulan Oktober 1744, Vendu Nieuws

pada tanggal 23 Mei 1780, sedangkan Bataviasche Koloniale Courant

tercatat sebagai surat kabar pertama yang terbit di Batavia tahun 1810.

Sejak abad 17 dunia pers di Eropa memang sudah mulai dirintis.

Sekalipun masih sangat sederhana, baik penampilan maupun mutu

pemberitaannya, surat kabar dan majalah sudah merupakan suatu kebutuhan

bagi masyarakat di masa itu. Bahkan, para pengusaha di masa itu telah

meramalkan bahwa dunia pers di masa mendatang merupakan lahan bisnis

yang menjanjikan. Oleh karena itu, tidak heran apabila para pengusaha

persuratkabaran serta para kuli tinta asal Belanda sejak masa awal

pemerintahan VOC, sudah berani membuka usaha dalam bidang penerbitan

berkala dan surat kabar di Batavia.

3

Page 7: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Kendati demikian, tujuan mereka bukan cuma sekadar untuk

memperoleh keuntungan uang. Namun, mereka telah menyadari bahwa

media masa di samping sebagai alat penyampai berita kepada para

pembacanya dan menambah pengetahuan, juga punya peran penting dalam

menyuarakan isi hati pemerintah, kelompok tertentu, dan rakyat pada

umumnya. Apalagi, orang Belanda yang selalu mengutamakan betapa

pentingnya arti dokumentasi, segala hal ihwal dan kabar berita yang terjadi

di negeri leluhurnya maupun di negeri jajahannya, selalu disimpan untuk

berbagai keperluan.

Dengan kata lain media masa di masa itu telah dipandang sebagai

alat pencatat atau pendokumentasian segala peristiwa yang terjadi di negeri

kita yang amat perlu diketahui oleh pemerintah pusat di Nederland maupun

di Nederlandsch Indie serta orang-orang Belanda pada umumnya. Dan

apabila kita membuka kembali arsip majalah dan persuratkabaran yang

terbit di Indonesia antara awal abad 20 sampai masuknya Tentara Jepang,

bisa kita diketahui bahwa betapa cermatnya orang Belanda dalam

pendokumentasian ini.

Dalam majalah Indie, Nedelandch Indie Oud en Nieuw, Kromo

Blanda, Djawa, berbagai Verslagen (Laporan) dan masih banyak lagi, telah

memuat aneka berita dari mulai politik, ekonomi, sosial, sejarah,

kebudayaan, seni tradisional (musik, seni rupa, sastra, bangunan,

percandian, dan lain-lain) serta seribu satu macam peristiwa penting lainnya

yang terjadi di negeri kita.

Sampai akhir abad ke-19, koran atau berkala yang terbit di Batavia

hanya memakai bahasa Belanda. Dan para pembacanya tentu saja

masyarakat yang mengerti bahasa tersebut. Karena surat kabar di masa itu

diatur oleh pihak Binnenland Bestuur (penguasa dalam negeri), kabar

beritanya boleh dikata kurang seru dan “kering”. Yang diberitakan cuma

hal-hal yang biasa dan ringan, dari aktivitas pemerintah yang monoton,

kehidupan para raja, dan sultan di Jawa, sampai berita ekonomi dan

kriminal.

4

Page 8: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Namun memasuki abad 20, tepatnya di tahun 1903, koran mulai

menghangat. Masalahnya soal politik dan perbedaan paham antara

pemerintah dan masyarakat mulai diberitakan. Parada Harahap, tokoh pers

terkemuka, dalam bukunya “Kedudukan Pers Dalam Masyarakat” (1951)

menulis, bahwa zaman menghangatnya koran ini, akibat dari adanya

dicentralisatie wetgeving (aturan yang dipusatkan). Akibatnya beberapa

kota besar di kawasan Hindia Belanda menjadi kota yang berpemerintahan

otonom sehingga ada para petinggi pemerintah, yang dijamin oleh hak

onschenbaarheid (tidak bisa dituntut), berani mengkritik dan mengoreksi

kebijakan atasannya.

