PRESUS IKA_Demam Typhoid

43
PRESENTASI KASUS DEMAM TYPHOID Moderator: dr. Rachmanto HSA, Sp.A Tutor: dr. Yenny Purnama, Sp.A, M.Kes Disusun oleh: Mutiara Insan Sangaji, S.Ked 07120090082 KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO JAKARTA Periode 26 Mei 2014 - 9 Agustus 2014

description

Presus Mutiara Insan SangajiDemam Typhoid

Transcript of PRESUS IKA_Demam Typhoid

  • PRESENTASI KASUS

    DEMAM TYPHOID

    Moderator:

    dr. Rachmanto HSA, Sp.A

    Tutor:

    dr. Yenny Purnama, Sp.A, M.Kes

    Disusun oleh:

    Mutiara Insan Sangaji, S.Ked

    07120090082

    KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PELITA HARAPAN

    RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO

    JAKARTA

    Periode 26 Mei 2014 - 9 Agustus 2014

  • 2

    LEMBAR PENGESAHAN

    Presentasi Kasus dengan Judul:

    Demam Typhoid

    Diajukan sebagai salah satu syarat kegiatan Kepaniteraan Klinik di bagian

    Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto

    Periode 26 Mei 2014 - 9 Agustus 2014

    Disusun oleh:

    Mutiara Insan Sangaji, S.Ked

    07120090082

    Telah disetujui dan dipresentasikan pada tanggal 8 Juli 2014

    Jakarta, 8 Juli 2014

    Tutor Moderator

    dr. Yenny Purnama, Sp.A, M.Kes dr. Rachmanto HSA., Sp.A

  • 3

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang

    telah memberikan rahmat-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Laporan

    Kasus yang berjudul Demam Typhoid ini dalam waktu yang ditetapkan. Laporan

    Kasus ini disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan kepaniteraan klinik bagian

    Ilmu Kesehatan Anak di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto pada

    periode 26 Mei 2014 s/d 9 Agustus 2014.

    Dengan disusunnya Laporan Kasus ini, besar harapan penulis agar dapat

    memberikan beberapa gambaran umum kepada pembaca mengenai Demam Typhoid

    khususnya bagi para dokter umum.

    Laporan Kasus ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak, dengan

    rendah hati penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada:

    1. dr. Rachmanto HSA, Sp.A, selaku moderator presentasi kasus

    2. dr. Yenny Purnaama, Sp.A, M.Kes, selaku tutor penulisan laporan kasus

    ini.

    3. Segenap staf Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSPAD Gatot Soebroto

    4. Pasien dan keluarga pasien, sebagai sumber pembelajaran ilmu.

    5. Orang tua kami yang selalu mendoakan, memberi motivasi, dan semangat

    dalam penyusunan laporan kasus ini.

    Akhir kata, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kelemahan

    yang terdapat dalam penulisan laporan kasus ini. Oleh karena itu kritik dan saran

    diharapkan oleh penulis untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga tulisan ini

    dapat bermanfaat.

    Jakarta, Juli 2014

    Penulis

  • 4

    DAFTAR ISI

    Cover ........................................................................................................................ 1

    Lembar Pengesahan ................................................................................................. 2

    Kata Pengantar ......................................................................................................... 3

    Daftar Isi .................................................................................................................. 4

    BAB I STATUS PASIEN ........................................................................................ 6

    I. Identitas ........................................................................................... 6

    II. Anamnesis ....................................................................................... 6

    III. Pemeriksaan Fisik ............................................................................ 11

    IV. Pemeriksaan Penunjang.................................................................... 17

    V. Resume........................................................................................... 18

    VI. Diagnosa Banding ........................................................................ 19

    VII. Diagnosa Kerja .............................................................................. 19

    VIII. Pemeriksaan Anjuran ....................................................................... 19

    IX. Penatalaksanaan ............................................................................. 19

    X. Prognosis ....................................................................................... 19

    XI. Follow up ....................................................................................... 20

    BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 22

    Pendahuluan .............................................................................................. 22

    Epidemiologi .............................................................................................. 22

    Etiologi ..................................................................................................... 23

    Patogenesis .............................................................................................. 24

    Manifestasi Klinis ...................................................................................... 25

    Komplikasi .............................................................................................. 27

    Pemeriksaan Penunjang ............................................................................... 28

    Diagnosis Banding .................................................................................... 31

    Tata Laksana .............................................................................................. 33

    Prognosis ................................................................................................. 33

    Pencegahan .............................................................................................. 33

    Vaksin Demam Tifoid ............................................................................... 34

  • 5

    BAB III ANALISIS KASUS .............................................................................. 35

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 40

  • 6

    BAB I

    STATUS PASIEN

    No. Catatan Medik : 16 34 35

    Masuk Rumah Sakit : 16 Juni 2014

    Keluar Rumah Sakit : 23 Juni 2014

    I. IDENTITAS

    Nama : An. R.B

    Jenis kelamin : Laki-Laki

    TTL : Jakarta, 7 November 2000

    Umur : 13 tahun 6 bulan

    Nama Ayah : (Alm) T.I

    Pekerjaan : Pemusik

    Nama Ibu : Ny. S

    Pekerjaan : PNS

    Hub. dengan orangtua : Anak kandung, anak kedua dari tiga bersaudara

    Alamat rumah : Jl. Kebon Kelapa Tinggi

    Agama : Islam

    Suku Bangsa : Jawa

  • 7

    II. ANAMNESIS

    Autoanamnesis dan Allanamnesis dari ibu pasien pada tangggal 16 Juni 2014

    Keluhan Utama : Demam

    Keluhan Tambahan : Tidak ada

    Riwayat Penyakit Sekarang :

    Pasien anak laki-laki berusia 13 tahun datang ke bangsal IKA Lt. 2 melalui

    IGD RSPAD dengan mengeluhkan demam sudah 13 hari. Awalnya demam

    muncul perlahan, tidak langsung meninggi, tidak mendadak, kemudian demam

    dirasa semakin meningkat. Demam naik turun dan terutama dirasakan ketika

    malam hari dan pasien merasa lebih baik ketika pagi harinya. Ibu pasien tidak

    mengukur suhu anaknya. Pasien pernah berobat dan diberi obat penurun panas

    namun demam tidak membaik. Pasien menyangkal adanya keluhan pusing,

    muntah, kejang, diare, susah buang air besar, nyeri ketika buang air kecil,

    buang air kecil lebih sering, nyeri pinggang, mimisan, gusi berdarah, ruam

    pada kulit, sakit telinga, keluarnya cairan dari telinga, nyeri telinga, gangguan

    pendengaran, nyeri dan begkak pada daerah sendi, penurunan berat badan

    drastis dalam beberapa bulan terakhir, riwayat berpergian keluar kota akhir-

    akhir ini seperti ke maluku, papua, NTT, NTB, sukabumi. Keluhan disertai

    dengan lemas, menggigil, mual, keringat dingin, nafsu makan menurun.

    Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 4 hari, tidak disertai dengan

    pilek, nyeri menelan, suara serak, sesak napas dan mengi.

    Penyakit sebelumnya yang ada hubungannya dengan panyakit sekarang:

    Tidak ada

    Riwayat penyakit dalam keluarga/sekitarnya yang ada hubungannya

    dengan penyakit sekarang:

    Keluarga, tetangga, teman-teman dan lingkungan sekitar tidak ada yang

    mengalami gejala hal serupa dengan pasien. Orang tua psien menyangkal

    adanya anggota keluarga yang menderita batuk lama di rumah.

    Pengobatan yang telah diperoleh:

    Parasetamol

  • 8

    Riwayat kebiasaan

    Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan di lingkungan sekolah dan

    sekitar rumahnya.

