Lp Tumor Med
-
Upload
anna-madonna-krones -
Category
Documents
-
view
160 -
download
3
Transcript of Lp Tumor Med
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN
DENGAN TUMOR MEDIASTINUM
I. DEFINISI
Mediastinum adalah suatu bagian penting dari thorax. Mediastinum terletak di antara
kavita pleuralis dan mengandung banyak organ penting dan struktur vital. Proses penting
yang melibatkan mediastinum mencakup emfisema, infeksi, perdarahan serta banyak jenis
kista dan tumor primer. Kelainan sistemik seperti karsinoma metastatic dan banyak penyakit
granulomatosa juga bisa terlibat dalam mediastinum. Lesi terutama berasal dari esophagus,
trakea, jantung dan pembuluh darah besar biasanya berhubungan dengan susunan organik
spesifik yang terlibat daripada mediastinum. (Sabiston, 1994 )
Data frekuensi tumor mediasinum di Indonesia antara lain didapat dari SMF Nedah
Toraks RS Persahabatan Jakarta dan RSUD Dr. Sutomo Surabaya. Pada tahun1970 - 1990 di
RS Persahabatan dilakukan operasi terhadap 137 kasus, jenis tumor yang ditemukan adalah
32,2% teratoma, 24% timoma, 8% tumor syaraf, 4,3% limfoma. Data RSUD Dr. Soetomo
menjelaskan lokasi tumor pada mediastinum anterior 67% kasus, mediastinum medial 29%
dan mediastinum posterior 25,5%. Dari kepustakaan luarnegeri diketahui bahwa jenis yang
banyak ditemukan pada tumor mediastinum anterior adalah limfoma, timoma dan germ cell
tumor.Dari tumor mediastinal yang memberikan gejala, setengahnya adalah maligna.
Sebagian besar tumor yang asimptomatik adalah benigna. (Rasyad,2009)
Diagnosis yang lebih dini dan lebih tepat dari proses mediastinum telah
dimungkinkan dengan peningkatan penggunaan rontgen dada, tomografi komputerisasi (CT
Scan), teknik sidik radioisotope dan magnetic resonance imaging (MRI), serta telah
memperbaiki keberhasilan dalam mengobati lesi mediastinum. Bersama dengan kemajuan
dalam teknik diagnostik ini, kemajuan dalam anestesi, kemoterapi, immunoterapi, dan terapi
radiasi telah meningkatkan kelangsungan hidup serta memperbaiki kualitas hidup. (Sabiston,
1994)
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di dalam mediastinum yaitu rongga
di antara paru-paru kanan dan kiri yang berisi jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh
darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf, jaringan ikat, kelenjar getah bening dan
salurannya. (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
Tumor mediastinum adalah tumor yang terdapat di mediastinum yaitu rongga
imaginer di antara paru kiri dan kanan. Mediastinum berisi jantung,
pembuluh darah besar, trakea, timus, kelenjar getah bening dan jaringan ikat. (Elisna
Syahruddin)
Tumor adalah suatu benjolan abnormal yanga ada pada tubuh, sedangkan mediastinum
adalah suatu rongga yang terdapat antata paru-paru kanan dan paru-paru kiri yang berisi
jantung, aorta, dan arteri besar, pembuluh darah vena besar, trakea, kelenjar timus, saraf,
jaringan ikat, kelenjar getah bening dan salurannya. Jadi, Tumor mediastinum adalah tumor
yang berada di daerah mediastinum. Tidak ada hal yang spesifik yang dapat mencegah tumor
mediastinum ini. Tetapi jika kita terbiasa berperilaku hidup sehat insyaalloh kita akan
tehindar dari penyakit tumor dan kanker. (dr. Agus Rahmadi, 2010)
II. ANATOMI FISIOLOGI
Batas ruang mediastinum, atas: pintu masuk toraks, bawah: diafragma, lateral: pleura
mediastinalis, posterior : tulang belakang, anterior : sternum. Karena rongga mediastinum
tidak dapat diperluas, maka pembesaran tumor dapat menekan organ penting di sekitarnya
dan dapat mengancam jiwa. Kebanyakan tumor mediastinum tumbuh lambat sehingga pasien
sering datang setelah tumor cukup besar, disertai keluhan dan tanda akibat penekanan tumor
terhadap organ sekitarnya.
