makalah pbl 18

54
Makalah Problem Based Learning BLOK 18 Sistem Respirasi 2 Kelompok D2 Adiartha Tannika 10 2008 043

description

RESPIRATORY

Transcript of makalah pbl 18

Makalah Problem Based Learning

BLOK 18 Sistem Respirasi 2

Kelompok D2

Adiartha Tannika10 2008 043

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2010

1. ANAMNESIS

Diperlukan indeks kecurigaan yang tinggi terutama pada pasien dengan

imunosupresi atau dari daerah endemisnya.

Gejala lokal:

Batuk, sesak napas, hemoptisis, limfadenopati, ruam ( misalnya lupus vulgaris), kelainan

rontgen toraks, atau gangguan GI.

Efek sistemik:

Demam, keringat malam, anoreksia, atau penurunan berat badan.

Riwayat penyakit terdahulu

Pernahkah pasien berkontak dengan pasien TB?

Apakah pasien mengalami imunosupresi (kortikosteroid/HIV)?

Apakah pasien pernah mengalami pemeriksaan rontgen toraks dengan hasil abnormal?

Adakah riwayat vaksinasi BCG atau tes mantoux?

Adakah riwayat diagnosis TB?

Obat- obatan

Pernahkah pasien menjalani terapi TB? Jika ya, obat apa yang digunakan, berapa lama

terapinya, bagaimana kepatuhan pasien mengikuti terapi, dan apakah dilakukan

pengawasan terapi?

Riwayat keluarga dan social

Adakah riwayat TB di keluarga atau lingkungan social?

Tanyakan konsumsi alcohol, penggunaan obat intravena, dan riwayat bepergian ke luar

negeri?

Fisik

TB bisa menimbulkan tanda local pada dada, tanda sistemik, atau jika timbul TB

milier, banyak bagian tubuh yang mungkin terkena dan menimbulkan, misalnya, lesi

kulit, lesi retina, osteomielitis spinal (penyakit Pott), atau TB genitourinarius.

Adakah pireksia, anemia, atau ikterus?

Adakah limfadenopati?

Apakah pasien tampak kurus atau malnutrisi?

Adakah deviasi trakea?

Cari tanda paru apical: adakah fibrosis?

Adakah efusi pleura?

Adakah piuria (steril)?

Curiga TB pada setiap pasien demam kronis, penurunan berat badan, gejala pernapasan

yang tidak dapat dijelaskan, atau limfadenopati.

2. PEMERIKSAAN

A. Fisik

Rumus berat badan ideal

1. Berat Badan Ideal (BBI) bayi (anak 0-12 bulan)

BBI = (umur (bln) / 2 ) + 4

2. BBI untuk anak (1-10 tahun)

BBI = (umur (thn) x 2 ) + 8

RR anak (pra sekolah) normal 20 – 30 / menit

Inspeksi

Inspeksi keadaan paru – paru telah dicakup

Palpasi

Palpasi pada pemeriksaan paru – paru sangat bermanfaat untuk menegaskan

penemuan – penemuan pada inspeksi. Setiap perubahan yang terjadi pada kedua sisi dada

yang tampak pada inspeksi akan lebih jelas dengan pemeriksaan palpasi. Palpasi

dilakukan dengan meletakkan telapak tangan serta jari – jari pada seluruh dinding dada

dan punggung. Dengan palpasi dicari dan ditentukan hal – hal sebagai berikut:

1. Simetri atau asimetri toraks, kelainan rosary pada rakitis, setiap benjolan abnormal,

bagian – bagian yang nyeri, kelenjar limfe pada daerah aksila, fosa supraklavikularis,

fosa infraklavikularis.

2. Fremitus suara; pemeriksaan ini mudah dilakukan pada anak yang menangis atau anak

yang dapat diajak bicara ( misalkan disuruh mengatakan tujuh puluh tujuh). Normal

akan teraba getaran yang sama pada kedua telapak tangan yang diletakkan pada kedua

sisi dada dan kedua sisi punggung. Fremitus suara ini akan meninggi bila adanya

konsilidasi, misalnya pada pneumonia. Fremitus ini akan mengurang bila ada

obstruksi saluran napas, atelektasis, pleuritis, efusi pleura, pleuritis dengean schwarte,

serta tumor antara parudan dinding dada. Bila ada mucus yang banyak pada saluran

napas bagian atas, akan teraba fremitus yang kasar.

3. Krepitasi subkutis yang menunjukkan adanya udara dibawah jaringan kulit. Kelainan

ini dapat terjadi spontan, pasca trauma, atau pasca tindakan ( terutama trakeostomi).

Perhatikan luasnya daerah krepitasi, dan pada pemeriksaan selanjutnya perlu diteliti

apakah daerah krepitasi menetap, meluas, atau berkurang.

Perkusi

Perkusi paru dapat dilakukan dengan 2 cara, ialah perkusi langsung dan perkusi

tidak langsung. Perkusi langsung dilakukan dengan mengetukkan ujung jari tengah atau

jari telunjuk langsung ke dinding dada. Cara ini cepat, lembut, tetapi memerlukan latihan

banyak. Yang lebih sering dikerjakan ialah perkusi tidak langsung, dengan meletakkan

satu jari pada dinding dada dan mengetuknya dengan jari tangan yang lain. Pada

bayi/anak, perkusi tidak boleh dilakukan terlalu keras, karena dinding dada anak masih

tipis dan otot – otot masih kecil, sehingga suara perkusi lebih resonans daripada suara

perkusi orang dewasa.

Biasanya perkusi dilakukan mulai dari daerah supraklavikular, kemudian turun

kebawah, setiap kali satu sela iga, dan tiap kali dibandingkan sisi kanan dan kiri.

Demikian pula perkusi punggung biasanya dilakukan dari atas ke bawah, dan

dibandingkan sisi kanan dan kiri.

Suara perkusi normal adalah sonor. Suara perkusi yang kurang (redup atau pekak)

pada keadaan normal terdapat pada daerah scapula, diafragma, hati, dan jantung. Daerah

pekak hati terdapat setinggi iga ke 6 pada garis aksilaris media kanan; pekak hati akan

menunjukkan peranjakan dengan gerakan napas, ialah menurun pada saat inspirasi dan

naik pada saat ekspirasi. Peranjakan ini berkisar antara 1 sampai 2 sela iga, tetapi sulit

diperiksa pada anak dibawah umur 2 tahun. Pekak hati akan lebih meninggi pada

hepatomegali, pendesakan hati oleh masa intraabdominal, atelektasis paru kanan, serta

kolaps paru kanan. Pekak hati akan menurun pada asma serta emfisema paru. Batas

bawah paru bagian belakang adalah setinggi iga ke 8 sampai 10.

Perkusi untuk menentukan batas paru jantung sulit dilakukan pada bayi dan anak

kecil. Pada anak yang lebih besar perkusi yang cermat mungkin dapat member informasi

besarnya jantung.

Bunyi perkusi yang abnormal dapat berupa: hipersonor atau timpani, yang terjadi

bila udara dalam paru atau pleura bertambah, misalnya emfisema paru atau

pneumotoraks, dan redup atau pekak bila terdapat konsolidasi jaringan paru (pneuma

lobaris, atelektasis, tumor) dan cairan dalam rongga pleura. Bunyi perkusi timpani pada

dada juga terdapat pada hernia diafragmatika.

Auskultasi

Auskultasi paru dilakukan untuk menilai suara napas dasar dan suara napas

tambahan. Auskultasi harus dilakukan pada seluruh dada dan punggung, termasuk daerah

aksila. Sebaiknya stetoskop ditekan cukup kuat pada sela iga untuk menghindarkan suara

artefak (bunyi gesekan dengan rambut). Seperti perkusi, biasanya auskultasi dimulai dari

atas ke bawah, dan dibandingkan sisi kanan dan kiri dada. Perlu diingat, bahwa kaeran

tipisnya dinding dada, maka suara napas pada bayi dan anak cendrung untuk lebih keras

daripada suara napas pada orang dewasa.

Suara napas dasar

1. Vesicular. Ini adalah suara napas normal yang terjadi karena udara masuk dan

keluar melalui jalan napas. Suara inspirasi lebih keras dan lebih panjang daripada

suara expirasi, dan terdengar seperti membunyikan “fff” dan “www”.suara fesikular

lemah terdapat pada penyempitan bronkus, dan setiap keadaan yang menyebabkan

ventilasi berkurang, atau bertambahnya hambatan konduksi udara atau keduanya.

Keadaan – keadaan tersebut dapat ditemukan pada pneumonia, atelektasis, edema

paru, efusi pleura, empiema, pneumotoraks, dan emfisema. Seuara vesicular

mengeras terdapat pada bertambahnya ventilasi dan bertambah baiknya kondisi

suara, misalnya face resolusi pneumonia, konsolidasi paru, serta tumor yang

mengantarkan suara lebih baik. Perlu diingat bahwa sebenarnya hampir suara napas

pada bayi dan anak kecil ialah vesicular mengeras bila dibandingkan dengan suara

napas orang dewasa. Pada asma terdengar suara vesicular dengan eksperium

memanjang.

2. Bronchial: terdengar inspirasi keras yang disusul oleh ekspirasi yang lebih keras;

dapat disamakan dengan bunyi “kh”. Suara napas ini pada keadaan normal yang

terdengar pada bronkus kanan dan kiri, di daerah parasternal atas didepan dan di

daerah interskapular di belakang. Bila suara napas bronchial terdengar di tempat

lain, berarti terdapat konsolidasi yang luas, misalnya pada pneumonia lobaris.

Dikenal pula suara napas subbronkial atau broncovesikular yang merupakan

kombinasi suara napas vesicular dan bronchial.