    RIWAYAT KEHAMILAN

    Saat mengandung pasien, ibu pasien memeriksakan kandungan secara teratur

    ke bidan setiap bulan. Ibu pasien menyangkal adanya tekanan darah tinggi,

    kadar gula yang tinggi, demam, keputihan pada saat hamil

    RIWAYAT KELAHIRAN

    Tempat bersalin : Rumah Sakit

    Penolong : Bidan

    Cara persalinan : Spontan

    Keadaan bayi

    o Berat badan lahir : 3000 gram o Panjang badan lahir : 49 cm

    Masa gestasi : 39 Minggu (cukup bulan)

    Keadaan setelah lahir : Langsung menangis

    Kelainan bawaan : Tidak ada

    Anak ke : 2 dari 3 bersaudara

    RIWAYAT PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN ANAK

    Perkembangan Umur Pertumbuhan gigi I 6 bulan

    Tengkurap 6 Bulan

    Duduk 6 bulan

    Berdiri 10 bulan

    Berjalan 12 bulan

    Bicara 2 tahun Membaca dan Menulis 5 tahun

  • 9

    Perkembanan Pubertas

    Perkembangan Umur Rambut pubis -

    Mamae -

    Usia menarche -

    Gangguan perkembangan mental/emosi, bila ada jelaskan: tidak ada

    Kesan : Perkembangan dan pertumbuhan anak sesuai umur

    RIWAYAT MAKANAN

    Umur ASI /PASI Buah /Biskuit Bubur susu Nasi Tim

    0-2 Bulan ASI - - -

    2-4 Bulan ASI - - -

    4-6 Bulan ASI - - -

    6-8 Bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya

    8-10 Bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya

    10-12 Bulan ASI + susu formula Ya Ya Ya

    Frekuensi makan

    Kesulitan makanan : Tidak ada

    Kesan : Kualitas dan kuantitas makanan cukup

    Jenis Makanan Frekuensi

    Nasi 2-3 kali sehari, @ 1-2 centong nasi

    Sayur 1-2 kali sehari @ 1 sendok sayur

    Daging 1 kali sehari, @ 1 potong

    Telur 1 kali sehari @ 1 butir

    Ikan 1 kali sehari @ 1 potong

    Tahu dan Tempe 2 kali sehari @ 1 potong

    Susu 1 kali sehari @ 1 potong

  • 10

    RIWAYATT IMUNISASI

    Jenis Imunisasi I II III IV V BCG 2 bulan - - - - Hepatitis B 2 hari 1 bulan 6 bulan - - Polio 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - DPT 2 bulan 4 bulan 6 bulan - - Campak 9 bulan - - - -

    Kesan : Imunisasi dasar lengkap

    RIWAYAT PENYAKIT YANG PERNAH DIDERITA

    Penyakitt Usia

    Alergi

    Asma

    Batuk berulang

    Biduran

    Cacingan

    Demam berdarah

    Demam tifoid

    Difteri

    Kejang

    Kecelakaan

    Morbili

    Operasi

    Parotitis

    Penyakit kuning

    Penyakit jantung

    Pertusis

    Radang paru

    Tuberkulosis

    Varicella

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Umur 10 tahun

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

    Disangkal

  • 11

    RIWAYAT KELUARGA

    No Tanggal Lahir

    Kelamin Hidup Lahir Mati

    Abortus Mati/sebab

    Keterangan kesehatan/ Pendidikan

    1 17 tahun Perempuan Hidup SMA, sehat

    2 13 tahun Laki-laki Hidup SMP, (pasien)

    3 8 tahun Perempuan Hidup SD, sehat

    Anggota keluarga lain yang serumah : Nenek

    Keadaan rumah :

    Jarak antar rumah rapat, pencahayaan baik, ventilasi baik, lingkungan

    bersih

    Data Orang Tua Ayah Ibu

    Umur sekarang 33 Tahun (alm) 40

    Perkawinan ke 1 1

    Umur saat menikah 24 23

    Pendidikan terahkir D3 D3

    Agama Islam Islam

    Suku bangsa Jawa Jawa

    Keadaan kesehatan Meninggal Baik

    Penyakit bila ada Tidak ada Tidak ada

  • 12

    III. PEMERIKSAAN FISIK

    Pemeriksaan dilakukan pada 16 Juni 2014 (hari ke 1 perawatan) bangsal

    perawatan IKA Lt. II.

    v Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

    v Kesadaran : Compos Mentis

    v Tanda Vital

    v Suhu : 38.5 0C, axila

    v Laju nadi : 90 x/menit, teratur, isi cukup

    v Laju pernapasan : 23x/menit, teratur,

    torakoabdominal

    v Tekanan Darah : 110/60 mmHg

    Data Antropometri

    Berat badan = 42 kg

    Tinggi badan = 157cm

    Berat badan ideal menurut usia = 45 kg

    (berdasarkan kurva NCHS)

    Tinggi badan ideal menurut usia = 158 cm

    (berdasarkan kurva NCHS)

    Berat badan ideal menurut tinggi badan = 45 kg

    (berdasarkan kurva NCHS)

    Status gizi:

    Berdasarkan CDC-NCHS growth chart 2000 anak usia 2-20 tahun menurut

    gender laki-laki

    - Berdasarkan BB/U = (BB sekarang / BB ideal menurut usia) x 100%

    = (42/45) x 100%

    = 93.3%

    - Berdasarkan TB/U = (TB sekarang / TB ideal menurut usia) x 100%

    = (157/158) x 100%

    = 99,8%

    - Berdasarkan BB/TB = (BB sekarang / BB ideal menurut TB) x 100%

    = (42/43) x 100%

    = 97,6%

    Kesan = gizi baik

  • 13

    Status Generalis

    Kepala

    Bentuk : Normocephal

    Rambut : Warna hitam, terdistribusi merata, tidak

    mudah dicabut

    Ubun-ubun besar : Menutup

    Sutura : Tidak melebar

    Muka

    Raut muka : Normal

    Kulit : Ruam pada kulit wajah (-)

    Nyeri tekan sinus : Tidak ada

    Mata

    Kelopak : Edema (-/-)

    Konjungtiva : Konjungtiva anemis (-/-), hiperemis (-),

    sekret (-)

    Sklera : Sklera ikterik (-/-)

    Kornea : Jernih

    Pupil : Warna hitam, isokor diameter 3mm/3mm,

    Refleks cahaya langsung +/+, refleks cahaya

    tidak langsung +/+

    Lensa : Jernih

    Bola mata : Pergerakan bola mata normal

    Penglihatan : Normal

    Telinga

    * Daun telinga : Bentuk daun telinga normal simetris kanan dan

    kiri

    Lubang : Sekret (-/-), serumen (+/+)

    Membran Timpani : Sulit dinilai

    Perdarahan : Tidak ada

  • 14

    Hidung

    Bentuk : Normal

    Kulit : Normal

    Septum : Deviasi (-)

    Konka : Normal

    Selaput lendir : Hiperemis (-), sekret (-)

    Lain-lain : Nafas cuping hidung (-)

    Mulut

    Bibir : Mukosa bibir lembab, hiperemis (-), tidak

    sianosis

    Lidah : Couted tongue (-)

    Selaput lendir : tidak ada

    Gigi : Karies (-)

    Gusi : Hiperemis (-), Perdarahan (-)

    Langit-langit : Hiperemis (-)

    Tonsil : T1-T1, Tenang

    Leher

    Bentuk : Normal

    Kulit : Ruam pada kulit leher (-)

    Pergerakan : Bebas ke segala arah

    Tiroid : Normal, simetris kanan & kiri, pembesaran (-)

    Trakea : Intak ditengah, tidak ada deviasi

    Kelenjar getah bening

    Submental : tidak teraba

    Submandibula : tidak teraba

    Preaurikular : tidak teraba

    Postaurikular : tidak teraa

    Suboccipital : tidak teraba

    Servikalis anterior : tidak teraba

    Servikalis posterior : tidak teraba

    Supraklavikula : tidak teraba

    Axilaris : tidak teraba

    Inguinal : tidak teraba

  • 15

    Thoraks

    Bentuk normochest, tidak ada retraksi, tidak tampak ruam pada kulit dinding

    thoraks.

