makalah pbl skrining.docx

14
Skrining Kanker Serviks dengan Tes IVA Febriane Adeleide Everdine 102012238 / F1 Fakultas Kedokteran Universitas Krida Wacana Jl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731 Email : [email protected] 2015 Pendahuluan Kanker serviks merupakan kanker dengan insiden cukup tinggi pada wanita di Indonesia. Hal tersebut menjadikan alasan mengapa deteksi dini atau penapisan terhadap kanker leher rahim penting. Saat ini, penapisan merupakan upaya terbaik dalam menangani kanker serviks, mengingat tidak sedikit bebab kesehatan yang dikeluarkan untuk menangani kanker ini. Program penapisan nasional diperlukan untuk menurunkan insiden kanker serviks dan memperluas cakupan penapisan ke seluruh daerah di Indonesia. Dalam menyusun suatu program yang akan terintegrasi dalam program kesehatan negara, banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan. Salah satu aspek tersebut adalah kesiapan tenaga kesehatan yang akan berkecimpung dalam program penapisan ini nantinya. Saat ini, memang sudah terdapat program penapisan kanker serviks di beberapa puskesmas. Kegiatan yang dilakukan adalah pap smear, akan tetapi masih terkendala dengan kurang tersedianya peralatannya. Metode penapisan lain yang dapat 1

description

blok 26

Transcript of makalah pbl skrining.docx

Skrining Kanker Serviks dengan Tes IVAFebriane Adeleide Everdine102012238 / F1Fakultas Kedokteran Universitas Krida WacanaJl. Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510 Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731Email : [email protected] serviks merupakan kanker dengan insiden cukup tinggi pada wanita di Indonesia. Hal tersebut menjadikan alasan mengapa deteksi dini atau penapisan terhadap kanker leher rahim penting. Saat ini, penapisan merupakan upaya terbaik dalam menangani kanker serviks, mengingat tidak sedikit bebab kesehatan yang dikeluarkan untuk menangani kanker ini.Program penapisan nasional diperlukan untuk menurunkan insiden kanker serviks dan memperluas cakupan penapisan ke seluruh daerah di Indonesia. Dalam menyusun suatu program yang akan terintegrasi dalam program kesehatan negara, banyak hal yang perlu menjadi pertimbangan. Salah satu aspek tersebut adalah kesiapan tenaga kesehatan yang akan berkecimpung dalam program penapisan ini nantinya.Saat ini, memang sudah terdapat program penapisan kanker serviks di beberapa puskesmas. Kegiatan yang dilakukan adalah pap smear, akan tetapi masih terkendala dengan kurang tersedianya peralatannya. Metode penapisan lain yang dapat dikerjakan adalah IVA (Inspeksi Visual dengan Asam asetat), dengan biaya yang lebih murah dan metode yang lebih sederhana dibandingkan pap smear. Namun, sensitivitas dan spesifitasnya tidak jauh berbeda.1EpidemiologiDi Indonesia diperkirakan ditemukan 40 ribu kasus baru kanker mulut rahim setiap tahunnya. Menurut data kanker berbasis patologi di 13 pusat laboratorium patologi, kanker serviks merupakan penyakit kanker yang memiliki jumlah penderita terbanyak di Indonesia, yaitu lebih kurang 36%. Dari data 17 rumah sakit di Jakarta 1977, kanker serviks menduduki urutan pertama, yaitu 432 kasus di antara 918 kanker pada perempuan. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo, frekuensi kanker serviks sebesar 76,2% di antara kanker ginekologi. Terbanyak pasien datang pada stadium lanjut, yaitu stadium IIB-IVB, sebanyak 66,4%. Kasus dengan stadium IIIB, yaitu stadium dengan gangguan fungsi ginjal, sebanyak 37,3% atau lebih dari sepertiga kasus.2 Relative survival pada wanita dengan lesi pre-invasif hampir 100%. Relative 1 dan 5 years survival masing- masing sebesar 88% dan 73%. Apabila dideteksi pada stadium awal, kanker serviks invasif merupakan kanker yang paling berhasil diterapi, dengan 5 YSR sebesar 92% untuk kanker lokal. Keterlambatan diagnosis pada stadium lanjut, keadaan umum yang lemah, status sosial ekonomi yang rendah, keterbatasan sumber daya, keterbatasan sarana dan prasarana, jenis histopatologi, dan derajat pendidik- an ikut serta dalam menentukan prognosis dari penderita.2Tes SkriningMerupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk menentukan diagnosis definitif.3 Tujuan skrining adalah untuk mencegah penyakit atau akibat penyakit dengan mengidentifikasi individu-individu pada suatu titik dalam riwayat alamiah ketika proses penyakit dapat diubah melalui intervensi. Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat proses penyakit. Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat berikut ini terpenuhi:1. Penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan/atau kesakitan2. Terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat dimodifikasi3. Terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah penyakit atau akibat-akibat penyakit.4

