PBL 18 DIFTERI

21
Problem Based Learning 18 Difteri pada anak 10-2008-141 Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Tahun 2014 [email protected] A. Pendahuluan Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Lebih sering menyerang anak-anak. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung. Di Amerika Serikat dari tahun 1980 hingga 1998, kejadian difteri dilaporkan rata-rata 4 kasus setiap tahunnya; dua pertiga dari orang yang terinfeksi kebanyakan berusia 20 tahun atau lebih. KLB yang sempat luas terjadi di Federasi Rusia pada tahun 1990 dan kemudian menyebar ke negara-negara lain yang dahulu bergabung dalam Uni Soviet dan Mongolia. Di Ekuador telah terjadi KLB pada tahun 199311994 dengan 200 kasus, setengah dari kasus tersebut berusia 15 tahun ke atas. Pada kedua KLB tersebut dapat diatasi dengan cara melakukan imunisasi massal. 1

Transcript of PBL 18 DIFTERI

Problem Based Learning 18Difteri pada anak10-2008-141Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaTahun [email protected]. PendahuluanDifteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Lebih sering menyerang anak-anak. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung.Di Amerika Serikat dari tahun 1980 hingga 1998, kejadian difteri dilaporkan rata-rata 4 kasus setiap tahunnya; dua pertiga dari orang yang terinfeksi kebanyakan berusia 20 tahun atau lebih. KLB yang sempat luas terjadi di Federasi Rusia pada tahun 1990 dan kemudian menyebar ke negara-negara lain yang dahulu bergabung dalam Uni Soviet dan Mongolia. Di Ekuador telah terjadi KLB pada tahun 199311994 dengan 200 kasus, setengah dari kasus tersebut berusia 15 tahun ke atas. Pada kedua KLB tersebut dapat diatasi dengan cara melakukan imunisasi massal.Kuman masuk melalui kulit melekat serta berkembangbiak pada permukaan mukosa saluran pernapasan bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuk eksudat fibrin. Gangguan pernapasan bisa terjadi dengan perluasan penyakit ke dalam laring atau cabang cabang transcobronkial. Toksin yang diedarkan tubuh bisa dapat menyebabkan kerusakan pada organ terutama jantung, saraf, dan ginjal.Untuk menekan angka kejadian difteri, salah satu cara yang dilakukan adalah menggalakkan imunisasi DPT secara lengkap, untuk mencegah virus Corynebacterium diphteriae masuk ke dalam tubuh.

B. Pembahasan :

1. Pemeriksaan a. Anamnesis Anamnesis mencakup identitas penderita, keluhan utama dan perjalanan penyakit.1Yang harus ditanyakan pada anamnesis: Identitas mencakup : Nama Umur Pekerjaan Agama Alamat Pendidikan terakhir dll Keluhan utama pasienMerupakan alasan yang menyebabkan pasien datang ke dokter Perjalanan penyakit mencakup : Sudah berapa lama batuk? Apakah batuk setiap hari? Apakah keluar sputum atau darah?apa warnanya? Apakah ada darah didahak? Seberapa banyak dahak yg dikeluarkan? Seperti apa bentuknya dahaknya (cair/kental)? Apakah ada demam? Apakah ada nyeri bila bernapas? Nyeri tenggorok hilang timbul atau menetap ? Sejak kapan rasa nyeri tenggorok terjadi ? Apakah nyeri tenggorok ini disertai dengan demam, batuk, serak dan tenggorok terasa kering ? Apakah Nyeri saat menelan ? Apakah rasa nyeri ini dirasakan sampai ke telinga ? Apakah berdahak ? Apakah dahak ini berupa lendir, pus atau bercampur darah ? Sulit menelan sudah berapa lama ? Apakah juga disertai muntah dan berat badan menurun dengan cepat ? Rasa sumbatan di leher dirasakan dimana dan sudah berapa lama.3 Obat-obat apa saja yang pernah digunakan untuk mengurangi keluhan?bagaimana pengaruh obat tersebut apakah gejala memburuk, membaik atau menetap?

