Makalah Pbl Neuroscience

24
Menjelaskan Mekanisme Emosi yang Dipengaruhi Sistem Saraf Otonom Christine Merlinda Timotius 102011448 A 7 Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563- 1731 [email protected] Pendahuluan Pada dasarnya setiap manusia dapat melakukan aktivitas, bernafas, mencerna, bergerak, melihat,mendenggar suara, menanggapi suatu rangsangan dan lainnya. Semua gerakan dan juga respon yangdtimbulkan ini bergantung dari penggolahan di otak. Tanpa adanya sistem penggolahan di otak baik sinaps maupun impuls yang disalurkan ke otak, manusia tidak akan mampu bereaksi atau menanggapi suatu rangsangan, baik yang

description

CMT

Transcript of Makalah Pbl Neuroscience

Menjelaskan Mekanisme Emosi yang Dipengaruhi Sistem Saraf Otonom

Christine Merlinda Timotius

102011448

A7

Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Krida Wacana, Jakarta

Jln. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510. Telephone : (021) 5694-2061, fax : (021) 563-1731

[email protected]

Pendahuluan

Pada dasarnya setiap manusia dapat melakukan aktivitas, bernafas, mencerna, bergerak,

melihat,mendenggar suara, menanggapi suatu rangsangan dan lainnya. Semua gerakan dan

juga respon yangdtimbulkan ini bergantung dari penggolahan di otak. Tanpa adanya sistem

penggolahan di otak baik sinaps maupun impuls yang disalurkan ke otak, manusia tidak akan

mampu bereaksi atau menanggapi suatu rangsangan, baik yang berasal dari dalam tubuh

maupun yang berasal dari luar tubuh.Mekanisme kerja otak di penggaruhi oleh sistem

saraf pusat ( SSP ) dan juga bagian organ otak lainnya yang saling bekerja sama

untuk memerintahkan anggota tubuh agar dapat memberi respon untuk suatu

rangsangan. Semua ini terkoordinasi dengan baik dan juga sangat kompleks,

sehingga apabila bagian kepala kita ada yang terkena benturan ataupun trauma baik ringan

ataupun berat dapat menyebabkan terganggunya sistem koordinasi otak kita sehingga dapat

menggangu fungsi fisiologis dari tubuh kita baik secara sensorik maupun motorik.

Sistem saraf dapat dibagi menjadi tiga bagian: system saraf pusat (SSP), terdiri dari otak dan

korda spinalis; susunan saraf tepi (SST), mencakup saraf tepi; serta susunan saraf autonom

(SSO), yang mencakup ganglion autonom, paraganglion, dan saraf-saraf terkait. Susunan

saraf pusat, yang terdiri atas otak dan medula spinalis, terbentuk seluruhnya dari neuron,

akson, dan dendritnya, serta sel-sel penyokong SSP, yaitu sel-sel neuroglia. Makalah ini

disusun dengan tujuan untuk memberikan suatu gambaran, penjelasan yang lebih mendalam

mengenai emosi yang dipengaruhi oleh sistem saraf otonom.

* Studi Literatur

* Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Skenario

Seorang perempuan berusia 55 tahun datang ke poliklinik dengan keluhan berdebar sejak

seminggu yang lalu. Dari anamnesa diketahui bahwa ia baru saja kehilangan suaminya

meninggal tiba-tiba, diduga karena serangan jantung. Pada pemeriksaan fisik dokter tidak

menemukan kelainan apa-apa, jantung dan paru-paru dalam keadaan baik.

Istilah-istilah yang tidak diketahui

-

Rumusan masalah

Keluhan berdebar-debar sejak seminggu yang lalu.

Hipotesis

Berdebar-debar yang dialami perempuan tersebut dipengaruhi oleh sistem saraf otonom.

Pembahasan

Mekanisme timbulnya emosi

Tahap-tahap proses terjadinya emosi yang melatarbelakangi pengalaman dan perilaku

emosional.

1. Stimulus : stimulus diterima dan dikodekan.

2.Komparator: terjadi penilaian relevansi stimulus, yang dinamakan penilaian primer dan

merupakan hasil perbandingan antara peristiwa sebagaimana dipersepsi oleh

individudengan kepedulian individu.