Kritik semacam itu biasanya dilontarkan pada sidang-sidang umum

yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat atau daerah. Kritik dan koreksi

ini kemudian dimuat di berbagai surat kabar dalam ruangan Verslaag

(Laporan) agar diketahui masyarakat. Berita-berita Verslaag ini tentu saja

menjadi “santapan empuk” bagi para wartawan. Berita itu kemudian telah

mereka bumbui dan didramatisasi sedemikian rupa sehingga jadilah suatu

berita sensasi yang menggegerkan. Namun, cara membumbui berita

Verslaag semacam ini, lama-kelamaan menjadi hal biasa. Bahkan, cara-cara

demikian akhirnya disukai oleh para pengelolanya karena bisa

mendatangkan keuntungan dan berita sensasi memang disukai pembacanya.

Para petinggi pemerintah yang kena kritik juga tidak merasa jatuh

martabatnya. Bahkan, ada yang mengubah sikapnya dan membuat

kebijaksanaan baru yang menguntungkan penduduk. Keberanian

menyatakan saran dan kritik ini akhirnya menular ke masyarakat. Tidak

sedikit koran yang menyajikan ruangan surat pembaca yang menampung

“curhat” tentang berbagai hal dari para pembacanya. Bahkan, setelah

dibentuknya Volksraad (DPR buatan Belanda) pada tahun 1916, kritik yang

menyerempet soal politik mulai marak.

Dunia pers semakin menghangat ketika terbitnya “Medan Prijaji”

pada tahun 1903, sebuah surat kabar pertama yang dikelola kaum pribumi.

Munculnya surat kabar ini bisa dikatakan merupakan masa permulaan

5

Page 9: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

bangsa kita terjun dalam dunia pers yang berbau politik. Pemerintah

Belanda menyebutnya Inheemsche Pers (Pers Bumiputra). Pemimpin

redaksinya yakni R. M. Tirtoadisuryo yang dijuluki Nestor Jurnalistik ini

menyadari bahwa surat kabar adalah alat penting untuk menyuarakan

aspirasi masyarakat. Dia boleh dikata merupakan bangsa kita yang

memelopori kebebasan Pers kaum pribumi.

Sikapnya ini telah memengaruhi surat kabar bangsa pribumi yang

terbit sesudah itu. Hal ini terbukti dari keberanian dia menulis kalimat yang

tertera di bawah judul koran tersebut, Orgaan bagi bangsa jang terperintah

di Hindia Olanda tempat membuka suaranja. Kata terperintah di atas konon

telah membuka mata masyarakat, bahwa bangsa pribumi adalah bangsa

yang dijajah. Boleh jadi Tuan Tirto terinspirasi oleh kebebasan berbicara

para pembesar pemerintah tersebut di atas. Rupanya dia berpendapat, bahwa

yang bebas buka suara bukan beliau-beliau saja, namun juga rakyat jelata

alias kaum pribumi.

Hadirnya Medan Prujaji telah disambut hangat oleh bangsa kita,

terutama kaum pergerakan yang mendambakan kebebasan mengeluarkan

pendapat. Buktinya tidak lama kemudian Tjokroaminoto dari “Sarikat

Islam” telah menerbitkan harian Oetoesan Hindia. Nama Samaun (golongan

kiri) muncul dengan korannya yang namanya cukup revolusioner yakni Api,

Halilintar dan Nyala. Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara juga

telah mengeluarkan koran dengan nama yang tidak kalah galaknya, yakni

Guntur Bergerak dan Hindia Bergerak. Sementara itu di Padangsidempuan,

Parada Harahap membuat harian Benih Merdeka dan Sinar Merdeka pada

tahun 1918 dan 1922. Dan, Bung Karno pun tidak ketinggalan pula telah

memimpin harian Suara Rakyat Indonesia dan Sinar Merdeka di tahun

1926. Tercatat pula nama harian Sinar Hindia yang kemudian diganti

menjadi Sinar Indonesia.