Riwayat Penyakit KeluargaApakah ada dalam keluarga pasien yang menderita tonsilitis atau faringitis? 3

Pemeriksaan FisikKeadaan Umum dan Tanda-tanda vitalSebelum lanjut ke pemeriksaan fisik lain dapat dilakukan pemeriksaan keadaan umum, tanda-tanda vital seperti frekuensi nadi, nafas, tekanan darah dan suhu. Pemeriksaan tanda-tanda vital penting untuk menilai apakah pasien mempunyai tekanan darah tinggi, demam dan lain-lain.1,2Pemeriksaan Faring dan Rongga MulutDengan lampu kepala yang diarahkan ke rongga mulut dilakukan inspeksi pada bagian luar bibir dengan memperhatikan warna, kelembapan dan apakah ada kelainan seperti benjolan, ulkus, fissura dan sebagainya. Setelah itu, dilihat ke dalam rongga mulut dengan menekan bagian tengah lidah dengan memakai spatula lidah supaya rongga mulut jelas terlihat. Dilihat pada mukosa oral seperti warna, ulkus, bercak-bercak putih dan juga nodul. Warna palatum durum juga diobservasi. Pemeriksaan diteruskan dengan melihat keadaan dinding belakang faring serta kelenjar limfe, uvula, arkus faring serta gerakannya, tonsil, gusi dan gigi geligi pasien. 2,3 Untuk melihat keadaan faring dengan lebih jelas, pasien diminta mengucapkan huruf A. Keadaan faring dinilai dengan warna; apakah dinding faring hiperemis, apakah simetris, apakah terdapat luka, eksudat, pembengkakan, ulserasi atau oedema tonsil. Palpasi rongga mulut diperlukan bila ada massa tumor, kista dan lain-lain.3

Pemeriksaan PenunjangPemeriksaan darah lengkap terdiri dari beberapa parameter pemeriksaan seperti leukosit, eritrosit, trombosit, hematokrit, haemoglobin, laju endap darah (LED), hitung jenis leukosit dan sediaan hapus darah tepi. Laboratorium : pada pemeriksaan darah terdapat penurunan kadar hemoglobin dan leukositosis polimorfonukleus, penurunan jumlah eritrosit, dan kadar albumin. Pada urin terdapat albuminuria ringan.3,4,5