    Jantung

    Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

    Palpasi : Iktus kordis teraba pada sela iga 4 linea midklavikularis

    kiri,

    Perkusi :

    - Batas kanan jantung pada interkostal IV kanan di linea

    parasternalis kanan

    - Batas kiri jantung pada interkostal V kiri di linea midklavikularis

    kiri

    - Batas pinggang jantung pada interkostal II kiri di linea

    parastrenalis kiri

    Auskultasi : BJ I-II reguler, tidak terdengar murmur, tidak

    terdengar gallop

    Paru-paru

    Inspeksi : Simetris saat statis dan dinamis, tidak terdapat

    retraksi

    Palpasi : Vokal fremitus kanan dan kiri sama

    Perkusi : Sonor di seluruh lapang paru

    Auskultasi : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru,

    Tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing

    Abdomen

    Inspeksi : datar, tidak ada sikatrik, tidak ada massa, defans

    muskular (-) ruam pada kulit abdomen (-)

    Auskultasi : Bising usus (+) normal

    Palpasi : Supel, nyeri tekan (-), hepar, limpa dan ginjal

    tidak teraba.

    Perkusi : Timpani pada seluruh kuadran abdomen

    Lain-lain : Nyeri ketok CVA -/-

  • 16

    Tulang Belakang

    Tidak tampak skoliosis, kifosis, dan lordosis

    Anus

    Tidak diperiksa

    Genitalia Eksterna

    Tidak diperiksa

    Anggota Gerak Ekstremitas Atas Ekstremitas Bawah

    Pergerakan bebas +/+ +/+

    Akral hangat +/+ +/+

    Edema -/- -/-

    Sianosis -/- -/-

    Clubbing Finger -/- -/-

    Atrofi otot -/- -/-

    Tonus otot Baik/baik Baik/baik

    Kulit

    Warna kecoklatan, tidak tampak pucat, tidak ikterik, tidak sianosis, tidak

    tampak ruam pada seluruh tubuh.

    Pemeriksaan Neurologis

    Refleks Fisiologis

    o Refleks Biseps : +/+ normal o Refleks Triseps : +/+ normal o Refleks Patella : +/+ normal o Refleks Achilles : +/+ normal

    Refleks Patologis

    o Refleks Hoffmann-Trommer : -/- o Refleks Babinski : -/- o Refleks Oppenheim : -/- o Refleks Chaddock : -/-

  • 17

    Tanda Rangsang Meningeal

    o Kaku Kuduk : - o Brudzinski I : -/- o Brudzinski II : -/- o Kernig sign : -/- o Laseque sign : -/-

    IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG

    Pemeriksaan laboratorium di IGD RSPAD.

    Jenis Pemeriksaan 15-06-2014 Nilai Normal

    Hematologi

    Darah Rutin

    Hb

    Ht

    Eritrosit

    Leukosit

    Trombosit

    MCV

    MCH

    MCHC

    Kimia Klinik Natrium

    Kalium

    Klorida

    Immunoserologi (WIDAL) S. Typhi O

    S. Paratyphi AO

    S. Paratyphi BO

    S. Paratyphi CO

    S. Typhi H

    S. Paratyphi AH

    S. Paratyphi BH

    S. Paratyphi CH

    11,7 gr/dl

    36 %

    5.2 juta/ul

    5100/mm3

    288.000/mm3

    70 fl

    23 pg

    32 g/dl

    14.1 mmol/L

    3.9 mmol/L

    103 mmol/L

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    13 18gr/dl

    40 52%

    4.3-6.0 juta/ul

    4.800-10.800

    150.000-400.000

    80-96 fl

    27-32 pg

    32-36 g/dl

    132-145 mmol/L

    3.1-5.1 mmol/L

    96-111 mmol/L

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

    Negatif

  • 18

    V. RESUME

    Pasien anak laki-laki berusia 13 tahun 6 bulan dengan berat badan 42

    kg datang ke RSPAD mengeluhkan demam sudah 13 hari. Demam muncul

    perlahan, demam dirasa semakin meningkat, demam naik turun dan terutama

    dirasakan ketika malam hari dan pasien merasa lebih baik ketika pagi harinya.

    Pasien pernah berobat dan diberi obat penurun panas namun demam tidak

    membaik. Keluhan disertai dengan lemas, menggigil, mual, keringat dingin,

    nafsu makan menurun dan batuk kering sudah 4 hari. Dari pemeriksaan fisik

    keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis,

    tekanan darah 110/60 mmHg, nadi 90x/ menit teratur isi cukup, pernapasan

    23x/menit teratur torakoabdominal dengan suhu pada axila adalah 38.5 0C,

    status generalis dalam batas normal, dan status neurologis tidak ada kelainan.

    Dari pemeriksaan penunjang pada hematologi terdapat Hb turun 11.7 mg/dL,

    Ht turun 36%, MCV turun 70 fL, MCH 23 pg, kimia klinik tidak ada kelainan,

    tes widal negatif.

    VI. DIAGNOSA BANDING

    Observasi febris H-13 et causa

    1. Demam typhoid

    2. Infeksi Saluran Kemih

    3. Otitis Media Akut

    4. Tuberkulosis

    5. Malaria

    ISPA

    VII. DIAGNOSA KERJA

    Demam typhoid + ISPA

  • 19

    VIII. PEMERIKSAAN ANJURAN

    Tubex

    Gall Cullture

    Urinalisis

    Foto thorax

    Mantoux test

    IX. PENATALAKSANAAN

    o Tirah baring o Diet 2700 kkal

    Karbohidrat 1485 kkal

    Lemak 810 kkal

    Protein 405 kkal

    o IVD D5% dalam saline 1500 cc/24 jam o Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr (IV) o Inj. Omeprazole 1 x 40 mg (IV) o Parasetamol 3 x 500 mg (PO) (bila demam >37.5 C) o Dextrometrophan 3 x 15 mg (PO)

    X. PROGNOSIS

    Ad vitam : dubia ad bonam

    Ad functionam : dubia ad bonam

    Ad sanationam : dubia ad bonam

  • 20

    XI. FOLLOW UP

    Demam Hari ke (tanggal)

    H-14 (17-6-2017) H-15 (18-6-2017) H-16 (19-6-2017)

    S Pasien mengeluhkan menggigil sejak tadi malam, demam +, mual +, batuk +, muntah -

    Pasien mengeluhkan menggigil dan kedinginan, demam +, batuk +, mual +

    Pasien sudah tidak menggigil, tidak demam, batuk +,

    O

    KU : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis TD : 100/80 mmHg, N: 98x/menit, P: 22x/menit, S: 38 C Kepala : normocephal Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik THT : faring hiperemis -, T1-T1Tenang Mulut : lembaab, sianosis -, couted tongue Thorax :simetris statis dinamis,retraksi Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -, wheezing Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -, Gallop Abdomen : datar, bising usus +, nyeri Tekan -, hepar limpa tidak Teraba Extremitas : akral hangat, CRT

  • 21

    P

    IVFD D5 salin 1500 cc/24 jam Diet 2700 kkal Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Inj. Omeprazole 1x40 mg Parasetamol 3 x 500 mg p.o Dextrometrophan 3 x 15 mg p.o

    IVFD D5 salin 1500 cc/24 jam Diet 2700 kkal Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Inj. Omeprazole 1x40 mg Parasetamol 3 x 500 mg p.o Dextrometrophan 3 x 15 mg p.o

    IVFD D5 salin 1500 cc/24 jam Diet 2700 kkal Inj. Cefotaxime 3 x 1 gr Dextrometrophan 3 x 15 mg p.o

    Demam

    Hari ke

    (tanggal)

    H-17 (20-6-2017) H-18 (21-6-2017) H-19 (22-6-2017)

    S Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah

    tidak menggigil, tidak demam. Tidak

    batuk

    Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah

    tidak menggigil, tidak demam, tidak batuk

    Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah

    tidak menggigil, tidak demam, tidak

    batuk

    O

    KU : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    TD : 100/80 mmHg, N: 80x/menit,

    P: 23x/menit, S: 36 C

    Kepala : normocephal

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera

    tidak ikterik

    THT : faring hiperemis -, T1-T1Tenang

    Mulut : lembaab, sianosis -,

    couted tongue

    Thorax :simetris statis dinamis,retraksi

    Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -,

    wheezing

    Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -,

    Gallop

    Abdomen : datar, bising usus +, nyeri

    Tekan -, hepar limpa tidak

    Teraba

    Extremitas : akral hangat, CRT

  • 22

    Demam Hari

    ke (tanggal) H-20 (23-6-2017)

    S Pasien tidak ada keluhan, pasien sudah tidak menggigil, tidak

    demam.