3.Pendiagnosis: melakukan evaluasi selanjutnya dari stimulus sebagai keseluruhan dalam

kaitannya dengan apa yang dapat atau tidak dapat dilakukan individu, yang

disebutevaluasi konteks atau penilaian sekunder.

4.Evaluator: melakukan evaluasi atas semua masukan dibandingkan dengan

informasi yang telah ada sebelumnya. Perbandingan tersebut menjadi isyarat

untuk terjadinya interupsi perilaku yang sedang berlangsung atau terpecahnya

perhatian individu dari perilaku tersebut, yang disebut juga control precedence.

5.Perubahan Kesiapan Aksi: merupakan ciri utama dari

control precedence, yang dapat terjadi suatu rencana tindakan atau terjadi modus aktivasi

tertentu.

6.Timbulnya Perubahan Faali: masukan dari tahap perubahan kesiapan aksi

menimbulkan pe rubahan f aa l dan s e l eks i ak s i yang dapa t d i l akukan , yang

d i t en tukan o l eh modus aktivasi dan regulasi.

Mekanisme Jaras Emosi yang dipengaruhi oleh neurotransmitter

Neurotransmiter merupakan zat kimia yang disintesis dalam neuron dan disimpan dalam

gelembung sinaptik pada ujung akson. Zat kimia ini dilepaskan dari akson terminal mealui

eksositosis dan juga direabsorpsi untuk daur ulang.

Neurotransmiter merupakan cara komunikasi antar neuron. Setiap neuron melepaskan satu

transmitter. Zat-zat kimia ini menyebabkan perubahan permeabilitas sel neuron, sehingga

dengan bantuan zat-zat kimia ini maka neuron dapat lebih mudah dalam menyalurkan impuls,

bergantung pada jenis neuron dan transmitter tersebut. Contoh neurotransmitter adalah2:

1. Asetilkolin (ACh) dilepas oleh neuron motorik yang berakhir di otot rangka (sambungan

neuromuskular). ACh juga dilepas oleh neuron parasimpatis dalam SSO dan oleh neuron

tertentu di otak.

a. Sebagian besar ACh disintesis dari kolin dan koenzim asetil A dalam badan neuron

motorik; kemudian ditranspor ke terminal akson dan disimpan dalam vesikel sinaptik.

b. Setelah dilepas, ACh dipecah oleh enzim asetilkolinesterase menjadi asetat dan kolin.

Kolin kemudian ditarik terminal akson dan disiklusulangkan.

c. Asetilkolinesterase seperti esterin dan prostigmin dipakai secara teraputik pada kasus

miastenia gravis, penyakit yang ditandai dengan melemahnya otot karena penurunan daya

respons sel-sel otot rangka terhadap ACh.

2. Katekolamin meliputi norepinefrin (NE), epinefrin (E) dan dopamin (DA). Katekolamin

mengandung nukleus katekol dan merupakan derivat dari asam amino tirosin.

a. Katekolamin digolongkan sebagai monoamina karena memiliki satu gugus tunggal amina.

b. Ketiganya merupakan neurotransmitter dalam SSP; NE dan E juga berfungsi sebagai

hormon yang disekresi kelenjar adrenal.

c. Katekolamin terinaktivasi setelah pelepasan, karena

1) Penyerapan ulang oleh terminal akson.

2) Degradasi enzimatik oleh monoamina oksidase (MAO) yang terjadi pada ujung neuron

presinaptik.

3) Degradasi enzimatik oleh katekolamin-O-metil transferase (COMT) yang terjadi pada

neuron postsinaptik.

3. Serotonin termasuk monoamina, tetapi tidak mengandung nukleus katekol. Serotonin

merupakan derivat dari asam amino triptofan yang ada dalam SSP dan pada sel-sel tertentu

dalam darah dan sistem pencernaan.

