Makalah PBL Blok 18-Eiffel

40
Latar Belakang Tuberkulosis merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Di Indonesia, penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3 dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sistem pernapasan atau sistem respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem respiratorius, atau yang lebih dikenal dengan sistem pernapasan, kaitannya sangat erat dengan kehidupan kita, karena tidak mungkin kita dapat hidup tanpa bernapas. Gangguan napas sering merupakan keluhan mengapa seseorang datang berobat ke dokter. Di sini akan dibahas tetang diagnossis dan tatalakasana penyakit tuberkulosis beserta diagnosis bandingnya. Tuberkulosis/TB sangat penting untuk kita mengerti. Maka itu penting bagi kita untuk mengenal lebih dalam tentang sistem respiratorius. Landasan Teori Anatomi Paru Paru-Paru 1

Transcript of Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Page 1: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Latar Belakang

Tuberkulosis merupakan infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium

tuberculosis. Di Indonesia, penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor 3

dan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat. Sistem pernapasan atau sistem

respirasi adalah sistem organ yang digunakan untuk pertukaran gas. Sistem respiratorius,

atau yang lebih dikenal dengan sistem pernapasan, kaitannya sangat erat dengan

kehidupan kita, karena tidak mungkin kita dapat hidup tanpa bernapas. Gangguan napas

sering merupakan keluhan mengapa seseorang datang berobat ke dokter. Di sini akan

dibahas tetang diagnossis dan tatalakasana penyakit tuberkulosis beserta diagnosis

bandingnya. Tuberkulosis/TB sangat penting untuk kita mengerti. Maka itu penting bagi

kita untuk mengenal lebih dalam tentang sistem respiratorius.

Landasan Teori

Anatomi Paru

Paru-Paru

1. Paru-paru adalah organ berbentuk piramid seperti spons dan berisi udara, terletak

dalam rongga toraks.

a. Paru kanan memiliki tiga lobus; paru kiri memiliki dua lobus

b. Setiap paru memiliki sebuah apeks yang mencapai bagian atas iga pertama, sebuah

permukaan diafragmatik (bagian dasar) terletak di atas diafragma, sebuah permukaan

mediastinal (medial) yang terpisah dari paru lain oleh mediastinum dan permukaan kostal

yang terletak di atas kerangka iga.

1

Page 2: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

c. Permukaan mediastinal memiliki hilus (akar), tempat masuk dan keluarnya pembuluh

darah bronki, pulmonar dan bronkial dari paru.

2. Pleura adalah membran penutup yang membungkus setiap paru.

a. Pleura parietal melapisi rongga toraks (kerangka iga, diafragma, mediastinum).

b. Pleura viseral melapisi paru dan bersambungan dengan pleura parietal di bagian bawah

paru.

c. Rongga pleura (ruang intrapleural) adalah ruang potensial antara pleura parietal dan

viseral yang mengandung lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini disekresi oleh sel-sel

pleural sehingga paru dapat mengembang tanpa melakukan friksi. Tekanan cairan

(tekanan intrapleural) agak negatif dibandingan dengan tekanan atmosfer.

d. Resesus pleura adalah area rongga pleura yang tidak berisi jaringan paru. Area ini

muncul saat pleura parietal bersilangan dari satu permukaan ke permukaan lain. Saat

bernafas, paru-paru bergerak keluar masuk area ini.

1. Resesus pleura kostomediastinal terletak di tepi anterior kedua sisi pleura, tempat

pleura parietal berbelok dari kerangka iga ke permukaan lateral mediastinum.

2. Resesus pleura kostodiafragmatik terletak di tepi posterior kedua sisi pleura di antara

diafragma dan permukaan kostal internal toraks. 1

Fisiologi Paru

Mekanisme Pernafasan

Otot-Otot yang Berperan dalam Mekanisme Ventilasi Paru

2

Page 3: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Paru-paru dapat dikembangkempiskan melalui dua cara yaitu dengan gerakan

naik turunnya diafragma untuk memperbesar atau memperkecil rongga dada dan dengan

depresi dan elevasi tulang iga untuk memperbesar dan memperkecil diameter antero-

posterior rongga dada.

Pernafasan normal dan tenang dapat dicapai dengan hampir sempurna melalui

metode pertama yaitu gerakan diafragma. Selama inspirasi, kontraksi diafragma menarik

permukaan bawah paru ke arah bawah. Kemudian ketika ekspirasi, diafragma

mengadakan relaksasi dan sifat elastis daya lenting paru (elastic recoil), dinding dada dan

struktur abdomen akan menekan paru-paru dan mengeluarkan udara. Namun, selama

bernafas kuat, daya elastis tidak cukup kuat untuk menghasilkan ekspirasi cepat yang

diperlukan, sehingga diperlukan tenaga ekstra yang terutama diperoleh dari kontraksi

otot-otot abdomen, yang mendorong isi abdomen ke atas melawan dasar diafragma

sehingga mengkompresi paru.

Metode kedua untuk mengembangkan paru adalah dengan mengangkat rangka

iga. Pengembangan paru ini dapat terjadi karena pada istirahat, iga miring ke bawah,

dengan demikian sternum turun ke belakang ke arah kolumna vertebralis. Tetapi bila

rangka iga dielevasikan, tulang iga langsung maju sehingga sternum sekarang bergerak

ke depan menjauhi spinal, membentuk jarak anterposterior kira-kira 20% lebih besar

selama inspirasi maksimum dibandingkan selama ekspirasi. Oleh karena itu, otot-otot

yang mengelevasikan rangka dada dapat dilaksifikasikan sebagai otot-otot ekspirasi. Otot

paling penting mengangkat rangka iga ini adalah otot interkostalis eksterna, tetapi otot-

otot lain yang membantunya adalah (1)sternokleidomastoideus, mengangkat sternum

keatas, (2) serratus anterior, mengangkat sebagian besar iga; dan (3) skalenus,

mengangkat dua iga pertama. Otot-otot yang menarik rangka iga ke bawah selama

ekspirasi adalah (1) rektus abdominis, yang mempunyai efek tarikan ke bawah yang

sangat kuat terhadap iga-iga bagian bawah pada saat yang bersamaan ketika otot-otot ini

dan otot-otot abdomen lainnya menekan isis abdomen ke atas ke arah diafragma dan (2)

interkostalis internus. 3

3

Page 4: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Tekanan Pleura dan Perubahannya Selama Pernafasan

