ASUHAN KEPERAWATAN DAN MAKALAH KEPERAWATAN GERONTIK PADA KASUS DEMENSIA.docx
Makalah Gerontik Per. Sistem
description
Transcript of Makalah Gerontik Per. Sistem
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-
lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri/ mengganti dan
mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap
infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Nugroho,
2000).
Lanjut usia adalah seseorang yang telah berusia 60 tahun ke atas yang
akan terus menerus mengalami perubahan melalui proses menua yang
bersifat mental psikologis dan social, meskipun dalam kenyataannya
terdapat perbedaan antar satu orang dengan orang lainnya (Departemen
Sosial RI, 2002).
Menjadi tua adalah suatu proses alamiah. Manifestasi proses menua antara lain rambut rontok dan memutih atau abu-abu, permukaan kulit keriput, banyak gigi yang tanggal (ompong), daya penglihatan atau pendengaran berkurang, perubahan sistem saraf pusat, sistem muskuloskeletal, dan lain-lain. Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindari. Walaupun proses penuaan benar adanya dan merupakan sesuatu yang normal, tetapi pada kenyataannya proses ini menjadi beban bagi orang lain dibadingkan dengan proses lain yang terjadi. Perawat yang akan merawat lansia harus mengerti
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 1
sesuatu tentang aspek penuaan yang normal dan tidak normal. Penuaan sesungguhnya merupakan proses dediffensiasi (de-growth) dari sel, yaitu proses terjadinya perubahan anatomi maupun penurunan fungsi dari sel.
1.2. Rumusan Masalaha. Bagaimana proses perubahan sistem integumen pada
lansia ?b. Bagaimana proses perubahan sistem muskuloskeletal pada
lansia ?
1.3. Tujuan a. Untuk mengetahui perubahan sistem integumen pada
lansia.b. Untuk mengetahui perubahan sistem muskuloskeletal pada
lansia.
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Sistem Integumen Pada Lansia
2.1.1.Definisi
Gambar 2. struktur kulit
Sistem integumen terdiri dari organ terbesar dalam tubuh yaitu kulit. Ini sistem organ yang luar biasa melindungi struktur internal tubuh dari kerusakan, mencegah dehidrasi, menghasilkan vitamin dan hormon.
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 3
Hal ini juga membantu untuk mempertahankan homeostasis dalam tubuh dengan membantu dalam pengaturan suhu tubuh dan keseimbangan air. Sistem integumen adalah garis pertama pertahanan tubuh terhadap bakteri, virus dan mikroba lainnya. Hal ini juga membantu untuk memberikan perlindungan dari radiasi ultraviolet yang berbahaya. Kulit adalah organ sensorik dalam hal ini memiliki reseptor untuk mendeteksi panas dan dingin, sentuhan, tekanan dan nyeri. Komponen kulit termasuk rambut, kuku, kelenjar keringat, kelenjar minyak, pembuluh darah, pembuluh getah bening, saraf dan otot. Mengenai anatomi sistem yang menutupi, kulit terdiri dari lapisan jaringan epitel (epidermis) yang didukung oleh lapisan jaringan ikat (dermis) dan lapisan subkutan yang mendasari (hypodermis atau subcutis).
2.1.2.Perubahan Sistem Integumen Pada LansiaPada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang
paling jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Penipisan ini menyebabkan vena-vena tampak lebih menonjol. Poliferasi abnormal pada terjadinya sisa melanosit, lentigo, senil, bintik pigmentasi pada area tubuh yang terpajan sinar mata hari, biasanya permukaan dorsal dari tangan dan lengan bawah. Sedikit kolagen yang terbentuk pada proses penuaan, dan terdapat penurunan jaringan elastik, mengakibatkan penampiln yang lebih keriput. Tekstur kulit lebih kering karena kelenjar eksokrin lebih sedikit dan penurunan aktivitas kelenjar eksokrin dan kelenar sebasea. Degenerasi menyeluruh jaringan
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 4
penyambung, disertai penurunan cairan tubuh total, menimbulkan penurunan turgor kulit. Massa lemak bebas berkurang 6,3% BB per dekade dengan penambahan massa lemak 2% per dekade. Massa air berkurang sebesar 2,5% per dekade.