Secara garis besar mediastinum dibagi atas 4 bagian penting:
1. Mediastinum superior, mulai pintu atas rongga dada sampai ke vertebra torakal ke-5
dan bagian bawah sternum.
2. Mediastinum anterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafargma didepan
jantung.
3. Mediastinum posterior, dari garis batas mediastinum superior ke diafragma
dibelakang jantung.
4. Mediastinum medial (tengah), dari garis batas mediastinum superior ke diafragma di
antara mediastinum anterior dan posterior.
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2003)
III. ETIOLOGI
Secara umum faktor-faktor yang dianggap sebagai penyebab tumor adalah:
Penyebab kimiawi
Di berbagai negara ditemukan banyak tumor kulit pada pekerja pembersih cerobong asap. Zat
yang mengandung karbon dianggap sebagai penyebabnya.
Faktor genetik (biomolekuler)
perubahan genetik termasuk perubahan atau mutasi dalam gen normal dan pengaruh protein
bisa menekan atau meningkatkan perkembangan tumor.
Faktor fisik
Secara fisik, tumor berkaitan dengan trauma/pukulan berulang-ulang baik trauma fisik
maupun penyinaran. Penyinaran bisa berupa sinar ultraviolet yang berasal ari sinar matahari
maupun sinar lain seperti sinar X (rontgen) dan radiasi bom atom.
Faktor nutrisi
Salah satu contoh utama adalah dianggapnya aflaktosin yang dihasilkan oleh jamur pada
kacang dan padi-padian sebagai pencetus timbulnya tumor.
Penyebab bioorganisme
Misalnya virus, pernah dianggap sebagai kunci penyebab tumor dengan ditemukannya
hubungan virus dengan penyakit tumor pada binatang percobaan. Namun ternyata konsep itu
tidak berkembang lanjut pada manusia.
Faktor hormon
Pengaruh hormon dianggap cukup besar, namun mekanisme dan kepastian peranannya belum
jelas. Pengaruh hormone dalam pertumbuhan tumor bisa dilihat pada organ yang banyak
dipengaruhi oleh hormone tersebut.
IV. KLASIFIKASI TUMOR MEDIASTINUM
1. Timoma
Thymoma adalah tumor yang berasal dari epitel thymus. Ini adalah tumor yang
banyak terdapat dalam mediastinum bagian depan atas. Dalam golongan umur 50 tahun,
tumor ini terdapat dengan frekuensi yang meningkat. Tidak terdapat preferensi jenis kelamin,
suku bangsa atau geografi. Gambaran histologiknya dapat sangat bervariasi dan dapat terjadi
komponen limfositik atau tidak. Malignitas ditentukan oleh pertumbuhan infiltrate di dalam
organ-organ sekelilingnya dan tidak dalam bentuk histologiknya. Pada 50% kasus terdapat
keluhan lokal. Thymoma juga dapat berhubungan dengan myasthenia gravis, pure red cell
aplasia dan hipogamaglobulinemia. Bagian terbesar Thymoma mempunyai perjalanan klinis
benigna. Penentuan ada atau tidak adanya penembusan kapsul mempunyai kepentingan
prognostic. Metastase jarak jauh jarang terjadi. Jika mungkin dikerjakan terapi bedah. (Aru
W. Sudoyo, 2006)
Stage dari Timoma:
1. Stage I : belum invasi ke sekitar
2. Stage II : invasi s/d pleura mediastinalis
3. Stage III : invasi s/d pericardium
4. Stage IV : Limphogen / hematogen
5. Teratoid
Teratoid dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Kista Dermoid
Contoh dari kista dermoid adalah dahak penderita mengandung gigi, tulang, rambut.
b. Teratoma (Mesoderm)
Teratoma merupakan neoplasma yang terdiri dari beberapa unsur jaringan yang asing
pada daerah dimana tumor tersebut muncul. Teratoma paling sering ditemukan pada
mediatinum anterior. Teratoma yang histologik benigna mengandung terutama derivate
ectoderm (kulit) dan entoderm (usus).
Pada teratoma maligna dan tumor sel benih seminoma, tumor teratokarsinoma dan karsinoma
embrional atau kombinasi dari tumor itu menduduki tempat yang terpenting. Penderita
dengan kelainan ini adalah yang pertama-tama perlu mendapat perhatian untuk penanganan
dan pembedahan.
