Lp Typhoid

15
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN THIPOID I. Definisi Tifus (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 2007). Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002) I. Etiologi Tyfus disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut. II. Patofisiologi

description

ASSENG

Transcript of Lp Typhoid

Persiapan Praktek Di Ruang

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN ANAK DENGAN THIPOID

I. Definisi

Tifus (demam tifoid enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang besarnya tedapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. (FKUI, 2007).Demam tifoid adalah penyakit menular yang bersifat akut, yang ditandai dengan bakterimia, perubahan pada sistem retikuloendotelial yang bersifat difus, pembentukan mikroabses dan ulserasi Nodus peyer di distal ileum. (Soegeng Soegijanto, 2002)

II. Etiologi

Tyfus disebabkan oleh salmonella typhosa, basil gram negatif, bergerak dengan bulu getar, tidak berspora. Mempunyai sekurang-kurngnya 3 macam antigen yaitu antigen O (somatic terdiri dari zat komplek lipopolisakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dalam serum penderita terdapat zat anti (glutanin) terhadap ketiga macam antigen tersebut.

III. Patofisiologi

Kuman salmonella typhosa masuk kedalam saluran cerna, bersama makanan dan minuman, sabagian besar akan mati oleh asam lambung HCL dan sebagian ada yang lolos (hidup), kemudian kuman masuk kedalam usus (plag payer) dan mengeluarkan endotoksin sehingga menyebabkan bakterimia primer dan mengakibatkan perdangan setempat, kemudian kuman melalui pembuluh darah limfe akan menuju ke organ RES terutama pada organ hati dan limfe.

Di organ RES ini sebagian kuman akan difagosif dan sebagian yang tidak difagosif akan berkembang biak dan akan masuk pembuluh darah sehingga menyebar ke organ lain, terutama usus halus sehingga menyebabkan peradangan yang mengakibatkan malabsorbsi nutrien dan hiperperistaltik usus sehingga terjadi diare. Pada hipotalamus akan menekan termoregulasi yang mengakibatkan demam remiten dan terjadi hipermetabolisme tubuh sehingga tubuh mudah lelah. Selain itu endotown yang masuk ke pembuluh darah kapiler menyebabkab roseola pada kulit dan lidah hiperemia. Pada hati dan limpa akan terjadi hepatosplenomegali. Konstipasi bisa terjadi menyebabkan komplikasi intestinal (perdarahan usus, perforasi, peritonitis) dan ekstra intestinal (pneumonia, meningitis, kolesistitis, neuropsikiatrik).

Masa inkubasi demam tifoid berlangsung selama 7-14 hari (bervariasi antara 3-60 hari) bergantung jumlah dan strain kuman yang tertelan. Selama masa inkubasi penderita tetap dalam keadaan asimtomatis. (Soegeng soegijanto, 2002)

IV. Manifestasi Klinis

Gejala demam tifoid secara garis besar terdiri dari demam satu minggu/lebih, terdapat gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Dalam minggu pertama, keluhan dan gejala menyerupai penyakit infeksi akut pada umumnya seperti demam, nyeri kepala, anoreksia, mual, muntah, diare, konstipasi, serta suhu badan yang meningkat.

Pada minggu kedua maka gejala/tanda klinis menjadi makin jelas, berupa demam remiten, lidah tifoid, pembesaran hati dan limpa, perut kembung, bisa disertai gangguan kesadaran dari ringan sampai berat. Lidah tifoid dan tampak kering, dilapisi selaput kecoklatan yang tebal, di bagian ujung tepi tampak lebih kemerahan. (Ranuh, Hariyono, dan dkk. 2001)

Sejalan dengan perkembangan penyakit, suhu tubuh meningkat dengan gambaran anak tangga. Menjelang akhir minggu pertama, pasien menjadi bertambah toksik. (FK UI 2007)

V. PATHWAYS

Salmonella typhosa

Saluran pencernaan

Diserap oleh usus halus

Bakteri memasuki aliran darah sistemik

Kelenjar limfoid Hati

Limpa

Endotoksin

usus halus

Tukak

Hepatomegali

Splenomegali

Demam

Pendarahan dan Nyeri perabaan

perforasi

Mual/tidak nafsu makan

Perubahan nutrisi

Resiko kurang volume cairan

(Suriadi & Rita Y, 2001)

VI. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap

Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal. Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.

2. Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus

3. Pemeriksaan Uji Widal

Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:

Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri

Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri

Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.

Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan menderita Demam Tifoid. (Widiastuti Samekto, 2001)

VI. Terapi

1. Kloramfenikol. Dosis yang diberikan adalah 4 x 500 mg perhari, dapat diberikan secara oral atau intravena, sampai 7 hari bebas panas

2. Tiamfenikol. Dosis yang diberikan 4 x 500 mg per hari.

3. Kortimoksazol. Dosis 2 x 2 tablet (satu tablet mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim)

4. Ampisilin dan amoksilin. Dosis berkisar 50-150 mg/kg BB, selama 2 minggu

5. Sefalosporin Generasi Ketiga. dosis 3-4 gram dalam dekstrosa 100 cc, diberikan selama jam per-infus sekali sehari, selama 3-5 hari

6. Golongan Fluorokuinolon

Norfloksasin : dosis 2 x 400 mg/hari selama 14 hari

Siprofloksasin: dosis 2 x 500 mg/hari selama 6 hari

Ofloksasin: dosis 2 x 400 mg/hari selama 7 hari

Pefloksasin: dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

Fleroksasin: dosis 1 x 400 mg/hari selama 7 hari

7. Kombinasi obat antibiotik. Hanya diindikasikan pada keadaan tertentu seperti: Tifoid toksik, peritonitis atau perforasi, syok septik, karena telah terbukti sering ditemukan dua macam organisme dalam kultur darah selain kuman Salmonella typhi. (Widiastuti S, 2001)

VII. KomplikasiPerforasi usus terjadi pada 0,5-3% dan perdarahan berat pada 1-10% penderita demam tifoid. Kebanyakan komplikasi terjadi selama stadium ke-2 penyakit dan umumnya didahului oleh penurunan suhu tubuh dan tekanan darah serta kenaikan denyut jantung.Pneumonia sering ditemukan selama stadium ke-2 penyakit, tetapi seringkali sebagai akibat superinfeksi oleh organisme lain selain Salmonella. Pielonefritis, endokarditis, meningitis, osteomielitis dan arthritis septik jarang terjadi pada hospes normal. Arthritis septik dan osteomielitis lebih sering terjadi pada penderita hemoglobinopati. (Behrman Richard, 1992)

VIII. Diagnosa Keperawatan

1. Hipertermi b/d proses infeksi salmonella thypii2. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisiIX. Fokus Intervensi

1. Hipertermi b/d proses infeksi salmonella thypiTujuan:

Mendemonstrasikan suhu dalam batas normal

Intervensi:

a. Pantau suhu klien

Rasional:

Suhu 380 C sampai 41,10 C menunjukkan proses peningkatan infeksius akut

b. pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai dengan indikasi

Rasional:

Suhu ruangan atau jumlah selimut harus dirubah, mempertahankan suhu mendekati normal

c. Berikan kompres mandi hangat

Rasional :

Dapat membantu mengurangi demam

d. Kolaborasi pemberian antipiretik

Rasional:

Untuk mengurangi demam dengan aksi sentralnya hipotalamus

2. Resiko tinggi kurang volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder terhadap diare

Tujuan:

Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal

Intervensi:

a. Awasi masukan dan keluaran perkiraan kehilangan cairan yang tidak terlihat

Rasional:

Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan dan elektrolit penyakit usus yang merupakan pedoman untuk penggantian cairan

b. Observasi kulit kering berlebihan dan membran mukosa turgor kulit dan pengisian kapiler

Rasional:

Menunjukkan kehilangan cairan berlebih atau dehidrasi

c. Kaji tanda vital

Rasional :

Dengan menunjukkan respon terhadap efek kehilangan cairan

d. Pertahankan pembatasan peroral, tirah baring

Rasional:

Kalau diistirahkan utnuk penyembuhan dan untuk penurunan kehilangan cairan usus

e. Kolaborasi utnuk pemberian cairan parenteral

Rasional:

Mempertahankan istirahat usus akan memerlukan cairan untuk mempertahankan kehilangan3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d arbsorpsi nutrisi

Tujuan:

Kebutuhan nutrisi terpenuhi

Intervensi:

a. Dorong tirah baring

Rasional:

Menurunkan kebutuhan metabolic untuk meningkatkan penurunan kalori dan simpanan energi

b. Anjurkan istirahat sebelum makan

Rasional:

Menenangkan peristaltic dan meningkatkan energi makan

c. Berikan kebersihan oral

Rasional :

Mulut bersih dapat meningkatkan nafsu makan

d. Sediakan makanan dalam ventilasi yang baik, lingkungan menyenangkan

Rasional:

Lingkungan menyenangkan menurunkan stress dan konduktif untuk makan

e. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat

Rasional:

Nutrisi yang adekuat akan membantu proses

f. Kolaborasi pemberian nutrisi, terapi IV sesuai indikasi

Rasional:

Program ini mengistirahatkan saluran gastrointestinal, sementara memberikan nutrisi penting.

DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J (1997). Buku Saku Keperawatan. Edisi VI.EGC: Jakarta

Doengoes M.E (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi III. EGC : Jakarta

Nelson. Ilmu Kesehatan Anak. Edisi XII. EGC : Jakarta

Staf Pengajar IKA (2005). Ilmu Kesehatan Anak. EGC : Jakarta

mansjoer. A (2000). Kapikta Selekta kedokteran. edisi IV. EGC: Jakarta

Sarwana (2007). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi III. FKUI: Jakarta.

LAPORAN PENDAHULUANPASIEN DENGAN TYPOID DI RUANG AYUB 1 RS ROEMANI

SEMARANG

Persiapan Praktik Ruang: Ayub 1Tanggal Praktik

: 09 Februari 2015Nama Mahasiswa

: Bahtiar Bagus Santoso

N I M

: G 3 A 0 1 4 0 9 0

Nama Pembimbing

:

Saran Pembimbing

:

Tanda Tangan Pembimbing:

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2015