Gambar 2. younger skin and older skin
a. Stratum Korneum
Stratum korneum merupakan lapisan terluar dari epidermis yang terdiri dari timbunan korneosit. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada stratum koneum akibat proses menua:
Kohesi sel dan waktu regenerasi sel menjadi lebih lama. Implikasi dari hal ini adalah apabila terjadi luka maka waktu yang diperlukan untuk sembuh lebih lama.
Pelembab pada stratum korneum berkurang. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit lebih kasar dan kering.
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 5
b. Epidermis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada epidermis akibat proses menua:
Jumlah sel basal menjadi lebih sedikit , perlambatan dalam proses perbaikan sel, dan penurunan jumlah kedalaman rete ridge. Implikasi dari hal ini adalah pengurangan kontak antara epidermis dan dermis sehingga mudah terjadi pemisahan antarlapisan kulit, menyebabkan kerusakan dan merupakan faktor predisposisi terjadinya infeksi.
Terjadi penurunan jumlah melanosit. Implikasi dari hal ini adalah perlindungan terhadap sinar ultraviolet berkurang dan terjadinya pigmentasi yang tidal merata pada kulit.
Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap pemeriksaan kulit terhadap allergen berkurang.Penurunan jumlah sel langerhans sehingga menyebabkan penurunan konpetensi imun. Implikasi dari hal ini adalah respon terhadap pemeriksaan kulit terhadap alergen berkurang.
Kerusakan struktur nukleus keratinosit. Implikasi dari hal ini adalah perubahan kecepatan poliferasi sel yang menyebabkan pertumbuhan yang abnormal seperti keratosis seboroik dan lesi kulit papilomatosa.
c. Dermis
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 6
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada dermis akibat proses menua:
Volume dermal mengalami penurunan yang menyebabkan penipisan dermal dan jumlah sel berkurang. Implikasi dari hal ini adalah lansia rentan terhadap penurunan termoregulasi, penutupan dan penyembuhan luka lambat, penurunan respon inflamasi, dan penurunan absorbsi kulit terhadap zat-zat topikal.
Penghancuran serabut elastis dan jaringan kolagen oleh enzim-enzim. Implikasi dari hal ini adalah perubahan dalam penglihatan karena adanya kantung dan pengeriputan disekitar mata, turgor kulit menghilang.
Vaskularisasi menurun dengan sedikit pembuluh darah kecil. Implikasi dari hal ini adalah kulit tampak lebih pucat dan kurang mampu malakukan termoregulasi.
d. Subkutis
Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada subkutis akibat proses menua:
Lapisan jaringan subkutan mengalami penipisan. Implikasi dari hal ini adalah penampilan kulit yang kendur/menggantung di atas tulang rangka.
Distribusi kembali dan penurunan lemak tubuh. Implikasi dari hal ini adalah gangguan fungsi perlindungan dari kulit.
e. Bagian tambahan dari kulit
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 7
Bagian tambahan pada kulit meliputi rambut, kuku, korpus pacini,korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Berikut ini merupakan perubahan yang terjadi pada rambut, kuku, korpus pacini, korpus meissner, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea akibat proses menua:
Gambar 3. Perubahan warna rambut dan kulit pada lansia
Berkurangnya folikel rambut. Implikasi dari hal ini adalah rambut bertambah uban dengan penipisan rambut pada kepala. Pada wanita, mengalami peningkatan rambut pada wajah. Pada pria, rambut dalam hidung dan telinga semakin jelas, lebih banyak dan kaku.
Pertumbuhan kuku melambat. Implikasi dari hal ini adalah kuku menjadi lunak, rapuh, kurang berkilsu, dan cepat mengalami kerusakan.
Korpus pacini (sensasi tekan) dan korpus meissner (sensasi sentuhan) menurun. Implikasi dari hal ini adalah beresiko untuk terbakar, mudah mengalami nekrosis karena rasa terhadap tekanan berkurang.
Kelenjar keringat sedikit. Implikasi dari hal ini adalah penurunan respon dalam keringat, perubahan termoregulasi kulit kering.