Tekanan pleura adalah tekanan cairan dalam ruang sempit antara pleura paru dan

pleura dinding dada. Tekanana pleura normal pada awal inspirasi adalah sekitar -5 cm air,

yang merupakan nilai isap yang dibutuhkan untuk mempertahankan paru agar tetap

terbuka sampai nilai istirahatnya. Kemudian selama inspirasi normal, pengembangan

rangka dada akan menarik paru ke arah luar dengan kekuatan yang lebih besar dan

menyebabkan tekanan menjadi leibh negatif, menjadi rata-rata sekitar -7,5 cm air, ketika

inspirasi terjadi volume paru meningkat sebanyak 0,5 liter dan pada saat ekspirasi yang

terjadi ialah kebalikannya. 3

Tekanan Alveolus

Tekanan alveolus adalah tekanan udara di bagian dalam alveoli paru. Ketika glotis

terbuka dan tidak ada udara yang mengalir ke dalam atau ke luar paru, maka tekanan

pada semua bagian jalan nafas sampai alveoli, semuanya sama dengan tekanan atmosfer

yang dianggap sebagai tekanan acuan 0 dalam jalan nafas yaitu tekanan 0 cm air. Untuk

menyebabkan udara mengalir ke dalam alveoli selama inspirasi, maka tekanan dalam

alveoli harus turun sampai nilainya sedikit di bawah tekanan atmosfer (di bawah 0). Pada

saat inspirasi normal, tekanan alveolus menurun sampai sekitar -1 cm air. Tekanan yang

sedikit negatif ini cukup untuk menarik 0,5 liter udara ke dalam paru dalam waktu 2 detik

sebagaimana yang diperlukan untuk inspirasi yang normal dan tenang. Selama ekspirasi,

terjadi tekanan yang berlawanan, tekanan alveolus meningkat sampai sekitar 1 cm air dan

tekanan ini akan mendorong 0,5 liter udara inspirasi keluar paru pada saat ekspirasi

selama 2 sampai 3 detik. 3

Tekanan Transpulmonal dan Komplians Paru

Terdapat perbedaan antara tekanan alveolus dan tekanan pleura. Perbedaan ini

disebut tekanan transpulmonal. Ini merupakan perbedaan antara tekanan alveoli dan

4

Page 5: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

tekanan pada permukaan luar paru dan ini adalah nilai daya elastis dalam paru yang

cenderung mengempiskan paru pada setiap pernafasan yang disebut tekanan daya lenting

paru.

Luasnya pengembangan paru untuk setiap unit peningkatan tekanan

transpulmonal (jika terdapat cukup waktu untuk mencapai keseimbangan) disebut

komplians paru. Nilai komplians total dari kedua paru pada orang dewasa normal rata-

rata sekitar 200 ml udara per cm tekanan transpulmonal air. Artinya setiap kali tekanan

transpulmonal meningkat sebanyak 1 cm air, maka volume paru setelah 10 sampai 20

detik akan mengembang sekitar 200 ml. 3

Difusi Gas

Semua gas yang berhubungan dengan fisiologi pernafasan adalah molekul-

molekul sederhana yang dapat bergerak bebas di antara satu sama lain, suatu proses yang

disebut difusi. Untuk terjadinya difusi, harus ada sumber energi. Energi ini dihasilkan

oleh gerakan kinetik molekul itu sendiri. Kecuali pada suhu nol, semua molekul bergerak

terus-menerus pada setiap waktu. Untuk molekul-molekul bebas yang secara fisik tidak

berikatan dengan molekul lainnya, hal ini berarti terdapat gerakan linier dengan

kecapatan tinggi sampai molekul tersebut berbenturan dengan molekul lainnya.

Kemudian molekul itu melambung ke arah lain dan begitu selanjutnya sampai terjadi

benturan dengan molekul yang lain lagi. Dengan cara ini, molekul akan bergerak dengan

cepat dan secara acak satu sama lainnya. Difusi gas ini juga akan terjadi dari daerah yang

konsentrasi tinggi ke arah daerah yang mempunyai konsentrasi yang rendah. Alasannya

ialah lebih banyak molekul yang bergerak (dari daerah konsentrasi yang tinggi)

dibandingan molekul (dari daerah yang konsentrasi tinggi) ke arah yang berlawanan. 3

Transportasi Oksigen

5

Page 6: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Pengangkutan Oksigen dari Paru ke Jaringan Tubuh

Gas dapat bergerak dari satu tempat ke tempat lain dengan cara difusi dan

pergerakan ini selalu disebabkan oleh perbedaan tekanan parsial dari tempat pertama ke

tempat berikutnya. Dengan demikian, oksigen berdifusi dari alveoli ke dalam darah

kapiler paru karena tekanan parsial oksigen (PO2) dalam alveoli lebih besar daripada PO2

dalam darah kapiler paru. Dalam jaringan tubuh lainnya, PO2 yang lebih tinggi dalam

darah kapiler paru daripada dalam jaringan menyebabkan oksigen berdifusi ke dalam sel-

sel di sekitarnya.

Sebaliknya bila oksigen dimetabolisme dalam sel untuk membentuk karbon

dioksida, tekanan karbon dioksida (PCO2) intrasel meningkat ke nilai yang tinggi,

sehingga menyebabkan karbon dioksida berdifusi ke dalam kapiler jaringan. Setelah

darah mengalir ke paru, karbon dioksida berdifusi keluar dari darah masuk ke dalam

alveoli karena PCO2 dalam darah kapiler paru lebih besar daripada dalam alveoli.

Sehingga, pengangkutan oksigen dan karbon dioksida oleh darah bergantung pada difusi

keduanya dan aliran darah. 3

Difusi Oksigen dari Alveoli ke Darah Kapiler Paru

PO2 dari gas oksigen dalam alveolus rata-rata 104 mmHg, sedangkan PO2 darah

vena yang masuk ke kapiler paru pada ujung arterinya, rata-rata hanya 40 mmHg karena

sejumlah besar oksigen dikeluarkan dari darah ini setelah melalui jaringan perifer. Oleh

karena itu, perbedaan etkanan yang menyebabkan oksigen berdifsui ke dalam kapiler

paru adalah 64 mmHg. Sedangkan PO2 meningkat hampir sebanding dengan peningkatan

yang terjadi pada udara alveolus sewaktu darah melewati sepertiga panjang kapiler yang

menjadi hampir 104 mmHg. Perlu diingat juga bahwa selama kerja berat, tubuh manusia

membutuhkan 20 kali jumlah oksigen normal. 3

Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Cairan Interstisial

6

Page 7: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Bila darah arteri sampai ke jaringan perifer, PO2 kapiler masih 95 mmHg. PO2

dalam cairan interstisial yang mengelilingi sel jaringan rata-rata hanya 40 mmHg.

