LP Tumor Paru
-
Upload
framita-rahman -
Category
Documents
-
view
151 -
download
4
Transcript of LP Tumor Paru
BAB I
KONSEP MEDIS
A. DEFENISI
Tumor adalah neoplasma pada jaringan yaitu pertumbuhan jaringan baru yang
abnormal. Tumor paru dapat saja benigna atau maligna. Tumor dada maligna
dapat primer, yang timbul didalam paru atau mediastinum, atau dapat merupakan
metastasis dari tumor primer dimanapun di dalam tubuh. Banyak tumor dada
muncul dari epithelium bronchial. Adenoma bronchial adalah tumor yang tumbuh
lambat, dan oleh karenanya menimbulkan gejala-gejala perdarahan dan obstruksi
bronchial. Karsinoma bronkogenik adalah tumor malignan yang timbul dari
bronkus. Tumor seperti ini adalah epidermoid, biasanya terletak dalam bronki
yang besar atau mungkin adenokarsinoma yang timbul jauh di luar paru. Juga
terdapat beberapa tipe kanker paru intermediet atau jenis yang tidak dapat
dibedakan, diidentifikasi melalui jenis selnya (Brunner&Suddarth,2002).
B. ETIOLOGI
Beragam faktor telah dikaitkan dengan terjadinya kanker paru diantaranya:
1. Merokok.
Kanker paru beresiko 10 kali lebih tinggi dialami perokok berat dibandingkan
dengan yang bukan perokok. Peningkatan faktor resiko ini berhubungan
dengan riwayat jumlah merokok dalam tahun (jumlah bungkus rokok yang
digunakan tiap hari dikali jumlah tahun merokok) serta faktor saat mulai
merokok (semakin muda individu mulai merokok, semakin besar resiko
terjadinya kanker paru). Faktor lain yang juga dipertimbangkan termasuk jenis
rokok yang dikonsumsi ( kandungan tar, rokok filter dan kretek).
2. Perokok pasif.
Perokok pasif telah diidentifikasi sebagai penyebab yang mungkin dari kanker
paru pada yang bukan perokok. Dengan kata lain, individu yang secara
involunter terpajan pada asap tembakau dalam lingkungan yang dekat (mobil
gedung) beresiko terhadap terjadinya kanker paru. .
3. Polusi udara
Berbagai karsinogen telah diidentifikasi dalam atmosfer, termasuk sulfur,
emisi kendaraan bermotor dan polutan dari pengolahan dan pabrik. Bukti-
bukti menunjukkan bahwa insiden kanker paru lebih besar pada daerah
perkotaan sebagai akibat dari penumpukkan polutan dan emisi kendaraan
bermotor.
4. Polusi lingkungan kerja.
Pada keadaaan tertentu, karsinoma bronkogenik merupakan suatu penyakit
akibat polusi di lingkungan kerja. Dari berbagai bahaya industri, yang paling
berbahaya adalah asbes yang sekarang banyak sekali diproduksi dan
digunakan pada bangunan. Resiko kanker paru diantara para pekerja yang
berhubungan atau lingkungan mengandung asbes ± 10 kali lebih besar
daripada masyarkat umum. Peningkatan resiko ini juga dialami oleh mereka
yang bekerja dengan uranium, kromat, arsen (misalnya insektisida yang
digunakan dalam pertanian), besi dan oksida besi,. Resiko kanker paru baik
akibat kontak dengan abses maupun uranium akan menjadi lebih besar lagi
jika orang tersebut perokok.
5. Radon
Radon adalah gas tidak berwarna, tidak berbau yang ditemukan dalam tanah
dan bebatuan. Selama bertahun-tahun, gas ini telah dikaitkan dengan
pertambangan uranium tetapi sekarang diketahui bahwa gas tersebut dapat
menyusup ke rumah-rumah melalui bebatuan di dasar tanah. Sekarang, kadar
radon yang tinggi (> 4 pikocuri/L) telah dikaitkan dengan terjadinya kanker
paru. Pemilik rumah diharuskan untuk memeriksa kadar radon di rumah
mereka dan untuk mengatur ventilasi khusus jika kadarnya tinggi.