4. Beberapa asam amino, seperti glisin, asam glutamat, asam aspartat dan asam aminobutirat

gamma (GABA) berfungsi sebagai neurotransmitter. Diketahui bahwa sampai saat ini bahwa

glisin dan GABA bekerja sebagai inhibitor.

5. Sejumlah neuropeptida, berkisar dari dua sampai 40 asam amino dalam setiap rantai

panjang telah diidentifikasi dalam organ tubuh. Senyawa seperti substansi P, enkefalin,

bradikinin dan kolesistokinin berperan sebagai neurotransmiter asli atau sebagai

neuromodulator untuk mempengaruhi pelepasan atau respon terhadap, transmiter aktual.

Semuanya memiliki efek non-saraf dan saraf.4

Sistem saraf otonom

Jalur saraf otonom terdiri dari suatu rantai dua-neuron, dengan neurotransmiter terakhir yang

berbeda antara saraf simpatis dan parasimpatis.

Setiap jalur saraf otonom yang berjalan dari SSP ke suatu organ terdiri dari suatu rantai yang

terdiri dari dua neuron. Badan sel neuron pertama di rantai tersebut terletak di SSP.

Aksonnya, serat praganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terdapat di

dalam suatu ganglion di luar SSP. Akson neuron kedua, serat pascaganglion, mempersarafi

organ-organ efektor.

Sistem saraf otonom terdiri dari dua divisi sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Serat-serat

saraf simpatis berasal dari daerah torakal dan lumbal korda spinalis. Sebagian besar serat

praganglion simpatis berukuran sangat pendek, bersinaps dengan badan sel neuron

pascaganglion di dalam ganglion yang terdapat di rantai ganglion simpatis (sympathetic

trunk) yang terletak di kedua sisi korda spinalis. Serat pascaganglion panjang yang berasal

dari rantai ganglion itu berakhir di organ-organ efektor. Sebagian serat praganglion melewati

rantai ganglion tanpa membentuk sinaps dan kemudian berakhir di ganglion kolateral

simpatis yang terletak sekitar separuh jalan antara SSP dan organ-organ yang dipersarafi,

dengan serat pascaganglion menjalani jarak sisanya.

Serat-serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah kranial dan sakral SSP. (Sebagian

saraf kranialis mengandung serat parasimpatis.) Serat-serat ini berukuran lebih panjang

dibandingkan dengan serat praganglion simpatis karena serat-serat itu tidak terputus sampai

mencapai ganglion terminal yang terletak di dalam atau dekat organ efektor. Serat-serat

pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ yang bersangkutan itu sendiri.

Serat-serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmiter yang sama,

yaitu asetilkolin (ACh), tetapi ujung-ujung pascaganglion kedua sistem ini mengeluarkan

neurotransmiter yang berlainan (neurotransmiter yang mempengaruhi organ efektor). Serat-

serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Dengan demikian, serat-serat itu,

bersama dengan semua serat praganglion otonom, disebut serat kolinergik. Sebaliknya,

sebagian besar serat pascaganglion simpatis disebut serat adrenergik, karena mengeluarkan

noradrenalin, lebih umum dikenai sebagai norepinefrin. Baik asetilkolin maupun norepinefrin

juga berfungsi sebagai zat perantara kimiawi di bagian tubuh lainnya .

Serat-serat otonom pascaganglion tidak berakhir di sebuah tonjolan seperti kepala sinaps

(synaptic knob), namun cabang-cabang terminal dari serat otonom mengandung banyak

tonjolan, atau varicosities, yang secara simultan mengeluarkan neurotransmiter ke daerah luas

pada organ yang dipersarafi dan bukan ke sebuah sel. Pelepasan neurotransmiter yang

bersifat difusi ini, disertai kenyataan bahwa di otot polos atau jantung setiap perubahan

aktifitas listrik akan disebarkan melalui gap junction, memiliki arti bahwa keseluruhan organ

biasanya dipengaruhi aktifitas otonom, bukan sel satu per satu.1

Sistem saraf otonom mengontrol aktivitas organ viseral involunter.