Dengan demikian, terdapat perbedaan tekanan awal yang sangat besar yang

menyebabkan oksigen berdifusi secara cepat dari darah kapiler ke dalam jaringan, begitu

cepatnya sehingga PO2 kapiler turun hampir sama dengan dalam interstisium yaitu 40

mmHg. Oleh karena itu, PO2 darah yang meninggalkan kapiler jaringan dan memasuki

vena sistemik juga kira-kira 40 mmHg. Sebagai kesimpulan, PO2 jaringan ditentukan

oleh keseimbangan antara kecepatan pengangkutan oksigen dalam darah ke jaringan dan

kecepatan pemakaian oksigen oleh jaringan. 3

Difusi Oksigen dari Kapiler Perifer ke Sel Jaringan

Oksigen selalu dipakai oleh sel Oleh karena itu, PO2 intrasel dalam jaringan

perifer tetap lebih rendah daripada PO2 dalam kapiler perifer. Juga, pada beberapa

keadaan, ada jarak fisik yang sangat besar antara kapiler dan sel. Oleh karena itu, PO2

intrasel normal berkisar dari 5 mmHg sampai 40 mmHg, dengan rata-rata 23 mmHg.

Karena pada keadaan normal hanya dibutuhkan tekanan oksigen sebesar 1 sampai 3

mmHg untuk mendukung sepenuhnya proses kimiawi dalam sel yang menggunakan

oksigen. 3

Transportasi Karbon Dioksida

Difusi Karbon Dioksida dari Sel Jaringan Perifer ke dalam

Kapiler Jaringan dan dari Kapiler Paru ke dalam Alveoli

Ketika oksigen dipakai oleh sel, sebenarnya seluruh oksigen ini menjadi karbon

dioksida, sehingga PCO2 intrasel meningkat karena PCO2 sel jaringan yang tinggi ini,

karbon dioksida berdifsui dari sel ke dalam kapiler jaringan dan kemudian dibawa oleh

darah ke paru. Di paru, karbon dioksida berdifusi dari kapiler paru ke dalam alveoli dan

7

Page 8: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

kemudian akan dikeluarkan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa karbon dioksida

berdifusi dalam arah yang berlawanan dengan arah difusi oksigen. Tetapi, kemampuan

karbon dioksida dalam berdifusi kira-kira 20 kali lebih cepat dibandingan dengan

kemampuan difusi oksigen.

Tekanan-tekanan CO2 ini kurang lebih sebagai berikut :

1. PCO2 intrasel kira-kira 46 mmHg; PCO2 interstisial kira-kira 45 mmHg. Dengan

demikian hanya ada perbedaan tekanan 1 mmHg.

2. PCO2 darah arteri yang masuk ke jaringan, 40 mmHg; PCO2 darah vena yang

meninggalkan jaringan, 45 mmHg.

3. PCO2 yang masuk kapiler paru pada ujung arteri, 45 mmHg; PCO2 udara alveolus, 40

mmHg. Dengan demikian perbedaan tekanan yang dibutuhkan untuk menyebabkan difusi

karbon dioksida dari kapiler paru ke dalam alveoli hanya 5 mmHg.

Semua proses difusi karbon dioksida sama dengan difusi oksigen, hanya arahnya saja

yang berbeda. 3

Anamnesa dan Pemeriksaan

Anamnesa

Kita bisa mulai menanyakan seperti ini :

1. Volume dan frekuensi batuk darah menentukan kegawatannya dan hal tersebut dapat

mengarahkan ke suatu penyebab spesifik. Misal : 20-600 ml dalam 24 jam, biasanya

karena kanker paru, pneumonia, TB atau emboli paru.

2. Sumber paling umum berupa nasofaring (mimisan). Darah menetes ke faring,

mengiritasi laring dan dibatukkan. Pasien sering dapat menjabarkan rangkaian ini, maka

kesan pasien atau sumber perdarahan umumnya besar. Misalnya, ketika darah berasal

dari salah satu paru, maka pasien akan menunjukkan bagian paru tersebut dan dapat

merasakan seolah-olah darah berasal dari paru kanan atau kiri. Pastikan pasien bias

membedakan dibatukkan dengan dimuntahkan.

8

Page 9: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

3. Riwayat penyakit sebelumnya yang dapat mempengaruhi perdarahan saluran napas

juga dicari.

4. Gejala lainnya yang berhubungan/terkait dapat membantu diagnosis : demam dan

batuk produktif mengisyaratkan penyakit infeksi, timbul tiba-tiba karena sesak dan sakit

di dada mengindikasikan kemungkinan emboli paru atau infark miokard yang disertai

dengan gagal jantung kongestif, kehilangan berat badan yang signifikan mengisyaratkan

kanker paru atau infeksi kronik speerti tuberkulosis atau bronkiektasis.1

Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda penting. Ketidakstabilan sirkulasi dengan tanda hipotensi dan

takikardia merupakan suatu tanda darurat. Sebabnya dapat berupa kehilangan darah yang

akut pada hemoptisis masif atau penyakit yang menyebabkan/menyertainya: emboli paru,

sepsis, infark miokard dengan edema paru.

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien TB adalah pemeriksaan

pertama terhadap keadaan umum pasien yang mungkin ditemukan konjungtiva mata atau

kulit yang pucat karena anemia, suhu demam (sub febris), badan kurus atau berat badan

menurun.

Pada pemeriksaan fisik pasien sering tidak menunjukkan suatu kelainan pun

terutama pada kasus-kasus dini atau yang sudah terinfiltrasi secara asimtomatik.

Demikian juga bila sarang penyakit terletak didalam, akan sulit menemukan kelainan

fisik, karena hantaran atau getaran suara yang lebih dari 4 cm kedalam paru sulit dinilai

secara palpasi, perkusi, dan auskultasi. Secara anamnesis dan pemeriksaan fisik, TB paru

sulit dibedakan dengan pneumonia biasa.

Tempat kelainan lesi pada TB paru yang paling di curigai adalah apex paru. Bila

dicurigai adanya infiltrat yang agak luas, maka didapatkan perkusi yang redup dan

auskultasi suara napas bronkial. Akan didapat juga suara napas tambahan berupa ronki

9

Page 10: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

basah,kasar, dan nyaring. Tetapi bila infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara

napasnya menjadi vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi

memberikan suara hipersonor atau timpani dan auskultasi akan menimbulkan suara

amforik.

Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering ditemukan atrofi dan

retraksi otot-otot intercostal. Bagian paru yang sakit bisa jadi sirosis atau menciut dan

menarik isi mediastinum atau paru lainnya. Paru yang sehat akan menjadi

lebihhiperinflasi. Bila jaringan fibrotik amat luas yakni lebih dari setengah jumlah

jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah paru dan selanjutnya

meningkatkan tekanan arteri pulmonalis (hipertensi pulmonal) diikuti terjadinya cor

pulmonal dan gagal jantung kanan seperti takipnea, takikardia dan sianosis.