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 8
Penurunan kelenjar apokrin. Implikasi dari hal ini adalah bau badan lansia berkurang.
2.1.3.Gangguan Sistem Integumen Pada Lansiaa. Eritroderma
Gambar 4. Penyakit eritroderma
Pengertian
Eritroderma ( dermatitis eksfoliativa ) adalah kelainan kulit yang
ditandai dengan adanya eritema seluruh / hampir seluruh tubuh , biasanya
disertai skuama. Eritroderma merupakan inflamasi kulit yang berupa
eritema yang terdapat hampir atau di seluruh tubuh . Dermatitis eksfoliata
merupakan keadaan serius yang ditandai oleh inflamasi yang progesif
dimana eritema dan pembentukan skuam terjadi dengan distribusi yang
kurang lebih menyeluruh.
Etiologi
- Eritroderma eksfoliativa primer
Penyebabnya tidak diketahui dengan pasti . Termasuk dalam golongan
ini eritroderma iksioformis konginetalis
- Eritroderma eksfoliativa sekunder
Akibat penggunaan obat secara sistemik yaitu penicillin dan derivatnya ,
sulfonamide , analgetik / antipiretik dan ttetrasiklin.
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 9
Meluasnya dermatosis ke seluruh tubuh , dapat terjadi pada liken planus ,
psoriasis , pitiriasis rubra pilaris , pemflagus foliaseus , dermatitis seboroik
dan dermatitis atopik.
Penyakit sistemik seperti Limfoblastoma.
Patofisiologi
Pada dermatitis eksfoliatif terjadi pelepasan stratum korneum ( lapisan
kulit yang paling luar ) yang mencolok yang menyebabkan kebocoran
kapiler , hipoproteinemia dan keseimbangan nitrogen yang negatif .
Karena dilatasi pembuluh darah kulit yang luas , sejumlah besar panas
akan hilang jadi dermatitis eksfoliatifa memberikan efek yang nyata pada
keseluruh tubuh. Pada eritroderma terjadi eritema dan skuama ( pelepasan
lapisan tanduk dari permukaan kult sel – sel dalam lapisan basal kulit
membagi diri terlalu cepat dan sel – sel yang baru terbentuk bergerak
lebih cepat ke permukaan kulit sehingga tampak sebagai sisik / plak
jaringan epidermis yang profus. Mekanisme terjadinya alergi obat seperti
terjadi secara non imunologik dan imunologik (alergik ) , tetapi sebagian
besar merupakan reaksi imunologik. Pada mekanismee imunologik, alergi
obat terjadi pada pemberian obat kepada pasien yang sudah tersensitasi
dengan obat tersebut. Obat dengan berat molekul yang rendah awalnya
berperan sebagai antigen yang tidak lengkap ( hapten ). Obat /
metaboliknya yang berupa hapten ini harus berkojugasi dahulu dengan
protein misalnya jaringan , serum / protein dari membran sel untuk
membentuk antigen obat dengan berat molekul yang tinggi dapat
berfungsi langsung sebagai antigen lengkap.
Manifestasi klinis
1 Eritroderma akibat alergi obat , biasanya secara sistemik. Biasanya
timbul secara akut dalam waktu 10 hari. Lesi awal berupa eritema
menyeluruh , sedangkan skuama baru muncul saat penyembuhan.
2 Eritroderma akibat perluasan penyakit kulit
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 10
Komplikasi
-Limfadenopati
-Hepatomegali
b. Dekubitis
Definisi Dekubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat. Dekubitus atau luka tekan adalah kerusakan jaringan yang terlokalisir yang disebabkan karena adanya kompresi jaringan yang lunak diatas tulang yang menonjol (bony prominence) dan adanya tekanan dari luar dalam jangka waktu yang lama. Kompresi jaringan akan menyebabkan gangguan pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila ini berlangsung lama, hal ini dapat menyebabkan insufisiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan akhirnya dapat mengakibatkan kematian sel.