Mengenai teratoma benigna, dahulu disebut kista dermoid, prognosisnya cukup baik. Pada
teratoma maligna, tergantung pada hasil terapi pembedahan radikal dan tipe histologiknya,
tapi ini harus diikuti dengan radioterapi atau kemoterapi. (Aru W. Sudoyo, 2006)
2. Limfoma
Secara keseluruhan, limfoma merupakan keganasan yang paling sering pada
mediastinum. Limfoma adalah tipe kanker yang terjadi pada limfosit (tipe sel darah putih
pada sistem kekebalan tubuh vertebrata). Terdapat banyak tipe limfoma. Limfoma adalah
bagian dari grup penyakit yang disebut kanker Hematological. Pada abad ke-19 dan abad ke-
20, penyakit ini disebut penyakit Hodgkin karena ditemukan oleh Thomas Hodgkin tahun
1832. Limfoma dikategorikan sebagai limfoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin.
3. Tumor Tiroid
Tumor tiroid merupakan tumor berlobus, yang berasal dari Tiroid.
4. Kista pericardium
Ini adalah kista dengan dinding yang tipis, terisi cairan jernih yang selalu dapat
menempel pada perikard dan kadang-kadang berada dalam hubungan terbuka dengan
perikard itu. Yang terbanyak terdapat di ventral, di sudut diafragma jantung. Kista ini juga
dikenal sebagai kista coelom. Kista pleuroperikardial adalah kelainan congenital, tetapi baru
muncul manifestasi pada usia dewasa. Sampai desenium ke 5 atau 6, ukuran tumor biasanya
secara lambat bertambah, tetapi jarang sampai lebih dari 10 cm. pada fluoroskopi, kista-kista
ini sering terlihat sebagai rongga-rongga dengan dinding yang tipis dengan perubahan bentuk
pada pernapasan dalam. Kista-kista coelom di sebelah kanan harus differensiasi dengan
lemak parakardial dan dengan hernia diafragmatika melalui foramen Morgagni. Kista-kista
ini sering terdapt, meskipun tentang hal ini tidak ada data yang jelas. Kista ini tidak
menimbulkan keluhan, infeksi sangat jarang dan malignitasnya tidak diketahui. Karena itu
ekstirpasi hanya diperlukan pada keraguan yang serius mengenai diagnosisnya atau pada
ukuran kista yang sangat besar.
5. Tumor neurogenik
Tumor Neurogen merupakan tumor mediastinal yang terbanyak terdapat,
manifestasinya hampir selalu sebagai tumor bulat atau oval, berbatas licin, terletak jaug di
mediastinum belakang. Tumor ini dapat berasal dari saraf intercostals, ganglia simpatis, dan
dari sel-sel yang mempunyai cirri kemoreseptor. Tumor ini dapat terjadi pada semua umur,
tetapi relative frekuen pada umur anak. (Aru W. Sudoyo, 2006)
Banyak Tumor Nerogenik menimbulkan beberapa gejala dan ditemukan pada foto thorax
rutin. Gejala biasanya merupakan akibat dari penekanan pada struktur yang berdekatan. Nyeri
dada atau punggung biasanya akibat kompresi atau invasi tumor pada nervus interkostalis
atau erosi tulang yang berdekatan. Batuk dan dispneu merupakan gejala yang berhubungan
dengan kompresi batang trakeobronchus. Sewaktu tumor tumbuh lebih besar di dalam
mediastinum posterosuperior, maka tumor ini bisa menyebabkan sindrom pancoast atau
Horner karena kompresi peleksus brakhialis atau rantai simpatis servikalis.
Pembagian dari tumor neurogenik, menurut letaknya:
a. Dari saraf tepi: Neurofibroma, Neurolinoma
b.Dari saraf simpati:GanglionNeurinoma,Neuroblastoma,Simpatikoblastoma
c. Dari paraganglion: Phaeocromocitoma, Paraganglioma
6. Kista Bronkhogenik
Kista Bronkogen kebanyakan mempunyai dinding cukup tipis, yang terdiri dari
jaringan ikat, jaringan otot dan kadang-kadang tulang rawan. Kista ini dilapisi epitel rambut
getar atau planoselular dan terisi lendir putih susu atau jernih. Kista bronkus terletak
menempel pada trakea atau bronkus utama, kebanyakan dorsal dan selalu dekat dengan
bifurkatio. Kista ini dapat tetap asimptomatik tetapi dapat juga menimbulkan keluhan karena
kompresi trakea, bronki utama atau esophagus. Kecuali itu terdapat bahaya infeksi dan
perforasi sehingga kalau ditemukan diperlukan pengangkatan dengan pembedahan. Gejala
dari kista ini adalah batuk, sesak napas s/d sianosis.