TB mengenai pleura, sering terbentuk efusi pleura. Paru yang sakit terlihat agak

tertinggal dalam pernapasan. Perkusi memberikan suara pekak. Auskultasi memberikan

suara napas yang lemah sampai tidak terdengar sama sekali.1,2

Pemeriksaan Penunjang

Dalam penampilan yang klinis, TB paru sering asimtomatik dan penyakit baru

dicurigai dengan kelainan radiologis dada pada pemeriksaan rutin atau uji tuberkulin

yang positif.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan :

Pemeriksaan radiologis

Pada saat ini pemeriksaan radiologis dada merupakan cara yang praktis

untuk menemukan lesi tuberkulosis. Pemeriksaan ini memang membutuhkan

biaya lebih dibandingkan dengan biaya pemeriksaan sputum, tetapi dalam

beberapa hal, dia dapat mempunyai beberapa keuntungan seperti pada TB anak

dan TB milier. Lokasi lesi TB umumnya berada diapex paru, tetapi dapat juga

10

Page 11: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

mengenai lobus bawah atau di daerah hilus yang dapat menyerupai tumor paru.

Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia

gambaran berupa bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak

tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat maka bayangan terlihat berupa bulatan

dengan batas yang tegas. Lesi ini di kenal sebagai tuberkuloma. Gambaran lain

yang sering menyertai TB paru adalah penebalan pleura, massa cairan dibagian

bawah paru ( efusi pleura/empiema), bayangan hitam radiolusen di pinggir paru

Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium yang dipakai adalah darah dan sputum. Pada

pemeriksaan darah, saat TBC baru mulai (aktif) maka leukosit sedikit meninggi,

sedangkan limfosit masih dibawah normal, dan LED sedikit meninggi. Bila

penyakit mulai sembuh, jumlah leukosit kembali normal, limfosit mulai meninggi

dan LED mulai kembali normal. Pemeriksaan serologis yang pernah dipakai

adalah takahashi. Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses TB masih aktif atau

tidak. Kriteria yang dipakai di Indonesia adalah 1/128. Pemeriksaan ini juga

kurang dapat perhatian karena nilai positif palsu dan negatife palsu masih besar.

Lain halnya dengan pemeriksaan darah, pemeriksaan sputum cukup penting

karena dengan pemeriksaan sputum, kita dapat melihat adanya kuman BTA jika

memang pasien menderita TB. Tetapi pemeriksaan sputum juga tidak mudah,

terutama pasien yang tidak batuk atau batuk non produktif. Biasanya pasien di

suruh minum air 2 liter dan diajarkan refleks batuk. Atau bisa juga diberikan

mukolitik ekspektorant.

Kriteria sputum BTA positif adalah sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang

kuman BTA pada satu sediaan. Untuk biakan di gunakan adalah LJ (Lowenstein

Jensen). Dapat juga di gunakan PCR.

Tes tuberkulin

11

Page 12: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakkan

diagnosis TB terutama pada anak-anak. Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah

seseorang individu pernah atau sedang mengalami infeksi Mycobacterium

tuberculosis, Mycobacterium bovis, vaksinasi BCG, dan mycobacteria patogen

lainnya. Dasar tes tuberkulin ini adalah reaksi tipe lambat. Baik dengan penularan

kuman patogen baik yang virulen atau tidak tubuh manusia akan mengadakan

reaksi immunologi dengan dibentukknya antibodi selular pada permulaan dan

kemudian diikuti oleh pembentukan antibodi humoral yang dalam peranannya

akan menekan antibodi selular. Bila pembentukkan antibodi selular sangat cukup

misalnya pada penularan dengan kuman yang sangat virulen dan jumlah kuman

sangat besar atau keadaan dimana antibodi humoral sangat berkurang, maka akan

mudah terjadi penyakit sesudah penularan.

Biasanya hampir seluruh pasien TB menunjukkan hasil mantoux yang positif.

Kelemahan tes ini juga terdapat positif palsu yakni pada pemberian vaksin BCG

dan infeksi dengan mycobacterium lain. Negatif palsu lebih banyak ditemui

daripada positif palsu.2

Diagnosis

Working Diagnosis

Berdasarkan skenario, working diagnosis nya adalah terduga pasien terkena tuberkulosis

paru. Tapi perlu pemeriksaan lebih lanjut untuk memastikan diagnosis dan dibandingkan

dengan beberapa penyakit yang gejalanya menyerupai. Menurut WHO ada 2 kriteria

pasien tuberkulosis paru : pasien dengan sputum BTA positif dan pasien dengan sputum

BTA negatif. Pasien dengan sputum BTA negatif, tidak ditemukan BTA secara

mikroskopis dalam 2 x pemeriksaan, tetapi memiliki gambaran radiologis sesuai dengan

TB aktif atau pasien yang pada pemeriksaan mikroskopis tidak ditemukan BTA, tetapi

ketika dibiakkan akan menjadi positif BTA.2

Differential Diagnosis

12

Page 13: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Kanker Paru

Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalam

jaringan paru. Prevalensi kanker paru di negara maju sangat tinggi, di USA tahun 2002

dilaporkan terdapat 169.400 kasus baru (merupakan 13% dari semua kanker baru yang

terdiagnosis) dengan 154.900 kematian (merupakan 28% dari seluruh kematian akibat

kanker. Di Indonesia menduduki peringkat 4 kanker terbanyak. Angka kematian akibat

kanker paru di seluruh dunia mencapai kurang lebih satu juta penduduk tiap tahunnya.

Sebagian besar kanker paru mengenai pria (65%) life time risk 1:13 dan pada perempuan

1:20. Kanker paru dibagi menjadi small cell lung cancer dan non small cell lung cancer

(squamous cell carcinoma, adenocarcinoma, bronkoalveolar carcinoma, large cell

carcinoma). Penyebab utamanya belum diketahui , kemungkinan karena paparan atau

inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik. Gambaran klinisnya dibagi

bagi menjadi :

a) Lokal (tumor tumbuh setempat) : batuk baru atau batuk yang lebih hebat dari batu

kronis, hemoptisis, mengi (wheezing, stridor) karena ada obstruksi saluran napas, kadang

terdapat kavitas, atelektasis.

b) Invasi lokal : nyeri dada, dispnea karena efusi pleura, invasi ke perikardium, sindrom

vena cava superior, sidrom horner (facial anhidrosis, ptosis, miosis), suara serak, sindrom

Pancoast

c) Gejala penyakit metastasis : pada otak, tulang, hati dan adrenal, limfadenopati servikal

dan supraklavikula.

d) Sindrom paraneoplastik (10%) : penurunan berat badan, anoreksia, demam,

leukositosis, anemia, hiperkoagulasi, hipertrofi osteoartropati, dementia, ataksia, tremor,

neuropati perifer, neuromiopati, sekresi berlebihan hormor paratiroid, eritema multiform,

hiperkeratosis, jari tabuh, dan sebagainya.

e) Asimtomatik dengan kelainan radiologis : sering pada perokok dengan PPOK yang

terdeteksi secara radiologis, kelainan berupa nodul yang soliter.