Penerbitan media massa pergerakan dilakukan secara sembunyi-

sembunyi namun ada juga yang mendapatkan izin dari pemerintahan

6

Page 10: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Belanda. Dan ketika isi media acapkali berseberangan dengan pola fikir

pemerintah Belanda sesering itulah pers di breidel.

Munculah kebijakan pembelengguan kebebasan menyuarakan pesan

kebebasan negeri yang tertuang dalam undang-undang

1) Drukpers reglement tahun 1856 tentang aturan sensor preventif.

2) Pers ordonantie tahun 1931 tentang pembredelan surat kabar.

Pada masa ini tokoh-tokoh pergerakan yang mengopinikan

kemerdekan lewat media massa seperti Soekarno, Hatta dan Syahrir dibuang

ke Boven Digul oleh dua penguasa tertinggi Pemerintah Kolonial Hindia

Belanda, yaitu Gubernur Jenderal De Jonge (1931-1936) dan Gubernur

Jenderal Tjarda van Star. De Jonge sendiri menamakan artikel-artikel tokoh

pergerakan (memberi labelling) gezagsvijandige artikelen atau tulisan-tulisan

yang memusuhi pemerintah.

Di masa pemerintahan Jepang kehidupan pers lebih dipersempit,

selain UU Belanda UU No 16 yang pasal-pasalnya sangat menakutkan

mengenai izin terbit, pembelengguan kebebasan pers dengan memasukan

tokoh-tokoh pergerakan kedalam penjara, dan membreidel penerbitannya

diberlakukan. Di setiap surat kabar ditempatkan Shidooin (penasihat) yang

tidak jarang menulis artikel dengan mencatat nama anggota redaksi

2.2 Perkembangan Pers Nasional

2.2.1 Pers pada masa Penjajahan Belanda dan Jepang

2.2.1.1 Zaman Belanda

Pada tahun 1828 di Jakarta diterbitkan Javasche Courant yang isinya

memuat berita- berita resmi pemerintahan, berita lelang dan berita kutipan

dari harian-harian di Eropa. Sedangkan di Surabaya Soerabajash

Advertentiebland terbit pada tahun 1835 yang kemudian namanya diganti

menjadi Soerabajash Niews en Advertentiebland. Di semarang terbit

Semarangsche Advertentiebland dan Semarangsche Courant. Di Padang surat

kabar yang terbit adalah Soematra courant, Padang Handeslsbland dan

Bentara Melajoe. Di Makassar (Ujung Pandang) terbit Celebe Courant dan

7

Page 11: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Makassaarch Handelsbland. Surat- surat kabar yang terbit pada masa ini tidak

mempunyai arti secara politis, karena lebih merupakan surat kabar periklanan.

Tirasnya tidak lebih dari 1000-1200 eksemplar setiap kali terbit. Semua

penerbit terkena peraturan, setiap penerbitan tidak boleh diedarkan sebelum

diperiksa oleh penguasa setempat.

Pada tahun 1885 di seluruh daerah yang dikuasai Belanda terdapat 16

surat kabar berbahasa Belanda, dan 12 surat kabar berbahasa melayu

diantaranya adalahBintang

Barat, Hindia-Nederland, Dinihari, Bintang Djohar, Selompret

Melayudan Tjahaja Moelia, Pemberitaan Bahroe (Surabaya) dan Surat kabar

berbahasa jawa Bromartani yang terbit di Solo

2.2.1.2 Zaman Jepang

Ketika Jepang datang ke Indonesia, surat kabar-surat kabar yang ada

di Indonesia diambil alih pelan-pelan. Beberapa surat kabar disatukan dengan

alasan menghemat alat- alat tenaga. Tujuan sebenarnya adalah agar

pemerintah Jepang dapat memperketat pengawasan terhadap isi surat kabar.

Kantor berita Antara pun diambil alih dan diteruskan oleh kantor berita

Yashima dan selanjutnya berada dibawah pusat pemberitaan Jepang, yakni

Domei.

