Askep Tumor Paru
-
Upload
muhammad-iqbal-wahid -
Category
Documents
-
view
381 -
download
22
description
Transcript of Askep Tumor Paru
LAPORAN PENDAHULUAN
TUMOR PARU
I. KONSEP DASAR
A. Definisi
Pada umumnya tumor paru terbagi atas tumor jinak (5 %) antara lain
adenoma, hamartoma dan tumor ganas (90%) adalah karsinoma
bronkogenik.
Karena pertimbangan klinis maka yang dibahas adalah kanker paru atau
karsinoma bronkogenik.
Menurut Hood Alsagaff, dkk. 1993, karsinoma bronkogenik adalah tumor
ganas paru primer yang berasal dari saluran napas. Sedangkan menurut
Susan Wilson dan June Thompson, 1990, kanker paru adalah suatu
pertumbuhan yang tidak terkontrol dari sel anaplastik dalam paru.
B. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru masih
belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang dari
bahan – bahan karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan perana predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis.
1. Pengaruh rokok.
Bahan-bahan karsinogenik dalam asap rokok adalah antara lain :
polomium 210 dan 3,4 benzypyrene. Penggunaan filter dikatakan dapat
menurunkan resiko terkenanya karsinoma bronkogenik, namun masih
tetap lebih tinggi dibanding dengan bukan perokok.
Didalam jangka panjang yaitu, 10-20 tahun, merokok:
1-10 batang / hari meningkatkan resiko 15 kali
20-30 batang / hari meningkatkan resiko 40-50 kali
40-50 batang /hari meningkatkan resiko 70-80 kali.
1
2. Perokok kedua
Perokok pasif telah diidentifikasi sebagai penyebab yang mungkin dari
kanker paru pada bukan perokok. Dengan kata lain, individu yang
secara involunter terpajang pada asap tembakau dala lingkungan yang
dekat ( mobil, gedung ) berisiko terhadap terjadi nya kanker paru. Opini
publik telah mengarah pada berbagai kampanye untuk melarang
merokok pada tempat-tempat umum seperti restoran, kantor, dan
pesawat udara.
3. Pengaruh paparan industry
Yang paling banyak dihubungkan dengan karsinogenik adalah asbestos,
yang dinyatakan meningkatkan resiko kanker 6-10 kali. Menyusul
kemudian industri bahan-bahan radioaktif, penambang uramium
mempunyai resiko 4 kali populasi pada umumnya. Paparan industri ini
baru nampak pengaruhnya setalah 15-20 tahun.
4. Radon
Radon adalah gas tidak berwarna, tidak berbau yang ditemukan dalam
tanah dan bebatuan. Selama bertahun-tahun, gas ini telah dikaitkan
dengan pertambangan uranium tetapi sekarang diketahui gas tersebut
dapat menyusup ke rumah-rumah melalui bebatuan didasar tanah.
5. Vitamin A
Riset menunjukan bahwa terdapat hubungan antara diet rendah
masukan vitamin A dan terjadinya kanker paru. Telah menjadi postulat
bahwa vitamin A berkaitan dengan pengaturan diferensiasi sel.
6. Pengaruh adanya penyakit lain atau predisposisi oleh karena adanya
penyakit lain.
Tuberkulosi paru banyak dikaitkan sebagai faktor predisposisi
karsinoma brinkogenik, melalui mekanisme hyperplasi – metaplasi -
karsinoma insitu-karsinoma - bronkogenik sebagai akibat adanya
jaringan parut tuberkulosis.
2
7. Genetik.
Terdapat perubahan/ mutasi beberapa gen yang berperan dalam kanker
paru, yakni :
Proton oncogen.
Tumor suppressor gene.
Gene encoding enzyme.
8. Diet
Dari beberapa penelitian melaporkan bahwa rendahnya konsumsi
terhadap betakarotene, selenium, dan vit. A menyebabkan tingginya
risiko terkena kanker paru.