Karakeristik Tes Skrining1. ValiditasValiditas dari suatu tes skrining ditentukan oleh sensitivitas dan spesifisitasSensitivitas adalah jumlah frekuensi orang yang positif menderita sakit atau merupakan persentase orang dengan penyakit yang dideteksi oleh tes skrining.Spesifisitas adalah jumlah frekuensi orang tidak atau negatif menderita sakit atau merupaka persentase orang yang tidak menderita penyakit yang deteksi oleh tes skrining.2. Nilai Prediksi (Predictive Value)Nilai prediksi dari tes skrining adalah frekuensi orang atau individu yang telah dinyatakan menderita sakit atau tidak sakit.Nilai prediksi terdiri dari Positif palsu (false positive)Berupa persentase frekuensi orang dengan tes skrining yang dinyatakan positif tetapi tidak menderita sakit Negatif palsu (false negative)Berupa persentase frekuensi orang dengan tes skrining yag dinyatakan negatif dan sebenarnya menderita sakit.3

Tabel 1 Distribusi Populasi berdasarkan Status Penyakit dan Hasil Tes Skrining.3Tes SkriningDiagnosis PastiTotal

SakitTidak Sakit

Positifaba+b

Negatifcdc+d

Totala+cb+da+b+c+d

Rumus1. Sensitivitas dan Spesifisitas 2 . Nilai Prediksi

Test IVAMasalah kanker serviks di Indonesia sangat khas yaitu banyak, dan ditemukan pada stadium lanjut. Kondisi ini terjadi juga di beberapa negara berkembang, atau di negara miskin. Agar tercapai hasil pengobatan kanker serviks yang lebih baik, salah satu faktor utama adalah penemuan stadium lebih awal. Pengobatan kanker serviks pada stadium lebih dini, hasilnya lebih baik, mortalitas akan menurun. Menengarai masalah yang ada, timbul gagasan untuk melakukan skrining kanker serviks dengan metode yang lebih sederhana, antara lain yaitu dengan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat). IVA adalah pemeriksaan skrining kanker serviks dengan cara inspeksi visual pada serviks dengan aplikasi asam asetat (IVA). Dengan metode inspeksi visual yang lebih mudah, lebih sederhana, lebih mampu laksana, maka skrining dapat dilakukan dengan cakupan lebih luas, diharapkan temuan kanker serviks dini akan bisa lebih banyak. Kemampuan tersebut telah dibuktikan oleh berbagai penelitianAkurasi Tes PAP Telah diakui bahwa pemeriksaan Tes Pap mampu menurunkan kematian akibat kanker serviks di beberapa negara, walaupun tentu ada kekurangan. Sensitivitas Tes Pap untuk mendeteksi NIS berkisar 50-98%, sedang negatif palsu antara 8-30%, untuk lesi skuamosa 40%, untuk adenomatosa. Adapun Spesifisitas Tes Pap adalah 93%, nilai prediksi positif adalah 80,2% dan nilai prediksi negatif adalah 91,3%. Harus hati-hati justru pada lesi serviks invasif, karena negatif palsu dapat mencapai 50%, akibat tertutup darah, adanya radang dan jaringan nekrotik. Fakta ini menunjukkan bahwa pada lesi invasif kemampuan pemeriksa melihat serviks secara makroskopik sangat diperlukan. Metode Skrining Alternatif di IndonesiaPemikiran perlunya metode skrining alternatif dilandasi oleh fakta, bahwa temuan sensitivitas dan spesifisitas Tes Pap bervariasi dari 50-98%. Selain itu juga kenyataannyaa skrining massal dengan Tes Pap belum mampu dilaksanakan antara lain karena keterbatasan ahli patologi/sitologi dan teknisi sitologi. Data dari sekretariat IAPI (Ikatan Ahli Patologi Indonesia) menunjukkan bahwa jumlah ahli patologi 178 orang pada tahun 1999 yang tersebar baru di 13 provinsi di Indonesia dan jumlah skriner yang masih kurang dari 100 orang pada tahun 1999. Sementara itu Indonesia mempunyai sejumlah bidan; jumlah bidan di desa 55.000 dan bidan praktek swasta (BPS) kurang sebanyak 16.000 (1997). Bidan adalah tenaga kesehatan yang dekat dengan masalah kesehatan wanita, yang potensinya perlu dioptimalkan, khususnya untuk program skrining kanker serviks. Juga adanya fakta bahwa di antara petugas kesehatan termasuk bidan, kemampuan dan kewaspadaan terhadap kanker serviks masih perlu diberdayakan. Kajian Terhadap Berbagai Metode Skrining Alternatif Kanker Serviks (Selain Tes PAP) Beberapa metode skrining kanker serviks selain Tes Pap telah dikenal, antara lain: Kolposkopi Servikografi Pap Net (dengan komputerisasi) Tes molekular DNA-HPV Dan hingga metode skrining yang lebih sederhana, yaitu: Inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) Inspeksi visual dengan asam asetat dan pembesarangineskopi (IVAB)