EtiologiFaktor intrinsik: penuaan (regenerasi sel lemah), Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM, Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight, Anemia, Hipoalbuminemia, Penyakit-penyakit neurologik dan penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, Keadaan hidrasi/cairan tubuh. Faktor Ekstrinsik: kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 11
menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu, duduk yang buruk, posisi yang tidak tepat.
Tanda dan gejala
a. adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat)b. perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak) dan perubahan sensasi (rasa gatal, nyeri)c. pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan
sebagai kemerahan yang menetap. Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu.
d. hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah lukanya superficial, abrasi, melempuh..
e. hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringn subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia.
f. hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam stadium IV dari luka tekan.
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 12
2.2. Sistem Muskuloskeletal Pada Lansia
2.2.1.Definisi
Sistem muskuloskeletal meliputi tulang, persendian, otot, tendon dan bursa. Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25 % berat badan. Struktur tulang memberikan perlindungan terhadap organ – organ penting dalam tubuh seperti jantung, paru, otak. Tulang berfungsi juga memberikan bentuk serta tempat melekatnya otot sehingga tubuh kita dapat bergerak, disamping itu tulang berfungsi sebagai penghasil sel darah merah dan sel darah putih ( tepatnya di sumsum tulang ) dalam proses yang disebut hematopoesis. Tubuh kita tersusun dari kurang lebih 206 macam tulang, dalam tubuh kita ada 4 katagori yaitu tulang panjang, tulang pipih, tulang pendek, dan tulang tidak beraturan.
2.2.2.Perubahan Fisiologis Sistem Muskuloskeletal Pada Lansia
Lansia mengalami perubahan pada anatomi dan fisiologi tubuhnya, yang menyebabkan penurunan fungsi sistem tubuh. Fungsi mobilisasi manusia dihubungkan pada tiga hal yakni tulang, otot dan persendian yang juga didukung oleh sistem saraf. Penurunan atau perubahan
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 13
tersebut mempengaruhi kemampuan mobilisasi pada lansia (Kim et al, 1995 dalam Perry & Poter, 2005).
Otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun spontan.
a. Sistem Skeletal
Tulang menyediakan kerangka kerja untuk sistem muskuloskeletal dan bekerjasama dengan sistem otot untuk membuat suatu pergerakan (Exton-Smith, 1985,Riggs and Melton, 1986 dalam Miller 2012). Fungsi lain dari tulang adalah sebagai tempat penyimpanan kalsium, produksi sel-sel darah serta melindungi jaringan dan organ tubuh. Pertumbuhan tulang mencapai kematangan di masa dewasa awal. Proses penyerapan kalsium dari tulang untuk mempertahankan kalsium darah yang stabil dan penyimpanan kembali kalsium untuk membentuk tulang baru dikenal sebagai remodelling dan terjadi sepanjang rentang kehidupan manusia (Stanley & Beare, 2007).
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah masa otot tubuh mengalami penurunan. Berikut ini merupakan
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 14
perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua:
Penurunan tinggi badan secara progresif karena penyempitan diskus intervertebral dan penekanan pada kolumna vertebralis. Implikasi dari hal ini adalah postur tubuh menjadi lebih bungkuk dengan penampilan barrel-chest.
Penurunan produksi tulang kortikal dan trabekular yang berfungsi sebagai perlindungan terhadap beban geralkan rotasi dan lengkungan. Implikasi dari hal ini adalah peningkatan terjadinya risiko fraktur
Peningkatan resorpsi tulang
Penyerapan kalsium berkurang
Peningkatan hormon paratiroid serum
Gangguan regulasi aktivitas osteoblas
Gangguan pembentukan tulang sekunder untuk mengurangi produksi osteoblas dari matrix tulang
Penurunan jumlah sel sumsum karena untuk penggantian sumsum dengan isi lemak, serta penurunan estrogen pada perempuan dan testosteron pada laki-laki.
b. Sistem Muscular
Ketika manusia mengalami penuaan, jumlah massa otot tubuh
mengalami penurunan. Hilangnya lemak subkutan perifer cenderung untuk
mempertajam kontur tubuh dan memperdalam cekungan di sekitar kelopak
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 15
mata, aksila, bahu dan tulang rusuk. Tonjolan tulang (vertebrae, krista
iliaka, tulang rusuk, skapula) menjadi bertambah. (Stanley & Beare, 2007).