9. Pengaruh genetik dan status imunologis.
Pada tahun 1954, Tokuhotu dapat membuktikan adanya pengaruh
keturunan yang terlepas daripada faktor paparan lingkungan, hal ini
membuka pendapat bahwa karsinoma bronkogenik dapat diturunkan.
Penelitian akhir-akhir ini condong bahwa faktor yang terlibat dengan
enzim Aryl Hidrokarbon Hidroksilase (AHH). Status immonologis
penderita yang dipantau dari cellular mediated menunjukan adanya
korelasi antara derajat deferensiasi sel, stadia penyakit, tanggapan
terhadap pengobatan serta prognosis. Penderita yang energi umumnya
tidak memberikan tanggapan terhadap pengobatan dan lebih cepat
meninggal.
C. Patofisiologi.
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel
besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan
karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial.
Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang
3
bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan
pada sel skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini
pertumbuhan lambat.
4
D. Gejala klinis
Pada waktu masih dini gejala sangat tidak jelas utama seperti batuk lama
dan infeksi saluran pernapasan. Oleh karena itu pada pasien dengan batuk
lama 2 minggu sampai 1 bulan harus dibuatkan foto X dengan gejala lain
dyspnea, hemoptoe, febris, berat badan menurun dan anemia. Pada
keadaan yang sudah berlanjut akan ada gejala ekstrapulmoner seperti
nyeri tulang, stagnasi (vena cava superior syndroma).
Rata – rata lama hidup pasien dengan kanker paru mulai dari diagnosis
awal 2 – 5 tahun. Alasannya adalah pada saat kanker paru terdiagnosa,
sudah metastase ke daerah limfatik dan lainnya. Pada pasien lansia dan
pasien dengan kondisi penyakit lain, lama hidup mungkin lebih pendek.
E. Klasifikasi/Pentahapan Klinik (Clinical staging)
Klasifikasi berdasarkan TNM : tumor, nodul dan metastase.
1. T : T0 : tidak tampak tumor primer
T1 : diameter tumor < 3 cm, tanpa invasi ke bronkus
T2 : diameter > 3 cm, dapat disertai atelektasis atau pneumonitis,
namun berjarak lebih dari 2 cm dari karina, serta belum ada
efusi pleura.
T3 : tumor ukuran besar dengan tanda invasi ke sekitar atau sudah
dekat karina dan atau disetai efusi pleura.
2. N : N0 : tidak didapatkan penjalaran ke kelenjar limfe regional
N1 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe hilus ipsilateral
N2 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe mediastinum atau
kontralateral
N3 : terdapat penjalaran ke kelenjar limfe ekstratorakal
3. M : M0 : tidak terdapat metastase jauh
M1 : sudah terdapat metastase jauh ke organ – organ lain.
F. Manifestasi klinis
Tumor pada system bronkopulmonari dapat mengenai lapisan
saluran pernapasan, parenkim paru pleura, atau dinding dada. Penyakit
5
terjadi secara lambat ( biasanya selama beberapa decade ) dan seringkali
asimtomatik sampai lanjut dalam perkembangannya. Tanda dan gejala
tergantung pada letak dan ukuran tumor, tingkat obstruksi, dan keluasan
metastase ke tempat regional atau tempat yang jauh.
Gejala kanker paru yang paling sering adalah batuk, kemungkinan akibat
iritasi yang disebab kan oleh massa tumor. Individu sering mengabaikan
gejala ini dan menghubungkan dengan merokok. Batuk mulai sebagai
batuk kering, tanpa membentuk sputum, tetapi berkembang sebagai titik
dimana dibentuk sputum yang kental, purulen dalam berespon terhadap
infeksi sekunder.
Batuk yang karakternya berubah membangkitkan kecurigaan terhadap
kanker paru.