6. Vitamin A
Riset menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara diet rendah masukan
vitamin A dan terjadinya kanker paru. Telah menjadi postulat bahwa vitamin
A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel.
Faktor-faktor lain.
7. Faktor-faktor lain yang mempunyai kaitan dengan kanker paru termasuk
predisposisi genetic dan penyakit pernapasan lain yang mendasari, seperti
PPOM dan tuberculosis. Kombinasi faktor-faktor resiko, terutama merokok,
sangat meningkatkan resiko terjadinya kanker paru.
C. PATOFISIOLOGI
Tumor paru berawal dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/sub
bronkus menyebabkan silia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia, hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul efusi
pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra. Lesi yang
letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di
bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis,
dispneu, demam, dan dingin. Wheezing unilateral dapat terdengar pada auskultasi.
Pada stadium lanjut, penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya
metastase, khususnya pada hati. Kanker paru dapat bermetastase ke struktur-
struktur terdekat seperti kelenjar limfe, dinding esofagus, perikardium, otak, dan
tulang rangka.
D. KLASIFIKASI TUMOR PARU
1. Klasifikasi berdasarkan Sifat
NO
.
Jinak (Benigna) Ganas (Maligna)
1.
2.
3.
4.
Pertumbuhan lambat
Biasanya berkapsul
Ekspansif: tidak menginfiltrasi
jaringan penunjang
Tidak menyebar tetapi
Pertumbuhan cepat
Jarang berkapsul
Menginfiltrasi jaringan penunjang
Menyebar melalui jaringan limfe,
5.
6.
7.
8.
terlokalisasi.
Tidak cenderung kambuh jika
dilakukan operasi
Menyebabkan kerusakan jaringan
minimal
Tidak menyebabkan cachexia
Tidak menyebabkan kematian,
kecuali letaknya pada organ vital.
darah, atau akibat sekunder dari
jaringan lain.
Cenderung untuk kambuh
Menyebabkan kerusakan hebat
pada jaringan
Menyebabkan cachexia dan
anemia.
Selalu menyebabkan kematian
jika tidak dilakukan pembedahan
sebelum terjadi metastasis.
2. Klasifikasi Histogenetik
Histogenesis adalah sel asal yang spesifik setiap tumor, ditentukan dengan
pemeriksaan histopatologi dan memberikan spesifikasi jenis tumor. Hal ini
mempunyai arti di dalam penggabungan pemberian nama suatu tumor
(misalnya karsinoma sel skuamosa). Klasifikasi histogenesis meliputi :
NO. Type Karakteristik
1. Sel kecil (oat cell) 20% Lokasi tumor ditengah-tengah (80%)
berkembang cepat, dan sering berbentuk
maligna.
Banyak bermetastasis melalui limfe dan
system sirkulasi
Berhubungan dengan sindrom
paraneoplastik
Prognosis jelek, dapat bertahan hidup
biasanya tidak lebih dari 2 tahun dengan
pengobatan.
2. Bukan sel kecil :
1. Epidermoid (sel
skuamosa) 30%
Sering kali terlokalisasi ditengah atau
cabang bronkus segmental.
Pada lokasi perifer, cavitas dapat
terbentuk dijaringan paru-paru.
Berhubungan erat dengan rokok
Berkembang lambat, kurang invasif,
metastasis sering kali terbatas di rongga
toraks, termasuk nodus limfe regional,
pleura, dan dinding dada
Biasanya berhubungan dengan gejala
obstruksi dan pneumonia, pasien
mengeluh nyeri dada, batuk, dispnea,
dan hemoptisis
3. Adenokarsinoma 30-
35%
Tumor terletak di daerah perifer
Berkembang lambat
Penyebaran secara hematogen
Frekuensi tinggi, metastasis ke otak,
letak lain termsuk adrenal, hati, tulang,
dan ginjal.