3. Amforik: suara napas ini sangat mirip dengan bunyi tiupan diatas mulut botol

kosong, dapat didengar pada kaverne.

4. Cog-wheel breath sound: istilah ini dipakai untuk menyatakan terdapatnya suara

napas yang terputus – putus, tidak kontinu baik pada fase inspirasi dan ekspirasi.

Keadaan ini mungkin disebabkan karena adhesi pleura atau kelainan bronkus kecil.

Terdapat misalnya pada tuberculosis dini.

5. Metamorphosing breath sound: suara napas yang mulainya halus kemudian

mengeras, atau yang dimulai dari vesicular kemudian berubah menjadi bronchial.

Suara napas tambahan

Suara napas tambahan yang dapat kita dengar adalah: ronki basah dan ronki

kering, kerpitasi, bunyi gesekan pleura, sukusio Hippocrates.

Ronki basah adalah suara tambahan berupa vibrasi terputus- putus akibat getaran

yang terjadi bila cairan dalam jalan napas dilalui oleh udara. Dibedakan dalam rongki

basah halus ( dari duktus alveolus, bronkiolus, dan bronkus halus), ronki basah sedang

(dari bronkus kecil dan sedang), dan ronki basah kasar ( dari bronkus diluar jariangan

paru – paru). Pada ronki basah halus dan sedang dibedakan pula menjadi ronki basah

nyaring dan ronki basah tidak nyaring. Ronki basah nyaring berarti nyata terdengar,

karena suara dialirkan dari benda padat (infiltrate atau konsolidasi) ke stetoskop,

sedangkan suara ronki basah tidak nyaring suara disalurkan melalui media normal ( tidk

terdapat infiltrate atau konsolidasi). Sering kali ronki basah halus hanya terdengar pada

saat akhir inspirasi atau pada inspirasi dalam. Pada bayi yang menangis hal ini mudah

didengar, karena anatar 2 teriakan nangis bayi akan terdengar napas dalam. Pada gagal

jantung, ronki hanya terdengar pada satu bagian basal saja. Ronki basah yang terdengar

pada ekspirasi dapat terjadi pada asma, bronkiolitis, dan aspirasi benda asing. Ronki

basah yang hilang setelah pasien batuk biasanya disebabkan oleh lender pada trakea atau

bronkus besar.

Ronki kering adalah suara kontinu yang terjadi karena udara melalui jalan napas

yang menyempit baik karena factor intraluminar (spasme bronkus, edema, lender yang

kental, benda asing) maupun factor ekstraluminar (desakan oleh tumor). Ronki kering

lebih jelas terdengar pada fase ekspirasi daripada fase inspirasi. Wheezing adalah jenis

ronki kering yang terdengar lebih musical atau sonor dibandingkan dengan ronki lainnya.

Mengi juga lebih sering terdengar pada fase ekspirasi. Mengi pada saat inspirasi biasanya

menunjukkan obstruksi saluran napas bagian atas, adema laring atau benda asing,

sedangkan mengi ekspirasi terdengar pada obstruksi saluran napas bagian bawah seperti

asma dan bronkiolitis.

Krepitasi adalah suara membukanya alveoli. Krepitasi normal terdengar di

belakang bawah dan samping pada waktu inspirasi yang dalam setelah istirahat telentang

beberapa waktu lamanya. Krepitasi patologik terdapat pada pneumonia lobaris.

Pleural friction rub terdapat pada pleuritis fribrinosa, karena pleura viserale dn

pleura parietale saling bergesekan dengan fibrin di tengahnya. Suara yang terdengar

adalah suara gesekan kasar seolah – olah dekat dengan telinga, baik pada fase inspirasi

maupun ekspirasi. Suara gesekan ini biasanya terdengar di bagian bawah belakang paru,

jarang sekali di apeks.

Bronkofoni atau vocal resonance adalah resonans yang bertambah akibat

terdapatnya pengantaran suara yang lebih baik daripada normal, misalnya pada

konsolidasi. Sukusio Hippocrates terdapat pada seropneumothoraks, yakni kalau dada

pasien digerak-gerakkan akan terdengar suara kocokan; suara ini jarang terdengar pada

anak – anak.

Akhirnya perlu diingatkan kemungkinan terdapatnya bunyi peristaltic usus di

daerah dada, yang mengingatkan kita akan terdapatnya hernia diafragmatika.

B. Radiologi

Pemeriksaan Rontgen adalah sangat penting untuk diagnosis tuberkulosis paru.

1. Bila klinis ada gejala gejala tuberkulosis paru, hampir selalu ditemukan kelainan

pada foto rontgen.

2. Bila klinis ada persangkaan terhadap penyakit tuberkulosis paru, tetapi pada foto

Roentgen tidak terlihat kelainan, maka ini merupakan tanda yang kuat bahwa

penyakit yang diderita bukanlah tuberkulosis.

3. Pada pemeriksaan rontgen rutin ( misalnya check –up) mungkin telah ditemukan

tanda -tanda pertama tuberkulosis, walaupun klinis belum ada gejala. Sebaliknya bila

tidak ada kelainan pada foto Rontgen belum berarti tidak ada tuberkulosis, sebab

kelainan pertama pada foto Rontgen biasanya baru kelihatan sekurang-kurangnya 10

minggu setelah infeksi oleh basil tuberkulosis.

4. Sesudah sputum positif pada pemeriksaan bakteriologik, tanda tuberkulosis yang

terpenting adalah bila ada kelainan pada foto rontgen.

5. Ditemukannya kelainan pada foto Rontgen belum berarti bahwa penyakit tersebut

aktif ( lihat kriteria aktivitas proses tuberkulosis pada foto Rontgen)

6. Dari bentuk kelainan pada foto Rontgen (bayangan bercak bercak , awan awan , dan

lubang, merupakan tanda tanda aktif;sedangkan bayangan garis garis dan sarang

kapur merupakan tanda tenang)memeng dapat diperoleh kesan tentang aktivitas

penyakit ,namun kepastian diagnosis hanya dapat diperolehmelalui kombinasi

dengan hasil pemeriksaan klinis/laboratoris.

7. Pemeriksaan Rontgen penting untuk dokumentasi, penentuan lokalisasi proses dan

tanda perbaikan atau perburukan dengan melakukan perbandingan dengan foto-foto

terdahulu.

8. Peneriksaan Rontgen juga penting untuk penilaian hasil tindakan terapi seperti

pneumotoraks artifisial, torakoplastik,dan sebagainya.

9. Pemeriksaan Rontgen tuberkulosis paru saja tidak cukup dan dewasa ini bahkan

tidak boleh dilakukan hanya dengan fluoroskopi (dilarang oleh peraturan peraturan

WHO). pembuatan foto Roentgen adalah suatu keharusan,yaitu foto posterioranterior

(PA), bila perlu disertai proyeksi-proyeksi tambahanseperti foto lateral,foto khusus

puncak AP-lordoktik dan teknik- teknik khusus lain nya seperti foto keras (High-

voltage), dan sebagainya.

C. Uji Lain

Uji Kulit Tuberkulin

Perkembangan hipersensitivitas tipe lambat (HTL) pada kebamyakan individu

yang terinfeksi dengan basil tuberkelmembuat uji kulit tuberkulin berguna sebagai alat

diagnostik.uji multipunksi (UMP) tidak seakurat uji Mantoux karena dosis antigen

tuberkulin yang tepat yang dimasukan dalam kulit tidak dapat di kontrol. Sejak uji kulit

tuberkulin anak secara masal diabaikan,UMP tidak mempunyai peranan pada pratek

pediatri sekarang.

Uji kulit tuberkulin Mantoux adalah injeksi intradermal o,1ml yang mengandung

5 unit tuberkulin (UT) derivat protein yang dimurnikan (purified protein derivative (PPD)

yang distabilkan dengan Tween 80. lebar indurasi dalam responnya terhadap uji tersebut

harus diukur oleh orang terlatih 48-72jam sesudah pemberian.kadang – kadang

pemderiataan akan mulai berindusasi lebih dari 72 jam sesudah perlakuan uji ;ini adalah

hasil positif.

Faktor-faktor yang berkait hospes, termasuk umur yang amat muda, malnutrisi,

imunosupresi karena penyakit atau obat- obat,infeksi virus ( campak,

paratitis,varisela,influenza), vaksin virus hidup. Dan tuberkulosis yang berat, dapat

menekan reaksi uji kulit pada anak yang terinfeksi dengan M tuberkulosis. Terapi

kortikosteroid dapat menurunkan reaksi terhadap tuberkulin, tetapi pengaruhnya adalah

bervariasi. Uji tuberkulin yang dilakukan pada saat memulai terapi kortikosteroid

biasanya tidak dapat dipercaya. Sekitar 10% anak berkemampuan imun dengan penyakit

tuberkulosis sampai 50% dari mereka yang dengan meningitis atau penyakit tersebar

pada mulanya tidak bereaksi terhadap PPD; kebanyakan menjadi reaktif sesudah

beberapa bulan terapi antituberkulosis. Nonreaktivitas mungkin spesifik terhadap

tuberkulin atau lebih global terhadap berbagai antigen, sehingga uji kulit “kotrol “ positif

dengan uji tuberkulin negatif tidak pernah mengesampingkan tuberkulosis. Sebab- sebab

uji negatif palsu yang paling sering adalah tehnik yang jelek atau kesalahan membaca

hasil.