    O

    KU : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    TD : 100/80 mmHg, N: 80x/menit,

    P: 23x/menit, S: 36 C

    Kepala : normocephal

    Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik

    THT : faring hiperemis -, T1-T1Tenang

    Mulut : lembaab, sianosis -, couted tongue

    Thorax :simetris statis dinamis,retraksi

    Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -, wheezing

    Cor : BJ I-II normal reguler, murmur -, Gallop

    Abdomen : datar, bising usus +, nyeri tekan -, hepar limpa

    tidak teraba

    Extremitas : akral hangat, CRT

  • 23

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    PENDAHULUAN

    Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan

    oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara

    berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga

    merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya

    berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber

    air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang

    masih rendah.1

    Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

    karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat

    luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat

    sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus

    kematian tiap tahun.4 Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai

    penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang

    sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di

    Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di

    daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000

    penduduk/ tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita

    yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.2

  • 24

    EPIDEMIOLOGI

    Demam typhoid endemik di Indonesia. Penyakit ini jarang ditemukan secara

    epidemik, lebih bersifat sporadis, terpencar-pencar disuatu daerah dan jarang terjadi

    lebih dari satu kasus pada orang-orang serumah. Sumber penularan biasanya tidak

    dapat ditemukan. Ada dua sumber penularan S.typhi, yaitu pasien dengan demam

    typhoid dan yang lebih sering carrier. Di daerah endemik transmisi terjadi melalui air

    yang tercemar. Makanan yang tercemar oleh carrier merupakan sumber penularan

    yang paling sering di daerah non-endemik.

    Distribusi Demam Tifoid

    Geografi

    Demam tifoid terdapat diseluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung

    pada keadaan iklim,tetapi lebih banyak dijumpai di negara-negara sedang

    berkembang di daerah tropis. Hal ini disebabkan karena penyediaan air bersih,

    sanitasi lingkungan dan kebersihan individu yang kurang baik.

    Musim

    Di Indonesia demam tifoid dapat ditemukan sepanjang tahun. Tidak ada

    kesesuaian faham mengenai hubungan antara musim dan peningkatan jumlah

    kasus demam tifoid.

    Jenis kelamin

    Tidak ada perbedaan yang nyata antara insiden demam tifoid pada pria dan

    wanita.

    Umur

    Di daerah endemik demam tifoid, insiden tertinggi didapatkan pada anak-

    anak. Orang dewasa sering mengalami infeksi ringan yang sembuh sendiri dan

    menjadi kebal.

  • 25

    ETIOLOGI

    Salmonella typhi sama dengan Salmonella yang lain adalah bakteri Gram-

    negatif, mempunyai flagela, tidak berkapsul, tidak membentuk spora fakultatif

    anaerob. Mempunyai antigen somatik (O) yang terdiri dari oligosakarida, flagelar

    antigen (H) yang terdiri dari protein dan envelope antigen (K) yang terdiri

    polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida kompleks yang

    membentuk lapis luar dari dinding sel da dinamakan endotoksin. Salmonella typhi

    juga dapat memperoleh plasmid faktor-R yang berkaitan dengan resistensi terhadap

    multipel antibiotik.3

    PATOGENESIS

    Kuman S.typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui makanan atau minuman

    yang tercemar oleh kuman tersebut. Sebagian kuman di musnahkan oleh asam

    lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque

    peyeri di ileum terminalis yang kemudian mengalami hipertrofi. Kuman S.typhi

    kemudian menembus ke lamina propia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar

    limfe mesenterial yang juga mengalami hipertrofi. Setelah melewati kelenjar-kelenjar

    limfe ini S.typhi masuk aliran darah (bakteremia primer) dan menuju ke organ

    Retikulo Endotelial Sistem (RES) terutama hati dan limpa melalui sistem portal. Di

    tempat ini kuman difagosit oleh sel-sel fagosit RES dan kuman yang lolos dari

    fagositosis tetap berkembang biak. Pada akhir masa inkubasi 5-9 hari kuman kembali

    masuk ke darah menyebar ke seluruh tubuh (bakteremia sekunder) dan sebagian

    kuman masuk ke organ tubuh terutama limfa, kandung empedu yang selanjutnya

    kuman tersebut dikeluarkan kembali dari kandung empedu ke rongga usus dan

    menyebabkan reinfeksi di usus. Dalam masa bakteremia ini kuman melepaskan

    endotoksin Lipopolisakarida yang semula diduga bertanggung jawab terhadap

    terjadinya gejala-gejala dari demam typhoid. Tapi kemudian berdasarkan penelitian

    eksperimental disimpulkan bahwa endotoksin bukan merupakan penyebab utama

    demam dan gejala-gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin S.typhi berperan

    pada patogenesis demam typhoid,karena membantu terjadinya proses inflamasi lokal

    pada jaringan tempat S.typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan

  • 26

    karena S.typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan zat pirogen oleh

    leukosit pada jaringan yang meradang. Selanjutnya zat pirogen yang beredar di dalam

    darah mempengaruhi pusat termoregulator di hipotalamus yang mengakibatkan

    timbulnya gejala demam.

    Pada demam typhoid ini kelainan utama terjadi di ileum terminal dan plaque

    peyeri yang hiperplasia (minggu pertama), nekrosis (minggu kedua) dan ulserasi

    (minggu ketiga) serta bila sembuh tanpa adanya pembentukan jaringan parut. Sifat

    ulkus berbentuk bulat lonjong sejajar dengan sumbu panjang usus dimana ulkus ini

    dapat menyebabkan perdarahan bahkan perforasi.

  • 27

    MANIFESTASI KLINIS3,4

    Pada anak, periode inkubasi demam tifoid antara 5-40 hari dengan rata-rata

    antara 10-14 hari. Gejala klinis demam tifoid sangat bervariasi, dari gejala klinis

    ringan dan tidak memerlukan perawatan khusus sampai dengan berat sehingga harus

    dirawata. Variasi gejala ini disebabkan faktor galur salmonella, status nutrisi dan

    imunologik penjamu serta lama sakit di rumahnya.

    Demam

    Penampilan demam pada kasus demam tifoid memiliki istilah khusus yaitu

    step-ladder temperature chart yang ditandai dengan demam timbul insidius,

    kemudian naik secara bertahap tiap harinya dan mencapai titik tertinggi pada

    akhir minggu pertama, setelah itu demam akan bertahan tinggi dan pada

    minggu ke-4 demam akan turun perlahan secara lisis, kecuali apabila terjadi

    fokus infeksi seperti kolesistitis, abses jaringan lunak maka demam akan

    menetap. Banyak orang tua pasien demam tifoid melaporkan bahwa demam

    lebih tinggi saat sore dan malam hari dibandingkan dengan pagi harinya

    Gangguan saluran pencernaan

    Lidah kelihatan kotor dan ditutupi selaput putih, ujung dan tepi lidah

    hiperemis dan tremor (coated tongue), pada penderita anak jarang ditemukan.

    Pada umumnya pasien sering mengeluh nyeri perut terutama regio epigastrik

    disertai mual dan muntah. Pada pasien juga sering ditemukan konstipasi atau

    diare.

  • 28

    Gangguan kesadaran

    Umumnya terdapat gangguan kesadaran yang kebanyakan berupa penurunan

    kesadaran ringan. Sering didapatkan kesadaran apatis dengan kesadaran

    seperti berkabut. Bila klinis berat, tak jarang penderita sampai somnolen dan

    koma. Pada penderita dengan toksik, gejala delirium lebih menonjol.