Tipe predominan pada yang bukan
perokok dan sering pada wanita.
Sering timbul dalam fibrotik paru-paru.
4. Sel besar 11% Perifer, lesi subpleura dengan nekrotik
Seringkali berbentuk tumor bermassa
lebih besar daripada adenokarsinoma .
Berkembang lambat
Prognosis buruk
E. MANIFESTASI KLINIK
1. Gejala awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
bronkus.
2. Gejala umum
a. Batuk
Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa tumor. Batuk
mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang
sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental dan purulen dalam
berespon terhadap infeksi sekunder.
b. Hemoptisis
Sputum bersemu darah karena sputum melalui permukaan tumor yang
mengalami ulserasi.
c. Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan.
3. Gejala metastase
a. Nyeri tulang
b. Neurologik, setalgia
c. Ikterik
d. Kaheksia
B. Pemeriksaan penunjang
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya
kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat
menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis
erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi. Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
c. Laboratorium.
d. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe). Dilakukan untuk mengkaji
adanya/ tahap karsinoma.
e. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA. Dapat dilakukan untuk mengkaji
kapasitas untuk memenuhi kebutuhan ventilasi.
f. Tes kulit, jumlah absolute limfosit. Dapat dilakukan untuk mengevaluasi
kompetensi imun (umum pada kanker paru).
g. Histopatologi.
h. Bronkoskopi. Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan
pembersihan sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat
diketahui).
i. Biopsi Trans Torakal (TTB). Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi
yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai
90 – 95 %.
j. Torakoskopi. Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih
baik dengan cara torakoskopi.
k. Mediastinosopi. Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar
getah bening yang terlibat.
l. Torakotomi. Torakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila
bermacam – macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
m. CT-Scan untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura. MRI
untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
C. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kanker dapat berupa :
Kuratif. Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka
harapan hidup klien.
Paliatif. Mengurangi dampak kanker, meningkatkan kualitas hidup.
Rawat rumah (Hospice care) pada kasus terminal. Mengurangi dampak
fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
Suportif. Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia
pemberian nutrisi, tranfusi darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan
anti infeksi.
1. Pembedahan.
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengankat semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan
sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak terkena kanker.
a. Pembedahan
Stadium I : Reseksi segmen, lobektomi
Stadium II : Lobektomi + diseksi hillus / pnemonektomi
Stadium III : Pneumonektomi, reseksi costa / dinding thorax
Stadium IV : Moperable, kontraindikasi
b. Kontra indikasi pembedahan
Test faal paru jelek
Metastase jauh
1. Toraktomi eksplorasi.
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
2. Pneumonektomi pengangkatan paru).
Karsinoma bronkogenik bilaman dengan lobektomi tidak semua lesi bisa
diangkat.
3. Lobektomi (pengangkatan lobus paru).
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb
atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois.
4. Resesi segmental.
Merupakan pengankatan satau atau lebih segmen paru.
5. Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit
peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan
paru – paru berbentuk baji (potongan es).
6. Dekortikasi.
Merupakan pengangkatan bahan – bahan fibrin dari pleura viscelaris)
2. Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif
dan bisa juga sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi,
seperti mengurangi efek obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/
bronkus.
Indikasi :
Anaplastik karsinoma
Residif setelah pembedahan
Ada metastase
Kontra indikasi
Ada nekrosis tumor
Pleuritis
Infeksi
3. Kemoterapi.
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan metastasi
luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN/ASKEP
A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
Berdasarkan klasifikasi Doenges et.al (2000), data dasar pengkajian adalah
sebagai berikut :
Preoperasi:
1). Aktivitas/ istirahat.
Gejala : Kelemahan, ketidakmampuan mempertahankan kebiasaan
rutin,dispnea karena aktivitas.
Tanda : Kelesuan( biasanya tahap lanjut).