Diagnosis KerjaPenyakit difteria adalah suatu infeksi akut yang mudah menular, dan yang sering diserang terutama saluran pernafasan bagian atas, dengan tanda khas timbulnya pseudomembran. Kuman juga melepaskan oksotosin yang dapat menimbulkan gejala umum dan lokal.Difteri adalah suatu infeksi akut pada saluran pernafasan yang disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae. Lebih sering menyerang anak-anak. Penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat. Selain itu penyakit ini bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi. Tetapi tak jarang racun juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakan saraf dan jantung. Beberapa tahun yang lalu, difteri merupakan penyebab utama kematian pada anak-anak tetapi sekarang sudah tidak lagi.Difteri merupakan penyakit menular yang sangat berbahaya pada anak-anak, penyakit ini mudah menular dan menyerang terutama daerah saluran pernafasan bagian atas, penularan biasanya terjadi melalui percikan ludah dari orang yang membawa kuman ke orang lain yang sehat, selain itu penyakit itu bisa juga ditularkan melalui benda atau makanan yang terkontaminasi2,3Klasifikasi Menurut tingkat keparahannya, penyakit ini dibagi menjadi 3 tingkat yaitu : 1. Infeksi ringan bila pseudomembran hanya terdapat pada mukosa hidung dengan gejala hanya nyeri menelan. 2. Infeksi sedang bila pseudomembran telah menyerang sampai faring (dinding belakang rongga mulut) sampai menimbulkan pembengkakan pada laring. 3. Infeksi berat bila terjadi sumbatan nafas yang berat disertai dengan gejala komplikasi seperti miokarditis (radang otot jantung), paralisis (kelemahan anggota gerak) dan nefritis (radang ginjal).Di samping itu, penyakit ini juga dibedakan menurut lokasi gejala yang dirasakan pasien :1. Difteria faring dan tonsilDifteria ini paling sering dijumpai ialah sekitar 75%. Dalam keadaan ringan tidak terbentuk pseudomembran, dapat sembuh sendiri dan dapat membentuk kekebalan. Bila berat akan timbul gejala demam tetapi tidak tinggi, nyeri telan, terdapat pseudomembran yang mula-mula hanya ada bercak-bercak putih keabu-abuan dan cepat meluas ke daerah faring dan laring. Nafas berbau, timbul pembengkakan pada kelenjar regional sehingga leher membesar yang biasa disebut leher banteng atau bullneck. Dalam keadaan ini dapat tersedak (karena adanya kelumpuhan saraf telan atau palatum molle); suara serak serta stridor inspirasi walaupun belum terjadi sumbatan laring.2. Difteria laring dan trakeaDifteria ini merupakan yang terbanyak dan umumnya sebagai penjalaran dari difteria faring dan tonsil. Gejala sama dengan difteria faring hanya lebih berat. Pasien tampak sesak nafas hebat, stridor inspiratoir, sianosis, terdapat retraksi otot suprasternal dan epigastrium, pembesaran kelenjar regional. Pada pemeriksaan laring tampak kemerahan, sembab, banyak sekret dan permukaan tertutup oleh pseudomembran. Pada keadaan ini terdapat sumbatan jalan nafas yang berat sehingga memerlukan pembuatan jalan nafas buatan (trakeostomi).Untuk menentukan pengobatannya, pasien perlu diperiksa usapan tenggorok dan hidungnya guna menemukan kuman difteria. Untuk pengambilan usapan ini diperlukan 2 tabung reaksi yang diminta dari laboratorium. Tabung tersebut satu berisi 1 kapas lidi yang diperlukan untuk usapan tenggorokan, dan tabung dua berisi 2 kapas lidi untuk mengambil usapan pada lubang hidung kanan dan kiri (telah diberi tanda pada kapas lidi). Isikan ke dalam tabung tersebut 1ml NaCl; pada waktu memasukkan kapas lidi yang telah mengandung usapan tidak boleh terendam ke dalam cairan tersebut maka tabung harus selalu dalam posisi berdiri (maksid NaCl ini agar udara dalam tabung tetap lembab dan kuman tidak akan mati). Hapusan diulang setelah selesai pengobatan untuk menentukan penyembuhan pasien (dua kali berturut-turut hasilnya negatif).

Diagnosis Banding

Abses RetrofaringAbses retrofaring yang paling sering terjadi pada anak-anak yang berusia lebih muda, seringkali merupakan sekuel infeksi saluran pernapasan atas dengan supurasi kelenjar getah bening retrofaring yang membentuk abses. Penyakit ini dapa pula disebabkan oleh trauma tembus. Abses ini bermanifestasi sebagai nyeri tenggorokan akut disertai demam tinggi, kaku leher, dan kadang kadang gangguan pernapasan.Pembengkakan lebih nyata pada satu sisi, menimbulkan pembengkakan leher ipsilateral yang nyeri tekan disertai limfadenitis servikal yang nyeri tekan. Pada pemeriksaan, sering ditemui dinding faring membengkak dan eritematosa. Pencitraan diagnostik dapat berupa rontgen jaringan lunak leher lateral atau CT scan leher yang dapat membedakan selulitis dengan abses. Organisme piogenik sering kali menjadi penyebab dan pengobatannya adalah insisi bedah intraoral atau ekstraoral serta drainase dengan proteksi jalan napas untuk mencegah aspirasi bahan purulen. Terapi antibiotik intravena harus diberikan setelah drainase bedah. 2,4,5

Abses peritonsilAbses peritonsil terjadi sebagai akibat komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari kelenjar mucus Weber di kutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab tonsilitis. Biasanya unilateral dan lebih sering pada anak-anak yang lebih tua dan dewasa muda.2Abses peritonsiler disebabkan oleh organisme yang bersifat aerob maupun yang bersifat anaerob. Organisme aerob yang paling sering menyebabkan abses peritonsiler adalah Streptococcus pyogenes (Group A Beta-hemolitik streptoccus), Staphylococcus aureus, dan Haemophilus influenzae. Sedangkan organisme anaerob yang berperan adalah Fusobacterium. Prevotella, Porphyromonas, Fusobacterium, dan Peptostreptococcus spp. Untuk kebanyakan abses peritonsiler diduga disebabkan karena kombinasi antara organisme aerobik dan anaerobik. 6