V. PATOFISIOLOGI
Sebagaimana bentuk kanker/karsinoma lain, penyebab dari timbulnya karsinoma
jaringan mediastinum belum diketahui secara pasti; namun diduga berbagai faktor
predisposisi yang kompleks berperan dalam menimbulkan manifestasi tumbuhnya
jaringan/sel-sel kanker pada jaringan mediastinum.
Adanya pertumbuhan sel-sel karsinoma dapat terjadi dalam waktu yang relatif singkat
maupun timbul dalam suatu proses yang memakan waku bertahun-tahun untuk menimbulkan
manifestasi klinik. Adakalanya berbagai bentuk karsinoma sulit terdeteksi secara pasti dan
cepat oleh tim kesehatan. Diperlukan berbagai pemeriksaan akurat untuk menentukan
masalah adanya kanker pada suatu jaringan.
Dengan semakin meningkatnya volume massa sel-sel yang berproliferasi maka secara
mekanik menimbulkan desakan pada jaringan sekitarnya; pelepasan berbagai substansia pada
jaringan normal seperti prostalandin, radikal bebas dan protein-protein reaktif secara
berlebihan sebagai ikutan dari timbulnya karsinoma meningkatkan daya rusak sel-sel kanker
terhadap jaringan sekitarnya; terutama jaringan yang memiliki ikatan yang relatif lemah.
Kanker sebagai bentuk jaringan progresif yang memiliki ikatan yang longgar mengakibatkan
sel-sel yang dihasilkan dari jaringan kanker lebih mudah untuk pecah dan menyebar ke
berbagai organ tubuh lainnya (metastase) melalui kelenjar, pembuluh darah maupun melalui
peristiwa mekanis dalam tubuh.
Adanya pertumbuhan sel-sel progresif pada mediastinum secara mekanik menyebabkan
penekanan (direct pressure/indirect pressure) serta dapat menimbulkan destruksi jaringan
sekitar; yang menimbulkan manifestasi seperti penyakit infeksi pernafasan lain seperti sesak
nafas, nyeri inspirasi, peningkatan produksi sputum, bahkan batuk darah atau lendir berwarna
merah (hemaptoe) manakala telah melibatkan banyak kerusakan pembuluh darah.
Kondisi kanker juga meningkatkan resiko timbulnya infeksi sekunder; sehingga kadangkala
manifestasi klinik yang lebih menonjol mengarah pada infeksi saluran nafas seperti
pneumonia, tuberkulosis walaupun mungkin secara klinik pada kanker ini kurang dijumpai
gejala demam yang menonjol.
VI. MANIFESTASI KLINIK
1. Mengeluh sesak nafas, nyeri dada, nyeri dan sesak pada posisi tertentu (menelungkup)
2. Sekret berlebihan
3. Batuk dengan atau tanpa dahak
4. Riwayat kanker pada keluarga atau pada klien
5. Pernafasan tidak simetris
6. Unilateral Flail Chest
7. Effusi pleura
8. Egophonia pada daerah sternum
9. Pekak/redup abnormal pada mediastinum serta basal paru
10. Wheezing unilateral/bilateral
11. Ronchii
Sebagian besar pasien tumor mediastinum akan memperlihatkan gejala pada waktu
presentasi .Kebanyakan kelompok melaporkan bahwa antara 56 dan 65 persen pasien
menderita gejala pada waktu penyajian, dan penderita dengan lesi ganas jauh lebih mungkin
menunjukkan gejala pada waktu presentasi. Tetapi, dengan peningkatan penggunaan
rontgenografi dada rutin, sebagian besar massa mediastinum terlihat pada pasien yang
asimtomatik. Adanya gejala pada pasien dengan massa mediastinum mempunyai kepentingan
prognosis dan menggambarkan lebih tingginya kemungkinan neoplasma ganas.
Massa mediastinum bisa ditemukan dalam pasien asimtomatik, pada foto thorax rutin atau
bisa menyebabkan gejala karena efek mekanik local sekunder terhadap kompresi tumor atau
invasi struktur mediastinum. Gejala sistemik bisa nonspesifik atau bisa membentuk kompleks
gejala yang sebenarnya patogmonik untuk neoplasma spesifik.