2). Sirkulasi.
Gejala : JVD (obstruksi vana kava).
Bunyi jantung : gesekan pericardial (menunjukkan efusi).
Takikardi/ disritmia.
Jari tabuh.
3). Integritas ego.
Gejala : Perasaan taku. Takut hasil pembedahan
Menolak kondisi yang berat/ potensi keganasan.
Tanda : Kegelisahan, insomnia, pertanyaan yang diulang – ulang.
4). Eliminasi.
Gejala : Diare yang hilang timbul (karsinoma sel kecil).
Peningkatan frekuensi/ jumlah urine (ketidakseimbangan
hormonal, tumor epidermoid)
5). Makanan/ cairan.
Gejala : Penurunan berat badan, nafsu makan buruk, penurunan
masukan makanan. Kesulitan menelan Haus/ peningkatan masukan
cairan.
Tanda : Kurus, atau penampilan kurang berbobot (tahap lanjut)
Edema wajah/ leher, dada punggung (obstruksi vena kava),
edema wajah/ periorbital (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
Glukosa dalam urine (ketidakseimbangan hormonal, tumor
epidermoid).
6). Nyeri/ kenyamanan.
Gejala : Nyeri dada (tidak biasanya ada pada tahap dini dan tidak
selalu pada tahap lanjut) dimana dapat/ tidak dapat dipengaruhi oleh
perubahan posisi.
Nyeri bahu/ tangan (khususnya pada sel besar atau
adenokarsinoma)
Nyeri abdomen hilang timbul.
7). Pernafasan.
Gejala : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya dan
atau produksi sputum.
Nafas pendek
Pekerja yang terpajan polutan, debu industri
Serak, paralysis pita suara.
Riwayat merokok
Tanda : Dispnea, meningkat dengan kerja
Peningkatan fremitus taktil (menunjukkan konsolidasi)
Krekels/ mengi pada inspirasi atau ekspirasi (gangguan aliran
udara), krekels/ mengi menetap; pentimpangan trakea ( area
yang mengalami lesi).
Hemoptisis.
8). Keamanan.
Tanda : Demam mungkin ada (sel besar atau karsinoma)
Kemerahan, kulit pucat (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
9). Seksualitas.
Tanda : Ginekomastia (perubahan hormone neoplastik, karsinoma sel
besar)
Amenorea/ impotent (ketidakseimbangan hormonal,
karsinoma sel kecil)
10). Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Faktor resiko keluarga, kanker(khususnya paru), tuberculosis
Kegagalan untuk membaik.
Pascaoperasi :
1. Karakteristik dan kedalaman pernafasan dan warna kulit pasien.
2. Frekuensi dan irama jantung.
3. Pemeriksaan laboratorium yang terkait (GDA. Elektolit serum, Hb dan
Ht).
4. Pemantauan tekanan vena sentral.
5. Status nutrisi.
6. Status mobilisasi ekstremitas khususnya ekstremitas atas di sisi yang
di operasi.
7. Kondisi dan karakteristik water seal drainase.
1). Aktivitas atau istirahat.
Gejala : Perubahan aktivitas, frekuensi tidur berkurang.
2). Sirkulasi.
Tanda : denyut nadi cepat, tekanan darah tinggi.
3). Eliminasi.
Gejala : menurunnya frekuensi eliminasi BAB
Tanda : Kateter urinarius terpasang/ tidak, karakteristik urine
Bisng usus, samara atau jelas.
4). Makanan dan cairan.
Gejala : Mual atau muntah
5). Neurosensori.
Gejala : Gangguan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anastesi.
6). Nyeri dan ketidaknyamanan.
Gejala : Keluhan nyeri, karakteristik nyeri
Nyeri, ketidaknyamanan dari berbagai sumber misalnya insisi
Atau efek – efek anastesi.
B. Diagnosa dan intervensi
1. Preoperasi
Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Hipoventilasi.