13

Page 14: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Pemeriksaan yang dapat digunakan adalah foto rontgen dada secara postero anterior

dan lateral, CT scan, MRI. CT scan lebih sensitif bisa mendeteksi kelainan / nodul

dengan diameter miniaml 3 mm. MRI tidak rutin dikerjakan karena biayanya mahal.

Bone scanning juga dilakukan untuk dugaan metastasis ke tulang. Pemeriksaan

histopatologi adalah estándar emas diagnosis kanker paru, biopsi dapat dilakukan dengan

bronkoskopi, trans torakal biopsi, torakoskopi, mediastinoskopi dan torakotomi.

Pemeriksaan serologi belum ada pemeriksaan serologi penanda tumor yang spesifitas nya

tinggi, tetapi marker yang dipakai yaitu CEA (Carcinoma Embryonic Antigen), NSE

(Neuron Specific Enolase), Cyfra-21-1.3

Pneumonia

Pneumonia adalah radang paru yang bisa disebabkan oleh kuman tipikal yaitu

Streptococcus pneumoniae dan atipikal seperti Mycoplasma pneumoniae. Penyakit

saluran napas menjadi penyebab angka kematian dan kecacatan yang tinggi di seluruh

dunia. Pneumonia dapat terjadi pada orang normal tanpa kelainan imunitas. Pneumonia

semakin sering dijumpai pada orang yang lanjut usia dan sering terjadi pada orang yang

menderita PPOK. Juga dapat terjadi pada pasien dengan penyakit Diabetes Mellitus,

payah jantung, penyakit arteri koroner, keganasan, insufisiensi renal, penyakit saraf

kronik dan penyakit hati kronik. Faktor predisposisi lain yaitu kebiasaan merokok, pasca

infeksi virus, DM, keadaan imunodefisiensi, kelainan dan kelemahan struktur organ dada

serta penurunan kesadaran.

Pemeriksaan fisis seperti demam, sesak nafas dan tanda-tanda konsolidasi paru

(perkusis paru yang pekak, ronki nyaring dan suara pernapasan bronkial). Pemeriksaan

penunjang yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan radiologis pola radiologis dapat

berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronkhogram (airspace disease). Bentuk

lesinya berupa kavitasi dengan air-fluid level, juga bisa terdapat pembentukan kista.

Pemeriksaan laboratorium seperti biasanya terjadi leukositosis kalau infeksi oleh karena

bakteri, tetapi bisa juga terdapat leukopenia kalau terjadi depresi imunitas. Pemeriksaan

bakteriologis (sputum) dan dapat dilakukan pemeriksaan serologi (titer antibodi terhadap

virus, legionella dan mikoplasma). Gejala klinisnya tidak terlalu khas, terdapat demam,

14

Page 15: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

sesak napas, dapat juga terjadi gangguan kesadaran karena hipoksia pada pasien

Pneumonia Nosokomial.5

Etiologi

Mycobacterium tuberculosis sebagai hasil tuberkel(’tubercle bacillus’) merupakan

salah satu dari sekitar tiga puluh genus Mycobacterium. Sebagian besar kuman

Mycobacterium tuberculosis menyerang paru-paru dan sebagian kecil mengenai organ

tubuh lain. Kuman TB ini ditandai dengan sifat tahan asam yang sangat tergantung pada

integritas selubung berlilin, oleh karena itulah kuman ini disebut sebagai basil tahan

asam(BTA). Mycobacterium tuberculosis panjangnya satu sampai 4 mikron, lebarnya 0,3

sampai 0,6 mikron. Kuman akan tumbuh optimal pada suhu 37 derajat Celsius dengan

tingkat pH optimal pada 6,4-7,0. Kuman tuberkulosis terdiri dari lemak dan protein.

Secara eksperimental, populasi Mycobacterium tuberculosis di dalam lesi dapat

dikelompokkan menjadi 4 golongan yaitu :

1. Populasi A, terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat.

Kuman ini banyak ditemukan pada dinding kavitas atau dalam lesi yang pHnya netral.

2. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam

lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam inilah yang melindunginya terhadap obat

anti tuberkulosis tertentu.

3. Populasi C, terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant

hampir sepanjang waktu, hanya kadang-kadang saja kuman ini mengadakan metabolisme

secara aktif dalam waktu singkat. Kuman jenis ini banyak terdapat dalam dinding kavitas.

4. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga

sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti tuberkulosis. Jumlah populasi ini

tidak jelas dan hanya dapat dimusnahkan oleh mekanisme pertahanan tubuh manusia itu

sendiri.9,10

Patofisiologi

Tuberkulosis primer, penularan tuberkulosis paru terjadi karena ada kuman yang

dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara di sekitar kita.

Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam, tergantung ada

15

Page 16: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana yang

lembab dan gelap kuman dapat tahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel

infeksi ini dihisap oleh orang sehat, ia akan menempel pada saluran napas atau jaringan

paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel kurang dari 5 mikrometer.

Kuman akan dihadapkan pertama kali dengan neutrofil, kemudian oleh makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh makrofag keluar dari

percabangan trakeobronkial bersama gerakan silia dengan sekretnya.

Bila kuman menetap di jaringan paru dan berkembang biang. DI sini ia dapat

terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Perlu diketahui bahwa kuman berkembang biak

di dalam sitoplasma makrofag. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk

sarang tuberkulosis pneumonia kecil yang disebut sarang primer atau sarang Ghon.

Sarang primer ini dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar sampai ke

pleura, maka terjadilah efusi pleura. Kuman dapat juga masuk melalui sistem

gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit, terjadi limfadenopati regional

kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke semua organ termasuk paru,

otak, ginjal dan tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi menjalaran ke

seluruh bagian paru menjadi TB milier.