Pada beberapa pasien, demam kambuhan terjadi sabagai gejala dini dalam
berespons terhadap infeksi yang menetap pada area pneumonitis kearah
distal tumor. Pada kenyataannya, kanker paru harus dicurigai pada
individu yang mengalami infeksi saluran pernapasan atas berulang yang
tidak sembuh-sembuh. Nyeri adalah manifestasi akhir dan sering
ditemukan dengan metastasis ke tulang.
Jika tumor menyebar ke struktur yang berdekatan dan ke nodus limfe
regional, pasien dapat menunjukan nyeri dada dan sesak, serak
( menyerang saraf lariengal )disfagia, edema kapala dan leher, dan gejala-
gejala efusi pleura atau pericardial. Tempat metastase yang paling umum
adalah nodus limfe, tulang, otak, paru kontralateral, dan kelenjar adrenal.
Gejala umum seperti kelemahan, anoreksia, penurunan berat badan, dan
anemia tampak pada akhir penyakit.
G. Komplikasi
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada kanker paru di antaranya:
Reseksi Bedah dapat mengakibatkan gagal napas
Terapi radiasi dapat mengakibatkan penurunan fungsi jantung paru
Kemoterapi kombinasi radiasi dapat menyebabkan pneumonitis
Kemoterapi menyebabkan toksisitas paru dan leukemia
6
H. Studi Diagnostik
1. Chest x – ray ( pandangan lateral dan poteroanterior), tomografi
dada dan CT scanning.
2. Radioisotop scanning
3. Tes laboratorium
i. Pengumpulan sputum untu sitologi, bronkoskopi dengan
biopsi, hapusan dan perkutaneus biopsi
ii. Mediastinoskopi
4. Radiologis
Massa Radiopaque di paru
Obstruksi jalan nafas dengan akibat atelektasis
Pneumonia
Pembesaran Kelenjar Hilar
Kavitasi
Tumor Pancoast.Ca. Bronchogenik yang terdapat disuperior
pulmonary sulcus, pada apek lobus superior.
Kelainan pada pleura
Kelainan tulang
5. Bronkografi
Adapun gambaran bronkografi yang dianggap patognomonik
adalah obstruksi stenosis irreguler, stenosis ekor tikus dan
indentasi cap jempol.
6. Sitologi
Dahak yang representatif dapat diperoleh melalui batuk spontan,
dengan bantuan aerosol ( 20% propylene glycol dalam larutan 10%
NaCl. Dihangatkan sampai kurang lebih 45-50 C.)atau melalui
bilasan/sikatan aspirasi bronkial.Tatalaksana pada Lung Cancer
Detection Program di New York adalah sbb. Saliva dan post nasal
discharge dikeluarkan dahulu, lalu penderita disuruh batuk dalam ,
dahak yang dihasilkan segera difiksasi, kesemuanya ini dilakukan
7
pada 3 hari berturut-turut, sebaiknya pada pagi hari.
7. Endoskopi
Meliputi pemeriksaan laringoskopi dan bronkoskopi serta bilasan
bronkial, kerokan/sikatan serta biopsi. Tujuan pemeriksaan
bronkoskopi ( serat optik ) adalah:
a. Mengetahui perubahan pada bronkus akibat kanker paru.
b. Mengambil bahan untuk pemeriksaan sitologis.
c. Memperhatikan perubahan pada permukaan tumor/mukosa untuk
d. Memperkirakan jenis keganasan.
e. Menilai keberhasilan terapi.
f. Menentukan operbilitas kanker paru.
8. Biopsi
Bahan biopsi dapat diperoleh melalui cara biopsi perkutaneus
transbronkial ataupun open biopsi. Sedangkan bahannya dapat
berupa jaringan kelenjar regional jaringan pleura ataupun jaringan
paru.
i. Imunologi
Adanya korelasi yang negatif antara kanker dan reaksi imnunologi
telah umum diketahui. Gangguan imunulogik terutama tampak
pada Cell mediated immunity yang dapat ditunjukan melalui
delayed hypersensitivity reaction yang jelak, toleransi terhadap skin
graft, jumlah circulatory T cell yang renadh, serta transformasi
limfosit invitro yang rendah. Pada saat ini pemeriksaan imunulogik
lebih banyak berperan sebagai faktor prognosis daripada faktor
diagnostik. Kesimpulan korelasi uji kulit dan tanggapan terhadap
sitostatika :
a. Kurang dari 1,0 cm. : prognosa jelek, penyakit luas.
b. Kurang dari 2,5 m. ; prognosa lebih baik, penyakit terbatas,
tanggap terhadap khemoterapi baik.