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenisi adekuat dengan
GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
- Berpartisipasi dalam program pengobatan, dalam kemampuan/
situasi.
Intervensi :
a) Kaji status pernafasan dengan sering, catat peningkatan frekuensi
atau upaya pernafasan atau perubahan pola nafas.
Rasional : Dispnea merupakan mekanisme kompensasi adanya
tahanan jalan nafas.
b) Catat ada atau tidak adanya bunyi tambahan dan adanya bunyi
tambahan, misalnya krekels, mengi.
Rasional : Bunyi nafas dapat menurun, tidak sama atau tak ada
pada area yang sakit.Krekels adalah bukti peningkatan cairan
dalam area jaringan sebagai akibat peningkatan permeabilitas
membrane alveolar-kapiler. Mengi adalah bukti adanya tahanan
atau penyempitan jalan nafas sehubungan dengan mukus/ edema
serta tumor.
c) Kaji adanmya sianosis
Rasional : Penurunan oksigenasi bermakna terjadi sebelum
sianosis. Sianosis sentral dari “organ” hangat contoh, lidah, bibir
dan daun telinga adalah paling indikatif.
d) Kolaborasi pemberian oksigen lembab sesuai indikasi
Rasional : Memaksimalkan sediaan oksigen untuk pertukaran.
e) Awasi atau gambarkan seri GDA.
Rasional : Menunjukkan ventilasi atau oksigenasi. Digunakan
sebagai dasar evaluasi keefktifan terapi atau indikator kebutuhan
perubahan terapi.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif.
Dapat dihubungkan :
- Kehilangan fungsi silia jalan nafas
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret paru.
- Meningkatnya tahanan jalan nafas
Kriteria hasil :
- Menyatakan/ menunjukkan hilangnya dispnea.
- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih
- Mengeluarkan sekret tanpa kesulitan.
- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki/ mempertahankan
bersiahn jalan nafas.
Intervensi :
a) Catat perubahan upaya dan pola bernafas.
Rasional : Penggunaan otot interkostal/ abdominal dan pelebaran
nasal menunjukkan peningkatan upaya bernafas.
b) Observasi penurunan ekspensi dinding dada dan adanya.
Rasional : Ekspansi dad terbatas atau tidak sama sehubungan
dengan akumulasi cairan, edema, dan sekret dalam seksi lobus.
c) Catat karakteristik batuk (misalnya, menetap, efektif, tak efektif),
juga produksi dan karakteristik sputum.
Rasional : Karakteristik batuk dapat berubah tergantung pada
penyebab/ etiologi gagal perbafasan. Sputum bila ada mungkin
banyak, kental, berdarah, adan/ atau puulen.
d) Pertahankan posisi tubuh/ kepala tepat dan gunakan alat jalan nafas
sesuai kebutuhan.
Rasional : Memudahkan memelihara jalan nafas atas paten bila
jalan nafas pasein dipengaruhi.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, contoh aminofilin, albuterol
dll. Awasi untuk efek samping merugikan dari obat, contoh
takikardi, hipertensi, tremor, insomnia.
Rasional : Obat diberikan untuk menghilangkan spasme bronkus,
menurunkan viskositas sekret, memperbaiki ventilasi, dan
memudahkan pembuangan sekret. Memerlukan perubahan dosis/
pilihan obat.
3). Ketakutan/Anxietas.
Dapat dihubungkan :
- Krisis situasi
- Ancaman untuk/ perubahan status kesehatan, takut mati.
- Faktor psikologis.
Kriteria hasil :
- Menyatakan kesadaran terhadap ansietas dan cara sehat untuk
mengatasinya.
- Mengakui dan mendiskusikan takut.
- Tampak rileks dan melaporkan ansietas menurun sampai tingkat
dapat diatangani.
- Menunjukkan pemecahan masalah dan pengunaan sumber efektif.
Intervensi :
a) Observasi peningkatan gelisah, emosi labil.