    Hepatosplenomegali

    Terkadang ditemukan pembesaran pada hepar dan limpa. Hepar terasa kenyal

    dan terdapat nyeri tekan. Berbeda dengan buku bacaan Barat, pada anak di

    Indonesia lebih banyak dijumpai hepatomegali dibandingkan dengan

    splenomegali.

    Bradikardia relatif dan gejala lain

    Bradikardi relatif jarang ditemukan pada anak. Bradikardi relatif adalah

    peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh peningkatan frekuensi nadi.

    Patokan yang dipakai adalah bahwa setiap peningkatan suhu 1 C tidak diikuti

    peningkatan frekuensi nadi 8 kali per menit. Gejala lain yang dapat ditemukan

    pada demam tifoid adalah rose spot yang biasanya ditemukan pada regio

    abdomen, toraks, extremitas, dan punggung pada kulit orang putih, tidak

    pernah dilaporkan ditemukan pada anak Indonesia. Ruam ini muncul pada hari

    ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari. Bronkitis banyak dijumpai pada demam

    tifoid sehingga buku ajar lama bahak menganggap sebagai bagian dari

    penyakit demam tifoid

  • 29

    KOMPLIKASI4

    Pada minggu ke-2 atau lebih, sering timbul komplikasi demam tifoid mulai

    yang ringan sampai berat bahkan kematian. Beberapa komplikasi yang sering terjadi

    diantaranya :

    Tifoid Toksik (Tifoid Ensefalopati)

    Didapatkan gangguan atau penurunan kesadaran akut dengan gejala delirium

    sampai koma yang disertai atau tanpa kelainan neurologis lainnya. Analisa

    cairan otak biasanya dalam batas-batas normal

    Syok Septik

    Adalah akibat lanjut dari respon inflamasi sistemik, karena bakteremia

    Salmonella. Disamping gejala-gejala tifoid diatas, penderita jatuh ke dalam

    fase kegagalan vaskular (syok). Tensi turun, nadi cepat dan halus, berkeringat

    serta akral dingin. Akan berbahaya bila syok menjadi irreversible

    Perdarahan dan Perforasi Intestinal

    Pada anak, perforasi usus dapat terjadi pada 0.5-3%, sedangkan perdarahan

    pada usus terjadi pada 1-10%. Perdarahan dan perforasi terjadi pada minggu

    ke-2 demam atau setelahnya. Perdarahan dengan gejala hematoskhezia atau

    dideteksi dengan occult blood test. Perforasi intestinal ditandai dengan nyeri

    abdomen akut, defans muskular, nyeri tekan kuadran kanan bawah abdomen.

    Suhu tubuh tiba-tiba menurun dengan peningkatan frekuensi nadi dan berakhir

    dengan syok. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan tanda-tanda ileus, bising

    usus melemah, dan pekak hepar menghilang. Perforasi dapat dipastikan

    dengan pemeriksaan foto polos abdomen 3 posisi. Perforasi intestinal adalah

    komplikasi tifoid yang paling serius karena sering menimbulkan kematian.

    Peritonitis

    Biasanya menyertai perfotasi, tetapi dapat terjadi tanpa perforasi. Ditemukan

    gejala abdomen akut yakni nyeri perut hebat, kembung serta nyeri lepas pada

    penekanan.

    Hepatitis Tifosa

    Demam tifoid yang disertai gejala ikterus, hepatomegali, dan peningkatan

    SGOT, SGPT, dan bilirubin darah. Pada histopatologi didapatkan nodul tifoid

    dan hiperplasi sel-sel kuffer.

  • 30

    Pankreatitis Tifosa

    Merupakan komplikasi yang jarang terjadi. Gejalanya adalah nyeri perut hebat

    disertai dengan mual dan muntah kehijauan, meteorismus dan bising usus

    menurun. Enzim amilase dan lipase meningkat, dapat dibantu dengan

    pemeriksaan USG atau CT Scan.

    Pneumonia

    Dapat disebabkan oleh basil Salmonella atau koinfeksi dengan mikroba lain

    yang menyebabkan pneumonia. Pada pemeriksaan didapatkan gejala klinis

    pneumonia serta gambaran khas pneumonia pada foto polos thoraks.

    Komplikasi lain

    Karena basil salmonella bersifat intra makrofag dan dapat beredar keseluruh

    bagian tubuh, maka dapat mengenai banyak organ yang menimbulkan infeksi

    yang bersifat fokal antara lain seperti osteomielitis, artritis, miokarditis,

    perikarditis, endokarditis, pielonefritis, serta peradangan di tempat lainnya.

    PEMERIKSAAN PENUNJANG3,4

    Gambaran Darah Tepi4

    Pada pemeriksaan hitung leukosit total terdapat gambaran leukopeni,

    limfositosis relatif, monositosis, an eosinofilia, dan trombositopenia ringan.

    Terjadi leukopenia akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin dan

    mediator endogen yang ada. Diperkirangan kejadian leukopenia 25%. Namun

    banyak laporan bahwa dewasa ini hitung leukositosis kebanyakan dalam batas

    normal atau leukositosis ringan. Kejadian trombositopenia sehubungan dengan

    produksi yang menurun dan destruksi yang meningkat oleh sel-sel RES.

    Sedangkan anemia juga disebabkan produksi hemoglobin yang menurun serta

    kejadian akibat occult bleeding. Perlu diwaspadai bila terjadi penurunan

    hemoglobin secara akut pada minggu ke 3-4, yang biasanya disebabkan oleh

    perdarahan hebat dalam abdomen.

    Pemeriksaan Bakteriologis3

    Pada dua minggu pertama sakit kemungkinan mengisolasi S.typhi dari dalam

    darah pasien lebih besar dari pada minggu berikutnya. Biakan yang dilakukan

    pada urin dan feses, kemungkinan keberhasilan lebih kecil. Biakan spesismen

    yang berasal dari aspirasi sumsum tulang mempunyai sensitivitas tertinggi,

  • 31

    hasi positif didapat pada 90% kasus. Akan tetapi prosedur ini sangat invasif,

    sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada keadaan tertentu dapat

    dilakukan biakan spesimen empedu yang diambil dari duodenum dan

    memberikan hasil yang cukup baik.

    Biakan Salmonella Typhi4

    Spesimen untuk biakan dapat diambil dari darah, sumsum tulang, feses, dan

    urin yang ditanam dalam biakan empedu (gall culture). Spesimen darah

    diambil pada minggu pertama sakit saat demam tinggi. Spesimen feses dan

    urin pada minggu ke II dan minggu selanjutnya. Pembiakan memerlukan

    waktu kurang lebih 5-7 hari. Bila laporan hasil biakan Basil Salmonella

    tumbuh maka penderita sudah pasti mengidap demam tifoid. Bila pada

    minggu ke-4 biakan feses masih positif maka pasien sudah tergolong karier.

    Tes Widal3

    Uji serologi widal suatu metode serologik yang memeriksa antibodi aglutinin

    terhadap antigen somatik (O), flagela (H) banyak dipakai untuk membuat

    diagnosis demam tifoid. Di Indonesia pengambilan angka titer O aglutinin

    1/40 dengan memakai uji widal slide aglutination (prosedur pemeriksaan

    membutuhkan waktu 45 menit) menunjukakan nilai normal positif 96%.

    Artinya apabila hasil tes positif, 96% kasus benar sakit demam tifoid, akan

    tetapi bila negatif tidak menyingkirkan. Banyak senter mengatur pendapat

    apabila titer O aglutinin sekali periksa 1/200 atau pada titer sepasang terjadi

  • 32

    kenaikan 4 kali maka diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan. Aglutinin H

    banyak dikaitkan dengan pasca imunisasi atau infeksi masa lampau,

    sedangkan Vi aglutinin dipakai pada deteksi karier. Banyak peneliti

    mengemukakan bahwa uji serologik Widal kurang dapat dipercaya sebab

    dapat timbul positif palsu pada daerah endemis, dan sebaliknya dapat timbul

    negatif palsu pada kasus demam tifoid yang terbukti biakan darah positif.