Wartawan-wartawan Indonesia pada saat itu hanya bekerja sebagai

pegawai, sedangkan yang diberi pengaruh serta kedudukan adalah wartawan

yang sengaja didatangkan dari Jepang. Pada masa itu surat kabar hanya

bersifat propaganda dan memuji-muji pemerintah dan tentara Jepang.

2.1.2 Pers pada masa Revolusi

Pada masa ini, pers sering disebut sebagai pers perjuangan. Pers

Indonesia menjadi salah satu alat perjuangan untuk kemerdekaan bangsa

Indonesia. Beberapa hari setelah teks proklamasi dibacakan Bung Karno,

terjadi perebutan kekuasaan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat,

termasukpers. Hal yang diperebutkan terutama adalah peralatan percetakan.

8

Page 12: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Pada bulan September-Desember 1945, kondisi pers RI semakin kuat,

yang ditandai oleh mulai beredarnya koran Soeara Merdeka (Bandung), Berita

Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta

Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia.

2.1.3 Pers pada masa Demokrasi Liberal

Masa ini merupakan masa pemerintahan parlementer atau masa

demokrasi liberal. Pada masa demokrasi liberal, banyak didirikan partai politik

dalam rangka memperkuat sistem pemerintah parlementer. Pers, pada masa itu

merupakan alat propaganda dari Par- Pol. Beberapa partai politik memiliki

media/koran sebagai corong partainya. Pada masa itu, pers dikenal sebagai pers

partisipan.

2.1.4 Pers pada masa Demokrasi Terpimpin

Pergolakan politik yang terus terjadi selama era demokrasi liberal,

menyebabkan Presiden Soekarno mengubah sistem politik yang berlaku di

Indonesia. Pada 28 Oktober 1956, Soekarno mengajukan untuk mengubah

demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin. Selanjutnya, pada Februari

1957, Soekarno kembali mengemukakan konsep demokrasi Terpimpin yang

diinginkannya. Hampir berselang dengan terjadinya berbagai pemberontakan di

banyak daerah di Indonesia yang melihat sentralitas atas hanya daerah dan

penduduk Jawa.

Munculnya berbagai pemberontakan di daerah dan di pusat sendiri,

membuat Soekarno mengeluarkan Undang-Undang Darurat Perang pada 14

Maret 1957. Selama dua tahun Indonesia terkungkung dalam perseturuan antara

parlemen melawan rezim Soekarno yang berkolaborasi dengan militer. Namun,

tak berselang lama, Soekarno menerbitkan dekrit kembali ke Undang-Undang

Dasar 45, disusul dengan pelarangan Partai Sosialis Indonesia dan Masyumi,

karena keterlibatan kedua partai tersebut dalam pemberontakan Pemerintahan

Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) pada tahun 1958 di Sumatera.

9

Page 13: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Prinsip-prinsip demokrasi yang hendak ditegakkan oleh pemerintah, yaitu

sebagai berikut :

1) Demokrasi terpimpin adalah demokrasi atau kerakyatan yang dipimpin

oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan.

2) Demokrasi terpimpin bukanlah diktatur, tetapi demokrasi yang berbeda

dengan demokrasi liberal.

3) Demokrasi terpimpin adalah demokrasi di segala soal kenegaraan dan

kemasyarakatan yang meliputi bidang-bidang politik, ekonomi, dan sosial.

4) Demokrasi terpimpin adalah alai, bukan tujuan.

Demokrasi terpimpin mengenal juga kebebasan berpikir dan

berbicara, tetapi dalam batas-batas tertentu, yakni batas keselamatan

negara, kepribadian bangsa, kepentingan rakyat banyak, dan batas

pertanggungjawaban kepada Tuhan.