8
I. Manajemen medis dan non medis
Penatalaksanaan medis
Sasaran penatalaksanaan ialah untuk memberikan penyembuhan jika
memungkinkan.
Secara umum, pengobatan dapat mencakup pembedahan, terapi radiasi
dan kemoterapi.
1. Pembedahan Reseksi bedah adalah metoda yang lebih dipilih untuk
pasien dengan tumor setempat tanpa adanya penyebaran metastatiic
dan mereka yang fungsi jantung parunya baik. Reseksi bedah
jarang menghasilkan penyembuhan sempurna.
2. Terapi radiasi
Terapi radiasi dapat menyembukan pasien dalam persentasi kecil,
namun bermanfaat dalam pengendalian neoplasma yang tidak
dapat di reseksi tetapi yang ressponsif terhadap radiasi. Radiasi
dapat digunakan untuk mengurangi ukuran tumor dan dapat
digunakan sebagai pengobatan paliatif untuk menghilangkan
tekanan tumor, radiasi dapat membantu menghilangkan batuk,
nyeri dada, dispnea, hemoplisis, dan nyeri tulang serta hepar.
3. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk menganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menanganii pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasis luas, untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Penatalaksanaan non medis
1. Manganjurkan masyarakat ( pasien ) untuk tidak merokok.
2. Hidup dalam lingkungan yang tidak cemar polusi
3. Beri dukungan
9
II. ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN TUMOR PARU
A. Pengkajian
1. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama
Keluhan yang biasa muncul pada klien Kanker paru – paru biasanya batuk
terus menerus, dahak berdarah, sesak nafas dan pendek – pendek, sakit
kepala.
2. Riwayat kesehatan terdahulu
Kemungkinan yang muncul pada riwayat kesehatan terdahulu pada pasien
dengan Ca Paru antara lain, perokok berat, lingkungan tempat tinggal di
daerah yang tercemar polusi udara, pernah menglami bronchitis kronik,
pernah terpajan bahan kimia seperti asbestos.
3. Riwayat penyakit keluarga
Di keluarga pasien ada yang pernah mengidap penyakit kanker paru – paru.
4. Riwayat psikososial
Kaji adanya emosi kecemasan, pandangan klien terhadap dirinya, serta
interaksi social yang mungkin terhambat akibat gejala penyakit seperti batuk
yang berkepanjangan.
5. Pola – pola fungsi kesehatan
a. Aktivitas/istirahat.: Kelemahan, ketidakmampuan, mempertahankan
kebiasaan rutin, dispnoe karena aktivitas , kelesuan biasanya tahap
lanjut.
b. Sirkulasi Peningkaran Vena Jugulari, Bunyi jantung: gesekan
perikordial ( menujukan efusi ) tachycardia, disritmia, jari tabuh.
c. Integritas Ego : Ansietas, takut akan kematian, menolak kondisi
yang berat, gelisah, insomnia, pertanyan yang diulang-ulang.
d. Eliminasi ; Diare yang hilang timbul ( ketidakseimbngan
hormonal,)Peningkatan frekuesnsi/jumlah urine ( Ketidakseimbngan
Hormonal ).
e. Makanan/cairan : Penurunan Berat badan, nafsu makan buruk,
penurunan masukan makanan, kesulitan menelan, haus/peningkatan
10
masukan cairan. Kurus, kerempeng, atau penampilan kurang bobot
( tahap lanjut 0, Edema wajah, periorbital ( ketidakseimbangan
hormonal ), Glukosa dalam urine .