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus

(limfangitis lokal) dan juga diikuti pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis

regional). Sarang primer limfangitis lokal + limfadenitis regional disebut kompleks

primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer ini

dapat berlanjut menjadi :

a) Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.

b) Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi di

hilus, keadaan ini terdapat pada lesi pneumonia yang luasnya lebih dari 5 milimeter dan

10 persen di antaranya dapat terjadi reaktivasi karena ada kuman yang dormant.

c) Berkomplikasi dan menyebar secara perkontinuitatum (menyebar ke sekitarnya),

menyebar secara bronkogen para paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.

Kuman juga dapat tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke usus dan

menyebar secara limfogen ke organ tubuh lainnya, dan dapat juga menyebar secara

hematogen.

16

Page 17: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Tuberkulosis pasca primer / tuberkulosis sekunder, kuman yang dormant pada

tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian sebagai infeksi endogen

menjadi tuberkulosis dewasa. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder

terjadi karena imunitas yang menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna,

diabetes, AIDS, gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dengan sarang dini

yang berlokasi di regio atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior).

Invasinya adalah ke darerah parenkim paru bukan ke nodul hilus paru lagi.

Sarang dini ini mula-mula berbentuk sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10

minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel

Histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit serta berbagai

ajringan ikat. TB pasca primer dapat terjadi atau berasal dari infeksi eksogen dari usia

muda dan menjadi TB usia tua, tergantung dari jumlah kuman dan virulensi serta

imunitas pasien. Sarang dini dapat menjadi : a) direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa

meninggalkan cacat. b) Sarang yang mula-mula meluas, tetapi segera menyembuh

dengan serbukan jaringan fibrosis. Ada juga yang membungkus diri dan mengeras ada

juga yang menimbulkan perkapuran. Sarang dini yang meluas sebagai granuloma

berkembang menghancurkan jaringan ikat sekitarnya dan bagian tengahnya mengalami

nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju. Bila jaringan keju dibatukkan keluar

maka akan terjadi kavitas. Di sini lesi sangat kecil tetapi berisi bakteri sangat banyak,

kavitas dapat :

a) meluas kembali dan menimbulkan sarang pneumonia baru. Bila isi kavitas ini masuk

ke dalam peredaran darah arteri, maka akan menjadi TB milier dan dapat juga masuk ke

paru sebelahnya atau tertelan masuk ke lambung menjadi TB usus. Bila juga terjadi TB

endobronkial dan TB endotrakeal atau empiema bila ruptur ke pleura.

b) memadat dan membungkus diri menjadi tuberkuloma

c) bersih dan menyembuh yang disebut open healed cavity.2

Epidemiologi

Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini TB

masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Pada bulan Maret 1993 WHO

mendekarasikan TB sebagai global health emergency. TB dianggap sebagai masalah

17

Page 18: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

kesehatan dunia yang penting karena kurang lebih 1/3 penduduk dunia terinfeksi oleh

mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada 3.617.047 kasus TB yang tercatat diseluruh

dunia. Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%) terjadi dinegara-

negara yang sedang berkembang. Di antara mereka 75% berada pada usia produktif yaitu

20-49 tahun. Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka lebih dari 65%

dari kasus- kasus TB yang baru dan kematian yang muncul terjadi di Asia. Alasan utama

munculnya atau meningkatnya beban TB global ini antara lain disebabkan oleh

kemiskinan pada penduduk, adanya perubahan demografik dengan meningkatnya

penduduk dunia dan perubahan dari struktur usia manusia yang hidup, perlundungan

kesehatan yang tidak mencukupi pada penduduk di kelompok yang rentan terutama

dinegeri- negeri miskin, tidak memadainya pendidikan mengenai TB di antara para

dokter, terlantar dan kurangnya biaya untuk obat, dan adanya epidemi HIV terutama di

Afrika dan Asia.

Indonesia adalah negeri dengan prevalensi TB ke 3 tertinggi di dunia setelah

China dan India. Pada tahun 1998 diperkirakan TB di China, India dan Indonesia berturut

turut 1.828.000, 1.414.00, dan 591.000 kasus. Perkiraan kejadian BTA di sputum yang

positif di Indonesia adalah 266.000 kasus pada tahun 1998. Berdasarkan survei kesehatan

rumah tangga 1985 dan survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking nomor 3

sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sampai sekarang angka kejadian TB di

Indonesia relatif terlepas dari angka pandemi infeksi HIV karena masih relatif rendahnya

infeksi HIV, tapi hal ini mungkin akan berubah dimasa datang melihat semakin

meningkatnya laporan infeksi HIV dari tahun ketahun. 2

Gejala Klinis

Keluhan yang dirasakan pasien tuberkuloasis dapat bermacam- macam atau malah

banyak pasien ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali dalam pemeriksaan

kesehatan. Keluhan terbanyak adalah demam, batuk darah, sesak napas, nyeri dada, dan

malaise. Biasanya subfenril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang- kadang panas

badan dapat mencapai 40-41 derajat. Serangan demam pertama dapat sembuh sebentar,

tetapi kemudian dapat timbul kmebali. Begitulah seterusnya hilang timbulnya demam

influenza ini, sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari serangan demam

18

Page 19: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

influenza. Keadaan ini sangant dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat

ringannya infeksi kuman tuberkulosis yang masuk. Kedua adalah gejala batuk/ batuk

darah. Gejala ini banyak ditemukan. Batuk terjadi karena adanya iritasi pada bronkus.

Batuk ini diperlukan untuk membuang produk- produk radang keluar. Karena terlibatnua

bronkus pada setiap penyakit tidak sama, mungkin saha batuk baru ada setelah penyakit

berkembang dalam jaringan paru yakni setelah berminggu- minggu atau berbulan-bulan

peradangan bermula. Sifat batuk dimulai dari batuk kering kemudian setelah timbul

peradangan menjadi produktif. Keadaan yang lanjut adalah berupa batuk darah karena

terdapat pembuluh darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi

pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.

Ketiga adalah sesak napas. Pada penyakit yang ringan atau baru tumbuh belum

dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,

yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru- paru. Keempat adalah nyeri dada.

Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah sampai

ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien

menarik/ melepaskan napasnya. Lalu yang kelima adalah malaise. Penyakit tuberkulosis

bersifat radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia tidak

ada nafsu makan, badan makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri

otot, keringat malam dan lain-lainnya. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan

terjadi hilang timbul secara tidak teratur. 2

Penatalaksanaan

Terapi standar terdiri dari empat obat yaitu rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan

etambutol yang diberikan selama 2 bulan diikuti dengan rifampisin dan isoniazid selama

4 bulan. Terapi ini direkomendasikan utnuk semua pasien dengan tuberkulosis paru dan

ekstraparu dengan onset baru dan tanpa komplikasi. Obat harus diberikan dalam dosis

tunggal sebelum makan pagi. Preparat obat kombinasi (termasuk rifampisin dan isoniazid

dengan atau tanpa pirazinamid) mengurangi muatan obat dan memungkinkan skrining

yang relatif sederhana untuk ketaatan minum obat karena urin dapat dinilai secara visual

dengan warna jingga- merah muda. Streptomisin saat ini jarang digunakan di Inggris

19

Page 20: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

namun merupakan komponen penting dari regimen pengobatan jangka pendek di negara

berkembang. Pada pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya, empat obat harus

digunakan sampai didapatkan hasil sensitivitas. Di Inggris, resistensi obat pada pasien

yang baru didiagnosis jarang terjadi (<5%) dan lebih sering minoritas. Pasien harus diberi

pengobatan selama 9-12 bulan bila terdapat penyakit meningeal, bila terdapat koinfeksi

HIV, atau bila terjadi intoleransi obat dan obat diganti dengan lini kedua. Kortikosteroid

berperan dalam perikarditis, penyakit pleura, dan meningitis, dan mungkin pada penyakit

paru berat. Pembedahan kadang- kadang tetap dibutuhkan.11

Strategi DOTS, terdiri dari lima komponen, yaitu :

1. Komitmen bersama untuk mengobati TB(Tuberkulosis).

Komitmen berarti keterikatan untuk melakukan sesuatu. Dalam menjalankan strategi

DOTS, komitmen merupakan komponen yang pertaam. Komitmen yang dimaksud adalah

komitmen dari seluruh pelaksana DOTS.

2. Diagnosis TB dimulai dari pemeriksaan sputum secara mikroskopis langsung.

Sebagian besar dokter membutuhkan sarana rontgen sebagai sumber untuk menegakkan

diagnosis TB, malahan dianggap sebagai sarana diagnosis yang utama. Padahal secara

etiologis, diagnosis TB dengan sputum memiliki tingkat kepercayaan ang jauh lebih

tinggi.

3. Pengawasan menelan obat(PMO).

Permasalahan utama dalam program eliminasi TB yaitu ketidakpatuhan penderita untuk

minum obat. DOTS pada prinsipnya menekankan upaya mengawasi secara langsung

penderita menelan obat setiap harinya oleh DOT atau pengawasan menelan obat(PMO).

4. Jaminan kelangsungan penyediaan obat.

Panduan obat yang efektif merupakan elemen pokok dari strategi DOTS yang dapat

menjamin kesembuhan penderita TB.

20

Page 21: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

5. Pencatatan dan pelaporan yang baku dalam memantau dan mengukur hasil pengobatan

TB.

Faktor-faktor yang mempengaruhi termasuk : jenis kelamin,sikap dan dukungan

pengawas penelan obat(PMO).

Maka itu harus dilakukan penyuluhan agar para pasien mengerti apa pentingnya

pengobatan, lalu bisa patuh pada pengobatan dan akhirnya sembuh dari tuberkulosis.

Dengan pemantauan dan evaluasi yang baik dalam hal deteksi kasus akan meningkatkan

tingkat kesembuhan penderita.12

Komplikasi

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan

komplikasi. Komplikasi dibagi atas dua komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

Komplikasi dini meliputi pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, usus, poncet's

arthropathy. Sedangkan komplikasi lanjut meliputi obstruksi jalan napas, kerusakan

parenkim berat, karsinoma paru, amiloidosis, dan sindrom gagal napas dewasa. Ada

beberapa komplikasi dari TB. Pertama, TB dapat menyebabkan limfadenitis. Lokasi

tersering penyakit ekstraparu dan dapat timbul dari infeksi primer, penyebaran dari lokasi

jauh, atau reaktivasi infeksi. Kelenjar sevikal dan mediastinum paling sering terkena dan

diikuti oleh aksila dan inguinal. Gangguan konstitusional dan bukti tuberkulosis terkait

biasanya sedikit. Kelenjar getah bening biasanya tidak nyeri dan pada awalnya dapat

digerakan namun menjadi terfiksasi sejalan dengan waktu. Saat terjadi perkijuan dan

pencairan, pembengkakan menjadi berfluktuasi dan dapat mengeluarkan sekret melalui

kulit dengan pembentukan abses collarstud dan pembentukan sinus. Lalu TB juga dapat

menyebabkan penyakit gastrointestinal. Tuberkulosis dapat mengenai semua bagian usus

dan pasien dapat mengalami berbagai variasi gejala dan tanda. Penyakit ileosekal

menyebabkan separuh kasus tuberkulosis abdominal. Demam, keringat malam, anoreksia,

dan penurunan berat badan biasanya jelas terjadi dan massa fosa iliaka kanan dapat

teraba. Peritonitis tuberkuloasis berhubungan dengan demam, nyeri, dan distensi perut.

Asites eksudatif sering terjadi atau mungkin terdapat massa omentum yang memadat dan

lingkaran usus yang teraba. Disfungsi hepatik derajat rendah sering ditemukan pada

21

Page 22: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

tuberkulosis milier dan kriptik, yang sering bermanifestasi sebagai demam yang tidak

diketahui penyebabnya, saat biopsi menunjukkan granulomata. Kadang- kadang dapat

timbul ikterik dengan gambaran campuran hepatik/ kolestatik.

Terdapat juga komplikasi berupa penyakit perikardial. Penyakit terjadi dalam dua

bentuk yaitu efusi perikardial dan perikarditis konstriktif. Demam dan keringat malam

jarang terjadi dan manifestasinya bersifat perlahan dengan sesak napas dan

pembengkakan abdomen. Pulsus paradokus, tekanan vena jugularis yang sangat

meningkat, hepatosplenomegali, asites masif, dan tidak adanya edema perifer umum

terjadi pada kedua bentuk tersebut. Efusi perikardial berkaitan dengan bunyi pekak yang

meningkat pada daerah perikardial dan pembesaran jantung berbentuk globular pada

rontgen toraks. TB juga dapat menyebabkan penyakit sistem saraf pusat. Hingga saat ini

bentuk paling penting dari tuberkulosis sistem saraf pusat adalah penyakit meningeal.