Kekuatan muskular mulai merosot sekitar usia 40 tahun, dengan
suatu kemunduran yang dipercepat setelah usia 60 tahun. Perubahan gaya
hidup dan penurunan penggunaan sistem neuromuskular adalah penyebab
utama untuk kehilangan kekuatan otot. Kerusakan otot terjadi karena
penurunan jumlah serabut otot dan atrofi secara umum pada organ dan
jaringan tubuh. Regenerasi jaringan melambat dengan penambahan usia,
dan jaringan atrofi digantikan oleh jaringan fibrosa. Perlambatan,
pergerakan yang kurang aktif dihubungkan dengan perpanjangan waktu
kontraksi otot, periode laten, dan periode relaksasi dari unit motor dalam
jaringan otot (Stanley & Beare, 2007).
Perubahan terkait penuaan yang berefek pada otot meliputi
berkurangnya serabut otot (jumlah dan ukuran) yang menyebabkan laju
metabolik basal dan laju konsumsi oksigen maksimal berkurang sehingga
otot menjadi lebih mudah capek dan tidak mampu mempertahankan
aktivitas serta kecepatan kontraksi akan melambat, tergantinya serabut otot
dengan jaringan ikat atau lemak, dan rusaknya membran sel otot karena
berkurangnya komponen cairan dan potassium didalamnya. Semua
aktivitas sehari-hari dipengaruhi oleh fungsi otot skeletal dimana dikontrol
oleh neuron. Perubahan otot karena proses menua diantarnya adalah akibat
pemecahan protein, lansia mengalami kehilangan massa tubuh yang
membentuk sebagian otot. Semua perubahan diatas disebut kondisi
sarkopenia, yaitu kehilangan massa otot, kekuatan dan daya tahan otot
(Miller, 2012).
c. Sendi
Fungsi muskuloskeletal secara keseluruhan tergantung pada tulang,
otot dan sendi, namun sendi adalah satu-satunya komponen yang jika
digunakan secara terus menerus akan menunujukkan efek dan keausan
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 16
bahkan pada massa dewasa wal. Namun, pada kenyataannya proses
degeneratif yang mempengaruhi efisiensi fungsional sendi mulai terjadi
sebelum skeletal matur. Beberapa perubahan pada persendian seiring
penuaan adalah berkurangnya viskositas cairan sinovial, degenerasi
kolagen dan selelastin, pecahnya struktur fibrosa dalam jaringan
penghubung, perubahan seluler kartilago karena selalu digunakan secara
terus menerus, pembentukan jaringan scar dan kalsifikasi di persendian
dan jaringan penghubung. serta adanya perubahan degenartif pada arteri
kartilago menjadi retak, robek, dan permukaannya menipis. Akibat dari
perubahan itu diantaranya adalah gangguan gerakan fleksi dan ekstensi,
penurunan fleksibilitas struktur fibrosa, berkurangnya gerakan, adanya
erosi tulang dan berkurangnya kemampuan jaringan ikat (Whitbourne,
1985 dalam Miller, 2012).
Lansia yang mempunyai kebiasaan mengkonsumsi purin yang
terlalu banyak juga akan menyebabkan hasil metabolisme asam urat
menumpuk di persendian hingga bengkak dan terasa nyeri. Asam urat ini
seharusnya dikeluarkan bersama urin dan feses namun ketika ginjal sudah
mengalami penurunan fungsi, maka penumpukan asam urat akan
bertambah parah (Mujahidullah, 2012). Secara umum, terdapat
kemunduran kartilago sendi, sebagian besar terjadi pada sendi-sendi yang
menahan berat, dan pembentukan tulang dipermukaan sendi. Komponen-
komponen kapsul sendi pecah dan kolagen yang terdapat pada jaringan
penyambung meningkat secara progresif yang jika tidak dipakai lagi,
mungkin menyebabkan inflamasi, nyeri, penurunan mobilitas sendi dan
deformitas (Stanley & Beare, 2012).
d. Esterogen
Perubahan yang terjadi pada sistem skeletal akibat proses menua, yaitu penurunan hormon esterogen. Berkurangnya atau hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan
mengakibatkan terjadinya gangguan keseimbangan kalsium. Hal ini
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 17
disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi riteri kalsium dari makanan
dan juga menurunnya konservasi kalsium pada ginjal.Implikasi dari hal ini adalah kehilangan unsur-unsur tulang yang berdampak pada pengeroposan tulang.