Angina Plaut Vincent

Penyakit ini disebabkan karena kurangnya hygiene mulut, defisiensi vitamin C serta kuman spirilum dan basil fusi form. 5Penyakit ini biasanya ditandai dengan demam sampai 39o celcius, nuyeri kepala, badan lemah, dan terkadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi, dan gusi berdarah. 5,6Mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membrane putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi serta prosesus alveolaris, mulut berbau dan kelenjar submanibula membesar. 5Memperbaiki hygiene mulut, antibiotika spectrum lebar selama 1 minggu, juga pemberian vitamin C dan B kompleks. 5

ETIOLOGI

Penyebab panyakit difteria adalah kuman Corynebacterium diphtheria, bersifat gram positif dan polimorf, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah yang berasal dari batuk penderita atau benda maupun makanan yang telah terkontaminasi oleh bakteri. Biasanya bakteri berkembang biak pada atau di sekitar permukaan selaput lendir mulut atau tenggorokan dan menyebabkan peradangan. Beberapa jenis bakteri ini menghasilkan toksin yang sangat kuat, yang dapat menyebabkan kerusakan pada jantung dan otak. Bakteri dapat ditemukan dalam sediaan langsung yang diambil dari hapusan tenggorok atau hidung. Basil difteria akan mati pada pemanasan suhu 60o C selama 10 menit, tetapi tahan hidup sampai beberapa minggu dalam es, air, susu dan lendir yang telah mengering. Terdapat 3 jenis basil, yaitu bentuk gravis, mitis, dan intermedius atas dasar perbedaan bentuk koloni dalam biakan agar (agar-agar) darah yang mengandung kalium telurit. Basil difteria mempunyai sifat :1. Membentuk pseudomembran yang sukar diangkat, mudah berdarah, dan berwarna putih keabu-abuan yang meliputi daerah yang terkena, terdiri dari fibrin, leukosit, jaringan nekrotik, dan kuman2. Mengeluarkan eksotosin yang sangat ganas dan dapat meracuni jaringan setelah beberapa jam diserap dan memberikan gambaran perubahan jaringan yang khas terutama pada otot jantung, ginjal dan jaringan saraf (toksin ini amat ganas ; 1/50 ml toksin dapat membunuh kelinci)Untuk mengetahui apakah tubuh mengandung antitoksin terhadap kuman difteria dilakukan uji kulit yang disebut dengan Uji Shick. Caranya adalah dengan menyuntikkan intrakutan 1/50 minimal letan dose (MLD) sebanyak 0.02 ml. jika positif akan terlihat merah kecoklatan selama 24 jam.2,4