Reaksi positif palsu terhadap tuberkulin dapat disebabkan oleh sensitisasi silang

terhadap antigen mikrobakteria nontuberkulosis (MNT), yang pada umumnya lebih

sering pada lingkungan yang mendekati khatulistiwa (equator). Reaksi silang ini biasanya

sementara beberapa bulan sampai beberapa tahun dan menghasilkan indurasi kurang dari

10-12mm. Vaksinasi sebelumnya dengan bacile calmette-guerin (BCG) juga dapat

menimbulkan reaksi terhadap uji kulit tuberkulin. Sekitar setengah dari bayi yang

mendapat vaksin BCG tidak pernah menimbulkan uji kulit tuberkulin reaktif, dan

reaktivitas biasanya berkurang pada 2-3 tahun pada mereka yang pada mulanya uji kulit

positif. Anak yang lebih tua dan orang dewasa yang mendapat vaksin BCG lebih

mungkin berkembang reaktivitas tuberkulin, tetapi kebanyakan kehilangan reaktivitasnya

pada 5-10 tahun sesudah vaksinasi. Bila ada reaktivitas uji kulit, biasanya menimbulkan

indurasi kurang dari 10mm, walaupun reaksi yang lebih besar terjadi pada beberapa

individu. Pada umumnya reaksi kulit tuberkulin yang ≥ 10 mm pada anak atau orang

dewasa yang di vaksinasi BCG menunjukkan infeksi dengan M. Tuberkulosis, yang

perlu evaluasi dan pengobatan lebih lanjut. Vaksinasi debelumnya dengan BCG tidak

pernah terkontraindikasikan dengan uji tuberkulin.

Intepretasi uji kulit tuberkulin Mantoux akan dipengaruhi oleh tujuan untuk apa

uji dilakukan. Ukuran indurasi yang dapat menunjukkan reaksi positif yang bervariasi

dengan faktor epidemiologis terkait. Pada anak tanpa faktor resiko tuberkulosis, reaksi

hasil uji kulit yang lebih kecil biasanya hasil positif palsu. Kemungkinan pemanjanan

pada orang dewasa dengan resiko tinggi tuberkulosis paru infeksius merupakan faktor

yang paling penting untuk menentukan resiko pada anak. Untuk meminimalkan hasil

positif pals, ukuran reaksi membatasi penentuan hasil positif yang bervariasi menurut

resiko infeksi individu. Untuk orang dewasa dan anak-anak yang beresiko infeksi tinggi-

mereka yang dengan kontak baru dengan orang- orang yang infeksius, penyakit klinis

yang konsisten dengan tuberkulosis, atau infeksi HIV atau imunosupresi lain- daerah

reaktif ≥ 5mm digolongkan sebagai hasil positif, yang menunjukkan infeksi dengan

M.tuberkulosis. untuk kelompok resiko tinggi yang lain dan semua anak sebelum umur 3

tahun, daerah reaktif ≥10 mm dianggap positif. Untuk orang-orang yang beresiko rendah,

terutama yang bertempat tinggal di daerah yang berprevalensi tuberkulosis rendah, titik

batas untuk reaksi positif dapat ≥ 15 mm. Mengklasifikasi anak dengan skema ini

tergantung pada kemampuan dan kemauan klinisi serta keluarga untuk mengembangkan

riwayat perjalanan menyeluruh pada anak dan orang dewasa yang merawat ananknya.

Untuk mengintepretasikan uji kulit tuberkulin secara benar, klinisi harus dengan jelas

mengerti epidemiologi tuberkulosis dalam masyrakat dan indikasi yang benar untuk uji

tuberkulin individu.

Derivat protein yang dimurnikan juga tersedia dalam kekuatan 1- TU dan 250-

TU. Preparat 1-TU digunakan hanya bila dicurigai penderita kemungkinan mengalami

reaksi berat pada uji 5-TU. Penggunaan larutan 250-TU adalah kontroversial karena

intepretasi belum dilakukan. Bila tidak ada reaksi terhadap uji 250-TU tidak

mengesampingkan tuberkulosis, tetapi reaksi sering disebabkan oleh sensitisasi silang

dari nontuberkulosis mikrobakteria (NTM). Pada umumnya, uji 250-TU sedikit berguna

dalam diagnosis infeksi atau penyakit tuberkulosa.

3. EPIDEMOLOGI

Sumber infeksi yang paling sering adalah manusia yang mengekskresikan,

terutama dari traktus respiratorius, basil tuberkel dalam jumlah banyak. Kontak erat

(misalnya dalam sebuah keluarga) dan pajanan massif (misalnya pada pertugas

kesehatan) membuat transmisi melalui droplet paling mungkin terjadi.

Organisasi kesehatan sedunia memperkirakan bahwa sepertiga populasi dunia (2

bilyun orang) terinfeksi dengan Mycobacterium tuberculosis. Angka infeksi tertinggi di

Asia Tenggara, Cina, India, Afrika, dan Amerika Latin. Tuberculosis terutama menonjol

di populasi yang mengalami stress nutrisi jelek, penuh sesak, perawatan kesehatan tidak

cukup, dan perpindahan tempat. Sepuluh sampai 20 juta orang yang hidup di Amerika

Serikat mengandung basil tuberkel.

Di Amerika Serikat telah terjadi penurunan besar dalam insiden penyakit ini. Pada

tahun 1991dilaporkan adanya infeksi baru sebanyak 26.283, termasuk 1662 infeksi baru

pada anak dibawah umur 19 tahun. Angka ini menunjukan suatu peningkatan yang

berjalan lama pada total infeksi baru dan infeksi pada anak. Kebanyakan anak terinfeksi

melalui anggota keluarganya yang dekat dengannya., tetapi penularan ini bias juga

didapatnya melalui lingkungan sekolah, pusat perawatan anak, gereja, bus sekolah, dll.

Data memperlihatkan bahwa penyakit ini paling terkonsentrasi di pusat-pusat kota

metropolitan, di sini presentase bermakna penduduk yang tinggal di lingkungan miskin

yang memudahkan penularan penyakit. Orang yang menderita HIV terutama rentan

terhadap tuberculosis dan manjadi sumber tambahan penyebaran infeksi.

Kemungkinan anak mendapat infeksi dari orang dewasa yang menderita penyakit

akut tergantung pada derajat infeksi sputum, lama dan frekuensi kontak, dan keadaan lain

di sekitar kontak.

Insiden tuberculosis resisten obat telah bertambah secara dramatis. Di America

Serikat, sekitar 14% isolate Mycobacterium tuberculosis resisten terhadap sekurang-

kurangnya satu obat, sementara 3% resisten terhadap isoniazid maupun rimfapisin.

Namun di beberapa Negara frekuensi resisten obat berkisar dari 20%-50%.

4. ETIOLOGI

Mycobacterium tuberculosis marupakan bakteri batang lengkung, gram positif

lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan memiliki panjang sekitar

2-4 µm. Bakteri ini merupakan aerob obligat dan mendapat energi dari oksidasi banyak

komponen karbon sederhana. Bakteri ini tumbuh paling baik pasa suhu 37-41ºC,

menghasilkan niasin dan tidak ada pigmentasi. Pada pewarnaan bakteri ini dapat

menahan warnanya walaupun diberikan asam atau alcohol (pada pemberian 95% etil

alcohol mengandung 3% asam hidrokolat) dan oleh sebab itu, disebut bakteri “tahan

asam”. Pada dinding sel bekteri ini terdapat lipid yang dalam beberapa hal bertanggung

jawab pada sifat tahan asamnya. Penghilangan lipid dengan menggunakan asam yang

panas menghancurkan sifat asam bakteri ini, yang tergantung dari integritas dinding sel

dan adanya lipid-lipid tertentu.

Bakteri ini tumbuh lambat, waktu pembentukannya 12-24 jam. Isolasi dari

specimen klinik pada media sintetik padat biasanya memerlukan waktu 3-6 minggu, dan

uji kerentanan obat memerlukan 4 minggu tambahan. Namun pertumbuhan dapat

dideteksi dalam 1-3 minggu pada medium cairan selektif dengan menggunakan nutrient

radiolabel, dan kerentanan obat dapat ditentukan dalam 3-5 hari tambahan.

5. WORKING DIAGNOSIS

Pembagian tuberkulosis

Tuberkulosis paru dibagi menjadi

1. Tuberkulosis anak (infeksi primer)

2. Tuberkulosis orang dewasa (re-infeksi)

Tuberculosis Primer

Tuberkulosis primer terjadi karena infeksi melalui jalan pernapasan (inhalasi)oleh

Mycobacterium tuberkulosis. Biasanya pada anak anak.

Kelainan Rontgen pada akibat penyakit ini dapat berlokasi dimana saja dalam

paru paru, namun sarang dalam parenkim paru paru sering disertai oleh pembesaran

kelenjar limferegionl (komplek primer ). Salah satu komplikasi yang mungkin timbul

adalah pleuritis,karena perluasan infiltral primer ke pleura melalui penyebaran

hematogen. Komplikasi lain adalah atelektasis akibat stenosis bronkus karena perforasi

kelenjar ke dalam bronkus.Baik pleulitis maupun atelektasis tuberkulosis pada anak anak

mungkin demikian luas sehingga sarang primer tersembunyi dibelakang.

6. DIFFERENT DIAGNOSIS

A. Faringitis (Radang Tenggorokan)

Faringitis adalah suatu peradangan pada tenggorokan (faring). Faringitis bisa

disebabkan oleh virus maupun bakteri. Kebanyakan disebabkan oleh virus, termasuk

virus penyebab common cold, flu, adenovirus, mononukleosis atau HIV. Bakteri yang

menyebabkan faringitis adalah streptokokus grup A, korinebakterium, arkanobakterium,

Neisseria gonorrhoeae atau Chlamydia pneumoniae. Baik pada infeksi virus maupun

bakteri, gejalanya sama yaitu nyeri tenggorokan dan nyeri menelan. Selaput lendir yang

melapisi faring mengalami peradangan berat atau ringan dan tertutup oleh selaput yang

berwarna keputihan atau mengeluarkan nanah.