Mengkaji masalah penanggulangan kanker serviks yang ada di Indonesia dan adanya pilihan metode yang mudah diujikan di berbagai negara, agaknya metode IVA (inspeksi visual dengan aplikasi asam asetat) layak dipilih sebagai metode skrining alternatif untuk kanker serviks. Pertimbangan tersebut didasarkan oleh pemikiran, bahwa metode skrining IVA itu. Mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan sangat sederhana. Metode skrining IVA sesuai untuk pusat pelayanan sederhana.

Pelaksanaan skrining IVA Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut: Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi. Terdapat sumber cahaya untuk melihat serviks Spekulum vagina Asam asetat (3-5%) Swab-lidi berkapas Sarung tangan

Teknik IVA Dengan spekulum melihat serviks yang dipulas dengan asam asetat 3-5%. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelum. Dengan tampilnya porsio dan bercak putih dapat disimpulkan bahwa tes IVA positif, sebagai tindak lanjut dapat dilakukan biopsi. Andaikata penemuan tes IVA positif oleh bidan, maka di beberapa negara bidan tersebut dapat langsung melakukan terapi dengan cryosergury. Hal ini tentu mengandung kelemahan-kelemahan dalam menyingkirkan lesi invasif. Kategori pemeriksaan IVA Ada beberapa kategori yang dapat dipergunakan, salah satu kategori yang dapat dipergunakan adalah: 1. IVA negatif = Serviks normal. 2. IVA radang = Serviks dengan radang (servisitis), atau kelainan jinak lainnya (polip serviks). 3. IVA positif = ditemukan bercak putih (aceto white epithelium). Kelompok ini yang menjadi sasaran temuan skrining kanker serviks dengan metode IVA karena temuan ini mengarah pada diagnosis Serviks-pra kanker (dispalsia ringansedang-berat atau kanker serviks in situ). 4. IVA-Kanker serviks Pada tahap ini pun, untuk upaya penurunan temuan stadium kanker serviks, masih akan bermanfaat bagi penurunan kematian akibat kanker serviks bila ditemukan masih pada stadium invasif dini (stadium IB-IIA).5PencegahanPencegahan PrimerMerupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang untuk menghindari diri dari faktor-faktor yang dapat menyebabkan kanker. Masyarakat yang melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari penderitaan, produktivitas berjalan terus, tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut. Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papilloma Virus (HPV), pemberian vaksin HPS akan mengeliminasi infeksi HPV.Pencegahan SekunderDeteksi dini dan skrining menrupakan pencegahan sekunder kanker serviks. Tujuan dari pencegahan sekunder adalah untuk menemukan kasus-kasus dini sehingga keungkinan penyembuhan dapat ditingkatkan. Selain itu, bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan penyakit pada stadium awal. Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displansia dengan berbagai cara baik klinis maupun laboratorium.Pencegahan TersierTujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah komplikasi penyakit dan pengobatan, sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada pencegahan tersier yaitu: Pengobatan pada pra kanker dan pengobatan pada kanker invasif.6Promosi KesehatanDalam promosi kesehatan, tidak ada satu pun tujuan dan pendekatan atau serangkaian kegiatan yang benar. Hal terpenting adalah bahwa kita harus mempertimbangkan tujuan dan kegiatan yang kita miliki, sesuai dengan nilai-nilai dan penilaian kita terhadap kebutuhan klien. Hal ini berarti bahwa nilai kita sebagai seorang promotor kesehatan dan kebutuhan klien di sisi lain harus berada dalam suatu keadaan persepi agar tujuan dan kegiatan yang dilakukan dapat berfungsi optimal.7Menurut Ewles dan Simnett (1994), terdapat kerangka lima pendekatan yang menunjukkan nilai-nilai yang dianut, meliputi: pendekatan medik, perubahan perilaku, pendidikan, pendekatan berpusat pada klien, dan perubahan sosial.71. Pendekatan medikTujuan pendekatan medik adalah membebaskan dari penyakit dan kecacatan yang didefinisikan secara medik, seperti penyakit infeksi, kanker, dan penyakit jantung. Pendekatan in melibatkan intervensi kedokteran untuk mencegah dan meringankan kesakitan, mungkin