LP Tumor Paru

48
BAB I KONSEP MEDIS A. DEFENISI Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang abnormal. Tumor paru dapat saja benigna atau maligna. Tumor dada maligna dapat primer, yang timbul didalam paru atau mediastinum, atau dapat merupakan metastasis dari tumor primer dimanapun di dalam tubuh. Banyak tumor dada muncul dari epithelium bronchial. Adenoma bronchial adalah tumor yang tumbuh lambat, dan oleh karenanya menimbulkan gejala-gejala perdarahan dan obstruksi bronchial. Karsinoma bronkogenik adalah tumor malignan yang timbul dari bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki yang besar atau mungkin adenokarsinoma yang timbul jauh di luar paru. Juga terdapat beberapa tipe kanker paru intermediet atau jenis yang tidak dapat

Transcript of LP Tumor Paru

BAB I

KONSEP MEDIS

A. DEFENISI

Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang

abnormal. Tumor paru dapat saja benigna atau maligna. Tumor dada maligna

dapat primer, yang timbul didalam paru atau mediastinum, atau dapat merupakan

metastasis dari tumor primer dimanapun di dalam tubuh. Banyak tumor dada

muncul dari epithelium bronchial. Adenoma bronchial adalah tumor yang tumbuh

lambat, dan oleh karenanya menimbulkan gejala-gejala perdarahan dan obstruksi

bronchial. Karsinoma bronkogenik adalah tumor malignan yang timbul dari

bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki

yang besar atau mungkin adenokarsinoma yang timbul jauh di luar paru. Juga

terdapat beberapa tipe kanker paru intermediet atau jenis yang tidak dapat

dibedakan, diidentifikasi melalui jenis selnya (Brunner&Suddarth,2002).

B. ETIOLOGI

Beragam faktor telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru diantaranya:

1. Merokok.

Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan

dengan yang bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini berhubungan

dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang

digunakan tiap hari dikali jumlah tahun merokok) serta faktor saat mulai

merokok (semakin muda individu mulai merokok, semakin besar resiko

terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga dipertimbangkan termasuk jenis

rokok yang dikonsumsi ( kandungan tar, rokok filter dan kretek).

2. Perokok pasif.

Perokok pasif telah diidentifikasi sebagai penyebab yang mungkin dari kanker

paru pada yang bukan perokok. Dengan kata lain, individu yang secara

involunter terpajan pada asap tembakau dalam lingkungan yang dekat (mobil

gedung) beresiko terhadap terjadinya kanker paru. .

3. Polusi udara

Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer, termasuk sulfur,

emisi kendaraan bermotor dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-

bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar pada daerah

perkotaan sebagai akibat dari penumpukkan polutan dan emisi kendaraan

bermotor.

4. Polusi lingkungan kerja.

Pada keadaaan tertentu, karsinoma bronkogenik merupakan suatu penyakit

akibat polusi di lingkungan kerja. Dari berbagai bahaya industri, yang paling

berbahaya adalah asbes yang sekarang banyak sekali diproduksi dan

digunakan pada bangunan. Resiko kanker paru diantara para pekerja yang

berhubungan atau lingkungan mengandung asbes ± 10 kali lebih besar

daripada masyarkat umum. Peningkatan resiko ini juga dialami oleh mereka

yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida yang

digunakan dalam pertanian), besi dan oksida besi,. Resiko kanker paru baik

akibat kontak dengan abses maupun uranium akan menjadi lebih besar lagi

jika orang tersebut perokok.

5. Radon

Radon adalah gas tidak berwarna, tidak berbau yang ditemukan dalam tanah

dan bebatuan. Selama bertahun-tahun, gas ini telah dikaitkan dengan

pertambangan uranium tetapi sekarang diketahui bahwa gas tersebut dapat

menyusup ke rumah-rumah melalui bebatuan di dasar tanah. Sekarang, kadar

radon yang tinggi (> 4 pikocuri/L) telah dikaitkan dengan terjadinya kanker

paru. Pemilik rumah diharuskan untuk memeriksa kadar radon di rumah

mereka dan untuk mengatur ventilasi khusus jika kadarnya tinggi.

6. Vitamin A

Riset menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet rendah masukan

vitamin A dan terjadinya kanker paru. Telah menjadi postulat bahwa vitamin

A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel.

Faktor-faktor lain.