2.2.3.Gangguan Sistem Muskuloskeletal Pada Lansia
a. Rematik (Osteoartritis)
Definisi
Osteoartritis atau rematik adalah penyakit sendi degeneratif dimana terjadi
kerusakan tulang rawan sendi yang berkembang lambat dan berhubungan
dnegan usia lanjut, terutama pada sendi-sendi tangan dan sendi besar yang
menanggung beban. Secara klinis osteoartritis ditandai dengan nyeri,
deformitas, pembesaran sendi dan hambatangerak pada sendi-sendi tangan
dan sendi besar. Seringkali berhubungan dengan trauma maupun
mikrotrauma yang berulang-ulang, obesitas, stress oleh beban tubuh dan
penyakit-penyakit sendi lainnya.
Tanda dan gejalaGejala utama dari osteoartritis adalah adanya nyeri pada sendi yang terkena, terutama waktu bergerak. Umumnya timbul secara perlahan-lahan. Mula-mula terasa kaku, kemudian timbul rasa nyeri yang berkurang dnegan istirahat. Terdapat hambatan pada pergerakan sendi, kaku pagi, krepitasi, pembesaran sendi dn perubahan gaya jalan. Lebih lanjut lagi terdapat pembesaran sendi dan krepitasi. Tanda-tanda peradangan pada sendi tidak menonjol dan timbul belakangan, mungkin dijumpai karena adanya sinovitis, terdiri dari nyeri tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata dan warna kemerahan, antara lain;
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 18
1. Nyeri
Keluhan ini merupakan keluhan utama. Nyeri biasanya bertambah dengan
gerakan dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu
kadang-kadang menimbulkan rasa nyeri yang lebih dibandingkan gerakan
yang lain.
2. Kaku
3. Krepitasi
Rasa gemeretak (kadqang-kadang dapat terdengar) pada sendi yang sakit.
4. Deformitas
Pasien mungkin menunjukkan bahwa salah satu sendinya (lutut atau
tangan yang paling sering) secara perlahan-lahan membesar.
5. Hampir semua pasien osteoartritis pergelangan kaki, tumit, lutut atau
panggul berkembang menjadi pincang. Gangguan berjalan dan gangguan
fungsi sendi yang lain merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian
pasien yang umumnya tua (lansia).
Etiologi
Etiologi penyakit ini tidak diketahui secara pasti. Namun ada beberapa
faktor resiko yang diketahui berhubungan dengan penyakit ini, antara lain;
Dari semua faktor resiko untuk timbulnya osteoartritis, faktor penuaan
adalah yang terkuat. Akan tetapi perlu diingat bahwa osteoartritis bukan
akibat penuaan saja. Perubahan tulang rawan sendi pada penuaan berbeda
dengan eprubahan pada osteoartritis.
Wanita lebih sering terkena osteosrtritis lutut dan sendi. Sedangkan laki-
laki lebih sering terkena osteoartritis paha, pergelangan tangan dan leher.
Secara keseluruhan, dibawah 45 tahun, frekuensi psteoartritis kurang lebih
sama antara pada laki-laki dan wanita, tetapi diats usia 50 tahunh (setelah
menopause) frekuensi osteoartritis lebih banyak pada wanita daripada pria.
Hal ini menunjukkan adanya peran hormonal pada patogenesis
osteoartritis.
Genetik
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 19
Berat badan yang berlebih, nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko
untuk timbulnya osteoartritis, baik pada wanita maupun pria. Kegemukan
ternyata tidak hanya berkaitan dengan oateoartritis pada sendi yang
menanggung beban berlebihan, tapi juga dnegan osteoartritis sendi lain
(tangan atau sternoklavikula). Olehkarena itu disamping faktor mekanis
yang berperan (karena meningkatnya beban mekanis), diduga terdapat
faktor lain (metabolit) yang berpperan pada timbulnya kaitan tersebut.