Penyakit ini dapat menyebabkan komplikasi pada tiberkulosis primer. Tuberkulosis juga

dapat menyerang tulang dan sendi. Semua tulang dan sendi dapat terinfeksi namun yang

paling sering adalah tulang belakang dan panggul. Tuberkulosis tulang belakang biasanya

timbul dengan gejala nyeri punggung kronik dan biasanya mengenai tulang belakang

torakal bagian bawah dan lumbal.11

Pencegahan

Perlindungan terbaik melawan tuberkulosis adalah diagnosis dan pengobatan yang

efisien untuk orang dengan infeksi aktif. Orang yang berkontak erat dengan pasien

penyakit paru harus mendapat peninjauan status klinis dan status BCG nya, menjalani tes

kulit tuberkulin dan memerlukan penilaian secara radiologis. Tujuan penelusuran kontak

adalah untuk mengidentifikasi kemungkinan kasus dengan penyakit klinis, kasus lain

yang terinfeksi oleh pasien yang sama, dan orang yang berkontak erat harus mendapatkan

BCG. Tes kulit tuberkulin intradermal biasanya dilakukan dengan menggunakan teknik

Mantoux. Responsnya dibagi dalam kelompok berdasarkan derajat indurasi. Uji ini

digunakan untuk menilai apakah seseorang telah mendapatkan Mycobacterium

tuberculosis setelah pajanan dan berguna pada pasien yang tidak diimunisasi dengan

BCG. Uji ini juga digunakan sebagai praimunisasi BCG untuk menilai apakah seseorang

telah mengalami tuberkulosis primer subklinis sebelumnya. Interpretasi menjadi lebih

22

Page 23: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

sulit pada orang yang divaksinasi BCG karena memang diharapkan ada reaksi positif

ringan.

Kemoprofilaksis diberikan untuk mencegah infeksi yang berlanjut menjadi

penyakit klinis. Kemoprofilaksis direkomendasikan untuk anak berusia <16 tahun dengan

tes Heaf positif kuat, untuk anak berusia <2 tahun yang mengalami kontak erat dengan

penyakit paru apusan positif, untuk pasien yang konversi tuberkulin terbarunya telah

dikonfirmasi, dan untuk bayi dari ibu dengan tuberkulosis paru. BCG juga digunakan

pada beberapa negara sebagai tindakan perlindungan untuk infeksi mikobakterium.

Vaksinasi ini memberikan kira- kira 80% perlindungan selama 10-15 tahun dan

merupakan yang paling baik untuk mencegah penyakit diseminata pada anak. Tetapi ada

komplikasi yang mungkin dapat ditimbulkan dari suntikan BCG. Komplikasi yang

kadang- kadang terjadi adalah abses BCG lokal, dan infeksi BCG diseminata pada pasien

immunocompromised.

Beberapa langkah-langkah untuk mencegah kuman tuberkulosis :

- Hindari kerumunan orang banyak yang terlalu padat

- Tingkatkan ventilasi di rumah,

- Ajaklah agar setiap orang berpendapat bahwa meludah adalah kebiasaan yang buruk,

karena meludah dapat menyebarkan penyakit.

- Memiliki gizi yang baik

- Mengurangi konsumsi tembakau.

- Mengurangi konsumsi alkohol.

- Vaksin BCG.11,13

Prognosis

Dengan terapi jangka pendek yang menggunakan empat obat lini pertama,

diharapkan dapat terjadi kesembuhan. Kadang- kadang pasien meninggal akibat infeksi

berat dan beberapa pasien mengalami komplikasi lanjut tuberkulosis. Pada tuberkulosis

terkait HIV, mortalitasnya meningkat, namun terutama disebabkan oleh infeksi bakteri

yang bertumpang tindih.11

23

Page 24: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

Kesimpulan

Tuberkulosis memang masih menjadi masalah kesehatan utama di Indonesia

maka itu diperlukan bukan hanya pemeriksaan rontgen pada pasien tapi dilakukan

pemeriksaan pada dahak/sputum pasien. Walaupun demikian, tidak semua pasien yang

sudah dideteksi TB dan sudah berobat bisa sembuh dikarenakan ada faktor

ketidakpatuhan pasien. Misal : Tidak mau minum obat secara rutin. Tingkat

keberhasilan/kepatuhan pengobatan pada pasien penderita TB juga dipengaruhi oleh

beberapa faktor, yaitu : jenis kelamin, sikap dan dukungan dari PMO(Pengawas Menelan

Obat).

Maka itu, kalau Anda atau teman Anda mengalami batuk lebih dari 3 minggu,

mengeluarkan dahak bercampur darah, suka nyeri di dada, dan berat badan turun. Dengan

segera carilah pelayanan kesehatan profesional yang membasiskan pelayanannya

berdasarkan DOTS(Directly Observed Treatment Short-course) yang mempunyai

komponen-komponen pengobatan yang baik dan terbukti efektif. DOTS terbukti

mempunyai tingkat keberhasilan yang sangat tinggi sampai melebihi 85%.

Daftar Pustaka

1. Amin Z. Manifestasi klinik dan pendekatan pada pasien dengan kelainan sistem

pernapasan. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S,

editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid III. Jakarta: Interna

Publishing; 2010. h. 2192-4.

2. Amin Z dan Bahar A. Tuberkulosis paru. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B,

Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5.

Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2010. h. 2231-9.

3. Amin Z. Kanker paru. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid III. Jakarta:

Interna Publishing; 2010. h. 2254-9..

24

Page 25: Makalah PBL Blok 18-Eiffel

4. Rasyid A. Abses paru. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid III. Jakarta:

Interna Publishing; 2010. h. 2323-5.

5. Dahlan Z. Pneumonia. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata

M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid III. Jakarta:

Interna Publishing; 2010. h. 2196-2200.

6. Suryo J. Herbal penyembuh gangguan sistem pernapasan. Yogyakarta: Penerbit B

First; 2010.

7. Rahmatulla P. Bronkiektasis. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid III.

Jakarta: Interna Publishing; 2010. h. 2297-2301.

8. Rahmatullah P. Tromboemboli paru. Dalam : Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,

Simadibrata M, Setiati S, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi 5. Jilid III.

Jakarta: Interna Publishing; 2010. h. 2305-9.

9. Aditama TY. Tuberkulosis diagnosis, terapi dan masalahnya. Jakarta: Penerbit

Ikatan Dokter Indonesia; 2005. h.16.

10. Idris F. Manajemen public private mix: penanggulangan tuberkulosis strategi dots

dokter praktik swasta. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia; 2004.h.1-

29.

11. Mandal, Wilkins, Dunbar, White M. Lecture notes: penyakit infeksi. Jakarta:

Penerbit Erlangga; 2008.

12. Asanni J. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan penderita

tuberkulosis paru dalam menyelesaikan pengobatan di puskesmas kecamatan

Brebes kabupaten Brebes tahun 2005. 2006. Diunduh dari

http://eprints.undip.ac.id/4759/1/2865.pdf., 3 Juli 2012.

13. Crofton J, Horne N, Miller F. Tuberkulosis klinis. Jakarta: Penerbit Widya

Medika; 2003. h.11-22.

25