Gejala lainnya adalah:

- demam

- pembesaran kelenjar getah bening di leher

- peningkatan jumlah sel darah putih.

Gejala tersebut bisa ditemukan pada infeksi karena virus maupun bakteri, tetapi lebih

merupakan gejala khas untuk infeksi karena bakteri.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. Jika diduga

suatu strep throat, bisa dilakukan pemeriksaan terhadap apus tenggorokan. Untuk

mengurangi nyeri tenggorokan diberikan obat pereda nyeri (analgetik), obat hisap atau

berkumur dengan larutan garam hangat. Aspirin tidak boleh diberikan kepada anak-anak

dan remaja yang berusia dibawah 18 tahun karena bisa menyebabkan sindroma Reye.

Jika diduga penyebabnya adalah bakteri, diberikan antibiotik. Untuk mengatasi infeksi

dan mencegah komplikasi (misalnya demam rematik), jika penyebabnya streptokokus,

diberikan tablet penicillin. Jika penderita memiliki alergi terhadap penicillin bisa diganti

dengan erythromycin atau antibiotik lainnya.

B. Bronchitis kronik

Bronkitis adalah suatu kondisi yang timbul bila dinding bagian dalam saluran

pernapasan utama paru yang terinfeksi dan meradang. Keadaan ini biasanya diikuti

dengan infeksi pernapasan seperti demam.  Bronkitis terbagi menjadi dua yaitu bronkitis

akut dan kronis. Gejala utama bronkitis adalah timbulnya batuk  produktif (berdahak)

yang mengeluarkan dahak berwarna putih kekuningan atau hijau. Dan keaadaan ini

berlangsung lebih dari 3 bulan. mukus yang berwarna selain putih atau bening,

menandakan adanya infeksi sekunder.

Gejala-gejala lainnya seperti :

- Biasanya tidak demam, walaupun ada tetapi rendah 

- Keadaan umum baik, tidak tampak sakit, tidak sesak 

- Mungkin disertai nasofaringitis atau konjungtivitis 

- Pada paru didapatkan suara napas yang kasar 

yang perlu diperhatikan adalah akibat batuk yang lama, yaitu : 

- Batuk siang dan malam terutama pada dini hari yang menyebabkan pasien kurang

istirahat 

- Daya tahan tubuh pasien yang menurun 

- Anoreksia sehingga berat badan sukar naik 

- Kesenangan anak untuk bermain terganggu 

- Konsentrasi belajar anak menurun 

Penyebabnya karena nfeksi virus, asap rokok, bahan-bahan yang mengeluarkan

polusi, penyakit gastrofaringeal refluk-suatu kondisi dimana asam lambung naik kembali

ke saluran makan (kerongkongan), terekspos dengan debu atau asap

Menegakkan diagnosis bronkitis hanya berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan

fisik. Selain itu biasanya dilakukan pemeriksaan foto rontgen paru dan pemeriksaan

dahak untuk menegakkan diagnosis dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain.

Karena kebanyakan kasus bronkitis disebabkan oleh infeksi virus sehingga kebanyakan

berlangsung singkat dan hanya memerlukan pengobatan untuk menurunkan gejala.

Beberapa hal yang dapat anda lakukan adalah banyak istirahat, minum banyak, konsumsi

obat batuk yang ada di pasaran. Antibiotik diberikan bila ada kecurigaan bronkitis

disebabkan oleh infeksi bakteri. Selain itu diberikan juga pada keadaan bronkitis kronik

untuk mencegah timbulnya infeksi sekunder.

C. Pneumonia

Pneumonia merupakan radang paru yang disebabkan mikroorganisme (bakteri,

virus, jamur, dan parasit). Proses peradangan akan menyebabkan jaringan paru yang

berupa aveoli (kantung udara) dapat dipenuhi cairan ataupun nanah. Akibatnya

kemampuan paru sebagai tempatpertukaran gas (terutama oksigen) akan terganggu.

Penyebab pneumonia bermacam-macam yaitu bakteri, virus, fungus, alergi , aspirasi,

hypostatic pneumonia. Pneumonia bakteri dapat disebabkan oleh

Pneumococcus,Staphylococcus,H.influenza,TBC,Klebsiella,bakteri coli.

Gejala klinik

Secara anatomik pneumonia terbagi atas dua yaitu :

Pneumonia lobaris

Merupakan penyakit primer, kebanyakan menyerang anak besar (biasanya sesdudah

berumur 3 tahun). Anak tampak sakit berat,demam tinggi,pergerakan dada pada sisi yang

sakit tampak lambat,pekak relatif pada perkusi. Gambaran radiologik jelas terlihat

infiltrate yang jelas. Pada penyembuhan demam menurun secara tiba-tiba (krisis) dalam

5-9 hari. Jarang timbul relaps,prognosis baik, mortalitas rendah,sembuh sempurna.

Bronchopneumonia

Biasanya merupakan penyakit sekunder, timbul setelah menderita penyakit lain.

Kebanyakan menyerang bayi dan anak kecil. Keadaan umum tidak terlalu terganggu (bila

belum sesak), demam tidak terlalu tinggi (sering sebagai demam remitten). Tidak

ditemukan pekak relatif pada perkusi, pada foto thorax tidak tampak bayangan infiltrate

(atau bila ada tersebar kecil). Sering relaps,mortalitas lebih tinggi, dan sembuh dengan

sisa-sisa fibrosis.

Dalam menegakkan diagnosis, selain klinis, pemeriksaan yang mendukung

diagnosis adalah

a. Pemeriksaan Rontgen toraks

Pemeriksaan ini menunjukkan kelainan sebelum dapat ditemukan secara

pemeriksaan fisis. Pada bronkopneumonia bercak-bercak infitrat didapatkan pada satu

atau beberapa lobus. Foto Rontgen dapat juga menunjukkan adanya komplikasi seperti

pleuritis, atelektasis, abses paru, pneumatocel, pneumatoraks, pneumomediastinum atau

perikarditis.

b. Pemeriksaan laboratorium

Pada pneumonia pneumococcus gambaran darah menunjukkan leukositosis,

biasanya 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak

dari usapan tenggorokan dan 30% dari darah. Urin biasanya berwarna lebih tua, mungkin

terdapat albuminuria ringan karna suhu yang naik dan sedikit torak hialin. Pneumonia

pneumokokus tidak dapat dibedakan dari pneumonia yang disebabkan oleh bakteri lain

atau virus, tanpa pemeriksaan mikrobiologis.

Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi

berhubung hal ini tidak selalu dikerjakan dan makan waktu maka dalam praktek

diberikan pengobatan polifragmasi. Penisilin diberikan 50.000 U/kgbb/hari dan ditambah

dengan kloramfenikol 50-75 mg/kgbb/ hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai

spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama

4-5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan

oksigen. Jenis cairan yang digunakan adalah campuran Glukosa 5% dan NaCl 0,9%

dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10 mEq/500ml botol infuse. Banyaknya

cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow. Karena

ternyata sebagian besar penderita jauh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan

dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan kekurangan basa sebanyak -

5mEq. Pneumonia yang tidak berat, tidak perlu dirawat di rumah sakit. 

D. Pertusis

Pertusis (batuk rejan) disebut juga whooping cough, tussis quinta, violent cough,

dan di Cina disebut batuk seratus hari. Sydenham yang pertama kali menggunakan istilah

pertussis (batuk kuat) pada tahun 1670; istilah ini lebih disukai dari batuk rejan

(whooping cough) karena kebanyakan individu yang terinfeksi tidak berteriak (whoop

artinya berteriak). Pertusis yang berarti batuk yang sangat berat atau batuk yang intensif,

merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut yang dapat menyerang setiap orang yang

rentan seperti anak yang belum diimunisasi atau orang dewasa dengan kekebalan yang

menurun. Penyebab pertusis adalah Bordetella pertusis atau Haemoephilus

pertusis, adenovirus tipe 1, 2, 3, din 5 dapat ditemukan dalam traktus respiratorius,

traktus gastrointestinalis dan trakturs Benito urinarius. Bordotella pertusis ini

mengakibatkan suatu bronchitis akut, khususnya pada bayi dan anak – anak kecil yang

ditandai dengan batuk paroksismal berulang dan stridor inspiratori memanjang,

Masa inkubasi pertusis 6-20 hari, rata-rata 7 hari, sedangkan perjalanan penyakit

ini berlangsung antara 6 – 8 minggu atau lebih. Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari

setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara

sehingga pembentukan lendir semakin banyak. Pada awalnya lendir encer, tetapi

kemudian menjadi kental dan lengket. Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan

berkembangan melalui 3 tahapan:

a. Tahap kataral 

Mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi) ciri-cirinya

menyerupai flu ringan:

• Bersin-bersin

• Mata berair

• Nafsu makan berkurang

• Lesu

• Batuk (pada awalnya hanya timbul di malarn hari kemudian terjadi sepanjang hari).

b. Tahap paroksismal 

Mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala awal) 5-15 kali

batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan pada tinggi. Setelah beberapa kali

batuk kembali terjadi diakhiri dengan menghirup nafas bernada tinggi. Batuk bisa disertai

pengeluaran sejumlah besar lendir vang biasanya ditelan oleh bayi/anak-anak atau

tampak sebagai gelembung udara di hidungnya).

Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah. Serangan batuk bisa

diakhiri oleh penurunan kesadaran yang bersifat sementara. Pada bayi, apnea (henti

nafas) dan tersedak lebih sering terjadi dibandingkan dengan tarikan nafas yang bernada

tinggi.

c. Tahap konvalesen

Mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gejala awal) Batuk semakin

berkurang, muntah juga berkurang, anak tampak merasa lebih baik. Kadang batuk terjadi

selama berbulan-bulan, biasanya akibatiritasi saluran pernafasan.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisis, dan

pemeriksaan laboratorium. Pada anamnesis penting ditanyakan adanya riwayat kontak

dengan pasien pertusis, adalah serangan khas yaitu paroksimal dan bunyi whoop yang

jelas. Perlu pula ditanyakan mengenai riwayat imunisasi. Gejala klinis yang didapat pada

pemeriksaan fisis tergantung dari stadium saat pasien diperiksa.

Pada pemeriksaan labratorium didapatkan leukositosis 20,000-50,000 / UI

dengan, limfositosis absolute khas pada akhir stadium kataral dan selama stadium

paroksismal. Pada bayi jumlah leukosit tidak menolong untuk diagnosis, oleh karea

respons limfositosis juga terjadi pada infeksi lain.

Isolasi B.pertussis dari secret nasofaring dipakai untuk membuat diagnosis

pertussis. Biakan positif pada stadium kataral 95-100%, stadium paroksismal 94 % pada

minggu ke-3 dan menurun. sampai 20 % untuk waktu berikutnya. Serologi terhadap

antibody toksin pertussis. Tes serologi berguna pada stadium lanjut penyakit dan untuk

menetukan danya infeksi pada individu dengan biakan. Cara ELISA dapat dipakai untuk

menentukan serum IgM, IgG, dan IgA terhadap FHA PT, Nilai serum IgM FHA dan PT

menggambarkan respon imun primer baik disebabakan penyakit ata. vaksinasi.

IgG toksin pertusis merupakan tes yang paling sensitive dan spesifik untuk mengetahui

infeksi dan tidak tampak setelah pertusis. Pemeriksaan lain yaitu foto toraks dapat

memperlihatkan infiltrat perihiler, atelektasis atau emfisema.

Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka

ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu tenang. Keributan bisa

merangsang serangan batuk. Bisa dilakukan pengisapan lendir dari ternggorokan. Pada

kasus yang berat, oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang

dimasukkan ke trakea.

Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya tidak

dapat makan akibat batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik sangat

penting, dan sebaiknya makanan diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Untuk

membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik.

1. Antibiotika

a. Eritromisin dengan dosis 50 mg/ kgbb / hari dibagi dalam 4 dosis. Obat ini

menghilangkan B. Pertussis dari nasofaring dalam 2 — 7 hari ( rata- rata 3- 6 hari) dan

dengan demikian memperpendek kemungkinan penyebaran infeksi. Eritromisin juga

menggugurkan atau menyembuhkan pertusis bila diberikan dalam stadium kataralis,

mencegah dan menyembuhkan pneumonia dan oleh karena itu sangat penting dalam

pengobatan pertusis khususnya pada bayi muda.

b. apmpisilin dengan dosis 100 mg / kg bb / hari, dibagi dalam 4 dosis.

c. Lain-lain : rovamisin, kontrimoksazol, kloramfenikol dan tetrasiklin.

2. Imunoglobulin

Belum ada persesuaian paham mengenai pemberian immunoglobulin pada stadium

kataralis. Ada peneliti yang mengatakan pemberian immunoglobulin menghasilkan

pengurangan frekuensi episode batuk paroksismal, tetapi ada pula yang berpendapat

bahwa immunoglobulin tidak berfaedah. Pemberian immunoglobulin pada stadium

paroksismal sama sekali tidak berfaedah.

3. Ekspektoransia dan mukolitik. 

4. Kodein diberikan bila terdapat batuk-batuk yang hebat sekali.

5. Luminal sebagai sedative.

7. PATOFISIOLOGI

Tuberkulosis primer

Penularan tuberkulosis terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar

melalui droplet nuclei dalam udara sekitar kita. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam

udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinat ultraviolet, ventilasi yang

buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari

sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, ia akan

menempel pada saluran napas dan jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar jika

ukuran partikel <5 µm. Kuman akan dihadapi pertama kali oleh neutrofil, kemudian baru

oleh makrofag. Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar

dari percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dan sekretnya.1

Bila kuman menetap di jaringan paru, berkembang biak dalam sito-plasma

makrofag. Di sini ia dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang

di jaringan paru akan berbentuk sarang tuberkulosis primer atau sarang Gohn. Sarang

primer ini dapat terjadi di setiap bagian atau jaringan paru. Bila menjalar sampai ke

pleura, maka terjadi efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui saluran

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring, dan kulit, terjadi limfadenopati regional

kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti paru, otak,

ginjal, dan tulang. Bila masuk arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian

paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal), dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis

regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional = kompleks primer

(Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini selanjutnya

dapat menjadi :

Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang banyak terjadi.

Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di

hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya >5mm dan ± 10% di

antaranya dapat terjdai reaktivasi lagi karena kuman yang dormant.

Berkomplikasi dan menyebar secara : a) per-kontinuitatum, yakni menyebar ke

sekitarnya, b) secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di

sebelahnya. Kuman dapat juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke

usus, c) secara hematogen, ke organ tubuh lainnya.

8. MANIFESTASI KLINIK

Biasanya manifestasi klinik yang dialami pasien adalah berupa:

- Demam subfebril yang menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang panas

badan bisa mencapai 40-410C. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,

tetapi kemudian dapat timbul kembali dan seterusnya hilang timbul.

- Batuk/Batuk darah gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi

bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang.biasanya batuk

ini di derita setelah beberapa minggu atau bulan ketika perandangan bermula. Batuk

bisa mengeluarkan darah karena terdapat pembuluh darah yang pecah.

- Sesak nafas biasanya ditemukan pada Tuberkulosis yang sudah lanjut yang paru-

parunya dipenuhi oleh infiltrate

- Nyeri dada biasanya jarang kecuali infiltrat sdah sampai pleura dan menimbulkan

gesekan sehingga menyebabkan pleuritis.

- Malaise gejala malaise yang sering ditemukan adalah anoreksia,kepala

pusink,meriang,nyeri otot,dan keringat pada malam hari.

9. PENATALAKSANAAN

Dasar mikrobiologi untuk pengobatan.

Basil tuberkel dapat dibunuh hanya selama replikasi. Organisme tertentu yang

secara alamiah resisten terhadap setiap obat antimikrobakteria muncul dalam pipulasi

besar M. tuberculosis. Semua obat yang diketahui resisten dalam M. tuberculosis adalah

kromosomal dan tidak diteruskan dari satu organism eke organisme yang lain. Frekuensi

organisme resisten obat secara alamiah ini diperkirakan sekitar 10-6 tetapi bervariasi pada

setiap obat; streptomisin adalah 10-5, isoniazid 10-6 dan rifampin 10 -8. kaverna yang

mengandung 109 basili tuberkel mempunyai beberapa ribu organisme resisten secara

alamiah, jika ada. Sayangnya, kejadian resisten alamiah terhadap satu obat tidak

tergantung resistensi terhadap obat – obat lain. Peluang bahwa organisme resisten secara

alamiah terhadap dua obat pada dasarnya tidak ada.

Penentu biologik utama keberhasilan kemoterapi antituberkulosis adalah besarnya

populasi basil dalam hospes. Untuk penderita dengan populasi bakteri yang besar, seperti

orang dewasa dengan kaverna atau infiltrasi yang luas, banyak organisme resisten obat

secara alamiah ada dan sekurang –kurangnya dua obat antituberkulosis harus digunakan

untuk mempengaruhi penyembuhan.

Sebaliknya untuk penderita dengan infeksi (uji kulit reaktif) namun tidak ada

penyakit, populasi bakteri kecil, organisme resisten obat jarang atau tidak ada, dan satu

obat dapat digunakan. Anak dengan tuberculosis paru primer dan kebanyakan penderita

dengan tuberculosis ekstrapulmonal mempunyai populasi berukuran sedang dimana

angka organisme resisten obat secara alamiah berarti mungkin ada atau mungkin tidak.

Pada umumnya penderita ini diobati sekurang – kurangnya dua obat. Fenomen mutasi

resisten obat dan ukuran populasi mikroba menhelaskan mengapa penderita kurang setia

pada pengobatan atau regimen pengobatan yang tidak cukup dapat menyebabkan

perkembangan tuberculosis paru yang luas diberikan satu pengobatan atau regimen

pengobatan yang tidak cukup dapat menyebabkan perkembangan tuberculosis resisten

obat. Jika penderita dengan tuberculosis paru yang luas diberikan satu pengobatan,

subpopulasi basili yang rentan terhadap obat tersebut akan dilenyaplan tetapi basili yang

resisten obat mempunyai peluang untuk membelah diri dan menjadi strain dominant.

Penderita akan membaik sementara tetapi akan menderita kumat tuberculosis yang

resisten terhadap obat tersebut. Pada pengobatan dengan menggunakan dua obat tersebut.

Pada pengobatan dengan menggunakan dua obat yang kepanaya isolate M. tuberculosis

rentan, obat X akan melenyapkan subpopulasi basil yang resisten terhadap obat Y, dan

obat Y melenyapkan subpopulasi basil yang resisten terhadap obat X. Jika semua

organisme mengalami resistensi awal terhadap obat tertentu (disebut resisten primer) dan

penderita diobati dengan obat tersebut ditambah dengan pengobatan lain, hanya sati

pengobatan yang efektif digunakan dan penderita akhirnya akan kumat dengan

tuberculosis yang resisten terhadap kedua obat.