f. Ketidaknyamanan/nyeri: nyeri dada, dimana tidak/dapat
dipengaruhi oleh perubahan posisi.Nyeri bahu/tangan, nyeri
tulang/sendi, erosi kartilago sekunder terhadap peningkatan hormon
pertumbuhan.Nyeri abdomen hilang/timbul\
g. Pernafasan : Batuk ringan atau perubahan pola batuk dari biasanya ,
peningkatan produksi sputum, nafas pendek, pekerja terpapar bahan
karsinogenik, serak, paralisis pita suara, dan riwayat
merokok.Dsipnoe, meni gfkat dengan kerja, peningkatan fremitus
taktil, krekels/mengi pada inspirasi atau ekspirasi ( ganguan aliran
udara ). Krekels/mengi yang menetap penyimpangan trakeal( area
yang mengalami lesi ) Hemoptisis.
h. Keamanan : Demam, mungkin ada/tidak, kemerahan, kulit pucat.
i. Seksualitas : Ginekomastia, amenorea, atau impoten.
j. Penyuluhan/pembelajaran : Faktor resiko keluarga, : adanya
riwayat kanker paru, TBC. Kegagalan untuk membaik.
6. Pemeriksaaan Fisik
a. Inspeksi
Pola, frekuensi, kedalaman,jenis nafas, durasi inspirasi ekspirasi.
Kesimetrisan dada,
Retraksi otot-otot dada,
penggunaan otot-otot bantu pernafasan
Penggunaan otot bantu napas, yang terlihat dengan mengangkat
bahu, menunjukan peningkatan kerja pernapasan.
Kaji postur tubuh,
Pasien dengan penyakit paru obstruktif sering duduk dan
menyangga diri dengan tangan atau menyangga dengan siku di
meja sebagai upaya untuk tetap mengangkat klavikula sehingga
memperluas kernampuan ekspansi dada.
Sianosis (kebiruan)
11
Pada pasien dengan kanker paru – paru biasanya terjadi sianosis
akibat dari gangguan pola nafas yang menyebabkan terjadinya
hipoksia
bentuk kuku
pada pasien dengan kanker paru – paru biasanya memiliki kuku
berbentuk tabuh
kaji adanya edema
Biasanya terjadi edema pada muka, leher,dan lengan\
kulit pucat
akibat kesulitan bernafas
frekuensi batuk
batuk biasanya terus-menerus
karakteristik sputum
b. Palpasi
Nyeri pada dada
Ketika pemeriksa menekan bagian dada, pasien akan merasa
nyeri
Taktil fremitu
Pada pasien normal vibrasi taktil fremitus ada. Ini dapat menurun
atau tidak ada bila terdapat sesuatu dintara tangan pemeriksa dan
paru pasien serta dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi
pleural, penebalan pleural atau pnemotorak akan menyebabkan
pemeriksa tidak mungkin merasakan vibrasi ini atau vibrasi
menurun
Denyut nadi,frekuensi,irama dan kekuatan
Capillary refill
c. Perkusi
Mengetuk dada memastikan adanya pembesaran organ paru
Ada penumpukan cairan (sekret)
d. Auskultasi
Suara nafas
12
Pada obstruksi jalan napas seperti penyakit paru obstruksi
menahun (PPOM) atau atelektasis, intensitas bunyi napas
menurun. Pada penebalan pleural, efusi pleural, pneumotoraks,
dan kegemukan ada substansi abnormal Jaringan fibrosa, cairan,
udara, atau lemak) antara stetoskop dan paru di bawahnya;
substansi ini menyekat bunyi napas dari stetoskop, membuat
bunyi napas menjadi tidak nyaring.