Cedera sendi, pekerjaan dan olahraga
Pekerjaan berat maupun dengan pemakaian satu sendi yang terus menerus
berkaitan dengan peningkatan resiko osteoartritis tertentu. Olahraga yang
sering menimbulkan cedera sendi yang berkaitan dengan resiko
osteoartritis yang lebih tinggi.
Kelainan kongenital dan pertumbuhan paha telah dikaitkan dengan
timbulnya oateoartritis paha pada usia muda.
Tingginya kepadatan tulang dikatakan dapat meningkatkan resiko
timbulnya osteoartritis. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih
padat (keras) tidak membantu mengurangi benturan beban yang diterima
oleh tulang rawan sendi. Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih
mudah robek.
Patofisiologi
Penyakit ini asimetris, tidak meradang (non inflammatory) dan tidak ada
komponen sistemik. Osteoartritis adalah suatu kelainan berupa proliferasi
tulang pada batas sendi dan tulang subkondral akibat deteriorasi tulang
rawan sendi. Penyebab degenerasi tulang rawan disebabkan oleh :
- kerusakan framework kolagen karena fatigue (kelelahan)dan abrasi.
- perubahan pada sintesis proteoglikan atau degradasinya.
- defek (kerusakan) pada fungsi cairan sinovial dan kondrosit.
b. Osteoporosis
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 20
Gambar 5. osteoporosis
Definisi
Osteoporosis adalah penyakit metabolik tulang yang memiliki penurunan
matrix dan proses mineralisasi yang yang normal tetapi massa atau
densitas tulang berkurang (Gallagher, 1999). Osteoporosis adalah
berkurangnya kepadatan tulang yang progresif, sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah. Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti
kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi keras dan padat. Untuk
mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan kalsium
dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon
dalam jumlah yang mencukupi (hormon paratiroid, hormon pertumbuhan,
kalsitonin, estrogen pada wanita dan testosteron pada pria). Juga
persediaan vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk menyerap
kalsium dari makanan dan memasukkan ke dalam tulang. Secara progresif,
tulang meningkatkan kepadatannya sampai tercapai kepadatan maksimal
(sekitar usia 30 tahun). Setelah itu kepadatan tulang akan berkurang secara
perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan mineral dalam
tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga
terjadilah osteoporosis. Sekitar 80% persen penderita penyakit
osteoporosis adalah wanita, termasuk wanita muda yang mengalami
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 21
penghentian siklus menstruasi (amenorrhea). Hilangnya hormon estrogen
setelah menopause meningkatkan risiko terkena osteoporosis.
Tanda dan Gejala
Penyakit osteoporosis sering disebut sebagai silent disease karena proses
kepadatan tulang berkurang secara perlahan (terutama pada penderita
osteoporosis senilis) dan berlangsung secara progresif selama bertahun-
tahun tanpa kita sadari dan tanpa disertai adanya gejala.
Gejala-gejala baru timbul pada tahap osteoporosis lanjut, seperti:
a. patah tulang
b. punggung yang semakin membungkuk
c. hilangnya tinggi badan
d. nyeri punggung
Jika kepadatan tulang sangat berkurang sehingga tulang menjadi hancur,
maka akan timbul nyeri tulang dan kelainan bentuk. Hancurnya tulang
belakang menyebabkan nyeri punggung menahun. Tulang belakang yang
rapuh bisa mengalami hancur secara spontan atau karena cedera ringan.
Biasanya nyeri timbul secara tiba-tiba dan dirasakan di daerah tertentu dari
punggung, yang akan bertambah nyeri jika penderita berdiri atau berjalan.
Jika disentuh, daerah tersebut akan terasa sakit, tetapi biasanya rasa sakit
ini akan menghilang secara bertahap setelah beberapa minggu atau
beberapa bulan. Jika beberapa tulang belakang hancur, maka akan
terbentuk kelengkungan yang abnormal dari tulang belakang (punuk
Dowager), yang menyebabkan ketegangan otot dan sakit. Tulang lainnya
bisa patah, yang seringkali disebabkan oleh tekanan yang ringan atau
karena jatuh.