Berbagai obat antituberkulosis (tabel 1) berbeda dalam tempat aktivitas primernya

dan aksinya. Isoniazid dan rifampin sangat bakterisid untuk M. tuberculosis. Streptomisin

dan beberapa aminoglikosid lain juga bakterisidal pada basil tuberkel ekstraseluler, tetapi

penetrasinya kedalam makrofag buruk. Pirazinamid tidak dapat ditunjukan apakah

berterisidal di dalam laboratorium tetapi jelas turut membantu membunuh M.

tuberculosis dalam penderita. Obat – obat antituberkulosis lain, seperti etambutol pada

dosis rendah (15mg/kg/24 jam), etionamid dan sikloserin adalah bakteriostatik pada M.

tuberculosis dan tujuan primernya pada regimen terpeutik adalah mencegah munculnya

resistensi terhadap obat – obat lain. Etambutol 25 mg/kg/ 24 jam mempunyai beberapa

akivitas bakterisid yang mungkin penting dalam pengobatan kasus – kasus tuberculosis

resisten obat. Isoniazid dan rifampin juga efektif dalam mencegah munculnya resistensi

terhadap obat – obat lain, tetapi pirazinamid hampir ridak mempunyai aktivitas yang

serupa.

Obat – obat Antituberkulosis pada Anak

1. Isoniazid (INH)

Isoniazid tidak mahal, berdifusi kedalam semua jaringan dan cairan tubuh, dan

mempunyai angka reaksi merugikan yang amat rendah. Obat ini dapat diberikan

secara oral atau intramuscular. Pada dosis harian biasa 10 mg/kg, kadar serum sangat

melebihi kadar hambatan minimum untuk M. tuberculosis. Kadar puncak dalam

darah, sputum, dan CSS dicapai dalam beberapa jam dan menetap selama sekurang –

kurangnya 6 – 8 jam. Isoniazid dimetabolisasi dengan asetilasi dalam hati. Asetilasi

cepat lebih serim pada orang Afrika – Amerika dan Asia daripada orang orang kulit

putih. Tidak ada korelasi antara kecepatan asetilasi dan kemajuan atau reaksi – reaksi

yang merugikan pada anak.

Isoniazid mempunyai dua pengaruh toksik utama, keduanya jarang pada anak.

Neuritis perifer akibat dari hambatan kompetitif penggunaan piridoksin. Kadar

piridoksin mengurang pada anak yang sedang minum INH tetapi manifestasi klinis

jarang ada dan pemberian piridoksin biasanya tidak dianjurkan. Namun remaja

dengan diet tidak cukupm kelompok anak – anak dengan kadar susu dan masukan

daging rendah, serta bayi yang sedang menyusu sering memerlukan penambahan

piridoksin. Manifestasi fisik neuritis perifer yang paling sering adalah mati rasa dan

rasa gatal pada tangan dan kaki. Toksisitas INH CSS jarang, terjadi biasanya bila

overdosis yang bermakna. Pengaruh toksik utama INH adalah hepatotoksisitas, yang

juga jarang pada anak tetapi meningkat sesuai usia. Tiga sampai 10% anak yang

minum INH mengalami kenaikan kadar serum transaminase sementara.

Hepatotoksisitas yang berarti secara klinis jarang, lebih mungkin terjhadi pada remaja

atau anak dengan bentuk tuberculosis berat. Pada kebanyakan anak pemantauan

biokimia rutin tidak diperlukan, dan toksisitas dapat dipantau dengan menggunakan

tanda – tanda dan gejala – gejala klinis. Manifestasi alergi atau reaksi

hipersensitivitas yang disebabkan oleh INH amat jarang. INH menaikan kadar

fenetoin dan menyebabkan toksisitas dengan memblokade metabolismenya. Kadang –

kadang INH berinteraksi dengan teofilin, sehingga memerlukan modifikasi dosis.

Efek samping. INH yang jarang adalah pellagra, anemia hemolitik pada penderita

dengan defisiensi glukosa 6 – fosfat dehidrogenase, dan reaksi seperti lupus dengan

ruam kulit dan arthritis.

2. Rifampin (RIF)

Obat ini adalah obat kunci pada manajemen tuberculosis modern. Ia diserap

dengan baik dari saluran cerna selama puasa, dengan kadar serum puncak dicapai

dalam 2 jam. Bentuk RIF oral dan intravena sekarang tersedia dengan mudah. Seperti

INH, RIF tersebar luas dalam jaringan dan cairan tubuh termasuk CSS. Sementara

eksresi yang terutama melalui saluran gempedu, kadar efektif dicapai pada ginjal dan

urin. Efek samping lebih sering daripada dengan INH dan termasuk perubahan warna

urin dan air mata menhadi oranye (dengan pewarnaan permanent lensa kontak),

gangguan salurang cerna, dan hepatotoksisitas, biasanya ditampakkan sebagai

kenaikan kadar transaminase serum tidak bergejala. Bila RIF diberikan INH, ada

kenaikan risiko hepatotoksisitas, yang dapat diminimalkan dengan menurunkan dosis

INH harian sampai 10 mg/kg/ 24 jam. Pemberian RIF secara intermitten dihubungkan

dengan trombositopenia dan sindrom seperti influenza yang terdiri dari demam, nyeri

kepala, dan malaise. Rifampin dapat menyebabkan kontraseptif oral tidak efektif dan

beriteraksi dengan beberapa obat, termasuk quenidin, natrium warfarin, dan

kortikosteroid. Rifampin biasanya tersedia dalam 150 mg dan 300 mg, yang

sayangnya, tidakmenyenangkan pada banyak kisaran berat badan pada anak. Suspensi

dapat dibuat dengan menggunakan berbagai pelarut tetapi tidak boleh diminium

bersama makanan karena malabsorpsi. Preaparat yang disebut Rifamate mengandung

INH (150 mg) dan RIF (300 mg); preparat ini membantu memastikan bahwa

pendertia mendapat INH maupun RIF atau tidak sama sekali sehingga resisten obat

tertentu tidak terjadi.

3. Pirazinamid (PZA)

Pada orang dewasa, dosis PZA sekali sehari, 30 mg/kg/ 24 jam, menghasilkan

kadar serum 20 mikrogram/mL dan toksisitas hati kecil. Dosis optimum pada anak

belum diketahui, tetapi dosisi yang sama ini menyebabkan kadar CSS tinggi,

ditoleransi dengan baik pada anak berkorelasi dengan keberhasilan klinis pada trial

pengobatan tuberculosis pada anak. Pengalaman yang luas dengan PZA pada anak

telah membuktikan keamanannya. Sekitar 10% orang dewasa yang diobati dengan

PZA berkembang atralgia, arthritis atau encok karena hiperurikemia. Walaupun kadar

asam urat sedikit naik pada anak yang minum PZA manifestasi klinis hiperurikemia

sangat jarang. Reaksi hipersensitivitas jarang pada anak. Satu – satunya bentuk dosis

PZA adalahg tablet agak besar 500 mg, yang menimbulkan beberapa masalah dosis

pada anak, terutama bayi. Tablet ini dapat dihancurkan dan diberikan bersama

makanan dengan cara yang sama dengan pemberian INH, tetapi penelitian

farmakokinetik resmi dengan menggunakan metode ini belum dilaporkan.

4. Streptomisin (STM)

Streptomisin kurang sering digunakan daripada yang disebutkan lebih dahulu

pada pengobatan tuberculosis anak tetapi penting untuk pengobatan atau pencegahan

penyakit resisten obat. Harus diberikan secara intramuscular. Streptomisin menembus

meningen yang radang dengan sangat baik tetapi tdidak melewati meningan yang

tidak radang. Penggunaan utamanya sekarang adalah bila dicurigai resistensi INH

awal atau bila anak menderita tuberculosis yang membhayakan jiwa. Toksisitas itama

STM adalah pada bagian vestibuler dan auditorius syaraf cranial 8. toksisitas ginjal

jauh kurang sering. Streptomisin terkontraindikasi pada wanita hamil karena sampai

30% bayinya akan menderita kehilangan pendegaran berat.

5. Etambutol (EMB)

Etambutol kurang mendapat perhatian pada anak karena kemungkinan

toksisitasinya pada mata. Pada dosis 15 mg/ kg / 24 jam obat ini terutama

bekteriostatik, dan tujuan historisnya adalah mencegah munculnya resistensi terhadap

obat lain. Namun, pada dosis 25 mg/kg/24jam mempunyai beberapa aktivitas

bakterisid, yang mungkin penting dalam pengobatan penyakit resistensi obat. Obat ini

ditoleransi dalam pengobatan baik oleh orang dewasa maupun anak bila diberikan

secara oral sebagai dosis sekali atau dua kali sehari. Kemungkinan toksisitas utama

dalah neuritis optic. Tidak ada laporan toksisitas optic pada anak, tetapi obat ini tidak

digunakan secara luas karena ketidakmampuannya melakukan uji rutin lapangan dan

ketajaman penglihatan pada anak. Etambutol tidak dianjurkan untuk penggunaan

umum pada anak muda karena penlihatannya tidak secara tepat diperksa tetapi harus

dipikirkan pada anak dengan tuberculosis resisten obat bila agen 0 agen lain tidak

tersedia atau tidak dapat digunakan.

6. Etionamid (ETH)

Etionamid adalah obat bakteriostatik yang tujuan utamanya adalah pengobatan

tuberculosis resisten obat. Etionamid menembus kedalam CSS sangat baik dan

mungkin biasanya ditoleransi oleh anak tetapi sering harus diberikan dosis harian

terbagi 2 – 3 kali karena gangguan saluran cerna. Etionamid secara kimia serupa

dengan INH dan dapat menyababkan hepatitis yang berarti.