EPIDEMIOLOGIPenyakit ini muncul terutama pada bulan-bulan dimana temperatur lebih dingin di negara subtropis dan terutama menyerang anak-anak berumur di bawah 15 tahun yang belum diimunisasi. Sering juga dijumpai pada kelompok remaja yang tidak diimunisasi. Di negara tropis variasi musim kurang jelas, yang sering terjadi adalah infeksi subklinis dan difteri kulit.Di Amerika Serikat dari tahun 1980 hingga 1998, kejadian difteri dilaporkan rata-rata 4 kasus setiap tahunnya; dua pertiga dari orang yang terinfeksi kebanyakan berusia 20 tahun atau lebih. KLB yang sempat luas terjadi di Federasi Rusia pada tahun 1990 dan kemudian menyebar ke negara-negara lain yang dahulu bergabung dalam Uni Soviet dan Mongolia. Faktor risiko yang mendasari terjadinya infeksi difteri dikalangan orang dewasa adalah menurunnya imunitas yang didapat karena imunisasi pada waktu bayi, tidak lengkapnya jadwal imunisasi oleh karena kontraindikasi yang tidak jelas, adanya gerakan yang menentang imunisasi serta menurunnya tingkat sosial ekonomi masyarakat.Wabah mulai menurun setelah penyakit tersebut mencapai puncaknya pada tahun 1995 meskipun pada kejadian tersebut dilaporkan telah terjadi 150.000 kasus dan 5.000 diantaranya meninggal dunia antara tahun 1990-1997. Di Ekuador telah terjadi KLB pada tahun 199311994 dengan 200 kasus, setengah dari kasus tersebut berusia 15 tahun ke atas. Pada kedua KLB tersebut dapat diatasi dengan cara melakukan imunisasi massal.5Patofisiologi Penularan penyakit difteria adalah melalui udara (droplet infection), tapi juga dapat perantaraan alat atau benda yang terkontaminasi oleh kuman difteria. Penyakit dapat mengenai bayi tapi kebanyakan pada anak usia balita. Penyakit difteria dapat berat atau ringan tergantung dari virulensi, banyaknya basil, dan daya tahan tubuh anak. Bila ringan, hanya berupa keluhan sakit menelan dan akan sembuh sendiri serta dapat menimbulkan kekebalan pada anak jika daya tahan tubuhnya baik.Kuman masuk melalui kulit melekat serta berkembangbiak pada permukaan mukosa saluran pernapasan bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes kesekeliling serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. Toksin ini merupakan suatu protein dengan berat molekul 62000 dalton, tidak tahan panas atau cahaya, mempunyai 2 fragmen yaitu fragmen A(Aminoterminal) dan fragmen B (Carboxyterminal) yang diikatkan dengan ikatan sufida. Fragmen diperlukan untuk melekatkan molekul toksin yang teraktivasi dari reseptor sel pejamu yang sensitive. Perlekatan ini mutlak agar fragmen A dapat melakukan penetrasi ke dalam sel. Kedua fragmen ini penting dalam menimbulkan efek toksik pada sel.Reseptor reseptor toksin difteri pada membrane sel terkumpul dalam suatu coated pit dan toksin mengadakan penetrasi dengan mengadakan endositosis. Proses ini memungkinkan toksin mencapai bagian dalam sel. Selanjutnya edosom yang mengalami asidifikasi secara alamiah ini dan mengandung toksin, memudahkan toksin untuk melalui membran edosom ke sitosol. Efek toksin pada jaringan tubuh manusia adalah hambatan pembentukan protein dalam sel.Pembentukan protein dalam sel dimulai dari penggabungan asam amino yang telah diikat oleh 2 transfer RNA yang menempati kedudukan P dan A daripada ribosom. Bila rangkaian asam amino ini ditambah dengan asam amino yang lain untuk membentuk polipeptida sesuai dengan cetakan biru RNA, diperlukan suatu proses translokasi. Translokasi ini merupakan pindahnya gabungan transfer RNA + dipeptida dari kedudukan A ke kedudukan P. Proses translokasi ini memerlukan enzim translokase.Toksin difteri mula mula menempel pada membran sel dengan bantuan fragmen A akan masuk dan mengakibatkan aktivitas enzim translokase melalui proses.NAD + EF2 (aktif) ADP ribosil-EF2 (inaktif) + H2 + Nicotinamid ADP ribosil EF2 yang inaktifHal ini menyebabkan translokasi tidak berjalan sehingga tidak terbentuk rangkaian polipeptida yang diperlukan, dengan akibat sel akan mati. Nekrosis tampak jelas di daerah kolonisasi kuman. Sebagai respon terjadi inflamasi lokal bersama sama dengan jaringan nekrotik membentuk bercak eksudat yang mula mula dilemmas. Produksi toksin semakin banyak, daerah infeksi semakin lebar dan terbentuk eksudat fibrin. Terbentuklah suatu membrane yang melekat erat yang berwarna abu kehitaman, tergantung dari darah yang terkandung. Selain fibrin, membran juga terdiri dari sel sel radang, eritrosit, dan sel sel epitel. Bila dipaksa melepas membrane akan terjadi perdarahan. Selanjtnya membran akan terlepas dengan sendirinya dalam periode penyembuhan .Kadang kadang terjadi infeksi sekunder dengan bakteri. Membran dan jaringan edematous dapat menyumbat jalan nafas. Gangguan pernapasan bisa terjadi dengan perluasan penyakit ke dalam laring atau cabang cabang transcobronkial. Toksin yang diedarkan tubuh bisa dapat menyebabkan kerusakan pada organ terutama jantung, saraf, dan ginjal.Antitoksin difteri hanya berpengaruh pada toksin yang bebas atau yang terarbsorsi pada sel. Terdapat periode laten yang bervariasi sebelum timbulnya manifestasi klinik. Miokardio toksin biasanya terjadi dalam 10 15 hari, manifestasi saraf pada umumnya terjadi setelah 3 7 minggu. Kelainan patofis yang menonjol adalah nekrosis toksis dan degeneralisasi hialin pada bermacam macam organ dan jaringan. Pada jantung tampak edema, kongesti, infiltrasi sel mononuclear pada serat otot dan fibrosis interstitial, pada saraf tampak neuritis toksin dengan degenerasi lemah pada selaput myelin. Nekrosis hati bisa disertai gejala hipoglikemi, kadang kadang tampak perdarahan adrenal dan nekrosis tubuler akut pada ginjal.Eksotosin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan miokarditis toksik atau jika mengenai jaringan saraf perifer sehingga timbul paralisis terutama otot-otot pernafasan. Selain itu, eksotoksin dapat juga menyerang vulva, kulit, mata, walaupun jarang terjadi.Manifestasi klinik Masa tunas : 2-7 hari. Gejala umum : terdapat demam tidak terlalu tinggi, lesu, pucat, nyeri kepala dan anoreksia, sehingga pasien Nampak sangat lemah. Gejala local : nyeri menelan, bengkak pada leher karena pembengkakan pada kelenjar regional : sesak nafas, serak sampai stridor jika penyakit telah pada stadium lanjut. Gejala akibat eksotosin tergantung bagian yang terkena misalnya mengenai otot jantung terjadi miokarditis dan bila mengenai saraf terjadi kelumpuhan.Bila difteria mengenai hidung (hanya 2% dari jumlah pasien difteria) gejala yang timbul berupa flu, secret yang keluar bercampur darah yang berasal dari pseudo-membran dalam hidung. Biasanya penyakit ini akan meluas ke bagian tenggorok pada tonsil, faring, dan laring.5Komplikasi Pada saluran pernafasan : terjadi obstruksi jalan nafas dengan segala akibatnya. Bronkopnemonia, atelaktasis Kardiovaskuler : miokarditis, yang dapat terjadi akibat toksin yang dibentuk kuman difteria. Kelainan pada ginjal : nefritis. Kelainan saraf : kira-kira 10% pasien difteria mengalami komplikasi yang mengenai susunan saraf terutama system motorik, dapat berupa:a. Paralisis/paresis palatum mole sehingga terjadi rinolalia (suara sengau), tersedak atau sukar menelan. Dapat terjadi pada minggu I-IIb. Paralisis/paresis otot-otot mata : dapat mengakibatkan strabismus, gangguan akomodasi, dilatasi pupil atau ptosis yang timbul pada minggu IIIc. Paralisis umum yang dapat terjadi setelah minggu ke IV. Kelainan dapat mengenai otot muka, leher, anggota gerak dan yang paling berbahaya bila mengenai otot pernafasan.