Keluhan yang biasanya dirasakan adalah :
1. Batuk atau stridor karena tekanan pada trachea atau bronchi utama.
2. Gangguan menelan karena kompresi esophagus.
3. Vena leher yang mengembang pada sindroma vena cava superior.
4. Suara serak karena tekanan pada nerves laryngeus inferior.
5. Serangan batuk dan spasme bronchus karena tekanan pada nervus vagus.
Walaupun gejala sistemik yang samar-samar dari anoreksia, penurunan berat badan
dan meningkatnya rasa lelah mungkin menjadi gejala yang disajikan oleh pasien dengan
massa mediastinum, namun lebih lazim gejala disebabkan oleh kompresi local atau invasi
oleh neoplasma dari struktur mediastinum yang berdekatan.
Nyeri dada timbul paling sering pada tumor mediastinum anterosuperior. Nyeri dada
yang serupa biasanya disebabkan oleh kompresi atau invasi dinding dada posterior dan
nervus interkostalis. Kompresi batang trakhebronkhus biasanya memberikan gejala seperti
dispneu, batuk, pneumonitis berulang atau gejala yang agak jarang yaitu stridor. Keterlibatan
esophagus bisa menyebabkan disfagia atau gejala obstruksi. Keterlibatan nervus laringeus
rekuren, rantai simpatis atau plekus brakhialis masing-masing menimbulkan paralisis plika
vokalis, sindrom Horner dan sindrom Pancoast. Tumor mediastinum yang meyebabkan gejala
ini paling sering berlokalisasi pada mediastinum superior. Keterlibatan nervus frenikus bisa
menyebabkan paralisis diafragma.
VII. PENATALAKSANAAN
1. Pembedahan
Tindakan bedah memegang peranan utama dalam penanggulangan kasus tumor mediastinum
2. Obat-obatan
Immunoterapi
Misalnya interleukin 1 dan alpha interferon
Kemoterapi
Kemoterapi telah menunjukkan kemampuannya dalam mengobati beberapa
jenis tumor.
Radioterapi
Masalah dalam radioterapi adalah membunuh sel kanker dan sel jaringan
normal. Sedangkan tujuan radioterapi adalah meninggikan kemampuan untuk
membunuh sel tumor dengan kerusakan serendah mungkin pada sel normal.
VIII. KOMPLIKASI
Komplikasi dari kelainan mediastinum mereflekikan patologi primer yang utama dan
hubungan antara struktur anatomic dalam mediastinum. Tumor atau infeksi dalam
mediastinum dapat menyebabkan timbulnya komplikasi melalui: perluasan dan penyebaran
secara langsung, dengan melibatkan struktur-struktur (sel-sel) bersebelahan, dengan tekanan
sel bersebelahan, dengan menyebabkan sindrom paraneoplastik, atau melalui metastatic di
tempat lain. Empat komplikasi terberat dari penyakit mediastinum adalah:
1. Obstruksi trachea
2. Sindrom Vena Cava Superior
3. Invasi vascular dan catastrophic hemorrhage, dan
4. Rupture esofagus
Asuhan Keperawatan
A. Pengkajian
1. Identitas
a) Nama pasien
b) Umur : Karsinoma cenderung ditemukan pada usia dewasa
c) Jenis kelamin : Laki-laki lebih beresiko daripada wanita
d) Suku /Bangsa
e) Pendidikan
f) Pekerjaan
g) Alamat
h) Riwayat Penyakit Sekarang
Keluhan utama:
Keluhan utama yang sering muncul adalah sesak nafas dan nyeri dada yang berulang
tidak khas, mungkin disertai batuk darah. Pada beberapa kasus sering dilaporkan keluhan
infeksi lebih menjadi sebab klien melakukan pemeriksaan ke rumah sakit.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit saluran pernafasan lain seperti ISPA, influenza sering terjadi dalam rentang
waktu yang relatif lama dan berulang, adanya riwayat tumor pada organ lain, baik pada diri
sendiri maupun dari keluarga. Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat
memperberat gejala klinis penderita.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
4. Pemeriksaan Per Sistem
Sistem pernafasan (B1)
Data Subyektif: sesak nafas, dada tertekan, nyeri dada berulang
Data Obyektif: hiperventilasi, batuk (produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan
otot diagfragma pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan meningkat,
terdengar stridor, ronchii pada lapang paru, terdengar suara nafas abnormal, egophoni
Sistem kardiovaskuler (B2)
Data Subyektif: sakit kepala
Data Obyektif: denyut nadi meningkat, disritmia, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun.