Sistem saraf otonom mengatur aktivitas alat-alat dalam (viseral) yang dalam keadaan normal

diluar kesadaran dan kontrol volunter, misalnya sirkulasi, pencernaan, berkeringat, dan

ukuran pupil. Dengan demikian sistem ini dianggap sebagai cabang involunter divisi eferen,

berbeda dengan cabang volunter somatik, yang mempersarafi otot rangka dan dapat dikontrol

secara volunter. Namun, tidaklah seluruhnya benar bahwa individu tidak memiliki kontrolo

terhadap aktivitas yang diatur oleh sistem otonom. Informasi aferen viseral biasanya tidak

mencapai tingkat kesadaran, sehingga individu tidak mungkin secara sadar mengontrol

keluaran eferen yang timbul. Namun dengan teknik-teknik biofeedback (umpan balik hayati),

individu dapat diberi suatu sinyal sadar mengenai informasi aferen viseral, misalnya dalam

bentuk suara, cahaya, atau tampilan grafik pada layar komputer. Sinyal ini memungkinkan

individu yang bersangkutan sedikit banyak melakukan kontrol volunter atas kejadian kejadian

yang dalam keadaan normal dianggap sebagai aktivitas bawah sadar. Sebagai contoh, orang-

orang tertentu telah belajar untuk secara sengaja menurunkan tekanan darah mereka ketika

mereka “mendengar” bahwa tekanan darah meningkat melalui suatu alat khusus ytang

mengubah tingat tekanan darah menjadi sinyal suara. Akhir-akhir ini teknik umpan balik

hayati semacam itu semakin luas diterima dan digunakan.

Sistem saraf simpatis dan parasimpatis bersama-sama mempersarafi sebagian besar organ

viseral.

Sebagian besar organ viseral dipersarafi oleh serat saraf simpatis dan parasimpatis. Sistem

saraf simpatis dan parasimpatis menimbulkan efek yang bertentangan pada organ tertentu.

Stimulasi simpatis meningkatkan kecepatan denyut jantung, sementara stimulasi parasimpatis

menurunkannya; stimulasi simpatis memperlambat gerakan saluran pencernaan, sedangkan

stimulasi parasimpatis meningkatkan motilitas saluran pencernaan. Perhatikan bahwa satu

sistem tidak selalu bersifat eksitatorik dan yang lain selalu inhibitorik. Kedua sistem

meningkatkan aktivitas beberapa organ dan menurunkan aktivitas organ-organ lain.3

Biasanya kedua sistem aktif secara parsial; yaitu, dalam keadaan normal serat-serat saraf

simpatis dan parasimpatis yang mempersarafi suatu organ memiliki potensial aksi. Aktivitas

yang berlangsung terus menerus ini disebut tonus simpatis dan parasimpatis atau aktivitas

tonik. Pada keadaan tertentu, aktivitas salah satu divisi dapat mendominasi yang lain.

Dominansi simpatis pada suatu organ timbul jika kecepatan pembentukan potensial aksi

serat-serat simpatis meningkat melebihi tingkat tonik, disertai oleh penurunan simultan

frekuensi potensial aksi serat parasimpatis ke organ yang sama. Hal yang sebaliknya berlaku

untuk dominansi parasimpatis. Pergeseran keseimbangan antara aktivitas simpatis dan

parasimpatis dapat berlangsung secara terpisah di setiap organ untuk memenuhi kebutuhan

spesifik tertentu, atau berlangsung secara lebih menyeluruh dengan salah satu sistem

mengalahkan sistem yang lain untuk mengontrol banyak fungsi tubuh. Pelepasan muatan

masif yang menyeluruh lebih sering terjadi pada sistem simpatis. Manfaat dari potensial

pelepasan muatan simpatis yang masif ini terlihat pada situasi-situasi pada saat sistem ini

biasanya mendominasi.