Suara tambahan nafas
Bunyi napas bronkial, selain terdengar pada trakea orang normal, juga
terdengar pada beberapa situasi dimana ada konsolidasi-contohnya
pneumonia. Bunyi napas bronkial juga terdengar di atas efusi pleural
dimana paru normal tertekan. Bunyi crackles terjadi pada pneumonia,
gagal jantung kongestif, dan fibrosis pulmonalis. Baik crackles inspirasi
maupun ekspirasi dapat terauskultasi pada bronkiektaksis. Bunyi ekstra
seperti mengi berarti adanya penyempitan jalan napas. Ini dapat
disebabkan oleh asma, benda asing, mukus di jalan napas, stenosis, dan
lain-lain.
Tekanan darah
Denyut jantung
Data penunjang
1) Radiologi
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi
dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2) Laboratorium.
13
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3) Histopatologi.
a. Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.
e. Torakotomi,
f. Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam
– macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
4) Pencitraan.
CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura
MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.
14
Pengelompokan Data
1. Data Subjektif
Perasaan lemah, Sesak nafas, nyeri dada, Batuk tak efektif, Serak,
haus, Anoreksia, disfalgia, berat badan menurun, Peningkatan
frekuensi/jumlah urine, Takut
2. Data Objektif
Batuk produktif, Tachycardia/disritmia, Menunjukkan efusi,
Sianosis, pucat, Edema, Demam Gelisah
B. Diagnosa keperawatan
a. Tidak efektif bersihan jalan napas berhubungan dengan obstruksi
bronkial sekunder karena invasi tumor.
b. Kerusakan pertukaran gas b/d gangguan aliran udara ke alveoli
atau ke bagian utama paru, perubahan membran alveoli
( atelektasis , edema paru , efusi, sekeresi
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penekanan
saraf oleh tumor paru.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kelelahan dan dyspnea
e. Aktivitas intolerans berhubungan dengan kelemahan secara
umum.
C. Rencana Keperawatan
No
Diagnosa
Keperawat
an
P e r e n c a n a a n
Tujuan dan
kriteria hasilIntervensi Rasional
1. Tidak
efektif
bersihan
jalan
napas
berhubung
Bersihan jalan
napas akan paten
dengan kriteria
batuk hilang,
suara napas
bersih, x –ray
Auskultasi
paru akan
ronkii, rales
atau mengi.
Monotr
ABGs
Lihat adekuatnya
pertukaran gas dan
luasnya obstruksi jalan
napas karena skeret.
Melihat keseimbangan
asam dan basa dan
15
an dengan
obstruksi
bronkial
sekunder
karena
invasi
tumor.
bersih.
Monitor hasil
sputum
sitology
Beri posisi
optimal
kepala tempat
tidru
ditinggikan.
Atur humifier
oksigen
bantu pasien
dengan
ambulasi atau
ubah posisi.
anjurkan
intake air
hangat 1,5 – 2
L/hari kecuali
kontraindikasi
Bantu pasien
yang batuk
kebutuhan untuk terapi
oksigen
Melihat adanya sel
kanker
Sekret bergerak sesuai
gravitasi sesuai
perubaha posisi.
Meninggikan kepala
tempat tidur
memungkinkan
diafragma untuk
brkontraksi
Mensuplay oksigen
dan mengurangi kerja
pernapasan
Sekret bergerak sesuai
perubahan tubuh
terhadap gravitasi
Mengencerkan sekret
Batuk mengeluarkan
sekret yang
menunmpuk
16
2. Kerusakan
pertukaran
gas b/d gg.
Aliran
udata ke
alveoli,
perubahan
membran
alveolar
kapiler
( atelektasi
s, oedema
paru,
efusi,
sekresi
berlebihan
,
perdaraha
n aktif
Pertukaran gas
efektif.
Kriteria :
GDA dalam
batas
normal,. Mebubj
ukan ventilasi
adekuat
Menunjukan
oksigenasi
adekuat.
Menunjukan
perbaikan
distress
pernafasan.
Catat
frekluensi dan
kedalaman
pernafasan ,
penggunaan
otot bantu dan
nafas bibir.
Auskultasi
paru untuk
penurunan
bunyi nafas
dan adanya
bunyi
tambahan
krekels.