    TUBEX

    Tes Tubex merupakan tes aglutinasi kompetitif semi kuantitatif yang

    sederhana dan cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel

    yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Spesifisitas ditingkatkan

    dengan menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya

    ditemukan pada Salmonella serogroup D. Tes ini sangat akurat dalam

    diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi adanya antibodi IgM dan

    tidak mendeteksi antibodi IgG dalam waktu beberapa menit. Walaupun belum

    banyak penelitian yang menggunakan Tes Tubex ini, beberapa penelitian

    menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai sensitivitas dan spesifisitas yang

    lebih baik daripada uji widal.5

    Penelitian mendapatkan sensitivitas sebesar 78% dan spesifisitas sebesar 89%.

    Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal, dapat digunakan untuk

    pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah, dan sederhana, terutama di

    negara yang berkembang.6

    Pemeriksaan lain3

    Pada akhir-akhir ini banyak dimunculkan beberapa jenis pemeriksaan untuk

    mendeteksi antibodi S.typhi dalam serum, antigen terhadap S.typhi dalam

    darah, serum, dan urin bahkan DNA S.typhi dalam darah dan feses.

    Polymerase Chain Reaction telah digunakan untuk memperbanyak gen

    Salmonella ser. Typhi secara spesifik pada darah pasien dan hasil dapat

    diperoleh dalam beberapa jam. Metode ini spesifik dan lebih sensitif

    dibandingkan dengan biakan darah.

  • 33

    DIAGNOSIS BANDING3

    Pada stadium dini demam tifoid, beberapa penyakit kadang-kadang secara

    klinis dapat menjadi diagnosis bandingnya yaitu influenza, gastroenteritis, bronchitis,

    dan bronkopneumonia. Beberapa penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme

    intraseluler seperti tuberculosis, infeksi jamur sistemik, bruselosis, tularemia,

    shigelosis, dan malaria juga perlu dipikirkan. Pada demam tifoid yang berat, sepsis,

    leukemia, limfoma dan penyakit Hodgkin dapat sebagai diagnosis banding.

    TATA LAKSANA3

    Sebagian besar pasien demam tifoid dapat diobati di rumah dengan tirah

    baring, isolasi yang memadai, pemenuhan kebutuhan cairan dan nutrisi, serta

    pemberian antibiotik. Sedangkan untuk kasus berat harus dirawat di rumah sakit agar

    pemenuhan cairan, elektrolit, serta nutrisi disamping observasi kemungkinan timbul

    penyulit dapat dilakukan dengan seksama. Pengobatan antibiotik merupakan

    pengobatan utama karena pada dasarnya pathogenesis infeksi Salmonella typhi

    berhubungan dengan keadaan bakteremia.

    Kloramfenikol masih merupakan pilihan pertama pada pengobatan penderita

    demam tifoid. Dosis yang diberikan adalah 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali

    pemberian selama 10-14 hari atau sampai 5-7 hari setelah demam turum, sedangkan

    pada kasus dengan malnutrisi atau penyakit, pengobatan dapat diperpanjang sampai

    21 hari, 4-6 minggu untuk osteomyelitis akut, dan 4 minggu untuk meningitis. Salah

    satu kelemahan kloramfenikol adalah tingginya angka relaps dan karier. Namun pada

    anak hal tersebut jarang dilaporkan.

    Ampisilin memberikan respon perbaikan klinis yang kurang apabila

    dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah 200 mg/kgBB/hari

    dibagi dalam 4 kali pemberian secara intravena. Amoksisilin dengan dosis

    100mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 kali pemberian per oral memberikan hasil yang

    setara dengan kloramfenikol walaupun penurunan demam lebih lama. Kombinasi

    Trimethoropin Sulfametoksazol (TMP-SMZ) memberikan hasil yang kurang baik

    disbanding kloramfenikol. Dosis yang dianjurkan adalah TMP 10 mg/kg/hari atau

    SMZ 50 mg/kg/hari dibagi dalam 2 dosis. Di beberapa Negara sudah dilaporkan kasus

    demam tifoid yang resisten terhadap kloramfenikol. Pemberian sefalosporin generasi

    ketiga seperti seftriakson 100mg/kgBB/hari dibagi dalam 1 atau 2 dosis (maksimal 4

    gram/hari) selama 5-7 hari atau sefotaksim 150-200 mg/kg/hari dibagi dalam 3-4

  • 34

    dosis efektif pada isolat yang rentan. Efikasi kuinolon baik tetapi tidak dianjurkan

    untuk anak. Akhir-akhir ini cefixime oral 10-15 mg/kgBB/hari selama 10 hari dapat

    diberikan sebagai alternatif, terutama apabila jumlah leukosit 10%, biasanya karena keterlambatan diagnosis, perawatan, dan

    pengobatan. Munculnya komplikasi seperti perforasi gastrointestinal atau perdarahan

  • 35

    hebat, meningitis, endocarditis, dan pneumonia mengakibatkan morbiditas dan

    mortalitas yang tinggi.

    Relaps dapat timbul beberapa kali. Individu yang mengeluarkan Salmonella

    Typhi 3 bulan setelah infeksi umumnya menjadi karier kronis. Risiko menjadi karier

    pada anak rendah dan meningkat sesuai usia. Karier kronik terjadi pada 1-5% dari

    seluruh pasien demam tifoid. Insidens penyakit traktus biliaris lebih tinggi pada karier

    kronis dibandingkan dengan populasi umum. Walaupun karier urin kronis juga dapat

    terjadi, hal ini jarang dan dijumpai terutama pada individu dengan skistosomiasis.

    PENCEGAHAN3

    Secara umum, untuk memperkecil kemungkinan S.typhi, maka setiap individu

    harus memperhatikan kualitas makanan dan minuman yang mereka konsumsi. S.typhi

    di dalam air akan mati apabila dipanasi setinggi 57C untuk beberapa menit atau dengan proses iodinasi/klorinasi. Untuk makanan, pemanasan sampai suhu 57C beberapa menit dan secara merata juga dapat mematikan kuman S.typhi. penurunan

    endemisitas suatu negara/daerah tergantung pada baik buruknya pengadaaan sarana

    air dan pengaturan pembuangan sampah serta tingkat kesadaran individu terhadap

    hygiene pribadi. Imunisasi aktif dapat membantu menekan angka kejadian demam

    tifoid.

    VAKSIN DEMAM TIFOID3

    Saat ini dikenal tiga macam vaksin untuk penyakit demam tifoid, yaitu yang

    berisi kuman yang dimatikan, kuman hidup, dan komponen Vi dari S.typhi. Vaksin

    yang berisi kuman Salmonella typhi, S. parathypi A, S. paratyphi B yang dimatikan

    (TAB vaccine) telah puluha ntahun digunakan dengan cara suntikan subkutan. Namun,

    vaksin ini hanya memberikan daya kekebalan yang terbatas, disamping efek samping

    lokal pada tempat suntikan yang cukup sering. Vaksin yang berisi kuman S.typhi

    hidup yang dilemahkan (Ty-21a) diberikan per oral tiga kali dengan interval

    pemberian selang sehari, memberi daya perlindungan 6 tahun. Vaksin Ty-21a

    diberikan pada anak berumur diatas 2 tahun. Pada penelitian lapangan didapatkan

    hasil efikasi proteksi yang berbanding terbalik dengan derajat transmisi penyakit.

    Vaksin yang berisi komponen Vi dari S.typhi yang diberikan secara suntikan

    intramuskular memberikan perlindungan 60-70% selama 3 tahun.

  • 36

    BAB III

    ANALISIS KASUS

    Anak R.B usia 13 tahun 6 bulan dengan berat badan 42 kg datang ke bangsal

    IKA Lt. 2 melalui IGD RSPAD, pada pasien ini didagnosis dengan demam

    typhoid berdasarkan dengan :

    Anamnesis

    Demam sudah 13 hari. Secara teori, demam terbagi menjadi 2 tipe

    berdasarkan onsetnya yaitu demam kurang dari 7 hari dan lebih dari 7 hari.