Sistem simpatis meningkatkan respons-respons yang mempersiapkan tubuh untuk melakukan

aktivitas fisik yang berat dalam menghadapi situasi penuh stres atau darurat, misalnya

ancaman fisik dari lingkungan luar. Respons semacam ini biasanya disebut sebagai fight or

flight response karena sistem simpatis mempersiapkan tubuh untuk melawan atau melarikan

diri dari ancaman. Pikirkan tentang sumber-sumber pada tubuh yang diperlukan pada keadaan

seperti ini. Jantung berdenyut lebih cepat dan lebih kuat; tekanan darah meningkat karena

konstriksi umum pembuluh darah; saluran pernapasan terbuka lebar untuk memungkinkan

aliran udara maksimal; glikogen (simpanan gula) dan simpanan lemak dipecahkan untuk

menghasilkan bahan bakar tambahan dalam darah; dan pembuluh-pembuluh darah yang

memperdarahi otot-otot rangka berdilatasi (terbuka lebih lebar). Semua respons ini ditujukan

untuk meningkatkan aliran darah yang kaya oksigen dan nutrisi ke otot-otot rangka sebagai

antisipasi terhadap aktivitas fisik yang berat. Selanjutnya, pupil berdilatasi dan mata

menyesuaikan diri untuk melihat jauh, yang memungkinkan individu membuat penilaian

visual yang cepat mengenai situasi keseluruhan yang mengancam. Terjadi peningkatan

berkeringat sebagai antisipasi terhadap peningkatan produksi panas yang berlebihan akibat

aktivitas fisik. Karena aktivitas pencernaan dan berkemih kurang penting dalam menghadapi

ancaman, sistem simpatis menghambat aktivitas-aktivitas ini.

Sistem parasimpatis, di pihak lain, mendominasi pada situasi yang yang tidak mengancam,

tubuh dapat lebih memusatkan diri pada aktivitas “rumah tangga umum”-nya sendiri,

misalnya pencernaan dan pengosongan kandung kemih. Sistem parasimpatis mendorong

fungsi-fungsi tubuh seperti ini, sementara memperlambat aktivitas-aktivitas yang

ditingkatkan oleh sistem simpatis. Sebagai contoh, tatkala seseorang sedang dalam keadaan

tenang jantung tidak perlu berdenyut dengan cepat dan kuat.

Peningkatan kecepatan denyut jantung akibai stimulasi simpatis dapat secara bertahap

diturunkan ke tingkat normal setelah situasi yang menegangkan (mengancam), dengan

menurunkan kecepatan pembentukan potensial aksi di saraf simpatis jantung, tetapi denyut

jantung tersebut dapat dikurangi lebih cepat apabila secara bersamaan terjadi peningkatan

stimulasi parasimpatis ke jantung. Memang, kedua divisi sistem saraf otonom itu biasanya

dikontrol secara berlawanan; peningkatan aktivitas pada salah satu divisi disertai oleh

penurunan yang sesuai pada divisi yang lain.

Inhibisi sistem saraf parasimpatis oleh kokain, obat aegal yang menimbulkan kecanduan,

mungkin merupakan faktor utama dalam kematian mendadak yang disebabkan oleh kelebihan

dosis kokain. Apabila kokain Menghambat rem parasimpatis yang bersifat protektif, tang

tampaknya memang demikian, sistem simpatis dapat menyebabkan peningkatan kecepatan

denyut jantung tanpa kendali. Kematian mendadak timbul jika denyut jantung menjadi terlalu

cepat dan tidak teratur, sehingga daya pompa jantung tidak adekuat.3

Terdapat beberapa kekecualian terhadap sifat umum persarafan timbal-balik ganda oleh

kedua cabang sistem saraf otonom tersebut; yang paling menonjol adalah sebagai berikut:

Pembuluh darah yang dipersarafi (sebagian besar arteriol dan vena dipersarafi, arteri dan

kapiler tidak) hanya menerima serat-serat saraf simpatis. Pengaturan dilaksanakan dengan

meningkatkan atau menurunkan kecepatan pembentukan potensial aksi di atas atau di sawah

tingkat tonik serat simpatis tersebut. Satu-satunya pembuluh darah yang mendapat persarafan

parasimpatis adalah pembuluh darah yang memper-darahi penis dan klitoris. Kontrol vaskuler

yang akurat di kedua organ ini oleh persarafan ganda penting untuk menimbulkan ereksi.