Observasi
ferfusi
daerah akral
dan sianosis
( daun
telinga, bibir,
Takhipnoe dan dispnoe
menyertai obstruksi
paru.
Area yang tak
terventilasi dapat
diidentifikasikan
dengan tak adanya
bunyi nafas.
Menunjukan
hipoksemia sistemik.
Jalan nafas
lengket/kolaps
menurunkan jumlah
alveoli yang berfungsi.
17
lidah dan
membran
lidah )
Lakukan
tindakan
untuk
memperbaiki
jalan nafas.
Tinggikan
kepala/tempat
tidur sesuai
dengan
kebutuhan.
Awasi tanda
vital
Kaji tingkat
kesadaran
Kaji toleransi
aktivitas.
Secara negatif
mempengaruhi
pertukaran gas.
Meningkatkan
ekspansi dada
maksimal, membuat
mudah bernafas
meningkatkan
kenyamanan.
Tahkikardi/takhipnoe,
dan perubahan pada
TD. Terjadi seirng
dengan perubahan
asidosis.
Hipoksemia sistemik
dapat ditunjukan
pertamakali oleh
gelisah dan rangsang
disertai penurunan
kesadaran.
Hipoksemia
menurunkan
kemampuan untuk
18
Kolaborasi:
Awasi seri
GDA.
Berikan
oksigen
dengan
metoda yang
tepat.
berpartisipasi dalam
aktivitas tanpa
dispnoea berat,
takikardia dan
disritmia.
Hipoksemia ada pada
berbagai
derajattergantung
pada jumlah obstruksi
jalan nafas.
Memaksimalkan
sediaan oksigen untuk
pertukaran gas .
3. Gangguan
rasa
nyaman
nyeri
berhubung
an dengan
penekanan
saraf oleh
tumor
paru.
Mendemonstrasi
kan bebas nyeri
dengan kriteria
ekspresi wajah
rileks,
pengembangan
paru optimal,
menyatakan
nyeri hilang
Pantau
atau catat
kerakteristik
nyeri, catat
laporan verbal,
petunjuk non
verbal dan
respons
hemodinamik
(contoh:menan
gis, meringis,
gelisah,
berkeringat,
mencengkram
Variasi
penampilan dan prilaku
pasien karena nyeri
terjadi sebagai temuan
pengkajian. Cemas dan
stress menimbulkan
katekolamin yang akan
mengingakatkan
kecepatan jantung dan
tekanan darah
19
dada, napas
cepat,
TD/frekuensi
jantung
berubah)
Ambil
gambaran
lengkap
terhadap nyeri
dari pasien
menggunakan
analisa gejala
(PQRST)
Berikan
lingkungan
yang tenang,
aktivitas
perlahan dan
tindakan
nyaman (sprei
yang kering
atau yang
tidak terlipat,
gosokan
punggung)
pendekatan
yang tenang
Bantu
melakukan
teknik
relaksasi,
misalnya nafas
Nyeri sebagai
pengalaman subjektif
dan harus digambarkan
oleh pasien untuk
menilai nyeri dengan
membandingkannya
dengan pengalaman
yang lain
Menurunkan
rangsangan eksternal.
Membantu dalam
penurunan persepsi
atau respon nyeri.
Memberikan control
situasi, meningkatkan
20
dalam atau
perlahan,
perilaku
distraksi,
visualisaasi.
Periksa
tanda vital
sebelum dan
sesudah
pemberian
obat narkotik
Kaloboras
i dalam
pemberian
analgetik
sesuai indikasi
dan pemberian
oksigen sesuai
indikasi
perilaku positif.
Hipotensi atau
depresi pernafasan
dapat terjadi sebagai
akibat pemberian
narkotik
Menurunkan atau
mengontrol nyeri dan
menurunkan
rangsangan system
syaraf simpatis
4. Perubahan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubung
an dengan
kelelahan
dan
dyspnea
Status nutrisi
ditingkatkan
dengan kriteria
BB bertambah,
makan sesuai
diet seimbanmg,
albumin, limfosit
normal, lingkar
lengan normal
Kaji diet
harian dan
kebutuhannya
Timbang BB
tiap minggu
Kaji faktor
psikologi
Moniitor
albumin dan
Bantu menentukan diet
individu
Sesuai penngkatan
nutrisi.