Penatalaksanaan :a. Pengobatan umum, dapat perawatan yang baik, isolasi dan pebgawasan EKG yang dilakukan pada permulaan dirawat, 1 minggu kemudin dan minggu berikutnya sampai keadaannya EKG 2x berturut-turut normal.b. Pengobatan spesifika. Antidiphtheria serum (ADS), 20.000 U/hari selama 2 hari berturut-turut dengan sebelumnya harus dilakukan uji kulit dan mata. Bila ternyata pasien peka terhadap serum tersebut harus dilakukan desentisisasi dengan cara besredka, dengan cara : 0,05 ml dari larutan pengenceran 1:20 diberi secara SC 0,1 ml dari larutan pengenceran 1:20 diberi secara SC 0,1 ml dari larutan pengenceran 1:10 diberi secara SC 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara SC 0,3 ml tanpa pengenceran diberi secara IM 0,5 ml tanpa pengenceran diberi secara IM 0,1 ml tanpa pengenceran diberi secara IVb. Antibiotic. Diberikan penisilin prokain 50.000 U/kg bb/ hari sampai 3 hari bebas demam. Pada pasien yang dilakukan trakeostomi ditambahkan kloramfenikol 75 mg/kg bb/hari dibagi 4 dosis.c. Kortikosteroid, untuk mencegah timbulnya komplikasi miokarditis yang sangat membahayakan, dengan memberikan perdnison 2 mg/kg bb/hari selama 3-4 minggu. Bila terjadi sumbatan jalan nafas yang berat dipertimbangkan trakeostomi. Bila pada pasien difteria terjadi komplikasi paralisis/paresis otot, dapat diberikan striknin mg dan vitamin b1 100 mg tiap hari selama 10 hari.