Kelenjar keringat hanya dipersarafi oleh saraf simpatis. Serat-serat pascaganglion saraf-

saraf ini tidak lazim karena mereka mengeluarkan asetilkolin dan bukan norepinefrin.

Kelenjar liur dipersarafi oleh kedua divisi otonom, tapi tidak seperti di tempat lain,

aktivitas simpatis dan parasimpatis tidak antagonistik. Keduanya merangsang sekresi air liur,

tetapi komposisi dan volume air liur yang terbentuk berbeda, bergantung pada cabang

otonom mana yang lebih dominan.2

a. Simpatik2

Karakteristik Sistem Saraf Simpatis

1. Asal serat praganglion Daerah torakal dan lumbal korda spinalis

2. Asal serat pasca-ganglion (letak ganglion) Rantai ganglion simpatis (dekat korda

spinalis)atau ganglion kolateral(sekitar separuh jalan antara korda spinalis dan organ efektor)

3. Panjang dan jenis serat Serat oraganglion koligernik pendek

Serat pascaganglion andergenik panjang (sebagian besar)

Serat pascaganglion koligernik panjang (beberapa)

4. Organ efektor yang dipersarafi Otot jantung hampir semua otot polos, sebagian besar

kelenjar eksokrin, dan sebagian kelenjar endokrin

5. Jenis reseptor untuk

Neurotransmiter Α, β1, β2

6. Dominasi Mendominasi dalam situasi darurat “ fight or flight; mempersiapkan tubuh untuk

aktivitas fisik yang memerlukan kekuatan besar

7. Jenis lepas muatan Sering melepaskan muatan secara massal sistem keseluruhan; dapat

melibatkan hanya organ-organ tertentu

b. Parasimpatik2

Merupakan sistem saraf yang keluar dari daerah otak.

Terdiri dari 4 saraf otak yaitu saraf nomor III (okulomotorik), nomor VII (Facial), nomor IX

(glosofaring), nomor X (vagus).

Karakteristik Sistem Saraf Parasimpatis

1. Asal serat praganglion Otak dan daerah sakral korda spinalis

2. Asal serat pasca-ganglion (letak ganglion) Ganglion terminal (didalam atau di dekat organ

efektor)

3. Panjang dan jenis serat Serat

pregangion kolinergik panjang

Serat pascaganglion kolinergik

pendek

4. Organ efektor yang dipersarafi

Otot jantung, sebagian besar otot,

sebagian besar kelenjar eksokrin, dan polos, sebagian kelenjar endokrin

5. Jenis reseptor untuk

Neurotransmiter Nikotinik, muskarinik

6. Dominasi Mendominasi dalam situasi yang tenang dan rileks, mendorong aktivitas “rumah

tangga umum” misalnya pencernaan

7. Jenis lepas muatan Biasanya lebih melibatkan organ-organ tersendiri dan jarang

melepaskan muatan secara massal.

Beberapa fungsi sistem saraf parasimpatik yaitu :

- Memperlambat denyut jantung

- Mempersempit pembuluh darah

- Memperlancar pengeluaran air mata

- Memperkecil pupil

- Memperlancar sekresi air ludah

- Menyempitkan bronkus

- Menambah aktivitas kerja usus

- Merangsang pembentukan urine

Efek sistem saraf otonom pada berbagai organ

Kesimpulan

Hipotesisnya benar, yaitu berdebar-debar dapat dipengaruhi oleh emosi yang merupakan

suatu rangsangan melalui persarafan otonom. Karena, fungsi hipothalamus adalah pusat

emosi dan pusat Sistem Saraf Otonom yang mana dapat distimulasi oleh emosi seperti rasa

takut, marah, dan gembira.

Daftar Pustaka

1. Ganong, William F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 17. Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta, 1995.

2. Sherwood L. Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Ed.6. Jakarta: EGC, 2011

3. Watson R. Anatomi dan fisiologi untuk perawat. Jakarta: EGC, 2002.

4. Muttaqin A. Pengantar asuhan keperawatan klien dengan gangguan sistem

persarafan.Jakarta: Salemba medika. 2008.h.4