Mengidentifikasi efek
psikologis yang
mempengaruhi
menurunnya makan
dan minum
Indikasi adekuatnya
protein untuk sistem
21
limfosit
Beri oksigen
selama makan
sesuai
keperluan
Anjurkan oral
care sebelum
makan
Atur anti
emetik
sebelum
makan
Berikan diet
TKTP
Atur
pemberian
vitamin
sesuai order
imun
Mengurangi dyspnea
dengan mengurangi
kerja paru
Menghilangkan rasa
sputum yang bisa
mengurangi napsu
makan pasien
Mengurangi mual yang
bisa mempengaruhi
napsu makan
Mendukung sistem
imun
Sebagai diet suplemen
atau tambahan
5. Aktivitas
intolerans
berhubung
an dengan
kelemahan
secara
umum.
Pasien mampu
melakukan
akvitas tanpa
keleahan atau
dyspnea dengan
kriteria hasil
mampu
melakukan
aktivitas
hariannya.
Observasi
respon
terhadap
aktivitas
Identifikasi
faktor yang
mempengaruh
i intolerans
seperti stres,
efek samping
obat
Rencanakan
periode
Melihat kemapuan
beraktivitas
Intevensi dilaksanakan
sesuai faktor yang
mempengaruhi
Mengurangi kelelahan
melalui isitirahat yang
22
istirahat di
antara waktu
bekerja
anjurkan
untuk lakukan
aktivitas
sesuai
kemampuan
pasien
berikan
program
latihan
aktivitas
sesuai
toleransi
Rencanakan
bersama
keluarga
mengurangi
energi yang
berlebihan
saat
melakukan
aktivitas
harian
cukup
Menemukan pasien
kebutuhannya tanpa
menyebabkan
kelelahan
Meningkatkan
independensi pasien
sendiri
Identifikasi menyimpan
energi .
23
D. Implementasi
Dari hasil entervensi yang telah tertulis implementasi / pelaksanaan yang
dilakukan disesuaikan dengan keadaan pasien dirumah sakit pekasanaan
perupakan pengelolahan dan perwujudan, dan rencana tindakan yang meliputi
beberapa bagina, yaitu validasi, rencana keperawatan, memberikan asuhan
keperawatan dan pengumpulan data.
E. Evaluasi
Evaluasi adalah perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
keresahan klien dengan berdasar tujuan yang tela ditetapkan.
Dalam evaluasi tujuan tersebut terdapat 3 alternatif yaitu :
- Tujuan tercapai : Pasien menunjukkan perubahan dengan
standart yang telah ditetapkan.
- Tujuan tercapai sebagian : Pasien menunjukkan perubahan sebagai
sebagian sesuai dengan standart yang telah
ditetapkan.
- Tujuan tidak tercapai : Pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali.
24
DAFTAR PUSTAKA
Phipps, Wilma. et al, (1991), Medical Surgical Nursing : Concepts and
Clinical Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Doengoes, Marilynn, dkk, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3,
alih bahasa : I Made Kariasa dan Ni Made S, EGC, Jakarta
Engram, Barbara, (1999), Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa Suharyati S, volume 1, EGC, Jakarta
Tucker, Martin dkk, (1999), Standar Perawatan Pasient,alih bahasa Yasmin
Aih dkk, volume 4, edisi V, EGC, Jakarta
Alsagaff, Hood, dkk. (1993), Pengantar Ilmu Penyakit Paru, Airlangga
University Press, Surabaya.
Lab/UPF Ilmu Penyakit Paru, (1994), Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD
Dokter Soetomo, Surabaya
Wilson, Susan and Thompson, June (1990), Respiratory Disorders, Mosby
Year Book, Toronto.