Sistem Persarafan (B3)
Data Subyektif: gelisah, penurunan kesadaran
Data Obyektif: letargi
Sistem Perkemihan (B4)
Data Subyektif: -
Data Obyektif: produksi urine menurun
Sistem Pencernaan (B5)
Data Subyektif: mual, kadang muntah, anoreksia, disfagia, nyeri telan
Data Obyektif: konsistensi feses normal/diare, berat badan turun, penurunan intake makanan
Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)
Data Subyektif: lemah, cepat lelah
Data Obyektif: kulit pucat, sianosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder), banyak
keringat, suhu kulit meningkat /normal, tonus otot menurun, nyeri otot, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan, flail chest
Sistem Endokrin (B7)
Pengkajian Psikososial
Personal Hygiene dan Kebiasaan
Perokok berat dapat terkena penyakit tumor mediastinum.
Pengkajian Spiritual
Pemeriksaan Penunjang
1. Hb: menurun/normal
2. Analisa Gas Darah: asidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
3. Elektrolit: Natrium/kalsium menurun/normal
4. Pemeriksaan diagnostik
a. Rontgenografi
Investigasi suatu massa di mediastinum harus dimulai dengan foto
dada anterior-superior, lateral, oblik, esofagogram, dan terakhir tomogram bila
perlu. Penentuan lokasi yang tepat amat penting untuk langkah diagnostik
lebih lanjut. CT scan thorax diperlukan untuk membedakan apakah lesi berasal
dari vaskuler atau bukan vaskuler. Hal ini perlu menjadi pertimbangan bila
bioopsi akan dilakukan, selain itu CT scan juga berguna untuk menentukan
apakah lesi tersebut bersifat kistik atau tidak. Pada langkah selanjutnya untuk
membedakan apakah massa tersebut adalah tumor metastasis, limfoma atau
tuberculosis/ sarkoidosis maka mediastinoskopi dan biopsy perlu dilakukan.
Dasar dari evaluasi diagnostik adalah pemeriksaan rontgenografi. Foto thorax
lateral dan posteroanterior standar bermanfaat dalam melokalisir massa di
dalam mediastinum. Neoplasma mediastinum dapat diramalkan timbul pada
bagian tertentu mediastinum. Foto polos bisa mengenal densitas relatif massa
ini, dan apakah padat atau kistik.
b. USG
Ultrasonografi bermanfaat dalam menggambarkan struktur kista dan
lokasinya di dalam mediastinum. Fluoroskopi dan barium enema bisa
membantu lebih lanjut dalam menggambarkan bentuk massa dan hubungannya
dengan struktur mediastinum lain, terutama esofagus dan pembuluh darah
besar.
c. USG Germ Cell Mediastinum
Kemajuan dalam teknologi nuklir telah bermanfaat dalam
mendiagnosis sejumlah tumor. Sidik yodium radioiotop bermanfaat dalam
membedakan struma intratoraks dari lesi mediatinum superior lain. Sidik
gallium dan teknesium sangat memperbaiki kemampuan mendiagnosis dan
melokalisir adenoma parathyroid. Belakangan ini kemajuan dalam
radiofarmakologi telah membawa ke diagnosis tepat.
d. Tomografi Komputerisasi
Kemajuan terbesar dalam diagnosis dan penggambaran massa dalam
mediastinum pada tahun belakangan ini adalah penggunaan sidik CT untuk
diagnosis klinis. Dengan memberikan gambaran anatomi potongan melintang
yang memuaskan bagi mediastinum, CT mampu memisahkan massa
mediastinum dari struktur mediastinum lainnya. Terutama dengan penggunaan
materi kontras intravena untuk membantu menggambarkan struktur vascular,
sidik CT mampu membedakan lesi asal vascular dari neoplasma mediastinum.