    Penyakit untuk demam lebih dari 7 hari antara lain disebabkan karena infeksi

    seperti demam typhoid, malaria, infeksi sistem saraf pusat (meningitis,

    ensefalitis, meningoensefalitis, infeksi saluran pernapasan (pneumonia,

    tuberkulosis), hepatitis akut, infeksi saluran kemih, otitis media. Demam lebih

    dari 7 hari dapat juga disebabkan akibat autoimun seperti demam reumatik,

    bahkan dapat dipikirkan kearah keganasan seperti limfoma dan leukemia.

    Pasien menyangkal adanya keluhan pusing, muntah, kejang, diare,

    susah buang air besar, nyeri ketika buang air kecil, buang air kecil lebih

    sering, nyeri pinggang, mimisan, gusi berdarah, ruam pada kulit, sakit telinga,

    keluarnya cairan dari telinga, nyeri telinga, gangguan pendengaran, nyeri dan

    begkak pada daerah sendi, penurunan berat badan drastis dalam beberapa

    bulan terakhir, riwayat berpergian keluar kota akhir-akhir ini seperti ke

    maluku, papua, NTT, NTB, sukabumi. Pada pasien dapat disingkirkan

    malaria, infeksi sistem saraf pusat (meningitis, ensefalitis, meningoensefalitis,

    infeksi saluran pernapasan (pneumonia, tuberkulosis), hepatitis akut, infeksi

    saluran kemih, otitis media, demam reumatik, limfoma, leukemia.

    Pada pasien demam disertai lemas, menggigil, mual, keringat dingin,

    nafsu makan menurun. Pasien juga mengeluhkan batuk kering sejak 4 hari,

    tidak disertai dengan pilek, nyeri menelan, suara serak, sesak napas dan mengi

    Keluhan tersebut dapat pula merupakat tanda penyakit infeksi akut. Pasien

  • 37

    juga memiliki riwayat jajan sembarangan di lingkungan sekolah dan sekitar

    rumahnnya. Dari anamnesis mengarah kearah demam typhoid karena pada

    pasien didapatkan pola demam yang khas pada typhoid yaitu demam lebih dari

    7 hari dan terasa lebih tinggi pada malam hari didukung juga pasien memiliki

    faktor resiko yaitu kebiasaan pasien yang sering jajan sembarangan.

    Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos mentis, suhu

    axila 38.5 C, Nadi 90x/menit teratur isi cukup, pernapasan 23x/menit teratur

    torakoabdominalis, tekanan darah 110/60 mmHg. Status generalis dan

    neurologis tidak ditemukan kelainan.

    Kesadaran compos mentis. Menandakan tidak adanya tanda penurunan

    kesadaran yan merupakan gejala khas pada infeksi sistem saraf pusat. Selain

    itu keadaan ini juga dapat menandakan belum terjadi ensefalopati typhoid

    yang merupakan komplikasi dari demam typhoid.

    Suhu pada axila adalah 38.5 C. Pada pasien ini didapatkan gejala

    demam. Demam adalah peningkatan suhu tubuh 1oC atau lebih besar di atas

    nilai rerata suhu normal di tempat pencatatan. pasien dianggap demam bila

    suhu rektal mencapai 38oC, suhu oral 37,6oC, suhu aksila 37,8oC, atau suhu

    membran tympani mencapai 37,6oC. Pada demam typhoid ditemukan gejala

    khas yaitu bradikardi relatif. Pada pasien ini tidak ditemukan bradikardi relatif

    dimana ketika kenaikan suhu 1 C diikuti dengan peningkatan nadi sebesar

    8x/menit.

    Pada pasien ini juga tidak ditemukan coated tongue yang merupakan

    gejala khas pada demam typhoid, dimana keadaan lidah kotor dan pucat

    seperti pada bagian tengah, dengan tepi hiperemis dan tremor. Pada

    pemeriksaan abdomen tidak ditemukan nyeri tekan, defans muskular dan

    distensi abdomen. Bising usus juga normal, hepar dan lien tidak teraba. Untuk

    mengetahui apakah sudah terjadi menifestasi ke organ-organ intra abdomen

    khususnya hepar dan lien yang merupakan komponen retikuloendotelial

    sistem. Apabila terdapat komplikasi maka dapat ditemukan distensi dan defans

    muskular yang merupakan tanda peritonitis.

  • 38

    Pemeriksaan Penunjang

    Pada pemeriksaan tanggal 16-6-2014 ditemukan widal negatif. Pada

    pemeriksan darah rutin tanggal 17-6-2014 ditemukan leukopenia dimana

    kadar leukosit 4340 (nilai normal 4800-10.800) hal ini dapat terjadi pada

    demam typhoid akibat depresi sumsum tulang oleh endotoksin da mediator

    endogen yang ada.. Kemudian hasil urinalisis tidak ditemukan kelainan

    sehingga infeksi saluran kemih dapat disingkirkan. Pada pemeriksaan foto

    thorax tanggal 18-6-2014 ditemukan corakan bronkovasuler kedua paru kasar

    dengan kesan bronkitis.

    Pada pemeriksaan tanggal 19-6-2014 ditemukan pada imunoserologi

    Anti Salmonella Thyphii IgM (+) sehinggga diagnosis terarah menjadi demam

    tifoid. Pemeriksaan Tubex ini merupakan tes aglutinasi kompetitif semi

    kuantitatif yang sederhana dan cepat (kurang dari 2 menit) dengan

    menggunakan partikel yang berwarna untuk meningkatkan sensitivitas. Tes ini

    sangat akurat daalam diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi IgM dan

    tidak mendeteksi IgG.

    Anjuran pemeriiksaan penunjang:

    Gall culture

    Menurut kepustakaan Buku ajar IDAI infeksi dan penyakit tropis,

    diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri

    Salmonella typhii dalam biakan darah, urin, feses, sumsum tulang,

    cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka

    bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang

    pada awal penyakit / minggu pertama demam, sedangkan pada minggu

    ke-2 demam dan seterusnya dapat ditemukan di feses dan urine. Media

    pembiakan yang direkomendasikan adalah media empedu dari sapi

    dimana dikatakan media gall ini dapat meningkatkan positivitas hasil

    dari biakan.

  • 39

    Diagnosa Banding

    Infeksi saluran kemih

    Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Infeksi dalam saluran

    kemih meliputi infeksi di parenkim ginjal sampai di kandung kemih

    dengan jumlah bakteriuria bermakna 100.000 unit peroloni/mL urin

    midstream pagi hari. Pada anamnesis anak yang sudah besar gejala

    ISK lebih khas seperti sakit pada waktu miksi, frekuensi miksi

    meningkat, nyeri perut atau pinggang, mengompol, urin yang

    menyengat. Pada pemeriksaan fisik didapatkan suhu yang meningkat,

    nyeri ketok sudut kostovertebral, nyeri tekan suprasimfisis, kelainan

    pada genitalia eksterna seperti fimosis. Pada pemeriksaan penunjang

    didapatkan proteinuria, leukosituria, hematuria, dengan diagnosis

    pastinya ditemukan bakteriuria bermakna pada kultur urin. ISK

    merupakan salah satu penyebab demam lebih dari 7 hari, namun pada

    pasien ini tidak ada keluhan dalam BAK nya seperti nyeri buang air

    kecil, buang air kecil lebih sering, nyeri pinggang. Dari pemeriksaan

    fisik didapatkan suhu yang meningkat namun tidak terdapat nyeri

    ketok CVA. Dari pemeriksaan urinalis tidak tampak kelainan.

    Otitis Media Akut

    Otitis media akut sering ditemukan pada bayi dan anak. Gejala awal

    biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas seperti pilek,

    batuk. Gejala klinis dapat berupa nyeri telinga sehingga anak sering

    memegang telinganya, demam, otorea, sukar tidur, pendengaran

    menurun. Pada pemeriksaan otoskopi didapatkan membran timpani

    hiperemis dari ringan sampai berat bisa sambai cembung keluar karena

    desakan cairan / mukopis di telinga tegah. Pada pasien menyanggal

    adanya keluar cairan dari telinga, nyeri telinga, gangguan pendengaran.