7. Obat – obat lain

Obat – obat lain digunakan kurang sering untuk tuberculosis karena mereka

kurang efektif atau lebih toksis. Beberapa aminoglikosid, terutama kanamisin dan

amikasin, mempunyai aktivitas antituberkulosis yang berarti dan digunakan pada

kasus tuberculosis resisten streptomisin. Obat yang sangat terkait, kapreomisin,

digunakan lebih sering pada orang dewasa. Obat – obat ini dapat diberikan secara

intravena dan intramuscular, adalah bakterisid, dan biasanya tidak menunjukan

resistensi silang dengan STM. Sikloserin adalah obat antituberkulosis efektif pada

orang dewasa tetapi tidak sering digunakan pada anak karena efek samping utamanya

adalah gangguan pada proses pemikiran dan kecenderungan untuk menyebabkan

depresi dan kelainan psikiatrik lain. Obat ini biasanya diberikan dalam satu atau dua

dosis terbagi, dan kebanyakann pakar menganjurkan memantau kadar serum selama

pemberian. Penambahan piridoksin harus diberikan bila digunakan sikloserin.

Siprofloksasin adalah fluoroquinolon dengan aktivitas antituberkulosis yang sering

digunakan pada tuberculosis resisten obat pada orang dewasa. Obat – obat ini

biasnaya terkontraindikasi pada anak karena mereka menyebabkan pengahancuran

kartilago yang sedang tumbuh pada beberapa midel binatang. Namun obat ini

digunakan secara efektif pada beberapa kasus tuberculosis resisten banyak obat pada

anak bila sedikit agen efektif lain yang tersedia.

Regimen Pengobatan untuk Penyakit

Secara histories rekomendasi pengobatan anak tuberculosis telah diperkirakan

dari trial klinis yang melibatkan orang dewasa dengan tuberculosis paru. Kecenderungan

pada beberapa decade teeakhir adalah mengmbakngkan regimen yang semakin kuat dan

singkat. Telah ditegakkan dengan baik bahwa regimen INH dan RIF 9 bulan

menyembuhkan lebih daripada 98% kasus tuberkulosis paru rentan obat pada orang

dewasa. Sesudah pemberian pengobatan setiap hari selama 1 – 2 bulan pertama, kedua

obat dapat diberikan setiap hari atau dua kali seminggu selama sisa 7 – 8 bulan dengan

hasil yang sama dan frekuensi reaksi yang merugikan rendah. Pemberian dua kali

seminggu didukung dengan data farmakologi dan model binatang serta trial klinis yang

luas. Penambahan PZA pada permulaan regimen mengurangi lamanya keperluan

pengobatan menjadi 6 bulan.

Selama 15 tahun terakhir, sejumlah trial tetapi antituberkulosis pada anak dengan

tuberculosis rentan obat telah menunjukkan bahwa regimen 9 bulan INH dan RIF sangat

berhasil. Pengobatan pada mulanya harus diberikan setiap hari tetapi dapat diberikan dua

kali seminggu selam apengobatan bulan – bulan terakhir. Kelemahan utuma dua obat ini,

regimen 9 bulan diperlukan pengobatan yang lama, perlu keseteiaan yang baik dari

pendertia, dan kekurangan proteksi relative terhadap kemungkinan resisten obat awal.

Beberapa trial klinis telah menunjukkan bahwa lama INH dan RIF 6 bulan, selama 2

bulan pertama ditambah dengan pengobatan PZA, menghasilkan angka keberhasilan

mendekati 100% dengan insiden reaksi merugikan yang bermakna secara klinis kurang

dari 2%. Didasarkan pada penelitian yang dilaporkan, Amerikan Academy of Pediatrics

telah mendukung regimen 6 bulan INH dan RIF yang ditambah selama 2 bulan pertama

dengan PZA sebagai terapi baku tuberculosis intratorak pada anak. Kebanyakan pakar

merekomendasikan bahwa semua pemberian obat diamati secara langsung, yang berarti

bahwa pekerja perawat kesehatan secara fisik ada ketika pengobatan diberikan pada

mereka. Pada tempat – tempat dimana angka resistensi INH di masyarakat lebih besar

dari 5 – 10 %, kebanyakan pakar merekomendasikan penambahan obat ke 4 biasanya

STM, EMB atau ETH pada regimen awal. Alasan menambah obat ke 4 adalah bahwa

PZA tidak efektif dalam mencegah munculnya resistensi RIF selama terapi bila resistensi

INH sudah ada.

Trial klinis terkendali untuk mengobati berbagai bentuk tuberculosis

ekstrapulmonal biasanya disebabkan oleh sejumlah kecil mikrobakteria. Pada umumnya,

pengobatan untuk kebanyakan bentuk tuberculosis ekstrapulmonal pada anak adalah

sama seperti untuk tuberculosis paru. Satu pengecualian mungkin tuberculosis tulang dan

sendi, yang telah dikaitkan dengan frekuensi kegagalan yang lebih tinggi bila hanya

digunakan kemoterapi 6 bulan, terutama jika intervensi bedah telah dilakukan. Beberapa

pakar merekomendasikan sekurang - kurangnya 9 – 12 bulan kemoterapi efektif untuk

tuberculosis tulang dan sendi. Meningitis tuberkulosa biasanya tidak dimasukkan pada

trial terapi tuberculosis karena sifatnya yang serius dan insidennya rendah. Seperti bentuk

tuberculosis ekstrapulmonal lain, jumlah mikrobateria yang menyebabkan penyakit

biasanya kecil. Pengobatan harian dengan INH dan RIF , dan PZA diberikan selama fase

awal pengobatan. Kebayakan pakar menambah obat ke 4 pada permulaan pengobatan

untuk melindungi terhadap resisten obat awal yang tidak dicurigai. Bila informasi

kerentanan obat kemudian tersedia, obat ke 4 dapat dihentikan.

Pengobatan optimal tuberculosis pada anak yang terinfeksi HIV belum ditetapkan.

Orang dewasa dengan tuberculosis yang seropositif HIV dapat diobati secara berhasil

dengan regimen baku yang meliputi INH, RIF dan PZA. Lama terapi total seharusnya 6 –

9 bulan atau 6 bulan sesudah biakan sputum menjadi steril, yang manapun yang lebih

lama. Data untuk anak terbatas pada laporan kasus murni dan seri yang kecil. Mungkin

sukar untuk menentukan apakah infiltasi paru pada anak yang terinfeksi HIV yang

mempunyai reaksi terhadap tuberculin positif atau mempunyai riwayat pemanjanan

terhadap orang dewasa dengan tuberculosis infeksius disebabkan oleh M. tuberculosis.

Gambaran radiografi komplikasi infeksi HIV paru lain pada anak, seperti pneumonitis

interstitial limfoid dan pneumonia bakter, dapat serupa dengan gambaran tuberculosis.

Pengobatan sering dilakukan secara empiris didasarkan pada informasi dan radiografi.

Tetapi harus dipikirkan bila tuberculosis tidak dapat dikesampingkan. Kebanyakan pakar

percaya bahwa anak seropositif HIV dengan tuberculosis rentan obat harus mendapat

sekurang – kurangnya INH, RIF, dan PZA selama 2 bulan yang siertai dengan INH dan

RIF untuk menyelesaikan pengobatan total selama 9 – 12 bulan. Dianjurkan bahwa

semua anak dengan tuberculosis dievaluasi untuk infeksi HIV karena adanya HIV dapat

memerlukan pengobatan yang lebih lama.

Tuberculosis Resisten Obat.

Insiden tuberculosis resisten obat tampak semakin bertambah pada banyak daerah

di dunia termasuk Amerika Utara. Ada dua jenis resisten obat utama. Resistensi primer

terjadi bila individu terinfeksi dengan M. tuberculosis yang sudah resisten terhadap obat

tertentu. Resisten sekunder terjadi bila organisme resisten obat muncul sebagai populasi

dominant selama pengobatan. Penyebab utma resisten obat sekunder adalah ketaatan

yang buruk pada pengobatan oleh penderita atau regimen pengobatan yang diresepkan

oleh dokter tidak adekuat. Tidak taat pada satu obat lebih mungkin menyebabkan

resistensi sekunder daripada kegagalan minum seluruh obat. Resistensi sekunder jarang

pada anak karena populasi mikrobakterianya sedikit. Karenanya kebanyakan resistensi

obat pada anak adalah primer, dan gambaran resistensi obat pada anak cenderung

merefleksikan gambartan resitensi pada orang dewasa pada populasi sama. Perama utama

resistensi obat antituberkulosis sebelumnya atau pemajanan terhadap orang dewasa lain

dengan tuberculosis infeksius resisten obat.

Pengobatan pada tuberculosis resisten obat berhasil hanya bila strain M.

tuberculosis penginfeksi sekurang – kurangnya rentan pada dua obat bakterisid yang

diberikan. Bila anak menderita kemungkinan tuberculosis resisten obat, setidaknya tiga

dan biasnaya empat atau lima obat pada mulanya harus diberikan sampai pola kerentanan

ditentukan dan regimen lebih spesifik dapat dirancang. Perencanaan pengobatan spesifik

dapat dirancang. Perencanaan pengobatan spesifik harus secara individu untuk setiap

penderita sesusai dengan hasil uji kerentanan pada isolate dari anak atau sumber kasus

dewasa. Lama pengobatan 9 bulan dengan RIF, PZA, dan EMB biasanya cukup untuk

tuberculosis anak resisten INH. Bila ada resisten INH dan RIF, lama terapi total sering

harus diperpanjang sampai 12 – 18 bulan. Prognosis tuberculosis anak resisten obat satu

atau banyak biasanya baik jika resistensi obat dineali pada terapi yang diamati seacara

langsung, reaksi yang merugikan dari obat – obat yang tepat diberikan pada terapi yang

diamati secara langsung, reaksi yang merugikan dari obat – obat tidak terjadi, dan anak

serta keluarganya ada pada lingkungan yang mendukung. Pengobatan tuberculosis

resisten obat pada anak selalu harus dilakukan oleh klinisi dengan kepakaran spesifik

pada pengobatan tuberculosis.