Sebelumnya, pemeriksaan angiografi sering diperlukan untuk membedakan
massa mediastinum dari berbagai proses pada jantung dan aorta seperti
aneurisma thorax dan suni aneurisma Valsava. Dengan perbaikan resolusi
belakangan ini, CT telah menjadi alat diagnostik yang jauh lebih sensitif
dibandingkan dengan teknik radiografi rutin. CT bermanfaat dalam diagnosis
kista bronkogenik pada bayi dengan infeksi berulang dan timoma dalam
pasien myasthenia gravis, kasus yang foto polosnya sering gagal mendeteksi
kelainan apapun. Tomografi komputerisasi juga memberikan banyak informasi
tentang sifat invasi relatif tumor mediastinum. Diferensiasi antara kompresi
dan invasi seperti dimanifestasikan oleh robeknya bidang lemak mediastinum
dapat dibuat dengan pemeriksaan cermat. Tambahan lagi, dalam laporan
belakangan ini, diagnosis prabedah pada sejumlah lesi yang mencakup kista
pericardial, adenoma paratiroid, kista enteric dan tumor telah dibuat dengan
CT karena gambarannya yang khas.
e. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Magnetic Resonance Imaging (MRI) mempunyai potensi yang
memungkinkan diferensiasi struktur vascular dari massa mediastinum tanpa
penggunaan materi kontras atau radiasi. Di masa yang akan datang, teknik ini
bisa memberikan informasi unggul tentang ada atau tidaknya keganasan di
dalam kelenjar limfe dan massa tumor.
f. Biopsy
Berbagai teknik invasif untuk mendapatkan diagnosis jaringan tersedia
saat ini. Perbaikan jelas dalam teknik sitologi telah memungkinkan
penggunaan biopsy aspirasi jarum halus untuk mendiagnosis tiga perempat
pasien lesi mediastinum. Teknik ini sangat bermanfaat dalam mendiagnosis
penyakit metastatik pada pasien dengan keganasan primer yang ditemukan di
manapun. Kegunaan teknik ini dalam mendiagnosis tumor primer
mediastinum tetap akan ditegaskan.
B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
DS : sesak nafas dan
batuk klien mengeluh
DO : batuk (baik
produktif maupun non
produktif), sesak nafas,
takipnea, retraksi,
demam, ronki, sianosis.
Sel tumor membesar
Vena leher mengembang
Resiko tertekannya faring
dan laring
Saluran nafas tersumbat
Ketidakefektifan pola nafas
DS : letargi, demam.,
muntah, diare,
membrana mukosa
kering, turgor kulit
buruk, penurunan
output urine.
Tumor mediastinum
Dilakukan kemoterapi
Diare
Gangguan keseimbangan
Cairan berhubungan
dengan:
1. Penurunan intake
cairan
2. Peningkatan IWL
akibat pernafasan
cepat dan demam,
efek chemoteraphi.
DS : klien mengeluh
sesak nafas
DO : anoreksia, mual,
muntah,
Terbentuknya formasi
tumor
Kompresi esofagus
Gangguan menelan
Perubahan Nutrisi
DS : malaise
DO : badan klien
lemah
Tumor mediastinum
Dilakukan radioterapi
Badan lemah
Intoleransi aktivitas
C. Intervensi
1. Diagnosa: Ketidakefektifan pola nafas b.d adaptasi fisik tidak adekuat sekunder
terhadap penekanan jaringan paru oleh sel tumor.
Tujuan: Keefektifan pola nafas
Kriteria Hasil: Suara nafas paru relatif bersih, laju nafas dalam rentang normal dan
tidak terdapat batuk, cyanosis, haluaran hidung, retraksi.
No. Intervensi Rasional
1. Lakukan pengkajian tiap 4 jam
terhadap RR, S, dan tanda-tanda
keefektifan jalan napas
Evaluasi dan reassessment terhadap
tindakan yang akan/telah diberikan
2. Lakukan Phisioterapi dada secara
terjadwal.
Mengeluarkan sekresi jalan nafas,
mencegah obstruksi
3. Berikan oksigen lembab, kaji
keefektifan terapi.
Meningkatkan suplai oksigen jaringan
paru.
4. Berikan antibiotic dan antipiretik
sesuai order, kaji keefektifan dan efek
samping ( diare )
Menurunkan resiko infeksi sekunder.
5. Lakukan pengecekan hitung SDM dan
photo thoraks
Evaluasi terhadap keefektifan sirkulasi
oksigen, evaluasi kondisi jaringan paru
6. Lakukan suction secara bertahap Membantu pembersihan jalan nafas.
7. Catat hasil pulse oximeter bila
terpasang, tiap 2-4 jam.
Evaluasi berkala keberhasilan terapi
tindakan tim kesehatan
2. Diagnosa: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare
akibat khemoterapi.
Tujuan: Asupan cairan dan elektrolit dapat di penuhi.