Rasional : Memburuknya penyakit dapat menyebabkan atau
meningkatkan ansietas.
b) Pertahankan lingkungan tenang dengan sedikit rangsangan.
Rasional : Menurunkan ansietas dengan meningkatkan relaksasi
dan penghematan energi.
c) Tunjukkan/ Bantu dengan teknik relaksasi, meditasi, bimbingan
imajinasi.
Rasional : Memberikan kesempatan untuk pasien menangani
ansietasnya sendiri dan merasa terkontrol.
d) Identifikasi perspsi klien terhadap ancaman yang ada oleh situasi.
Rasional : Membantu pengenalan ansietas/ takut dan
mengidentifikasi tindakan yang dapat membantu untuk individu.
e) Dorong pasien untuk mengakui dan menyatakan perasaan.
Rasional : Langkah awal dalam mengatasi perasaan adalah
terhadap identifikasi dan ekspresi. Mendorong penerimaan situasi
dan kemampuan diri untuk mengatasi.
4). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang informasi.
- Kesalahan interpretasi informasi.
- Kurang mengingat.
Kriteria hasil :
- Menjelaskan hubungan antara proses penyakit dan terapi.
- Menggambarkan/ menyatakan diet, obat, dan program aktivitas.
- Mengidentifikasi dengan benar tanda dan gejala yang memerlukan
perhatian medik.
- Membuat perencanaan untuk perawatan lanjut.
Intervensi :
a) Dorong belajar untuk memenuhi kebutuhan pasien. Beriak
informasi dalam cara yang jelas/ ringkas.
Rasional : Sembuh dari gangguan gagal paru dapat sangat
menghambat lingkup perhatian pasien, konsentrasi dan energi
untuk penerimaan informasi/ tugas baru.
b) Berikan informasi verbal dan tertulis tentang obat
Rasional : Pemberian instruksi penggunaan obat yang aman
memmampukan pasien untuk mengikuti dengan tepat program
pengobatan.
c) Kaji konseling nutrisi tentang rencana makan; kebutuhan makanan
kalori tinggi.
Rasional : Pasien dengan masalah pernafasan berat biasanya
mengalami penurunan berat badan dan anoreksia sehingga
memerlukan peningkatan nutrisi untuk menyembuhan.
d) Berikan pedoman untuk aktivitas.
Rasional : Pasien harus menghindari untuk terlalu lelah dan
mengimbangi periode istirahatdan aktivitas untuk meningkatkan
regangan/ stamina dan mencegah konsumsi/ kebutuhan oksigen
berlebihan.
2. Pascaoperasi
1). Gangguan pertukaran gas.
Dapat dihubungkan :
- Pengangkatan jaringan paru
- Gangguan suplai oksigen
- Penurunan kapasitas pembawa oksigen darah (kehilangan darah).
Kriteria hasil :
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan adekuat
dengan GDA dalam rentang normal.
- Bebas gejala distress pernafasan.
Intervensi :
a) Catat frekuensi, kedalaman dan kemudahan pernafasan. Observasi
penggunaan otot bantu, nafas bibir, perubahan kulit/ membran
mukosa.
Rasional : Pernafasan meningkat sebagai akibat nyeri atau
sebagai mekanisme kompensasi awal terhadap hilangnya jaringan
paru.
b) Auskultasi paru untuk gerakamn udara dan bunyi nafas tak normal.
Rasional : Konsolidasi dan kurangnya gerakan udara pada sisi
yang dioperasi normal pada pasien pneumonoktomi. Namun,
pasien lubektomi harus menunjukkan aliran udara normal pada
lobus yang masih ada.
c) Pertahankan kepatenan jalan nafas pasien dengan memberikan
posisi, penghisapan, dan penggunaan alat
Rasional : Obstruksi jalan nafas mempengaruhi ventilasi,
menggangu pertukaran gas.
d) Ubah posisi dengan sering, letakkan pasien pada posisi duduk juga
telentang sampai posisi miring.