    Dari pemeriksaan fisik pada otoskopi membran timpani didapatkan

    utuh, tidak hiperemis.

    Tuberkulosis

    Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, pada anamnesis

    didapatkan berkurangnya berat badan 2 bulan berturut-turut tanpa

    sebab yang jelas atau gagal tumbuh, demam tanpa sebab jelas,

  • 40

    terutama jika berlanjut sampai 2 minggu, batuk kronik > 3 minggu

    dengan atau tanpa wheezing, riwayat kontak dengan pasien TB paru

    dewasa. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya pembesaran

    kelenjar limfe leher, aksila, inguinal. Pembengkakan progresif atau

    deformitas tulang sendi, lutut, dan falang. Pada pemeriksaan penunjang

    uji tuberkulin positif pada anak dengan TB paru, tetapi dapat negatif

    pada anak dengan TB milier atau penderita HIV/AIDS, gizi buruk atau

    baru menderita campak. Pada TB milier ditemukan demam tinggi,

    berat badan turun, anoreksia, pembesaran hepar/limpa, batuk, tes

    tuberkulin positif, riwayat TB dalam keluarga, pola milier pada foto

    thorax. Pada pasien ini ditemukan demam yang berlanjut sampai 2

    minggu, terdapat batuk kering 4 hari. Namun keluarga menyangkal

    adanya kontak TB paru dewasa di rumah. Pada pemeriksaan fisik tidak

    ditemukan pembesaran kelenjar limfe di aksila dan inguinal,

    pembengkakan tulang / sendi panggul, lutut, falang. Pada pemeriksaan

    foto thorax tidak ditemukan pola milier.

    Malaria

    Menurut buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI, Dari anamnesis

    didapatkan pasien berasal dari daerah endemis malaria atau riwayat

    berpergian ke daerah yang endemis, lemah, mual, muntah, tidak nafsu

    makan, nyeri punggung, nyeri perut, pucat, mialgia, atralgia, serangan

    demam dengan interval tertentu. Pada pasien ini didapatkan bahwa

    pasien tidak memiliki riwayat berpergian ke daerah endemis malaria.

    Penatalaksanaan pasien

    Pasien demam typhoid perlu dirawat di RS untuk isolasi, observasi dan

    pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas

    demam atau kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk

    mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus.

    Mobilisasi pasien dilakukan secara bertahap,sesuai dengan pulihnya kekuatan

    pasien. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan, karena kadang-kadang

    terjadi obstipasi dan retensi air kemih.

    Pemberian IVFD D5 saline 1500cc/24 jam dirasakan perlu karena

    anak tersebut sangat sulit untuk makan dan nafsu makan menurun sehingga

  • 41

    selain sebagai IV line tempat obat masuk secara IV maka IVFD juga

    diharapkan dapat memantain kebutuhan cairan pada penderita ini. Pemberian

    cairan pada pasien ini dilihat dari berat badan pasien 42 kg dengan

    menggunakan rumus Halliday Segar adalah 1500 + 20 (BB-20) = 1940 cc/24

    jam. Jadi total kebutuhan caitan yang dibutuhkan sebenarnya adalah 1940

    cc/24 jam. Pemberian cairan yang diberikan adalah 1500 cc/24 jam karena

    sisanya dapat diberikan secara oral.

    Kebutuhan diet per hari menurut RDA untuk pasien ini adalah 60

    kkal/hari dikali dengan berat badan idela (45kg) sehingga didapatkan 2700

    kkal. Sehingga terbagi Karbohidrat 55% 1485 kkal, Lemak 30% 810 kkal,

    Protein 15% 405 kkal.

    Pemerian antibiotik yang digunakan adala cefotaxime secara intravena.

    Cefotaxime adalah sefalosporin generasi ketiga yang merupakan terapi lini

    kedua pada demam tifoid. Cefotaxime merupakan broad spectrum untuk gram

    positif dan gram negatif. Antibiotik sefalosporin generasi ketiga seperti

    ceftriaxone dan cefotaxime dapat dipergunakan untuk mengobati demam

    tifoid. Dosis pada cefotaksim secara intravena adalah 80 mg/kg/hari.

    Sehingga pada pasien dibutuhkan sekitar 3360 mg. Pada pasien diberikan 3 x

    1 gram. Hal ini sudah sesuai dengan dosis yang diberikan. Menurut Pedoman

    Pengendalian Demam Tifoid yang dikeluarkan oleh Menteri Kesehatan

    Indonesia, seharusnya pada pasien typhoid diberikan antibiotik lini pertama

    terlebih dahulu, namun hal ini bisa dipertimbangkan karena sudah banyak

    kasus multiple drug resistance salmonella typhii (MDRST) pada demam tifoid

    anak di Indonesia. Anti-mikroba lini pertama untuk tifoid yang memiliki

    sensitifitas yang tinggi adalah Kloramfenikol, Ampisilin atau Amoxicilin,

    Trimetropim-Sulfametaksazol.

    Pada pasien ini Omeprazole digunakan sebagi terapi simptomatik yaitu

    untuk mengobati mualnya. Omeprazole yang diberikan adalah 1 x 40 mg

    secara intra vena. Omeprazole adalah senyawa proton pump inhibitor (PPI)

    yang merupakan agen antisekretorik lambung. Omeprazole dapat mengurangi

    sekresi asam lambung dengan menghambat secara spesifik enzim lambung

    H+/K+-ATPase pada permukaan kelenjar sel parietal grastik pada pH

  • 42

    Paracetamol 3 x 500 mg per oral diberikan sebagi terapi simptomatik

    yaitu untuk menurunkan demam pada pasien, Aturan pakai parasetamol

    berdasarkan berat badan adalah 10 - 15 mg parasetamol per kilogram berat

    badan (mg/kg berat badan). Pada pasien berat badan 42 Kg sehingga dosis

    yang diberikan pada pasien sudah sesuai.

    Dextrometrophan 3 x 15 mg per oral diberikan sebagai terapi

    simtomatik yaitu untuk mengobati gejala batuk kering yang ada pada pasien.

    Dosis untuk anak adalah 1 mg/kgBB/hari yang dibagi menjadi 3-4 kali

    pemberian. Tiap tablet mengandung 15 mg. pada pasien dosis yang diperlukan

    sesuai berat badannya adalah 42 mg. sehingga pemberian pada pasien ini

    sudah sesuai yaitu 3 x 15 mg.

  • 43

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Tumbelaka AR, Retnosari S. Imunodiagnosis Demam Tifoid. Dalam :

    Kumpulan Naskah Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan

    Anak XLIV. Jakarta : BP FKUI, 2001:65-73.

    2. Pawitro UE, Noorvitry M, Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam :

    Soegijanto S, Ed. Ilmu Penyakit Anak : Diagnosa dan Penatalaksanaan, edisi

    1. Jakarta : Salemba Medika, 2002:1-43.

    3. Darmowandowo W. Demam Tifoid. Dalam : Soedarmo SS, Garna H,

    Hadinegoro SR, Eds. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi & Penyakit

    Tropis, edisi 1. Jakarta : BP FKUI, 2002:367-75.

    4. Anonim, 2006, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

    364/Menkes/SK/V/2006 tentang Pedoman Pengendalian Demam Tifoid,

    Menkes RI, Jakarta.

    5. Diagnosis of typhoid fever. Dalam : Background document : The diagnosis,

    treatment and prevention of typhoid fever. World Health Organization,

    2003;7-18.

    6. Purwaningsih S, Handojo I, Prihatini, Probohoesodo Y. Diagnostic value of

    dot-enzyme- immunoassay test to detect outer membrane protein antigen in

    sera of patients with typhoid fever. Southeast Asian J Trop Med Public Health

    2001;32(3):507-12. [Abstract]