7. Faktor-faktor lain yang mempunyai kaitan dengan kanker paru termasuk

predisposisi genetic dan penyakit pernapasan lain yang mendasari, seperti

PPOM dan tuberculosis. Kombinasi faktor-faktor resiko, terutama merokok,

sangat meningkatkan resiko terjadinya kanker paru.

C. PATOFISIOLOGI

Tumor paru berawal dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub

bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan

karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan

metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh

metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi

pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang

letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini

menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di

bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,

dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi.

Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya

metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-

struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, perikardium, otak, dan

tulang rangka.

D. KLASIFIKASI TUMOR PARU

1. Klasifikasi berdasarkan Sifat

NO

.

Jinak (Benigna) Ganas (Maligna)

1.

2.

3.

4.

Pertumbuhan lambat

Biasanya berkapsul

Ekspansif: tidak menginfiltrasi

jaringan penunjang

Tidak menyebar tetapi

Pertumbuhan cepat

Jarang berkapsul

Menginfiltrasi jaringan penunjang

Menyebar melalui jaringan limfe,

5.

6.

7.

8.

terlokalisasi.

Tidak cenderung kambuh jika

dilakukan operasi

Menyebabkan kerusakan jaringan

minimal

Tidak menyebabkan cachexia

Tidak menyebabkan kematian,

kecuali letaknya pada organ vital.

darah, atau akibat sekunder dari

jaringan lain.

Cenderung untuk kambuh

Menyebabkan kerusakan hebat

pada jaringan

Menyebabkan cachexia dan

anemia.

Selalu menyebabkan kematian

jika tidak dilakukan pembedahan

sebelum terjadi metastasis.

2. Klasifikasi Histogenetik

Histogenesis adalah sel asal yang spesifik setiap tumor, ditentukan dengan

pemeriksaan histopatologi dan memberikan spesifikasi jenis tumor. Hal ini

mempunyai arti di dalam penggabungan pemberian nama suatu tumor

(misalnya karsinoma sel skuamosa). Klasifikasi histogenesis meliputi :

NO. Type Karakteristik

1. Sel kecil (oat cell) 20% Lokasi tumor ditengah-tengah (80%)

berkembang cepat, dan sering berbentuk

maligna.

Banyak bermetastasis melalui limfe dan

system sirkulasi

Berhubungan dengan sindrom

paraneoplastik

Prognosis jelek, dapat bertahan hidup

biasanya tidak lebih dari 2 tahun dengan

pengobatan.

2. Bukan sel kecil :

1. Epidermoid (sel

skuamosa) 30%

Sering kali terlokalisasi ditengah atau

cabang bronkus segmental.

Pada lokasi perifer, cavitas dapat

terbentuk dijaringan paru-paru.

Berhubungan erat dengan rokok

Berkembang lambat, kurang invasif,

metastasis sering kali terbatas di rongga

toraks, termasuk nodus limfe regional,

pleura, dan dinding dada

Biasanya berhubungan dengan gejala

obstruksi dan pneumonia, pasien

mengeluh nyeri dada, batuk, dispnea,

dan hemoptisis

3. Adenokarsinoma 30-

35%

Tumor terletak di daerah perifer

Berkembang lambat

Penyebaran secara hematogen

Frekuensi tinggi, metastasis ke otak,

letak lain termsuk adrenal, hati, tulang,

dan ginjal.

Tipe predominan pada yang bukan

perokok dan sering pada wanita.

Sering timbul dalam fibrotik paru-paru.

4. Sel besar 11% Perifer, lesi subpleura dengan nekrotik

Seringkali berbentuk tumor bermassa

lebih besar daripada adenokarsinoma .

Berkembang lambat

Prognosis buruk

E. MANIFESTASI KLINIK

1. Gejala awal

Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi

bronkus.

2. Gejala umum

a. Batuk

Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk

mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang

sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam

berespon terhadap infeksi sekunder.

b. Hemoptisis

Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang

mengalami ulserasi.

c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.

3. Gejala metastase

a. Nyeri tulang

b. Neurologik, setalgia

c. Ikterik

d. Kaheksia

B. Pemeriksaan penunjang

1. Radiologi

a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.

Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya

kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat

menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis

erosi tulang rusuk atau vertebra.

b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.

c. Laboratorium.

d. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji

adanya/ tahap karsinoma.

e. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji

kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.

f. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi

kompetensi imun (umum pada kanker paru).

g. Histopatologi.

h. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan

pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat

diketahui).

i. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi

yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai

90 – 95 %.

j. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih

baik dengan cara torakoskopi.

k. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar

getah bening yang terlibat.

l. Torakotomi. Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila

bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal

mendapatkan sel tumor.

m. CT-Scan untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura. MRI

untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

C. Penatalaksanaan

Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :

Kuratif. Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka

harapan hidup klien.

Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.

Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak

fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.

Suportif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia

pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan

anti infeksi.

1. Pembedahan.

Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,

untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan

sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.

a. Pembedahan

Stadium I : Reseksi segmen, lobektomi

Stadium II : Lobektomi + diseksi hillus / pnemonektomi

Stadium III : Pneumonektomi, reseksi costa / dinding thorax

Stadium IV : Moperable, kontraindikasi

b. Kontra indikasi pembedahan

Test faal paru jelek

Metastase jauh

1. Toraktomi eksplorasi.

Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks

khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.

2. Pneumonektomi pengangkatan paru).

Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa

diangkat.

3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).

Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb

atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak

tuberkulois.

4. Resesi segmental.

Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.

5. Resesi baji.

Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit

peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan

paru – paru berbentuk baji (potongan es).

6. Dekortikasi.

Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)

2. Radiasi

Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif

dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,

seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/

bronkus.

Indikasi :

Anaplastik karsinoma

Residif setelah pembedahan

Ada metastase

Kontra indikasi

Ada nekrosis tumor

Pleuritis

Infeksi

3. Kemoterapi.

Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,

untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi

luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.

BAB II

ASUHAN KEPERAWATAN/ASKEP

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Berdasarkan klasifikasi Doenges et.al (2000), data dasar pengkajian adalah

sebagai berikut :

Preoperasi:

1). Aktivitas/ istirahat.

Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan

rutin,dispnea karena aktivitas.

Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).

2). Sirkulasi.

Gejala : JVD (obstruksi vana kava).

Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).

Takikardi/ disritmia.

Jari tabuh.

3). Integritas ego.

Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan

Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.

Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.

4). Eliminasi.

Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).

Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan

hormonal, tumor epidermoid)

5). Makanan/ cairan.

Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan

masukan makanan. Kesulitan menelan Haus/ peningkatan masukan

cairan.

Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)

Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava),

edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal,

karsinoma sel kecil)

Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor

epidermoid).

6). Nyeri/ kenyamanan.

Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak

selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh

perubahan posisi.

Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau

adenokarsinoma)

Nyeri abdomen hilang timbul.

7). Pernafasan.

Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan

atau produksi sputum.

Nafas pendek

Pekerja yang terpajan polutan, debu industri

Serak, paralysis pita suara.

Riwayat merokok

Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja

Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)

Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran

udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area

yang mengalami lesi).

Hemoptisis.

8). Keamanan.

Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)

Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal,

karsinoma sel kecil)

9). Seksualitas.

Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel

besar)

Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal,

karsinoma sel kecil)

10). Penyuluhan/pembelajaran

Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis

Kegagalan untuk membaik.

Pascaoperasi :

1. Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.

2. Frekuensi dan irama jantung.

3. Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan

Ht).

4. Pemantauan tekanan vena sentral.

5. Status nutrisi.

6. Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang

di operasi.

7. Kondisi dan karakteristik water seal drainase.

1). Aktivitas atau istirahat.

Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.

2). Sirkulasi.

Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.

3). Eliminasi.

Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB

Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine

Bisng usus, samara atau jelas.

4). Makanan dan cairan.

Gejala : Mual atau muntah

5). Neurosensori.

Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.

6). Nyeri dan ketidaknyamanan.

Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri

Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi

Atau efek – efek anastesi.

B. Diagnosa dan intervensi

1. Preoperasi

Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Hipoventilasi.

Kriteria hasil :

- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan

GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.

- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/

situasi.

Intervensi :

a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi

atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.

Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya

tahanan jalan nafas.

b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi

tambahan, misalnya krekels, mengi.

Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada

pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan

dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas

membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan

atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema

serta tumor.

c) Kaji adanmya sianosis

Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum

sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir

dan daun telinga adalah paling indikatif.

d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi

Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.

e) Awasi atau gambarkan seri GDA.

Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan

sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan

perubahan terapi.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.

Dapat dihubungkan :

- Kehilangan fungsi silia jalan nafas

- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.

- Meningkatnya tahanan jalan nafas

Kriteria hasil :

- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih

- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan

bersiahn jalan nafas.

Intervensi :

a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.

Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran

nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.

b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.

Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan

dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.

c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif),

juga produksi dan karakteristik sputum.

Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada

penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin

banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.

d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas

sesuai kebutuhan.

Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila

jalan nafas pasein dipengaruhi.

e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol

dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh

takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.

Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus,

menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan

memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/

pilihan obat.

3). Ketakutan/Anxietas.

Dapat dihubungkan :

- Krisis situasi

- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.

- Faktor psikologis.

Kriteria hasil :

- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk

mengatasinya.

- Mengakui dan mendiskusikan takut.

- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat

dapat diatangani.

- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.

Intervensi :

a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.

Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau

meningkatkan ansietas.

b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.

Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi

dan penghematan energi.

c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan

imajinasi.

Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani

ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.

d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.

Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan

mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.

e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.

Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah

terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi

dan kemampuan diri untuk mengatasi.

4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

- Kurang informasi.

- Kesalahan interpretasi informasi.

- Kurang mengingat.

Kriteria hasil :

- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.

- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.

- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan

perhatian medik.

- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.

Intervensi :

a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak

informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.

Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat

menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi

untuk penerimaan informasi/ tugas baru.

b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat

Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman

memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program

pengobatan.

c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan

kalori tinggi.

Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya

mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga

memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.

d) Berikan pedoman untuk aktivitas.

Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan

mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan

regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen

berlebihan.

2. Pascaoperasi

1). Gangguan pertukaran gas.

Dapat dihubungkan :

- Pengangkatan jaringan paru

- Gangguan suplai oksigen

- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).

Kriteria hasil :

- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat

dengan GDA dalam rentang normal.

- Bebas gejala distress pernafasan.

Intervensi :

a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi

penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran

mukosa.

Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau

sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan

paru.

b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.

Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi

yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun,

pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada

lobus yang masih ada.

c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan

posisi, penghisapan, dan penggunaan alat

Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi,

menggangu pertukaran gas.

d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga

telentang sampai posisi miring.

Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.

e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan

tepat.

Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan

menurunkan/ mencegah atelektasis.

2). Bersihan jalan nafas tidak efektif

Dapat dihubungkan :

- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret

- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.

- Kelemahan/ kelelahan.

Kriteria hasil :

Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah

dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.

Intervensi :

a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.

Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan

tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.

b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan

batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.

Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal

dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan

membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.

c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.

Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair

awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan

penyembuhan.

d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam

toleransi jantung.

Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/

peningkatan pengeluaran.

e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau

analgetik sesuai indikasi.

Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki

aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.

3). Nyeri (akut).

Dapat dihubungkan :

- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.

- Adanya selang dada.

- Invasi kanker ke pleura, dinding dada

Kriteria hasil :

- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.

- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.

- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.

Intervensi :

a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat

rentang intensitas pada skala 0 – 10.

Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker.

Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji

tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan

analgesic, meningkatkan control nyeri.

b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.

Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal

dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan

intervensi.

c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.

Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien

dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan

kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan

mengatasinya.

d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.

Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan

menurunkan ambang persepsi nyeri.

e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan

teknik relaksasi

Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.

4). Kecemasan/Anxietas.

Dapat dihubungkan:

- Krisis situasi

- Ancaman/ perubahan status kesehatan

- Adanya ancman kematian.

Kriteria hasil :

- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah

- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah

tampak rileks/ istirahat

- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.

Intervensi :

a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang

diagnosa.

Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan

mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada

gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan

susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi

yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.

b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan

perasaan

Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau

menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.

c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.

Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas

mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien

perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.

d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.

Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai

pemahaman yang sama.

Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan

persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..

e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan.

Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.

Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan

kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam

menerima pengobatan dan diagnosa.

f) Berikan kenyamanan fiik pasien.

Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila

pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.

5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.

Dapat dihubungkan :

- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber

- Salah interperatasi informasi.

- Kurang mengingat

Kriteria hasil :

- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program

pengobatan.

- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan

alas an tindakan tersebut.

- Berpartisipasi dalam proses belajar.

- Melakukan perubahan pola hidup.

Intervensi :

a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang

diharapkan.

Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat

pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah.

Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan

informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat

untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.

b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan

dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini

dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari

penyembuhan.

Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada

tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat

komplikasi.

c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan

saat pulang.

Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan

umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal.

Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan

pada waktu yang sedikit stres.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,

Jakarta: EGC.

Doenges et. al (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta : EGC.

Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem

Pernafasan. Jakarta: Penerbit Salemba

Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada

Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Penerbit Salemba

Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik, Vol. 1. Jakarta: EGC

http://rimiyanti.blogspot.com/2011/09/askep-tumor-paru.html, diakses tanggal 26

Mei 2013