2.1.5 Masa Orde Baru

Setelah berakhirnya peristiwa G 30 S/PKI, berakhir pula masa

pemerintahan Orde Lama. Kemudian bangsa Indonesia memasuki alam

Orde Baru. Pada awal masa Orde Baru ini fungsi -dan sistem pers masih

belum berjalan dengan baik. Ketika itu surat kabar-surat kabar yang terbit

merupakan terompet masyarakat untuk menentang kebijaksanaan Orde Lama clan

menyokong aksi-aksi mahasiswa/pemuda sehingga surat kabar-surat kabar yang

terbit merupakan parlemen masyarakat.

Gejala-gejala pers liberal kembali melekat. Apalagi ketika menjelang

Pemilu 1971, sinisme dan kritik yang sifatnya tidak membangun kembali

memenuhi lembaran-lembaran surat kabar kita. Timbulnya gejala-gejala yang

tidak menguntungkan tersebut, antara lain disebabkan tidak adanya pembinaan

yang tegas, baik dari instansi-instansi resmi maupun badan-badan atau

organisasi-organisasi yang berkepentingan tentang adanya pers nasional yang

sehat, pers nasional yang dapat melaksanakan fungsi-fungsinya, baik yang

bersifat universal maupun sebagai alat perjuangan bangsa.

10

Page 14: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Namun, ketika alam Orde Baru ditandai dengan kegiatan pembangunan

di segala bidang, kehidupan pers kita pun mengalami perubahan dengan

sendirinya karena pers mencerminkan situasi dan kondisi dari kehidupan

masyarakat di mana pers itu bergerak. Oleh karenanya, pada masa ini pers

merupakan salah satu unsur penggerak pembangunan. Kita tentu menyadari

bahwa pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu proses perubahan yang

bertujuan meningkatkan taraf hidup rakyat. Namun demikian, kita juga

menyadari bahwa perubahan sebagai akibat dari pembangunan tidak akan

terjadi jika rakyat tidak mengetahui dan dapat menerima motivasi, metode, dan

hasil-hasil yang akan dibawa oleh pembangunan itu. Untuk inilah diperlukan

penerangan yang lugs kepada rakyat tentang maksud Berta tujuan

pembangunan. Pers sebagai sarana penerangan/komunikasi merupakan salah

satu alat yang vital dalam proses pembangunan.

Seiring dengan laju pembangunan yang sangat pesat pada masa Orde

Baru, ternyata tidak berarti kehidupan pers mengalami kebebasan yang

sesuai dengan tuntutan dan aspirasi masyarakat. Terjadinya pembredelan pers

pada masa-masa ini menjadi penghalang bagi rakyat untuk

menyampaikan aspirasi dan memperjuangkan hak-hak asasinya dalam

kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara. Kondisi yang demikian

dilatarbelakangi adanya keinginan sekelompok elit yang ingin menguasai

pemerintahan. Dengan segala daya dan upaya, para elit berusaha

membendung berbagai pemberitaan dan informasi yang dianggap merugikan diri

atau kroni-kroninya. Kehidupan pemerintahan diliputi dengan

penyalahgunaan kekuasaan, termasuk praktik-praktik korupsi, kolusi, dan

nepotisme, yang berarti telah mengkhianati amanat rakyat sebagaimana

tercantum dalam UUD 1945.

Seperti pada masa-masa sebelumnya, masa Orde Baru pun akhirnya

tumbang oleh kekuatan rakyat yang dimotori oleh para mahasiswa. Salah satu

tuntutan mahasiswa-rakyat Wall adanya kebebasan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pendapat dengan lisan dan tulisan, yang berarti adanya jaminan

kebebasan pers.

11

Page 15: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

2.1.6 Masa Reformasi

Salah satu tonggak penting dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia

ialah terjadinya reformasi sejak 1998 dengan turunnya Soeharto sebagai presiden

RI. Runtuhnya Orde Baru membuka era demokrasi dan kebebasan pers yang

sebelumnya tidak pernah mampu dinikmati bangsa Indonesia. Kemudian yang

menjadi pertanyaan sekarang, apakah reformasi, proses demokratisasi, dan

kebebasan pers An sudah berjalan dengan balk, khususnya dalam membawa

kemajuan rakyat banyak?