Rasional : Memaksimalkan ekspansi paru dan drainase sekret.
e) Dorong/ bantu dengan latihan nafas dalam dan nafas bibir dengan
tepat.
Rasional : Meningkatkan ventilasi maksimal dan oksigenasi dan
menurunkan/ mencegah atelektasis.
2). Bersihan jalan nafas tidak efektif
Dapat dihubungkan :
- Peningkatan jumlah/ viskositas sekret
- Keterbatasan gerakan dada/ nyeri.
- Kelemahan/ kelelahan.
Kriteria hasil :
Menunjukkan patensi jalan nafas, dengan cairan sekret mudah
dikeluarkan, bunyi nafas jelas, dan pernafasan tak bising.
Intervensi :
a) Auskultasi dada untuk karakteristik bunyi nafas dan adanya sekret.
Rasional : Pernafasan bising, ronki, dan mengi menunjukkan
tertahannya sekret dan/ atau obstruiksi jalan nafas.
b) Bantu pasien dengan/ instruksikan untuk nafas dalam efektif dan
batuk dengan posisi duduk tinggi dan menekan daerah insisi.
Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru maksimal
dan penekanan menmguatkan upaya batuk untuk memobilisasi dan
membuang sekret. Penekanan dilakukan oleh perawat.
c) Observasi jumlah dan karakter sputum/ aspirasi sekret.
Rasional : Peningkatan jumlah sekret tak berwarna / berair
awalnya normal dan harus menurun sesuai kemajuan
penyembuhan.
d) Dorong masukan cairan per oral (sedikitnya 2500 ml/hari) dalam
toleransi jantung.
Rasional : Hidrasi adekuat untuk mempertahankan sekret hilang/
peningkatan pengeluaran.
e) Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspektoran, dan/ atau
analgetik sesuai indikasi.
Rasional : Menghilangkan spasme bronkus untuk memperbaiki
aliran udara, mengencerkan dan menurunkan viskositas sekret.
3). Nyeri (akut).
Dapat dihubungkan :
- Insisi bedah, trauma jaringan, dan gangguan saraf internal.
- Adanya selang dada.
- Invasi kanker ke pleura, dinding dada
Kriteria hasil :
- Melaporkan neyri hilang/ terkontrol.
- Tampak rileks dan tidur/ istirahat dengan baik.
- Berpartisipasi dalam aktivitas yang diinginkan/ dibutuhkan.
Intervensi :
a) Tanyakan pasien tentang nyeri. Tentukan karakteristik nyeri. Buat
rentang intensitas pada skala 0 – 10.
Rasional : Membantu dalam evaluasi gejala nyeri karena kanker.
Penggunaan skala rentang membantu pasien dalam mengkaji
tingkat nyeri dan memberikan alat untuk evaluasi keefktifan
analgesic, meningkatkan control nyeri.
b) Kaji pernyataan verbal dan non-verbal nyeri pasien.
Rasional : Ketidaklsesuaian antar petunjuk verbal/ non verbal
dapat memberikan petunjuk derajat nyeri, kebutuhan/ keefketifan
intervensi.
c) Catat kemungkinan penyebab nyeri patofisologi dan psikologi.
Rasional : Insisi posterolateral lebih tidak nyaman untuk pasien
dari pada insisi anterolateral. Selain itu takut, distress, ansietas dan
kehilangan sesuai diagnosa kanker dapat mengganggu kemampuan
mengatasinya.
d) Dorong menyatakan perasaan tentangnyeri.
Rasional : Takut/ masalah dapat meningkatkan tegangan otot dan
menurunkan ambang persepsi nyeri.
e) Berikan tindakan kenyamanan. Dorong dan ajarkan penggunaan
teknik relaksasi
Meningkatkan relaksasi dan pengalihan perhatian.
4). Kecemasan/Anxietas.
Dapat dihubungkan:
- Krisis situasi
- Ancaman/ perubahan status kesehatan
- Adanya ancman kematian.