Pencegahan dan intervensi dini 1. Memberikan kekebalan pada anak-anak dengan cara : 2. Imunisasi DPT/HB untuk anak bayi. Imunisasi di berikan sebanyak 3 kali yaitu pada saat usia 2 bulan, 3 bulan, dan 4 bulan. 3. Imunisasi DT untuk anak usia sekolah dasar (usia kurang dari 7 tahun). Imunisasi ini di berikan satu kali. 4. Imunisasi dengan vaksin Td dewasa untuk usia 7 tahun ke atas.5. Hindari kontak dengan penderita langsung difteri.6. Jaga kebersihan diri.7. Menjaga stamina tubuh dengan makan makanan yang bergizi dan berolahraga cuci tangan sebelum makan.8. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara teratur.9. Bila mempunyai keluhan sakit saat menelan segera memeriksakan ke Unit Pelayanan Kesehatan terdekat.

Prognosis Prognosis penyakit ini bergantung kepada :1. Umur pasien. Makin muda usianya makin jelek prognosisnya.2. Perjalanan penyakit. Makin terlambat diketemukan, makin buruk keadaanya.3. Letak lesi difteria. Bila di hidung tergolong ringan.4. Keadaan umum pasien, bila keadaan gizinya buruk, keadaanya juga buruk.5. Terdapatnya komplikasi miokarditis sangat memperburuk prognosisnya.6. Pengobatan, terlambat pemberian ADS, prognosis makin buruk.2,5

KesimpulanDifteri adalah suatu penyakit infeksi toksik akut yang sangat menular, disebabkan oleh Corynebacterium diphteriae ditandai dengan pembentukan psedomembran pada kulit atau mukosa. Berdasarkan tempat atau lokasi jaringan yang terkena infeksi, difteri dapat dibagi menjadi tiga, antara lain yaitu Difteri hidung, Difteri faring dan tonsil, Difteri laring. Difteri laring merupakan difteri yang paling berat karena bisa mengancam nyawa penderita akibat gagal nafas. Untuk mengurangi angka kejadian penyakit difteri, Indonesia telah mencanangkan imunisasi vaksin DPT yang diberikan tiga kali. Dimana DPT 1 diberikan umur 2 bulan, DPT 2 umur 3 bulan, DPT 3 umur 4 bulan, dan ada juga vaksin ulangan yang dikenal dengan booster.

DAFTAR PUSTAKA 1. Santoso mardi, Kartadinata Henk, Hendra Wong, et al. Buku panduan ketrampilan medik. Jakarta : FK UKRIDA ; 2009.p.54-92. P.T Ward, Jeremy, dkk. At a Glance Sistem Respirasi Edisi 2. Jakarta. Erlangga. 2006.p.473. Kee Joyce LeFever. Pedoman pemeriksaan laboratorium dan diagnostik edisi keenam. Jakarta: EGC.2008.p.56-57 4. Ward Jane, Wiener Charles M, Leach Richard M et al. At a glance sistem respirasi edisi kedua. Jakarta: Balai Penerbit Erlangga; 2008.p178-80 5. Mansjoer Arif, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, et al. Kapita selekta kedokteran edisi ketiga. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FKUI ; 2006.p. 476-80 6. Price, Sylvia, dkk. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit Volume 2 Edisi 6. Jakarta. EGC. 20067. Nelson WE, Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Nelson esensi pediatri. Edisi 4. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2010. Hal 341-508. Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI. Farmakologi dan terapi. Edisi ke-5. Gaya Baru. Jakarta; 2007.p.63,855