Kriteria Hasil: a) Intake adekuat
b) Tidak adanya muntah dan diare
c) Suhu tubuh dalam batas normal
No. Intervensi Rasional
1. Catat intake dan output Evaluasi ketat kebuituhan intake dan output
2. Kaji dan catat suhu setiap 4 jam tanda
deficit cairan.
Meyakinkan terpenuhi kebutuhan cairan.
3. Catat pengeluaran feses tiap 4 jam
atau bila perlu.
Evaluasi objektif sederhana deficit volume
cairan.
4. Lakukan perawatan mulut tiap 4 jam Meningkatkan bersihan saluran cerna,
meningkatkan nafsu makan/ minum.
3. Perubahan Nutrisi : Kurang dari kebutuhan berhubungan dengan anoreksia, muntah,
peningkatan konsumsi kalori sekunder terhadap infeksi/ proliferasi sel dan efek
radiasi/chemoterapi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan nafsu makan timbul kembali dan
status nutrisi terpenuhi.
Kriteria Hasil :
- Status nutrisi terpenuhi
- nafsu makan klien timbul kembali
- berat badan normal
- jumlah Hb dan albumin normal
No Intervensi Rasional
1 Kaji sejauh mana ketidakadekuatan
nutrisi klien
Menganalisa penyebab melaksanakan
intervensi.
2 Timbang berat badan sesuai indikasi Mengawasi keefektifan secara diet
3 Memeberikan asupan nutrisi sesuai
kebutuhan
Kebutuhan pasien akan nutrisi terpenuhi
4 Anjurkan makan sedikit tapi sering Tidak memberi rasa bosan dan pemasukan
nutrisi dapat ditingkatkan
5 Anjurkan kebersihan oral sebelum
makan
Mulut yang bersih meningkatkan nafsu
makan.
6 Kolaborasi ahli gizi pemberian
makanan yang bervariasi.
Makanan yang bervariasi dapat
meningkatkan nafsu makan klien.
7 Kolaborasi dengan dokter dalam Menstimulasi nafsu makan dan
pemberian suplemen dan obat-obatan
peningkat nafsu makan.
mempertahankan intake nutrisi yang
adekuat.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan distres pernafasan, latergi, penurunan
intake, demam.
Tujuan : Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :Perilaku menampakkan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan diri,
pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa aktivtas tanpa dibantu,
koordinasi otot; tulang dan anggota gerak lainnya baik.
No Intervensi Rasional
1 Rencanakan periode istirahat yang cukup. Mengurangi aktivitas yang tidak
diperlukan, dan energi terkumpul dapat
digunakan untuk aktivitas seperlunya
secar optimal.
2 Berikan latihan aktivitas secara bertahap Tahapan-tahapan yang diberikan
membantu proses aktivitas secara
perlahan dengan menghemat tenaga
namun tujuan yang tepat, mobilisasi
dini.
3 Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan
sesuai kebutuhan
Mengurangi pemakaian energi sampai
kekuatan pasien pulih kembali
4 Setelah latihan dan aktivitas kaji respons
pasien
Menjaga kemungkinan adanya respons
abnormal dari tubuh sebagai akibat
dari latihan
D. Implementasi
Pada tahap ini ntuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat dalam
rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini dapat tepat waktu
dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan, memantau dan mencatat respon
pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan serta mendokumentasikan pelaksanaan
perawatan.
E. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien terhadap
perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan telah dicapai.
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap tindakan keperawatan,
respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya dengan hasil yang diharapkan
kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi keperawatan/hasil yang mungkin
diperlukan.
WOC ASKEP TUMOR MEDIASTINUM
Adanya zat yang bersifat initiation
Terjadi perubahan struktur sel
Memicu terbentuknya sel tumor
Memerlukan waktu yang lama dan
berkesinambungan
Initiation agent (unsur kimia. fisik,
dan biologis)
Struktur dasar DNA berubah
Terbentuk neoplasma
Terbentuk formasi tumor
Memerlukan waktu yang lama, minggu bahkan
sampai tahunan
Trakea tertekan
Kompresi esofagus
Nerves laryngeus inferior tertekan
Vena leher mengembang
pada sindroma vena cava superior
Nervus vagus
tertekan
Batuk atau stridor
Gangguan menelan
Suara serakSerangan batuk dan spasme
bronkus
MK: gangguan nutrisi
MK: gangguan konsep diri
MK: gangguan rasa nyaman
Virus
Faktor hormonal
Faktor lingkungan
Faktor genetik