dengan menggunakan metode persuasif atau paternalistik (misal memberi tahu orangtua agar membawa anak mereka untuk imunisasi, wanita untuk memanfaatkan KB). Pendekatan ini memberikan arti penting terhadap tindakan pencegahan medik, dan merupakan tanggung jawab profesi kedokteran membuat kepastian bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan.72. Pendekatan perubahan perilakuPerilaku merupakan hasil pengalaman dan proses interaksi dengan lingkungannya, yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan sehingga diperoleh keadaan seimbang antara kekuatan pendorong dan kekuatan penahan. Pendekatan perubahan perilaku bertujuan mengubah sikap dan perilaku individual masyarakat sehingga mereka mengadopsi gaya hidup sehat.7Orang-orang yang menggunakan pendekatan ini akan merasa yakin bahwa gaya hidup sehat merupakan hal paling baik bagi klien, dan akan melihatnya sebagai tanggung jawab mereka untuk mendorong sebanyak mungkin orang guna mengadopsi gaya hidup sehat yang mereka anjurkan. Contoh pengunaan pendekatan perilaku antara lain: mengajari orang bagaimana menghentikan merokok, pendidikan tentang minum alkohol, mendorong orang melakukan kegiatan olahraga.73. Pendekatan pendidikanBertujuan untuk memberikan informasi dan memastikan pengetahuan dan pemahaman tentang perilaku kesehatan, dan membuat keputusan yang ditetapkan atas dasar informasi yang ada. Misalnya program pendidikan kesehatan sekolah yang menekankan upaya membantu murid mempelajari keterampilan hidup sehat, tidak hanya memperoleh pengetahuan saja.74. Pendekatan berpusat pada klienTujuan pendekatan adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai kepentingan dan nilai mereka. Promotor berperan sebagai fasilitator, membantu individu mengidentifikasi kepedulian-kepedulian mereka dan memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang mereka butuhkan supaya memungkinkan terjadi perubahan. Klien dihargai sebagai individu yang punya keterampilan, kemampuan kontribusi.75. Perubahan sosialTujuan pendekatan ini adalah melakukan perubahan-perubahan pada lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi dalam upaya membuatnya lebih mendukung untuk keadaan sehat. Pendekatan ini pada prinsipnya mengubah masyarakat, bukan perilaku setiap individu. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai penting bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, memiliki komitmen pada penempatan kesehatan dalam agenda politik di berbagai tingkat.7KesimpulanSkrining, dalam pengobatan, adalah strategi yang digunakan dalam suatu populasi untuk mendeteksi suatu penyakit pada individu tanpa tanda-tanda atau gejala penyakit itu. Skrining yang sering di lakukan di Puskesmas adalah skrining ca cervix dengan tes IVA karena skrining ini mudah, praktis dan sangat mampu laksana. Dapat dilaksanakan oleh tenaga kesehatan bukan dokter ginekologi, dapat dilakukan oleh bidan di setiap tempat pemeriksaan kesehatan ibu. Alat-alat yang dibutuhkan juga sangat sederhana. Metode satu kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan bedah krio untuk temuan lesi prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker.

Daftar Pustaka

1. Rathi MF, Jimmy PJ, Rossalina L,dkk. Deteksi Dini Kanker Serviks pada Pusat Pelayanan Primer di Lima Wilayah DKI Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. J Indon Med Assoc, Volum: 61, Nomor: 11, November 2011.2. Rasjidi I. Epidemiologi kanker serviks. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan. Indonesian Journal of Cancer Vol. III, No. 3 Juli - September 2009. hal 103-8.3. Chandra B. Ilmu kedokteran pencegahan dan komunitas. Jakarta; EGC. 2009. hal 157-84. Morton R, Hebel J, McCarter R. Panduan studi epidemiologi dan biostatistika. Ed.5. Jakarta; EGC. 2009. hal 53-85. Nuranna L. Skrining kanker serviks dengan metode skrining alternatif. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jurnal cermin dunia kedokteran No.133.2001. hal 22-46. Fatimah N. Studi kualitatif literature. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2009.7. Maulana, H.D.J. Promosi kesehatan. Jakarta; EGC. 2009. hal 43-6.

1