Salah satu jasa pemerintahan B.J. Habibie pasca Orde Baru yang hares

disyukuri ialah pers yang bebas. Pemerintahan Presiders Habibie mempunyai

andil besar dalam melepaskan kebebasan pers, sekalipun barangkah

kebebasan pers ikut merugikan posisinya sebagai presiden.

Kebebasan di Indonesia dalam era reformasi ditandai dengan lahirnya

UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers. Dengan adanya UU Pers tersebut,

setiap orang boleh menerbitkan media massa tanpa harus meminta ijin

kepada pemerintah seperti sebelumnya. Pers dalam era reformasi tidak perlu

takut kehilangan ijin penerbitan jika mengkritik pejabat, baik sipil maupun

militer. Dengan UU Pers diharapkan media massa di Indonesia dapat menjadi

salah satu di antara empat pilar demokrasi.

Beratnya ongkos produksi dan banyaknya pesaing tidak mengurangi

perkembangan media massa di Indonesia sekarang. Akan tetapi, kondisi

yang sama juga telah melahirkan jenis-jenis pers yang aneh. Banyak

pengamat mengeluh bahwa pers kini sudah memberitakan apa saja, kecuali yang

benar. Bila pers Orde Baru ditandai dengan pers yang tidak bebas dan

bertanggung jawab; pers Orde Habibie adalah pers yang bebas dan tidak

bertanggung jawab.

Diwarnai oleh suasana politik yang tidak menentu, hampir Semua surat

kabar memusatkan perhatiannya pada berita politik. Karena situasi politik

sebenarnya cenderung tidak banyak berubah, pers menjadi sangat aktif untuk

membuat berita politik dengan mengakses sumber-sumber berita yang tidak

lazim, sekaligus tidak dapat dipertanggungjawabkan.

12

Page 16: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Dengan segala efek sampingnya, pers kita sekarang sedang menikmati

bulan madu kebebasannya. Bila kita kecewa dengan kinerjanya, kita tidak punya

hak untuk mencabut kebebasan itu. Semua orang sepakat walaupun sebagian

hanya dalam kata-kata bahwa reformasi harus dilanjutkan. Salah satu institusi

yang sangat berperan dalam proses reformasi ini adalah pers. Sekaranglah

saatnya pers Indonesia menemukan jati dirinya, dengan merumuskan

perannya secara jelas. Siapakah yang paling bertanggung jawab di sini? Jelas

sekali, bukan pemerintah, bukan Dewan Pers, apalagi TNI; tetapi insan pers

sendiri, khususnya para pemimpin dan penentu kebijakan surat kabar.

Dalam hubungannya dengan pemerintah, para pakar komunikasi

bercerita tentang tiga modus peran pers. Pers dapat menjadi watch-dog,

yang segera menggonggong ketika terjadi penyimpangan pada perilaku

rezim. Semua kebijakan pemerintah menjadi target serangan pers. Peran watch-

dog ini sudah lama kita tepiskan sebagai peran yang tidak sesuai dengan

pers Pancasila.

Secara ideal, kita sudah memilih peran pers sebagai mitra (partner)

pemerintah. Di sini pers berdampingan dengan pemerintah mengemban

misi mulia memberikan penerangan dan pendidikan (membangun masyarakat).

Lalu, lahirlah pers pembangunan. Secara praktis, pers kita selama Orde Baru

mengambil posisi sebagai budak pemerintah (slave). Kemitraan hanya tumbuh di

antara yang setingkat, yang sama (equal). Dalam hubungan yang supra dan

subordinasi, pers hanya menjadi kuda tunggangan pemerintah.