Salah satu patah tulang yang paling serius adalah patah tulang panggul.
Hal yang juga sering terjadi adalah patah tulang lengan (radius) di daerah
persambungannya dengan pergelangan tangan, yang disebut fraktur
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 22
Colles. Selain itu, pada penderita osteoporosis, patah tulang cenderung
menyembuh secara perlahan.
Etiologi
a. Osteoporosis post menopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang
membantu mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita.
Biasanya gejala timbul pada wanita yang berusia di antara 51-75 tahun,
tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih lambat. Tidak semua
wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah
menderita penyakit ini daripada wanita kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan
hancurnya tulang dan pembentukan tulang yang baru. Senilis berarti
bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya
terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita.
Wanita seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
c. Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh
keadaan medis lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan
oleh gagal ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid
dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya kortikosteroid, barbiturat, anti-
kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol yang
berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenile idiopatik
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 23
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini
terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal dan tidak memiliki
penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
Patofisiologi
Penyebab pasti dari osteoporosis belum diketahui, kemungkinan pengaruh
dari pertumbuhan aktifitas osteoklas yang berfungsi bentuk tulang. Jika
sudah mencapai umur 30 tahun struktur tulang sudah tidak terlindungi
karena adanya penyerapan mineral tulang.
Dalam keadaan normal terjadi proses yang terus menerus dan terjadi
secara seimbang yaitu proses resorbsi dan proses pembentukan tulang
(remodelling). Setiap ada perubahan dalam keseimbangan ini, misalnya
proses resorbsi lebih besar dari proses pembentukan, maka akan terjadi
penurunan massa tulang. Proses konsolidasi secara maksimal akan dicapai
pada usia 30-35 tahun untuk tulang bagian korteks dan lebih dini pada
bagian trabekula. Pada usia 40-45 tahun, baik wanita maupun pria akan
mengalami penipisan tulang bagian korteks sebesar 0,3-0,5 %/tahun dan
bagian trabekula pada usia lebih muda. Pada pria seusia wanita menopause
mengalami penipisan tulang berkisar 20-30 % dan pada wanita 40-50 %
Penurunan massa tulang lebih cepat pada bagian-bagian tubuh seperti
metakarpal, kolum femoris, dan korpus vertebra Bagian-bagian tubuh yg
sering fraktur adalah vertebra, paha bagian proksimal dan radius bagian
distal.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan- lahan kemampuan jaringan untuk
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 24
memperbaiki diri/ mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Pada lansia terjadi perubahan sistem integument dan musculoskeletal. Pada lansia, epidermis tipis dan rata, terutama yang paling jelas diatas tonjolan-tonjolan tulang, telapak tangan, kaki bawah dan permukaan dorsalis tangan dan kaki. Selain itu , sedikit kolagen yang terbentuk dan massa lemak berkurang. Pada lansia, otot mengalami atrofi sebagai akibat dari berkurangnya aktivitas, gangguan metabolik, atau denervasi saraf. Dengan bertambahnya usia, perusakan dan pembentukan tulang melambat. Hal ini terjadi karena penurunan hormon esterogen pada wanita, vitamin D, dan beberapa hormon lain. Tulang-tulang trabekulae menjadi lebih berongga, mikro-arsitektur berubah dan seiring patah baik akibat benturan ringan maupun spontan.
DAFTAR PUSTAKA
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 25
Azizah, lilik Ma’rifatul. 2011. Keperawatan Lanjut Usia. Penerbita Graha Ilmu. YogyakartaKusharyadi. 2010. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Penerbit Salemba Medika, JakartaMartono, H. Hadi, 2010, Buku Ajar Geriatri, Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakartahttps://www.academia.edu/perubahan_fisiologi_pada_lansia_pada_semua_sistem
https://unnda4774.wordpress.com/penyakit-sistem-musculoskeletal-pada-lansia/
Perubahan Sistem Integumen dan Muskuloskeletal Pada Lansia 26