Kriteria hasil :
- Mengakui dan mendiskusikan takut/ masalah
- Menunjukkan rentang perasaan yang tepat dan penampilan wajah
tampak rileks/ istirahat
- Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi.
Intervensi :
a) Evaluasi tingkat pemahaman pasien/ orang terdekat tentang
diagnosa.
Rasional : Pasien dan orang terdekat mendengar dan
mengasimilasi informasi baru yang meliputi perubahan ada
gambaran diri dan pola hidup. Pemahaman persepsi ini melibatkan
susunan tekanan perawatan individu dan memberikan informasi
yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
b) Akui rasa takut/ masalah pasien dan dorong mengekspresikan
perasaan
Rasional : Dukungan memampukan pasien mulai membuka atau
menerima kenyataan kanker dan pengobatannya.
c) Terima penyangkalan pasien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional : Bila penyangkalan ekstrem atau ansiatas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan, menghadapi isu pasien
perlu dijelaskan dan emebuka cara penyelesaiannya.
d) Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan jujur.
Yakinkan bahwa pasien dan pemberi perawatan mempunyai
pemahaman yang sama.
Rasional : Membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/ salah interpretasi terhadap informasi..
e) Libatkan pasien/ orang terdekat dalam perencanaan perawatan.
Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/ pengobatan.
Rasional : Dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan
kontrol/ kemandirian pada pasien yang merasa tek berdaya dalam
menerima pengobatan dan diagnosa.
f) Berikan kenyamanan fiik pasien.
Rasional : Ini sulit untuk menerima dengan isu emosi bila
pengalaman ekstrem/ ketidaknyamanan fisik menetap.
5). Kurang pengetahuan mengenai kondisi, tindakan, prognosis.
Dapat dihubungkan :
- Kurang atau tidak mengenal informasi/ sumber
- Salah interperatasi informasi.
- Kurang mengingat
Kriteria hasil :
- Menyatakan pemahaman seluk beluk diagnosa, program
pengobatan.
- Melakukan dengan benar prosedur yang perlu dan menjelaskan
alas an tindakan tersebut.
- Berpartisipasi dalam proses belajar.
- Melakukan perubahan pola hidup.
Intervensi :
a) Diskusikan diagnosa, rencana/ terapi sasat ini dan hasil yang
diharapkan.
Rasional : Memberikan informasi khusus individu, membuat
pengetahuan untuk belajar lanjut tentang manajemen di rumah.
Radiasi dan kemoterapi dapat menyertai intervensi bedah dan
informasi penting untuk memampukan pasien/ orang terdekat
untuk membuat keputusan berdasarkan informasi.
b) Kuatkan penjelasan ahli bedah tentang prosedur pembedahan
dengan memberikan diagram yang tepat. Masukkan informasi ini
dalam diskusi tentang harapan jangka pendek/ panjang dari
penyembuhan.
Rasional : Lamanya rehabilitasi dan prognosis tergantung pada
tipe pembedahan, kondisi preoperasi, dan lamanya/ derajat
komplikasi.
c) Diskusikan perlunya perencanaan untuk mengevaluasi perawatan
saat pulang.
Rasional : Pengkajian evaluasi status pernafasan dan kesehatan
umum penting sekali untuk meyakinkan penyembuhan optimal.
Juga memberikan kesempatan untuk merujuk masalah/ pertanyaan
pada waktu yang sedikit stres.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8,
Jakarta: EGC.
Doenges et. al (2000). Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, Jakarta : EGC.
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Pernafasan. Jakarta: Penerbit Salemba
Somantri, Irman. 2007. Keperawatan Medikal Bedah: Asuhan Keperawatan pada
Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Penerbit Salemba
Underwood, J.C.E. 1999. Patologi Umum dan Sistematik, Vol. 1. Jakarta: EGC
http://rimiyanti.blogspot.com/2011/09/askep-tumor-paru.html, diakses tanggal 26
Mei 2013