Pers Indonesia sekarang harus menggeser paradigms lama dan harus

menjadi lembaga independen, yang memihak pads kebenaran. Pers

Indonesia boleh jadi sekali waktu bekerja untuk menyukseskan program

pemerintah atau menyorot kebijakan pemerintah dengan kritis atau sekadar

mendampingi pemerintah. Akan tetapi, dalam posisi yang bermacam -

macarn itu is tetap menjadi lembaga yang menuntut perubahan demi

kepentingan rakyat banyak.

Ini berarti pers harus membantu proses demokratisasi. Demokrasi

merupakan sebuah sistem yang berusaha memenuhi keinginan seluruh rakyat.

13

Page 17: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

Karena tidak ada satu pun yang dapat memenuhi keinginan seluruh

rakyat, maka paling tidak kits harus memperhatikan keinginan rakyat

yang terbanyak.

Namun, setelah berjalan kurang lebih lima tahun, yang terjadi bukan

pers yang sehat, tetapi anarki di bidang media massa. Pers Indonesia

belum mampu menjadi pilar demokrasi dan mendukung reformasi, tetapi malah

menjadi salah satu penyebab berbagai macam keresahan sosial. Mengapa

demikian? Masalahnya sangat sederhana. Dengan kebebasan pers yang

hampir tanpa batas, tetapi tidak diiringi profesionalitas yang tinggi di

kalangan pekerja pers, maka yang terjadi ialah penyalahgunaan kekuasaan

kalangan pers dalam menjalankan tugasnya. Opini yang berkembang

adalah pers gosip, pornografi, clan berita-berita yang tidak bertanggung jawab.

Karena itu, dalam pandangan sebagian anggota DPR, ada wacana

tentang perlunya merombak UU No. 40 tahun 1999 dengan perlunya

memasukkan kembali prinsip perijinan dan mekanisme pengawasan dalam

penerbitan pers. Dalam era reformasi ini, bukan pemerintah lagi yang

berperan sebagai regulator, tetapi lembaga yang dibentuk kalangan pers sendiri.

Pers harus bebas, tetapi kebebasannya harus bermanfaat untuk masyarakat.

Wacana perlunya regulator bagi penerbitan media massa mungkin

bukan suatu solusi terbaik bagi kalangan media di Indonesia. Namun

demikian, jika ingin menyelamatkan demokrasi dan reformasi, maka pers harus

menata dirinya sendiri dan mengatur diri tanpa adanya campur Langan

(intervensi) dari penguasa.

14

Page 18: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sejarah pers Indonesia tidaklah sepanjang sejarah pers bangsa—

bangsa yang lebih dahulu memerdekakan dirinya. Jika kita merunut titik

pangkalnya, awal pers di Indonesia memainkan peranan dalam memberikan

pencerahan pada masyarakat bermula pada masa, ketika Belanda menjajah

Indonesia. Dalam masa-masa penjajahan, kemunculan pers pribumi ditujukan

untuk memotivasi, menyentil memberikan pendidikan politik dan membakar

perasaan rakyat agar mau berjuang melepaskan diri dari penjajahan. Agar

lekas memperoleh kemerdekaan.

3.2 Saran

Dengan mempelajari sejarah pers, diharapkan kita dapat mengetahui

bagaimana perkembangan pers dari zaman penjajahan hingga sekarang dan

kitapun dapat mengetahui bagaimana system pers yang berjalan selama ini.

Dengan demikian, pers sangat penting bagi masyarakat untuk

mengetahui berita – berita yang ada di dunia khususnya di Indonesia ini. Dan

kita dapat menimbulkan rasa persatuan dan kesatuan terhadap bangsa

Indonesia

15

Page 19: Makalah Perkembangan Pers Di Indonesia

DAFTAR PUSTAKA

Ismail, Taufiq Moeljanto. 1995. Prahara Budaya. Jakarta : Mizan

Notodidjojo, Soebagijo. 1998. PWI di Arena Masa. Jakarta : Balai Pustaka

Suadi, Haryadi. 2006. ”Medan Prijaji” Koran Politik Pribumi. Jakarta : Pikiran

Rakyat

www. Google.com

www. Sejarah Pers.com

http://farelbae.wordpress.com

16