Kortikosteroid.

Kortikosteroid ini berguna pada pengobatan beberapa anak dengan penyakit

tuberculosis. Mereka paling bermanfaat bila reaksi radang hospes turut membantu secara

bermakna terhadap cedera jaringan atau gangguan fungsi organ. Ada bukti meyakinkan

bahwa kortikosteroid mengurangi angka mortalitas dan sekuele neurologis jangka

panjang pada beberapa penderita mengitis tuberkulosa karena pengurangan vaskulitis,

radang, dan akhirnya, tekanan intracranial. Penurunan tekanan intracranial membatasi

cedera jaringan dan membantu sirkulasi obat – obat anti tuberculosis endobronkial yang

menyebabkan distress respirasi, emfisema setempat atau lesi paru segmental. Beberapa

trial klinis secara acak telah menunjukan bahwa kortikosteroid dapat membantu

mengurangi gejala – gejala dan kontriksi akbibat efusi pericardium tberkulosis akut.

Kortikosteroid dapat menyebabkan perbaikan dramatis gejala – gejala pada beberapa

penderita dengan efusi pleura tuberculosis milier berat mengalami perbaikan dramatis

dengan terapi kortikosteroid jika reaksi radang cukup berat segingga ada blockade

alveolokapiler. Tidak ada bukti yang menyakinkan bahwa satu preaparat kortikosteroid

lebih baik daripada yang lain. Regimen yang diresepkan paling sering adalah prednisone

1 – 2 mg/kg/ 24 jam terbagi dalam 1 – 2 dosis selama 4 – 6 minggu dengan penurunan

perlahan – lahan.

Perawatan pendukung.

Anak yang mendapat pengobatan harus dipantau secara teliti dengan mendorong

ketaatan pada terapi, memantau reaksi toksik pada pengobatan dan meyakinkan bahwa

tuberculosis cukup terobati. Nutrisi yang ckup adalah penting. Penderita harus diperiksa

setiap bulan danharus diberi pengobatan yang cukup yang berakhir sampai kunjungan

berikutnya. Petunjukan yang memberi harapan berkenaan dengan pemberian obat –

obatan pada anak adalah penting dihadapi dalam memperkenalkan obat – obatan yang

baru dalam bentuk dosis yang tidak menyenangkan pada anak yang muda. Klinisi harus

melaporkan semua kasus anak yang dicurigai tuberculosis pada departemen kesehatan

local untuk memastikan bahwa anak dan keluarga mendapat perawatan dan evaluasi yang

cukup.

Tidak taat pada pengobatan merupakan masalah utama pada terapi tuberculosis.

Pendertia dan keluarga harus tahu apa yang diharapkan dari mereka melalui instruksi

lisan dan tulisan dalam bahasa ibunya. Sekurang – kurangnya 30 – 50 % penderita

memerlukan pengobatan jangka lama tidak taat secara bermakna dengan obat – obatan,

dan klinisi biasanya tidak mampu menentukan lebih dahulu penderita yang mana yang

akan menjadi tidak taat. Jika klinisi mencurigai suatu peluang ketidaktaan dengan

mengobati sendiri setiap hari, pengamatan terapi langsung harus dilakukan harus

dilakukan dengan bantuan departemen kesehatan lokal.

Pengobatan infeksi tuberculosis tanpa penyakit

Pengobatan anak dengan infeksi tuberculosis tidak bergajala (uji kulit tuberculin

reaktif, radiografi dada normal, pemerksaan fisik normal) untuk mencegah perkembangan

tuberculosis adalah praktek yang dilakukan. Keefektifan terapi INH pada anak telah

mendekati 100 % dan telah berlangsung selama sekurang – kurangnya 30 tahun. Terapi

INH harus diberikan pada setiap anak dengan uji kulit tuberculin positif tetapi tidak ada

bukti penyakit klinis atau radiografi. Regimen yang dianjurkan adalah 9 bulan terapi INH

setiap hari. INH dapat diberikan dua kali seminggu dengan pengamatan langsung jika

kesetiaan dengan pengobatan harian mungkin buruk.

Terapi INH juga harus dimulai pada anak sebelum umur 6 tahun dengan uji

tuberculin negative yang baru saja terpajan pada orang dewasa dengan tuberculosis

infeksius, termasuk bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita tuberculosis tetapi

belum mengembangkan hipersensitivitas lambat. Penyakit tuberculosis yang bermakna

dapat berkembang secara bersama degan reaktivitas uji kulit tuberculin diulangi 3 bulan

sesudah kontak dengan kasus sumber dewasa yang terganggu. Jika uji kulit tuberculin

negative, INH dapat dihentikan, jika uji kulit kedua reaktif, anak menderita infeksi dan

terapi INH dosis penuh dapat diberikan.

Pengobatan strain resisten obat.

Pengobatan optimal infeksi tuberculosis yang disebabkan oleh strain M.

tuberculosis resisten obat belum diterapkan. Untuk infeksi dengan strain yang hanya

resisten INH, kebanyakan pakar mengajurkan pemberian RIF 6 – 9 bulan. Namun tidak

ada data dari trial klinis terkendali yang mendungkung praktek ini. Serupa halnya, tidak

ada data yang tersedia mengenai pengobatan infeksi tuberculosis yang disebabkan oleh

organisme yang resisten terhadap INH maupun RIF. Beberpa pakar telah

merekomendasikan kombinasi floroquinolon dan PZA selama 6 – 9 bulan. Regimen

alternative adalah dosis tinggi EMB dan PZA selama periode waktu yang sama. Untuk

infeksi dengan isolate yang resisten terhadap banyak obat, klinisi biasanya memberi

resisten terhadapa banyak obat, klinisi biasanya memberikan dua obat yang kepadanya

organisme rentan. Kemanjuran dan keamanan regimen ini pada anak belum ditegakkan,

dan pakar tuberculosis anak harus dikonsulkan untuk pengobatan tuberculosis resisten

banyak obat pada anak.

10. Preventif

Imunisasi BCG

Imunisasi BCG dibaerikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar

0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah insersi otot deltoid

kanan (penyuntikan lebih mudah dan lemak subkutis lebih tebal, ulkus tidak mengganggu

struktur otot dan sebagai tanda baku). Bila BCG diberikan pada usia >3 bulan, sebaiknya

dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu. Insidens TB anak yang mendapat BCG

berhubungan dengan kualitas vaksin yang digunakan, pemberian vaksin, jarak pemberian

vaksin, dan intensitas pemaparan infeksi.

Manfaat BCG telah dilaporkan oleh beberapa peneliti, yaitu antara 0-80%.

Imunisasi BCG efektif terutama utuk mencegah TB milier, meningitis TB, dan spondilitis

TB pada anak. Fakta di klinik, sekitar 70% TB berat dengan biakan positif telah

mempunyai parut BCG. Imunisasi BCG ulangan dianjurkan di beberapa negara, tetapi

umumnya tidak dianjurkan di banyak negara lain termasuk Indonesia. Imunisasi BCG

relatif aman, jarang timbul efek samping yang serius. Efek samping yang sering

ditemukan adalah ulserasi lokal dan limfadenitis (adenitis supuratif) dengan insidens 0,1-

1%. Kontraindikasi imunisasi BCG adalah kondisi imunokompromais, misalnya

defisiensi imun, infeksi berat, gizi buruk, dan gagal tumbuh. Pada bayi prematur, BCG

ditunda hingga bayi mencapai BB optimal.

Kemoprofilaksis

Terdapat dua macam kemoprofilaksis TB pada anak, yaitu kemoprofilaksis primer

dan kemoprofilaksis sekunder. Kemoprofilaksis primer bertujuan untuk mencegah

terjadinya infeksi tuberkulosis pada anak, dengan memberikan isoniazid 5-10

mg/kgBB/hari, dosis tunggal. Kemoprofilaksis primer dihentikan bila sumber kontak

tidak menular lagi dan anak ternyata tetap tidak infeksi, yang dibuktikan dengan uji

tuberkulin ulang. Kalau ternyata hasil uji tuberkulin positif maka harus dievaluasi lebih

lanjut.

                Kemoprofilaksis sekunder bertujuan mencegah aktifnya infeksi sehingga anak

tidak sakit, yang ditandai dengan uji tuberkulin positif tetapi gejala klinis dan radiologis

normal. Yang diberikan adalah isoniazid 10 mg/kgBB/hari selama 6-12 bulan. Tidak

semua anak diberi kemoprofilaksis sekunder, tetapi hanya anak yang termasuk dalam

kelompok resiko tinggi untuk berkembang menjadi sakit TB. Kelompok anak terinfeksi

TB yang berisiko tinggi menderita TB adalah:

1.       usia <5 tahun

2.       menderita penyakit infeksi (morbili, varisela)

3.       mendapat obat imunosupresif jangka panjang (sitostatik, steroid, dll)

4.       usia pubertas

5.       infeksi paru TB, konversi uji tuberkuiln dalam kurang dari 12 bulan.

11. PROGNOSIS

1. nelson

2. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi kedokteran jawetz, mlenick, &

adelberg. Ahli bahasa, Huriawati hartanto… [et. al] ; editor bahasa Indonesis,

Ratna neary elferia… [et. al]. Edisi 23. Jakarta : EGC ; 2007.

3. Alpers A… [et. al]. Buku ajar pediatri Rudolph. Editor bahasa Inggris, Abraham

m. Rudolph… [et. al] ; ahli bahasa, A. Samik wahab… [et. al] ; editor bahasa

Indonesia, Anna P. Bani… [et. al]. Edisi 20. Jakarta : EGC ; 2006.